JAKARTA, iNews.id - Indonesia Financial Group (IFG), BUMN holding asuransi, penjaminan dan investasi, dipuji komunitas keuangan global. Hal itu, terkait dengan langkah resolusi kasus gagal bayar di Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yang ditangani IFG melalui mekanisme bridge bank.
Pengakuan tersebut dinyatakan langsung oleh sejumlah narasumber dan audiens kepada Komisaris Utama IFG dan juga Ekonom Senior, Fauzi Ichsan, tatkala dirinya menjadi salah satu narasumber pada acara diskusi tahunan International Forum of Insurance Guarantee Schemes (IFIGS) di Kuala Lumpur, akhir tahun lalu.
Lampaui Target, IFG Raup Laba Rp2,7 Triliun hingga Kuartal III 2022
"Komunitas keuangan global menilai langkah IFH sebagai penyelesaian yang revolusioner dan monumental, karena belum pernah terjadi di industri asuransi manapun," ungkap Fauzi, dikutip Senin (23/1/2023).
Fauzi mengatakan, instrumen penyelamatan lembaga keuangan yang sudah gagal sebenarnya lengkap tersedia di industri perbankan. Pasca krisis moneter pada 1997-1998 yang ditandai dengan sejumlah bank yang dinyatakan bangkrut dan terjadi penarikan uang secara massal (rush money), sistem keuangan Indonesia mulai berbenah dengan hadirnya Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).
Apresiasi IFG Labuan Bajo Marathon, Menparekraf Sandiaga : Setara World Marathon Majors
Institusi tersebut dilengkapi dengan sejumlah instrumen resolusi bank gagal, di antaranya mekanisme likuidasi, penyertaan modal sementara (PMS), opsi purchase & assumption, dan opsi pengalihan sementara melalui bridge bank.
Industri asuransi, lanjut Fauzi, tidak pernah mengalami krisis serupa. Pemegang polis juga tidak bisa berbondong-bondong menarik uangnya karena memang secara kontrak tidak bisa dilakukan.
Hal ini menyebabkan banyak perusahaan asuransi yang secara permodalan minim, tetapi masih bisa diperbolehkan beroperasi. Di sisi lain, industri asuransi juga tidak memiliki institusi serupa LPS yang menjadi garda akhir untuk solusi perusahaan asuransi yang gagal.
Menurut dia, dengan tidak adanya otoritas resolusi di industri asuransi serta opsi penyelamatan yang bisa menangani kasus perusahaan asuransi yang gagal, mau tidak mau, IKNB harus berkaca pada industri perbankan.
"Resolusi dengan opsi bridge bank yang pernah dilakukan IFG dalam menangani perusahaan asuransi yang gagal menjadi salah satu contoh terbaik dalam kondisi tersebut,” ujar Fauzi.
Dia menjelaskan, penanganan perusahaan asuransi yang gagal dengan mekanisme bridge bank membelah perusahaan asuransi tersebut menjadi dua bagian.
Pertama, bank asal yang gagal, yang dijuluki bad bank dan nantinya akan dilikuidasi. Kedua adalah good bank, yang dibentuk baru untuk menerima aset yang sehat dan kewajiban dengan status hukum yang paling tinggi dari bank asal.
Berbeda dengan resolusi bridge bank di perbankan, di mana simpanan nasabah bank asal yang gagal tidak direstrukturisasi atau didiscount, polis dan kewajiban dari perusahaan asuransi yang gagal direstrukturisasi terlebih dahulu sebelum dialihkan ke good bank. Opsi ini mengurangi beban penyuntikkan modal segar kepada good bank.
Melalui pengalihan aset dan kewajiban yang sehat tersebut, opsi-opsi penyehatan lainnya dapat terbuka. Opsi-opsi tersebut termasuk penyertaan modal negara (PMN), mengundang investor strategis, bahkan nantinya penerbitan saham perdana (Initial Public Offering/IPO).
Dengan opsi resolusi bridge bank, maka biaya penyelamatan bank atau perusahaan asuransi yang gagal menjadi lebih murah, termasuk biaya yang harus diemban negara. Selain itu, resolusi ini menjamin kontinuitas nilai tambah bagi pemegang polis dan bisnisnya berkelanjutan.
Dia menambahkan, pengalaman IFG dalam menerapkan resolusi bridge bank untuk industri asuransi adalah metode resolusi yang baru di dunia keuangan global. Belum pernah ada perusahaan asuransi gagal yang diselamatkan melalui metode bridge bank.
"Sebuah langkah resolusi yang terbilang kompleks, monumental, dan revolusioner dalam sejarah industri non bank dunia, bukan hanya di Indonesia. Inilah pula alasan mengapa IFG diundang jadi narasumber di forum internasional tersebut,” tutur Fauzi.
Editor: Jeanny Aipassa
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Bali
- Kepulauan Maluku