6816 15027 1 SM

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Keanekaragaman dan Struktur Vegetasi Mangrove (Putrisari) 185

KEANEKARAGAMAN DAN STRUKTUR VEGETASI MANGROVE DI PANTAI BAMA –


DERMAGA LAMA TAMAN NASIONAL BALURAN JAWA TIMUR

DIVERSIITY AND STRUCTURE OF MANGROVE VEGETATION ON BAMA BEACH UNTIL


DERMAGA LAMA, BALURAN NASIONAL PARK EAST JAVA
Oleh: Putrisari Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected]

ABSTRACT
This research is about diversity and vegetation structure of mangrove in Bama until Dermaga
Lama shores, Baluran National Park, East Java wich is conducted for for three weeks. This research aims
to find out of species diversity, distribution patterns species and zoning types of mangrove plants.
This is an explorative research, with research object is mangroves, using purpose sampling with
terraced strip method. Location in this research divided being two stations, respectively covering an area
of 4 ha and 9 ha.
Results of this research evidence that Station 1 there were two mayor mangrove (Rhizophora
stylosa and R. apiculata), three minor mangrove (Xylocarpus granatum, Heritiera littoralis and
Excoecaria agallocha) And eight mangrove associates (Corypha utan, Syzygium polyanthum, Terminalia
catappa, Ardisia sp, Desmodium umbellatum, Caesalpinia sp, Clerodendrum sp and Buchanannia
arborescens). Station 2 there were six mayor mangrove (R. apiculata, B. gymnorrhiza, C. tagal, S.
caseolaris and S. alba), four mangrove minor (H. littoralis, E. agallocha, sea spikes and A. speciosum),
dan 10 mangrove associates (C. utan, S. polyanthum, T. catappa, B. arborescens, Calophyllum
inophyllum, Pongamia pinnata, D. umbellatum, Clerodendrum sp, Scaevola taccada and Ardisia sp).
Diversity in both stations, category trees, poles and seedlings is moderate (1 <H <3), for sapling category,
station 1 havelow category (H '<1), and station 2 has moderate category. Evenness index in trees
categories on both stations are low (0.3 <E <0.6). Category pole, sapling and seedling has high evenness
index (E> 0.6). Index of species richness in the category tree, trees, saplings and seedlings at the two
stations is low (R <3.5). Distribution pattern at both stations R. apiculata stand for pole category is
uniform. R. apiculata stands for tree category at the station two is uniform. The rest all clustered category.
Station 1 has three zones namely seaward zone, middle zone and the landward zone. Station 2 has four
zones, namely, the seaward zone, middle zone, the landward zone, and transects 1, 2, 4 dam 5, has a zone
of S. caseolaris mixed with R. apiculata (overlap).
Keywords: Mangrove, distribution patterns and Zoning.

PENDAHULUAN keseluruhan hutan mangrove di Taman Nasional


Mangrove merupakan jenis pohon atau Baluran adalah 416,093 ha. Hutan mangrove
belukar yang tumbuh di antara batas pasang surut tersebut mengalami ancaman di antaranya adalah
air (Noor, dkk. 2016: 1), (Kotimura, dkk. 1997: pencurian kayu jenis R. apiculata oleh
97), terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia, masyarakat, pencurian kayu ini berada di blok
Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Pantai Popongan, sementara di blok Perengan
Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, terjadi pencurian akar Sonneratia moluccensis.
Scyphyphora dan Nypa. Pencurian belum merambah ke blok lainnya
Taman Nasional Baluran secara geografis namun dimungkinkan pencurian akan menyebar
terletak pada 7°29′10” - 55” LS dan 114°39′10” di seluruh blok Taman Nasional Baluran.
BT dengan luas ± 25.000 Ha. Berdasarkan Ancaman lain adalah pengambilan nener,
penelitian Sudarmadji (2009: 16-17), luas walaupun sebenarnya tidak merusak vegetasi
186 Jurnal Prodi Biologi Vol 6 No 3 Tahun 2017
mangrove secara langsung, akan tetapi Jawa Timur dan dilakukan pada 28 September –
pembongkaran batu yang berserakan di tepi 22 Oktober 2016.
pantai dan kemudian disusun sebagai batas petak Target/Subjek Penelitian
pengambilan nener telah menghilangkan Populasi dalam penelitian ini adalah jenis
kesempatan terjadinya endapan lumpur atau pasir tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga
yang dapat ditahan oleh batu-batu tersebut, Dermaga Lama Taman Nasional Baluran Jawa
sehingga menghilangkan kesempatan perluasan Timur, sedangkan sampel dalam penelitian
hutan mangrove (Arif Pratiwi. 2005: 4). berupa tumbuhan mangrove dan substrat dari
Penelitian mengenai keanekaragaman dan setiap plot pengamatan.
struktur vegetasi telah banyak dilakukan namun Prosedur
selalu terjadi perubahan keanekaragaman jenis Penelitian di ekosistem hutan mangrove ini
dan struktur vegetasinya, ini dapat terjadi karena dilakukan menggunakan metode purposive
aktivitas manusia mengingat bahwa Pantai sampling dengan jalur berpetak. Lokasi penelitian
Bama merupakan kawasan wisata dan sampah dibagi menjadi 2 stasiun, stasiun 1 memiliki luas
kiriman yang selalu datang. Sampah yang hanyut empat ha, dan stasiun 2 seluas sembilan ha.
dan tidak dapat terurai akan menghambat Prosedur penelitian dilakukan melalui
perkembangan vegetasi mangrove. Sampah yang tahapan sebagai berikut:
1. Penentuan Transek, Plot, Data Tumbuhan
berada di permukaan tanah membuat semaian
Mangrove dan Faktor Edafik
yang jatuh tidak dapat menancap. Semaian yang Berikut adalah gambar lokasi dan titik plot
sudah hidup juga berkemungkinan tertimbun dalam penelitian ini:
sampah, yang mengakibatkan kematian (Arif Stasiun 1

Pratiwi. 2005: 4). Sampah tersebut ditemukan


pada beberapa lokasi di hutan Mangrove Pantai
Bama hingga Dermaga Lama. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penelitian keanekaragaman jenis
dan struktur vegetasi mangrove karena hasil
penelitian tersebut dapat digunakan untuk
memprediksi kemungkinan perubahan
lingkungan pada masa yang akan datang serta Stasiun 2
sebagai pertimbangan pengelolaan jangka
panjang.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif.
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan data dilakukan di Pantai Bama
hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran,
Keanekaragaman dan Struktur Vegetasi Mangrove (Putrisari) 187
Setelah titik lokasi ditentukan kemudian n2 : kuadrat jumlah individu dalam plot
membuat plot pada garis transek secara Data yang diperoleh juga dianalisis
berselang-seling dengan ukuran 20 x 20 m untuk berdasarkan teknis analisis kuantitatif sebagai
pohon (d >20 cm), 10 x 10 m untuk tiang (10 cm berikut:
< d < 20 cm) dan 5 x 5 m untuk pancang (t > 1,5 1. Densitas atau Kerapatan
m) dan 1 x 1 untuk semai (t < 1,5 m), modifikasi Densitas atau kerapatan adalah jumlah
(Darmadi. dkk. 2012. 348). Berikut adalah skema individu per satuan luas atau per unit volume,
plot: dengan kata lain densitas merupakan jumlah
individu organisme per satuan ruang (Indriyanto.
2006: 142).

Semua tegakan diukur keliling dan tinggi


serta serta dihitung jumlah pada setiap plotnya.
Faktor edafik yang diukur meliputi, salinitas, pH
substrat dan struktur substrat.
2. Penentuan Zonasi
Penentuan zonasi dilakukan dengan cara
membuat jalur tegak lurus garis pantai dan 2. Frekuensi
mengamati setiap tumbuhan yang berada di Frekuensi merupakan besarnya intensitas
sepanjang garis.
ditemukannya suatu spesies organisme pada

Teknik Analisis Data pengamatan keberadaan organisme pada


Data yang telah diperoleh dianalis komunitas atau ekosistem (Indriyanto. 2006: 14).
menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif.
Berikut adalah rancangan analisis kualitatif yang
digunakan:
1. Stratifikasi
Stratifikasi adalah distribusi tumbuhan
3. Dominansi atau Luas Penutupan
dalam ruang vertikal. Di penelitian ini penarikan
Luas penutupan atau coverage adalah
stratifikasi vertikal akan ditarik dari garis pantai
proporsi antara luas tempat yang ditutupi
hingga daratan (batas hutan mangrove)
oleh spesies tumbuhan dengan luas total
(Indriyanto. 2006: 139).
habitat (Indriyanto. 2006: 143).
2. Pola Sebaran
Pola sebaran dihitung dengan indeks
morisita (Odum, 1993; Suwardi dkk. 4) :

4. Indeks Nilai Penting (INP)

Id : Indeks distribusi morisita Spesies-spesies yang dominan atau

n : Jumlah plot berkuasa dalam suatu komunitas tumbuhan akan

x : Jumlah total individu dalam plot memiliki indeks nilai penting yang tinggi,
188 Jurnal Prodi Biologi Vol 6 No 3 Tahun 2017
sehingga spesies yang paling dominan tentu saja (H. littoralis, E. agallocha, Acrostichum aureum
memiliki indeks nilai penting yang paling besar dan A. speciosum), dan 10 mangrove asosiasi (C.
utan, S. polyanthum, T. catappa, B. arborescens,
(Indriyanto. 2006: 144).
Calophyllum inophyllum, Pongamia pinnata, D.
umbellatum, Clerodendrum sp, Scaevola taccada
5. Indeks Keanekaragaman dan Ardisia sp).
Perbedaan komposisi susunan mangrove ini
Indeks keanekaragaman yang
dikarenakan faktor lingkungan yang berbeda
digunakan adalah indeks Shannon-Wiener,
seperti salinitas, substrat dan pasang surut. Hal ini
(Odum. 1993; Suwardi dkk. 3), dengan
sesuai dengan Aksornkoae (1993: 33) bahwa
rumus sebagai berikut:
komposisi dan distribusi jenis serta pola
pertumbuhan mangrove dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, seperti salinitas, pasang surut,

H’ : Ideks keanekaragaman Shannon-Wiener gelombang, arus, substrat dan nutrisi.

Ni : Jumlah individu spesies ke-i a. Keanekaragamn, Kemerataan dan


Kekayaan
N : Total jumlah individu Table 1. Hasil perhitungan Indek
6. Indeks Kemerataan keanekaragaman (H’), Kemerataan (E)
dan Kekayaan (R) di stasiun 1 dan 2.
Kategori Stasiun 1 Stasiun 2
No
Tegakan H' E R H' E R
1 Pohon 1,44 0,69 1,53 1,64 0,62 2,52
E : Indeks kemerataan jenis
2 Tiang 1,14 0,71 1,19 1,45 0,70 1,51
H’ :Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener 3 Pancang 0,99 0,91 0,83 1,61 0,90 1,57
S : Jumlah jenis 4 Semai 1,33 0,96 1,04 1,9 0,87 1,78

7. Indeks Kekayaan Jenis (R1)


Stasiun 1 dan 2, kategori pohon memiliki
keanekaragaman sedang (1 < H’ < 3), begitupun
untuk kategori tiang dan semai. Kategori pancang
R1 : Indeks kekayaan jenis Margallef
di stasiun 1 memiliki keanekaragaman rendah
S : Jumlah jenis
yaitu H’ < 1, sementara di stasiun 2 kategori
N : Total jumlah individu
pancang memiliki keanekaragaman sedang.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman pada suatu komunitas
Komposisi mangrove di kedua stasiun
berkaitan dengan jumlah jenis dan jumlah
berbeda, di stasiun 1 terdapat dua mangrove
mayor (Rhizophora stylosa dan R. apiculata), tiga individu yang ada. Apabila jumlah jenis dan
mangrove minor (Xylocarpus granatum, jumlah individu banyak, ekosistem tersebut akan
Heritiera littoralis dan Excoecaria agallocha)
memiliki nilai keanekaragaman yang tinggi
dan delapan mangrove asosiasi (Corypha utan,
Syzygium polyanthum, Terminalia catappa, begitupun sebaliknya. Suatu ekosistem yang
Ardisia sp, Desmodium umbellatum, Caesalpinia memiliki keanekaragaman rendah maka
sp, Clerodendrum sp dan Buchanannia ekosistem tersebut memiliki sedikit jenis dan
arborescens). Stasiun 2 terdapat enam mangrove
mayor (R. apiculata, B. gymnorrhiza, C. tagal, S. terdapat spesies yang dominan, dengan kata lain
caseolaris dan S. alba), empat mangrove minor semakin tinggi nilai H’ maka ekosistem tersebut
Keanekaragaman dan Struktur Vegetasi Mangrove (Putrisari) 189
semakin mantap yang berarti bahwa ekosistem b. Pola Sebaran
tersebut memiliki daya lenting yang tinggi. H’ Tumbuhan mangrove di lokasi ini memiliki
akan maksimal jika semua jenis individu pola mengelompok, pola seragam hanya
memilliki jumlah individu yang sama dan ditemukan pada R. apiculata, kategori pohon dan
menunjukkan distribusi yang merata. Suwardi tiang stasiun 2. Pola sebaran mengelompok pada
dkk, (2013:7) dalam penelitiannya menambahkan penelitian ini disebabkan adanya perbedaan
bahwa keanekaragaman sedang menunjukkan respon tumbuhan terhadap lingkungannya serta
bahwa ekosistem tersebut memiliki produktivitas faktor pembatas pada tumbuhan itu sendiri.
yang cukup, kondisi ekosistem yang cukup Misalnya saja untuk tumbuhan asosiasi tidak
seimbang serta kondisi perairan yang relatif stabil mungkin tumbuh di lingkungan dengan pengaruh
dan tekanan ekologis sedang. pasang surut. Tumbuhan di zona pasang surut
Indeks kemerataan kategori pohon pada masih memiliki pembatas berupa salinitas,
kedua stasiun termasuk dalam kategori sedang substrat, frekuensi genangan dan faktor edafik
yaitu 0,3 < E < 0,6 (Magurran. 1988; Suwardi. lainnya, pernyataain ini diperkuat oleh Odum
2013: 3), yang artinya bahwa pada kedua stasiun (1971 dalam Pratiwi. 2007: 326) bahwa pola
tidak ada spesies yang dominan. Kategori tiang, mengelompok terjadi akibat adanya perbedaan
pancang dan semai memiliki indeks kemerataan respon terhadap habitat secara lokal dan relevan
tinggi (E > 0,6), menunjukkan bahwa kemerataan dengan kesimpulan Barbour et al (1987 dalam
jenis tergolong tinggi. Semakin tinggi kemerataan Djufry .2002: 184), bahwa pola distribusi spesies
pada suatu komunitas menunjukkan bahwa tidak tumbuhan cenderung mengelompok, sebab
ada spesies yang dominan demikian pula tumbuhan bereproduksi dengan biji, apabila jatuh
sebaliknya. Semakin kecil nilai suatu komunitas akan tumbuh di dekat pohon induk maupun
menunjukkan bahwa terdapat beda pada jumlah dengan stolon.
individu yang berkecenderungan didominasi oleh Pola seragam yang terjadi pada R.
spesies tertentu. Terdapat hubungan antara indeks apiculata, di mana individu terdapat pada tempat
keanekaragaman (H’) dengan indeks kemerataan tertentu dalam suatu komunitas, disebabkan
(E), yaitu jika H’ kecil maka E juga kecil yang antara lain karena semaian R. apiculata yang
berarti bahwa H’ dan E berbanding lurus. panjang seperti tombak dapat langsung menancap
Indeks kekayaan spesies merupakan indeks ketika jatuh atau mengapung dan tumbuh di
untuk menunjukkan jumlah total spesies dalam lokasi lain. Di dukung pula oleh pernyataan
satu komunitas. Indeks kekayaan jenis pada Djufry (2002: 185) bahwa semaian yang jatuh
semua kategori baik itu pohon, tiang, pancang dan tumbuh tidak harus dekat pohon induk, sebab
maupun semai rendah karena berkisar di bawah dalam penyebarannya dipengarui oleh faktor
3,5 (R < 3,5), hal ini menunjukkan bahwa eksternal, yaitu air. Di tambahakan pula oleh
kekayaan jenis tergolong rendah. Fakta ini dapat Mackinnon (2000: 102), bahwa akar-akar tunjang
dilihat dari jumlah jenis yang didapat yaitu di pada Rhizophora efektif untuk mencegah
bawah 20 spesies. pertumbuhan semai dekat dengan pohon induk
190 Jurnal Prodi Biologi Vol 6 No 3 Tahun 2017
selain bentuk adaptasi pohon mangrove untuk
tumbuh dengan kokoh dan pertukaran gas.
c. Zonasi

Gambar 3. Susunan zonasi mangrove transek 3,stasiun 1


dengan MHWL 0,37 m dan MLWL -0,39 m.

Table 4. Tabel data edafik, kode spesies dan nama spesies,


transek 3, stasiun 1
Pasir Salt
Plot Substrat pH Kode Nama Spesies
Gambar 1. Susunan zonasi mangrove transek 1,stasiun 1 (%) ‰
1 Lempung - 5,5 5,7 R. s Rhizophora stylosa
dengan MHWL 0,37 m dan MLWL -0,39 m.
2 Lempung - 5,77 4,1 R. a Rhizophora apiculata
Lempung
3 - 4,2 - R. a Rhizophora apiculata
Table 2. Tabel data edafik, kode dan nama spesies transek berdebu
1, stasiun 1 C. u Corypha utan
S.p Syzygium polyanthum
Pasir Salt B. a Buchanannia
Plot Substrat pH Kode Nama Spesies
(%) (‰) arborescens
Lempung T. c Terminalia catappa
1 75 6,5 5,6 R.s Rhizophora stylosa
berpasir
Lempung
2 50 6,5 3,5 R.s Rhizophora stylosa
berpasir Berdasarkan gambar dan tabelklimatikdi
Lempung R.a Rhizophora
3 90 5,8 2,1
Pasir apiculate atas, transek 1, 2 dan 3 stasiun 1, R. stylosa
H.l Heritiera littoralis
X. g Xylocarpus menempati zona terdepan atau berhadapan
granatum langsung dengan laut. Hal ini diantaranya
A.sp Ardisia sp
T.c Terminalia catappa disebabkan oleh bentuk pantai yang ladai dengan
C.sp Caesalpinia sp.
pasang surut semidiurnal (dalam sehari terdapat
dua kali pasang dan dua kali surut) dengan rata-
rata pasang tertinggi 0,37 m di atas permukaan
laut dan rata-rata pasang terendah -0,39 m di
bawah permukaan laut. Kondisi tersebut
mengakibatkan waktu penggenangan menjadi
Gambar 2. Susunan zonasi mangrove transek 2,stasiun 1
lebih lama. Di kondisi tersebut R. stylosa dapat
dengan MHWL 0,37 m dan MLWL -0,39 m. bertahan karena memiliki akar tunjang yang
mampu membuatnya tumbuh dengan kokoh, akar
Table 3. Tabel data edafik, kode spesies dan nama spesies, tersebut dapat tumbuh dari dahan dan menembus
transek 2, stasiun 1
Plot Substrat
Pasir
pH
Salt
Kode Nama Spesies
ke substrat. Akar yang belum mencapai substrat
(%) ‰
Lempung disebut akar udara yang berperan dalam
1 20% 5,67 6 R.s Rhizophora stylosa
berpasir pertukaran gas. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Lempung R.a Rhizophora
2 20% 5,6 4,5
berpasir apiculate Aksornkoae (1993: 63), yang menyebutkan
Lempung D.u Desmodium
3
berpasir
45% 5,03 -
umbellatum bahwa akar tunjang pada Rhizophora berasal dari
C.sp Caesalpinia sp. dahan yang berbentuk jangkar menuju ke
H.l Heritiera littoralis
S.p Syzigium substrat. Jika akar belum mencapai substrat akar
polyanthum
B.a Buchanannia tersebut disebut akar udara yang berfungsi untuk
arborescens
T.c Terminalia catappa melakukan pertukaran udara. Selain dari bentuk
C.u Corhypa utan akar, bentuk biji yang seperti tombak pun
A.sp Ardisia sp.
berpengaruh, biji R. stylosa yang panjang ketika
jatuh dapat langsung menancap pada substrat.
Berdasarkan uraian di atas, dan zonasi yang
didasarkan pada faktor edafik (salinitas), di
stasiun 1 terdapat tiga zonasi yaitu zona R.
stylosa, merupakan zona seaward dengan kisaran
Keanekaragaman dan Struktur Vegetasi Mangrove (Putrisari) 191
salinitas 5,6 – 6 ‰, zona R.apiculata yang
merupakan zona tengah (3,5 – 4,5 ‰) dan zona
landward (0 – 2,1 ‰) yang didominasi oleh
tegakan Syzygium polyanthum, Corhypa utan dan
Heritiera littoralis dan semak Caesalpinia sp.
Gambar 6. Susunan zonasi mangrove transek 3,stasiun 2
dengan MHWL 0,408 m dan MLWL -0,407 m.

Table 7. Tabel data edafik kode spesies dan nama spesies,


transek 3, stasiun 2
Pasir
Plot Substrat pH Salt ‰ Kode Nama Spesies
(%)
1 Lempung - 6,3 10,3 R,a Rhizophora apiculata
Gambar 4. Susunan zonasi mangrove transek 1,stasiun 2 C.t Ceriops tagal
B.g Bruguiera
dengan MHWL 0,408 m dan MLWL -0,407 m. gymnorrhiza
2 Lempung - 5,5 8 R.a Rhizophora apiculata
Table 5. Tabel data edafik, kode spesies dan nama spesies, C.t Ceriops tagal
B.g Bruguiera
transek 1, stasiun 2 gymnorrhiza
Pasir Salt 3 Lempung - 5,6 5,33 R.a Rhizophora apiculata
Plot Substrat pH Jenis Nama Spesies
(%) ‰ C.t Ceriops tagal
Lempung B.g Bruguiera
1 45 5,8 9,7 R.a Rhizophora apiculata
berpasir gymnorrhiza
2 Lempung - 6,3 6,33 R.a Rhizophora apiculata lempung A.s Acrostichum
Lempung 4 - 4,6 -
3 - 6 1,2 C.u Corypha utan berdebu speciosum
berliat C.i Calophyllum
B.a Buchanannia inophyllum
arborescens C.u Corypha utan
T.c Terminalia catappa B.a Buchanannia
C.i Calophyllum inophyllum arborescens
S.c Sonneratia caseolaris

Gambar 5. Susunan zonasi mangrove transek 2,stasiun 2


dengan MHWL 0,408 m dan MLWL -0,407 m. Gambar 7. Susunan zonasi mangrove transek 4,stasiun 2
dengan MHWL 0,408 m dan MLWL -0,407 m.
Table 6. Tabel data edafik, kode spesies dan nama spesies,
transek 2, stasiun 2 Table 8. Tabel data edafik, kode spesies dan nama spesies,
Pasir Salt transek 4, stasiun 2
Plot Substrat pH Kode Nama Spesies
(%) ‰ Pasir Salt
Plot Substrat pH Kode Nama Spesies
1 Lempung - 6,2 9,7 S.a Sonneratia alba (%) ‰
R.a Rhizophora apiculata 1 Lempung 25 6,1 11,6 R.a Rhizophora apiculata
S.c Sonneratia caseolaris C.t Ceriops tagal
Lempung B.g Bruguiera gymnorrhiza
2 50% 6,17 4,33 R.a Rhizophora apiculata
berpasir Lempung
2 70 3,7 6 C.t Ceriops tagal
S.c Sonneratia caseolaris dan Pasir
Lempung R.a Rhizophora apiculata
3 - 5,37 - A.a Acrotichum aureum
berdebu E.a Excoecaria agallocha
C.u Corypha utan C.i Clerodendrum sp.
H.l Heritiera littoralis lempung
3 - 3,8 3,5 C.u Corypha utan
Buchanannia berdebu
B.a
arborescens E.a Excoecaria agallocha
E.a Excoecaria agallocha S.c Sonneratia caseolaris
S. p Syzygium polyanthum R.a Rhizophora apiculata
Lempun S.p Syzygium polyanthum
4 - 5,9 2,67 S.p Syzygium polyanthum H.l Heritiera littoralis
Berliat
S.c Sonneratia caseolaris C.t Ceriops tagal
C.u Corypha utan
R. a Rhizophora apiculata
H.l Heritiera littoralis
A.a Acrotichum aureum
192 Jurnal Prodi Biologi Vol 6 No 3 Tahun 2017
oleh Sonneratia alba, Avicennia alba dan
Avicennia marina Mackinnon (2000: 99).
Berdasarkan faktor edafik (salinitas), zona
pertama di stasiun 2 dengan kadar salinitas
anatara 9,7 – 13,33 ‰ terdapat tegakan S. alba,
Gambar 8. Susunan zonasi mangrove transek 5,stasiun 2
dengan MHWL 0,408 m dan MLWL -0,407 m. R. stylosa dan R. apiculata didominasi oleh R.
apiculata. Zona kedua dengan salinitas 4,33 – 8
Table 9. Tabel data edafik, kode spesies dan nama spesies,
transek 5, stasiun 2 ‰, didominasi oleh R. apiculata, selanjutnya
Pasir Salt
Plot Substrat pH Kode Nama Spesies adalah zona landward terdapat tegakan, di
% ‰
1 Lempung - 6,3 13,6 R.s Rhizophora stylosa
R.a Rhizophora apiculata antaranya Corypha utan, Buchanannia
2 Lempung - 4,7 6 R.a Rhizophora apiculata
3
Lempung
40 5,7 1,27 S.t Scaevola taccada arborescens, Scaevola taccada, Desmodium
berpasir
D.u Desmodium
umbellatum
umbellatum dan lainnya. Zona keempat
P.p Pongamia pinnata
E.a Excoecaria agallocha merupakan zona dengan penggenangan luar biasa
R.a Rhizophora apiculata
H.l Heritiera littoralis ditumbuhi oleh tegakan Sonnerati caseolaris dan
S.p Syzygium polyanthum
B.a Buchanannia R. apiculata dengan salinitas 0 – 3,5 ‰. Zona
arborescens
C.u Corypha utan
keempat ini hanya terdapat di transek 1,2, 4 dan
5.
Stasiun 2 memiliki pasang semidiurnal
Di kedua stasiun tidak ditemukan tegakan
dengan rata-rata pasang tertinggi sebesar 0,408 di
Avicennia yang pada umumnya menempati zona
atas permukaan laut dan rata-rata pasang terendah
terdepan, seperti halnya zonasi pada pantai di
sebesar -0,407 dibawah permukaan laut. Baris
Sulawesi Selatan yang ditemukan tegakan
terdepan pada stasiun ini di isi oleh tegkan R.
Avicennia marina dengan ketinggian1 - 2 meter.
stylosa, R. apiculata dan S. alba. Sama halnya
Berbeda pula dengan pantai yang selalu
dengan stasiun 1, adanya R. stylosa dan R.
tergenang air laut, ditemukan tegakan Bruguiera
apikulata erat kaitannya dengan bentuk perakaran
Rhizophora-Ceriops dengan ketinggian lebih dari
dan jenis biji yang dihasilkan. Sementara
30 meter, sedangkan di daerah pantai yang
Sonneratia alba dapat tumbuh di baris terdepan,
terbuka, dapat ditemukan Sonneratia alba dan
didukung oleh tipe perakaran yaitu akar nafas
Avicennia alba, sementara itu di sepanjang sungai
atau pneumatophore. Berbentuk seperti barier,
yang memiliki kadar salinitas yang lebih rendah
yang merambat jauh (perluasan horizontal) dan di
umumnya ditemukan Nypa fruticans dan
atas tanah muncul bentuk seperti kerucut yang
Sonneratia (Noor dkk, (2006, 4-6).
berfungsi untuk pertukaran gas. Hal ini dijelaskan
Berdasarkan uraian tersebut menunjukkan
pula oleh Giesen (2006: 18), bahwa komunitas
bahwa terdapat zonasi dalam vegetasi mangrove,
pioner adalah Sonneratia alba dan Avicennia
namun kenyataan di lapangan tidaklah sederhana,
alba. Sonneratia tumbuh di substrat yang lebih
banyak zona vegetasi yang saling tumpang.
stabil. Komunitas perintis umumnya didominasi
Struktur maupun zonasi di suatu tempat tidak
dapat disamakan ditempat lain, hal ini diperkuat
Keanekaragaman dan Struktur Vegetasi Mangrove (Putrisari) 193
Noor, dkk (2006: 9) bahwa meskipun terlihat Bagi peneliti selanjutnya, dapat dilakukan
terdapat zonasi dalam vegetasi mangrove, namun penelitian mangrove di lokasi lain seperti di
kenyataan di lapangan tidaklah sesederhana itu. Kajang, Merak dan lokasi lain di TN Baluran.
Banyak formasi serta zona vegetasi yang DAFTAR PUSTAKA
tumpang tindih dan bercampur serta seringkali Aksornkoae, S., (1993). Ecology and
Management of Mangrove. IUCN.
struktur dan korelasi yang nampak di suatu Bangkok. Thailand.
daerah tidak selalu dapat diaplikasikan di daerah
Arif Prastiwi. 2005. Ujicoba Pembibitan
yang lain . Rhizophora apiculata. Laporan Kegiatan
SIMPULAN DAN SARAN Pengendali Ekosistem.
Djufri. 2002. Penentuan Pola Distribusi, Asosiasi,
Simpulan dan Interaksi Spesies Tumbuhan
Keanekaragaman di kedua stasiun pada Khususnya Padang Rumput di Taman
Nasional Baluran, Jawa Timur. Jurnal
kategori pohon, tiang dan semai adalah sedang, Biodiversitas Volume 3, No. 1.ISSN 1412-
untuk kategori pancang, stasiun 1 masuk dalam 033x. Halaman 181-188
Giesen Wim, Stephan Wulffraat, Max Zieren dan
kategori rendah, dan stasiun 2 masuk dalam Lisbeth Scholten. (2006). Mangrove
kategori sedang. Guidebook for Southest Asia. Thailand.
FAO
Pola sebaran di kedua stasiun untuk Hanley., Jeremy Broadhead dan Dannie
kategori pohon dan tiang adalah mengelempok, Mamonto. Petunjuk Rehabilitasi Hutan
Pantai untuk Wilayah Provinsi Aceh dan
kecuali R. apiculata yang berpola seragam. Sumatera Utara. e-book: FAO (Food and
Kategori pancang dan semai di kedua stasiun Agriculture Organization of the United
Nations).
adalah mengelompok. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi
Stasiun 1 memiliki 3 zonasi yaitu zona R. Aksara.
Kitamura, Shozo,. Chairil Anwar. Amayos
stylosa, zona R. apiculata dan zona landward. Chaniago. dan Shigeyuki Baba. 1997.
Stasiun 2 memiliki 4 zonasi yaitu, zona R. Handbook of Mangroves in Indonesia.
ISME, JICA, MEDIT. Japan.
apikulata yang berasosiasi dengan tegakan B. Lear, Richard dan Tom Turner. 1977. Mangrove
gymnorrhiza, Sonneratia alba, S. caseolaris dan of Australia. Queensland. University of
Queensland Press.
Ceriops tagal, zona landward, zona Sonneratia Mackinnon, Kathy, Gusti Hatta, Hakimat Halim
caseolaris yang bercampur dengan R. apiculata dan Arthur Mangalih. 2000. The Ecology of
Kalimantan. Jakarta. Penhalindo.
dan terakhir zona landward sesunguhnya. Suwardi. Elis Tambaru. Ambeng dan Dody
Saran Priosambodo. 2013. Keanekaragaman Jenis
Mangrove Di Pulau Panikiang Kabupaten
Bagi Petugas TN Baluran, sebaiknya Barru, Sulawesi Selatan. Artikel Jurusan
sampah kiriman yang berada di areal hutan Biologi FMIPA Universitas Hasanudin,
Makasar. Halaman 1-9.
mangrove secara rutin dibersihkan agar tidak Noor Yus Rusila, M. Khazali dan I N. N.
menghambat pertumbuhan semai. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. Bogor: Green
Perlunya dibuat atlas tumbuhan mangrove Coast For Nature and People After the
di TN Baluran, khususnya di Pantai Bama, Tsunami dan Wetlands International.
sehingga dapat di jadikan eco edu wisata.

You might also like