Pengaruh Keanekaragaman Mesofauna Dan Makrofauna Tanah Terhadap Dekomposisi Bahan Organik Tanaman Di Bawah Tegakan Sengon (Paraserianthes Falcataria)

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Bioteknologi 4 (1): 20-27, Mei 2007, ISSN: 0216-6887

Pengaruh Keanekaragaman Mesofauna dan


Makrofauna Tanah terhadap Dekomposisi
Bahan Organik Tanaman di Bawah Tegakan
Sengon (Paraserianthes falcataria)
Decomposition of crop organic matters and their influence
to diversity of soil mesofauna and macrofauna under
paraserianthesstand (Paraserianthes falcataria)
SUTENI WULANDARI, SUGIYARTO, WIRYANTO
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta 57126.
Diterima: 1 Nopember 2005. Disetujui: 30 Nopember 2005.

ABSTRACT

Alamat korespondensi:
Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126
Tel. & Fax.: +62-271-663375.
e-mail: [email protected]

The purposes of the research were to know the influences of crop organic
matters to diversity of soil mesofauna and macrofauna under
paraserianthes stand (Paraserianthes falcataria), rate of organic matters
decomposition, as well as the relationship between the rate of organic
matters decomposition and diversity of soil mesofauna and macrofauna.
The framework of thinking of this research was the crop organic matters
which were given to the soil would influence the soil mesofauna and
macrofauna diversities. The presence of soil fauna would help the
decomposition process of organic matters which fertilize the soil. This
research was established under paraseanthes stand, with 7 treatments of
crop organic matters, i.e. cardamom, pineapple, cocoyam, cardamompineapple, cardamom-cocoyam, pineapple-cocoyam, cardamom-pineapplecocoyam, and the treatment without crop organic matters (control). The
sampling of mesofauna data used soil extraction Barlesse-Tulgreen
method, meanwhile the macrofauna data were obtained from HandSorting method and Fill-Trapp method. The sampling of decomposition
rate data used Pudjihartas method (1995). The data which have been
obtained were analyzed by using Analysis of Variance (ANAVA) and
continued with DMRT test. The Correlation test was done to find out the
relationship between the rate of decomposition of crop organic matters and
the soil mesofauna and macrofauna diversities. It can be concluded that the
applying of crop organic matters influenced the soil mesofauna and
macrofauna diversities. The highest coefficient value index of soil
mesofauna diversity was 1.36 by using cardamom-cocoyam organic matters.
The highest coefficient value index of the soil macrofauna diversity was
1.11 by using pineapple organic matters. The highest coefficient value index
of macrofauna diversity on the surface of the soil was 1.27 by using
pineapple organic matters. The crop organic matters of cardamom-cocoyam
has the highest coefficient value decomposition rate, was 0.45. The crop
organic matters of pineapple has the lowest coefficient value
decomposition rate, was 0.15. The relation between the decomposition rate
of crop organic matters and the soil mesofauna diversity index, the
macrofauna in the soil, and macrofauna on the surface of the soil show the
negative correlation, with the correlation coefficient value, were -0.01; -0.30;
-0.001.
Keywords: mesofauna, macrofauna, decomposition, diversity.

WULANDARI dkk. Mesafauna dan makrofauna pad tegakan sengon

PENDAHULUAN
Kebutuhan pangan dunia selalu meningkat
sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk.
Sementara itu hasil pertanian jumlahnya tidak
sebanding dengan kebutuhan penduduk, karena
semakin sempitnya tanah pertanian dan
produktivitas yang rendah. Tanah pertanian
yang
keberadaannya
terbatas,
seringkali
digunakan
secara
terus-menerus
tanpa
memperhatikan pemeliharaanya, dan tidak
memberi kesempatan pada tanah untuk
memperbaharui diri secara alami, atau
dipulihkan kembali kesuburanya sehingga dapat
menurunkan tingkat kesuburan tanah.
Menurut Sutedjo dan Kartasapoetro (1992),
usaha memperbaiki tanah secara alami dapat
dilakukan dengan mengistirahatkan tanah untuk
beberapa waktu, tidak diolah, dan dibiarkan
tertutup oleh rumput-rumputan. Pengolahan
tanah yang keliru dan pengelolaan tanaman
yang kurang baik, dapat menyebabkan
menurunnya kesuburan dan produktivitas tanah
sehingga
tanah
menjadi
rusak.
Untuk
mengurangi dan mengantisipasi terjadinya
kerusakan tanah, diperlukan langkah yang tepat,
aman sekaligus tidak mengeluarkan banyak
biaya, misalnya dengan pemberian bahan
organik tanaman pada tanah. Pemberian bahan
organik tanaman pada tanah dapat memperbaiki
sifat fisika, kimia, dan biologi tanah.
Adanya
bahan
organik
tanaman
dimungkinkan dapat meningkatkan aktivitas
fauna tanah, karena bahan organik digunakan
sebagai sumber energi dan sumber makanan
untuk kelangsungan hidupnya (Foth, 1994).
Fauna tanah merupakan salah satu komponen
biologi tanah yang memainkan peran penting
dalam proses penggemburan tanah.
Peran aktif mesofauna dan makrofauna tanah
dalam menguraikan bahan organik dapat
mempertahankan
dan
mengembalikan
produktivitas tanah dengan didukung faktor
lingkungan disekitarnya (Thamrin dan Hanafi,
1992). Brussaard (1998) menjelaskan bahwa
keberadaan dan aktivitas mesofauna dan
makrofauna tanah dapat meningkatkan aerasi,
infiltrasi
air,
agregasi
tanah,
serta
mendistribusikan bahan organik tanah sehingga
diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan
keanekaragaman mesofauna dan makrofauna
tanah.
Keanekaragaman mesofauna dan makrofauna
tanah berkaitan erat dengan bahan organik

21

tanaman yang ditambahkan pada tanah.


Menurut Susilo dkk. (1997) aktivitas berbagai
makrofauna tanah diketahui berkaitan dengan
dinamika bahan organik dan hara tanah. Dari
hasil penelitiannya, dikatakan bahwa perubahan
tataguna lahan, seperti perubahan dari lahan
hutan menjadi pertanian, dapat mempengaruhi
keanekaragaman makrofauna tanah. Hal ini
diduga karena bahan organik yang dihasilkan
oleh hutan lebih beragam daripada lahan
pertanian tanaman semusim.
Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui
laju dekomposisi bahan organik tanaman di
bawah tegakan sengon, mengetahui pengaruh
bahan
organik
tanaman
terhadap
keanekaragaman mesofauna dan makrofauna
tanah di bawah tegakan sengon, dan mengetahui
hubungan antara laju dekomposisi bahan
organik tanaman dengan keanekaragaman
mesofauna dan makrofauna tanah.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan yaitu: formalin
4%, alkohol 70%, aquades, sampel tanah, bahan
organik tanaman nanas (Ananas comosus), bahan
organik
tanaman
kapulaga
(Ammomum
cardamomum), bahan organik tanaman kimpul
(Xanthosoma sagittifolia).
Rancangan Percobaan
Keanekaragaman Mesofauna dan Makrofauna
Tanah
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL), dengan 8 perlakuan dan 3 blok
(ulangan) perlakuan sehingga seluruhnya
terdapat 24 plot percobaan.
Laju Dekomposisi Bahan Organik Tanaman
Pengukuran laju dekomposisi bahan organik
tanaman dilakukan dengan Rancangan Acak
Kelompok Lengkap (RAKL), dengan 7 perlakuan
dan 3 blok (ulangan) perlakuan.
Tahap Persiapan
Lokasi berupa lahan yang sudah ditanami
sengon dan sudah berumur 4-5 tahun dengan
jarak antar tanaman 1 m. Lahan yang disiapkan
seluas (10 x 10) m2. Gulma di sekitar tanaman
sengon dibersihkan kemudian dibuat plot-plot
seperti, denah pada gambar 1 dan 2 dengan

Bioteknologi 4 (1): 20-27, Mei 2007

22
ukuran luas tiap plot (1x3) m2 dan jarak antar
plot 30 cm.
Alat-alat yang digunakan selama masa
penelitian disiapkan. Bahan organik tanaman
yang digunakan adalah tanaman kapulaga,
nanas dan kimpul. Bahan dipotong-potong
dengan
ukuran

10
cm,
kemudian
dikombinasikan sesuai dengan komposisi yang
sudah ditentukan dan siap untuk didistribusikan
pada plot percobaan.
Tahap pelaksanaan
Keanekaragaman Mesofauna dan Makrofauna
Tanah
Bahan-bahan yang sudah disiapkan masingmasing plot sebanyak 12 Kg, kemudian
disebarkan pada plot sesuai dengan denah
(Gambar 2) sampai merata pada seluruh
permukaan plot.
Uji Laju Dekomposisi Bahan Organik Tanaman
Uji laju dekomposisi bahan organik tanaman
ini mengacu pada metode dari Pudjiharta (1995),
sebagai berikut: Bahan organik tanaman
dikeringkan, kemudian dimasukkan dalam
kantong (polybag) masing-masing 10 g. Kantong
ditanam di dalam tanah dengan kedalaman 20
cm dari permukaan tanah selama 2 minggu
untuk tiap pengamatan (Gambar 2).
Teknik Pengumpulan Data
Keanekaragaman Mesofauna Tanah
Mesofauna tanah dikoleksi dengan metode
Ekstraksi tanah Corong Barlese-Tullgren: Sampel
tanah diambil dari kedalaman 0-20 cm. Sampel
tanah dimasukkan dalam saringan, kemudian
dimasukkan dalam corong yang ujung
bawahnya dipasang botol koleksi yang berisi
alkohol 70% 4 cm dari dasar botol. Corong
diletakkan di atas papan ekstraktor yang
berlubang-lubang dan bagian atas corong
ditutup dengan corong penutup yang bagian
dalamnya dipasang lampu listrik 10 watt. Sampel
tanah diekstraksi selama 2 hari. Mesofauna yang
turun pada botol koleksi kemudian diidentifikasi
di laboratorium (Suin, 1997).
Keanekaragaman Makrofauna Tanah
Untuk
mengoleksi
makrofauna
tanah
dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode sortirtangan untuk mengoleksi hewan yang hidup di
dalam tanah dan metoda perangkap-jebak untuk
mengoleksi hewan di permukaan tanah.
Metode
Sortir-Tangan:
Titik
sampling
ditentukan secara acak pada plot dengan ukuran

(30 x 30) cm2. Tanah digali dengan kedalaman 20


cm sehingga ukuran titik sampling adalah
(30x30x20) cm3. Tanah galian ditampung dalam
tempat yang sudah disediakan. Makrofauna
yang terdapat di dalamnya langsung disortir
(dihitung dan diidentifikasi) (Suin 1997).
Metode Perangkap Jebak: Titik sampling
ditentukan secara acak pada plot kemudian
dibuat lubang sebesar ukuran gelas perangkap.
Gelas perangkap yang berisi formalin 4%
dimasukan dalam lubang, permukaan gelas
(bibir gelas) dibuat sejajar atau datar dengan
tanah. Agar air hujan tidak masuk dalam gelas
perangkap maka gelas perangkap diberi atap.
Perangkap dibiarkan selama 24 jam. Makrofauna
yang terperangkap kemudian diidentifikasi di
laboratorium (Suin 1997).
Untuk menghitung Keanekaragaman dari
mesofauna dan makrofauna tanah digunakan
rumus Indeks Diversitas Shanon-Wiener sebagai
berikut:
ID = - Px log Px

Px = Kerapatan jenis X
x 100%
Jumlah kerapatan semua jenis
Kerapatan jenis X = Jumlah individu jenis X
Luas area (m2)
Px = Kerapatan relatif jenis x
ID = Indeks Keanekaragaman (Indeks Diversitas)
Laju Dekomposisi Bahan Organik Tanaman
Pengambilan data untuk pengukuran laju
dekomposisi bahan organik tanaman dilakukan
dengan cara sebagai berikut: Kantong bahan
organik tanaman (yang ditanam) diambil,
kemudian bahan organik dibersihkan dengan
hati-hati, dikeringkan (dengan oven selama 3
hari) dan ditimbang. Setiap hasil penimbangan
dicatat, untuk memperoleh laju dekomposisi
dapat dihitung dengan membagi berat bahan
organik pada setiap penimbangan dengan berat
awalnya, kemudian disetarakan dengan bilangan
logaritma alami ( e ), atau dapat dirumuskan:
Wt = Wi e-KT
Wt: berat kering bahan organik tanaman
setelah periode waktu tertentu (gram)
Wi: berat kering bahan organik mula-mula
(gram)

WULANDARI dkk. Mesafauna dan makrofauna pad tegakan sengon

E:
K:
T:

angka dasar logaritma (2,7182)


nilai
koefisien
laju
dekomposisi
(gram/minggu)
periode waktu selama bahan organik
ditanam (minggu) (Pudjiharta, 1995).

Analisis Data
Uji ANAVA (Analisis Varian) untuk
menganalisis data percobaan Keanekaragaman
mesofauna, makrofauna, dan laju dekomposisi
bahan organik tanaman, dilanjutkan uji DMRT
(Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%.
Uji korelasi untuk mengetahui hubungan antara
laju dekomposisi dengan Keanekaragaman
mesofauna dan makrofauna tanah. Uji ANAVA,
DMRT, dan korelasi dilakukan dengan program
SPSS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman Fauna Tanah
Dari hasil pengamatan terhadap plot
perlakuan bahan organik tanaman maupun plot
kontrol (tanpa perlakuan bahan organik
tanaman), mesofauna dan makrofauna tanah
yang ditemukan
berasal dari phylum
Arthropoda, Annelida, dan mollusca, yang
terdiri dari 8 classis (Insecta, Arachnida,
Chilopoda,
Dipolopoda,
Malacostraca,
Symphilla, Chaetopoda, dan Gastropoda), 22
ordo (Collembola, Coleoptera, Hymenoptera,
Diptera, Orthoptera, Blattaria, Zoroptera,
Hemiptera, Lepidoptera, Isoptera, Psocoptera,
Homoptera, Acarina, Araneae, Opiliones,
Geophilomorpha, Lithobiomorpha, Polydesmida,
Isopoda,
Symphilla,
Oligochaeta,
dan
Megastropoda)
dengan
jumlah
individu
sebanyak 5.664.
Keanekaragaman Mesofauna Tanah
Dari hasil pengamatan pada plot percobaan
terhadap mesofauna tanah, diperoleh sebanyak
71 spesies, yang termasuk dalam 45 familia, 10
ordo, dan 5 classis (Insecta, Arachnida,
Chilopoda, Chaetopoda, dan Symphilla).
Dari hasil Uji ANAVA diketahui, bahwa
perlakuan dengan pemberian bahan organik
tanaman terhadap jumlah individu, jumlah jenis
dan indeks keanekaragaman mesofauna tanah
ternyata tidak mempunyai pengaruh yang nyata.
Hal tersebut karena bahan organik terkonsentrasi
di lapisan atas tanah, dan semakin masuk ke
dalam tanah, jumlahnya semakin berkurang
sehingga keberadaan mesofauna tanah semakin
masuk ke dalam tanah juga semakin sedikit.

23

Menurut
Poerwowidodo
(1992),
tempat
penimbunan bahan organik cenderung terbatas
di
lapisan
tanah
permukaan
sehingga
menjadikan di lapisan ini mempunyai kegiatan
biologis paling produktif dan aktif yang
melibatkan fauna tanah.
Setelah dilakukan uji DMRT, ternyata
terdapat pengaruh yang nyata pada perlakuan
pemberian bahan organik tanaman, terhadap
jumlah jenis dan indeks keanekaragaman
mesofauna tanah. Hal itu terjadi, karena pada uji
DMRT semua perlakuan dibandingkan secara
serentak sehingga apabila terdapat perbedaan
antar perlakuan akan tampak. Pebedaan ini tidak
tampak pada uji ANAVA, karena tertutup oleh
pengaruh perlakuan lain. Dengan mengetahui
perbedaan itu, maka dapat diketahui perlakuan
mana yang memberikan pengaruh besar pada
jumlah individu, jumlah jenis, atau indeks
keanekaragaman mesofauna tanah.
Tabel 1. Nilai koefisien rata-rata jumlah individu,
jumlah
jenis,
dan
indeks
keanekaragaman
mesofauna tanah pada plot percobaan

Perlakuan

Jumlah
individu

Jumlah
jenis

Indeks
keanekaragaman
0,98 ab
0,88 ab
1,13 ab
0,86 ab
1,05 ab
1,39 b**
1,24 ab
0,73 a*

Kontrol
5,17a
3,17ab
a
Kapulaga
4,67
3,00 ab
Nanas
7,08 a
4,08 ab
3,17 ab
Kimpul
4,75 a
3,58 ab
Kapulaga-nanas
5,33 a
a**
4,83 b**
Kapulaga-kimpul
8,08
a
4,58 b
Nanas-kimpul
6,42
2,58 a*
Kapulaga-nanas4,33 a*
kimpul
Keterangan: huruf yang sama pada satu kolom
menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT
dengan taraf signifikansi 5%; ** = menunjukkan nilai
koefisien tertinggi; * = menunjukkan nilai koefisien
terendah

Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa plot


perlakuan bahan organik tanaman kapulagakimpul mempunyai nilai koefisien jumlah
individu,
jumlah
jenis
dan
indeks
keanekaragaman mesofauna tanah tertinggi,
yaitu 8,08; 4,83; dan 1,39; sedangkan plot
perlakuan bahan organik tanaman kapulagananas-kimpul mempunyai nilai koefisien jumlah
individu,
jumlah
jenis
dan
indeks
keanekaragaman mesofauna tanah terendah,
yaitu 4,33; 2,58; dan 0,73.
Kombinasi bahan organik tanaman kapulagananas-kimpul mungkin kurang disukai oleh

Bioteknologi 4 (1): 20-27, Mei 2007

24
mesofauna tanah sehingga hanya mesofauna
tertentu saja yang hadir pada plot tersebut,
sebaliknya pada kombinasi bahan organik
tanaman kapulaga-kimpul lebih disukai oleh
mesofauna tanah, sehingga lebih banyak
mesofauna yang hadir. Suin (1997) mengatakan
bahwa
bahan
organik
tanaman
sangat
menentukan kepadatan fauna tanah. Selain itu,
pada umumnya apabila bahan asalnya
merupakan campuran dari berbagai macam
bahan tanaman, maka proses peruraiannya
relatif lebih cepat daripada bahan-bahan yang
berasal dari tanaman-tanaman sejenis, sehingga
semakin beragam bahan organik yang diberikan
semakin cepat perurainnya, padahal semakin
lama proses peruraian bahan organik akan
mempertahankan fauna tanah untuk tetap
tinggal.
Keanekaragaman Makrofauna Tanah
Keanekaragaman Makrofauna dalam Tanah
Dari hasil pengamatan pada plot percobaan
diperoleh jumlah 29 jenis makrofauna dalam
tanah, yang termasuk dalam 20 familia, 13 ordo,
dan 7 classis (Insecta, Chaetopoda, Malacostraca,
Chilopoda,
Diplopoda,
Arachnida,
dan
Gastropoda). Jumlah individu yang paling
banyak ditemukan adalah phylum Annelida.
Hasil Uji ANAVA terhadap jumlah individu,
jumlah jenis, dan indeks keanekaragaman
makrofauna dalam tanah ternyata perlakuan
bahan organik tanaman yang diberikan pada plot
percobaan memberikan pengaruh yang nyata
terhadap
jumlah
jenis
dan
indeks
keanekaragaman makrofauna dalam tanah tetapi
memberikan pengaruh yang tidak nyata pada
jumlah individu makrofauna dalam tanah.
Setelah dilakukan uji DMRT, ternyata
pemberian bahan organik tanaman juga
berpengaruh nyata terhadap jumlah individu
makrofauna dalam tanah. Dari Tabel 2, dapat
dilihat nilai koefisien jumlah individu tertinggi
terdapat pada plot perlakuan bahan organik
tanaman kapulaga-kimpul, yaitu 50,75. Nilai
koefisien jumlah individu terendah terdapat
pada plot kontrol, yaitu 27,42. Hal tersebut
diduga berhubungan dengan tingkat kesukaan
makrofauna dalam tanah terhadap bahan
organik tanaman tersebut karena bahan organik
tanaman bagi makrofauna dalam tanah berfungsi
sebagai sumber energi (makanan). Makanan
adalah salah satu faktor yang sangat penting
dalam menentukan banyaknya fauna tanah dan
tempat ia hidup (Borror dkk, 1992).

Untuk nilai koefisien jumlah jenis tertinggi


terdapat pada plot perlakuan bahan organik
tanaman kapulaga-nanas dan nanas-kimpul,
yaitu
5,67;
nilai
koefisien
indeks
keanekaragaman tertinggi terdapat pada plot
perlakuan bahan organik tanaman nanas, yaitu
1,11; plot perlakuan bahan organik tanaman
kimpu diperoleh nilai koefisien jumlah jenis dan
indeks keanekaragaman makrofauna dalam
tanah yang terendah, yaitu 3,50; dan 0,66.
Tabel 2. Nilai koefisien rata-rata jumlah individu,
jumlah jenis dan indeks keanekaragaman makrofauna
dalam tanah pada plot percobaan

Perlakuan

Jumlah
individu

Jumlah
jenis

Indeks
keanekaragaman
0,81 ab
0,85 ab
1,11 c**
0,66 a*
1,03 bc
0,83 ab
1,00 bc
0,78 ab

Kontrol
27,42a*
3,67a
Kapulaga
46,75b
4,75 bc
Nanas
36,67 ab
5,25 bc
ab
Kimpul
40,75
3,50 a*
5,67 c**
Kapulaga-nanas
40,92 ab
Kapulaga-kimpul
50,75 b**
4,83 bc
5,67 c**
Nanas-kimpul
43,83 ab
4,25 ab
Kapulaga-nanas32,75 ab
kimpul
Keterangan: huruf yang sama pada satu kolom
menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT
dengan taraf signifikansi 5%; ** = menunjukkan nilai
koefisien tertinggi; * = menunjukkan nilai koefisien
terendah

Untuk jumlah jenis pada plot perlakuan


bahan organik tanaman kapulaga-nanas ternyata
menunjukan perbedaan yang nyata terhadap
plot percobaan yang lain kecuali dengan plot
perlakuan bahan organik
tanaman nanaskimpul, berarti pada plot tersebut lebih banyak
jenis makrofauna dalam tanah yang hadir.
Menurut Suin (1997) bahwa jenis bahan organik
akan menentukan jenis makrofauna tanah yang
hidup. Indeks keanekaragaman makrofauna
dalam tanah pada plot perlakuan bahan organik
tanaman nanas, menunjukkan perbedaan yang
nyata dengan plot lainnya. Hal ini menunjukan
bahwa perlakuan bahan organik
tanaman
tersebut pada plot percobaan sangat menentukan
keanekaragaman jenis makrofauna dalam tanah
dan disusun oleh banyak jenis dengan
kelimpahan yang merata.
Menurut Sugianto (1994) dalam Partaya
(2002) bahwa suatu komunitas dikatakan
mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi
jika komunitas itu disusun oleh banyak jenis
dengan kelimpahan yang sama atau hampir
sama. Pada plot perlakuan bahan organik

WULANDARI dkk. Mesafauna dan makrofauna pad tegakan sengon

tanaman nanas ditemukan jumlah individu dan


jumlah jenis yang tinggi, walaupun bukan yang
tertinggi, karena keanekaragaman yang tinggi
bukan saja ditentukan oleh jumlah jenis yang
tinggi, melainkan juga oleh proporsi atau
perbandingan antara jenis dan jumlah total
individu secara keseluruhan hampir sama.
Keanekaragaman Makrofauna Permukaan Tanah
Dari hasil pengamatan diperoleh jumlah jenis
makrofauna permukaan tanah sebanyak 91
species, yang termasuk dalam 57 familia, 18
ordo, dan 5 classis (Insecta, Arachnida,
Malacostraca, Chilopoda dan Chaetopoda).
Hasil Uji ANAVA pada plot perlakuan bahan
organik tanaman maupun plot kontrol terhadap
jumlah individu, jumlah jenis dan indeks
keanekaragaman makrofauna permukaan tanah,
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang
nyata. Hal ini karena kehidupan makrofauna
permukaan tanah tidak hanya dipengaruhi oleh
adanya bahan organik tetapi juga oleh faktorfaktor lingkungan yang lain dan faktor biotik
yang berupa mikrofauna. Selain itu umumnya
makrofauna permukaan tanah merupakan fauna
yang aktif bergerak (motil), sehingga dapat
berpindah dari satu plot ke plot yang lain untuk
mencari habitat yang sesuai dan tersedianya
bahan makanan.
Tabel 3. Nilai koefisien rata-rata jumlah individu,
jumlah jenis, dan indeks keanekaragaman makrofauna
permukaan tanah pada plot percobaan

Perlakuan

Jumlah
individu

Jumlah
jenis

Indeks
keanekaragaman
0,84 ab
1,05 ab
1,27 b**
0,82 a*
1,10 ab
1,12 ab
1,21 ab
0,98 ab

Kontrol
12,92 a*
3,75 a*
Kapulaga
17,00 a
4,58 ab
5,17 ab
Nanas
14,50 a
Kimpul
16,25 a
3,83 ab
a
4,08 ab
Kapulaga-nanas
15,00
Kapulaga-kimpul
16,50 a
5,83 b**
5,33 ab
Nanas-kimpul
20,08 a**
Kapulaga-nanas14,17 a
4,33 ab
kimpul
Keterangan: huruf yang sama pada satu kolom
menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT
dengan taraf signifikansi 5%; ** = menunjukkan nilai
koefisien tertinggi; * = menunjukkan nilai koefisien
terendah

Setelah dilakukan uji DMRT, ternyata


pemberian bahan organik tanaman memberikan
pengaruh yang nyata, terhadap jumlah jenis dan
indeks keanekaragaman makrofauna permukaan

25

tanah. Dari tabel 3 dapat dilihat, nilai koefisien


jumlah individu tertinggi terdapat pada plot
perlakuan bahan organik
tanaman nanaskimpul, yaitu 20,08. Nilai koefisien jumlah
individu
makrofauna
permukaan
tanah
terendah, yaitu 12,92 ditemukan pada plot
kontrol. Pada kontrol juga ditemukan nilai
koefisien jumlah jenis makrofauna permukaan
tanah terendah, yaitu 3,75. Plot perlakuan bahan
organik tanaman kapulaga-kimpul mempunyai
nilai koefisien jumlah jenis tertinggi, yaitu 5,83.
Nilai
koefisien
indeks
keanekaragaman
makrofauna permukaan tanah tertinggi, yaitu
1,27 terdapat pada plot perlakuan bahan organik
tanaman nanas, dan nilai koefisien indeks
keanekaragaman makrofauna permukaan tanah
terendah terdapat pada plot perlakuan bahan
organik tanaman kimpul, yaitu 0,82.
Pada plot perlakuan bahan organik tanaman
kapulaga-kimpul ditemukan jumlah jenis lebih
banyak daripada plot lainnya. Hal ini diduga
karena bahan organik tanaman itu disukai oleh
banyak makrofauna permukaan tanah. Untuk
indeks keanekaragaman terendah dijumpai pada
plot perlakuan bahan organik tanaman kimpul,
karena pada plot tersebut tidak ditemukan
proporsi atau perbandingan antara jumlah jenis
dan jumlah total individu yang sama tetapi
ditemukan jumlah jenis yang relatif rendah,
sedang jumlah individu yang ditemukan cukup
tinggi walaupun bukan yang tertinggi. Untuk
indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada
plot perlakuan bahan organik tanaman nanas,
hal ini dimungkinkan karena nanas merupakan
bahan organik yang mempunyai kandungan
serat tinggi sehingga sulit terdekomposisi (Asri
dkk., 1999). Menurut Sugiyarto dkk (2002), bahan
organik yang sulit terdekomposisi akan
berfungsi sebagai lapisan penutup
tanah
sehingga dapat dijadikan sumber energi yang
baik bagi komunitas makrofauna permukaan
tanah. Lapisan penutup ini juga berfungsi
sebagai tempat berlindung dari cahaya matahari
langsung maupun serangan predator sehingga
lebih disukai oleh banyak jenis makrofauna
permukaan tanah.
Kontrol mempunyai jumlah individu dan
jumlah jenis yang rendah, hal ini menunjukan
bahwa
makrofauna
permukaan
tanah
memerlukan bahan organik sebagai sumber
energi dan makanan, serta tempat berlindung
(Foth, 1994) sehingga pada kontrol yang tidak
diberi perlakuan bahan organik tanaman hanya
ditemukan sedikit jumlah individu dan jumlah

Bioteknologi 4 (1): 20-27, Mei 2007

26
jenis karena bahan organik yang terdapat pada
kontrol hanya berasal dari tanaman sengon.
Dekomposisi Bahan Organik Tanaman
Dari hasil Uji ANAVA ternyata terdapat
pengaruh yang nyata antara perlakuan yang
diberikan terhadap laju dekomposisi. Pemberian
bahan organik
tanaman cenderung akan
meningkatkan laju dekomposisi, sehingga
dengan ketersediaan bahan organik tanaman ini
dapat mempertinggi kesuburan tanah.
Tabel 4. Nilai koefisien laju dekomposisi bahan
organik tanaman
Perlakuan

yang berperan sebagai perombak bahan organik


ternyata mendominasi populasi.
Hubungan antara Laju Dekomposisi dengan
Jumlah Individu, Jumlah Jenis dan Indeks
Keanekaragaman Fauna Tanah
Hasil Uji Korelasi hubungan antara laju
dekomposisi bahan organik tanaman dengan
jumlah individu, jumlah jenis dan indeks
keanekaragaman fauna tanah ditunjukkan pada
tabel 5.
Tabel 5. Nilai koefisien korelasi antara laju
dekomposisi dengan jumlah individu, jumlah jenis
dan indeks keanekaragaman fauna tanah

Nilai koefisien

Koefisien
korelasi
0,06
0,05
0,10

Kapulaga
0,31 b
Nanas
0,15 a*
Kimpul
0,41 c
Kapulaga-nanas
0,17 a
Kapulaga-kimpul
0,45 c**
Nanas-kimpul
0,29 b
Kapulaga-nanas-kimpul
0,26b
Keterangan: huruf yang sama pada satu kolom
menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT
dengan taraf signifikansi 5%; ** = menunjukkan nilai
koefisien tertinggi; * = menunjukkan nilai koefisien
terendah

Jumlah
individu

Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa bahan


organik tanaman kapulaga-kimpul mempunyai
nilai koefisien laju dekomposisi tertinggi
(tercepat), yaitu 0,45. Bahan organik tanaman
nanas
mempunyai
nilai
koefisien
laju
dekomposisi terendah, yaitu 0,15. Kualitas bahan
organik tanaman merupakan faktor yang
mempengaruhi dekomposisi dan pelepasan
unsur hara (Priyadarshini, 1999). Nanas
mempunyai kandungan serat yang tinggi (Asri
dkk., 1999). Tingginya kandungan serat
menyebabkan lambatnya proses dekomposisi
(Sugiyarto, 2000).
Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisik
dan kimia tanah diduga sebagai akibat adanya
perubahan sifat bahan organik
setelah
mengalami perombakan oleh fauna tanah. Fauna
tanah berpengaruh terhadap proses-proses
biologi tanah di antaranya adalah proses
pelapukan dan peruraian bahan organik, hasil
akhir dari proses ini akan berpengaruh langsung
terhadap kesuburan tanah (Partaya, 2002).
Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa
fauna tanah yang mendominasi adalah dari
classis Insecta (serangga). Seperti yang dikatakan
oleh Suhardjono (1998) bahwa serangga tanah

Hubungan yang ditunjukkan antara laju


dekomposisi bahan organik tanaman dengan
jumlah individu mesofauna, makrofauna dalam
tanah dan makrofauna permukaan tanah adalah
hubungan yang positif. Hubungan tersebut
menunjukkan hubungan secara langsung, yaitu
apabila terjadi kenaikan laju dekomposisi bahan
organik tanaman, maka akan diikuti oleh
kenaikan jumlah individu mesofauna dan
makrofauna tanah. Sebaliknya, apabila laju
dekomposisi mengalami penurunan maka
jumlah individu mesofauna dan makrofauna
tanah juga akan mengalami penurunan.
Kenaikan dan penurunan tersebut sebesar nilai
koefisien korelasinya, masing-masing sebesar
0,06; 0,05; 0,01.
Hubungan
yang
terjadi
antara
laju
dekomposisi bahan organik tanaman dengan
jumlah jenis mesofauna dan makrofauna
permukaan tanah menunjukkan hubungan yang
positif, tetapi menunjukkan hubungan yang
negatif dengan jumlah jenis makrofauna dalam
tanah. Hal tersebut berarti apabila terjadi
kenaikkan laju dekomposisi bahan organik
tanaman akan diikuti oleh kenaikkan jumlah
jenis mesofauna dan makrofauna permukaan

Jumlah jenis

Indeks
keanekaragaman

Mesofauna
Makrofauna dalam tanah
Makrofauna permukaan
tanah
Mesofauna
Makrofauna dalam tanah
Makrofauna permukaan
tanah
Mesofauna
Makrofauna dalam tanah
Makrofauna permukaan
tanah

0,02
-0,15
0,17
-0,01
-0,30
-0,001

WULANDARI dkk. Mesafauna dan makrofauna pad tegakan sengon

tanah, tetapi jumlah jenis makrofauna dalam


tanah akan mengalami penurunan. Sebaliknya,
apabila laju dekomposisi bahan organik tanaman
mengalami penurunan maka jumlah jenis
mesofauna dan makrofauna permukaan tanah
juga akan mengalami penurunan sedangkan
jumlah jenis makrofauna dalam tanah akan
mengalami kenaikan. Nilai koefisien korelasi
dari kenaikkan dan penurunan tersebut sebesar
0,02; -0,15; 0,17.
Hubungan antara laju dekomposisi bahan
organik
tanaman
dengan
indeks
keanekaragaman mesofauna, makrofauna dalam
tanah dan makrofauna permukaan tanah
menunjukkan hubungan negatif. Hal tersebut
menunjukkan hubungan yang tidak langsung
antara keduanya. Apabila terjadi kenaikkan laju
dekomposisi bahan organik tanaman maka akan
diikuti penurunan indeks keanekaragaman
mesofauna dan makrofauna tanah, dan
sebaliknya apabila laju dekomposisi bahan
organik tanaman mengalami penurunan maka
pada indeks keanekaragaman mesofauna dan
makrofauna tanah akan mengalami kenaikkan,
dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,01; 0,30; -0,001.
Menurut Suwondo (2002) apabila nilai
koefisien indeks keanekaragamannya lebih dari 3
maka laju dekomposisi yang terjadi tinggi,
apabila nilai koefisien indeks keanekaragamannya antara 1 sampai 3 maka laju
dekomposisi yang terjadi sedang dan bila nilai
koefisien indeks keanekaragamannya kurang
dari 1 maka laju dekomposisi yang terjadi
rendah. Hubungan yang terjadi antara laju
dekomposisi dengan indeks keanekaragaman
yang terjadi pada hasil penelitian ini adalah
kurang dari 1 berarti terdapat hubungan yang
lemah antara laju dekomposisi dengan indeks
keanekaragaman fauna tanah.
KESIMPULAN
Nilai koefisien indeks keanekaragaman
mesofauna tanah tertinggi, pada plot perlakuan
bahan organik tanaman kapulaga-kimpul, yaitu
1,39. Nilai koefisien indeks keanekaragaman
makrofauna dalam tanah tertinggi, pada plot
perlakuan bahan organik tanaman nanas, yaitu
1,11. Nilai koefisien indeks keanekaragam
makrofauna permukaan tanah tertinggi, pada
plot perlakuan bahan organik tanaman nanas,
yaitu 1,27. Bahan organik tanaman yang
mempunyai nilai koefisien laju dekomposisi

27

tertinggi, yaitu bahan organik tanaman


kapulaga-kimpul, yaitu 0,45; sedangkan yang
terendah, yaitu bahan organik tanaman nanas,
dengan Nilai koefisien, yaitu 0,15. Hubungan
antara laju dekomposisi bahan organik tanaman
dengan indeks keanekaragaman mesofauna
tanah,
makrofauna
dalam
tanah,
dan
makrofauna permukaan tanah menunjukkan
hubungan yang lemah, dengan nilai koefisien
korelasi rendah, yaitu -0,01; -0,30; dan -0,001.
DAFTAR PUSTAKA
Asri I.P., Rachman S., dan Kabirun, S. 1999. Pengaruh
penambahan biomassa algae terhadap penurunan Corganik pada dekomposisi limbah tanaman nanas.
Agrosains 12 (3). 269-279.
Borror, D.J., Triplehorn, C.A., dan Johnson, N.F. 1992.
Pengenalan Pelajaran Serangga (diterjemahkan oleh
Soetiyono, P., dan Mukayat, D.B.). Yogyakarta: Penerbit
Universitas Gadjah Mada.
Brussaard, L. 1998. Soil fauna, guilds, functional groups, and
ecosystem processes. Appl. Soil Ecol. 9: 123-136.
Foth, D.H. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah (diterjemahkan oleh
Soenartono Adisoemarto). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Partaya. 2002. Komunitas fauna tanah dan analisis bahan
organik di TPA kota Semarang. Seminar Nasional:
Pengembangan Biologi Menjawab Tantangan Kemajuan
IPTEK, tanggal 29 April 2002. Semarang: Universitas
Negri Semarang.
Poerwowidodo. 1992. Metode Selidik Tanah. Surabaya:
Penerbit Usaha Nasional.
Priyadarshini, R. 1999. Estimasi modal C (C-stock),
masukkan bahan organik, dan hubungannya dengan
populasi cacing tanah pada sistem wanatani. Tesis.
Malang: Pps. Universitas Brawijaya.
Pudjiharta. 1995. Aspek biogeohidrologi pada jenis tegakan
Paraserianthes falcataria dan Acacia mangium. Bul. Pen.
Hutan 587: 1-29.
Sugiyarto, Wijaya, D., dan Suci, Y.R. 2002. Biodiversitas
hewan permukaan tanah pada berbagai tegakan hutan di
sekitar gua Jepang, BKPH Nglerak, Lawu Utara, Kab.
Karang Anyar. Biodiversitas 3(1):196-200.
Sugiyarto. 2000. Keanekaragaman makrofauna tanah pada
berbagai umur tegakan sengon di RPH Jatirejo, Kab.
Kediri. Biodiversitas 1 (2): 47-53.
Suhardjono, Y.R. 1998. Serangga seresah: Keanekaragaman
takson dan perannya di Kebun Raya Bogor. Jour. Biota 3
(1): 16-24.
Suin, N.M. 1997. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta: Penarbit Bumi
aksara.
Susilo, F.X., Utomo, M., Subawa, I.G., dan Murwani, S. 1997.
Fauna makro dalam tanah di ASB-Bencmark Area,
Lampung Utara. J. Pen. Pengb.Wil. Lahan Kering (19): 1-8.
Sutedjo, M.M., dan Kartasapoetra, G.A. 1992. Pengantar Ilmu
Tanah. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Suwondo.
2002.
Komposisi
dan
keanekaragaman
mikroarthropoda pada tanah sebagai indikator
karakteristik biologi pada tanah gambut. J. Natur
Indonesia 4(2): 112-186.
Thamrin, M.dan Hanafi, H. 1992. Peranan mulsa sisa
tanaman terhadap konservasi lengas tanah pada sistem
budidaya tanaman semusim di lahan kering. Pros.
Seminar Hasil Pen.P3HTA: 5-12.

You might also like