0% found this document useful (0 votes)
44 views

Odncan Cosr: Methid

The document discusses ecotourism development for small island areas, using the Kepulauan Seribu islands as a case study. It outlines the growth of global tourism and emergence of ecotourism. The travel cost method can be used to estimate the economic values and benefits associated with recreational sites like the Kepulauan Seribu islands. Ecotourism in small island areas has the potential to provide both environmental and economic benefits but also risks of negative impacts if not properly managed.
Copyright
© © All Rights Reserved
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
44 views

Odncan Cosr: Methid

The document discusses ecotourism development for small island areas, using the Kepulauan Seribu islands as a case study. It outlines the growth of global tourism and emergence of ecotourism. The travel cost method can be used to estimate the economic values and benefits associated with recreational sites like the Kepulauan Seribu islands. Ecotourism in small island areas has the potential to provide both environmental and economic benefits but also risks of negative impacts if not properly managed.
Copyright
© © All Rights Reserved
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 22

vALUAsf EKoNoMl odncan TRAvEL cosr METHID

PADA OBYEK EKOWISATA PULAU-PULAU KECIL


(Kasus Kawasah Kepulauan Serlbu)

M. Yuwana Marluka
Dosen Fakultas Ekonpmi Unpar

Abstract
The phenomenal growth of global tourism has immediate and far
reaching consequences for the natural and cultural herltage, as it directly
llnks tourism activitias with low impact use of the natural resources,
anvironmental conseruation and sustainable economic activitles. One
among many terms given to this form of tourism is ecotourism sectors.
The rapidly growing ecotourism movement for coastal zone of tourism
attraction, in this case Just like the ecotourism in the Kepulauan Seqibu,
Jakarta Utara area natural green sea turtle conseruation, eoral reef and
sandy coastal scenery, fishing community, and others various natural
potentials, can be beneficial to aftract domestic lourists as well as
international tourists. The travel cost method can use to estimate
economic use values associated with ecosystems or sifes tftat are used
for recreation such Kepulauan Seribu Area. The method can 8e used to
estimate the economic benefits or costs resulting from: 1) chqnges in
access cosfs for a recreational site, 2) elimtination of an exisfrng
recreational site, 3) addition of a new recreational site, and 4) changeq in
environmental quality at a recreational site. The basic premise of the travel
cost inethod is that the time and travel cost expenses that people incur to
visit a site represent the "price" of access to the site. Thus, peoples'
willingness to pay to visit the site can be estimated based on the number
of trips that they make at different travel costs, This is analogous to
estimating peoples'willingness to pay for a marketed good based on the
quantiu demanded at different prices. This section continues with
example applications of the travel cost method to analyze the ecotourlsm
in the Kepulauan Seribu area, lollowed by a more complete technical
description of the method and its advantages and limitations.

Keywords :Coastal zone ecotourism, Sea turtte conseruation, S)ustainable


tourism, Cost benefit analysis, Economic valuation, Willingness to pay and
Travelcost method

80 Volume 11, Nomor 2, Agustus 2007


Perkembangan Pariwisata Baru menuju Ekowisata pulau-pulau Kecil
Dalam menyusun perencanaan dan pengelolaan pembangunan
untuk masa depan diperlukan adanya suatu pergeseran paradigma dari
strategi import substitution industry menjadi resource based industry.
Perubahan paradigma ini perlu disertai instrumen kebijakan untuk oapit
melakukan dorongan besar bagi pertumbuhan ekonomi berupa pilihan
strategi pembangunan dan industrialisasi berbasis sumberdaya alam,
khususnya dalam pengelolaan sumberdaya pesisir melalui sector
ekowisata. salah satu contoh yang dapat dikembangkan adalah kawasan
ekowisata pesisir kawasan Kepulauan Seribu, Sukabumi.
Pariwisata merupakan industri dengan pertumbuhan tercepat didunia
(wro, 2000), dalam resolusinya PBB pun telah menyatakan bahwa
pariwisata as a basic and desirable human activity deseruing the praise and
encouragement of all peoples and governments. khusus bagi wisata bahari
secara global di tahun 1993 mampu menghasilkan devisa lebih dari US$
3.5 triliun atau sekitar 6 - 7o/" dari total pendapatan kotor dunia (wrrc,
1993). Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia
yang memiliki 17,508 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km,
memiliki potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat besar
(Bengen, 2001). sektor ini meningkatkan kontribusi bidang kawasan dan
wisata secara signifikan dari Rp, 3 triliun di tahun 1990 menjadi Rp. 33
triliun di tahun 1999, kontunuitas pengembangan ini tentunya berimplikasi
pada bidang usaha wisata lainnya, yaitu perhotelan, jasa rekreasi, biro
perjalanan, dan restoran yang terletak di kawasan wisata
Saat ini pariwisata bergerak menuju paradigma baru, yaitu merubah
paradigma lama yang lebih mengutamakan pariwisata masal (wisatawan
yang besar/berkelompok dan paket wisata yang seragam) (Faulkner B.,
1997), menjadiwisatawan yang lebih canggih, berpengalaman dan mandiri,
yang bertujuan tunggal mencari liburan fleksibel, keragaman dan minat
khusus pada lingkungan alam dan pengalaman asli (Baldwin dan Brodess,
1993) yang oleh Eadington dan Smith (1995) diartikan sebagai konsisten
dengan nilai-nilai alam, sosial dan masyarakat yang memung-kinkan
adanya interaksi positif diantara para pelakunya. Konsep inisejalan dengan
Ekowisata (ecolourism) yang lebih menekankan pada faktor daerah alami
(Lascurain dan Ceballos, 1988) dan telah dikembangkan sejak 1980
(Orams, 1995), sebagai suatu perjalanan bertanggung-jawab ke lingkungan
alami yang mendukung konservasi dan meningkatkan kesejateraan
penduduk setempat (The Ecotourism Society, 1993). Dan diperkuat oleh
Zitter (1989) menekankan pada sektor sejarah dan budaya, Whelan (1991)
pada faktor etnis, Boo (1992) pada faktor pendidikan lingkungan, Steele
(1993) tentang proses ekonomi, Cater and Lowman (1994) tentang
pemanfaatan bertanggung jawab dan imbuhan kata 'eco'(seperti ecotour,
ecotravel, ecosafari, ecovacation, ecocruise, dll), Hudman et.al. (1989)
pada faktor budaya, Lindberg (1991)

Bina Ekonomi Majalah llmiah Fakultas Ekonomi Unpar 8l


pada faktor pelestarian, Gunn (1994) pada faktor.petualangan, Brandon
ItggO) pada faktor pengetahuap dan konservasi, Kususdianto (1996)
memberikan batasan ruang lingkup usaha ekowisata, dan Silver C' (1997)
yang memberikan batasan-batasan berikut (1) Mengingilkan pengalaman
as[, (2) Layak dijalani secara pribadi maupun sosial, (3) Tak ada rencana
perjaianan yang ketat, (4) Tantangan fisik dan mental, (5) Interaksi dengan
buciaya dan penduduk setempat, (6) Toleran pada ketidaknyamanal, (7)
Bersikapn aktif dan terlibat, (8) Lebih suka petualangan daripada
pengalaman, sedangkan Choy, Low dan Heilbron (1996) memberikan
batalan lima faktor pokok yang mendasar yaitu: Lingkungan, Masyarakat,
Pendidikan dan Pengalaman, Keberlanjutan, Manajemen, dan Ecoturism
Research Group (1996), yang membatasi tentang wisata bertumpu pada
lingkungan alam dan budaya yang terkait dengan : (1) Mendidik tentang
fungsi dan manfaat lingkungan, (2) Meningkatkan kesadaran lingkungan,
(3) Bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi, (3) Menyumbang
langsung pada keberkelanjutan. Ekowisata tidak setara dengan wisata
alam. Tidak semua wisata alam akan dapat memberikan sumbangan
positif kepada upaya pelestarian dan berwawasan lipgkungan, jenis
pariwisata tersebut yang memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu
yang menjadi ekowisata dan memiliki pasar khusus, demikian menurut
pendapat dari Wheat (1994) dan Goodwin H. (1997) dan diperlsgat oleh
Wyasa P. (2001). Low Choy dan Heillbronn (1996), merumuskan lima
faktor batasan yang mendasar dalam penentuan prinsip utqma
ekowisata. Faktor pertama adalah lingkungan; ekowisata bertumpu pa(6
lingkungan alam, budaya alami. Yang kedua adalah masyarakat; ekowisata
bermanfaat ekologi, sosial dan ekonomi pada masyarakat. Sedangkan
yang ketiga adalah pendidikan dan pengalaman; 'ecotourism harus dapat
meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan
adanya pengalaman yang dimiliki. Yang keempat adalah berkelanjutan;
ecotourism memberikan sumbangan ppsitif bagi keberlanjutan ekologi
lingkungan baik jangka pendek matriiun$angka panjang. Dan yang terakhir
adalah manajemeni ecotourism harUs ilikelola secara baik dan menjamin
sustainability. il.j
Wisata Pulau-Pulau Kecil merupaft{n jenis kegiatan pariwisata yang
berlandaskan pada daya tarik kelautan;, memiliki spektrum industri yang
sangat luas dan bisnis yang melibatkah berbagai industri yang sangat
beragam. Konsep wisata Pulau-_flulau rKecil di dasarkan pada view,
keunikan alarn, karakteristik ekOsistem, kekhasan seni budaya dan
karaktersitik masyarakat sebagai kekuatari dasar yang dimiliki oleh masing-
masing daerah. Wheat (1994) dan Steele (1993) berpendapat wisata
Pulau-Pulau Kecil adalah proses ekonomi yang memasarkan ekosistem
dan meruilakan pasar khusus yang menarik dan langka untuk orang yang
sadar akan lingkungan dan tertarik untuk mengamati alam.

82 Volume 11, Nomor 2, Agustus 2007


Maka, sangat beralasan bagi Indonesia bila hampir di semua daerahnya
akan berupaya mengembangkan wisata Pulau-Pulau Kecil ini. Menurut
riset dari Soeriaatmadja (1997) ada lima hal yang melandasinya: (1)
Seluruh daerah di Indonesia kecuali Kalimantan Tengah memiliki daerah
pantai pulau tropika, (2) Aksesibilitas, ekosistem Pulau-Pulau Kecil selalu
berada di garis depan atau pintu masuk ke ekosistem darat, (3) Memenuhi
karakter 35 (sun, sand, sea), (4) Disusun Rencana lnduk Pengembangan
Pariwisata Nasional (RIPPNAS), (5) Variasi daya tarik wisata dan laju
pertumbuhan wisata.
Cakupan kegiatan ekowisata Pulau-Pulau Kecil ini sesungguhnya
memiliki spektrum industri yang sangat luas dan bisnis yang ditawarkannya
sangat beragam, selain akomodasi dan resor, serta beberapa komponen
pariwisata lain misalnya jasa penyedia transportasi, kapal pesiar, pengelola
taman laut, restoran terapung, rekreasi pantai, konvensi di pantai dan di
laut, pemandu wisata alam, dan sebagainya. Tentunya industri-industri
pendukung/sub komponen juga akan terbuka lebar antara lain jasa foto dan
video, pakaian dan peralatan olah raga, jasa rescue, kerajinan dan cindera
mata, dan lain-lain.

Dampak dari Pengembangan Pariwisata


Tidak hanya dampak positif, kegiatan ekowisata dapat berpotensi
memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, baik terhadap
lingkungan obyek ekowisata maupun terhadap lingkungan sosial budaya
setempat (Supriana N. 1997). Lingkungan didefinisikan dahulu sebagai
sesuatu yang terdiri daritiga komponen, yaitu lingkungan alam, binaan dan
budaya yang saling terkait dan akan ada pengaruh lintas komponen yang
dikaitkan dengan pembangunan pariwisata. Konsep holistik mengenai
lingkungan ini perlu untuk menyadari seluruh jelajah dampak potensial
yang dapat ditimbulkan dari proyek atau pembangunan. (OECD, 1981).
Gree dan Hunter (1993) meneliti tentang dampak negatif pada lingkungan
budaya yang dibagi dalam 6 komponen lingkungan yang akan
rusak/berubah, yaitu : (1) nilai dan kepercayaan, (2) moral, (3) perilaku, (4)
seni dan kerajinan, (5) hukum dan ketertiban, dan (6) sejarah. Hartanto
(1997), menambahkan daftar dampak negatif lainnya yang akan terjadi
pada Lingkungan Binaan dan Lingkungan Alam, yaitu pada: (1) flora dan
fauna, (2) polusi, (3) erosi, (4) sumber daya alam, (5) pemandangan.
Khususnya bagi daerah wisata pesisir menurut Clark (1996) berbagai
permasalahan yang umumnya ditemukan di wilayah Pulau-Pulau Kecil saat
ini adalah: 1). Penurunan sumberdaya alamiah, 2). Polusi, 3). Konflik
penggunanaan lahan, 4). Pengrusakan kehidupan dan kepemilikan akibat
bencana alam.

Bina Ekonomi Majalah llmiah Fakultas Ekonomi Unpar 83


Pariwisata Berkelaniutan
' Dengan demikian perencanaan yang disusun haruslah disesuaikan
dengan konsep Sustainable & Responsible Tourism. Seperti diketahui
bahwa konsep pembangunan berkelanjutan oleh WCED-PBB (1987)
batasannya adalah sebagai. pembangunan yang dapat menjamin
pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa mempertaruhkan
kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka
sendiri. Tujuannya adalah memadukan pembangunan dengan lingkungan
sejak awal proses penyusunan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan
yang strategik sampai kepada penerapannya di lapangan. Kemudian
pemikiran lebih lanjut memasukan faktor etika dan equi$ yang melibatkan
responsibility pada lingkungan sebagai tindakan manusia yang merupakan
aktor (individu, kelompok, organisasi, dan lain-lain) (Butler 1998).
Konsep manajemen strategi yang dapat diterapkan pada industri
pariwisata ini, dengan skema yang digunakan adalah seperti yang
dikemukakan oleh Tribe J. (1997) meliputi : (1) misi, (2) analisa strategi, (3)
penetapan strategi, dan (4) implementasi strategi. Pada sistem
pengelolaan ekowisata pesisir, perlu dicermati pembatasan tentang
pembangunan yang berwawasan . lingkungan dan berkelanjutan
(sustainable), maka Albertson (1999) dalam risetnya menyebutkan
dimensi;dimensi Environmental Sustainability (Cater and Lowman 1994,
Bottrill and Pearce 1995), Economical Sustainability (Wanhill 1997), Socio-
Cultural Sustainabilify(Pearce 1989, Nijkamp et.al. 1995, Milne 1998) dan
Palitical' S ustai nability (Movuforth and Munth 1 998).
Pendapat serupa dikemukakan oleh Dahuri et.al. (2001) tentang garis
besar konsep pembangunan berkelanjutan yang memiliki empat dimensi,
yaitu ekologis, sosial ekonomi budaya, sosial politik, serta hukum dan
kelembagaan. Maka dalam hal ini, telah terjadi kesamaan/kesepakatan
tentang variabel-variabel yang digunakan untuk menganalisa manajemen
wilayah Pulau-Pulau Kecil.

Tuluan Studi
Tujuan dari studi ini adalah untuk mempelajari fenomena yang berkaitan
dengan berbagai profil dan aktifitas wisata di kawasan Kepulauan Seribu,
Kabupaten Kepulauan Seribu, dengan harapan hasilnya dapat dijadikan
masukan dan arah bagi pengembangan kawasan wisata Kepulauan
Seribu, dan untuk menemukan indikasi-indikasi program kegiatan yang
mungking bisa dikembangkan, serta rekomendasi mengenai langkah
strategis dalam upaya pengembangan kawasan wisata Kepulauan Seribu
baik dari segi pemanfaatan potensi industri pariwisata maupun aspek
keberlanjutan ekologisnya secara lebih terpadu.
Untuk mengelola sumber daya alam Kawasan Ekowisata Kepulauan
Seribu yang dapat ditinjau sebagai barang publik, yang mempunyai
berbagai daya tarik (attractions) alami.

84 Volume 1 1, Nomor 2, Agustus 2007


Maka perlu dilakukan dengan terencana karena pengembangan kawasan
rekreasi dapat memicu tumbuhnya dampak positif dan negatif, bqik
terhadap ekonomi dan sosial budaya maupun kelestarian sumberdaya.
Hufsshmidt (1987) menyatakan bahwa semua manfaat yang diperoleh dari
barang dan jasa lingkungan dapat dimasukan dalam analisis biaya-manfaat
karena kerusakan yang ditimbulkan oleh kegiatan ekonomi adalah biaya
daripada aktifitas itu sendiri.
Pada bagian utama studi ini pembahasan diutamakan kepada salah
satu faktor utama yang sangat berpengaruh pada pengembangan
ekowisata pesisir, yaitu pembahasan tentang pengelolaan sumberdaya
alam yang tepat bagi ekowisata pesisir dengan mempertim-bangkan
valuasi ekonomi sebagai dasar perhitungannya, khususnya pada kasus
obyek pariwisata kawasan Kepulauan Seribu, Kabupaten Kepulauan
Seribu.
Dengan menggunakan Metode Travel Cosf diharapkan dari studi ini
dapat diketahui keinginan individu untuk membayar bagi kepentingan
lingkungan, pelestarian dan perbaikan saja, dan kompensasi dari kerugian.
Kemudian perhitungan moneter ini dapat menjadi pendukung kualitas
lingkungan. Dan selanjutnya dapat membandingkan dalam berbagai
alternatif lainnya terutama dalam pemanfaatan dana

Gambaran Umum Lokasi Studi (Kawasan Kepulauan Seribu)


Sebagai contoh Studi ini dapat diterapkan di kawasan Kepulauan
Seribu yang terletak di bagian Utara Jakarta. Terdapat kuang lebih 108
pulau-pulau kecil dan 25o/o dipergunakan untuk Pulau-pulau resort. lbukota
Kabupaten Kepulauan Seribu ada di P. Pramuka. Kepulauan Seribu
ditentukan sebagai Taman ,Laut Nasional dan mendapatkan perhatian
khusus dari pemerintah DKI untuk dijadikan wilayah konservasi laut.
Keunikan pulau-pulau tersebut adalah pantai pasar putih dan akses dari
Jakarta yang relatif dekat, yakni kurang lebih satu setengah jam dari
Marina Ancol. Lokasi ini merupakan kawasan wisata yang sudah ditata,
tetapi di lain pihak mempunyai jenis obyek yang cukup menarik dan khas,
lokasi ini mgmpunyai potensi yang cilkup baik dikembangkan sebagai
usaha kawasan pariwisata.

ProfilWlsatawan
Wisatawan Nusantara (Wisnus) yang datang ke kawasan Kepulauan
Seribu umumnya sebagian besar berasal dari daerah dekat kawasan
wisata tersebut, yang berasal dari .luar terbanyak berasal dari Jakarta dan
ekspatriat yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Kunjungan semakin
menipgkat, terutama perjalanan remaja dan keluarga. Wisatawan
Mancanegara (Wisman) berasal dari beberapa negara tetangga di benua
Asia dan Australia, golongan terbesar Wisman ini adalah berasal dari
negara Australia dan Selandia Baru, serta beberapa dari Perancis, Jerman,
Brasilia, dan Belanda, hingga ada kecenderungan meningkatnya Wisman
dari Asia Timur yaitu Jepang dan Korea.
Bina Ekonomi Majalah llmiah Fakultas Ekonomi Unpar 85
Penyu- Hijau
Penyu yang sedang bertelur merupakan obyek wisata yang pdting
menarik di kawasan Kepulauan Seribu, permasalahannya adalah waktu
, keluarnya penyu dari laut sampai dengan bertelur (di pasir pantai) sampai
saat ini tidak dapat dikendalikan oleh manusia terutama pengelola
kawasan. Penyu-penyu tersebut.hanya mau naik ke pantai apabila pantai
dalam keadaan gelap dan sunyi, dan biasanya hal ini terjadi pada sekitar
tengah malam. Kondisi ini membuat pengelola kawasan tempat penyu
bertelur seiing-sering menghalangi orang/pengunjung akan menganggu
penyu yang mau bertelur. Tampaknya pihak pengelola maupun Pemda
sendiri masih belum memberikan ketegasan, apakah penyu di desa
Pangumbahan ini siap atau tidak untuk dijadikan obyek wisata.
Penyu merupakan jenis reptilia yang hidup di perairan laut.
Selanjutnya dari 7 (tujuh) jenis penyu di dunia 6 (enam) diantaranya
terdapat di lndonesia (Halim dan Dermawan, 1999). Keenam jenis penyu
tersebut adalah : (1) penyu sisik (Eretmochelys imbricata), (21 penyu
fekang (Lepidochelys olivacea), (3) penyu belimbing (Dermocelys
coriacea), (4) penyu hijau (Chelonia mydasl, (5) penyu tempayan (Caretta
caretta) dan (6) penyu pipih (Natator depresus). Dalam pandangan
internasional, semua jenis penyu dianggap langka (endengereo) dalam
Red Data Book-lUCN. Binatang penyu ini memiliki sebaran yang sangat
luas. dan bermigrasi hingga ratusan bahkan ribuan kilometer dari tempat
berbiaknya. Pantai Pulau Sepa, Pulau Kotok dan Pulau Pramuka
merupakan salah satu tempat peneluran yang paling penting. Menurut
Hirth, H.F (1971) sebagian besar kehidupan penyu dihabiskan di laut untuk
mencari makan, beruaya dan kawin. Setelah tiba saatnya bertelur penyu
betina akan mencari pantai berpasir untuk bertelur. Halliday et.al. (1986)
menyatakan bahwa daerah peneluran penyu ini biasanya tidak jauh dari
perairan laut yang menyediakan rumput laut. Rata-rata penyu hijau bertelur
sebanyak 106 butir setiap kali mendarat ke pantai (Sub Balai KSDA Jatim
ll. 1990). Secara alami telur yang ditinggalkan induk penyu dalam
gundukan pasir pantai akan menetas. Oleh Nuitja, N.S (1981) dilaporkan
bahwa prosentase penetasan telur penyu x,90 %. Setelah menjadi anakan
(tukik) maka secara naluriah akan pergi ke arah laut. Mula-mula sesaat
tukik akan berada di perairan laut dekat pantai kemudian berkelana ke laut
lepas. Perjalanan tukik di laut tidak diketahui lagi. Para ahli menyebut
sebagai "tahun yang hilang" (Carr, A. 1967; Frick. 1976 dalam Carr,A.
1980). Ancaman terhadap telur penyu adalah pemungutan telur di lokasi
peneluran dan pemangsaan predator seperti biawak, babi hutan, macan
tutul, elang, ikan besar pada tingkat telur hingga anakan (tukik)
(Triwibowo. 1990). Hanya 1 s/d 3 % anakan yang mampu mencapaitingkat
dewasa (Enrenfeld, D.W. 1974). Tingkat kematian anakan penyu menuju
dewasa sangat tinggi, diasumsikan hanya sebutir sampai dengan tiga butir
telur yang bertahan hidup dari 100 butir yang dihasilkan seekor induk
penyu.

Volume 1 1, Nomor 2, Agustus 2007


Sedangkan ancaman yang tbaling utama adalah penangkapan oleh
manusia. Penangkapan baik yang disengaja maupun yang tidak dapat
mengancam kelangsungan populasi penyu (Sumardja,E. 1991).
Pemerintah Indonesia telah menetapkan perlindungan terhadap populasi
penyu melalui : Surat Keputu$an Menteri Kehutanan, antara lain: No.
327/Kpts/um/511978 untuk penyu belimbing (Dermochelys coriacea); No.
716/Kpts/um/1011980 untuk penyu lekang (Lepidochelys olivea) dan penyu
;
tempayan (Caretta caretta) No. SSZKpts-|111992 untuk penyu sisik
(Eretmochelys imbricafa) dan Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 untuk
penyu hijau. Dalam rangka usaha pelestarian penyu pemerintah mendapat
dukungan dan bantuan dari berbagai organisasi internasional seperti Woild
Wildlife Fund for Nature (WWF), Food Agriculture Organization (FAO) dan
Japan Bekko Association (JBA). Secara umum penyu dalam
kehidupannya memerlukan berbagai habitat sesuai kebutuhan, yaitu
habitat untuk mencari makan (feeding groundl, habitat untuk
melangsungkan perkawinan (meeting area), habitat untuk beristirahat
(resting area) dan habitat untuk bertelur (nesting area). Obyek wisata
penyu hingga saat ini masih belum dirancang untuk dijadikan sebagai
obyek wisata.

Diving dan Terumbu Karang


Pada dasarnya lndonesia umumnya memiliki kekayaan bahari yang
berlimpah, yang mencakup kehidupan sekitar 28 ribu species flora, 350
species fauna, 1 10 ribu species mikroba, serta sekitar 600 species terumbu
karang. Keanekaragaman terumbu karang di Indonesia mencapai 600
species dari 400 genera, jauh lebih kaya dari yang dikandung Laut Merah
yang hanya memiliki 40 species dariT genera. Demikian juga potensi yang
dimiliki kawasan Kepulauan Seribu ini, tentunya termasuk salah satu dari
daerah kaya di lautan Indonesia yang diindikasikan adanya ekosistem
alami yang .memungkinkan penyu untuk bertelur. Terumbu karang (coral
reefs) merupakan masyarakat organisme yang hidup di dasar laut daerah
tropis dan dibangun oleh biota laut penghasil kapur khususnya jenis-jenis
karang dan alge penghasil kapur (CaCOg) dan merupakan ekosistem yang
cukup kuat menahan gaya gelombang laut. (Saptarini ef. al 1995; Dawes
1981 dalam Supriharyono, 2000). Ekosistem ini sangat rentan terhadap
perusakan dan pencemaran, demikian juga di Kepulauan Seribu.

Ekosistem lainnya
Yang terdapat di lokasi adalah:(1) Ekosistem Estuaria = perairan
yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut
dengan salinitas yang tinggi dapat bercampur dengan air tawar (Saptarini
et. al, 1995), (2) Ekosistem MangroVe = disebut sebagai hutan bakau,
hutan payau atau hutan pasang surut, merupakan suatu ekosistem
peralihan antara darat dan laut (Anonim, 1997), (3) Ekosistem Padang
Lamun (seagrass beds) = ffi€fupdkan galah satu ekosistem yang terletak di
daerah pesisir atau perairan laut dangkal (Supriharyono, 2000), (4)
Bina Ekonomi Majalah llmiah Fakultas Ekonomi Unpar 87
t
J,

Ekosistem Rawa Pasang Surut = lahan pantai merupakan bagian dari


dataran pantai (coastal pkinl yang berupa daerah peralihan dengan
perairan laut, yang biasanya disebut pesisir. Dalam sistem landform
dataran pantai mencakup bagian dari grup aluvial, marin, fluvio marin,
gambut dan eolin (Marsudi et al., 1994). Lahan rawa di daerah pesisir
umumnya berupa lahan rawa pasang surut. (Widjaja Adhi, et al, 1992 dan
Nugroho, et a1.,1993).

Berbagal Jenls Pariwisata Lalnnya


Di antaranya adalah potensi yang besar telah diusahakan di lokasi ini
seperti di dalam bidang outward bond, Lintasan Olah Raga dan Sepeda
Motor, Memancing (Fishingl, Pertanian, Taman Laut, Hutan Wisata, dan
tersedianya berbagai .ienis Cindera Mata Khas daerah sekitar, selain itu,
masih banyak pula potensi pariwisata lainnya yang belum dikembangkan di
sini, yang mungkin dapat terkemuka apabila telah ada riset yang
komprehensif tentang hal tersebut.

Transportasi
Kepualaun Seribu dapat dicapai dari Marina Ancol atau Pelabuhan
Sunda Kelapa Jakarta Utara dengan kapal cepat atau kapal nelayan. Bila
menggunakan kapal cepat maka perlu waktu satu setengah jam.
Sedangkan bila menggunakan kapal nelayanan membutuhkan waktu 3-
4jam. Fasilitas di Pulau-pulau resrot seperti P. Matahari, Pulau Sepa, Pulau
Kotok sudah sangat lengkap dan teratur. Dengan kata lain, fasilitas sampai
dengan Kepulauan Seribu dapat dikatakan layak; Yang rnasih banyak
dipersoalkan oleh pengunjung, terutama pengunjung yang menginap,
adalah sarana transport lokalnya ada di Pulau Panjang dan Pulau Pram0ka
dengan menggunakan becak. Kondisijalan dari pusat penginapan menuiu
pusat keramaian Kepulauan Seribu (pelabuhan) serta menuju pantai
hampir tidak ada jarak yang jauh. Karena semua akses jalan ada di
sepanjang pantai.

Hiburan, Penglnapan dan Rumah Makan


Mencukupinya fasilitas hiburan di Pulau-Pulau Resort terutama
Sabtu dan Minggu malam hari mampu mendatangkan jumlah pengunjung
dari Jakarta dan sekitarnya yang cukup banyak. Sebagian besar
penginapan (Ada sekitar 17-20 Pulau penginapan) di sekitar Kepulauan
Seribu, seperti P. Matahari, P. Sepa, P. Panjang, P. Kotok, dll., yang biasa
dipakai pengunjung umum.

Metode Travel Cosf Untuk Valuasi Ekonoml Kawasan Ekowisata


Pesisir
Untuk mengelola sumber daya alam Kawasan Ekowisata
Kepulauan Seribu yang dapat ditiniau sebagai barang publik, yang
mempunyai berbagai daya tarik (attractionsl alami.

Volume 11, Nomor 2, Agustus 2007


Maka perlu dilakukan dengan terencana karena pengembangan kawasan
rekreasi dapat memicu tumbuhnya dampak positif dan negatif, baik
terhadap ekonomi dan sosial budaya maupun kelestarian sumberdaya.
Hufsmid (1987) menyatakan bahwa semua manfaat yang diperoleh dari
barang dan jasa lingkungan dapat dimasukan dalam analisis biaya-manfaat
karena kerusakan yang ditimbulkan oleh kegiatan ekonomi adalah biaya
daripada aktifitas itu sendiri.

Cost - Benefit Analysis Bagi Kegiatan Ekowisata


Pada umumnya Cost - Benefit Analysis atau yang sering disebut
dengan Metode Analisis Biaya Manfaat merupakan alat yang digunakan
untuk menyusun kebijakan dimana para pengambil keputusan dapat
memilih berbagai alternatif yang saling bersaing, Dalam bidang pariwisata,
diawali dari riset Cleverdon (1979), Stough and Feldman (1982) yang
diperkuat oleh Pearce (1989) riset mengenai pariwisata wilayah bukan
hanya akan memberikan beberapa hasil segera seperti.perluasan lapangan
pekerjaan, peningkatan pendapatan dan sarana untuk wilayah, namun juga
sering membawa dampak negatif. Hasil riset tersebut diperkuat oleh
Forsyth and Dwyer (1991) yang menyajikan pengembangan wilayah
pariwisata akan mengakibatkan dampak jangka pendek dan jangka
panjang lainnya, secara terperinci. Kedua metode tersebut, identik dengan
riset yang sering dilakukan untuk para perencana wilayah yaitu Cost -
Benefit Analysis. Pada awalnya alat analisa ini hanya digunakan bagi
sektor ekonomi saja, yaitu sebuah teknik untuk mengukur kelayakan
program investasi dan pembiayaannya, sebagai dasar penentuan
keputusan bagi organisasi pariwisata yang komersial. Namun tidak semua
analisa Cost and Benefit adalah merupakan analisa kuantitatif, selain
variabel ekonomi, analisa ini juga melibatkan faktor dampak social and
environmental lainnya (Witt &Moutinho, 1995), pendapat tersebut
diperkuat oleh Bull (1995) yang merangkum pendapat hasil riset dari
Murphy (1985) dan Bryden (1973).

Penggunaan Perhitungan Moneter


Metode Cost - Benefit Analysis (Metode Analisis Biaya Manfaat) ini
merupakan salah satu penerapan ekonomi kesejahteraan modern.
Djajadiningrat (2001) menegaskan mengapa pentingnya perhitungan
moneter untuk keuntungan dan kerugian lingkungan, yaitu: 1) Dapat
mengetahui dan mengartikan'moneterisasi' keinginan individu membayar
untuk kepentingan lingkungan, miasalnya keinginan untuk membayar
bukan hanya pelestarian dan perbaikan saja, namun juga untuk menerima
'kompensasi dari kerugian. 2) Perhitungan moneter ini dapat menjadi
pendukung untuk pemihakan terhadap kualitas lingkungan. 3) Komparatif
dalam bentuk moneter untuk dibandingkan dengan alternatif lainnya dalam
pemanfaatan dana.

Bina EkonomiMajalah llmiah Fakultas Ekonomi Unpar 89


Valuasi Ekonomi pada Ekowisata Pgsisir
Valuasi ekonomi khususnya Fada obyek ekowisata pesisir dapat
diinpretasikan dari pengertian-penge-r!ian berikut ini: 1). Nilai (valuel
adalah merupakan persepsi seseorang; yaitu harga yang diberikan oleh
seseorang terhadap sesuatu pada .suatu tempat dan waktu tertentu.
Kegunaan, kepuasaan dan kesenanga-n merupakan istilah-istilah lain yang
diterima dan berkonotasi nilai atau hdrga. Ukuran harga ditentukan oleh
waktu, barang, atau uang yang akan dikorbankan seseorang untuk memiliki
atau menggunakan barang atau jasa yang diinginkannya. 2). Penilaian
(valuasi) adalah kegiatan yang berkaitan. dengan pembangunan konsep
dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa (Davis dan Johnson,
1987). Terhadap penggunaan sumberdaya alam dan lingkungan valuasi
ekonomi hingga saat ini telah banyak dipergunakan oleh barbagai atraksi
pariwisata. Demikian pula perhitungan-perhitungan tentang biaya
lingkungan sudah cukup banyak berkembang. Menurut Hufscmidt, et al.,
(1992), secara garis besar metode penilaian manfaat ekonomi (biaya
lingkungan) suatu sumberdaya alam dan lingkungan pada dasarnya dapat
dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu berdasarkan pendekatan yang
1) berorientasi pasar {terdiri dari : Penilaian manfaat menggunakan harga
pasar aktual barang dan jasa (actual based market methods), Penilaian
biaya dengan menggunakan harga pasar aktual terhadap masukan berupa
perlindungan lingkungan, dan Penggunaan metode pasar pengganti
(surrogate market based methodsl ), dan 2) pendekatan yang berorientasi
survey atau penilaian hipotesis { terdiri dari : Pertanyaan langsung
terhadap kemauan membayar (Willingness To Pay), dan Pertanyaan
langsung terhadap kemauan dibayar (Willingness To Accepll

Willingness To Pay
Menurut Munasinghe (1993) konsep dasar dalam penilaian ekonomi
yang mendasari semua teknik adalah kesediaan membayar dari individu
untuk jasa-jasa lingkungan atau sumberdaya. Sehingga teknik penilaian
manfaat tersebut, didasarkan pada kesediaan konsumen membayar
perbaikan atau kesediaan menerima kompensasi dengan adanya
kemunduran kualitas lingkungan dalam sistem alami serta kualitas
lingkungan sekitar (Hufschmidt et a1.,1987). Lebih lanjut Pearce dan Moran
(1994) menyebutkan tentang kesediaan membayar atau kesediaan
menerima merefleksikan preferensi individu, kesediaan membayar dan
kesediaan menerima adalah 'bahan mentah'dalam penilaian ekonomi.
Sehingga Willingness To Pay menjadi salah satu dari berbagai
macam teknik penilaian dapat digunakan untuk mengkuantifikasikan
konsep dari nilai. Secara ringkas, dapat digambarkan kesediaan membayar
dari rumah tangga ke i untuk perubahan dari kondisi lingkungan awal (Qo)
menjadi kondisi lingkungan yang lebih baik (Q1) dapat disajikan dalam
bentuk fungsi, yaitu : WTP|= f(Ql - Qo, Pown,i, Psub,i, Si, )
Keterangan :

Volume 11, Nomor 2, Agustus 2007


WTPi Kesediaan membayar dari rumah tangga ke i
Pown Harga dari penggunaan sumberdaya lingkungan
Psub,i, Harga subtitusi untuk penggunan sumberdaya Lingk.
Sr, Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga ke i

Surplus Konsumen
Kesediaan membayar berada di area di bawah kurva permintaan
(Munangsihe, 1993). Yaitu dengan mengurangkan biaya suatu barang bagi
konsumen (O Pz E Qz) dari total kurva permintaan, nilai surplus konsumen
ditunjukan sebagai bidang segitiga P1 E P2 (Samuelson dan Nordhaus,
1990) dan merupakan ukuran kemauan membayar di atas pengeluaran kas
untuk konsumsi (Hufschmidt et al., 1987). Surplus konsumen merupakan
perbedaan antara jumlah yang dibayarkan oleh pembeli untuk suatu produk
dan kesediaan untuk membayar (Samuelson dan Nordhaus, 1990;
Pomeroy, 1992).

Price

Producer
Surplus

Konsep Pengukuran Nilai Ekonomi Sumberdaya


Nilai dapat terjadi setelah adanya interaksi antara manusia sebagai
subjek (penilai) dan obyek yang dinilai (Pearce dan Moran, 1994; Turner,
Pearce dan Bateman, 1994). Setiap individu memiliki sejumlah nilai yang
dikatakan sebagai nilai penguasaan ('held value) yang merupakan basis
preferensi individu. Pada akhirnya nilai obyek ditentukan oleh bermacam-
macam nilai yang dinyatakan (assigned value) oleh individu (Pearce dan
Turner, 1990), yaitu :

Bina EkonomiMajalah llmiah Fakultas Ekonomi Unpar 9l


TEV = UV + NUV atau TEV = (DUV + IUV + BV)+ (XV + BV)
Nilai ekonomi atau total nilai ekonomi suatu sumberdaya secara gafis
besar dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu nilai penggunaan (use value)
dan nilai intrinsik (non use value) (Pearce dan Turner, 1990; Fearce dan
Moran, 1994; Tuiner, Pearce dan Bateman, 1994). Selanjutnya dijelaskan
bahwa nilai penggunaan (use value) dibagi lagi menjadi nilai penggunaan
fangsung (direct use value), nilai penggunaan tidak langsung (indirect use
vatue) dan nilai pilihan (option valuel, sedangkan nilai intrinsik (non use
vatue) terdiri atas nilai keberadaan (existence valuel dan nilai warisan
(bequest value).

Metode Pendugaan Nllai Ekonomi


Untuk menentukan faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh
terhadap permintaan produk dan produk dari jasa lingkungan rekreasi
ekowisata pesisir digunakan analisis linier berganda. Model yang
digunakan adalah model logaritma, sebab koefisien regresi dari model log
merupakan nilai elastitas, dan elastisitasnya bersifat konstan. Di sisi lain
pentransformasian ke dalam bentuk logaritma adalah untuk mengurangi
situasi heteroskedastisitas (Gujarati, 1988; Arief, 1993). 1) menghitung
intersep baru (p') darifungsi permintaan, cara perhitungannya adalah :

Ln Q = po + pl Ln Xl + p2 (Ln X2i) + ..... Bn (Ln Xn)


Ln Q = ( (fo + p2 (Ln X2 ) ) + ..... Pn (Ln Xn) + Bt Ln Xl
LnQ=f'+FlLnXl
2l mengembalikan persamaan tersebut di atas ke 'fungsi asal, dan
kemudian mentransformasikan fungsi asal, di mana persamaan berubah
menjadi peubah tak bebas X1 dan peubah bebas Q.
Cara menduga utiliti atau kesediaan membayar dengan menggunakan
persamaan matematik menurut McKenzie (1983), adalah :
//a f(q) dQ
rt=
o)\
keterangan :
U = Utiliti (kesediaan membayar)
=
f(O) Fungsi permintaan
a = Jumlah produk yang dikonsumsi
Lebih lanjut lagi, McKenzie (1983) memberikan batas atas dari
integral adalah jumlah barang yang dikonsumsi, sedangkan Darusman
(1993), memberikan batas atas adalah rata-rata jumlah barang yang
dikonsumsi. Sedangkan, Turner, Pearce dan Bateman (1994) menyatakan
bahwa total kesediaan membayar sama dengan total harga yang dibayar
ditambah total surplus konsumen. Perhitungan total nilai ekonomi, surplus
ekonomi dan harga yang dibayarkan dari setiap produk dilakukan dengan
menggandakan produk atau produk dariiasa lingkungan yang dihasilkan.

Volume 11, Nomor 2, Agustus 2007


Nilai Ekonomi Rekreasi Ekowisata Pesisir
Nilai ekonomi rekreasi dapat diduga dengan menggunakan metode
biaya perjalanan wisata (travel cost methoo), yang meliputi biaya transport
pulang pergi dari tempat tinggalnya ke lokasi kawasan Ekowisata Pesisir
Kepulauan Seribu dan pengeluaran lain selama di perjalanan dan di dalam
kawasan tersebut (mencakup dokumentasi, konsumsi, parkir, karcis
masuk, dan lain-lain).
' Menurut Bahruni (1993) untuk mengetahui kurva permintaan, dibuat
model permintaan yang merupakan hubungan antara jumlah kunjungan per
seribu penduduk daerah asal (zona) pengunjung dengan biaya perjalanan.
Menentukan fungsi permintaan dilakukan melalui enam langkah. Yang
pertama adalah menentukan jumlah kunjungan. Yang kedua adalah
menduga distrubusi (persentase) daerah asal pengunjung berdasarkan
sensus pengunjung di pintu masuk. Selanjutnya yang ketiga adalah
menentukan jumlah kunjungan per tahun dari daerah tertentu. Sedangkan
langkah keempat adalah menentukan jumlah kunjungan dari daerah
tertentu per 1000 penduduk. Langkah kelima adalah menentukan biaya
perjalanan rata-rata dari daerah tertentu, yang ditentukan berdasarkan
biaya perjalanan responden, dan yang terakhir adalah menentukan nilai
ekonomi dengan kunjungan per 1000 penduduk sebagai Y dan biaya
perjalanan wisata sebagai X.
Pembahasan Penggunaan Metode Travel Cost
Berikut ini disajikan sebuah contoh ilustrasi studi tentang
perhitungan dan valuasi ekonomi dengan menggunakan metode travel
cost, terhadap kawasan obyek ekowisata pesisir Kepulauan Seribu
Kabupaten Kepulauan Seribu. Studi ini dieksplorasi terutama dari data
skunder sehingga perlu disebutkan berbagai pembatasan-pembatasan
yang disebabkan keterbatasan waktu, responden, tenaga, data dan lain-
lain, sehingga studi ini dibatasi bahwa berbagai macam data yang muncul
adalah data skunder yang didapatkan dari petugas pengelola kawasan,
dan contoh perhitungan merupakan gabungan dari berbagai contoh studi
yang terdahulu dilaksanakan di berbagai jenis, lokasi dan obyek pariwisata
lainnya, serta bahwa responden yang diilustrasikan hanya dibatasi pada
para pengunjung lokal (sekitar Kabupaten Kepulauan Seribu) saja, yang
merupakan pengunjung terbanyak ke lokasi ekowisata pesisir tersebut,
Waktu, Cara dan Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini akan bertempat di kawasan wisata pesisir
Kabupaten Kepulauan Seribu, DKl, luas jangkauan penelitian pada
wilayah pesisir ini diperkirakan sepanjang 176 km garis pantai, dengan
demikian bagian inti dari obyek penelitian sedikitnya akan mencakup 12 km
kearah laut dari batas PTR (pasut tinggi rata-rata) dan 2 km ke arah darat
dari batas PTR, atau luas daerah penelitian akan mencakup t 2.464 km?
dan dapat berkembang disesuaikan dengan luas cakupan dua kecamatan,
isu pengelolaan, sumber daya dan lingkungan.
Bina EkonomiMajalah llmiah Fakultas Ekonomi Unpar 93
Pehgamatan pada para pengunjung obyek ekowisata pesisir
tersebut yang diamati adalah pengunjung yand memasuki kawasan
Kepulauah Seribu terutama pada para pengunjung lokal (sekitar Kabupaten
Kepulauan Seribu), yang melalui pintu gerbang obyek ekowisata Pantai
Marina dan Pelabuhan Sunda Kelapa. April s/d Juni 2002.

Karakteristlk Pengunlung Lokal


Pengamatan yang pertama dilakukan terhadap 792 orang
responden pengunjung pada obyek ekowisata pesisir kawasan Kepulauan
Seribu, sehingga didapatkan bahwa karakteristik asal pengunjung di
kawasan ekowisata pesisir tersebut :

70.00%

60.009t

50.00%

40.00t6

30.00t6

20.00%

| 0.00%
'.'ri:ili
0.00%
Klb.
Lokal (!€kltrr JiEtt (Bogor, Lurr JsBrr (Jrt!rlr, Lusr Nrg€rl
Sul.bumi) t: . Brndung, dll) dlll
- Dra?.h Aa.l Pangunlung

Pengamatan kemudian dikhususkan terhadap 484 orang responden


pengunjung lokal (dari Kabupaten Kepulauan Seribu dan
sekitarnya),sehinga diketahui'karakteristik usia pengunjung tersebut dapat
dilihat dari diagram yang disajikan berikut :
. >50h
<20h
7o/o
40. 50 h 16%

K%
94 Volume 11, Nomor 2, Aguslus 2007
Karakteristik responden berikutnya yang perlu diketahui adalah
tentang jenis pekerjaan pengunjung, adapun gambaran ringkas tentang
karakteristik jenis pekerjaan pengunjung tersebut dapat dilihat dari diagram
yang disajikan berikut :

"t Pelaja 15,91olc


PstarilNdalE l
88ryo

Menghitung Travel Cost


Dalam menentukan nilai ekonomi pariwisata dapat didasarkan pada
pendekatan biaya perjalanan wisata (travel cosf) yaitu, jumlah uang yang
dihabiskan selama melakukan kunjungan wisata obyek ekowisata pesisir
Kawasan Kepulauan Seribu Sukabumi. Biaya tersebut meliputi biaya
transportasi pulang pergi, biaya konsumsi, biaya dokumentasi, dan lain-lain
(termasuk karcis masuk).
Menurut Harianto (1994) biaya perjalanan wisata dapat didasarkan
pada biaya-biaya yang sangat ditentukan oleh biaya masing-masing
pengunjung dari masing-masing daerah asal pengunlung karena besarnya
masing-masing bagian berbeda-beda.
Sehingga klasifikasi pengunjung didasarkan pada wilayah asal dan
biaya perjalanan wisata pengunjung tersebut pada daerah obyek ekowisata
pesisir Kawasan Kepulauan Seribu Sukabumi, pada pengamatan terhadap
pengunjung yang merupakan wisatawan lokal, maka penggolongan wilayah
dapat dibagi menjadi 13 daerah asal, yaitu dari berbagai daerah dan
Kecamatan di sekitar Jakarta Utara, Kabupaten Tangerang, dan
Kabupaten Kepulauan Seribu.

,Bina Ekonomi Majalah llmiah Fakultas Ekonomi Unpar 95


Langkah berikutnya adalah menghitung data-data' dan mempersidpkan
tabelberikut ini :
Ll x4 xl LI za xt IJ xt x6 x7

I KrD. I antenng av Lr.0aa {tt6tJa. t55,5q J.@,W l.aJu,w t,ofu,w ITLOOO tz ttrw
66 83.686 0,7887 2.n8,N 6,794t@ 1.789,.00 1.36{r,00 ,60.526 13 ,l{),m 1,62
7 Kod,Tanierani 1

Jkt Utars (1 )
t Jakarta Utara 71 1 5.1.51,1 0,4789 5.@O,(x) ,1.000,@ 750,00 9.750,00 262.500 t2 22,50 13,20

91 117.272 0,8015 4.677,@ 5.538,00 6.538,00 16.75,1,00 1E1.611 13 t9,70 6,60


{2)
(l) /10 0 0,2,O5 5.65E,40 4.312,m 1.83?,00 r2.(x)2,00 575.000 11 ,13,m 3,19
5 Jkt Barat 166.31

Jkt Barst (2)


5 Jkt setatan (l ) 21 142,634 0,r6E3 5.710,00 E.160,00 2.300,00 r6.170,00 {60.000 16 39,60 1t,.o
Jkt.s.lrt.n (2)
4.216,00 2.E3{,q) 1,1.956,m 591.666 17 ,12,0Q 5,06
7 Jkt Tlmur (1 ) 46 167,U2 0,28t9 7.90E,,10

E Jkt Tlmur (2) 38 228.888 0,1660 5.996,,o 6.208,00 5.210,00 17.111,@ 454.736 1a &,4 3,30

9 Lrln.bln 20 152.156 0,1 312 6.571,4 1.176,@ t.7@,00 11.71/,,@ 17E.572 16 37,70 6,93

Apabila data-data tersebut dimasukkan ke rumus berikut

Ln Qi = Fo * Ft Ln Xi + ge Ln Xzi* ..... 0n Ln Xni + lti

dan diketahui bahwa pengelompokan peubah-peubahnya adalah :


Y= Jumlah Kunjungan per 1000 penduduk (orang) '
Xl= Biaya Perjalanan (transportasi, konsumsi, karcis, dll)
X2= Biaya Transportasi (Rp)
X3= Pendapatan/uang saku per bulan (Rp)
X4= Jumlah Penduduk Potensial dari Kecamatan asal Pengunjung
(orang)
X5= Pendidikan (tahun)
x6= Waktu kerja per minggu fiam)
X7= Waktu luang per minggu (jam)
21 = Jumlah kuniungan peiminggu (orang)
22= Biaya Konsumsi (Rp)
23= Biaya lain-lain (Rp)

Maka hasil regreasi berganda antara jumlah kunjungan per seribu


penduduk (Y) dengan variabel-variabel bebas (X1-X7) diperkirakan.akan
menghasifkan model permintaan berikut ini: Y = 13,1 0,000240X1 - -
-
0,oobog6 x4 0,926' X5 + 0,124 X6. Dengan P = 0,005 dan koefisien
determinasi 81,1o/o. Selain variabel biaya perjalanan, ternyatd variabel yang
mempengaruhi jumlah kunjungan adalah jumlah penduduk (X4)'
pendidikan (X5) dan waktu kerja (XG).

Volume 11, Nomor 2, Agustqs 2007


Apabila nilai ekonomi wisata dengaii' model tersebut dilakukan
dengan menganggap variabel lain tetap (dalam hal ini digunakan nilai rata-
rata), maka penggunaan nilai rata-rata untuk variabel lain berpengaruh
terhadap intersep sehingga persamaan menjadi Y = 3,9342 - 0,00024 Xl.
Selanjutnya persmaan diinversi menjadi Xl -
16.392,5 -
4.166,67 Y.
penghitungan nilai ekonomi (rata-rata kesediaan berkorban, nilai yang
dikorbankan, dan surplus konsumen) dilakukan dengan mengintegralkan
persamaan hasil inversi dengan batas bawah pada saat Y = 0 dan batas
atas Y rata-rata. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rata-rata
kesediaan berkorban adalah Rp. 50.641 ,12 per 1000 penduduk, nilai yang
dikorbankan adalah Rp. 32.108,69 per 1000 penduduk, dan surplus
konsumen adalah Rp 18.550,43 per 1000 penduduk.
Kemudian untuk menghitung total kesediaan berkorban, nilai yang
dikorbankan dan surplus konsumen wisatawan yang berkunjung ke obyek
ekowisata pesisir kawasan Kepulauan Seribu Sukabumi dilakukan dengan
mengkonversi nilai tersebut dengan total jumlah penduduk yang potensial
untuk berwisata di seluruh daerah asal pengunjung dengan formula berikut

Nilai rata-rata x Jumlah Penduduk


Total Nilai = --r--r------
1 000

Diketahui bahwa jumlah penduduk yang potensial untuk berwisata dari


seluruh daerah asal pengunjung( DKI dan sekitarnya) adalah 2.017.746
orang. Ringkasan hasil perhitungan total nilai kesediaan berkorban, yang
dikorbankan dan surplus konsumen wisata disajikan sebagai berikut.

Tabel Hasil Perhitungan Kesediaan Untuk Berkorban, Nilaiyang


Dikorbankan dan Surplus Konsumen pada obyek ekowisata pesisir
<awasan Ke Seribu
Nilai Ekonomi Flata-rata Rp Penduduk Jumlah Rp
/1000 /tahun Potensial /tahun
Kesediaan Berkorban 50.641,12 2.017.746 102.180.917
Nilai yg Dikorbankan 32.108,69 2.017.746 64.787.181
Surplus Konsumen 18.550,43 2.017.746 37.430.056

Berdasarkan tabel tersebut nilai yang diperoleh oleh seluruh


masyarakat berdasarkan hasil analisis kurva permintaan pada saat biaya
perjalanan rata-rata (Rp. 14.462). pada saat biaya kunjungan wisata rata-
rata, jumlah pengunjung diduga mencapai 4.436 orang. Apabila dugaan
nilai ekonomi tersebut dibagi dengan jumlah dugaan jumlah pengunjung
(4.436 orang) maka diperoleh rata-rata nilai kesediaan berkorban sebesar
Rp.23.034 per kunjungan, nilai yang dikorbankan sebesar Rp. 14.605 per
kunjungan dan surplus konsumen sebesar Rp. 8.429 per kunjungan.

Bina Ekonomi Majalah llmiah Fakultas Ekonomi Unpar 97


': ...a.

Kesimpulan
Dengan Metode Traveil Gosf 'diharapkan dapat diketahui keinginan
individu uptuk membayar bagi kepentingan lingkungan, pelestarian dan
perbaikan saja, dan kompensasi dari kerugian. Kemudian perhitungan
moneter ini dapat menjadi pendukung kualitas lingkungan. Dan selanjutnya
dapat membandingkan dalam berbagai alternatif lainnya terutama dalam
pemanfaatan dana.
Dari contoh hasil perhitungan diperoleh rata-rata kesediaan
berkorban adalah Rp. 50.641 ,12 per 1000 penduduk atau sebesar Rp.
23.034 per kunjungan, nilai yang dikorbankan adalah Rp. 32.108,69 per
1000 penduduk atau sebesar Rp. 14.605 per kunjungan, dan surplus
konsumen adalah Rp 18.550,43 per 1000 penduduk atau sebesar Rp.
8.429 per kunjungan, pada obyek ekowisata pesisir Kawasan Kepulauan
Seribu Kabupaten Kepulauan Seribu.

Rekomendasidan Saran
Dalam strategi pengelolaan ekowisata Pulau-Pulau Kecil di
Indonesia (khususnya obyek studi kawasan Kepulauan Seribu) yang
memiliki potensi besar namun sekaligus sensitif (fragile/vulnerablel
terhadap dampak-dampak negatif yang akan ditimbulkan oleh kegiatan
pariwisata, maka dari studi itu, setelah mempertimbangkan perangkat
analisa Cost-Benefit Analysis, Economic Valuation, Travel Cost Method
dan penghitungan Willingness to Pay. Studi ini merekomendasikan
langkah-langkah mengembangkan manfaat dari sumberdaya ekowisata
secara berkelanjutan dan terintegrasi dengan menggunakan Susfainable
Coastal Ecotourism Land Resources Management, diharapkan dengan
menggunakan metode tersebut dapat mengembangkan ekowisata Pulau-
Pulau Kecil Indonesia secara internasional dengan mengutamakan
kelestarian dan keberkelanjutan pembangunan, sehingga daya tarik alami
ekowisata pesisir khususnya pada obyek ekowisata pesisir Kawasan
Kepulauan Seribu Kabupaten Kepulauan Seribu akan selalu terjaga yang
merupakan modal utama obyek wisata yang unggul.

Daftar Pustaka
Albertson M.L. 1999. The Village Earth Modet for Sustainabte Vittage
Developmenf. Colorado State University. Colorado
Anonimous, 1997. Ensiklopedi Kehutanan Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan Rl. Jakarta
Baldwin P. and Brodess D. 1993. Asia's New Age Travelers. Asia Travel
. Trade.
Bengen D.G., 2001. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan
Laut. Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan. lPB. Bogor. 62
p.

98 Volume 11, Nomor 2, Agustus 2007


Bryden J. 1973. Tourism and Development: a Case Study ol thd
C o m mo nwe alth C a rri b ean, Cambridge U nive rsity Press, Cambridge.
Bull A. (1995). The Economics of Travel and Tourism..Longman. Sydney.
Boo. 1992. The Eco-tourism Boom. WHN Technical Paper. WWF. Washington.
Brandon. K. 1996, Eco-tourism and Conseruation. The World bank
E nvi ron ment D epartme nt
Cater E. and Lowman. 1994. Eco-tourism: A sustainable Option ,Whiley.
London
Carr, A.1980. Some Problems of SeaTurtle Ecology. Amer,Zool.
Clark, L.H. 1997. Penelitian dan Pengelolaan Penyu di Malaysia. Makalah
' Seminar Penelitian dan Pengelolaan Penyu di Indonesia. Jember.
Indonesia.
Choy et. Al. 1997. Eco-tourism Planning: Lessons trom South Easf
Queensland Experience. PlanNng Sustainable Tourism, lTB. Bandung
Dahuri,,R., et al. 1995. Studi Pengembangan Kebijaksanaan Ekonomi
Lingkungan. PPLH IPB dan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Enrenfeld, D.W. 1 974. Conseruasing The Edible Sea Tuftle. Can Marineculture
help?. America Scientific Journal.
Faulkner B. 1997. Tourism development in lndonesia: The "Big Picture";
Perspective. Planning Sustainable Tourism. lTB. Bdndung
Goodwin H. 1997. Terestrial Ecotorism. Planning Sustainable Touism. ITB:
Bandung
Gunn C.A, 1994. Tourism Planning. Basics, Concepts, Cases. Third Edition.
Taylor & Francis Publisher.
Gujarat, D. 1988. Ekonometrika Dasar. Terjemahan. PT. Erlangga. Jakarta
Hufschmidt, M. M., et al. 1987. Lingkungan Sistem Alami dan Pembangunan.
Terjemahan. UGM Press
Halim dan Dermawan, 1999. Marine Tuftle Research, Management and
. Conseruation in lndonesia. Report of The Seafdec - Asean Regional,
Workshop on Sea Tuftle Conseruation and Managemenf. ISBN 983-
91 1 4-10-7 (in Malaysia)
Hudman L.E. and Donald E. 1989. Tourism Contemporary Society. Englewood'
Cliffs. New Jersey
Hotta, K. and Dutton l.M. 1995. Coastal Managem.ent in the Asia-Pasific
Region ; /ssues and Approaches. Japan lnternational Maine Science
and Technology Federation.Tokyo, Japan. 421 p.
Halliday et.al. 1986, Editor Encyclopaedia of Reptiles and lnsect. Equinox
(Oxford) Ltd. Littlegate House. St Ebbe's Street. Oxford.
l'f irth, H.F. 1971. Synopsis of Biological Data on Green Turtle (Chelonia mydas
. L.) FAO Fiesheries Synopsis. Rome.
,Lascurain C. (1988). Eco-tourism. A Perspective for Sustainable Development'
Lindberg. K. 1991 . Policies for Maximizing Nature Tourism Ecological and
, Economic Benefit. World Resources lnstitute
Murphy P.E.1985.Iourism: a Community Approach. Methuen. New York.
[4cKenzie, G. W. 1983. Measuring Economic Wellfare, New Methods.
Cambridge U niversity Press.

Bina EkonomiMajalah llmiah Fakultas Ekonomi Unpar 99


Munangsihe, M. , 1993. Environmental Economics and Sustainable
Developmed. World Bank Envitonnent Paper Numbar 2-
Nuitia, N.S. 19S1., Konseryasi dan Pengembangnn Penyu di lndonesia.
Makalah Seminai Penelitian ,dan Pengelolaan Penyu di Indonesia.
Jember. Indonesia.
Pearce, D. dan R. K Tumer. 1990. Economics of Natural Resources and The
Enviranme nt. Haruester Wh eatsheaf .
Pearce, D. dan D. Moran. 1994. The Economics Value of Biodevers,fy.luQN.
Pomeroy, R. S. 1992. Economic Valuation: Available Mehods dalam Chua T.
E. dan L. F. Scura. lntegrative Framework aN Methods for Coastal Area
Management Association of Southeast Asian NationUnited Stafes
Coastal Resou rces Management Proiect.
Supriana N. 1997. Pengembangan Wisata Alam dlKawasan Pelestadan Alam.
Planning $ustainable Toutism. lTB. Bandung
SilvEr C..1997. lJrban Based Eco-touism in lndonesia. Planning Sustainable
Touism.lTB. Bandung
Setiawan A. 2000. Nilai Ekonomi Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman
Propinsi Lampung. Tesis 52. Program Pasca Sariana
Supriharyono. 2OOO. Peleetarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam dii
Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia Pustraka Utama. Jakarta.
Soeriatmadfa. 1997. Prospect of Developing Marlne and Beach Touism in
lndonesia. Planning Sustainable Toutism. lTB. Bandung
Steefe P. 1993. The Economics of Eco'toufism. Focus I
Sub Balai KSDA Jatim ll. 1990. Penyu Laut di Sukamade. Jember.
Subagio. 1991. Pembahasan Strategi Nasional dan Action Plan Konservasi
tan Pengelolaan Penyu. Rencana Pengelolaan dan KonservasiPenyu di
Pantai Pangumbahan dan Sekitamya. KLH, Departemen Kehutanan.
Jakarta.
Sumardja, E. 1991. Pembahasan Strategi Nasional dan Action Plan
'Konservasi dan Pengelolaan Penyu. KLH, Departemen Kehutanan,
Jakarta,
Tribe J, 1999, The Economics of Leisure and Tourism, Buttenrood-
Heinemann, London
Trlwibowo, E. 1991. Studi Tentang Pemanfaatan Penyu Laut Dalam Kaitan
Dengan Usaha Pelestariannya Di Daerah Tingkat ll Kabupaten Badung.
PropinsiBali. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor' Indonesia.
Wo rl d Tou rl s m O rgan izati on. 2OOO.Tou rism T re nds. Madrid
Wyasa B. 2001. Meluruskan Pengertian Ekowisata. Tamasya. Jakarta
Witt S.f. and Mountinho L. (1995). Touism Marketing and Management
Handbook. Prentice Hall. Englewood Cliffs. New York.
Wheat S. 1994. Tamlng Tourism. Geography 116
Whelan. 1991. Nafure Tourism :Managing the Environment. lsland Press.
Washington
ZfierK.A.1g89. Eco-tourism:The Uneasy Alliance. Conservation International.

100 Volume 1 1, Nomor 2, Aguslus 2007


PEDOMAN PENULISAN NASKAH

Naskah yang diterima oleh Dewan Redaksi akan diteliti/di-review sebelum


dapat ditentukan untuk diterbitkan. Keputusan akhir mengenai isi,
persetujuan dan tanggal publikasi ditentukan oleh Dewan Redaksi.
keputusan mengenai isi yang berkaitan dengan hal-hal spesifik akan
ditentukan oleh Redaksi. Redaksi berhak untuk menyunting, sepanjang
tidak mengubah isi dan maksud dari tulisan. Apabila naskah diterbitkan-'
'Majalah
maka penulis akan menerima dua eksemplar dari BINA
EKONOMI.

Berikut adalah pedoman untuk penulisan dan penyerahan naskah. Naskah


yang tidak memenuhi pedoman ini akan dikembalikan kepada penulis.
Setetan disesuaikan dengan pedoman, penulis dapat menyerahkan
kembali naskah tersebut untuk diteliti.

Kategori Naskah:
1. Naskah harus merupakan tulisan ilmiah, baik berupa opini, ulasan,
atau hasil penelitian.
2. Naskah harus dituliskan dalam bahasa Indonesia atau bahasa
lnggris.
3. ttiJ<an hendaknya berhubungan dengan keilmuan dari Ekonomi,
Manajemen dan Akuntansi.

Pengetikan dan Persyaratan lainnya :


i. Naskah harus diserahkan dalam bentuk hasil cetakan (print out)
asli pada kertas ukuran 85 (18,2 cm x 25,7 cm), diketik dengan
jarak 1 spasi dan jenis huruf Arial ukuran 11, dengan margin atas,
'bawah,
kiri dan kanan masing-masing 2,5 cm, 2,5 cm, 3 cm dan
2,5 Cffi, jum|ah ha|aman hendaknya berkisar antara 10.20
halaman.
2. Naskah diserahkan bersama fite dalam format MS-WORD di dalam
CD-ROM.
3. Penulisan paragraf harus dimulai dari tepi kirijudul
baris dengan satu
kali tabulasi, keiuali paragraf pertama setelah ditulis rata tepi
kiri.
4. Judul tabel ditulis di atas tabel dan judul gambar ditulis di bawah
gambar, semua tabel dan gambar mempunyai noTor urut dari 1.
5. hujukan/kutipan suatu referensi di dalam naskah dilakukan dengan
menyebutkan nama penulis dan tahun yang diapit tanda kurung,
contoh : (Sujono, 1998).
6. Referensl diiulis dengan format menurut abjad yang mengandung
:

Penulis, Tahun, Judul, Tempat Penerbit: Nama Penerbit'


publikasi
7. Naskafr harus orisinil dan belum pernah diterbitkan dalam
apapun.

You might also like