Bab Ii

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Anti Antihistamin


Antihistamin merupakan salah satu obat yang paling banyak
digunakan, karena antihistamin adalah obat yang paling bermanfaat untuk
mengatasi penyakit alergi seperti rhinitis,urtikaria,pruritus,dan lain-lain.
Walaupun selama ini ahtihistamin dianggap sebagai obat yang cukup
aman, namun efek samping sedasi (rasa mengantuk) menyebabkan
penurunan daya tangkap, terutama pada antihistamin generasi pertama,
sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Antihistamin (antagonis
histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau kerja
histamin.
Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis
histamin yang mana pun. Antihistamin ini biasanya digunakan untuk
mengobati reaksi alergi, yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh
terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi
alergi ini menunjukkan pelepasan histamin dalam jumlah signifikan di
tubuh.
Histamin sendiri adalah suatu amin nabati yang ditemukan oleh
Dr.Paul Ehrlich (1878) dan merupakan produk normal dan pertukaran zat
histidin. Asama amino ini masuk ke dalam tubuh terutama lewat daging
dan di jaringan (juga di usus halus) di ubah secara enzimatis menjadi
histamin (dekarboksilasi). Sedangkan, antihistaminika adalah zat-zat yang
dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dangan
jalan memblokir reseptor histamin (penghambatan saingan).
2.2. Penggolongan Obat Antihistamin
Berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor histamin.
Antihistamin dibagi menjadi 4 jenis, yaitu :
1. Antagonis reseptor Histamin H1 (Antihistaminika Klasik)
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Golongan ini
dibagi lagi berdasarkan rumus bangun kimianya, yaitu:
a) Senyawa Etanolamin; antara lain Difenhidramin, Dimenhidrinat
Karbinoksamin maleat.
b) Senyawa Etilendiamin; antara lain Antazolin, Pirilamin, dan
Tripelenamin.
c) Senyawa Alkilamin; antara lain Fenirarnin, Klorfeniramin,
Bromfeniramin, dan Deksklorfeniramin.
d) Senyawa Siklizin; antara lain Siklizin, Klorsiklizin, dan
Homoklorsiklizin.
e) Senyawa Fenotiazin; antara lain Prometazin, Metdilazin, dan
Oksomemazin.
f) Senyawa lain-lain; yaitu Dimetinden, Mebhidrolin, dan Astemizol.

2. Antagonis reseptor Histamin H2 (Penghambat Asma)


Reseptor histamin H2 berperan dalam efek histamin terhadap
sekresi cairan lambung, perangsangan jantung serta relaksasi uterus
tikus dan bronkus domba. Beberapa jaringan seperti otot polos,
pembuluh darah mempuntai kedua reseptor yaitu H1 dan H2. Sejak
tahun 1978 di Amerika Serikat telah diteliti peran potensial H2
cemitidine untuk penyakit kulit. Pada tahun 1983, ranitidine
ditemukan pula sebagai antihistamin H2. Baik simetidine dan ratidine
diberikan dalam bentuk oral untuk mengobati penyakit kulit

3. Antagonis reseptor Histamin H3


Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat
kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati
penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah
ciproxifan, dan clobenpropit.

4. Antagonis reseptor Histamin H4


Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya
sebagai antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida.
Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya
adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah
obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini
digunakan sebagai antihistamin. Senyawa-senyawa lain seperti
cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan
histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah
degranulasinya.

2.3. Efek Samping Obat Antihistamin


Antihistamin (AH) dapat dibedakan berdasarkan reseptornya dalam
tubuh yaitu Antihistamin tipe 1 (AH 1), tipe 2 (AH 2), tipe 3 (AH 3), dan
tipe 4 (AH 4). Namun hingga saat ini yang berkembang masih
Antihistamin tipe 1 (AH 1) dan Antihistamin tipe 2 (AH 2).

2.3.1 ANTAGONIS RESEPTOR H1 (AH1)

Contoh obat :

a. Difenhindramin HCl

Efek samping : pusing, mengantuk, mulut kering

b. Dimenhidrinat

Efek samping : umumnya menyebabkan :mengantuk, sakit


kepala, pandangan kabur, telinga berdenging, mulut dan saluran
pernapasan kering, inkoordinasi, palpitasi, pusing, hipotensi.
Kurang umum:anoreksia, konstipasi, diare, frekuensi urin, dan
disuria. Rasa sakit dapat terjadi pada tempat injeksi.
2.3.2 ANTAGONIS RESEPTOR H2 (AH2)

Contoh obat :

a. Simetidin dan Ranitidin

Efek Samping kedua obat ini rendah dan umumnya


berhubungan dengan penghambatan terhadap reseptor H2,
beberapa efek samping lain tidak berhubungan dengan
penghambatan reseptor. Efek samping ini antara lain : Nyeri
kepala, pusing, mual, dan diare.

b. Famotidin
Efek samping femotidin biasanya ringan dan jarang terjadi,
misalnya sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare. Seperti halnya
dengan ranitidin famotidin nampaknya lebih baik dari simetidin
karena tidak menimbulkan efek antiandrogenik.

c. Nizatidin
Efek samping Nizatidin umumnya jarang menimbulkan efek
samping. Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi. Peningkatan
kadar asam urat dan transminase serum ditemukan pada beberapa pasien
yang nampaknya tidak menimbulkan gejala klinik yang bermakna. Seperti
halnya dengan AH2 lainnya, potensi nizatidin untuk menimbulkan
hepatotoksisitas rendah . nizatidin tidak mempunyai efek antiandrogenik.
Nizatidin dapat menghambat alcohol dehidrogenase pada mukosa
lambung dan menyebabkan kadar alcohol yang lebih tinggi dalam kadar
serum. Nizatidin tidak menghambat system P450. Pada sukarelawan sehat
tidak dilaporkan terjadinya interkasi obat bila nizatidin diberikan bersama
teofilin, lidokain, warfarin, klordiazepoksid, diazepam, atau lorazepam.
Penggunanan bersama antacid tidak menurunkan absorbs nizatidin secara
bermakna. Ketokonazol yang membutuhkan pH asam menjadi kurang
efektif bila pH lambung lebih tinggi pada pasien yang mendapat AH2.

2.3.3 ANTAGONIS RESEPTOR H3 (AH3)

Contoh Obat :

2.4. Indikasi
Antihistamin generasi pertama di-approve untuk mengatasi
hipersensitifitas, reaksi tipe I yang mencakup rhinitis alergi musiman atau
tahunan, rhinitis vasomotor, alergi konjunktivitas, dan urtikaria. Agen ini
juga bisa digunakan sebagai terapi anafilaksis adjuvan. Difenhidramin,
hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi lain disamping untuk
reaksi alergi. Difenhidramin digunakan sebagai antitusif, sleep aid, anti-
parkinsonism atau motion sickness. Hidroksizin bisa digunakan sebagai
pre-medikasi atau sesudah anestesi umum, analgesik adjuvan pada pre-
operasi atau prepartum, dan sebagai anti-emetik. Prometazin digunakan
untuk motion sickness, pre- dan postoperative atau obstetric

2.5. Kontraindikasi
Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap antihistamin
khusus atau terkait secara struktural, bayi baru lahir atau premature, ibu
menyusui, narrow-angle glaucoma, stenosing peptic ulcer, hipertropi
prostat simptomatik, bladder neck obstruction, penyumbatan
pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk asma), pasien yang
menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI), dan pasien tua.
Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap
antihistamin khusus atau terkait secara struktural.