Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
3 pages
1 file
Sebuah realitas semu yang belakangan dipertontonkan kepada khalayak media tentang potret Islam yang bermuara pada perilaku berpolitiknya dengan menggunakan cara dan perspektif Islam yang dibuatnya merupakan gambaran perilaku Islam politik abad 21 yang dimanfaatkan oleh partai-partai Islam yang hendak meraup dukungan mayoritas muslim. Sejak bergulirnya reformasi, Islam politik menjadi bagian dari sendi aktivitas politik di Indonesia yang menghubunghubungkan realitas agama dengan realitas personal partai. Selama dua kali pasca reformasi pemilihan umum digelar dengan dimeriahkan atribut Islam sebagai platform partai. Indikasinya adalah adanya harapan besar partai meraup mayoritas muslim. Sebelum era reformasi, atribut Islam sudah terlebih dahulu tampil dengan spirit keagamaan. Ia tampil di tengah keragaman bangsa Indonesia, ia juga kerap menegaskan diri sebagai representasi pilihan umat Islam di Indonesia. Tentu saja ini bukan teori tapi sebatas realitas semu karena sejak atribut Islam dipasang di jagat perpolitikan Indonesia, mayoritas muslim tidak seluruhnya berada dalam satu gerbong. Mereka bertebaran dengan prinsip dan platform personalnya masing-masing tidak dengan mudah diprovokasi oleh arti lambang serta atribut Islam.
2015
Abstaksi Ada yang berpandangan bahwa semua masyarakat itu secara lembaga maupun individu telah menyimpang dari jalan yang benar dan perbaikan mendasar hanya dapat dilakukan melalui jalan dan cara politis. Meskipun mereka kemudian berbeda pandangan lagi apakah perubahan itu harus melalui kudeta?Atau mengikuti persaingan politik yang keras?Atau justru dengan melakukan kekacauan dan menanamkan ketakutan pada diri para penguasa politis sebuah negara?. Ada pula yang berpandangan bahwa masyarakat Islam sedikit banyak masih berada di atas jalan yang semestinya, meskipun mereka sepakat bahwa ada banyak hal yang harus diperbaiki di tubuh umat ini secara lembaga maupun individu. Tapi yang menjadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana cara memperbaikinya?. Karena itu tidak mengherankan jika para ulama pun berbeda pandangan dalam menyikapi pemilu yang diselenggarakan di berbagai tempat dan hukum keikutsertaan di dalamnya. Tema inilah yang ingin diangkat dalam makalah ini, dimana ia akan berusaha mengulas dan mendudukkan persoalan ini berdasarkan kaidah-kaidah syar'i yang ada Kata Kunci : Politik, Perspektif, Islam PENDAHULUAN Tema keikut sertaan aktifis Islam baik dari kalangan ulama, du'at dan pemikirnya dalam pertarungan politik hingga kini masih saja menjadi tema yang menarik dan hangat untuk dibicarakan. Dan itu dibuktikan dengan terjadinya pro-kontra dikalangan mereka yang mengkaji dan mendiskusikannya. Dan polemik ini jika diteliti lebih jauh bukanlah polemik yang baru kali ini terjadi, namun sejak dahulu bahkan sejak berabad-abad lalu tema keterlibatan para ulama dan cendekiawan muslim secara politis dalam penyelenggaraan negara baik sebagai eksekutif, legislatif ataupun yudikatif selalu menjadi perdebatan yang hangat dikaji. Dan siapa pun yang membaca 1 Penulis adalah dosem tetap Prodi Ekonomi Syari'ah STAI Raden Qosim Lamongan yang sekarang menjabat sebagai ketua LPPM.
Abstrak Tulisan ini akan menggambarkan tentang konsep negara Islam dari pemikiran Muhammad Arkoun. Untuk menata masa depan hubungan antar agama dan Negara di negeri-negeri Muslim tampaknya perlu dilakukan berapa hal penting: pertama, kaum politisi santri perlu terus meningkatkan kualitas pengalaman berpolitik (political experience) mereka di arena politik kenegaraan di masing-masing Negara. Terutama Negara yang bercorak nation-state. Kedua, pola pemikiran (etika) politik Islam yang masih berkutat pada landasan epistemologi klasik perlu ditransformasikan ke arah pemikiran yang secara epistemologis lebih bercorak sosial-empiris sesuai dengan tantangan zaman yang ada. Ketiga, umat Islam khususnya para politisi Muslim harus terus berupaya melepaskan diri dari kungkungan berpikir historis-romantis dan normatif-teologis-apologis, serta harus berani melakukan terobosan kontekstual yang antisipatif dengan masa depan peradaban dunia. Keempat, isu-isu politik khilãfah dan penegakan syariat Islam harus dikaji ulang, baik secara konseptual maupun relevansinya dengan konteks zaman, lebih khusus dengan realita sistem nation-state yang ada di berbagai belahan dunia Islam. Bukankah konsep khilafah pada hakikatnya lebih bersifat historis belaka, bukan sesuatu yang secara normatif Islam harus diwujudkan. PENDAHULUAN Perdebatan ilmiah mengenai Islam dan politik kembali menemukan momentumnya sejak tumbangnya kekhalifahan Islam Ottoman 1924. Sebelumnya literatur yang ada mengenai pendekatan Islam terhadap masalah kenegaraan baik dalam soal pemilihan imam, kualifikasi pemimpin amir dan tata administrasi kekhalifahan tidak meragukan integrasi Islam dalam politik, akan tetapi setelah itu muncul berbagai literature yang banyak dibaca kalangan umat Islam sehingga mengaburkan jati diri Islam dalam kehidupan masyarakat dan berbagai aspeknya. Oleh karena itu sebenarnya dengan terbukanya studi-studi baru mengenai Islam dan politik, maka ada beberapa hal yang patut mendapatkan kaian untuk masa depan politik Islam. Pertama, definisi holistik menyeluruh Islam akan menyelesaikan kontradikisi dan pertentangan diantara umat Islam sendiri mengenai apa yang seharusnya dilakukan baik secara ilmiah maupun praktis dalam mengelola hal-hal kenegaraan atau hal-hal yang berkaitan dengan 1
Abstaksi Ada yang berpandangan bahwa semua masyarakat itu secara lembaga maupun individu telah menyimpang dari jalan yang benar dan perbaikan mendasar hanya dapat dilakukan melalui jalan dan cara politis. Meskipun mereka kemudian berbeda pandangan lagi apakah perubahan itu harus melalui kudeta?Atau mengikuti persaingan politik yang keras?Atau justru dengan melakukan kekacauan dan menanamkan ketakutan pada diri para penguasa politis sebuah negara?. Ada pula yang berpandangan bahwa masyarakat Islam sedikit banyak masih berada di atas jalan yang semestinya, meskipun mereka sepakat bahwa ada banyak hal yang harus diperbaiki di tubuh umat ini secara lembaga maupun individu. Tapi yang menjadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana cara memperbaikinya?. Karena itu tidak mengherankan jika para ulama pun berbeda pandangan dalam menyikapi pemilu yang diselenggarakan di berbagai tempat dan hukum keikutsertaan di dalamnya. Tema inilah yang ingin diangkat dalam makalah ini, dimana ia akan berusaha mengulas dan mendudukkan persoalan ini berdasarkan kaidah-kaidah syar'i yang ada Kata Kunci : Politik, Perspektif, Islam PENDAHULUAN Tema keikut sertaan aktifis Islam baik dari kalangan ulama, du'at dan pemikirnya dalam pertarungan politik hingga kini masih saja menjadi tema yang menarik dan hangat untuk dibicarakan. Dan itu dibuktikan dengan terjadinya pro-kontra dikalangan mereka yang mengkaji dan mendiskusikannya. Dan polemik ini jika diteliti lebih jauh bukanlah polemik yang baru kali ini terjadi, namun sejak dahulu bahkan sejak berabad-abad lalu tema keterlibatan para ulama dan cendekiawan muslim secara politis dalam penyelenggaraan negara baik sebagai eksekutif, legislatif ataupun yudikatif selalu menjadi perdebatan yang hangat dikaji. Dan siapa pun yang membaca 1 Penulis adalah dosem tetap Prodi Ekonomi Syari'ah STAI Raden Qosim Lamongan yang sekarang menjabat sebagai ketua LPPM.
royhain iqbal, 97
, of an Islamic Functionally, Islam and politics have a symbiotic relationship, even though diametrically the nature of the two is different. Religion encourages the formation of moral power, and vice versa, the morality of power also strengthens the religious spirit. Separating religion from the insight of power in the view of Islam does not have a solid foundation and cannot be justified. In the author's assumption, discussing themes related to Islam and politics will never be finished. Various books that offer the idea government system have been presented by Muslim intellectuals from ancient times to the present day.
CV INSAN ADIGUNA SERANG BANTEN, 2017
Perkataan politik berasal dari bahasa latin politicus dan bahasa Yunani Politicos, artinya sesuatu yang berhubungan dengan warga negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal dari kata polis maknanya kota (Ali,1998:167). Menurut kamus Litre (1987) politik adalah ilmu memerintah dan mengatur negara. Sedangkan dalam kamus Robert (1962) politik adalah seni memerintah dan mengatur masyarakat manusia.
Penerbit Sinergi, 2019
Sebuah buku yang mengulas tentang dinamika Kelompok Islam Politik pasca peristiwa Arab Spring yang lalu, dengan berbagai macam pengalaman baru yang didapatkan setelah melalui fase peleburand dengan Sistem Politik Negara.
Kita tidak kurang tukang angguk,kita tidak kurang tukang geleng, tapi kita kurang orang yang nak membuat apa yang sudah diangguk, orang yang mencegah apa yang sudah digeleng." Prof Zulkifli Muhammad (Timb. YDP PAS) Pendahuluan Gerakan mahasiswa adalah sub-gerakan politik mahasiswa. Gerakan mahasiswa berjuang dengan cara mereka. Mahu mara bangkit menentang kemungkaran dan kedurjanaan penguasa dalam menegakkan kebenaran. Gerakan mahasiswa bukan sahaja terkongkong dalam dunia kampus tetapi keluar menyemai bakti dalam masyarakat dan negara. Ada sesetengah pendapat, gerakan mahasiswa hanya pentas lonjakan yang beragenda dan pentas lakonan mengumpan sang pengail kekuasaan yang beragenda. Kenapa sebegitu?. Pada mereka, pemimpin mahasiswa bohong diri mereka dan diri sendiri kerana ada yang berseberangan daripada perjuangan mereka semasa zaman mahasiswa. Pada hemat saya, gerakan mahasiswa adalah medan latihan politik, bermasyarakat, berekonomi, pengurusan, komunikasi, bina jaringan pengaruh, berkenalan dengan para tokoh dan lain-lain. Kehendak politik beragenda datang kemudian dengan kepentingan diri dan kehendak keluarga. Sejarah gerakan mahasiswa bukannya perlu dikenang atau dikhayali tetapi ia perlu diambil ibrah dalam membina semangat zaman.
Abstrak Etika politik dan moral kepemimpinan Islam maupun ke-pemimpinan di luar Islam sangat ditentukan oleh penguasa. Oleh karena itu, yang menghendaki sebuah pemerintahan yang adil dan didasari oleh nilai etika, maka harus banyak belajar dari realitas yang terjadi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ke-adilan sehingga tercipta suatu kedamaian. Sebuah peme-rintahan yang tidak didasari nilai-nilai etika dan moral yang baik, akan menimbulkan kekecauan. Apalagi pemimpinnya yang tidak menanamkan nilai etika, sudah pasti kekuasaannya akan hancur. Oleh sebab itu penguasa yang baik adalah penguasa yang memberikan suasana kebahagiaan bukan sebaliknya. Kata Kunci: Etika Politik I. Pendahuluan i berbagai belahan dunia, umat Islam mengalami berbagai macam krisis baik krisis ekonomi, krisis keamanan, krisis kepercayaan, krisis politik dan berbagai krisis lainnya, namun semuanya ini diawali dari krisis moral seorang pemimpin bangsa, kemudian diikuti oleh kehancuran moral rakyat. Maka tidak heran jika negara yang sedang mengalami krisis, banyak kejahatan yang terjadi baik berupa kuropsi, perampokan, pembunuhan, bahkan sampai kepada tindakan-tindakan asusila. Sebuah pemerintah sudah jauh dari nilai etika, maka sudah dapat dipastikan negara tersebut akan mengalami kehancuran, dia tidak mampu mempertahankan kedaulatan rakyat, akhirnya rakyat yang menjadi sasaran. Mereka apatis terhadap rakyat dan tidak mampu menjaga persatuan dan kesatuan. Mencintai rakyat dan berbuat baik terhadap rakyat merupakan suatu etika atau moral yang terpuji di dalam Islam dan menjadi seorang kepala negara sebagai orang yang terbaik yang dibanggakan. Tetapi sebaliknya sifat membenci rakyat dan D