Warih - Konas Bipolar - 2015 - The Needs of Bipolar Disorder Psychoeducation in Family Members

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

The Needs of Bipolar Disorder Psychoeducation in Family Members

Warih Andan Puspitosari

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRAK

Bipolar Disorder is a psychiatric disorder characterized by extreme mood fluctuations.


This chronically disorder would cause a relapse episode that influence the patient’s social
improvement, work function, bad prognosis, and high level of morbidity and mortality.
Bipolar disorder exists in 1% of population. Even though pharmacotherapy is the first line
for bipolar disorder, some study demonstrate that the combination of psychosocial
intervention and pharmacotherapy is better outcome. The most applied psychosocial
intervention is deliberating psychoeducation.
Psychoeducation is an education or training for a person with psychiatric disorder that
is part of the process of therapy and rehabilitation. Bipolar disorder psychoeducation
provide supplies for patients and their families in the form of theoretical and practical
approaches to understanding Bipolar Disorder, recognizing early symptoms of relapse, and
develop effective strategies to cope with these symptoms
The family as the primary caregiver has an important role in the treatment of bipolar
patients. While the family also has a large burden in caring for patients. Families often
lack of suport, sufficient knowledge and skills in the handling of patients. Family
psychoeducation will meet those needs so the family could properly care for patients and
provide better outcomes, improve prognosis, improving the quality of life of patients and
reduce the burden of family subjectively. Thus the basic needs of the family
psychoeducation in the treatment of Bipolar patients are given together with the provision
of pharmacotherapy.

Keywords : psychoeducation, family, bipolar disorder


A. PENDAHULUAN
Gangguan Bipolar adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya episode klinis
berupa fluktuasi ekstrem dalam suasana perasaan (mood) dengan manifestasi berulangnya
episode manik, depresi atau episode campuran. Gangguan bersifat kronis, memiliki episode
kekambuhan dengan kesembuhan (recovery) sempurna di antara episodenya. Tingkat
kekronisan yang tinggi berdampak pada perkembangan sosial, fungsi pekerjaan, prognosis
yang buruk serta tingkat borbiditas dan mortalitas yang tinggi (Angst & Sellaro, 2000).
Gangguan Bipolar terjadi pada 1% populasi. Prevalensi mungkin meningkat sesuai
kriteria diagnosis yang digunakan dalam masing-masing studi. Studi akhir-akhir ini memiliki
kriteria yang lebih luas untuk mengenali spektrum Bipolar dalam populasi. Jika spektrum
yang tidak berat juga dipertimbangkan masuk dalam diagnosis maka prevalensi meningkat
menjadi 6,4% populasi. WHO mengestimasikan bahwa Bipolar menjadi penyebab ke-5
disabilitas di kalangan dewasa muda. Penderita mengalami disabilitas sedang sampai berat
yang dinilai berdasarkan kemampuan penderita dalam pekerjaan, frekuensi penggunaan
layanan kesehatan, kebutuhan penderita akan tunjangan bagi penyandang disabilitas dan
adanya risiko perilaku bunuh diri (Judd & Akiskal, 2003). Kualitas hidup penderita juga
mengalami penurunan yang ditandai dengan gangguan dalam fungsi kehidupan, kesulitan
untuk mendapatkan pekerjaan maupun mempertahankan pekerjaan yang telah dimilikinya
serta kesulitan dalam interaksi sosial (Dean, et al., 2004).
Farmakoterapi adalah pengobatan lini pertama untuk menstabilkan episode gangguan
Bipolar. Namun demikian pemberian farmakoterapi saja tidak cukup dalam managemen
gangguan Bipolar. Intervensi psikososial bersama-sama dengan pemberian farmakoterapi
memberikan hasil outcome yang lebih baik. Psikoterapi menjadi komponen penting dalam
strategi pengobatan Bipolar bersama sama dengan farmakoterapi (Vieta et all, 2009).
Beberapa studi menunjukkan bahwa intervensi psikoterapi sebagai tambahan pada
pengobatan Bipolar dapat memenuhi kebutuhan yang belum didapatkan pasien dalam
tatalaksana pasien jangka panjang dibanding hanya dengan pemberian farmakoterapi saja
(Miklowitz, 2008). Namun demikian hanya <30% psikiater yang menganggap bahwa
psikoterapi memainkan peran penting dalam tatalaksana gangguan Bipolar. Hal ini
disebabkan karena psikoterapi dianggap sebagai terapi alternatif, bukan sebagai terapi
komplementer yang harus diberikan bersama dengan farmakoterapi (Collom, 2005).
The National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) and the British
Association of Psychopharmacology (National Collaborating Centre for Mental Health
(NCCMH) merekomendasikan intervensi psikologis dalam managemen Gangguan Bipolar.
Diantara beberapa jenis pendekatan intervensi psikososial yang paling sering dilakukan
adalah psikoedukasi (Collom, 2011). Banyak studi menunjukkan efektivitas pendekatan
keluarga, kelompok, interpersonal pada gangguan Bipolar.
Pengobatan saja memiliki tingkat putus obat yang cukup tinggi yang menjadi faktor
penyebab kekambuhan (Collom, 2000). Frekuensi kekambuhan berhubungan dengan
memburuknya prognosis dan kualitas hidup penderita sehingga upaya pencegahan
kekambuhan harus dilakukan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kekambuhan adalah
ketidakpatuhan minum obat yang merupakan masalah yang sering terjadi pada penderita
Bipolar. Angka ketidakpatuhan minum obat pada pasien Bipolar berkisar antara 20-60%.
Ketidakpatuhan merupakan alasan penting dalam kegagalan pengobatan Bipolar (Tarciso et
al., 2011). Ketidakpatuhan minum obat berdampak terhadap perjalanan penyakit pasien,
meningkatkan beban ekonomi, menurunkan kualitas hidup pasien, meningkatkan angka
kekambuhan, meningkatkan angka perawatan di Rumah Sakit dan meningkatkan risiko
bunuh diri (Collom, 2005). Mengingat angka ketidakpatuhan minum obat yang cukup besar
dan dampaknya yang buruk maka penting untuk melakukan upaya-upaya meningkatkan
kepatuhan minum obat salah satunya adalah dengan memberikan Psikoedukasi.

B. PENGERTIAN PSIKOEDUKASI
Psikoedukasi adalah suatu bentuk pendidikan ataupun pelatihan terhadap seseorang
yang mengalami gangguan psikiatri sebagai bagian dari proses terapi dan rehabilitasi. Fokus
psikoedukasi adalah : 1). mendidik partisipan mengenai tantangan penting dalam hidup, 2).
membantu partisipan mengembangkan sumber-sumber dukungan dalam menghadapi
tantangan hidup, 3). mengembangkan keterampilan coping untuk menghadapi tantangan
tersebut. Psikoedukasi merupakan modalitas terapi yang dilakukan oleh professional
kesehatan jiwa dengan integrasi dan sinergi antara psikoterapi dan edukasi, dengan tujuan
meningkatkan keterampilan individu atau kelompok dalam mengatasi gejala-gejala gangguan
jiwa yang dialaminya (Dixon et al., 2001; PP PDSKJI, 2013).
Sasaran psikoedukasi adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan penerimaan
pasien terhadap penyakit atau gangguan yang dialaminya, meningkatkan pertisipasi pasien
dalam proses terapi, dan pengembangan mekanisme coping ketika pasien menghadapi
masalah yang berkaitan dengan penyakit tersebut. Program psikoedukasi terstruktur akan
meningkatkan kualitas hidup penderita Bipolar dengan mengembangkan pengetahuan dasar
tentang Gangguan Bipolar, termasuk informasi tentang kekambuhan, pengobatan dan efek
samping, faktor pemicu, pentingnya kepatuhan terhadap obat, cara mengontrol gejala,
manajemen stres, risiko bunuh diri, kehamilan, stigmatisasi, gejala awal kekambuhan,
menghindari penggunaan alkohol dan zat lain serta pentingnya menjalani hidup dengan baik
dan terstruktur (Dixon et al., 2001).
Psikoedukasi menjadi intervensi kunci dalam peningkatan kepatuhan pengobatan dan
perbaikan hasil jangka panjang dalam beberapa kondisi medis. Pengetahuan dan keterampilan
yang baik akan membuat individu mampu secara proaktif mengelola masalah psikososial
yang dihadapinya (Colom, 2011). Pasien menunjukkan kepatuhan pengobatan yang tinggi
karena mereka juga belajar tentang pentingnya keberlanjutan pengobatan dan menerapkan
strategi untuk menjaga kepatuhannya sehingga kualitas hidup (fisik, mental, sosial dan dan
lingkungan) pasien menjadi lebih baik. Keuntungan psikoedukasi tidak hanya disebabkan
karena materi-materi yang didapatkan dalam proses edukasinya, namun juga efek dari
aktivitas psikoterapi non spesifiknya seperti terwujudnya hubungan dokter-pasien.

C. MANFAAT PSIKOEDUKASI PADA GANGGUAN BIPOLAR


Psikoedukasi mengajari gaya hidup yang baik bagi partisipan yang akan
meningkatkan outcome klinis maupun fungsi. Beberapa penelitian menunjukkan efektivitas
Psikoedukasi dalam tatalaksana gangguan Bipolar, diantaranya adalah : 1). meningkatkan
daya tahan terhadap protokol pengobatan medis, 2). meningkatkan kemampuan deteksi dini
gejala kekambuhan, 3). meningkatkan kemampuan dalam mengatasi penyakit, 4).
menurunkan risiko bunuh diri, 5). meningkatkan kualitas hidup, 6). meningkatkan kepatuhan
minum obat (kepatuhan minum obat meningkat dari 40% menjadi 86,7%), 7). menurunkan
rehospitalisasi, 8). meningkatkan pengetahuan tentang penyakit, 9). menjaga stabilitas level
serum lithium dalam darah, 10). meningkatkan fungsi dalam pekerjaan dan adaptasi sosial,
11). meningkatkan kualitas hidup caregiver (pengetahuan meningkat, stres turun, beban
keluarga menurun, strategi sosial meningkat), 12). menurunkan angka kekambuhan, 13).
menurunkan durasi perawatan di Rumah Sakit, 14). menurunkan multiepisode dari gangguan,
15). menurunkan stigma (psikoedukasi memiliki efek positif dalam menurunkan stigma bagi
pasien. Beberapa pasien memiliki persepsi negatif tentang sakitnya sehingga menghambat
pasien dalam koping terhadap penyakitnya dan kepatuhan dalam manageman) (Fatma &
Sirin, 2012; Collom, 2005; Collom 2003; Ali Javadpour et al., 2013; Valentino, 2013;
Madigan et al., 2012; Ebru Kurdal, 2014; Reinares et al., 2004; Dondu, 2014; Alvidrez,
2009; Colom & Vieta, 2004)
Demikian banyak manfaat psikoedukasi bagi keberhasilan tatalaksana gangguan
Bipolar. Alasan pasien tidak patuh terhadap pengobatan dan tindakan apa yang harus
dilakukan untuk mengatasi hal tersebut bisa didapatkan dalam kegiatan psikoedukasi.

D. BERBAGAI MODEL PSIKOEDUKASI


Beberapa peneliti mengembangkan model psikoedukasi untuk gangguan Bipolar.
Beberapa melakukannya sebagai bentuk psikoedukasi individu dan beberapa peneliti lain
melakukan dalam bentuk group (kelompok). Psikoedukasi singkat dilakukan beberapa
peneliti, demikian juga psikoedukasi dengan sesi yang panjang. Diantara beberapa model
yang pernah dikembangkan adalah :
1. Javadpour et all. (2013)
Merupakan salah satu psikoedukasi individual yang memiliki jumlah sesi
sedang. Pasien mendapat farmakoterapi dan psikoedukasi individu yang diberikan
dalam 8 sesi pertemuan secara face to face. Setiap pertemuan dilaksanakan sepanjang
50 menit dengan frekuensi seminggu sekali. Adapun materi psikoedukasi yang
diberikan adalah : a). gangguan Bipolar dan etiologinya, b). gejala mania dan
hipomania, c). gejala depresi dan episode psikologis lainnya, d). penyebab dan
prognosis, e). fungsi, jenis, efek samping pengobatan mood dtabilizer, antimania dan
antidepresan, f). risiko penghentian obat tanpa persetujuan dokter, g). deteksi dini
gejala kekambuhan dan strateginya.
Setelah selesai 8 sesi, psikoedukasi diteruskan melalui kontak telepon sebulan
sekali, selama 10 menit untuk mengingatkan perjanjian selanjutnya dan tanya jawab
sampai selama 18 bulan.
2. Fatma & Sirin (2012)
Sebuah penelitian di Turki memberikan psikodukasi kepada pasien dalam
group yang singkat dengan jumlah sesi sebanyak 6 sesi. Setiap group terdiri 10-12
pasien dan dilaksanakan seminggu sekali, setiap sesi berlansung selama 90-120 menit.
Materi psikoedukasi berisi tentang : a). pengertian gangguan Bipolar, b). gejala dan
penyebab, c). perjalanan penyakit, d). Pengobatan, e), cara mengatasi penyakit.
3. David Castle et al. (2010) :
Mengembangkan psikoterapi group dengan lama pelaksanaan adalah 12
minggu ditambah 3 minggu. Setiap group maksimal terdiri dari 7 orang. Setiap sesi
membutuhkan waktu 90 menit. Materi psikoedukasi adalah :
a. 1-2 : Edukasi ttg Bipolar dan triger2 umum yang berkaitan dengan Bipolar
b. 3-6 : Pengembangan ketrampilan2 utama : monitoring dan assasmen stres,
pencegahan relaps : problem solving, pengelolan stres, managemen pengobatan
c. 7-9 : Depresi (Penilaian dan managemen gejala prodomal epresi, perencanaan
pencegahan depresi
d. 10-12 : Mania ((Penilaian dan managemen gejala prodomal Mania, perencanaan
pencegahan Mania
Dengan 3 sesi tambahan untuk penekanan kembali materi-materi tersebut dan
integrasi ketrampilan-ketrampilan strategi coping dalam kehidupan sehari-hari.
4. Ebru, et al. (2014)
Psikoedukasi dalam group yang terdiri dari 10-16 orang per group. Diberikan
dalam 21 sesi dengan frekuensi 2 kali seminggu dihari yang sama. Masing-masing
sesi dilaksanakan selama 45 menit. Kegiatan didesign dalam bentuk edukasi dan
suport, setiap peserta diminta untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan
pengalaman positif maupun negatifnya di antara mereka. Materi psikoedukasi adalah :
a). Sesi 1 : penjelasan tentang program dan aturan kegiatan, b). Sesi 2 : memahami
tentang gangguan Bipolar, c). Sesi 3 : penyebab dan faktor pendetus, d). Sesi 4 :
episode manik dan hipomanik, e). Sesi 5 : episode depresi dan episode campuran, f).
Sesi 6 : perkembangan penyakit dan prognosis, g). Sesi 7 : obat-obatan mood
stabilizer, h). Sesi 8 : obat anti manik, i). Sesi 9 : obat anti depresi, j). Sesi 10 : mood
stabilizer dalam plasma darah, k). Sesi 11 : kehamilan dan konseling genetik, l). Sesi
12 : terapi alternatif dibanding dengan farmakoterapi, m). Sesi 13 : risiko yang
berhubungan dengan penghentian obat, n). Sesi 14 : risiko penggunaan alkohol dan
obat-obatan terlarang, o), Sesi 15 : diagnosis dini manik dan hipomanik, p). Sesi 16 :
diagnosis dini depresi dan episode campuran, q). Sesi 17 : tindakan pada saat
serangan baru, r). Sesi 18 : pengaturan kebiasaan hidup sehat, s), Sesi 19 :
managemen stres, t). Sesi 20 : strategi mengatasi masalah, u). Sesi 21 : penutup
(evaluasi program dan peberian feed back).

E. PSIKOEDUKASI KELUARGA DALAM PENGELOLAN PASIEN BIPOLAR


Perubahan layanan psikiatri dari Rumah Sakit (hospital based) ke komunitas
(community based) menuntut peningkatan peran keluarga dalam perawatan gangguan jiwa
(Reinares et al. 2006). Keluarga adalah sebagai caregiver utama bagi pasien, yang harus
mendampingi dan memberikan suport bagi pasien, sementara di sisi lain, keluarga juga
merasakan beban subyektif yang berat dalam merawat pasien gangguan Bipolar.
Gangguan Bipolar adalah masalah kesehatan jiwa masyarakat yang utama dan bersifat
kronis yang melemahkan kondisi pasien dan memberikan dampak besar bagi keluarga
sebagai caregiver utama. Mayoritas caregiver mengalami distres dalam tingkat sedang
sampai berat. Beban ini akan mempengaruhi kondisi klinis pasien maupun hasil penanganan
pasien (Perlick et al., 2004). Distres tertinggi pada caregiver disebabkan karena perilaku
pasien, terutama adalah perilaku hiperaktif, iritabel, kesedihan dan penarikan diri secara
sosial. Sedangkan yang berkaitan dengan peran pasien, aspek yang paling mengkhawatirkan
caregiver adalah tentang pekerjaan, studi dan hubungan sosial pasien. Gangguan yang
dialami pasien telah mempengaruhi kesehatan emosional dan kehidupan caregiver secara
umum. Penurunan fungsi sosial dan pekerjaan, riwayat rapid cycling dan tanggung jawab
dalam pemberian obat menjelaskan ¼ dari jenis beban subjektif caregiver. Studi ini
menunjukkan pentingnya intervensi psikososial bagi keluarga pasien Bipolar (Reinares et al.,
2006)
Ekspresi emosi keluarga yang tinggi dan sikap negatif keluarga memperburuk
outcome pasien. Dalam waktu yang sama, episode gangguan mood pada pasien merupakan
stresor besar yang meningkatkan beban keluarga (Reinares, 2006). Sementara keluarga tidak
mendapatkan informasi yang cukup dalam mengahadapi masalah-masalah tersebut. Beberapa
tahun terakhir dikembangkan intervensi psikoedukasi untuk keluarga bagi berbagai gangguan
jiwa. Psikoedukasi keluarga menurunkan kekambuhan dan memperlama jarak waktu
munculkan episode kekambuhan (Miklowitz, 2003).
Intervensi yang melibatkan pasien dan keluarga menurunkan angka perawatan inap
pasien dibanding jika intervensi hanya diberikan pada pasien saja (Rea, 2003). Intervensi
keluarga meningkatkan angka recovery dibanding jika hanya diberikan farmakoterapi saja
(Miller, 2004). Psikoedukasi keluarga menurunkan angka kekambuhan. Sebuah studi RCT
dengan intervensi Psikoedukasi keluarga dalam group meningkatkan outcome
penatalaksanaan pasien Bipolar. Ketika dianalisis secara terpisah, maka episode manik yang
memiliki perbedaan yang significan sedangkan depresi tidak (Reinares, 2008).
Psikoedukasi keluarga akan meningkatkan pengerahuan keluarga dalam mengetahui
tanda awal kekambuhan sehingga dapat segera dilakukan tatalaksana lebih cepat dan tepat.
Psikoedukasi keluarga akan memberikan manfaat antara lain : 1). meningkatkan pengetahuan
keluarga tentang bipolar, 2). meningkatkan pemahaman keluarga terhadap pasien (saling
memahami), 3). meningkatkan interaksi positif keluarga dengan pasien, 4). menurunkan
ekspresi emosi keluarga, 5). menurunkan beban subyektif yang sering berkorelasi dengan
outcome yang buruk, 6). menurunkan relaps, 7). meningkatkan kepatuhan minum obat
(Raenares, 2002; Reinares, 2004).
Perry et al.(1999) melaporkan penurunan kekambuhan episode manik dengan
diajarkannya keluarga dalam mengenali gejala prodomal dan pemberian pengobatan segera.
Keluarga dilatih untuk mengenali gejala-gejala sehingga dapat mendeteksi dini adanya
kekambuhan dan belajar untuk mengatasi situasi stres yang dapat sebagai faktor pemicu.
Psikoedukasi keluarga berkontribusi terhadap pencegahan kekambuhan dengan memfasilitasi
keluarga untuk mengenali gejala secara dini sehingga dapat memberikan tatalaksana awal.
Banyak studi melakukan psikoedukasi pada saat rawat inap, namun studi ini
melakukan psikoedukasi pada saat kodisi stabil di rawat jalan, menunggu saat kondisi bebas
gejala di atara 2 episode untuk mendiskusikan tentang penyakit dan pengambilan keputusan
bersama dalam kondisi emosional yang stabil. Mengenali gejala manik lebih mudah
dibanding dengan mengenali gejala depresi. Pada kondisi depresi, pasien lebih mudah
mengenali gejala-gejala pertamanya yang dirasakan menyebabkan penderitaan bagi pasien
dibanding keluarga yang mengenalinya. Pasien akan segera mencari pertolongan. Keluarga
terutama yang telah dilatih lebih mudah mengenali gejala awal manik terutama jika tinggal
serumah. Gejala seperti elasi, seringkali pasien tidak menyadarinya sehingga keluarga lebih
mudah mendeteksi daripada pasein (Reinares, 2008).
Keluarga memiliki beban yang besar dalam merawat Bipolar, bahkan ketika pasien
dalam keadaan stabil. Keluarga sering tidak mendapat dukungan, informasi yang cukup
tentang penyakit dan ketrampilan-ketrampilan dalam mengatasi masalah-masalah tersebut.
Program psikoedukasi yang dilaksanakan dalam group akan meningkatkan dukungan,
memperluas jejaring dan menurunkan stigma bagi pasien dan keluarga. Selain itu juga
memberikan kesempatan bagi keluarga untuk saling berbagi dalam mencari solusi serta
strategi dalam menghadapi masalahnya.

F. PENUTUP
Studi yang telah banyak dilakukan di berbagai negara memberikan bukti tentang
efektivitas pemberian program psikoedukasi bersama-sama dengan farmakoterapi dalam
penatalaksanaan gangguan Bipolar. Psikoedukasi meningkatkan outcome tatalaksana
gangguan Bipolar, baik dalam perbaikan kondisi klinis maupun peningkatan kualitas hidup.
Psikoedukasi bisa dilaksanakan secara individual maupun dalam group. Bukan hanya pasien
yang membutuhkan psikoedukasi, namun juga keluarga sebagai caregiver utama perlu
diberikan suport, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam merawat pasien Bipolar
agar dapat menurunkan beban keluarga dan memberikan hasil perawatan pasien dengan lebih
baik. Dengan demikian, penting untuk memberikan program psikoedukasi pada pasien
Bipolar dan keluarganya. Petugas kesehatan hendaknya mengadakan program psikoedukasi.
Psikoedukasi bagi pasien dan keluarga harus menjadi bagian dari praktik rutin klinik rawat
jalan (Fatma & Sirin, 2012)

Daftar pustaka

Ali Javadpour, Arvin Hedayati, Gholam Reza Dehbozorgi, Amin Azizi (2013). The Impact of
Simple individual psychoeducation program on quality of life, rate of relapse and
medication adherence in Bipolar Disoreder pastients, Asian Journal of psychiatry 6
(2013) 208-2013
Alvidrez, J., Snowden, L. R., Rao, S. M., & Boccelari, A. (2009). Psychoeducation to
address stigma in black adults referred for mental health treatment: A randomized pilot
study. Community mental health journal, 45, 127–136
Angst, J., & Sellaro, R. (2000). Historical perspectives and natural history of bipolar
disorder. Biological Psychiatry, 48, 445-457.)
Colom, F., & Vieta, E. (2004). Improving the outcome of bipolar disorder through
nonpharnacological strategies: The role of psychoeducation. Revista Brasileira de
Psiquiatria, 26(Suppl III), 47–50.
Colom, F., Vieta, E., Sanchez-Moreno, J., et al., 2005. Stabilizing the stabilizer: group
psychoeducation enhances the stability of serum lithium levels. Bipolar Disorders 7
(Suppl. 5), 32–36
Colom, F. (2011). Keeping therapies simple: Psychoeducation in the prevention of relapse in
affective disorders. British Journal of Psychiatry, 198, 338-340
David Castle, Carolynne White, James Chamberlain, Michael Berk, Lesley Berk, Sue Lauder,
Greg Murray, Isaac Schweitzer, Leon Piterman and Monica Gilbert. Group-based
psychosocial intervention for bipolar disorder: randomised controlled trial The British
Journal of Psychiatry (2010) 196, 383–388
Dean, B. B., Gerner, D., & Gerner, R. H. (2004). A systematic review evaluating health-
related quality of life, work impairment, and healthcare costs and utilization in bipolar
disorder. Current Medical Research and Opinion, 20(2), 139-154
Dixon, L., McFarlane, W., Lefley, H., Lucksted, A., Cohen, M., Falloon, I., et al. Evidence-
based practices for services to families of people with psychiatric disabilities. Psychiatric
Services, 2001;52: 903–908
Ebru Kurdal, Derya Tanrıverdi, and Haluk Asuman Savas. 2014. The Effect of
Psychoeducation on the Functioning Level of Patients With Bipolar Disorder Western
Journal of Nursing Research 2014, Vol. 36(3) 312–328
Fatma Eker, Sirin Harkın Effectiveness of six-week psychoeducation program on adherence
of patients with bipolar affective disorder (2012). Journal of Affective Disorders138
(2012) 409-416
Judd, L. L., & Akiskal, H. S. (2003). The prevalence and disability of bipolar spectrum
disorders in the US population: Re-analysis of the ECA database taking into account
subthreshold cases. Journal of Affective Disorders, 73, 123-131).
Madigan K, P. Egan, D. Brennan, S. Hill, B. Maguire, F. Horgan, C. Flood, A. Kinsella, E.
O’Callaghan. A randomised controlled trial of carer-focussed multi-family group
psychoeducation in bipolar disorder. European Psychiatry 27 (2012) 281–284
Miklowitz DJ, George EL, Richards JA, Simoneau TL, Suddath RL. A randomized study of
family-focused psychoeducation and pharmacotherapy in the outpatient management of
bipolar disorder. Arch Gen Psychiatry 2003; 60: 904–912.
Miller IW, Solomon DA, Ryan CE, Keitner GI. Does adjunctive family therapy enhance
recovery from bipolar I mood episodes? J Affect Disord 2004; 82: 431–436
Perlick DA, Rosenheck RR, Clarkin JF, Raue P, Sirey J. Impact of family burden and patient
symptom status on clinical outcome in bipolar affective disorder. J Nerv Ment Dis 2001;
189: 31–37.
PP-PDSKJI (2013). Panduan Gangguan depresi Mayor. Jakarta
Reinares M, Vieta E, Colom F et al. Impact of a psychoeducational family intervention on
caregivers of stabilized bipolar patients. Psychother Psychosom 2004; 73: 312–319.
Reinares M, Vieta E, Colom F, et al. What really matters to bipolar patients’ caregivers:
sources of family burden. J Affect Disord 2006;94:157–63
Reinares M, Colom F, Sa´nchez-Moreno J, Torrent C, Martı´nez-Ara´n A, Comes M,
Goikolea JM, Benabarre A, Salamero M, Vieta E. Impact of caregiver group
psychoeducation on the course and outcome of bipolar patients in remission: a
randomized controlled trial.
Rea MM, Tompson MC, Miklowitz DJ, Goldstein MJ, Hwang S, Mintz J. Family-focused
treatment versus individual treatment for bipolar disorder: results of a randomized
clinical trial. J Consult Clin Psychol 2003; 71: 482–492
Tarciso Aparecido Batista, Cristiane Von Werne Baes and mario Francisco Juruena (2011),
Efficacy of Psychoeducation in Bipolar patients : systematic review of randomized trials.
Psychology and Neuroscience, 2011, 4,3, 409-416
Valentina Candini, ChiaraBuizza, ClarissaFerrari, Maria Teresa Caldera, Roberta Ermentini,
Alberto Ghilardi, Gianluigi Nobili, Rosaria Pioli, Margherita Sabaudo, Emilio Sacchetti,
Francesco Maria Saviotti, Giuseppe Seggioli, Amneris Zanini, Giovannide Girolamo
(2013). Is structured group psychoeducation for bipolar patients effective in ordinary
mental health services? A controlled trial in Italy. Journal of Affective Disorders 151
(2013) 149-155
Vieta, E., Pacchiarotti, I., Valenti, M., Berk, M., Scott, J., & Colom, F. (2009). A critical
update on psychological interventions for bipolar disorders. Current Psychiatry Reports,
11, 494-502

You might also like