Filsafat
Filsafat
Filsafat
Syah Budi
Pendahuluan
Hubungan epistemologi dengan filsafat dapat diibaratkan seperti pohon dengan
rantingnya. Pohon filsafat memiliki cabang-cabang berupa subdisiplin: filsafat ilmu,
etika, estetika,filsafat antropologi dan metafisika. Cabang disiplin filsafat ilmu
tersebut akhirnya memiliki ranting-ranting dan sub-sub disiplin yakni logika, ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Namun ruang lingkup filsafat ilmu dapat disederhanakan
menjadi tiga pertanyaan mendasar, yakni: apa yang ingin diketahui
(ontologi),1bagaimana cara memperoleh pengetahuan-pengetahuan (epistemologi)
Dosen IAIN Pontianak, Kalimantan Barat. Email: [email protected]
1Secara etimologis, ontologi berarti ajaran mengenai yang ada.(Segala sesuatu yang ada). Istilah ini
dijabarkan dari dua macam istilah yang lain, yaitu ta onta (yang berarti segala sesuatu yang ada) dan
logia (yang berarti ajaran/ilmu pengetahuan). Baca: Soejono Soemargono, Berpikir Secara Kesilsafatan,
(Yogyakarta: Nur Cahaya, 1988), h. 21. Dalam perspektif Islam, konsep ontologi ialah bahwa realitas
itu memang ada diluar pikiran manusia, namun pikiran manusia tetap mempunyai peranan akan
existensi tersebut. Baca: Abu Bakar, Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Ilmu dalam Perspektif Islam,
Himmah Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan, Vol. III, Edisi 06 (Januari-April, 2002), h.
16.
2
2Pada umumnya aksiologi dalam perspektif kefilsafatan ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki
hakikat nilai.Di dunia banyak terdapat cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-
masalah nilai yang khusus seperti ekonomi, estetika, etika, filsafat agama dan
epistemologi.Epistemologi bersangkutan dengan masalah kebenaran etika bersangkutan dengan
masalah kebaikan (dalam arti kesusilaan), dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan. Lihat
Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, alih bahasa Soejono Soemargono, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996),
h. 327
3Ulin N, Jurnal Studi Islam, (Semarang: Program Pascasarjana lAIN Walisongo, 2003), h. 154-155.
4Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty, 1996), h. 17.
5Harun Nasution, Filsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 10.
6Miska Muhammad Amin, Epistemologi Islam: Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam, (Jakarta: UI Press,
1983), h. 3.
7George E. Davie dalam Paul Edwards, The Encyclopedia of Philosophy, (New York: Macmillan
keterangan disebut ilmu.Pengetahuan adalah tangga pertama bagi ilmu untuk mencari
keterangan lebih lanjut.9
9Moh Hatta, Pengantar ke Jalan Ilmu dan Pengelahuan, (Jakarta: Pembangunan 1970), h. 5-6.
10Jujun Suria Sumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sin Harahap, 1998), h.
50-51.
11Louis O. Kattsoff.., h. 136-148.
12Pradana Boy ZTF, Filsafat Islam, Sejarah, Aliran dan Tokoh, (Malang: UMM Press, 2003), h. 12.
13Larens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000).
14Aristoteles lahir di Stageira pada Semenanjung Kalkidike di Trasia (Balkan) pada tahun 384 SM
dan meninggal di Kalkis pada tahun 322 SM. Ia mencapai umur 63 tahun. Memperdalam matematik
pada guru-guru astronomi yakni Eadoxoi dan Kalippas.Ia terkenal dengan Bapak Logika. Inti sari
dari ajaran logikanya yaitu Syllogismos/silogisme (mencapai kebenaran tentang suatu hal dengan
menarik kesimpulan dan kebenaran yang umum. Lihat M. Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta:
Tintamas, 1986), h. 115-121.
4
15Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli, Cepat Menguasai Ilmu Filsafat, (Yogyakarta:
22Ahmad Tafsir, T. Jun Surjaman (ed.), Filsafat Ilmu Akal dan Hati Sejak Thales Sampa Capra, (Cet.
Sokrates (419 399 SM) ketika usianya sudah mencapai 20 tahun dan belajar padanya sampai gurunya
dihukum mati. Lalu meninggalkan Athena dan berkelana ke berbagai wilayah Eropa, Afrika dan Asia
pada saat berusia 28 tahun. Lihat Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli, h. 53.
26Rene Descartes (1596-1650 M) adalah seorang Prancis yang kemudian hidup di negeri Belanda
dan dia terkenal dengan ucapannya Cogito Ergo Sum yang berarti aku berfikir, karena itu aku ada.
(Conny R. Semiawan. dkk.,Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu, (Bandung: CV. Remaja Rosdakarya,
1988).
27Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716 M) adalah filsuf Jerman yang dilahirkan di kota Leipzig
di Jerman lihat Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawaili, h. 68.
6
28Amin Abdullah, dkk.,Filsafat Islam: Kajian Ontologis, Epistemologis, Aksiologis, Historis Perspektif,
h. 76.
7
33Sindhunata, Dilema Usaha Manusia Rasional, (Jakarta: PT. Gramedia, 1983), h. 30.
34Juhaya S. Praja, h. 76.
35Miska Moh. Amin, h. 10.
36Ibid.
37Ali Abdul Azhim, Epistemologi dan Aksiologi Perspektif Al-Ouran, (Bandung: Rosdakarya,
1989), h. 18.
8
Dan dalam Q.S. Al-Muminun: 78juga dijelaskan: Artinya: Dan Dialah yang
telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat
sedikitlah kamu bersyukur.38Dengan demikian, maka al-Quran mengajak manusia
menggunakan pancaindera dan akal sekaligus, baik yang bersifat material maupun
spiritual.Indera dan akal saling menyempurnakan.Antara keduanya tidak terpisah dan
berdiri sendiri sebagaimanadiklaim masing-masing oleh filsuf Empirisme dan
Rasionalisme.
38Yang dimaksud dengan bersyukur pada tersebut adalah menggunakan alat-alat tersebut untuk
memperhatikan bukti-bukti kebesaran dan keesaan Tuhan, yang dapat membawa mereka beriman
kepada Allah serta taat dan patuh kepada-Nya. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Semarang: CV.
Alwaah, 1993), h. 535.
39Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historitas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h.
244. lihat juga Ahmad Kharis Zubair, dkk., Filsafat Islam Seri 2, (Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat
Islam, 1992), h. 35-36.
40Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme, (Jakarta: Bulan Bintang, 1962), h. 31.
41Ibid.
42Ibid., h. 30
43lbnu Sina adalah seorang filsuf Islam yang lahir di Afsyana hidup pada tahun 980-1037 M
seorang filsuf yang sangat cerdas dan pada usia 10 tahun sudah dapat menghafal al-Quran dan
mempelajari kasusastraan. Pada usia 14 tahun sudah mempelajari logika, matematika dan ilmu
kedokteran. Ia memegang peranan utama dalam masa semaraknya Skolastik Arab di Timur (Baghdad)
pada abad ke-11. Dia terkenal dengan nama Avicenna di Barat. Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat,
(Yogyakarta: Bumi Aksara, 2003), h.73.
44Ibid.
9
45Ibnu Bajjah adalah seorang flisuf Muslim pertama di Spanyol dan hidup sezaman Al- Farabi,
Ibn Sina dan Al Ghazali.Lahir 489 H/1095 M dan wafat tahun 533 H/1139 M. Nama lengkapnya Abu
Bakr Muhammad ibn Yahya Al-Shaigh dan dikenal dengan Ibn Bajjah sedang di Barat dengan
Avempace. (Miska Muh. Amin.., h. 2-3)
46MM. Syarif, History of Muslim Philosophy, terj. Ilyas Hasan, (Bandung : Mizan, 1991), h. 165.
47Muslim Ishak, Tokoh-tokoh Filsafat Islam dan Barat (Spanyol), (Surabaya: Bina Ilmu, 1980), h. 32.
48Pradana Boy, h. 185-188.
49Burhanuddin Salam, h. 122.
10
tugas filsafat tidak lain dari berfikir tentang wujud untuk mengetahui pencipta
semua yang ada ini. Sebagaimana dapat dilihat dari ayat-ayat yang mengandung kata-
kata: Dan sebagainya, menyuruh supaya manusia berfikir tentang Wujud dan alam
sekitarnya untuk mengetahui Tuhan. Dengandemikian, Tuhan sebenarnya menyuruh
manusia supaya berfalsafat.Sehingga Ibn Rusyd berpendapat bahwa, berfalsafat wajib
atau sekurang-kurangnya sunat.Kalau pendapat akal bertentangan dengan wahyu,
maka teks wahyu harus diberi interpretasi begitu rupa sehingga sesuai dengan
pendapat akal.50
50Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-Press, 1986), h. 56-58.
51Anton Bekker, Ontologi Metafisik Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), h. 205-206.
52C. Verhak dan Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gramedia, 1981), h. 133-134.
53Sidi Gazalba, Asas Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 55.
54Louis O. Kattsoff, h. 180.
55Harold H. Titus, dkk, h. 237.
11
pertimbangan sesuai dengan fakta, makapertimbangan itu benar, jika tidak maka
pertimbangan itu salah.56Dijelaskan pula dalam bukunya Endang Saifudin Anshari
yang berjudul Ilmu Filsafat dan Agama bahwa manusia mengenal dua hal yaitu
pernyataan dan kenyataan.Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan dan
kenyataan itu sendiri.57
2. Teori Konsistensi atau Teori Koherensi
Teori ini dianut oleh kaum idealis yang menempatkan konsistensi dan
keharmonisan segala pertimbangan.Suatu pertimbangan itu benar, apabila
pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang
diterima kebenarannya.Kelompok idealis cenderung untuk memperluas prinsip
koheren/konsisten sehingga dapat memuat segala-galanya. Plato, Hegel, Bradly,
dan Royce memperluas prinsip koherensi, sehingga meliputi dunia.58Kebenaran
merupakan sifat dasar yang dimiliki ide, apa pun yang diketahui selalu berupa ide-
ide dan tidak pernah berupa sesuatu. Sebagaimana yang terdapat dalam dirinya
yang bersifat lahiriah, karena pemikiranlah yang menemukan ketertiban, tatanan
serta system didalam kenyataan yang dihadapi.59
3. Teori Pragmatisme
Kaum Pragmatisme meletakkan ukuran kebenaran dalam suatu macam
konsekwensi.Menurutnya,pernyataan yang membantu untuk mengadakan
penyesuaian dan memuaskan terhadap pengalaman-pengalaman adalah
benar.60Kebenaran tidak dapat menjadi kesesuaian dengan realitas, karena yang
diketahui hanya pengalaman sendiri. Di lain pihak, teori koherensi adalah formal
dan rasional. Pragmatisme mengatakan manusia tidak dapat mengetahui substansi
esensi serta realitas tertinggi.Bagi pragmatisme, kebenaran adalah manfaat/akibat
yang memuaskan.Lebih lanjut pragmatisme menjelaskan bahwa sesuatu itu benar
bila memuaskan suatu keinginan atau maksud, dapat dibuktikan dengan
eksperimen dan dapatmembantu perjuangan hidup bagus.61Sedangkan dalam
Islam sendiri, sumber kebenaran adalah Allah dan manusia sebagai pencari
kebenaran. Allah sebagai sumber kebenaran dapat dijumpai dalam al-Quran surat
Al-Baqarah ayat 147, sebagai berikut:
Terjemahnya:
Kebenaran yang mutlak adalah dari Rabb kamu, janganlah kamu termasuk
orang-orang yang ragu.62
Dari pengertian di atas bahwa kebenaran menurut Islam berasal dari Allah,
Dia merupakan sumber kebenaran.Islam adalah agama yang benar, karena
bersumber dari wahyu Allah, yaitu al-Quran, kebenaran wahyu adalah
56Ibid.
57Endang S. Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, (Surabaya: Bina Ilmu, 1979), h. 137-138.
58Harold H. Titus, dkk, 239.
59Louis O. Kattsoff, h. 182.
60Harold H. Titus, dkk, h. 187.
61Ibid., h. 243.
62A. Soenaryo, A1-Quran dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), h. 911.
12
Penutup
Realisme muncul pada abad ke-16 dan ke-17 sebagai produk revolusi
ilmiah.Dasar dari Realisme adalah bahwa pikiran manusia berhubungan langsung
dengan otak, sehingga otak menjadi sangat penting.Realisme tidak mengenal dimensi
pikiran dan mistik.Realisme mempunyai pandangan realistis terhadap alam.
Pengetahuan menurut Realismeadalah gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada
dalam alam nyata (dari fakta atau hakikat). Pengetahuan/gambaran yang ada dalam
akal adalahkopi dari yang asli yang ada di luar akal.Hal ini tidak ubahnya seperti
gambaran yang terdapat dalam foto.Dengan demikian, Realisme berpendapat bahwa
pengetahuan adalah benar dan tepat apabila sesuai kenyataan. Ajaran Realisme
percaya bahwa dengan sesuatu atau lain cara, ada hal-hal yang hanya terdapat didalam
dan tentang dirinya sendiri, serta hakikatnya tidak terpengaruh oleh seseorang.Para
penganut Realisme mengakui bahwa seseorang terpengaruh oleh keadaan
sekelilingnya.Namun mereka faham ada benda yang dianggap mempunyai wujud
tersendiri, ada benda yang tetap kendati tidak diamati.
Sementara kata Idealisme dalam filsafat mempunyai arti yang sangat berbeda dari
arti yang biasa dipakai dalam sehari-hari.Secara ringkas, Idealisme mengatakan bahwa
realitas terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (selves) dan bukan
benda material dan kekuatan. Idealisme menekankan mind sebagai hal yang lebih
dahulu (primer) daripada materi. Sebaliknya Materialisme menyatakan
sebaliknya.Materialisme mengatakan bahwa materi itulah hal yang riil atau yang
nyata.Adapun akal (mind) hanyalah fenomena yang menyertainya.Idealisme
mengatakan bahwa akal itulah yang riil dan materi hanya merupakan
produksampingan.Kalau dalam Kritisisme mempertanyakan seberapa jauh daya
jangkau yang dipunyai oleh pemikiran, maka dalam Idealisme pada dasarnya yang
menentukan ialah pemikiran.
Di Jerman, selanjutnya filsafat Kant merupakan perangsang salah satu aliran
besar filsafat yaitu Idealisme Jerman yang tokoh-tokohnya adalah J.G. Fichte (176-
1814), F.W. Schelling (1775-1854) dan Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-
1831).T .G. Fichte (176-1814) menunjukkan filsafatnya sebagai Wissen
Schaftslehre yang maksudnya ialah suatu refleksi tentang pengetahuan.Fichte
sepakat dengan Kant bahwa semua ilmu membahas salah satu objek tertentu
sedangkan filsafat bertugas memandang pengetahuan sendiri.Menurut pendapat
Fichte, filsafat harus berpangkal bukan dari suatu substansi melainkan dari suatu
perbuatan yaitu Aku Absolut mengiyakan dirinya sendiri dan dengan itu mengadakan
dirinya sendiri.Dengan perkataanlain, realitas seluruhnya harus dianggap menciptakan
dirinya sendiri. Dengan cara ini, Fichte bermaksud memperdamaikan pertentangan
antara rasio teoritis dan rasio praktis yang terdapat dalam filsafat Kant. Rasio teoritis
tidak dapat ditempatkan pada awal mula, tetapi didahului dan dirangkum oleh suatu
perbuatan.Karena itu, maka filsafat Fichte disebut Idealisme Praktis.
13
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin. dkk. Filsafat Islam: Kajian Ontologis, Epistemologis, Aksiologis, Historis
Perspektif, Yogyakarta: LESFI, 1992.
Abdullah, Amin. Studi Agama Normativitas atau Historitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999.
Amin, Miska Muhammad.Epistemologi Islam: Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam, Jakarta:
UI Press, 1983.
Anshari, Endang S. Ilmu Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina Ilmu, 1979.
Azhim, Ali Abdul. Epistemologi dan Aksiologi Perspektif Al-Ouran, Bandung Rosdakarya,
1989.
Bakar, Abu.Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Ilmu dalam Perspektif Islam, Himmah
Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan, Vol. III, Edisi 06, Januari-April,
2002.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Agama I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Bagus, Larens. Kamus Filsafat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.
Bekker, Anton.Ontologi Metafisik Umum, Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Berterns. Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1995.
Brouwer dan M. Puspa Heryadi. Sejarah Filsafat Barat Modern dan Sejaman, Bandung:
Alumni, 1986.
Davie, George E. dalam Paul Edward.The Encyclopedia of Philosophy, New York:
Macmillan Publishing Co., Inc. dan The Free Press, 1972.
Delgaauw, Bernard.Filsafat Abad 20, terj. De Wijsbegeerte, Van De 20 EEUW, Ter.
Soedjono Soemargono, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1988.
Depag RI. Al-Quran dan Terjemahnya, Semarang: CV. Alwaah, 1993.
Gazalba, Sidi. Asas Agama Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1975.
Hatta. Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Tintamas, 1986.
Hatta, Moh.Pengantar ke Jalan Ilmu dan Pengelahuan, Jakarta: Pembangunan 1970.
Ishak, Muslim.Tokoh-tokoh Filsafat Islam dan Barat (Spanyol), Surabaya: Bina Ilmu, 1980.
Ismail, Fuad Farid dan Abdul Hamid Mutawalli.Cepat Menguasai Ilmu Filsafat,
Yogyakarta: IRCiSoD, 2003.
Kattsoff, Louis O. Pengantar Filsafat, alih bahasa Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1996.
Nasution, Harun. Falsafat dan Mistisisme, Jakarta: Bulan Bintang, 1962.
-------.Filsafat Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.
-------. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI-Press, 1986.
Palmquist, Stephen. Pohon Filsafat, terj. The Tree of Philosophy, Terj. Muh. Shodiq,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
15
Poedjawijatna. Pembimbing ke Arah Alam FiIsafat, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002.
Praja, Juhaya S. Aliran-aliran Filsafat dan Etika Suatu Pengantar, Bandung: Yayasan
Plara, 1997.
Ash-Sadr, Moh. Baqir. Falsafatuna, Bandung: Mizan. 1993.
Salam, Burhanuddin. Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Bumi Aksara, 2003.
Semiawan, Conny R. dkk. Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu, Bandung: CV. Remaja
Rosdakarya, 1988.
Sindhunata. Dilema Usaha Manusia Rasional, Jakarta: PT. Gramedia, 1983.
Soemargono, Soejono.Berpikir Secara Kesilsafatan, Yogyakarta: Nur Cahaya, 1988.
Soenaryo, A. A1-Quran dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1989.
Sudarto. Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Sumantri, Jujun Suria. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sin Harahap,
1998.
Suseno, Franz-Magnis. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Syarif, MM. History of Muslim Philosophy, terj. Ilyas Hasan, Bandung: Mizan, 1991.
Tafsir, Ahmad. T. Jun Surjaman (ed.).Filsafat Ilmu Akal dan Hati Sejak Thales Sampa
Capra, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM.Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty,
1996.
Titus, Harold H. dkk. Persoalan-persoalan Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
Ulin N.Jurnal Studi Islam, Semarang: Program Pascasarjana lAIN Walisongo, 2003.
Van Peurson. Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat, Jakarta: Gramedia
Pustaka Umum, 1993.
Verhak C. dan Haryono Imam. Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Gramedia, 1981.
Zubair, Ahmad Kharis. dkk. Filsafat Islam Seri 2, Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat
Islam, 1992.
ZTF, Pradana Boy.Filsafat Islam, Sejarah, Aliran dan Tokoh, Malang: UMM Press, 2003.