Pengaruh Kebiasaan Merokok Keluarga Di Dalam Rumah: Abstrak

Download as rtf, pdf, or txt
Download as rtf, pdf, or txt
You are on page 1of 23

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DI DALAM RUMAH

TERHADAP KEJADIAN ISPA PADA BALITA

Mas’udatul Isnaini1, Reni Zulfitri2, Misrawati3

[email protected], hp 081371256450

Abstrak

This study aimed to determine the effect of smoking habits in the family home to Akut
Respiratory Infection (ARI) incidence in infants. This research method uses descriptive design
with cross sectional correlation. The research do in the village of Batang Batindih Kampar
District Rumbio Jaya regency with sample as 70 families. The sampling method cluster random
sampling technique with respect to the inclusion criteria. Measuring instrument used was a
questionnaire with seven questions developed by the researchers. The analysis is used univariate
and bivariate analyzes with chi- square test. The results indicate that there is significant
influence between family smoking habits in the house on the incidence of respiratory infection in
young children with a degree of significance 95% obtained the pv (0.023) <α (0.05). The
conclusion of this research is that there is a significant effect between smoking family house in
the incidence of respiratory infection in infants with 4.043 times greater risk than those who did
not have the habit of smoking in the house. Based on the results of this study recommend the
clinic to increase promotion efforts by providing counseling to families about Acute Respiratory
Infection ( ARI) in infants.
Keywords: smoking, family, ARI, infant.
Reference: 49 (2003-2012)

PENDAHULUAN

Masa balita merupakan masa yang sangat


manusia yang berusia 0-5 tahun. Usia balita
penting dari seluruh kehidupan manusia dan
lebih sering terkena penyakit dibandingkan
merupakan masa kritis yang menentukan
orang dewasa, yang pertumbuhan dan
kualitas hidup anak selanjutnya. Masa
perkembangannya sudah lengkap. Hal ini
pertumbuhan dan perkembangan tercepat
disebabkan sistem pertahanan tubuh pada
dalam kehidupan anak terjadi pada masa
balita terhadap penyakit infeksi masih dalam
balita (Triton, 2006). Usia balita juga
tahap perkembangan (Sastroasmoro, 2007).
merupakan masa paling pesat dalam hal
Salah satu penyakit infeksi yang paling
pertumbuhan dan perkembangan
sering diderita oleh balita adalah Infeksi
dibandingkan dengan tahapan umur
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Infeksi ini
berikutnya (Notoatmodjo,2003).
mengenai saluran pernafasan yang
Balita adalah anak yang berusia dari 0-59 merupakan organ yang sangat peka sehingga
bulan (Depkes, 2005), sedangkan menurut kuman penyakit mudah berkembang biak.
UU No.20 tahun 2003 balita adalah insan Apalagi daya tahan

tubuh balita belum kuat (Staa & Meiliasari, menemukan empat juta bayi dan balita
2005 dalam Syafarilla, 2011). meninggal tiap tahun akibat ISPA di Negara
berkembang (Depkes RI, 2005).

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset


Sampai saat ini ISPA masih menjadi
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
masalah kesehatan dunia. Hal ini dapat
menunjukkan prevalensi nasional ISPA
dilihat dari tingginya angka kesakitan dan
25,5%, dimana angka kesakitan (morbiditas)
kematian akibat ISPA (Kemenkes RI, 2010).
pneumonia pada bayi 2,2%, pada balita 3%,
Kematian akibat penyakit ISPA pada balita
sedangkan angka kematian (mortalitas) pada
mencapai 12,4 juta pada balita golongan
bayi 23,8% dan balita 15,5% (Kemenkes RI,
umur 0-4 tahun setiap tahun diseluruh dunia,
2010). Menurut Survei Kesehatan Rumah
dimana dua pertiganya adalah bayi, yaitu
Tangga (SKRT) tahun 2001 angka kematian
golongan umur 0-1 tahun dan sebanyak
akibat pneumonia, mencapai 5 kasus
80,3% kematian ini terjadi di Negara
diantara 1000 bayi dan balita. Ini berarti
berkembang (WHO, 2007). Merujuk hasil
ISPA mengakibatkan 150 ribu bayi dan
konferensi International mengenai ISPA di
balita meninggal setiap tahunnya, atau
Canbera, Australia padauli 1997 yang
12.500 korban perbulan, atau 416 kasus 227.699 balita. Hal ini menunjukkan
sehari, atau 17 anak per jam, atau 1 orang peningkatan kejadian yang signifikan. Dari
balita tiap 5 menit (Misnadiarly, 2008). 227.699 balita, sebanyak 8.653 (15,71%),
Diperkirakan setiap anak mengalami 3 menderita pneumonia dan sebanyak 550.836
sampai 6 episode ISPA setiap tahunnya dan (96,20%) balita menderita non pneumonia.
mengakibatkan kematian sekitar 20-30% Selanjutnya data menunjukkan bahwa belum
(Depkes RI, 2001 dalam Pertiwi, 2009). ditemukan kematian balita akibat ISPA di
Penyebab kematian terbanyak pada balita Pekanbaru (Dinas Kesehatan Propinsi Riau
akibat ISPA adalah terjadinya pneumonia 2010). Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan
(WHO, 2007). Kabupaten Kampar 2011, didapatkan data
penderita ISPA balita sebanyak 19.947
(14,54%) dengan 650 (0,47%) balita
Di propinsi Riau, angka kejadian ISPA pada menderita ISPA dengan pneumonia,
balita juga mengalami peningkatan. sebanyak 19.297 (14,64%) balita dgn ISPA
Berdasarkan rekapitulasi laporan bulanan bukan pneumonia. ISPA juga merupakan 10
Dinas Kesehatan provinsi Riau, angka besar penyakit yang ditangani di Puskesmas
kejadian ISPA pada tahun 2010 ditemukan (Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar,
189.280 kasus ISPA balita dan pada tahun 2011).
2011 angka kejadian ISPA balita mencapai

Selain itu, menurut Dinas Kesehatan


Kabupaten Kampar (2011), Puskesmas
Rumbio Jaya adalah salah satu puskesmas
dengan kejadian ISPA pada balita terrendah
ke 3 setelah puskesmas XIII Koto Kampar
dan puskesmas Kampar kiri, dengan jumlah
penderita 1830 jiwa dari 16.046 jiwa. Dan
angka kejadian ISPA pada balita yaitu 223
jiwa (20,2%) dari 1778 balita. ISPA juga
masuk dalam 10 besar penyakit yang
ditangani di Puskesmas (Profil Puskesmas
Rumbio Jaya, 2011).

Banyak faktor yang mempengaruhi


terjadinya ISPA pada balita, antara lain:
faktor lingkungan, faktor individu anak serta
faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi:
pencemaran udara dalam rumah (asap rokok
dan asap hasil pembakaran bahan dapur
dengan konsentrasi yang tinggi), ventilasi
rumah dan kepadatan hunian. Faktor ISPA pada balita atau peran aktif keluarga
individu anak meliputi : umur anak, Berat atau masyarakat dalam menangani penyakit
Badan Lahir, status gizi, Vitamin A dan ISPA serta perilaku kebiasaan yang
status imunisasi. Faktor perilaku meliputi merugikan kesehatan seperti merokok dalam
perilaku pencegahan dan penanggulangan keluarga (Maryunani, 2009).

Dampak rokok tidak hanya mengancam hasil dari penelitian Tanjung (2003) yang
siperokok tetapi juga orang disekitarnya atau menyatakan bahwa ada hubungan rokok
perokok pasif (Detik health, 2011). dengan timbulnya ISPA didapat secara
Berdasarkan laporan Badan Lingkungan statistik bermakna. Penelitian yang
Hidup Amerika (EPA / dilakukan oleh Dewanti (2010) di Singosari
Malang menyatakan ada hubungan antara
paparan asap rokok dengan kejadian ISPA
Environmental Protection Agency) mencatat pada balita.
tidak kurang dari 300 ribu anak berusia 1-5
tahun menderita bronkhitis dan pneumonia,
karena turut menghisap asap rokok yang Berdasarkan survey dan observasi pada
dihembuskan orang disekitarnya terutama tanggal 3 Mei 2012 yang dilakukan dari
ayah dan ibunya (Ramli, 2011) . Populasi beberapa desa wilayah kerja puskesmas
yang sangat rentan terhadap asap rokok Rumbio Jaya, di Desa Batang Batindih
adalah anak- anak, karena mereka ditemukan mayoritas keluarga mempunyai
menghirup udara lebih sering dari pada kebiasaan merokok didalam rumah yaitu
orang dewasa. Organ anak anak masih sebanyak (83,2%) dan mayoritas keluarga
lemah sehingga rentan terhadap gangguan mempunyai tingkat pendidikan yang rendah
dan masalah dapat berkembang sehingga
jika terkena dampak buruk maka
perkembangan organnya tidak sesuai dengan
semestinya (Depkes, 2008).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh


Trikarlinda dan Susilawati (2010),
menyatakan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara keberadaan anggota
keluarga yang merokok dengan kejadian
ISPA pada balita. Hal ini juga diperkuat oleh
penelitian yang dilakukan oleh Koch, et all,
dalam Roesmawati, (2003) yang
menyatakan bahwa pada keluarga yang
merokok secara statistik anaknya
mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2
kali lipat dibandingkan dengan anak dari
keluarga yang tidak merokok. Selain itu
yaitu sebanyak (58,43%) keluarga tamat
SLTP. Berdasarkan data sekunder dari
METODE PENELITIAN
Puskesmas Rumbio jaya menunjukkan
bahwa angka kejadian ISPA pada balita di
Desa Batang Batindih rendah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu deskriptif korelatif dengan pendekatan
cross sectional. Sampel adalah keluarga
Dari studi pendahuluan yang dilakukan
yang mempunyai balita yang pernah atau
dilapangan oleh peneliti pada tanggal 10
sedang menderita ISPA pada 1 tahun
Mei 2012 di Desa Batang Batindih terhadap
terakhir di Desa Batang Batindih Kecamatan
orang tua dan balita yang berkunjung
Rumbio Jaya Kabupaten Kampar dengan
kepuskesmas dengan kasus kejadian ISPA
jumlah sampel 70 keluarga. Pengambilan
pada balita sebanyak 10 kasus. Setelah
sampel menggunakan tehnik cluster random
penulis konfirmasi melalui wawancara
sampling. Kuesioner terdiri dari 3 bagian
dengan orang tua balita, dari 10 kasus
yaitu pertama, berisi identitas responden
terdapat 6 kasus yang keluarganya
(jenis kelamin, pekerjaan, status pekerjaan,
mempunyai kebiasaan merokok di didalam
pendidikan, suku), bagian kedua berisi
rumah.
tentang perilaku kebiasaan merokok
Berdasarkan fenomena diatas peneliti keluarga (merokok di dalam rumah, tidak
tertarik untuk melakukan penelitian tentang pernah dan jumlah rokok yang dihisap/hari),
pengaruh kebiasaan merokok keluarga di bagian ketiga berisi tentang kejadian ISPA
dalam rumah terhadap kejadian ISPA pada pada balita. Selain itu instrumen yang untuk
balita di Desa Batang Batindih. mengetahui keberadaan anggota keluarga
yang merokok di dalam rumah digunakan
Penelitian ini bertujuan untuk juga lembar observasi. Pertanyaan untuk
mengidentifikasi pengaruh kebiasaan mengetahui
merokok keluarga di dalam rumah terhadap
kejadian ISPA pada balita

perilaku kebiasaan merokok keluarga di Hasil analisa univariat menggambarkan


dalam rumah berjumlah 4 pertanyaan karakteristik responden yang terdiri dari jenis
dengan bentuk multiple choice, sedangkan kelamin, jenis pekerjaan, pendidikan, suku. Hal
pertanyaan tentang kejadian ISPA pada ini dapat dilihat pada table 1.
balita berjumlah 3 pertanyaan dengan
bentuk multiple choice. Data dianalisis Tabel 1.
secara univariat dan bivariat (chi square).

Distribusi frekuensi karakteristik responden


HASIL

No
Karakteristik
F 53
% 75,7

b.
Tidak
Responden 17

1
Jenis Kelamin
Bekerja

24,3

3
Jenis Pekerjaan
a.
Laki-laki
42
60

b. a.
Perempuan Guru
28 1
40 1,4

2
Status Pekerjaan
b.
Pegawai
2
2,9

a.
Bekerja
Swasta Pendidikan
37
52,9

c.
Petani
1 a.
1,4 Tamat SD
19
27,1

d.
PNS
12 b.
17,1 Tamat
25
35,7

e.
Wiraswasta
17
24,3
SLTP
20
28,6

f.
Tidak

c.
Tamat
6
8,6

Bekerja
SLTA

4
Tabel diatas menunjukkan bahwa karakteristik
responden mayoritas adalah laki-laki sebanyak
d.
Tamat PT
42 responden (60%). Mayoritas responden yang
bekerja sebanyak53 responden

5
Suku

a.
Batak
5
7,1

b.
Jawa
53
75,7

c.
Melayu
1
1,4

d.
Sunda
11
15,7
(75,7%), dengan jenis pekerjaan rata-rata
adalah petani (52,9%), dan rata-rata
pendidikan responden adalah tamat SLTP
(35,7%).

Tabel 2 Anggota
keluarga merokok

didalam rumah
Distribusi
frekuensi kebiasaan
merokok

anggota keluarga di dalam rumah.

a.
Punya kebiasaan merokok
54
77,1

Kebiasaan merokok anggota


F
%
b.
didalam rumah.
16
22,9

keluarga
b.
Tidak sering
35
50%
Tidak pernah Berdasarkan table 3 diatas, dapat dilihat bahwa
kejadian ISPA sering dan tidak sering
mempunyai jumlah yang berimbang yaitu 35
orang (50%).

Tabel 4

Distribusi Pengaruh kebiasaan merokok


Berdasarkan table 2, dapat dilihat bahwa keluarga didalam rumah terhadap kejadian
mayoritas responden mempunyai kebiasaan ISPA
merokok di dalam rumah yaitu sebanyak 54
(77,1%).
Kebiasaan

Tabel 3 Kejadian ISPA


Total
OR
p
Distribusi frekuensi kejadian ISPA pada
balita.

No
Kejadian ISPA
F
%

pada balita

Kejadian ISPA

a.
Sering
35 Tidak
50% Sering
N
%
N
%
N
%
Keluarga

95%CI
value

Sering

Tidak Ada
12
Merokok 34,3
4
11,4
16
22,9

Ada
23
65,7
31
88,6
54
77,1
4,043
0,023

Jumlah
35
100
35
100
70
100

Hasil analisa bivariat (chi square) dengan Berdasarkan survei Multinational of Trends
derajat kemaknaan 95% didapatkan and Determinants In Cardiovasculer
pvalue=0,023 maka pvalue <α (0,05) Diseases (MONICA) tahun 2009 dalam
sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho Ikawati (2011), didapatkan suatu prevalensi
ditolak. Artinya ada pengaruh yang kebiasaan merokok yang terus meningkat
signifikan antara kebiasaan merokok sepanjang tahun pada pria dan wanita. Data
keluarga didalam rumah terhadap kejadian tersebut menunjukkan bahwa konsumsi
ISPA pada balita dengan nilai odds ratio rokok pada wanita telah meningkat dari
(OR) 4.043, yang berarti keluarga yang 5,9% menjadi 6,2% sedangkan pada laki-
mempunyai kebiasaan merokok di dalam laki sedikit menurun yakni dari 59,9%
rumah mempunyai risiko 4,043 kali lebih menjadi 56,9%.
besar dibandingkan keluarga yang tidak
memiliki kebiasaan merokok didalam
rumah. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas
responden yang bekerja ada sebanyak 53
responden (75,7%), dengan rata-rata jenis
PEMBAHASAN pekerjaan adalah petani yaitu sebanyak 37
responden (52,9%). Hal ini bukan berarti
seseorang dengan jenis pekerjaan petani
Hasil penelitian menunjukan bahwa rata lebih berisiko untuk mengkonsumsi rokok
-rata jenis kelamin responden adalah laki- tiap hari, namun pekerjaan disini erat
laki sebanyak 42 responden (60%). Jenis kaitannya dengan rata-rata jenis pekerjaan
kelamin pada penelitian ini dikaitkan dengan responden yang diteliti di Desa Batang
konsumsi rokok, dimana perokok lebih Batindih Kecamatan Rumbio Jaya.
banyak ditemukan perokok pada laki-laki
dibandingkan pada wanita.
Pekerjaan adalah kegiatan yang harus mempunyai tingkat pendidikan SLTP yaitu
dilakukan seseorang dalam menunjang dan sebanyak (83,2%). Hal ini bukan berarti
mempertahankan kehidupannya dan seseorang dengan pendidikan SLTP lebih
berisiko untuk mengkonsumsi rokok tiap
hari, namun pendidikan disini erat kaitannya
kehidupan keluarganya. Pekerjaan bukanlah dengan rata-rata pendidikan responden yang
sumber kesenangan, tetapi lebih banyak diteliti di Desa Batang Batindih Kecamatan
merupakan cara mencari nafkah yang Rumbio Jaya.
berulang, banyak tantangan dan menyita
waktu. Pekerjaan juga merupakan suatu
sarana bagi seseorang untuk mendapatkan Pendidikan merupakan suatu bimbingan
informasi dari lingkungannya (Nursalam, yang diberikan seseorang terhadap
2003). Status sosial ekonomi tinggi pada perkembangan orang lain menuju kearah
beberapa orang tua, kemungkinan terjadi cita-cita tertentu yang menentukan manusia
karena tingkat pendidikan, pekerjaan, dan untuk berbuat dan mengisi kehidupan.
penghasilan orang tua berada pada kategori Semakin tinggi pendidikan formal maka
tinggi dan sebaliknya (Rohman, 2009 dalam semakin mudah seseorang menerima
Syafarilla, 2011). Berdasarkan penelitian informasi dan melakukan pemanfaatan
Nur (2009) menyebutkan bahwa faktor terhadap pelayanan kesehatan yang ada
pekerjaan orang tua bukan merupakan faktor untuk meningkatkan kualitas hidupnya
resiko kejadian ISPA. (Notoatmodjo, 2003).

Pendidikan ini nantinya akan dapat


mempengaruhi tingkat pengetahuan
Rata-rata pendidikan responden adalah
seseorang dalam bersikap hidup yang bersih
tamat SLTP yaitu sebanyak 25 responden
dan sehata serta sikap dalam memanfaatkan
(35,7%). Hal ini sesuai dengan data yang
pelayanan kesehatan yang ada disekitarnya
didapatkan dari kantor Desa bahwa
(Notoatmodjo, 2003). Tingkat pendidikan
mayoritas keluarga di Desa Batang Batindih
yang tinggi akan memudahkan seseorang

untuk menyerap informasi dan


mengimplementasikan dalam perilaku dan
Hasil penelitian yang telah dilakukan
gaya hidup sehari -hari, terkhusus yang
didapatkan data bahwa responden yang
berhubungan dengan kesehatan (Wati,
memiliki anggota keluarga yang merokok
2005). Menurut Kemenkes RI (2010),
dan merokok didalam rumah ada sebanyak
pendidikan berkonstribusi terhadap
54 responden (77,1%), dengan rata-rata
perubahan perilaku kesehatan. Hal ini
frekuensi merokok setiap hari >5x sehari
diperkuat oleh penelitian Kusumawati
sebanyak 31 responden (44,3%) dan rata-
(2008), yang mengemukakan bahwa sosial
rata konsumsi 1-10 batang rokok/ hari
ekonomi yang didalamnya terdapat tingkat
sebanyak 36 responden (51,4%). Dari sini
pendidikan, mempunyai hubungan dengan
jenis perokok dapat diketahui bahwa jenis
perilaku hidup sehat.
perokok dalam penelitian ini termasuk bayi dan balita. Insiden ISPA terbanyak pada
kedalam kategori perokok sedang dengan usia 6-12 bulan (Depkes RI, 2005).
frekuensi merokok yang sering.

Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan


Populasi yang sangat rentan terhadap asap bahwa keluarga yang terbiasa merokok
rokok adalah anak-anak, karena mereka memiliki kejadian ISPA yang sering
menghirup udara lebih sering daripada orang sebanyak 31 responden (88,6%) dan tidak
dewasa. Organ anak anak masih lemah sering sebanyak 23 responden (65,7%)
sehingga rentan terhadap gangguan dan sedangkan keluarga yang tidak memiliki
masalah dapat berkembang sehingga jika kebiasaan untuk tidak merokok yang
terkena dampak buruk maka perkembangan memiliki kejadian ISPA sering ada sebanyak
organnya tidak sesuai dengan semestinya 4 responden (11,4%) dan tidak sering
(Depkes, 2008). sebanyak 12 responden (34,3%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa


kejadian ISPA yang sering terjadi sebanyak
Berdasarkan hasil uji statistik chisquare
40 responden (57,1%) tidak sering sebanyak
dengan derajat kemaknaan 95% didapatkan
30 (33,9%). Kejadian ISPA ini dianalisis
pv (0,023) <α (0,05) sehingga dapat
dari kejadian batuk/pilek disertai demam
disimpulkan bahwa Ho ditolak, dimana
terjadi kurang dari 6 kali per tahun yaitu
terdapat pengaruh yang signifikan antara
sebanyak 40 responden (57,1%), batuk
kebiasaan merokok keluarga didalam rumah
terjadi kurang dari 6 kali per tahun yaitu
terhadap kejadian ISPA. Hasil penelitian ini
sebanyak 62 responden (88,6%) dan pilek
sesuai dengan penelitian Tulus (2008)
terjadi kurang dari 6 kali per tahun yaitu
dengan hasil pv (0,011) dan Bambang
sebanyak 57 responden (81,4%). Sejumlah
(2006) dengan pv (0,013) yang menyatakan
penelitian menunjukkan bahwa kejadian
terdapat hubungan yang bermakna antara
ISPA meningkat pada usia
kebiasaan merokok dalam rumah dengan
kejadian ISPA pada balita.

Terdapat beberapa faktor yang


mempengaruhi adanya pengaruh antara
kebiasaan merokok keluarga di dalam rumah
terhadap kejadian ISPA pada balita yaitu di
Desa Batang Batindih kecamatan Rumbio
Jaya ini, salah satunya yaitu faktor
pendidikan. Ekonomi, keterampilan dan
tingkat pendidikan pada keluarga
berpengaruh pada kemampuan menyediakan
makanan, pola asuh dan pemanfaatan
pelayanan kesehatan (Primasasiki, 2007). Faktor lain yang menyebabkan adanya
Menurut Sirait (2010), semakin tinggi pengaruh kebiasaan merokok keluarga
pendidikan seseorang atau masyarakat, didalam rumah terhadap kejadian ISPA pada
maka akan semakin mudah dalam menyerap balita yaitu perilaku kesehatan. Perilaku
dan memahami pesan kesehatan dalam yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
upaya pencegahan penyakit ISPA. baik dari
Bustan. M. N. (2007). Epidemiologi penyakit tidak menular. Jakarta: Rineka Cipta

SARAN

Bagi puskesmas hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan pertimbangan dalam
melakukan tindakan penyuluhan kesehatan mengenai penyakit ISPA pada balita.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini terutama untuk
pembimbing I, II dan penguji serta pihak puskesmas dan seluruh responden dalam penelitian ini.

KETERANGAN
1
Mas’udatul Isnaini, Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau.

2.
Reni Zulfitri, M.Kep, Sp.Kom, Staf Akademik Departemen Keperawatan Jiwa Komunitas PSIK
Universitas Riau.
3
Misrawati, M. Kep, Sp.Mat Staf Akademik Departemen Keperawatan Maternitas Anak PSIK
Universitas Riau

yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang baik diharapkan dapat meningkatkan sikap
positif dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan, sehingga penyakit tidak mudah
menjangkiti masyarakat tersebut. Menurut Kusmawati (2008), tingkat pendidikan merupakan salah
satu pendukung sikap atau perilaku kesehatan seseorang. Hal ini didukung oleh penelitian Yuswianto
(2007) yang menyatakan bahwa kejadian ISPA selain dipengaruhi oleh mikroorganisme dan keadaan
balita, secara langsung juga dipengaruhi oleh perilaku kesehatan.

Penelitian yang dilakukan Julia (2011), menyatakan ada perbedaan rata-rata yang bermakna antara
kejadian ISPA balita pada kepala keluarga yang merokok didalam rumah dengan yang kebiasaan
merokok di luar rumah. Dimana kebiasaan merokok di dalam rumah beresiko 6 kali lebih tinggi
terhadap kejadian ISPA balita dibandingkan keluarga yang merokok di luar rumah. Penelitian
Nursanti (2011), juga menyatakan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan ayah merokok
dengan kejadian ISPA pada balita umur 1-4 tahun di Puskesmas Karangdowo.

KESIMPULAN
Setelah dilakukan penelitian tentang “Pengaruh
DAFTAR PUSTAKA

kebiasaan
merokok keluarga
didalam
rumah
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian

terhadap kejadian ISPA pada balita” didapatkan data


Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi

bahwa kebiasaan
merokok
didalam
rumah ada

2010.Jakarta: Rineka Cipta.

sebanyak 54 responden (77,1%), dan kejadian ISPA


sering yakni
sebanyak 35
responden
(50%).
Alsagaff, H. & Mukti, A (2005). Dasar dasar

Berdasarkan hasil uji statistik chisquare dengan


ilmu penyakit paru, Surabaya: Airlangga

derajat kemaknaan 95% didapatkan pv (0,023) <α


University Press.

(0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat


Adisasmito. W. (2007). Sistem Kesehatan.

pengaruh yang
signifikan
antara
kebiasaan

merokok keluarga didalam rumah


terhadap kejadian
Jakarta: Rajagrafindo Persada.

ISPA pada balita.


Dewanti. L.(2010). Hubungan paparan asap
rokok dengan kejadian ISPA pada balita.
sekunder Laporan P2M ISPA Balita
Diakses tanggal 16-7-2012. http:
//penelitian.unair.ac.id. Kabupaten Kampar.

Depkes. RI (2004) Pedoman pemberantasan Detik health, (2012). Bahaya asap rokok bagi
penyakit infeksi saluran pernafasan akut orang lain. Diakses tanggal 12-8-2012.
untuk penanggulangan pneumonia pada balita http://www.detik health.com/kesehatan/522
. Jakarta.

Friedman, M.M (2003). Family Nursing:


Depkes RI. (2005). Pemberantasan penyakit
menular dan penyehatan lingkungan di
Indonesia. Jakarta: Ditjen PPM & PL.
Research, theory & practice. USA.

Coonecticut: Appleton and Lange.


Depkes RI. (2008). Pedoman Pelatihan
Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan sehat
di Rumah Tangga. Jakarta: Depkes RI. Hidayat, A. A. (2008). Riset Keperawatan dan
Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba
Medika.
Dinkes Provinsi Riau. (2010). Profil

Hidayat, A. A. (2009). Metode Penelitian


Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2010.

Pekanbaru: Dinkes Provinsi Riau.


Keperawatan dan Teknik Analisa Data.

Jakarta: Salemba Medika.


Dinkes Kabupaten Kampar (2011). Data
Ikawati, Z. (2011). Penyakit sistem pernafasan Istiqomah, U. (2003). Upaya menuju generasi
dan tatalaksan terapinya. Yogyakarta: Bursa tanpa rokok. Surakarta: Seti Aji
Ilmu.

Karlinda. T., & Susilawati, W. (2010)

Hubungan keberadaan anggota keluarga yang


merokok dengan kejadian ISPA pada balita.
Diakses tanggal 15-6-2012. http://
Saptabakti.ac.id.

Kementerian Kesehatan RI. (2010). Buletin

Jendela Data dan Informasi Kesehatan :

Situasi ISPA di Indonesia. Jakarta:

Kemenkes RI.

Kusumawati, (2008). Hubungan antara


pendidikan dan pengetahuan kepala keluarga
dengan perilaku hidup sehat. Diperoleh pada
tanggal 16 Januari 2013 dari
www.scribd.com/doc/117002654/6-Yuli-
Kusumawati hubungan antara pendidikan dan
pengetahuan kepala keluarga dengsan perilaku
hidup sehat

Maryunani, A. (2010). Ilmu Kesehatan Anak

dalam Kebidanan. Jakarta: TIM.


Misnadiarly. (2008). Penyakit infeksi saluran
nafas pneumonia pada anak balita, orang
Diakses tanggal 3-6-2012. http://www.
dewasa, usia lanjut. Jakarta: Pustaka Obor
Usu.ac.id.
Populer.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi


Ngastiyah. (2005). Perawatan anak

Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


sakit.Jakarta: EGC.
Cipta.

Naria.E,. Chahaya I., dan Asmawati. (2008)


Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Hubungan kondisi rumah dengan dengan Edisi Kedua. Jakarta: Salemba Medika.
keluhan ISPA pada balita.

Nursanti (2011). Bahaya Rokok. Diperoleh Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
pada tanggal 16 Januari 2013 dari Riau. (2012). Pedoman Penulisan Skripsi dan
xa.yimg.com/kq/groups/.../Diskusi+Topi Penelitian. Pekanbaru: PSIK Press.
k+Bahaya+Rokok.pptx

Pertiwi, D. (2009). Hubungan kepadatan


Prabu. (2009). Faktor resiko ISPA pada balita. hunian rumah dan ventilasi rumah dengan
kejadian ISPA pada balita. Skripsi tidak
dipublikasikan.
Diakses tanggal 11-5-2012,
http://www.putraprabu.world press.com
Primasasiki, R.J. (2007). Balitaku sehat.
Jakarta: PT Sunda kelapa pustaka.
Propinsi Riau. (2012). Data Secunder
Laporan kegiatan program infeksi saluran
pernafasan akut. Pekanbaru : Dinkes Propinsi Ramli, R. (2011). Pencegahan ISPA. Diakses
Riau tahun 2011.

tanggal18-7-2012. http://www.

Kesehatan.com.
Suprajitno. (2004). Asuhan keperawatan
keluarga : Aplikasi dalam praktek. Jakarta:
Rizanda. (2006). Hubungan rokok dengan
EGC
gangguan pernafasan pada balita.

Diperoleh pada tanggal 16 Januari 2013 dari


www.jurnalkesmas.org/files/KESMAS_V Sudiharto. (2007) Asuhan keluarga dengan
OL_4_NO_1.pdf pendekatan transkultural. Jakarta: EGC.

Sasroasmoro, S. & Ismael, S. (2008). Dasar- Sastroasmoro.,S. (2007). Membina Tumbuh

dasar Metodologi Penelitian Klinis. dan Kembang Bayi dan Balita. Jakarta:

Jakarta: CV Sagung Seto. badan Penerbit Ikatan Dokter Anak

Indonesia.

Suparman. (2004). Pengaruh lingkungan


rumah terhadap ISPA pada anak umur 0-4
tahun. Diakses tanggal 6-5- Syafarilla, I. (2011). Hubungan Status Sosial
2012.http://scrib.com/doc.

Ekonomi Keluarga dengan Kejadian ISPA


Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan Riset Pada. Balita. (Naskah Asli Tidak
Keperawatan. Yogjakarta: Graha Ilmu.
Dipublikasikan).

Sirait, N. (2010). Faktor faktor yang


berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut. Diperoleh tanggal 12
desember 2012 dari http://repository.usu.ac.id.

Triton. (2006). Mengasuh dan perkembangan


balita, Yogjakarta: Oryza

UPT Puskesmas Rumbio Jaya. (2011). Profil


Puskesmas Rumbio Jaya: Kampar. epidemiologi, penularan, emberantasan.

Jakarta: Erlangga

Vera, 2012. Tes darah untuk identifikasi


paparan asap rokok pada anak. Diperoleh
pada tanggal 14 januari 2013 dari Wong. D.L., Hockenberry, M.J., Wilson,D.,
http://health.detik.com/read/2012/05/11/ Winkelstein, M.L., & Schwartz,P. (2009a).
113154/1914791/1 /tes-darah-untuk- Keperawatan pediatric. Edisi - 6. Vol.1.
identifikasi-paparan-asap-rokok-pada-anak. Jakarta: EGC.

Widoyo, (2010).Penyakit Tropis,


WHO. (2007). Pencegahan & pengendalian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

yang
cenderung menjadi epidemic &
pandemic
di
fasilitas
pelayanan
kesehatan.
Diperoleh
tanggal 20
Agustus 2012. http://www. Who.or.id

Yuswianto (2007). Hubungan perilaku kesehatan dengan kejadian ISPA. Diperoleh pada tanggal 16
Januari 2013 dari lib.uin malang.ac.id/thesis/fullchapter/0641009 8-qurotul-ayuni.pdf

You might also like