Pilu, Bayi-bayi di Palestina Meninggal karena Hipotermia di Tengah Gempuran Israel (2025)

Pilu, Bayi-bayi di Palestina Meninggal karena Hiportemia di Tengah Gempuran Israel/Foto: REUTERS/Ramadan Abed

Suhu dingin menyelimuti Gaza di tengah situasi kemanusiaan yang memprihatinkan akibat genosida yang dilancarkan Israel. Akibat cuaca ekstrem, enam bayi dilaporkan meninggal dunia karena hipotermia dalam kurun waktu satu minggu.

Sementara Israel terus menyerang Gaza, termasuk rumah sakit,ada pembatasan bantuan untuk memasuki wilayah Palestina, termasuk akses terhadap bantuan musim dingin dan medis, sebagaimana dilansir dari Al Jazeera.

Cuaca dingin dan hujan lebat di daerah kamp pengungsi membuat hidup warga Palestina semakin sengsara.

Kisah Pilu Bayi di Gaza Meninggal karena Kedinginan

Pilu, Bayi-bayi di Palestina Meninggal karena Hipotermia di Tengah Gempuran Israel (1)

Bayi Palestina Ini Meninggal Akibat Kedinginan/Foto: REUTERS/Ramadan Abed

Salah satu keluarga yang kehilangan bayi mereka menceritakan betapa pilunya menyaksikan sang anak meregang nyawadi depan mata mereka. Yahya Al-Batran terbangun pada dini hari dan mendapati istrinya, Noura, berusaha membangunkan putra kembar mereka yang baru lahir, Jumaa dan Ali. Keluarga ini bernaung di tenda darurat di sebuah perkemahan di Jalur Gaza bagian tengah.

"Ia mengatakan bahwa ia telah berusaha membangunkan Jumaa, tetapi ia tidak bangun, dan saya bertanya tentang Ali dan ia mengatakan, ia juga tidak berjalan," kata Al-Batran kepada Reuters.

"Saya menggendong Jumaa, ia pucat pasi dan membeku seperti salju, seperti es, beku," tambahnya.

Jumaa, yang berusia satu bulan, meninggal karena hipotermia. Ia menjadi salah satu dari enam bayi di Palestina yang meninggal akibat cuaca dingin, menurut para dokter. Sementara itu, saudaranya, Ali, berada dalam kondisi kritis di ruang perawatan intensif.

Keluarga Yahya al-Batran, dari kota Beit Lahiya di utara, meninggalkan rumah mereka menuju al-Maghazi, yaitu hamparan bukit pasir dan semak belukar terbuka di Gaza tengah yang ditetapkan oleh otoritas Israel sebagai zona kemanusiaan.

Kemudian, karena al-Maghazi semakin tidak aman, mereka pindah ke perkemahan lain di dekat kota Deir al-Balah.

"Karena saya sudah dewasa, saya mungkin menerima ini dan menanggungnya, tetapi apa yang telah dilakukan anak muda ini hingga harus menanggung ini?" kata Noura al-Batran.

"Dia tidak sanggup menanggungnya, dia tidak sanggup menahan dingin atau rasa lapar dan keputusasaan ini," ujarnya.

Di sekitar wilayah tersebut, banyak tenda yang sudah compang-camping karena digunakan selama berbulan-bulan dan telah tertiup angin kencang dan hujan. Hal ini menyebabkan keluarga-keluarga berjuang keras memperbaiki kerusakan, menambal lembaran plastik yang robek, dan menumpuk pasir untuk menahan air.

Baca Juga : Kakek Palestina yang Viral Gendong Cucunya Terbunuh, Tewas dalam Serangan Israel

Warga Palestina: Jika Tidak Mati Akibat Serangan, Kami Mati karena Kedinginan

Pilu, Bayi-bayi di Palestina Meninggal karena Hipotermia di Tengah Gempuran Israel (2)

Kondisi pengungsian warga Gaza di musim hujan dan dingin/Foto: REUTERS/Dawoud Abu Alkas

Seorang bayi lainnya bernama Sila, berusia kurang dari tingga minggu, juga meninggal akibat cuaca dingin.Sang ibu, Nariman, menyadari bahwa anaknya tidak begerak dan wajahnya telah membiru.

"Saya bangun di pagi hari dan memberi tahu suami saya bahwa bayikami tidak bergerak selama beberapa saat. Dia membuka penutup wajahnya dan mendapati dia membiru, menggigit lidahnya, dengan darah keluar dari mulutnya," kata Nariman al-Najmeh, dilansir dari BBC.

Di tenda mereka yang terletak di pantai di Gaza selatan, Nariman duduk bersama suaminya, Mahmoud Fasih, dan dua anak kecil mereka, Rayan, yang berusia empat tahun, dan Nihad, yang berusia dua setengah tahun.

Keluarga tersebut mengatakan bahwa mereka telah mengungsi lebih dari 10 kali selama genosida yang dilakukan Israel di Palestina.

"Suami saya adalah seorang nelayan, kami dari utara dan pergi tanpa apa pun, tetapi kami melakukannya demi anak-anak kami," kata Nariman.

"Saat hamil, saya selalu berpikir tentang bagaimana cara membeli baju untuk bayi saya. Saya sangat khawatir karena suami saya tidak punya pekerjaan."

"Cuaca dinginnya menusuk dan menusuk tulang. Sepanjang malam, karena cuaca dingin, kami meringkuk bersama, meringkuk di samping satu sama lain," kata ayah Sila, Mahmoud.

Nariman melahirkan Sila di tenda pengungsian dalam kondisi cuaca dingin dan membeku. Tak hanya itu, air merembes ke dalam tenda, membuat tempat pengungsian itu jauh dari kata layak.

Meskipun lahir dalam kondisi yang tidak ideal,kondisikesehatan Sila bisa dibilang baik. Namun, bayi malang itu kemudian mulai terkena flu.

"Saya perhatikan dia bersin-bersin dan sepertinya sakit flu, tetapi saya tidak pernah menyangka dia akan meninggal karenanya," ujar Nariman.

Sila dirawat di rumah sakit Nasser di Khan Younis, tempat Dr. Ahmad al-Farra, direktur departemen pediatriknya, mengatakan Sila menderita "hipotermia parah, yang menyebabkan tanda-tanda vital berhenti, serangan jantung, dan akhirnya kematian."

Bayi memiliki mekanisme yang belum berkembang untuk menjaga suhu tubuhnya sendiri dan dapat mengalami hipotermia dengan mudah di lingkungan yang dingin. Bayi prematur sangat rentan, dan Dr. Farra mengatakan petugas medis Gaza telah mengamati peningkatan jumlah kelahiran prematur selama perang.

Para ibu juga menderita kekurangan gizi, sehingga mereka tidak dapat menyusui bayi mereka dengan cukup. Ada juga kelangkaan susu formula bayi karena pengiriman bantuan kemanusiaan dibatasi, menurut Dr. Farra.

Di tengah suara pesawat nirawak Israel yang terbang di udara, Mahmoud, membawa jasad Sila yang tak bernyawa dari rumah sakit Nasser ke kuburan sementara di Khan Younis. Di sana, ia menggali kuburan kecil di pasir. Setelahmenguburkan Sila, Mahmoud menghibur Nariman.

"Saudara-saudaranya sakit, kelelahan. Kami semua sakit. Dada kami sakit, dan kami pilek karena cuaca dingin dan hujan," kata Nariman. "Jika kami tidak mati karena serangan, kami akan mati karena kedinginan."

Menurut laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mayoritas korban di Palestina adalah perempuan dan anak-anak. Sementara itu lebih daari 1,9 juta warga Palestina terpaksa mengungsi dan kehilangan tempat tinggal mereka. Tak hanya itu, seluruh populasi Gaza berada dalam tingkat krisis kerawanan pangan akutdan ancaman wabah penyakit.

Menurut data terkini dariKementerian Kesehatan Gaza, jumlah korban tewas secara keseluruhan sejak7 Oktober 2024 menjadi 45 ribu lebih. Sekitar 104 ribu orang lainnya terluka dalam serangan Israel.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

Pilihan Redaksi

  • Pilunya Kondisi Terkini di Gaza Utara: Hanya 1 Dokter Tersisa dan Tidak Ada Air-Makanan
  • Momen-Momen Penting dari Genosida Israel di Palestina yang Jadi Sorotan Dunia Sepanjang 2024
  • Israel Serang Sekolah dan Kamp Pengungsi, Tewaskan Puluhan Orang Termasuk Jurnalis

(naq/naq)

Pilu, Bayi-bayi di Palestina Meninggal karena Hipotermia di Tengah Gempuran Israel (2025)
Top Articles
Latest Posts
Recommended Articles
Article information

Author: Kelle Weber

Last Updated:

Views: 6316

Rating: 4.2 / 5 (73 voted)

Reviews: 88% of readers found this page helpful

Author information

Name: Kelle Weber

Birthday: 2000-08-05

Address: 6796 Juan Square, Markfort, MN 58988

Phone: +8215934114615

Job: Hospitality Director

Hobby: tabletop games, Foreign language learning, Leather crafting, Horseback riding, Swimming, Knapping, Handball

Introduction: My name is Kelle Weber, I am a magnificent, enchanting, fair, joyous, light, determined, joyous person who loves writing and wants to share my knowledge and understanding with you.