SAK - Green Accounting

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 33

GREEN BUSINESS DAN GREEN ACCOUNTING SERTA KASUS-KASUS YANG

TERKAIT

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Akhir Pada Mata Kuliah Seminar Akuntansi Keuangan

Dosen Pengampu:

Dr. Yuskar, SE, MA, Ak.

Oleh:

KELOMPOK 11

ANNISA FIKRI SOFIA 1410531024

INDRI YULIA 1410532007

JURUSAN AKUNTANSI - FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Isu mengenai pencemaran lingkungan oleh dunia industri menjadi perhatian khusus
Kementerian Lingkungan Hidup. Dalam laporannya Kementerian Lingkungan Hidup
mengumumkan bahwa setidaknya ada 21 perusahaan yang masuk dalam “Daftar Hitam”
pencemaraan lingkungan selama tahun 2014-2015 (CNN Indonesia, 21 Desember 2015).
Pelanggaran yang dilakukan oleh ke-21 perusahaan tersebut mencakup tidak lolosnya
dokumen lingkungan, pencemaran air, pencemaran udara, dan perusakan lahan sekitar.

Salah satu kasus pencemaran lingkungan terbesar pada tahun 2014 adalah pencemaran
air di sepanjang kawasan tanah laut hingga kota baru di Kalimantan Selatan, akibat
pembukaan kolam limbah tambang batu bara milik perusahaan-perusahaan swasta. Dampak
pencemaran yang ditimbulkan berupa pepohonan mati mengering, kolam berwarna-warni,
serta lubang-lubang tambang yang menimbulkan kebocoran dan akhirnya mengalir
mencemari sungai.

Pengungkapan akuntansi lingkungan di negara-negara berkembang memang masih


sangat kurang. Banyak penelitian yang berkembang di area social accounting disclosure
memperlihatkan bahwa pihak perusahaan melaporkan kinerja lingkungannya masih sangat
terbatas. salah satu faktor keterbatasan itu adalah lemahnya sangsi hukum yang berlaku di
negara tersebut. Akuntansi lingkungan kerapkali dikelompokkan dalam wacana akuntansi
sosial. Hal ini terjadi karena kedua diskursus tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu
menginternalisasi eksternalitas (lingkungan sosial dan lingkungan ekologis), baik positif
maupun negatif, ke dalam laporan keuangan perusahaan. Serupa dengan akuntansi sosial,
akuntansi lingkungan juga menemui kesulitan dalam pengukuran nilai cost and benefit
eksternalitas yang muncul dari proses industri.

Demikian pula dengan praktik akuntansi lingkungan di Indonesia sampai saat ini juga
belum efektif. Cepatnya tingkat pembangunan di masing-masing daerah dengan adanya
otonomi ini terkadang mengesampingkan aspek lingkungan yang disadari atau tidak pada
akhirnya akan menjadi penyebab utama terjadinya permasalahan lingkungan. Para aktivis
lingkungan di Indonesia menilai kerusakan lingkungan yang terjadi selama ini disebabkan
oleh ketidakkonsistenan pemerintah dalam menerapkan regulasi. Ketidakkonsistenan
pemerintah misalnya mengabaikan regulasi mengenai tata ruang. Kawasan yang seharusnya
menjadi kawasan lindung dijadikan kawasan industri, pertambangan dan kawasan komersial
lain.

Sebuah perusahaan dikatakan memiliki kepedulian terhadap permasalahan lingkungan


hidup jika perusahaan tersebut memiliki perhatian terhadap permasalahan lingkungan hidup
di sekitarnya. Hal ini harus diikuti dengan pelaporan akuntansi lingkungan yang ada di
perusahaan. Tahapan akhir dari wujud kepedulian ini adalah adanya audit lingkungan yang
dengannya efektivitas dan efisiensi dari program peduli lingkungan tersebut diukur.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, kami merumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Apa pengertian dari green business dan green accounting?


b. Bagaimana karakteristik dari green business dan green accounting?
c. Bagaimana implementasi dari green business dan green accounting?
d. Apa saja peraturan-peraturan yang terkait dengan green business dan green
accounting?
e. Apa saja kasus-kasus yang terkait dengan green business dan green accounting?

1.3. Tujuan
a. Mengetahui pengertian dari green business dan green accounting
b. Mengetahui karakteristik dari green business dan green accounting
c. Mengetahui implementasi dari green business dan green accounting
d. Mengetahui peraturan-peraturan yang terkait dengan green business dan green
accounting
e. Mengetahui kasus-kasus yang terkait dengan green business dan green accounting
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. GREEN BUSINESS


2.1.1 Pengertian

Green business adalah usaha yang mengadopsi prinsip, kebijakan, dan praktek
meningkatkan kualitas hidup para pelanggan, pegawai, komunitas dan lingkungan hidup,
dalam operasionalnya. Green business memberikan solusi atas masalah lingkungan dan
masyarakat. Green business memiliki makna sebagai sebuah proses untuk mengkonfigurasi
ulang proses bisnis dan infrastruktur guna menghasilkan manfaat yang lebih baik bagi
lingkungan, manusia, dan nilai infestasi ekonomis, dan pada saat yang bersamaan
meningkatkan kualitas perilaku manusia, mengurangi emisi gas, mengurangi eksploitasi
atau penyalahgunaan sumber daya alam, menurangi sampah lingkungan, dan menurunkan
kesenjangan sosial. Di dalam green business, ditekankan bagaimana cara untuk menerapkan
atau menciptakan suatu sistem yang tujuannya mengurangi dampak negatif dari aktivitas
suatu perusahaan.

Tujuan utama green business adalah untuk mengurangi bahkan menghilangkan


dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas produksi suatu perusahaan dan penggunaan dari
produk perusahaan itu sendiri. Green business memiliki ciri-ciri seperti menggambungkan
prinsip-prinsip keberlanjutan dalam keputusan bisnis, memproduksi produk atau jasa yang
ramah lingkungan, memasok produk dan jasa yang ramah lingkungan, dan mempunyai
komitmen yang kuat untuk mempertahankan prinsip-prinsip lingkungan dalam menjalankan
bisnis.

Seterusnya, definisi dari green bisnis secara sistematis berikut ini, di dalam hal
sustainability/ reproducibility dan perbandingan dengan bisnis sebagai manajemen
umumnya.
Business As Usual Green Business
Short-term Management (Some inputs Long-term Management (All inputs are
are fixed) variables)
Analysis tools Analysis tools
- Mathematical Optimization - System Dynamics
- (Neoclassical Rational Man) - Simulation-Guided Management
- Econometrics - Scenario Analysis
- Statistical Analysis
Shareholders-oriented Employees/Communities-centered
Labor forces as Costs Labor forces as Innovative Resources
Worker Capability Switch Off Worker Capability Switch On
MBA: Subordinate of Business MBA: Green Management Leaders
Aristocrats

Usurious Financing: Interest-free Financing:


Self-Interest Investment Socially Responsible Investment
Financial Engineering (Government underwritten Securities)
Securitization

Debt Money System Public Money System


- Privately-owned Central Bank - Public Money Administration
- Fractional Reserve Banking System - No Credit Creation
Money out of Nothing (thin air)

Present Value Maximization Green Business Index


(Applied Ratio Analyses)

Green Business adalah bisnis yang dijalankan dengan visi memenuhi kebutuhan
masyarakat namun lebih menjaga kelestarian lingkungan hidup. Bisnis ini mempertahankan
triple bottom line, yakni Economic sustainability (profit), Ecological sustainability (planet),
dan Socio-cultural sustainability people (including human rights).

 People
Manusia. Sebuah perusahaan didirikan oleh seorang manusia dengan memekerjakan
manusia & untuk memberikan dampak positif bagi manusia pada perusahaan itu &
manusia disekitarnya. Artinya, fokus utama dari pendirian sebuah perusahaan adalah
manusianya, bukan gedung perusahaannya, bukan keuntungan semata, ataupun yang
lainnya. Dalam arti lain, bisnis berkelanjutan adalah bisnis yang memanusiakan
manusia atau sebuah bisnis yang berorientasi sosial. Biasanya perusahaan
menerapkan konsep “People” pada program CSR pendidikan seperti beasiswa,
pelatihan UKM, & pembinaan ibu rumah tangga.
 Planet
Global warming, perubahan iklim, penebangan liar, overfishing, semakin sering kita
dengar isu lingkungan yang terjadi di sekitar kita. Kita tidak bisa serta merta
menyalahkan alam. Ya, semua isu lingkungan yang terjadi tidak lain adalah kelalaian
kita sendiri dalam menjaga alam. Dalam hal ini, bisnis berkelanjutan adalah bisnis
yang ikut berkontribusi menjaga & memerbaiki lingkungan alam, tidak hanya
eksploitasi sumber daya alam demi profit semata, namun tidak bertanggung jawab.
 Profit
People & Planet tidak akan dapat dilakukan jika sebuah bisnis tidak memiliki profit.
Profit adalah unsur kunci yang dapat menjembatani antara sebuah bisnis dengan
people & planet. Bagi sebuah perusahaan, profit merupakan tujuan wajib yang harus
dicapai. Tidak ada yang salah, namun tinggal bagaimana pengelolaan profit itu.
Bukan hanya untuk kepentingan perusahaan semata, namun juga untuk lingkungan
alam & sosial.

Melalui jurnal “Comparative Advantage & Green Business”, Ernst & Young
(2008:11) mengemukakan bahwa green business adalah suatu hal yang relatif baru, dan
sebuah istilah yang tidak terdefinisi dengan baik sehingga dapat diinterpretasi dengan
berbagai cara yang berbeda oleh orang atau organisasi yang berbeda. Apa yang dianggap
sebagai ‘green’ oleh sebuah organisasi bias jadi tidak sama oleh organiasasi lainnya.
Walaupun begitu, inti dasar dari sebuah green business adalah fokusnya pada keberlanjutan,
dalam segi lingkungan dan sumber daya (Ernst & Young’s Comparative Advantage & Green
Business Report, 2012:12).

2.1.2 Karakteristik Green Business


Walaupun pendapat-pendapat akan karakteristik green business tidak sama, terdapat
beberapa kesamaan yang dapat penulis tarik sebagai sebuah kesimpulan. Green business
pada umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Penggunaan sumber daya yang efisien, dapat berupa energi (listrik,bahan bakar fossil)
dan air
2. Pengolahan sampah/waste dan polusi – recycle
3. Penerapan teknologi yang ramah lingkungan, yang disebut sebagai Clean Technology
ke dalam organisasi.

2.1.3 Sustainable Business Development


Perusahaan yang sustainable berusaha menciptakan nilai jangka panjang dengan
mengurangi dampak terhadap lingkungan. Dalam menciptakan sustainable memerlukan
implementasi dalam praktik manajemen stakeholders dengan melihat peluang dan mengelola
resiko yang berasal dari perkembangan ekonomi, lingkungan dan social. Sustainable
development yang dikembangkan diharapkan tidak memiliki dampak negative pada
lingkungan global atau local, komunitas, masyarakat, atau ekonomi. Sustainable
development yang dilaksanakan berusaha untuk memenuhi Triple Bottom Line. Triple
Bottom Line yang dikembangkan dilandaskan pada tiga konsep dasar yaitu People, Profit,
dan Planet sebagaimana dikembangkan ole Elkington (1997).
Corporate Social Responsibility sebagai tujuan sustainable development merupakan
aksi kepedulian perusahaan untuk menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi
kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet)secara berkelanjutan
berdasarkan prosedur yang tepat dan professional. Sustainable Development dapat
dikategorikan sebagai bentuk Green Business jika memenuhi empat kriteria antara lain:
1. Menggabungkan prinsip-prinsip sustainable dalam setiap keputusan bisnis
2. Memasok produk atau jasa ramah lingkungan untuk menggantikan permintaan akan
produk dan jasa nongreen.
3. Lebih hijau dari kompetisi tradisional
4. Membuat sebuah komitmen jangka panjang untuk prinsip-prinsip lingkungan dalam
operasi bisnisnya.
Teori yang mendasari Sustainable Development sebagai Green Business adalah
Concession Theory, Stakeholder Theory, dan Legitimacy Theory. Inti dari pandangan
Concession Theory adalah pada eksis perusahaan karena konsesi atau hak istimewa yang
diberikan oleh Negara. Perusahaan memiliki tanggung jawab tidak hanya kepada pemilik dan
kreditor, tetapi juga kepada public.
Dalam Stakeholder Theory , yang dimaksud dengan pemangku kepentingan adalah
kelompok atau individu yang mendapatkan keuntungan dan atau kerugian, dan yang hak-
haknya dilanggar atau dihargai oleh tindakan korporasi. Artinya perusahaan memiliki
tanggung jawab social yang menuntut mereka mempertimbangkan semua kepentingan
pelbagai pihak yang terkena pengaruh dari tindakannya.
Sedangkan bersumber Legitimacy Theory, menekankan bahwa legitimasi
perusahaaan tidak muncul hanya dari laba yang diperoleh, tetapi juga diharapkan dapat
memenuhi persyaratan legal. Acuan berdasarkan norma dan nilai dari masyarakat merupakan
sesuatu yang mendasar dalam memastikan bahwa sebuah perusahaan diberikan sebuah
legitimasi, perusahaan tidaklah hanya pada tujuan profit semata tetapi juga eksistensi baik
perusahaan sebagai cermin dari tujuan jangka panjang yang ingin dicapai perusahaan.

2.1.4 Pelaksanaan Green Business


Saat ini, pelaksanaan green business belum dalam pencapaian yang baik. Masih
banyak para pelaku bisnis yang masih berpegang pada ekonomi konvensional. Menurut
Mutamimah (2011) Saat ini, bisnis hijau masih dipahami sangat sempit dan
diimplementasikan secara terpotong-potong, baru terbatas pada aktivitas jangka pendek dan
hanya setiap ada even. Tetapi tidak dipungkiri pula terdapat beberapa perusahaan yang mulai
menerapkan bisnis hijau. Dalam tulisan Sari dan Raharja (2012) menyatakan bahwa
berdasarkan pengalaman dari beberapa industri, maka ada empat alasan yang menjadi
penyebab bisnis harus meletakan masalah lingkungan sebagai aspek yang penting dalam
usahanya, yaitu:
1. Lingkungan dan efisiensi.
Dengan adanya kesadaran bahwa sumber daya alam (materi dan energi) sangat
terbatas, maka apapun juga harus dilakukan untuk mengurangi penggunaannya;
2. “Image” lingkungan.
Mempunyai sikap positif terhadap lingkungan merupakan suatu hal yang baik untuk
dapat menumbuhkan “image” yang selanjutnya untuk memperbesar “market share”;
3. Lingkungan dan peluang pasar.
Dengan adanya tuntutan pasar terhadap pelaku bisnis dan dunia usaha dalam hal
Sistem Manajemen Lingkungan (SML), yang selanjutnya dikembangkan menjadi
pemberian sertifikasi ISO 14001, maka hal ini memberikan dampak positif pada
dunia usaha.;
4. Ketaatan terhadap peraturan lingkungan
Meskipun “law enforcement” pemerintah masih lemah, namun demikian apabila
terjadi pelanggaran dalam pengelolaan lingkungan ataupun adanya pengaduan
masyarakat akibat dampak dari suatu aktivitas industri, maka akan berdampak
negatif terhadap reputasi industri tersebut.

Green innovation bisa dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari inovasi dalam
produk, proses, kemasan, iklan, bahkan hingga business model.
a. Green Products/Service
Green innovation dapat dilakukan dengan menciptakan produk/layanan yang green.
Definisi dari green products/service sendiri adalah produk dan layanan yang
menggunakan bahan-bahan aman bagi manusia, ramah lingkungan, dan/atau efisien
dalam konsumsi energi.
Contohnya adalah brand Eyes Lips Face (ELF) yang menyediakan mineral makeup,
terbuat dari 100% mineral alami yang dihancurkan dalam bentuk bubuk halus. Selain
produknya, kemasannya juga menggunakan bahan yang bisa didaur ulang. Sony
Ericsson juga mengeluarkan ponsel model GreenHeart yang emisi karbonnya lebih
rendah 15% dari model lainnya, serta menggunakan kemasan yang lebih kecil,
plastik daur ulang dan mengurangi pemakaian pelarut dalam cat.
b. Green Process
Inovasi juga dapat dilakukan dalam proses, yakni melakukan proses manufaktur
yang sustainable. Green process dapat dilakukan dengan menggunakan bahan baku
yang ramah lingkungan atau melakukan konservasi energi dan sumber daya.
Penerapannya dapat menimbulkan sejumlah dampak positif, diantaranya
mengurangi limbah, meminimalisir penggunaan bahan kimia, serta konservasi
energi.
Contoh green process adalah seperti yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
yang berusaha untuk menekan penggunaan karbon dalam produksinya, hingga
melakukan daur ulang limbah. IBM misalnya, telah menemukan metode untuk
mendaur ulang lapisan silikon yang sering menjadi limbah dalam produksi chip
menjadi bahan yang digunakan untuk menciptakan panel surya.
c. Green Packaging
Jika belum bisa menerapkan green product/service, perusahaan dapat memulai dari
yang sederhana seperti green packaging. Green packaging punya karakteristik
berikut ini:
 Sustainable: meyakinkan bahwa kemasan ini menggunakan bahan baku yang
sustainable. Misalnya, supermarket kini berusaha untuk mengurangi sampah
plastic dengan menawarkan tas belanja khusus yang bisa didaur ulang.
 Daur Ulang: kemasan dapat didaur ulang, seperti Recycled Polyethylene
Terephthalate (rPET) yang digunakan oleh Coca Cola.
 Kemasan Lebih Kecil dan Ringan: mengurangi besar kemasan, yang mungkin
tadinya banyak space kosong, menjadi pas. Contohnya adalah sejumlah cereal
yang tadinya menggunakan box besar bahkan kaleng kini kemasannya hanya
menggunakan kemasan kantong saja. Di Indonesia, Anda penggemar snack
tentunya menyadari bahwa kemasan Taro yang dulunya sangat besar, kini
menjadi lebih kecil dan pas dengan isinya. Coca Cola juga telah memperringan
kemasan botol dan kalengnya. Selain penggunaan bahan baku lebih sedikit,
berat yang lebih ringan juga menekan emisi CO2 karena berat transportasi yang
lebih ringan.
2.1.5 Tantangan Green Business
Dalam mewujudkan green and clean terdapat tantangan yang dapat dikatakan tidak
mudah untuk diselesaikan, mulai dari masalah yang bersifat teknis hingga konsep ekonomi
dan politik yang disebutkan sebelumnya. Dari segi ekonomi misalnya, solusi ekonomi
Kapitalisme dalam menjaga lingkungan selama ini hanya tertuju kepada bagaimana
pembangunan yang ada bersifat ramah lingkungan (friendly environment). Selain itu, juga
mengatur bagaimana investasi-investasi yang ada tidaklah pada kegiatan yang dapat
membahayakan lingkungan.
Namun, dua solusi (pembangunan dan investasi yang ramah lingkungan) di atas terasa
dilematis. Karena dalam paradigma ekonomi kapitalis-liberalis adalah bagaimana mencapai
pertumbuhan ekonomi setinggi mungkin. Hal tersebut dilakukan atas asumsi, semakin tinggi
pertumbuhan ekonomi maka akan semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan masyarakat.
Padahal, pertumbuhan ekonomi setinggi mungkin tidaklah sejalan dengan pembangunan dan
investasi yang ramah lingkungan yang menimbulkan kehati-hatian dalam melaksanakan
aktivitas ekonomi. Begitupula halnya dengan investasi. Lihat saja bagaimana perkembangan
investasi selama ini yang lebih cenderung mengejar profit oriented semata. Sebagai contoh
investasi di bidang energi terbarukan yang ramah lingkungan, masih terbilang sangat kecil .
Green business akan menghasilkan green product. Menurut Octavia (2012) ada
beberapa tantangan yang perlu diperhatikan dalam green business, yaitu :
a. Harga
Ternyata meski pada umumnya kesadaran konsumen terhadap lingkungan terus
meningkat tetapi harga penawaran produk hijau yang masih tinggi menjadi pengaruh
yang paling tinggi untuk memutuskan membeli green product.
b. Kepercayaan
Selain harga ada juga masalah ketidakpercayaan konsumen pada label “green” atau
ecolabel, konsumen Indonesia sebagian berpendapat bahwa informasi itu tidak akurat.
c. Edukasi
Informasi mengenai fungsi, manfaat, serta keunggulan dari green product atau produk
yang ramah lingkungan masih rendah, sehingga sebagian konsumen masih enggan
membeli green product dengan harga premium.
d. Target Pasar
Target pasar untuk green product adalah ceruk pasar, karena targetnya adalah untuk
konsumen yang peduli dengan lingkungan dan rela membayar sejumlah uang untuk
membeli green product.

2.1.6 Strategi green business


Apa yang harus dilakukan jika akan mengembangkan green business. Berikut
beberapa langkah yang harus dilakukan dalam green business di Indonesia (Octavia, 2012) :
a. Harga Premium dengan Harga Terjangkau
Jika produsen tetap menawarkan harga premium maka harus mengedukasi konsumen
adanya extra value dalam produk hijau yang ditawarkan seperti keunggulan, perbedaan
dari non green product atau green product yang ditawarkan lebih terjangkau, kualitas
premium, dan lain-lain.
Target pasar harga premium terbatas pada ceruk pasar. Sedangkan jika produsen produk
hijau menawarkan harga yang lebih terjangkau bagi konsumen, produsen cukup
mengedukasi perbedaan non green product dengan green product yang mereka
tawarkan. Target pasarnya akan lebih luas dibanding harga premium, pasarnya lebih
massal.
b. Komunikasi dan Edukasi
Memberikan informasi seperti melakukan komunikasi lewat iklan, memberi edukasi
pada konsumen seperti seminar mengenai lingkungan, open factory bagi pelajar atau
masyarakat umum, melibatkan konsumen dalam proses CSR (Corporate Social
Responsibility) misalnya dengan ikut berpartisipasi dalam acara yang diadakan oleh
perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan seperti penanaman pohon, sepeda santai,
gerak jalan. Kegiatan-kegiatan tersebut akan memberi informasi yang lebih mengenai
lingkungan kepada konsumen dan meningkatkan kepercayaan terhadap produk hijau
yang ditawarkan.

2.1.7 Solusi business dalam pencapaian green economy


Menurut Mutamimah (2011) dalam mengimplementasikan green business diperlukan
keseriusan dan komitmen stakeholders, misalnya dukungan pemerintah mengenai produk
yang boleh dijual dengan standar green, dukungan dan kesadaran masyarakat, perusahaan,
serta perbankan. Lebih lanjut Muhammad Islam (2011) mengemukakan bahwa dalam
palaksanaan green economy ini peran masing-masing stakeholders mulai dari kalangan
pemerintahan, swasta/perusahaan, akademisi dan masyarakat sipil sangatlah penting, berikut
ini adalah gambaran peran-peran dari stakeholders:
a. Pengambil kebijakan (pemerintah) memiliki peranan yang cukup sentral khususnya
dalam merumuskan serangkaian peraturan mengenai green economy yang aplikatif
sampai kepada peraturan teknis pelaksanaan green economy, termasuk
menerjemahkannya kedalam pembahasan anggaran belanja negara.
b. Pihak swasta atau perusahaan dapat memanfaatkan dan menindaklanjuti inovasi-
inovasi ramah lingkungan dari kalangan akademisi untuk diproduksi secara masal dan
dipasarkan kepada masyarakat umum. Selain itu mengoptimalkan pengelolaan dana
Corporate Social Responsibility (CSR) untuk digunakan dalam upaya pelestarian
lingkungan.
c. Masyarakat sipil berperan untuk turut mengkampanyekan konsep green economy
sehingga dapat selektif untuk membatasi penggunaan produk yang dapat mencemari
lingkungan dan membentuk pola konsumsi yang ramah terhadap lingkungan, serta
semakin banyak masyarakat yang terbentuk kesadarannya untuk menjadi green
consumer.
d. Perbankan, diharapkan dapat memasukan faktor yang merusak kelestarian lingkungan
kedalam penilaian kelayakan usaha, serta melakukan diversifikasi bunga yang lebih
tinggi kepada kegiatan usaha atau konsumsi yang dapat merusak lingkungan dan
sebaliknya memberikan bunga yang lebih rendah untuk proses produksi dan konsumsi
yang berdampak pada kelestarian lingkungan.

2.2. GREEN ACCOUNTING


2.2.1 Pengertian

Green accounting adalah jenis akuntansi yang mencoba untuk menghubungkan faktor
biaya lingkungan ke dalam hasil kegiatan usaha perusahaan. Seperti diketahui bahwa produk
domestik bruto mengabaikan lingkungan dalam pembuatan keputusan. Dalam Environmental
Accounting Guidelines yang dikeluarkan oleh menteri lingkungan Jepang (2005:3)
dinyatakan bahwa akuntansi lingkungan mencakup tentang pengidentifikasian biaya dan
manfaat dari aktivitas konservasi lingkungan, penyediaan sarana atau cara terbaik melalui
pengukuran kuantitatif, serta untuk mendukung proses komunikasi yang bertujuan untuk
mencapai pembangunan yang berkelanjutan, memelihara hubungan yang menguntungkan
dengan komunitas dan meraih efektivitas dan efisiensi dari aktivitas konservasi lingkungan.
Ditambahkan pengertian dari US EPA (1995) akuntansi lingkungan sebagai aspek dari sisi
akuntansi manajemen, mendukung keputusan manajer bisnis dengan mencakup penentuan
biaya, keputusan desain produk atau proses, evaluasi kinerja serta keputusan bisnis lainnya.

2.2.2 Fungsi Green Accounting


a. Fungsi Internal
Sebagai salah satu tahap dalam sistem informasi lingkungan perusahaan, fungsi
internal memungkinkan untuk mengatur biaya konservasi lingkungan dan
menganalisa biaya lingkungan dengan manfaatnya, dan meningkatkan
efektivitas dan efisiensi aktivitas konservasi lingkungan terkait dengan
keputusan yang dibuat. Akuntansi lingkungan dapat berfungsi sebagai alat
manajemen yang digunakan manajer dan unit bisnis terkait.
b. Fungsi Eksternal
Dengan mengungkapkan hasil pengukuran kuantitatif dari kegiatan konservasi
lingkungan, fungsi eksternal memungkinkan sebuah perusahaan untuk
mempengaruhi keputusan stakeholder, seperti konsumer, mitra bisnis, investor,
dan masyarakat lokal. Diharapkan bahwa publikasi dari akuntansi lingkungan
dapat memenuhi tanggung jawab perusahaan dalam akuntabilitas
stakeholderdan digunakan untuk evaluasi dari konservasi lingkungan. Intinya
adalah bahwa akuntansi lingkungan bertujuan untuk meningkatkan jumlah
informasi yang relevan yang dibuat untuk pihak yang memerlukan dan dapat
digunakan. Kesuksesan dari akuntansi lingkungan tidak tergantung dari
bagaimana perusahaan mengklasifikasikan biaya yang terjadi di perusahaan.
2.2.3 Konsep Green Accounting
Konsep sistem akuntansi lingkungan dapat diterapkan oleh perusahaan dalam skala
yang besar maupun skala kecil dalam setiap industri dalam sektor manufaktur dan jasa.
Penerapan akuntansi lingkungan harus dilakukan dengan sistematis atau didasarkan pada
kebutuhan perusahaan. Keberhasilan dalam penerapan akuntansi lingkungan terletak pada
komitmen manajemen dan keterlibatan fungsional. Sebuah perusahaan tidaklah terlepas dari
tanggung jawab lingkungan, karena itu diperlukan suatu cara untuk mengintegralkan biaya
lingkungan misalnya konsep eksternalitas dimana konsep ini melihat dampak langsung
aktivitas suatu entitas terhadap lingkungan sosial, non-sosial dan ekologis. Langkah awal
yang dapat dilakukan terkait biaya lingkungan adalah dengan mengategorikan jenis biaya
terkait dengan memerhatikan beberapa aspek seperti lokasi situs limbah, jenis limbah
berbahaya, metode pembuangan, dan lainnya. Biaya lingkungan mengandung biaya yang
eksplisit dan implisit. Biaya implisit seperti biaya yang timbul akibat potensi kewajiban yang
muncul.
Sistem penilaian biaya lingkungan dapat membantu memperbaiki keputusan-
keputusan yang terkait dengan keputusan bauran produk, pemilihan input produksi, penilaian
pencegahan pencemaran, evaluasi pengelolaan limbah serta penentuan harga produk.
Terdapat beberapa cara untuk mengetahui biaya-biaya lingkungan perusahaan yaitu dengan
mengadopsi sistem akuntansi konvensional, activity based costing, full cost accounting dan
total cost assessment

2.2.4 Perbedaan Akuntansi Konvensional dengan Akuntansi Lingkungan (Green


Accounting)
Akuntansi konvensional menurut Craig & Ben Gorgon (2001) dalam Rossje 006
memiliki beberapa karakteristik, yaitu :
1. Mengidentifikasi entitas akuntansi
2. Mengaitkan aktivitas ekonomi dari entitas akuntansi
3. Mencatat kejadian ekonomi (economic events)
4. Hanya diperuntukkan secara khusus untuk investor dan lainnya yang berkepentingan
dengan entitas akuntansi (stockholder)
Sedangkan karakteristik akuntansi lingkungan adalah :
1. Mengidentifikasi kejadian ekonomi, sosial dan lingkungan
2. Entitas akuntansi
3. Memperhatikan dampak kejadian ekonomi, sosial, dan lingkungan demi
kelangsungan hidup organisasi perusahaan
4. Menghasilkan informasi untuk para stakeholder seperti masyarakat, publik, karyawan
atau buruh, generasi akan datang

Akuntansi konvensional tidak memiliki perhatian terhadap transaksi-transaksi


yang bersifat non reciprocal transactions, tetapi hanya mencatat transaksi secara timbal balik
(reciprocal transactions). Sedangkan akuntansi lingkungan mencatat transaksi yang bersifat
tidak timbal balik, seperti polusi, kerusakan lingkungan atau hal-hal negatif dari aktivitas
perusahaan. Dalam sistem akuntansi lingkungan berorientasi pada flow yang mendasarkan
pada analisis sebab dan akibat secara sistematis khususnya biaya yang terkait dengan output,
seperti emisi, pembuangan sampah dan limbah yang dijadikan input perusahaan. Namun
dalam akuntansi konvensional, biaya-biaya tersebut diberlakukan sebagai biaya overhead
(factory overhead cost) dan dialokasikan secara terpisah.

2.2.5 Peraturan Yang Terkait Dengan Green Accounting


1. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
UU ini mengatur tentang kewajiban setiap orang yang berusaha atau berkegiatan
untuk menjaga, mengelola, dan memberikan informasi yang benar dan akurat
mengenai lingkungan hidup. Akibat hukum juga telah ditentukan bagi
pelanggaran yang menyebabkan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
2. Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam UU ini
diatur kewajiban bagi setiap penanam modal berbentuk badan usaha atau
perorangan untuk melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan, menjaga
kelestarian lingkungan hidup dan menghormati tradisi budaya masyarakat
sekitar. Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut dapat dikenai sanksi berupa
peringatan tertulis, pembatasan, pembekuan, dan pencabutan kegiatan dan/atau
fasilitas penanaman modal.
3. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. UU ini
mewajibkan bagi perseroan yang terkait dengan sumber daya alam untuk
memasukkan perhitungan tanggungjawab sosial dan lingkungan sebagai biaya
yang dianggarkan secara patut dan wajar. Pelanggaran terhadap hal tersebut akan
dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No:
KEP- 134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi
Emiten atau Perusahaan Publik. UU ini mengatur mengenai kewajiban laporan
tahunan yang memuat Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) harus
menguraikan aktivitas dan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan tanggung
jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan.
5. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 32 (Akuntansi
Kehutanan) dan No. 33 (Akuntansi Pertambangan Umum). Kedua PSAK ini
mengatur tentang kewajiban perusahaan dari sector pertambangan dan pemilik
Hak Pengusaha Hutan (HPH) untuk melaporkan item-item lingkungannya dalam
laporan keuangan.
6. Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penetapan Peringkat
Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum. Dalam aturan ini aspek lingkungan menjadi
salah satu syarat dalam pemberian kredit. Setiap perusahaan yang ingin
mendapatkan kredit perbankan, harus mampu memperlihatkan kepeduliannya
terhadap pengelolaan lingkungan. Standar pengukur kualitas limbah perusahaan
yang dipakai adalah PROPER. Dengan menggunakan lima peringkat (hitam,
merah, biru, hijau, dan emas) perusaahaan akan diperingkat berdasarkan
keberhasilan dalam pengelolaan limbahnya.

Dalam bidang Akuntansi pada tahun 1994, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) lalu
menyusun suatu standar pengungkapan akuntansi lingkungan dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 32 tentang akuntansi kehutanan dan PSAK No. 33 tentang
akuntansi pertambangan umum, dalam perkembangannya kedua PSAK tersebut sudah
ditarik, dan akuntansi dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan dapat dilihat pada PSAK
No.1 dan PSAK No.57. Penjelasan mengenai penyajian dampak lingkungan pada PSAK
No.1 revisi 2009 paragraf 12 adalah sebagai berikut:
Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai
lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi
industry dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang
menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan
penting. Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi Keuangan.
Pada PSAK No.57 revisi 2009 sebagian faragraf 19 berbunyi sebagai berikut:
Kewajiban diestimasi diakui hanya bagi kewajiban yang timbul dari peristiwa masa lalu,
yang terpisah dari tindakan entitas pada masa datang (yaitu penyelenggaraan entitas pada
masa datang). Contoh Kewajiban ini adalah denda atau biaya pemulihan pencemaran
lingkungan, yang mengakibatkan arus keluar sumber daya untuk menyelesaikan kewajiban
itu tanpa memandang tindakan entitas pada masa datang.
Demikian juga, entitas mengakui kewajiban diestimasi bagi biaya kegiatan purna-
operasi (decommissioning) instalasi minyak atau instalasi nuklir sebatas jumlah yang harus
ditanggung entitas untuk memperbaiki kerusakan yang telah ditimbulkan.
PSAK memang belum mengatur secara tegas dan rinci hal-hal apa saja yang wajib
diungkapkan dalam pelaporan suatu entitas bisnis. Dan jika ditelaah dari isi PSAK tersebut
pengungkapan pelaporan atas dampak lingkungan tersebut masih bersipat sukarela. Sehinga
praktik akuntansi lingkungan di Indonesia sampai saat ini belumlah berjalan cukup baik,
halini bisa dilihat dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti untuk
mengetahui sejauh mana industri dalam melakukan pelaporan pengungkapan akuntansi
lingkungannya. Dalam hal ini para peneliti menggunakan Global Reporting Initiative (GRI)
sebagai alat indikator pengungkapan akuntansi lingkungan oleh suatu perusahaan atau
industri.

2.2.6 Sifat Dasar Green Accounting


1. Relevan
Akuntansi lingkungan harus memberikan informasi yang valid terkait dengan
manfaatbiaya pelestarian yang dapat memberikan dukungan dalam pengambilan
keputusan stakeholder. Namun, pertimbangan harus diberikan kepada
materialitas dan signifikansi dari relevansi. Dalam akuntansi lingkungan,
materialitas ditempatkan pada aspek kuantitas dan signifikansi ditempatkan pada
aspek kualitas. Dari sudut pandang materialitas, perhatian diberikan kepada
dampak kuantitatif dari data yang dinyatakan dalam nilai moneter atau unit fisik.
Sedangkan signifikansi berfokus pada kualitas informasi dari sudut pandang
pelestarian lingkungan atau dampak masa depan yang dibawanya.
2. Handal
Akuntansi lingkungan harus menghilangkan data yang tidak akurat atau bias dan
dapat memberikan bantuan dalam membangun kepercayaan dan keandalan
stakeholder. Pengungkapan data akuntansi lingkungan harus akurat dan tepat
mampu mempresentasikan manfaat-biaya serta tidak menyesatkan.
Pengungkapan informasi akuntansi lingkungan seharusnya tidak hanya menjadi
formalitas belaka dari sekedar memenuhi persyaratan undang-undang yang
berlaku. Bila perlu, perusahaan harus menentukan metode yang tepat dan sesuai
dengan pengungkapan dan secara akurat dapat menggambarkan kegiatan
lingkungan yang sebenarnya sedang dilakukan. Dalam hal pengungkapan
informasi tersebut tidak sepenuhnya dikomunikasikan ketika mengikuti format
yang ditetapkan oleh undangundang yang berlaku, informasi tambahan yang
diperlukan harus disediakan untuk lebih menjelaskan realitas secara lengkap.
Ruang lingkup akuntansi lingkungan harus diperluas ke semua hal yang bersifat
material dan signifikan untuk semua kegiatan pelestarian lingkungan.
3. Mudah dipahami
Dengan tujuan pengungkapan data akuntansi lingkungan yang mudah untuk
dipahami, akuntansi lingkungan harus menghilangkan setiap kemungkinan
timbulnya penilaian yang keliru tentang kegiatan perlindungan lingkungan
perusahaan. Untuk memastikan bahwa informasi yang diungkapkan mudah
dipahami bagi para pemangku kepentingan, kata-kata harus dibuat sesederhana
mungkin. Tidak peduli seberapa kompleks kandungan informasinya, sangat perlu
untuk mengungkapkan semua hal yang dianggap penting.
4. Dapat dibuktikan
Data akuntansi lingkungan harus diverifikasi dari sudut pandang objektif.
Informasi yang dapat dibuktikan adalah hasil yang sama dapat diperoleh bila
menggunakan tempat, standar, dan metode yang persis sama dengan yang
digunakan oleh pihak yang menciptakan data.

2.2.7 Biaya Lingkungan


Hansen and Mowen (2007) menyatakan biaya lingkungan adalah biaya-biaya yang
terjadi karena adanya kualitas lingkungan yang buruk yang mungkin terjadi. Maka,
biaya lingkungan berhubungan dengan kreasi, deteksi, perbaikan, dan pencegahan
degradasi lingkungan. Dengan definisi ini, biaya lingkungan dapat diklasifikasikan
menjadi empat kategori: biaya pencegahan (prevention costs), biaya deteksi
(detection costs), biaya kegagalan internal (internal failure costs), dan biaya
kegagalan eksternal (external failure costs)
1. Biaya pencegahan (prevention costs)
Biaya-biaya aktivitas yang dilakukan untuk mencegah diproduksinya limbah atau
sampah yang dapat merusak lingkungan.
Contoh: perencanaan kualitas, tinjauan ulang produk baru, pengendalian proses,
audit kualitas, pelatihan.
2. Biaya deteksi (detection costs)
Biaya-biaya aktivitas yang dilakukan untuk menentukan bahwa produk, proses,
dan aktivitas lain di perusahaan telah memenuhi standar lingkungan yang berlaku
atau tidak.
Contoh: inspeksi dan pengujian kedatangan material, inspeksi dan pengujian
produk dalam proses, inspeksi dan pengujian produk akhir, audit kualitas produk,
pemeliharaan akurasi, dan evaluasi stok
3. Biaya kegagalan internal (internal failure costs)
Biaya-biaya aktivitas yang dilakukan karena diprodukinya limbah dan sampah,
tetapi tidak dibuang ke lingkungan luar.
Contoh: scrap, pengerjaan ulang, analisis kegagalan, pengujian ulangm down
grading
4. Biaya kegagalan eksternal (external failure costs)
Biaya-biaya aktivitas yang dilakukan setelah melepas limbah atau sampah ke
lingkungan.
Contoh: jaminan, penyelesaian keluhan, produk dikembalikan

2.2.8 Alasan Penerapan Green Accounting di Indonesia

Ada beberapa alasan yang dapat mendukung pelaksanaan akuntansi lingkungan


antara lain (Fasua, 2011):

1. Biaya lingkungan secara signifikan dapat dikurangi atau dihilangkan sebagai hasil
dari keputusan bisnis, mulai dari perubahan dalam operasional dan pemeliharaan
untuk diinvestasikan dalam proses yang berteknologi hijau serta untuk perancangan
kembali produk yang dihasilkan.
2. Biaya lingkungan jika tidak mendapatkan perhatian khusus akan menjadi tidak jelas
dan masuk dalam akun overhead atau bahkan akan diabaikan.
3. Banyak perusahaan telah menemukan bahwa biaya lingkungan dapat diimbangi
dengan menghasilkan pendapatan melalui penjualan limbah sebagai suatu produk.
4. Pengelolaan biaya lingkungan yang lebih baik dapat menghasilkan perbaikan kinerja
lingkungan dan memberikan manfaat yang signifikan bagi kesehatan manusia serta
keberhasilan perusahaan.
5. Memahami biaya lingkungan dan kinerja proses dan produk dapat mendorong
penetapan biaya dan harga produk lebih akurat dan dapat membantu perusahaan
dalam mendesain proses produksi, barang dan jasa yang lebih ramah lingkungan
untuk masa depan.
6. Perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif yang didapat dari proses, barang, dan
jasa yang bersifat ramah lingkungan. Brand image yang positif akan diberikan oleh
masyarakat karena keberhasilan perusahaan dalam memproduksi barang dan jasa
dengan konsep ramah lingkungan (Schaltegger dan Burritt, 2000 dalam Arisandi dan
Frisko, 2011). Hal ini berdampak pada segi pendapatan produk, yaitu memungkinkan
perusahaan tersebut untuk menikmati diferensiasi pasar, konsumen memiliki
kecenderungan untuk bersedia membayar harga yang mahal untuk produk yang
berorientasi lingkungan dengan harga premium (Aniela, 2012).
7. Akuntansi untuk biaya lingkungan dan kinerja lingkungan dapat mendukung
perkembangan perusahaan dan operasi dari sistem manajemen lingkungan secara
keseluruhan. Sistem seperti ini akan segera menjadi keharusan bagi perusahaan yang
bergerak dalam perdagangan internasional karena adanya persetujuan berlakunya
standar internasional ISO 14001.
8. Pengungkapan biaya lingkungan akan meningkatkan nilai dari pemegang saham
karena kepedulian perusahaan terhadap pelestarian lingkungan. Pemegang saham
perusahaan dapat lebih mudah dan cepat mendapatkan informasi dari pengungkapan
tersebut sehingga dapat mempermudah pengambilan keputusan (Arisandi dan Frisko,
2011).
Selain itu, Alexopoulus et al. (2011) menunjukkan bahwa perbaikan kinerja
lingkungan adalah potensi sumber keunggulan kompetitif yang mengarah ke proses yang
lebih efisien, peningkatan produktivitas, biaya kepatuhan lebih rendah dan peluang pasar
baru. Dengan demikian, mengintegrasikan akuntansi lingkungan ke dalam sistem informasi
akuntansi perusahaan sangat penting. Memiliki sistem akuntansi lingkungan yang tepat akan
memungkinkan manajemen untuk membuat keputusan yang lebih tepat mengenai hal-hal
tersebut. Sistem ini memberikan analisis yang lebih baik atas biaya lingkungan dan dapat
mengungkapkan peluang yang mungkin bisa meningkatkan pendapatan antara lain seperti
daur ulang dari bahan baku, desain produk dan proses manufaktur yang lebih baik. Tujuan
dari tulisan ini adalah untuk menekankan pentingnya akuntansi lingkungan dalam suatu
organisasi dan untuk bangsa - sebaiknya bersikap 'green' - bahwa minimisasi limbah dan
skema efisiensi energi dapat dan akan menghasilkan manfaat ekonomi yang besar bagi
organisasi.

2.3. CONTOH KASUS GREEN BUSINESS DAN GREEN ACCOUNTING


2.3.1 PT. Bakrieland Development Tbk

PT. Bakrieland Development Tbk beroperasi pada pengembangan properti dan


infrastruktur terkait properti. Perusahaan merupakan developer pertama di Jakarta (properti
kota) dan juga memiliki proyek perumahan dan hotel & resort yang terletak di daerah utama.

PT. Bakrieland Development Tbk Komitmen Bakrieland untuk memadukan


kepentingan ekonomi (profit), kepedulian sosial (people) dan partisipasi aktif dalam menjaga
kelestarian lingkungan (planet) dalam operasi bisnis melaui program “Bakrieland Goes
Green” (BGG) yang diluncurkan pada 4 Februari 2008. Melalui berbagai program social
ekonomi dan lingkungan dalam BGG, Bakrieland yakin bahwa tujuan pengembangan
pemangku kepentingan yang berkelanjutan dan lingkungan yang lestari akan dapat tercapai.

Program Berdimensi Lingkungan

a. Green Architecture
Green architecture mengandung arti bahwa semua produk Bakrieland, baik perumahan,
hotel maupun perkantoran, dirancang secara ramah lingkungan. Penerapan hal ini
meliputi:
 Green Area Design
Green area design diharapkan dapat tercapai dengan mentargetkan minimal 20%
pengembangan kawasan sebagai ruang terbuka hijau dan menanam jenis tanaman
yang menghasilkan O2 dan menyerap CO2, serta berbagai polutan seperti logam
berat, debu, belerang. Sehubungan dengan hal ini, Bakrieland melakukan studi
karakteristik dan bekerjasama dengan badan terkait mengenai jenis tanaman yang
merupakan karakter wilayah proyek, menerapkan konsep global, dan melakukan
supervisi terhadap implementasinya.
Contoh pelaksanaan:
a) Bogor Nirwana Residence (BNR) memiliki 60% ruang terbuka hijau dari
lahan proyek seluas 1.200 hektar. BNR juga mengembangkan program
penangkaran satwa (rusa dan unggas) dan program peduli lingkungan
berupa penanaman pohon yang melibatkan masyarakat setempat.
b) Nirwana Bali Resort yang berlokasi di daerah Tabanan, Bali, memiliki
luasan hijau hingga 70%. Sekitar 15 ha dari total lahan dipertahankan
sebagai lahan sawah.
c) Pullman Legian Nirwana Suites & Residence memiliki 45% area hijau.
d) Rasuna Epicentrum melakukan penghijauan kawasannya antara lain
dengan menghijaukan lahan tidur, membangun pembiakan tanaman, dan
membuat roof top garden.
 Green Building and Construction
Gedung dan konstruksi yang ramah terhadap lingkungan dibangun dengan
memperhatikan aspek pencahayaan, suhu, dan akustik dalam suatu disain yang
terintegrasi. Penerapan program ini selain mendorong penghematan energi juga
ditujukan untuk mempertahankan keselarasan dengan nilai-nilai budaya
masyarakat melalui disain arsitekturnya.
Contoh pelaksanaan:
a) Pembangunan Apartemen The Wave mengadaptasi konsep green
architecture dan green living.
b) Nirwana Bali Resort dirancang sesuai karakteristik bentuk bangunan
lokal.
c) Penggunaan façade di Bakrie Tower dapat mereduksi panas hingga 80%
sehingga mengurangi konsumsi energi untuk pendingin ruangan.
d) Pengolahan air kotor di Bakrie Tower memungkinkan penggunaan
kembali air seluruhnya (100%) untuk water chilled chiller.
e) Pengolahan lansekap di seluruh kawasan Rasuna Epicentrum
mengutamakan keselamatan dan kenyamanan pemakai, baik pejalan kaki
maupun yang berkendaraan, karena dilengkapi dengan street furniture
yang memadai.
b. Green Operation
Green operation mengandung implikasi bahwa setiap manajemen kawasan dan gedung
Bakrieland akan mengoperasikan unit-unitnya dengan ramah lingkungan, dengan
menerapkan konsep 3 R (reduce, reuse, recycle). Green operation mencakup program-
program berikut:
 Waste Water Treatment and Reuse Program
Program ini menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi masalah pencemaran
oleh air limbah domestik sebagai penyumbang terbesar terhadap pencemaran kota
di Indonesia. Melalui program ini, air limbah diolah secara individual (on site
treatment) sebelum dibuang ke saluran umum, sehingga melestarikan sumber
daya air. Penerapan program Waste Water Treatment and Reuse diwujudkan
dalam 3 (tiga) bentuk kegiatan, yaitu pengolahan air limbah domestic
menggunakan sistem bio-filter anaerob-aerob (gray waste water treatment),
pengolahan air limbah hitam (black waste water treatment) dengan menggunakan
septic tank biologi, serta konservasi air dengan membuat lubang biopori, kolam
resapan, dan revitalisasi kanal untuk mengelola dan melestarikan sumber air dan
mencegah banjir.
Contoh pelaksanaan:
a) Rasuna Epicentrum membangun kolam resapan air, sewage treatment dan
water treatment plant, membuat biopori, serta melakukan revitalisasi sungai
Cideng.
b) Nirwana Bali Resort melakukan pengolahan sisa limbah air dan pemanfaatan
air hujan dengan menggunakan sistem water treatment untuk digunakan
kembali sebagai pengairan lapangan golf. Dari kebutuhan air sebesar 3.000
m3 per hari, hanya 500 m3 berasal dari tanah. Resor ini juga dikembangkan
dengan tingkat kepadatan bangunan yang rendah, sehingga kondisi asli alam
tetap terjaga untuk penyerapan air hujan.
 Waste Domestic Program
Program ini mengelola permasalahan sampah kawasan secara komprehensif
dengan focus menyelesaikan masalah sampah dan memberikan nilai ekonomis
bagi pengelolanya. Ke depan, direncanakan bahwa pengelolaan sampah akan
dilakukan dengan menggunakan teknologi yang mengacu kepada komposisi
sampah dan pengelolaan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Pengelola
dapat memperoleh pendapatan dari retribusi sampah serta hasil olahan sampah
yang bernilai ekonomis.
Contoh pelaksanaan:
Saat ini Rasuna Epicentrum telah membuat Tempat Penampungan Sampah
Sementara (TPS) di setiap blok dan di dekat WTP Kali Cideng, dengan
memisahkan sampah organic dan non organik.
 Energy Efficiency Program
Program ini bertujuan mengurangi penggunaan energi berbahan bakar fosil,
menghasilkan energy yang ramah lingkungan dan membantu program pemerintah
dalam penghematan energi.
Contoh pelaksanaan:
a) Rasuna Epicentrum membangun sarana publik dalam bentuk (1) fasilitas
transportasi shuttle bus berbahan bakar bio solar, dan (2) area pejalan kaki
selebar 10 meter yang diisi pepohonan penyerap CO2 tinggi dan fitur air
untuk menurunkan suhu udara.
b) Nirwana Bali Resort menerapkan sistem cogeneration yang mengoptimalkan
tenaga gas buang dari generator untuk keperluan cuci pakaian.
2.3.2 PT Semen Padang

Semen Padang berkomitmen untuk meminimalisasi dampak operasional,


meningkatkan penggunaan sumber daya yang berkelanjutan serta menjaga kelestarian
lingkungan dengan menginternalisasikannya dalam budaya Perusahaan melalui program
“Semen Padang Elok Nagari”.

a. Melestarikan Lingkungan dan Konversi Energi (Planet)


Dalam rangka mewujudkan partisipasi dan dukungan Semen Padang terhadap
kelestarian lingkungan dan meningkatkan kualitas kehidupan bumi maka sepanjang
tahun 2014 Semen Padang telah melakukan kegiatan diantaranya sebagai berikut:
 Pengembangan Hutan Nagari
Untuk menjalankan program CSR terhadap lingkungan, tahun 2014 Semen
Padang kembali bergerak cepat dalam menjalankan program-programnya pada
tahun 2014 ini. Kali ini yang menjadi sasarannya adalah pengembangan hutan
nagari untuk penanaman pohon gaharu.Gaharu merupakan salah satu komoditi
yang sangat bagus prospeknya. Selain memiliki nilai ekonomi yang tinggi, pohon
gaharu juga sangat bagus untuk lingkungan terutama bagi paru-paru bumi.
Untuk menjalankan program CSR yang termasuk dalam “Elok Nagari” ini, maka
Semen Padang menggandeng pihakpihak terkait yaitu dengan Dekanat Fakultas
Pertanian Universitas Andalas.
 Bantuan Sarana Air Bersih
Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar Packing
Plant Semen Padang di Lampung, melalui program Corporate Social
Responsibility (CSR), Semen Padang menyerahkan bantuan sarana air bersih
untuk warga Desa Rangai, Kecamatan Ketibung, Lampung Selatan.
Serah terima secara simbolis bantuan sarana air bersih ini diserahkan oleh Kepala
Biro CSR Semen Padang, Iskandar Z. Lubis didampingi Kepala Bidang Bina
Lingkungan H. Sensurianus kepada Kepala Desa Rangai, Juanta, SSos,
disaksikan ratusan warga desa. Bantuan ini merupakan wujud kepedulian sosial
Semen Padang yang direalisasikan dalam Progran CSR bagi warga desa, dimana
di desa ini terdapat salah satu unit usaha perusahaan, yakni Packing Plant Semen
Padang, yang dikenal dengan PP Lampung.

b. Tanggung Jawab Terhadap Operasional Perusahaan


Semen Padang mempunyai komitmen yang tinggi untuk menciptakan industri hijau, hal
ini tercermin dari visi dan misi Semen Padang. Visi Semen Padang adalah menjadi
Perusahaan persemenan yang andal, unggul dan berwawasan lingkungan di Indonesia
bagian barat dan Asia Tenggara. Sedangkan misi Semen Padang adalah
memberdayakan, mengembangkan, dan mensinergikan sumber daya perusahaan yang
berwawasan lingkungan.
Tahun 2014, Semen Padang meraih Asean Energy Award 2014 yang diserahkan
Menteri Energi Brunei Darussalam pada rangkaian acara The 32 th Asean Ministers on
Energy Meeting (AMEM) and Related Meetings di Hotel Don Chan Palace,Vientiane,
Laos, 22 September 2014 lalu. Sebelumnya, Semen Padang juga meraih Penghargaan
Efisiensi Energi Nasional (PEEN) tahun 2013.
Selama Tahun 2014, kegiatan yang telah dilakukan untuk menciptakan industri hijau
adalah sebagai berikut:
 Pencegahan Polusi
Semen Padang menjamin operasi bisnis ramah lingkungan, selaku industri
manufaktur disektor persemenan, tindakan pencegahan polusi atas udara, air dan
tanah menjadi suatu sangat prioritas.
Semen Padang menyusun program untuk mengurangi emisi debu, melalui
peningkatan performa Electro Static Precipirator (ESP). Prinsip kerja ESP
didasarkan atas partikel bermuatan listrik yang dilewatkan dalam satu medan
elektrostatik.
Semen Padang juga melaksanakan program green belt, merupakan penyediaan
lahan penghijauan di daerah perkotaan atau perumahan, bertujuan untuk
melindungi lingkungan alami atau semi alami dan meningkatkan kualitas udara.
Penanaman pohon produktif merupakan komitmen dan dukungan Semen Padang
terhadap Program Adiwiyata dengan memberikan pohon produktif berupa bibit
mangga, sirsak, lengkeng, jambu air, sawo dan jambu biji kepada sekolah-sekolah
di Kota Padang
 Pemanfaatan Sumber Daya yang Berkelanjutan
Semen Padang berkomitmen terhadap kinerja lingkungan dan tetap konsisten
dalam pengelolaan serta pemanfaatan sumber daya terbarukan, melalui efisiensi
dan pengolahan sumber daya menjadi sumber daya yang terkonversi atau dapat
terpakai kembali, seperti pemakaian energy alternative (AFR), konservasi air,
efisiensi pemakaian energy dan material.
Dalam mengurangi dampak lingkungan, Semen Padang menjalankan prinsif 3R
(Reduce, Reuse and Recycle), Hal ini terlihat dari program inovasi untuk me-
Reduce biaya pemakaian energi listrik, seperti penggantian bola neon dengan
LED, pemakaian oli bekas menjadi pelumas dan pembangunan WHRPG (Waste
Heat Recovery Power Generator) yang merupakan Power Plant yang berkapasitas
rencana 12 MW, dari pemakaian uap panas dari kiln. Segala kegiatan ini
dilakukan untuk menghemat energi dan memanfaatkan limbah.
Untuk pengendalian emisi udara, Semen Padang melakukan penambahan alat
dengan sistim yang canggih sebagai filter debu. Filter ini menyaring debu dalam
dua tahap dengan teknologi baru. Tahap pertama, debu disaring oleh separator,
dan selanjutnya disaring lagi oleh Electrostatic Precipirator (EP). Udara dari EP
inilah yang boleh keluar menjadi udara ambient. Setiap cerobong udara ambient
ini dipasang sensor untuk pengukur emisi ambient secara realtime dan keluar
dalam bentuk grafik.
Pengawasan limbah padat dan cair dikelola oleh Biro Keselamatan Kesehatan
Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH) Departemen Utilitas dan Jaminan Kualitas.
Semua limbah dipilah antara LB3 atau bukan LB3, sehingga bisa diperlakukan
sesuai prosedur penanganan yang tepat terhadap limbah tersebut.
 Perubahan Iklim, Mitigasi dan Adaptasi
Semen Padang beroperasi dengan prinsip ramah lingkungan, dalam operasi
bisnisnya mengurangi aspek dampak efek gas rumah kaca, seperti emisi CO2,
Nitrose Oksida (N2O), Metan (CH4) sebagai komitmen berperan dalam mitigasi
dan adaptasi atas pemanasan global.
 Proteksi Lingkungan, Keanekaragaman Hayati, dan Pemulihan Sumber Daya
Alam
Semen Padang meminimalisir perubahan ekosistem akibat operasi bisnis,
khususnya terhadap habitat flora dan fauna dalam suatu mata rantai kehidupan di
alam. Semen Padang fokus dalam mengolah limbah–limbah berbahaya seperti
limbah B3 dari operasi bisnis /industri.
Semen Padang mengapresiasi kegiatan-kegiatan yang besifat memberi nilai atas
lingkungan hidup, pelayanan pemulihan masalah ekosistem serta upaya
pemanfaatan sumber daya alam, seperti tanah, air dan udara secara berkelanjutan.
 Sertifikasi Lingkungan Hidup
Sebagai bukti komitmen dari program CSR Semen Padang, sampai dengan tahun
2014 Semen padang telah memperoleh sertifikasi dibidang lingkungan yaitu
Sertifikat ISO 14001:2004 / SNI 19 – 14001:2005.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Green accounting masih relatif baru di bidang akuntansi keuangan dan terus
berkembang. Namun, keberadaannya dianggap semakin penting untuk menghadapi tantangan
bisnis saat ini dan masa depan. Memang di beberapa penelitian tidak ada hubungan yang
signifikan antara kinerja keuangan dan kinerja lingkungan. Tetapi, menurut penulis, paradigma
kapitalisme akuntansi yang memandang kinerja keuangan adalah segalanya harus dialihkan.
Sudah saatnya inisiatif pelestarian lingkungan menjadi tanggung jawab setiap pihak (terutama
perusahaan) yang mendapatkan manfaat yang disediakan lingkungan itu sendiri.

Dampak aktivitas perusahaan terhadap lingkungan perlu dilaporkan sebagai perwujudan


tanggung jawab perusahaan kepada stakeholder. Rendahnya kesadaran pelaporan dampak
lingkungan disebabkan oleh beberapa kendala pelaporannya. Untuk mendorong penerapan
akuntansi lingkungan yang lebih luas lagi diperlukan berbagai upaya.

Berikut ini beberapa usaha meningkatkan pelaporan akuntansi lingkungan:


1) Menyusun standar akuntansi lingkungan. Dalam upaya keseragaman dan memenuhi
fungsi keterbandingan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) diharapkan dapat menyusun
pedoman Sustainability Reporting.
2) Mewajibkan untuk menerapkan pedoman pelaporan yang sudah ada. Karena
keseluruhan aktivitas perusahaan akan berdampak pada masyarakat dan lingkungan
dalam jangka panjang demi menjaga pembangunan yang berkelanjutan, maka
Sustainability Reporting yang Sustainability Reporting bersifat mandatory diperlukan.
3) Memberikan penghargaan atas perusahaan yang telah menyelenggarakan Sustainability
Reporting.
Penyelenggaraan menyelenggarakan Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA)
oleh Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen diharapkan akan
meningkatkan reputasi perusahaan dan kemudian kesadarannya dalam melaporkan apa
saja yang telah mereka lakukan untuk memberikan nilai tambah yang berdampak pada
lingkungan.
4) Melakukan audit lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Cohen, N., dan P. Robbins. 2011. Green Business: An A-to-Z Guide. Thousand Oaks.
California: SAGE Publications Inc

De Beer, P., dan F. Friend. 2005. Environmental Accounting: A Management Tool for
Enhancing Corporate Environmental and Economic Performance, Ecological Economics
58 (2006) 548– 560.

Susilo, Joko. 2008. Green Accounting Di Daerah Istimewa Yogyakarta: Studi Kasus Antara
Kabupaten Sleman Dan Kabupaten Bantul. JAAI Volume 12 No. 2, Desember 2008: 149-
165.

You might also like