0% found this document useful (0 votes)
72 views

82 97 2 PB PDF

This document summarizes a study on deafness levels among workers in the machine rooms of hydropower plants in the Minahasa region of North Sulawesi, Indonesia. The study found that 39% of workers had normal hearing in their right ear, while 50% had mild deafness and 11% had moderate deafness. For the left ear, 47% had normal hearing, 42% had mild deafness, and 11% had moderate deafness. Noise level measurements in machine rooms exceeded the legal limit of 85 dB, with levels reaching 89.5-92.2 dB. The study recommends enforcing ear protector use and safety management to reduce noise exposure and protect workers' hearing.

Uploaded by

Danang Aji
Copyright
© © All Rights Reserved
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
72 views

82 97 2 PB PDF

This document summarizes a study on deafness levels among workers in the machine rooms of hydropower plants in the Minahasa region of North Sulawesi, Indonesia. The study found that 39% of workers had normal hearing in their right ear, while 50% had mild deafness and 11% had moderate deafness. For the left ear, 47% had normal hearing, 42% had mild deafness, and 11% had moderate deafness. Noise level measurements in machine rooms exceeded the legal limit of 85 dB, with levels reaching 89.5-92.2 dB. The study recommends enforcing ear protector use and safety management to reduce noise exposure and protect workers' hearing.

Uploaded by

Danang Aji
Copyright
© © All Rights Reserved
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 9

Gambaran Tingkat Ketulian pada Tenaga Kerja Ruang Mesin PLTA Sektor Minahasa Wilayah

Suluttenggo
Nadya R. M. Tak*, Poltje D. Rumajar**

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado


** Politeknik Kementrian Kesehatan Manado

ABSTRACT
Development period at last decay show the requirement of energy electrics non-stoped to experience of the very
keen improvement. This matter not only because of more its is the development of industrial development. Limited
Copartnership of company of electrics of Regional Sector Minahasa State of North Sulawesi of South-East
Gorontalo (PT. Regional PLN Sector Minahasa Suluttenggo) owning three centre’s of hydropower (PLTA) that is
PLTA Tonsealama, PLTA Tanggari I and PLTA Tanggari II. In its operation activities, PLTA use the machine
equipments yielding noise so hat an effect on to all existing labour. Research Target that is to know the deafness
level description at labour in machine room of Regional PLTA Sector Minahasa Suluttenggo. This Research is
included in descriptive research use the method survey through transversal crosscut approach (cross sectional),
with the responder amount as much 36 people.
Result of research indicate that for the right ear 39 % responder is included in normal category is its hearing, 50 %
experiencing of light deaf and 11 % is deaf. While result of the left ear 47 % still in normal category, 42 % light and
11 % experiencing of deaf is. Relate at data of result of measurement mount noise in one of unit PLTA at October
2009 and result of May measurement 2010 indicating that at machine room have exceeded the sill of hearing
boundary which have been specified by Ministrial Decree of Labour of Number Kep-51/Men/1999 about Value
Float The Boundary of Physics Factor at work that is 85 dB for the standard of working 8 hours each day and 40
hours for a week, that is reach 89,5 dB - 92,2 dB.
Suggestion for the company to be executing observation to use of Appliance of Ear Protector ( APT) and applying of
management of safety and health work to all labour and also for the labour of in order that obedient in use of
appliance of protector of moment ear work in place which mount its noise is high.

Keywords : Deafness Level, Labour, Machine Room, PLTA

ABSTRAK
Periode pembangunan pada dasawarsa terakhir menunjukkan kebutuhan energi listrik terus mengalami
peningkatan yang sangat tajam. Hal ini bukan saja disebabkan oleh semakin banyaknya kebutuhan listrik tiap
keluarga tetapi diakibatkan pula oleh semakin besar energi listrik yang digunakan untuk pembangunan dan
pengembangan industri. Perseroan Terbatas Perusahaan Listrik Negara Sektor Minahasa Wilayah Sulawesi Utara
Tenggara Gorontalo (PT. PLN Sektor Minahasa Wilayah Suluttenggo) yang memiliki 3 Pusat Listrik Tenaga Air
(PLTA) yaitu PLTA Tonsealama, PLTA Tanggari I dan PLTA Tanggari II. Dalam kegiatan operasinya PLTA
menggunakan peralatan mesin yang menghasilkan kebisingan sehingga berpengaruh bagi para tenaga kerja yang
ada. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui gambaran tingkat ketulian pada tenaga kerja ruang mesin PLTA
Sektor Minahasa Wilayah Suluttenggo. Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif menggunakan metode
survei melalui pendekatan potong lintang (cross sectional), dengan jumlah responden sebanyak 36 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk telinga kanan 39 % sampel termasuk dalam kategori normal
pendengarannya, 50 % mengalami tuli ringan dan 11 % tuli sedang. Sedangkan untuk hasil telinga kiri 47 % masih
dalam kategori normal, 42 % tuli ringan dan 11 % mengalami tuli sedang. Mengacu pada data hasil pengukuran
tingkat kebisingan di salah satu unit PLTA pada bulan Oktober 2009 dan hasil pengukuran Mei 2010 menunjukkan
bahwa pada ruang mesin telah melebihi ambang batas pendengaran yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Nomor Kep-51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja yaitu 85 dB
untuk standar 8 jam kerja per hari dan 40 jam per minggu, yaitu mencapai 89,5 dB – 92,2 dB.
Saran bagi pihak perusahaan agar melaksanakan pengawasan terhadap penggunaan Alat Pelindung Telinga (APT)
dan penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja bagi para tenaga kerja serta untuk tenaga kerja agar
supaya patuh dalam penggunaan alat pelindung telinga saat bekerja di tempat yang tingkat paparan bisingnya
tinggi.

Kata Kunci : Tingkat Ketulian, Tenaga Kerja, Ruang Mesin, PLTA

36
PENDAHULUAN sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan
Periode pembangunan pada dasawarsa terakhir sekitar 20 - 25 dB (Notoatmodjo, 2003).
menunjukkan kebutuhan energi listrik terus Suasana yang bising memaksa pekerja untuk
mengalami peningkatan yang sangat tajam. Hal berteriak di dalam berkomunikasi dengan
ini bukan saja disebabkan oleh semakin pekerja lain. Kadang-kadang teriakan atau
banyaknya kebutuhan listrik tiap keluarga tetapi pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan
diakibatkan pula oleh semakin besar energi salah komunikasi (miscommunication) atau
listrik yang digunakan untuk pembangunan dan salah persepsi terhadap orang lain. Lebih jauh,
pengembangan industri. Dalam kegiatan kebisingan terus menerus dapat mengakibatkan
operasinya PLTA menggunakan peralatan mesin gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya
yang menghasilkan kebisingan sehingga pekerja cenderung berbuat kesalahan dan
berpengaruh bagi para tenaga kerja yang ada. akhirnya menurunkan produktivitas kerja
Tenaga kerja yang berada di ruang mesin akan (Notoatmodjo, 2003). Gangguan pendengaran
mampu melaksanakan kegiatan dengan baik, akibat bising (noise induced hearing loss /
apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi NIHL) adalah tuli akibat terpapar oleh bising
lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi yang cukup keras dalam jangka waktu yang
lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh
petugas dapat melaksanakan kegiatannya secara bising lingkungan kerja (Rambe, 2003).
optimal, sehat, aman dan nyaman. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat
Ketidaksesuaian lingkungan kerja akibatnya kebisingan di salah satu unit PLTA pada bulan
dapat dilihat dalam jangka waktu yang lama dan Oktober 2009 yang diukur di 4 titik lokasi
juga dari produktifitas tenaga kerja yang pengukuran yakni ruang mesin, generator, ruang
menurun. Salah satu resiko lingkungan kerja kontrol dan halaman pembangkit berdasarkan
pada lingkungan fisik yang paling berpengaruh Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-
adalah kebisingan. Pengaruh kebisingan 51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas
terhadap tenaga kerja tidak sedikit, mulai dari Faktor Fisika di Tempat Kerja yaitu 85 dB akan
gangguan pendengaran sampai pada gangguan tetapi didapatkan bahwa pada ruang mesin untuk
fisiologis (Petinaung, 2008). unit I, II dan III telah melebihi nilai ambang
Kebisingan adalah salah satu faktor fisik berupa batas yang telah ditetapkan yaitu intensitas
bunyi yang dapat menimbulkan akibat buruk kebisingannya mencapai 89,5 – 92,2 dB.
bagi kesehatan dan keselamatan kerja. Oleh karena itu maka peneliti merasa perlu
Sedangkan dalam keputusan Menteri Kesehatan untuk melakukan penelitian mengenai gambaran
Republik Indonesia, bising adalah semua suara tingkat ketulian pada tenaga kerja di ruang
yang tidak dikehendaki yang bersumber dari mesin PLTA Sektor Minahasa Wilayah
alat-alat produksi dan atau alat-alat kerja yang Suluttenggo.
pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
gangguan pendengaran (Anizar, 2009). METODE
Kebisingan merupakan salah satu faktor yang Untuk mengetahui gambaran tingkat ketulian
dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan pada tenaga kerja di ruang mesin PLTA Sektor
kerja yang diakibatkan oleh hasil teknologi Minahasa Wilayah Suluttenggo.
karena peningkatan industri. Gangguan yang Desain penelitian ini termasuk dalam penelitian
ditimbulkan oleh kebisingan pada suatu industri deskriptif menggunakan metode survei dengan
atau perusahaan antara lain gangguan dalam pendekatan potong lintang (cross sectional
berkomunikasi, konsentrasi, kenikmatan kerja study).
sampai pada kehilangan daya dengar. Penelitian ini dilaksanakan di PLTA Sektor
Kebisingan, terutama yang berasal dari alat-alat Minahasa Wilayah Suluttenggo yaitu PLTA
bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan antara Tonsealama, PLTA Tanggari I dan PLTA
lain dengan menempatkan peredam pada sumber Tanggari II selama 4 bulan yaitu bulan April
getaran atau memodifikasi mesin untuk sampai bulan Agustus 2010. Populasi dalam
mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan penelitian ini adalah semua tenaga kerja yang
bekerja di bagian operator/mesin PLTA Sektor

37
Minahasa Wilayah Suluttenggo berjumlah 36 operasi mencapai 97.642.20 jam kerja
orang. Dalam penelitian ini tidak dilakukan untuk mesin unit I dan 100.716.03 jam
pengambilan sampel. Yang menjadi responden untuk mesin unit II. Jumlah pegawai di Unit
dalam penelitian ini adalah seluruh populasi PLTA Tanggari I yaitu 27 orang. Terdiri
yang berjumlah 36 orang. Kriteria inklusi pada dari 12 orang operator mesin, 7 orang staf,
penelitian ini yaitu lama bekerja minimal 1 4 orang operator intake, 3 orang supervisor
tahun, tidak dalam keadaan sakit (bebas dari dan 1 orang manajer.
penyakit infeksi saluran pernapasan atas) dan Proyek pembangunan PLTA Tanggari II
berumur antara 20 sampai dengan 55 tahun. dimulai sejak tahun 1994 dan beroperasi
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu alat- komersial sejak bulan Oktober tahun 1998
alat sebagai berikut : sound level meter untuk hingga tahun 2006 produksi kWh yang
mengukur kebisingan lingkungan, audiometer dibangkitkan oleh unit PLTA Tanggari II
untuk mengukur ambang pendengaran tenaga mencapai 572.032.00 kWh dengan jam
kerja, stopwatch untuk menghitung waktu operasi mencapai 49.280 jam kerja untuk
selama mengukur kebisingan lingkungan, mesin unit I dan 50.536 jam untuk mesin
riwayat keluhan penyakit berisikan beberapa unit II. Jumlah pegawai yang bertugas di
pertanyaan untuk mengetahui keluhan yang Unit PLTA Tanggari II yaitu berjumlah 29
dirasakan oleh tenaga kerja. orang. Terdiri dari 12 orang operator mesin,
Data primer diperoleh dari pengukuran dan 8 orang staf pemeliharaan, 4 orang operator
pemeriksaan ambang pendengaran serta intake, 3 orang supervisor, 1 orang
wawancara langsung pada responden, sedangkan administrasi, dan 1 orang manajer.
data sekunder diperoleh dari PT. PLN (Persero) Energi listrik yang dihasilkan dari setiap
Sektor Minahasa Wilayah Suluttenggo. Unit PLTA Sektor Minahasa Wilayah
Data yang diperoleh hasil pengukuran maupun Suluttenggo disalurkan ke sistem
observasi dianalisa secara deskriptif dan interkoneksi 70 KV Minahasa, Manado,
disajikan dalam bentuk tabel, diagram dan narasi Bitung dan sistem interkoneksi 150 KV
yang setelah dianalisa disesuaikan dengan untuk Kotamobagu. PT. PLN (Persero)
standar menurut keputusan Menteri Tenaga Sektor Minahasa Unit PLTA Tonsealama,
Kerja No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai PLTA Tanggari I, PLTA Tanggari II
Ambang Batas faktor fisika di lingkungan kerja, mempunyai komitmen untuk meyakinkan
dalam hal ini NAB Kebisingan untuk pelanggan (AP2B Minahasa) dan mitra
memperoleh solusi serta saran yang tepat. kerja bhwa dalam melaksanakan proses
bisnisnya sesuai dengan standar
HASIL internasional manajemen mutu ISO
1. Gambaran Umum Perusahaan 9001:2000. Dalam melaksanakan proses
PLTA Tonsealama merupakan proyek bisnisnya, setiap Unit PLTA Sektor
pembangunan Unit Pembangkit PLTA unit Minahasa menggunakan air yang berasal
I dimulai sejak tahun 1942 oleh Jepang dan dar danau Tondano yang mengalir di
dilanjutkan oleh Belanda dan beroperasi sepanjang sungai Tondano sebagai sumber
sejak tahun 1950. Jumlah pegawai di Unit utama penggerak mula untuk memutar
PLTA Tonsealama berjumlah 38 orang, turbin yang seporos dengan generator,
terdiri dari 14 orang staf pemeliharaan, 12 dukungan penyediaan sparepart/material
orang operator mesin, 8 orang operator dari pemasok sparepart sebagai penyedia
intake, 2 orang supervisor, 1 orang cleaning sparepart dan minyak pelumas, dukungan
area dan 1 orang manajer. penyedia jasa sebagai pemasok tenaga jasa
Proyek pembangunan PLTA Tanggari I operator melalui kantor PLN sekaligus
dimulai sejak tahun 1986 dan beroperasi mendapat pembinaan, pengarahan,
komersial sejak bulan Oktober tahun 1987 bimbingan dan pemantauan. Unit PLTA
hingga tahun 2004 produksi kWh yang Sektor Minahasa Wilayah Suluttenggo
dibangkitkan oleh Unit PLTA Tanggari I mempunyai sumber daya insani denga
mencapai 1.144.835.460 kWh dengan jam berbagai kualifikasi yang bertugas

38
melaksankan pengoperasian, pemeliharaan 2. Karakteristik Tenaga Kerja
pembangkit dan administrasi/kepegawaian Tenaga kerja yang menjadi responden
untuk menghasilkan produksi tenaga listrik adalah seluruh total polulasi yang
secara kontinyu. berjumlah 36 orang. Karakteristik tenaga
kerja terdiri dari umur, jenis kelamin,
pendidikan dan masa kerja dari subjek yang
menjadi responden.

Diagram 1. Distribusi Karakteristik Umur

14% 6%

19%
≤ 20 tahun
21 - 29
17%
30 - 39
40 - 49
≥ 50 tahun

44%

Untuk karakteristik tenaga kerja berdasarkan jenis kelamin semua yang menjadi responden adalah
laki-laki berjumlah 36 orang.

Diagram 2. Distribusi Tingkat Pendidikan


0% 0% 0%

3%
6% SD

SMP/Sederajat

SMA/Sederajat

D1 - D3

S1
91%
S2

Diagram 3. Distribusi Karakteristik Masa Kerja


11%
17%
0%
≤ 5 tahun
6 - 10 tahun

8% 11 - 15 tahun
16 - 20 tahun
21 - 25 tahun
14% 50% > 25 tahun

39
3. Hasil Pengukuran
Diagram 4. Klasifikasi Tingkat Ketulian Secara Umum

20 17 18
14 15
15
Telinga Kanan
10
4 4 Telinga Kiri
5
0 0 0 0
0
0 - < 2526 - 40 41 - 60 61 - 90> 90 dB

Diagram 5. Penggunaan Alat Pelindung Telinga

Menggunakan APT Tidak menggunakan APT


42%

58%

Tabel 1. Riwayat Keluhan


Ya Tidak
Keluhan (n) (%) (n) (%)
Pernah mengalami gangguan pendengaran 4 11,11 32 88,89
Pernah bekerja di perusahaan industri lain
14 38,89 22 61,11
sebelumnya
Pernah telinga merasa sakit 8 22,22 28 77,78
Pernah telinga tertusuk 0 0 36 100
Pernah telinga mengeluarkan cairan 4 11,11 32 88,89
Telinga sering berdengung 19 52,78 17 47,22
Pernah mengalami kehilangan pendengaran
3 8,33 33 91,67
sementara
Daya pendengaran sekarang menurun 9 25 27 75
Sering merasa pusing/sakit kepala setelah selesai
15 41,67 21 58,33
bekerja
Sering merasa mual/muntah setelah selesai bekerja 10 27,78 26 72,22
Sekarang sedang mengkonsumsi obat 8 22,22 28 77,78

PEMBAHASAN Raya Airmadidi – Tondano ini


1. Gambaran Umum Perusahaan menghasilkan energi listrik yang akan
PLTA Tonsealama, PLTA Tanggari I dan disalurkan ke sistem interkoneksi
PLTA Tanggari II merupakan unit PLTA Minahasa, Manado, Bitung dan
dari Sektor Minahasa Wilayah Suluttenggo. Kotamobagu. Dalam penelitian ini sampel
Lokasi perusahaan yang bertempat di Jalan merupakan tenaga kerja yang bekerja di

40
bagian mesin sebagai petugas operator, (Chandra, 2007). Pendapat serupa juga oleh
yang mempunyai jam kerja relatif antara 7 Buchari (2007) mengatakan kondisi
– 9 jam kerja. Pembagian shift kerja di bagi penurunan ambang pendengaran ini terjadi
dalam 4 regu, tiap regu terdiri dari 3 orang akibat terpapar bising yang melebihi nilai
operator salah seorang diantaranya desibel yang diperbolehkan untuk
merupakan kepala regu. Jadwal kerja terdiri pendengaran yang mengakibatkan
dari dinas pagi, dinas siang, dinas malam penurunan pendengaran baik yang bersifat
dan hari bebas/libur. Untuk shift pagi dari sementara atau permanen serta beberapa
pukul 08.00 – 16.00 (8 jam), shift siang dari faktor lain. Ketulian yang bersifat progresif
pukul 16.00 – 23.00 (7 jam) sedangkan atau awalnya bersifat sementara tapi bila
untuk shift malam dari pukul 23.00 – 08.00 bekerja terus-menerus di tempat bising
(9 jam). Pada unit PLTA Sektor Minahasa tersebut maka daya dengar akan
Wilayah Suluttenggo intensitas kebisingan menghilang secara menetap atau tuli.
sudah mencapai 92,2 dB, hal ini 2. Karakteristik Tenaga Kerja
menunjukkan telah melampaui batas aman Tenaga kerja yang menjadi sampel
kesehatan bagi tenaga kerja. Sesuai dengan penelitian merupakan tenaga kerja PT. PLN
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 (Persero) unit PLTA Tonsealama, Tanggari
tahun 1999 yang mengatur tentang batas I dan Tanggari II Sektor Minahasa Wilayah
aman intensitas kebisingan untuk tempat Suluttenggo yang bekerja di bagian mesin
kerja telah di batasi yaitu 85 dB dengan jam sebagai petugas operator yang seluruhnya
kerja 8 jam per hari dan 40 jam per minggu berjumlah 36 orang. Berdasarkan
sehingga tidak berisiko dapat mengalami karakteristik tenaga kerja, untuk sampel
ketulian yang akan berpengaruh dalam penelitian tenaga kerja di bagian mesin
kehidupan sehari-hari maupun produktivitas yang menjadi responden seluruhnya
kerjanya yang disebabkan dari penyakit berjenis kelamin laki-laki, semuanya masih
akibat kerja tersebut. Berdasarkan termasuk umur produktif kerja namun
KepMenNaker No. 51 tahun 1999 nilai persentase terbanyak yaitu 44 % pada
ambang batas (NAB) kebisingan yang kelompok umur 30 – 39 tahun sedangkan
mencapai 92,2 dB waktu pemajan hanya 1 persentase terkecil pada kelompok umur ≤
– 2 jam per hari. 20 tahun berjumlah 2 orang sebesar 6 %.
Adapun hasil penelitian serupa yang sudah Tingkat pendidikan rata-rata yaitu
melebihi nilai ambang batas bagi tenaga berpendidikan Sekolah Menengah
kerja di teliti oleh Petiunaung pada tenaga Umum/Sederajat sebanyak 33 orang atau 91
kerja di ruang mesin PLN Kecamatan %, adapun 2 orang yang berpendidikan
Tabukan Selatan (2008). Hasil pengukuran Diploma 1 dengan persentase 6 % dan 1
intensitas kebisingan yang didapat rata-rata orang atau 3 % berpendidikan SMP. Hasil
97,04 dB menunjukkan telah melampaui penelitian untuk masa kerja, sebagian
NAB untuk waktu kerja 8 jam per hari 85 responden atau 50 % telah bekerja selama 6
dB sehingga hasil penelitiannya – 10 tahun, ada juga 4 orang yang telah
menunjukkan ada hubungan antara lama bekerja sebagai petugas operator selama >
kerja dengan gangguan pendengaran pada 25 tahun dengan persentase 11 %.
tenaga kerja. Hasil tersebut sesuai dengan 3. Hasil Pengukuran
teori yang mengatakan pengaruh utama Berdasarkan hasil pengukuran dari
kebisingan terhadap kesehatan adalah penelitian yang dilakukan didapati tingkat
kerusakan indera pendengar yang dapat ketulian secara umum tenaga kerja yang
menyebabkan ketulian progresif. Namun, telah mengalami tuli ringan (26 – 40 dB)
apabila seseorang berada terus-menerus di pada telinga kanan sebanyak 18 orang atau
tempat yang bising dan terpajan pada 50 % total sampel dan pada telinga
kebisingan itu orang tersebut akan kiri sebanyak 15 orang sebesar 42 %.
kehilangan daya dengar yang sifatnya Sedangkan untuk tuli sedang (41 – 60 dB)
menetap dan tidak dapat pulih kembali pada telinga kanan dan kiri sebanyak 4

41
orang dengan 11 % dari total sampel Berdasarkan hasil wawancara yang
penelitian. Menurut Departemen Kesehatan menggunakan alat pelindung telinga
Republik Indonesia (1990), orang yang sebanyak 21 orang atau 58 % sedangkan
berumur lebih dari 40 tahun akan lebih tidak selisih jauh sebanyak 15 orang atau 42
mudah tuli akibat bising. Namun jika dilihat % tidak menggunakan alat pelindung
dari hasil penelitian berdasarkan kategori telinga dengan beberapa alasan seperti tidak
umur terbanyak pada kelompok umur 30 – tersedia alat pelindung diri dikarenakan alat
39 tahun yang mengalami penurunan yang pernah disediakan telah rusak dan
ambang pendengaran, sebanyak 16 orang belum ada penggantian yang baru. Alasan
yang pada telinga kanan tingkat normal lainnya yaitu tidak nyaman dalam
sejumlah 5 orang atau 13,89 %, tuli ringan pemakaian alat kemungkinan karena tidak
9 orang atau 25 % dan tuli sedang 2 orang sesuai dengan ukuran pemakainya. Tidak
persentase sebesar 5,55 %. Sedangkan pada menggunakan alat pelindung telinga bagi
telinga kiri 7 orang persentase 19,44 % pekerja saat bekerja dan terpapar dalam
masih dalam tingkat normal, 8 orang waktu yang lama setiap hari akan
persentase 22,22 % tingkat ketulian ringan berdampak pada gangguan pendengaran
dan 1 orang persentase 2,78 % tingkat sehingga mengakibatkan penurunan
ketulian sedang. Ternyata untuk kategori ambang dengar, apalagi berdasarkan hasil
umur di atas 40 tahun lebih sedikit sekitar penelitian didapati bahwa angka terbanyak
11 orang, 2 orang (5,55 %) masih dalam yaitu pada masa kerja 6 – 10 tahun. Selain
kategori normal, 7 orang (19,44 %) penggunaan alat pelindung telinga, masa
mengalami tuli ringan dan 2 orang (5,55 %) kerja juga mempengaruhi. Hasil
mengalami tuli sedang. Oleh karenanya pengukuran tingkat ketulian terbanyak
faktor umur memang berpengaruh terhadap berdasarkan lama kerjanya ada pada 6 – 10
penurunan ambang dengar seseorang akan tahun masa kerja sekitar 10 orang yang
tetapi terdapat faktor lain juga diantaranya mengalami tuli ringan dan tuli sedang.
masa kerja atau lama kerja pun berperan Masa kerja lebih dari 25 tahun pun
didalamnya. Berdasarkan masa kerja sebanyak 4 orang telah mengalami tuli
responden terbanyak pada kelompok masa ringan dan tuli sedang. Adapun 2 responden
kerja 6 – 10 tahun yaitu 18 orang atau 50 % yang masa kerja ≤ 5 tahun sudah
total sampel, pada telinga kanan 8 orang mengalami tuli ringan dan sedang.
yang masih normal sedangkan telinga kiri Berdasarkan hasil wawancara setelah
10 orang. Untuk tingkat ketulian ringan ditelusuri lebih lanjut yang mengalami tuli
pada telinga kanan sebanyak 8 orang ringan adalah responden yang pindah tugas
sedangkan 6 orang di telinga kiri, tingkat berbeda kota namun dengan lokasi kerja
ketulian sedang pada masing-masing yang sama. Selain itu yang mengalami tuli
telinga ada 2 orang dengan persentase 5,55 sedang responden sebelumnya pernah
%. Berdasarkan Departemen Kesehatan bekerja di industri yang sama namun di unit
Republik Indonesia tahun 1990 yang Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Hal
dikatakan tersebut diatas bahwa umur lebih ini memungkinkan gangguan yang dialami
dari 40 tahun lebih rentan dengan oleh tenaga kerja karena lokasi kerja yang
penurunan ambang dengar sehingga tidak mengalami rotasi sehingga terus
berpeluang lebih besar dalam mengalami menerus bekerja di tempat bising dan
ketulian ringan, sedang, berat maupun terpapar dengan keadaan bising, apalagi
sangat berat, akan tetapi berdasarkan hasil jika bising di lingkungan kerjanya yang
penelitian ini maka kemungkinan itupun telah melebihi ambang batas pendengaran.
dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya Oleh karena itu sebaiknya perlu adanya
seperti : penggunaan alat pelindung diri kontol administrasi dengan diberikan
(APD), masa kerja, lingkungan kerja, serta rolling kerja sehingga tenaga kerja tidak
keluhan sakit lainnya. terus-menerus terpapar dengan keadaan
bising dan mencegah agar supaya tenaga

42
kerja yang pendengarannya masih dalam lebih panjang serta bising yang lebih
batas normal agar tidak menjadi tuli dan meningkat dikarenakan pada jam tersebut
tenaga kerja yang telah terlanjur mengalami mengalami beban puncak sehingga
tuli baik ringan maupun sedang agar tidak beroperasi penambahan alat/mesin. Selain
mengalami hal yang tidak diinginkan beban fisik terhadap pekerja juga ditambah
seperti berlanjut pada ketulian yang lebih beban secara psikologi karena mendengar
parah. Untuk mengetahui keluhan yang bising alat secara terus menerus akibat tidak
pernah dialami responden tentang gangguan menggunakan alat pelindung telinga
pendengaran maka peneliti memberikan sehingga tingkat stress atau gangguan
beberapa pertanyaan. Hasilnya dapat dilihat komunikasi bisa saja terjadi. Adapun 8
pada tabel 3.15. Pertanyaan-pertanyaan ini orang atau 22,22 % yang mengkonsumsi
ditanyakan pada 36 responden dan yang obat pada saat dilakukan penelitian.
dibahas hanyalah responden yang Penggunaan obat-obatan lebih dari 14 hari
menjawab ya dari total jumlah responden. baik diminum maupun melalui suntikan
Untuk pertanyaan apakah telinga sering menyebabkan terjadinya gangguan
berdengung sebanyak 19 orang responden, pendengaran. Obat yang dikonsumsi adalah
15 orang responden sering merasa obat pengontrol tekanan darah, bukan obat-
pusing/sakit kepala setelah selesai bekerja, obatan terlarang atau karena flu dan 8 orang
10 orang sering merasa mual/muntah responden ini sudah berumur > 45 tahun.
setelah selesai bekerja, 9 orang merasa Selain karena faktor usia, penyakit
pendengarannya sekarang menurun, 8 orang hipertensi juga berpengaruh dalam
responden pernah telinga merasa sakit, 4 penurunan ambang dengar oleh karena sel-
orang pernah mengalami gangguan sel pembuluh darah di sekitar telinga yang
pendengaran dan telinganya pernah ikut tegang dan mengeras mengakibatkan
mengeluarkan cairan sedangkan 3 orang oksigen yang masuk berkurang sehingga
pernah mengalami kehilangan pendengaran memudahkan sel-sel pendengaran mati.
sementara. Berdasarkan tanya-jawab Ada 14 orang atau 38,89 % responden yang
tersebut keluhan telinga yang sering menjawab pernah bekerja di perusahaan
berdengung disebabkan oleh gangguan industri lain sebelumnya. Beberapa
akustik yang tidak selalu terjadi pada kedua diantaranya sebelumnya pernah bekerja di
telinga sekaligus, mulanya kepekaan industri dengan bidang pekerjaan yang
terhadap gelombang frekuensi tinggi yang berbeda namun rata-rata merupakan tenaga
akan berkurang dengan tidak disadari jika kerja pindahan dari unit sektor lain yang
terus menerus terjadi infeksi pada telinga, sebelumnya bertugas di lokasi kerja yang
penimbunan kotoran telinga maupun sama sehingga mengaku daya pendengaran
penggunaan aspirin yang berlebihan juga sekarang menurun dan pernah mengalami
penyebab telinga yang sering berdengung. kehilangan pendengaran sementara. Untuk
Ada juga beberapa responden yang itu bagi tenaga kerja agar tidak mengalami
telinganya pernah merasa sakit sehingga gangguan pendengaran akibat bising
mengeluarkan cairan dan mengalami sehingga menyebabkan ketulian maka
kehilangan pendengaran sementara dianjurkan menggunakan alat pelindung
dikarenakan jarang bahkan sering tidak telinga seperti ear muff atau ear plug
menggunakan alat pelindung telinga sewaktu bekerja sehingga risiko untuk
sehingga terpapar bising selama bekerja terpapar bising yang merusak pendengaran
dalam waktu yang relatif lama dan dengan pada usia produktif dapat diminimalisir.
intensitas yang tinggi. Hasil wawancara
beberapa responden mengeluhkan bahwa SIMPULAN
sering merasa pusing dan mual dikarenakan Berdasarkan hasil penelitian tingkat ketulian
stamina yang kurang fit akibat kurang pada tenaga kerja ruang mesin PLTA sektor
istirahat/tidur yang cukup, apalagi untuk Minahasa wilayah Suluttenggo, maka dapat
yang bekerja shift malam yang waktu kerja disimpulkan bahwa pada telinga kanan, ambang

43
pendengaran yang masih dalam kategori normal mengantisipasi kebisingan serta pengaruhnya
derajat ketulian sebesar 39 %, kategori tuli terhadap kesehatan.
ringan sebesar 50 % dan kategori tuli sedang
sebesar 11 %. Sedangkan pada telinga kiri, yang DAFTAR PUSTAKA
masih dalam kategori normal derajat ketuliannya Anizar. 2009. Teknik Keselamatan dan
sebesar 47 %, yang mengalami tuli ringan Kesehatan Kerja di Industri. Medan :
sebesar 42 % dan tuli sedang sebesar 11 %. Graha Ilmu.
Buchari, 2007. Kebisingan Industri dan Hearing
SARAN Conservation Program. USU
Agar melaksanakan 3 upaya yakni : Pertama, Repository. (Online), (http://library.usu.ac
upaya Preventif untuk meminimalisir kebisingan .id/download/ft/07002749.pdf) Diakses
melalui dua intervensi, pertama pada tenaga tanggal 1 Maret 2010.
kerja dengan penggunaan alat pelindung telinga Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan
selama bekerja di tempat bising, rotasi kerja dan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku
shift kerja yang lebih pendek mengacu pada Kedokteran ECG.
tingginya kebisingan di tempat kerja. Kedua, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
intervensi pada peralatan sebaiknya memakai 1990. Upaya Keselamatan Kerja
alat peredam suara, diberi minyak pelumas, bila Sektor Informal di Indonesia. Jakarta. (Onli
diperlukan penggantian alat baru yang tingkat ne), (http://digilib.unnes.ac.id/gsdl.collect/s
kebisingannya lebih rendah. Kedua, upaya kripsi/archives/HASHdf81/bbc67ef9.dir/do
Promotif dengan sosialisasi tentang pentingnya c.pdf) Diakses tanggal 28 April 2010.
penggunaan APT agar meningkatkan kesadaran Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan
pekerja untuk mematuhi setiap prosedur kerja Mayarakat : Prinsip-Prinsip Dasar.
jika tidak patuh diberi sanksi karena hal tersebut Jakarta: Rineka Cipta.
sangat penting untuk diperhatikan bagi Petinaung, J. K. 2008. Hubungan Lama Kerja
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja sendiri. dengan Gangguan Pendengaran Pada
Ketiga, upaya lainnya yaitu pemeriksaan berkala Tenaga Kerja di Ruang Mesin PLN
ke dokter ahli THT setiap 6 bulan atau 1 tahun Kecematan Tabukan Selatan. Skripsi.
sekali disesuaikan dengan kebijakan perusahaan Manado. Politeknik Kesehatan.
dan tingginya kebisingan di tempat kerja. Selain Rambe, A. 2003. Gangguan Pendengaran
itu, pendidikan dan latihan bagi setiap tenaga Akibat Bising. Medan. (Online),
kerja baik yang bekerja di ruang mesin maupun (http://www.thtkomunitas.org/index2.php?
dibagian lainnya, sehingga meningkatkan option=com_content&do_pdf=1&id=9)
pengetahuan dan keterampilan mengenai upaya Diakses tanggal 1 Maret 2010.

44

You might also like