Bab Ii Metode Pelaksanaan: 2.1 Pengertian Umum Konstruksi Jembatan

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 13

BAB II

METODE PELAKSANAAN

2.1 Pengertian Umum Konstruksi Jembatan


Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) Jembatan adalah suatu bangunan
yang memungkinkan suatu jalan menyilang sungai/saluran air, lembah atau
menyilang jalan lain yang tidak sama tinggi permukaanya. Dalam
perencanaan dan perancangan jembatan sebaikanya mempertimbangkan
fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan estetika-arsitektural
yang meliputi : Aspek lalu lintas, aspek teknis, dan aspek estetika.
Menurut Struyck dan Van Der Veen (1984) Jembatan merupakan sebuah
struktur yang dibangun melewati suatu rintangan yang berada lebih rendah.
Rintangan-rintangan tersebut dapat berupa jurang, lembah, jalan rel, sungai,
badan air, atau rintangan fisikal lainnya. Tujuan jembatan adalah untuk
membuat jalan bagi orang atau kendaraan melewati sebuah rintangan. Selain
itu jembatan juga menjadi alternatif untuk menyambung ruas jalan sehingga
dapat memperpendek jarak.
Dari pengertian para ahli tersebut dapat disimpukan bahwa jembatan
merupakan konstruksi yang berfungsi untuk meneruskan jalan dari satu
tempat ke tempat yang lain yang terhalang oleh rintangan. Rintangan ini
dapat berupa jalan lain (jalan air atau jalan lalu lintas biasa). Jembatan
berfungsi untuk memperlancar arus kendaraan sehingga tercipta efisiensi
waktu dalam beraktifitas.
Dalam perencanaan konstruksi jembatan dikenal dua bagian yang
merupakan satu kesatuan yang utuh yaitu bangunan bawah ( sub struktur )
yang terdiri dari pondasi, abutmen, pilar jembatan dan lain-lain. Sementara
bangunan atas ( super struktur) terdiri dari lantai kendaraan, trotoar, tiang-
tiang sandaran dan gelagar. Dalam pembangunannya jembatan melewati
beberapa tahapan, diamna tiap tahapan memiliki aspek penting. Tahapan-
tahapan suatu pembangunan jembatan diantaranya adalah rencana awal,
pradesain, desain akhir (analisis, gambar, proportioning element, spesifikasi
dan dokumen kontrak), perjanjian kontrak dan administrasi, pembuatan dan
pekerjaan konstruksi dan terakhir adalah penggunaan, pemeliharaan, dan
perbaikan.

2.2 Syarat dan Peraturan Konstruksi Jembatan


Perencanaan harus berdasarkan prosedur-prosedur yang memberikan
kemungkinan- kemungkinan yang dapat diterima untuk mencapai suatu
keadaan batas selama umur rencana jembatan. Berikut syarat-syarat
pokok perencanaan jembatan berdasarkan Pedoman Persyaratan Umum
Perencanaan Jembatan No: 07/SE/M/2015 :
1. Keselamatan
Tanggung jawab utama seorang perencana jembatan harus
mengedepankan keselamatan masyarakat umum , dimana perencana
harus mendapatkan suatu jembatan yang memiliki keselamatan
struktural (structural safety) yang memadai.
2. Keawetan (durability)
Jembatan harus dibuat dari bahan yang berkualitas serta
menggunakan standar yang tinggi dalam proses fabrikasi dan
perakitannya.
3. Mudah diperiksa (inspectability)
Tangga inspeksi, jalan pemeriksaan, catwalk, lubang
pemeriksaan yang tertutup, akses penggantian lampu penerangan dan
sebagainya harus disediakan ketika tujuan pemeriksaan dinilai tidak
mudah diperoleh.
4. Mudah Dipelihara
Sistem struktur tertentu yang diperkirakan kegiatan
pemeliharaannya sulit dilakukan harus dihindari.
5. Keamanan dan kenyamanan pengguna (rideability)
Lantai jembatan harus dirancang untuk menghasilkan
pergerakan lalu lintas yang mulus. Pada jalan yang diperkeras, pelat
injak (structural transition slab) harus dipasang diantara jalan
pendekat dan kepala jembatan
6. Utilitas
Jika diperlukan perlengkapan harus dibuat untuk mendukung
dan memelihara tempat terpasangnya utilitas.
7. Perubahan bentuk (deformation)
Jembatan harus direncanakan sedemikan rupa untuk
menghindari pengaruh struktural dan psikologi yang tidak diinginkan
akibat perubahan bentuk yang terjadi. Dalam hal ini perhitungan
tambahan juga harus diberikan pada jembatan bersudut (skewed),
batasan lendutan ijin berdasarkan bahan jembatan dan tipe struktur.
8. Pertimbangan pelebaran di masa depan
Untuk keperluan ini pada embatan gelagar, kapasitas balok
terluar (exterior beams) harus dihitung setara dengan balok lainnya
(interior beams) kecuali jika diasumsikan tidak mungkin/tidak akan
untuk dilakukan pelebaran jembatan di masa yang akan datang. Untuk
hal yang sama, pertimbangan pada saat perencanaan bangunan bawah
juga perlu dilakukan untuk memungkinkan menerima beban pada
kondisi jembatan yang telah diperlebar.
9. Kemudahan dikerjakan (constructability)
Suatu jembatan tidak hanya harus dapat direncanakan dengan
baik, namun juga harus dapat dilaksanakan/dibangun, oleh karena itu
seorang perencana juga harus memiliki wawasan tentang teknik-teknik
konstruksi jembatan dan komponen komponennya sehingga gambar
yang diterbitkan dari proses perencanaan dapat dilaksanakan.
10. Ekonomis
Desain atau rencana yang baik akan memperhatikan faktor
ekonomis dari sumber pendanaan untuk pelaksanaan jembatan tersebut
kelak setelah selesai direncanakan. Pemilihan tipe bangunan atas,
penentuan jumlah dan panjang bentang dan sebagainya akan
menentukan seberapa besar biaya yang diperlukan untuk membangun
jembatan tersebut.
Tabel 1 Pedoman umum penentuan bentang ekonomis
No Tipe Bangunan Atas Bentang Ekonomis
(m)
1 Pelat Beton Bertulang 0 – 15
2 Gelagar Beton T 10 – 18
3 Mod Gelagar Beton T 18 – 25
4 Gelagar Boks Beton Bertulang 25 – 40
5 Gelagar I Beton Pratekan 25 – 40
6 Gelagar Boks Baja 40 – 300
7 Rangka Baja (Steel Truss) 40 – 200
8 Pelengkung Baja (Steel Arch) 150 – 400
9 Beruji Kabel (Cable Stayed) 200 – 500
10 Gantung (Suspension) 300 – 2000

Catatan : Besarnya bentang di atas hanya sekedar referensi dan dapat


diubah oleh yang berwenang karena berbagai pertimbangan.

11. Estetika
Suatu jembatan pada umumnya memiliki nilai estetika karena
memiliki bentuk yang unik dibandingkan bangunan di sekitarnya.
Pada saat perencanaan jembatan, pertimbangan estetika dapat
dipilih untuk menentukan bentuk visual jembatan yang diinginkan.
Hal seperti ini biasanya terjadi pada suatu daerah yang
menginginkan jembatan menjadi ciri khas (landmark) dari daerah
tersebut.
2.3 Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan Beton Bertulang

1. Penyelidikan Tanah

6. Pekerjaan Oprit
2. Pondasi Bore Pile
Jembatan

5. Pekerjaan Sandaran 3. Pekerjaan Kepala


Railing Jembatan (Abutment)

4. Pekerjaan Gelagar
Induk, Gelagar melintang,
dan plat lantai Beton

Bangunan Struktur Bawah


Bangunan Struktur Atas

Gambar 1. Tahapan Konstruksi Jembatan Beton Bertulang

2.3.1 Bangunan Struktur Bawah


Bangunan struktur bawah berfungsi untuk menerima atau menahan
bebean beban yang disalurkan dari struktur atas dan kemudian beban-
bean tersebut disalurkan kepondasi. Struktur bawah terdiri dari :

A. Penyelidikan Tanah
Untuk mengetahui jenis pondasi yang akan digunakan
harus diketahui terlebih dahulu mengenai keadaan, susunan dan
sifat lapisan tanah serta daya dukungnya. Masalah-masalah teknik
yang sering dijumpai oleh ahli-ahli teknik sipil adalah dalam
menentukan daya dukung dan kemungkinan penurunan/settlement
yang terjadi. Metode penyelidikan tanah pada jembatan mencakup
seluruh penyelidikan lokasi kegiatan berdasarkan klasifikasi jenis
tanah yang didapat dari hasil tes dengan mengadakan peninjauan
kembali terhadap semua data tanah dan material guna menentukan
jenis tipe pondasi yang tepat dan sesuai tahapan kegiatannya,
sebagai berikut:
 Mengadakan penyelidikan tanah dan material di lokasi
Pekerjaan jembatan yang akan dibangun dengan menetapkan
lokasi titik-titik bor yang diperlukan langsung di lapangan.
 Melakukan penyelidikan kondisi permukaan air (sub-surface)
sehubungan dengan pondasi jembatan yang akan dibangun.
 Menyelidiki lokasi sumber material yang ada di sekitar lokasi
Pekerjaan, kemudian dituangkan dalam bentuk penggambaran
peta termasuk sarana lain yang ada seperti jalan pendekat/oprit,
bangunan pelengkap/pengaman dan lain sebagainya.
 Pekerjaan pengambilan contoh dengan pengeboran (umumnya
terhadap undisturbed sampling) dimaksudkan untuk tujuan
penyelidikan lebih lanjut dilaboratorium untuk mendapatkan
informasi yang lebih teliti tentang parameter‐parameter tanah
dari pengetesan Index Properties (Besaran Indeks) dan
Engineering Properties (Besaran Struktural Indeks).
 Penyelidikan tanah untuk desain jembatan yang umum
dilaksanakan di lingkungan Bina Marga dengan bentang > 60 m
digunakan bor mesin (alat bor yang digerakkan dengan mesin)
di mana kapasitas kedalaman bor dapat mencapai 40 m disertai
alat split spoon sampler untuk Standar Penetration Test ( SPT )
menurut AASHTO T 206 – 74. Sedangkan untuk bentang < 60m
(relatif dari 25 m s/d 60 m tergantung kondisi) digunakan
peralatan utama lapangan yang terdiri atas: (a) Alat sondir
dengan bor tangan (digerakkan dengan tangan); (b) Pengeboran
harus dilakukan sampai kedalaman yang ditentukan (bila tidak
ditentukan lain) untuk mendapatkan letak lapisan tanah dan jenis
batuan beserta ukurannya dan harus mencapai tanah keras/batu
dan menembus sedalam kurang lebih 3.00 m; (c) Boring dan
sampling harus dikerjakan dengan memakai ”Manual Operated
Auger” dengan kapasitas hingga kedalaman 10 m; dan (d) Alat
tes sondir tipe “Gouda” atau sejenisnya, antara lain “Dutch Cone
Penetrometer” yang memakai sistem metrik dan harus
dilengkapi dengan “Friction Jacket Cone”, kapasitas tegangan
konus minimum 250 kg/cm2 dan kedalamannya dapat mencapai
25 m.
 Pada setiap jembatan, penyelidikan tanah yang dibutuhkan pada
masing-masing lokasi rencana pondasi harus sudah menetapkan
penggunaan jenis bor dan posisi lubang bor yang direncanakan
serta jumlah titik bor minimal satu titik boring, yaitu satu titik
bor mesin atau satu set bor tangan dan sondir, tergantung
bentang rencana jembatannya. Hal ini tergantung pada kondisi
area (alam dan lokasi), kepentingan stuktur dan tersedianya
peralatan pengujian beserta teknisinya.
 SPT dilakukan pada interval kedalaman 1,50 m sampai dengan
2,00 m untuk diambil contohnya (undisturbed dan disturbed).
 Mata bor harus mempunyai diameter yang cukup untuk
mendapatkan undisturbed sample yang diinginkan dengan baik,
dapat digunakan mata bor steel bit untuk tanah clay, silt dan
mata bor jenis core barrel.
 Digunakan casing (segera) bilamana tanah yang dibor cenderung
mudah runtuh.
 Untuk menentukan besaran index dan structural properties dari
contoh-contoh tanah, baik yang terganggu (disturbed) maupun
yang asli (undisturbed) tersebut di atas dan contoh material
(quarry), maka pengujian di laboratorium dikerjakan
berdasarkan spesifikasi SNI, SK SNI, AASHTO, ASTM, BS
dengan urutan terdepan sebagai prioritas pertamanya.
 Laporan penyelidikan tanah dan material harus pula berisi
analisa dan hasil daya dukung tanah serta rekomendasi jenis
pondasi yang sesuai dengan daya dukung tanah tersebut dan
hasil bor log dituangkan dalam bentuk tabel/formulir bor log dan
form drilling log yang dilengkapi dengan keterangan/data
diantaranya tentang tipe bor yang digunakan, kedalaman lapisan
tanah, tinggi muka air tanah, grafik log, uraian lithologi, jenis
sample, nilai SPT, tekanan kekuatan (kg/cm2), liquid/ plastis
limit, perhitungan pukulan (SPT) dan lain sebagainya.

B. Pondasi
Pondasi pada jembatan memiliki fungsi yang sama dengan
pondasi yang ada pada struktur bangunan gedung, dimana fungsi
dari pondasi adalah menyalurkan beban-beban yang ditahan
ketanah. Pekerjaan pondasi umumnya merupakan pekerjaan awal
dari suatu proyek. Oleh karena itu langkah awal yang dilakukan
adalah pemetaan terlebih dahulu, dan dari pemetaan ini dapat
diperoleh suatu patokan yang tepat antara koordinat pada gambar
kerja dan kondisi lapangan. Langkah-langkah persiapan pekerjaan
pondasi adalah membersihkan/mempersiapkan area proyek dan
pembuatan penulangan tiang bor. Setelah alat pengebor, tulangan,
serta ready mix concrete-nya sudah siap, maka dimulailah proses
pengeboran. Skema alat-alat bornya dapat dilihat pada Gambar 1 di
bawah ini.

Gambar 2. Skema Alat-alat Bor


1. Pengeboran
Pada pekerjaan pondasi tiang bor, kedalaman dan diameter
tiang bor menjadi parameter utama dipilihnya alat-alat bor.
Terdapatnya batuan atau material di bawah permukaan tanah,
ini perlu diantisipasi sehingga bisa disediakan metode dan
peralatan yang cocok. Kalau asal mengebor saja, mata bornya
bisa stack di bawah.
Setelah mencapai suatu kedalaman yang mencukupi untuk
menghindari tanah di tepi lubang berguguran maka perlu di
pasang casing, yaitu pipa yang mempunyai ukuran diameter
dalam kurang lebih sama dengan diameter lubang bor. Setelah
casing terpasang, maka pengeboran dapat dilanjutkan. Mata
aunger sudah diganti dengan Cleaning Bucket yaitu untuk
membuang tanah atau lumpur di dasar lubang.
Jika pekerjaan pengeboran dan pembersihan tanah hasil
pengeboran dan akhirnya sudah menjadi kondisi tanah keras,
maka untuk sistem pondasi bore pile bagian bawah pondasi
yang bekerja dengan mekanisme bearing dapat dilakukan
pembesaran. Untuk itu dipakai bor khusus (Belling Tools).
Akhirnya setelah beberapa lama dan diperkiranakan sudah
mencapai kedalaman rencana maka perlu dipastikan terlebih
dahulu apakah kedalaman lubang bor sudah mencukupi, yaitu
dengan pemeriksaan manual. Perlu juga diperhatikan bahwa
hasil pengeboran perlu juga diperiksa dengan data hasil
penyelidikan terdahulu. Apakah jenis tanah adalah sama
seperti yang diperkirakan dalam menentukan kedalaman tiang
bor tersebut. Ini perlu karena sampel tanah sebelumnya
umumnya diambil dari satu atau dua tempat yang dianggap
mewakili. Tetapi dengan proses pengeboran ini maka secara
otomatis dapat dilakukan prediksi kondisi tanah secara tepat,
satu persatu pada titik yang dibor.
Jika kedalaman dan lubang bor telah siap maka selanjutnya
adalah penempatan tulangan. Jika terlalu dalam maka
penulangan harus disambung di lapangan. Pengangkatannya
bertahap.

Gambar 3. Pekerjaan Penulangan Pondasi

2. Pengecoran
Setelah proses pemasangan tulangan baja maka proses
selanjutnya adalah pengecoran beton. Ini merupakan bagian
yang paling kritis yang menentukan berfungsi tidaknya suatu
pondasi. Meskipn proses pekerjaan sebelumnya sudah benar,
tetapi pada tahapan ini gagal maka gagal pula podasi tersebut
secara keseluruhan. Pengecoran disebut gagal jika lubang
pondasi tersebut tidak terisi benar dengan beton, misalnya ada
yang bercampur dengan galian tanah atau segresi dengan air,
tanah longsor sehingga beton mengisi bagian yang tidak tepat.
Adanya air pada lubang bor menyebabkan pengecoran
memerlukan alat bantu khusus, yaitu pipa tremi. Pipa tersebut
mempunyai panjang yang sama atau lebih panjang dengan
kedalaman lubang yang dibor. Memasukkan pipa tremi ke
dalam lubang bor menggunakan alat bantu, yaitu crane.
Setelah pipa tremi sudah berhasil dimasukkan, ujung atas harus
ditahan sedemikian sehingga posisinya terkontrol (dipegang)
dan tidak jatuh, lalu corong pipa tremi dipasang. Pada kondisi
pipa sudah siap maka pengecoran dapat dilakukan.
Pada Pekerjaan pengecoran diperlukan pengalaman yang
banyak. Tahap pengecoran, menuangkan beton ke corong pipa
tremi menggunakan Concrete Bucket dengan bantuan Crane
(Gambar 3). Dalam menuangkan beton tidak boleh langsung
banyak, karena pipa tremi perlu dicabut lagi, jadi kalau beton
tertuang terlalu banyak maka akan sulit untuk mencabutnya.
Jika terlalu dini mencabut pipa tremi dan beton pada bagian
bawah belum terkonsolidasi dengan baik, maka bisa terjadi
segresi, tercampur dengan tanah. Proses semua itu terjadi di
bawah (dalam lubang bor) dan tidak kelihatan, jadi
pengalaman para pelaksana di lapangan yang mengangkat pipa
tremi memegang peran yang sangat penting. Pada kasus ini,
tidak hanya teori, tetapi perlu feeling yang tepat. Jika terjadi
kesalahan, maka akan berakibat pondasi akan gagal.
Jika beton yang dicor sudah semakin ke atas (volumenya
semakin banyak) maka pipa tremi harus mulai ditarik ke atas.
Adanya pipa tremi tersebut menyebabkan beton dapat
disalurkan ke dasar lubang langsung dan tanpa mengalami
pencampuran dengan air dan lumpur. Karena berat jenis beton
lebih besar dari berat jenis lumpur maka beton semakin lama
semakin kuat untuk mendesak lumpur nai ke atas.
Proses pengecoran ini memerlukan supply beton yang
selalu siap (tidak boleh terlambat). Jika sampai terjadi
keterlambatan pipa treminya bisa tertanam dan tidak bisa
dicabut, sedangkan kalau keburu dicabut maka tiang beton
tidak continue. Jadi bagian logistik/pengadaan beton harus
memperhatikan itu.
Gambar 4. Pekerjaan Pengecoran Pondasi

Jika pengerjaan pengecoran dapat berlangsung dengan baik,


maka pada akhirnya beton dapat muncul dari kedalaman
lubang. Jadi pemasangan pipa tremi mensyaratkan bahwa
selama pengecoran dan penarikan, pipa tremi tersebut harus
selalu tertanam pada beton segar. Pada kondisi tersebut
fungsinya sebagai penyumbat atau penahan agar tidak terjadi
segresi atau kecampuran lumpur.

C. Pekerjaan Abutmen (Kepala Jembatan)


Abutment atau kepala jembatan merupakan bangunan yang
berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga sebagai
penahan tanah. Pada proyek ini bagian abutmen menggunakan
struktur pasangan batu. Pekerjaan pasangan batu untuk abutment
yaitu semen, pasir, dan air dicampur dan diaduk menjadi mortar
dengan menggunakan concrete mixer. Batu terlebih dahulu
dibersihkan, lalu disusun dengan baik, kemudian diisi/diikat
dengan campuran mortar dengan dimensi sesuai gambar kerja.
Abutment dengan pondasi diikat menggunakan angkur (baja)
sehingga menjadi struktur yang monolit. Untuk lebih jelasnya, lihat
Gambar dibawah ini.
Gambar 5. Pekerjaan Abutmen

You might also like