BAGIKAN
Image by Penny from Pixabay

Pada tahun 1953, Henry Molaison menjalani operasi pengangkatan hippocampus untuk mengatasi kejang epilepsi yang parah. Operasi ini berhasil mengurangi kejangnya tanpa mengganggu kepribadian dan kecerdasannya. Namun, ada efek samping serius: Molaison kehilangan kemampuan menciptakan memori baru. Ia hanya dapat mengingat peristiwa sebelum tahun 1953, membuatnya “terjebak” di masa lalu.

Fenomena ini memperlihatkan bagaimana memori episodik bekerja. Berbeda dari memori prosedural seperti kemampuan berbicara atau berjalan, memori episodik mengingat pengalaman spesifik masa lalu. Namun, penelitian menunjukkan bahwa memori episodik bukanlah representasi akurat, melainkan simulasi masa lalu. Otak menggunakan mekanisme serupa untuk mengingat masa lalu dan membayangkan masa depan, yang melibatkan simulasi neural.

Hippocampus dan Neocortex: Kolaborasi untuk Memori

Hippocampus memainkan peran penting dalam pembentukan memori episodik baru dengan cepat, sementara neocortex bertanggung jawab atas simulasi dunia dan penyimpanan memori jangka panjang. Kombinasi ini memungkinkan integrasi memori baru tanpa mengganggu yang lama, sebuah mekanisme yang dikenal dalam kecerdasan buatan sebagai “generative replay.”

Penelitian pada hewan seperti tikus dan burung menunjukkan bahwa kemampuan memori episodik tidak hanya dimiliki manusia, tetapi juga spesies dengan struktur otak yang dapat melakukan simulasi.

Pembelajaran Reinforcement: Antara Model-Free dan Model-Based

Pembelajaran reinforcement, mekanisme yang digunakan otak untuk membuat keputusan, terbagi menjadi dua kategori:

1. Model-Free Reinforcement Learning

  • Mengandalkan asosiasi langsung antara situasi dan tindakan.
  • Cepat namun kurang fleksibel.
  • Contoh: Mengikuti rute kerja rutin berdasarkan isyarat seperti lampu lalu lintas atau landmark.

2. Model-Based Reinforcement Learning

  • Membutuhkan model untuk memprediksi konsekuensi tindakan.
  • Lebih fleksibel, tetapi lebih lambat dan rumit.
  • Contoh: Mempertimbangkan berbagai rute ke tempat kerja sebelum memilih yang terbaik.

Sistem pembelajaran model-free, meskipun efisien, terbatas dalam kompleksitasnya. Di sisi lain, model-based menghadapi tantangan besar: membangun model dunia yang akurat dan memilih simulasi yang relevan. Meskipun sulit, pendekatan ini memungkinkan fleksibilitas yang lebih tinggi.

Memori prosedural dan emosional

Memori prosedural tidak bersifat emosional secara inheren. Memori prosedural adalah jenis memori jangka panjang yang berkaitan dengan keterampilan dan kebiasaan yang dipelajari, seperti mengendarai sepeda, mengetik, atau bermain alat musik. Jenis memori ini bekerja secara implisit, artinya kita tidak perlu secara sadar mengingat langkah-langkahnya saat melakukan aktivitas.

Namun, emosi dapat terlibat secara tidak langsung dalam memori prosedural dalam situasi tertentu. Misalnya:

1. Penguatan Positif atau Negatif: Jika belajar keterampilan tertentu (seperti bermain alat musik) dikaitkan dengan pengalaman emosional positif (misalnya, pujian), emosi tersebut dapat memperkuat pembelajaran memori prosedural. Sebaliknya, pengalaman negatif bisa memperlambat pembelajaran.

2. Konteks Emosional: Aktivitas tertentu yang melibatkan memori prosedural mungkin dilakukan dalam situasi emosional (seperti menari di acara bahagia). Meskipun memori prosedural itu sendiri tidak emosional, konteks emosional dapat memengaruhi ingatan tentang pengalaman tersebut.

3. Interaksi dengan Memori Deklaratif: Memori prosedural sering bekerja bersama memori deklaratif, yang dapat mencakup elemen emosional. Misalnya, Anda mungkin mengingat latihan piano pertama Anda dengan emosi tertentu, meskipun keterampilan memainkannya disimpan dalam memori prosedural.

Jadi, meskipun memori prosedural tidak emosional secara langsung, interaksinya dengan konteks atau memori lain yang emosional bisa membuat hubungan yang lebih kompleks.

Pernyataan bahwa manusia cenderung berpikir secara emosional, terutama dalam konteks aktivitas di luar kesadaran seperti memori prosedural, didasarkan pada pemahaman bahwa emosi adalah bagian integral dari proses pengambilan keputusan dan pembelajaran manusia. Berikut adalah beberapa alasan mengapa emosi sering dikaitkan dengan aktivitas yang tampaknya tidak sadar seperti memori prosedural:

1. Hubungan Erat antara Emosi dan Memori

Emosi memainkan peran penting dalam pembentukan dan penguatan memori, termasuk memori prosedural. Misalnya:

  • Aktivitas yang melibatkan penguatan emosional (seperti keberhasilan atau kegagalan) cenderung lebih mudah diingat dan diulang.
  • Sistem limbik, yang berperan dalam pengolahan emosi, juga terlibat dalam pengkodean memori, termasuk memori prosedural.
2. Peran Emosi dalam Pembelajaran Otomatis

Belajar keterampilan prosedural sering melibatkan pengulangan dan pengalaman, yang sering kali dipengaruhi oleh emosi:

  • Penguatan Positif: Seseorang lebih mungkin mengulang aktivitas yang memberi perasaan puas atau bahagia.
  • Penguatan Negatif: Kegagalan atau ketakutan juga dapat membentuk pola prosedural tertentu, seperti menghindari bahaya.
3. Pengaruh Emosi pada Pengambilan Keputusan Implisit

Meskipun memori prosedural tidak memerlukan kesadaran penuh, keputusan untuk melakukan aktivitas tertentu sering kali dipengaruhi oleh emosi. Sebagai contoh:

  • Kebiasaan yang didorong oleh rasa nyaman, aman, atau bahagia cenderung diulang tanpa perlu kesadaran penuh.
  • Ketidaknyamanan atau ketakutan terhadap risiko dapat membentuk respons prosedural otomatis, seperti reaksi cepat terhadap situasi berbahaya.
4. Hubungan Evolusi

Secara evolusi, emosi membantu manusia bertahan hidup dengan membuat mereka lebih responsif terhadap lingkungan. Aktivitas prosedural yang otomatis, seperti menghindari bahaya, sering kali melibatkan respons emosional, bahkan jika tidak disadari.

5. Bias Kognitif terhadap Emosi

Manusia cenderung lebih memprioritaskan informasi yang memiliki muatan emosional, karena emosi memengaruhi perhatian, pengambilan keputusan, dan evaluasi risiko. Bahkan ketika aktivitas terjadi di luar kesadaran, pengaruh emosi dapat “menyusup” ke dalam proses tersebut.

Contoh:

  • Seorang atlet yang selalu melatih gerakan tertentu dalam suasana kompetitif mungkin mengaitkan gerakan tersebut dengan adrenalin atau kegembiraan. Meskipun gerakannya otomatis, pengalaman emosionalnya dapat memperkuat pola perilaku tersebut.
  • Dalam situasi stres, seseorang mungkin merespons bahaya dengan refleks yang melibatkan memori prosedural, seperti melompat menjauh dari kendaraan yang melaju kencang. Emosi (seperti ketakutan) memperkuat respons otomatis ini.

Kesimpulan

Fenomena memori manusia, mulai dari kasus Henry Molaison hingga mekanisme pembelajaran otomatis, menunjukkan betapa kompleks dan luar biasanya otak dalam mengelola pengalaman, emosi, dan pengambilan keputusan. Hippocampus memainkan peran sentral dalam membentuk memori episodik, sementara memori prosedural yang otomatis tetap dapat dipengaruhi oleh konteks emosional. Kolaborasi antara sistem otak ini menunjukkan bahwa memori bukan sekadar penyimpanan pasif, melainkan alat yang aktif dalam simulasi masa depan dan adaptasi terhadap lingkungan.

Dalam pembelajaran dan pengambilan keputusan, interaksi antara mekanisme model-free dan model-based reinforcement learning menyoroti pentingnya fleksibilitas dalam menghadapi situasi baru. Emosi, meskipun tidak selalu menjadi inti dari proses otomatis seperti memori prosedural, berperan sebagai penguat yang memengaruhi pola perilaku dan respons manusia.

Pemahaman tentang hubungan antara emosi, memori, dan pengambilan keputusan ini tidak hanya relevan dalam kehidupan sehari-hari tetapi juga menawarkan wawasan penting dalam pengembangan teknologi seperti kecerdasan buatan. Dengan meniru mekanisme otak manusia, teknologi masa depan dapat menjadi lebih adaptif, fleksibel, dan responsif terhadap lingkungan.

Pada akhirnya, memori dan emosi adalah alat vital dalam evolusi manusia, memungkinkan kita untuk belajar dari masa lalu, merencanakan masa depan, dan beradaptasi dengan tantangan baru. Pengetahuan ini menegaskan bahwa memahami otak manusia adalah langkah penting dalam memahami diri kita sendiri dan membangun masa depan yang lebih baik.