Leh: Drs. KH. Miftakhul Falah: I Anatut Thalibin Dijelaskan Bahwa "Rajab"
Leh: Drs. KH. Miftakhul Falah: I Anatut Thalibin Dijelaskan Bahwa "Rajab"
Leh: Drs. KH. Miftakhul Falah: I Anatut Thalibin Dijelaskan Bahwa "Rajab"
Miftakhul Falah
ِي يَأ ْ ُم ُرنَاْ َوالَّذ، صى َ س ْو ِل ِمنَ ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام اِلَى ْال َم ْس ِج ِد اْأل ْق ُ الر
َّ اء ِ ب ِبإِس َْر َ ِي أَحْ َر َم َر َج ْ ا َ ْل َح ْمدُ ِهللِ الَّذ، ِا َ ْل َح ْمدُ ِهلل
، ُس ْولُه ُ ع ْبدُهُ َو َر َ أن الَ إلَهَ إالَّ هللاُ َوأ َ ْش َهدُ أ َ َّن ُم َح َّمدًا ْ أ ْش َه ْد، نَحْ َمدُهُ َونَ ْست َ ِع ْينُهُ فِ ْي ُك ِل أ َ ْه َوا ِلنَا، ِبالت َّ ْق َوى ْمدَّة َ أ ُ ُم ْو ِرنَا
ُ َّ فَيَا أيُّ َها الن: ُصحْ بِ ِه َو ِعتْ َرتِ ِه ِِ ِِ ِِ أ َّمَِ ا بَ ْعد
اس َ لى ا َ ِل ِه َو َ ع َ س ِي ِدنَا ُم َح َّم ٍد َوَ ف ِعبَا ِد ِه ِ علَى أ ْش َر َ سالَ ُم َّ صالَة ُ َوال َّ َوال
ع ِة َّ
َ س ْم َع َوالطا َّ ص ْي ُك ْم بِت َ ْق َوى هللاِ َوال ِ أ ُ ْو
صا الَّذِى با َ َر ْكنَا َ س ْب َحانَ الَّذِى أَس َْرى ِبعَ ْب ِد ِه َل ْيالً ِمنَ ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام اِ َلى ْال َمس ِْج ِد اْأل َ ْق ُ : س ْب َحانَهُ َوت َ َعا َلى ُ َُقا َل هللا
ُع ْبدٌ فَإنَّه َ علَ ْي ُك ْم ْ
َ إن ت َأ ُم ُرْ َو: سل َم َّ َ علَ ْي ِه َوَ ُصلى هللا َّ َ ِس ْو ُل هللا ُ َوقَا َل َر، صي ُْر ْ
ِ َس ِم ْي ُع البَّ َح ْولَهُ ِلنُ ِريَهُ ِم ْن آيَتِنَا ِإنَّهُ ُه َو ال
س ُك ْوا ِب َها ْ
ْ الرا ِش ِديْنَ ال َم ْهد ِِِ ِِيِيْنَ ِم ْن بَ ْعد
َّ ِي ت َ َم َّ اء ْ
ِ َسنَّ ِة ال ُخلَف ُ فَ َعلَ ْي ُك ْم ِب،اختِالَفًا َكثِي ًْرا
ُ سنَّتِ ْي َو ْ سيَ َرى َ َش ِم ْن ُك ْم ف َ َم ْن يَ ْع
ق ُ
ٍ اس ِب ُخل َ َّق الن ِ سنَةَ ت َ ْم ُح َها َوخَا ِل ْ
َ س ِيئَةَ ال َج َّ ْث َما ُك ْنتَ وأتْ ِبعِ ِِ ِِ ِِ ِِ ال ُ ق ِِ هللاَ َحي ِ علَ ْي َها بِالنَّ َو
ِ َّ فَات، اج ِذ َ عض ُّْوا َ َو
سَِ َِ ٍن َ َح
Karena ketaqwaan adalah pangkal dari segala sikap dan keputusan kita menghadapi problematika
dunia, maka marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Marilah
senantiasa kita bertambah percaya, yakin dan menaati perintah-perintah Allah SWT serta secepat
mungkin, sejauh mungkin menghindari larangan-larangan Allah SWT. Karena hanya dengan
ketaqwaanlah kita dapat meniingkatkan kualitas kehidupan kita. Taqwa dalam arti sebenarnya,
bukan taqwa asal merasa takut, namun tindakannya senantiasa tercela di mata Allah. Seperti halnya
Rajab adalah bulan mulia di sisi Allah, maka kita mestilah memuliakannya dengan sungguh-
sungguh.
”Sesungguhnya zaman berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit
dan bumi. Dalam setahun terdapat dua belas bulan yang di antaranya terdapat empat bulan yang
dihormati, tiga bulan diantaranya berturut-turut Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab
Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumadil Tsani Tsaniah dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa Bulan rajab adalah bulan yang dumuliakan oleh Allah.
Maka sebagai konsekwensi dari ketaqwaan kita kepada Allah dan kepercayaan kita kepada
Rasulullah Muhammad SAW, maka tentulah kita juga memuliakan bulan ini.
Bulan Rajab adalah bulan istimewa. Dalam kitab I‘anatut Thalibin dijelaskan bahwa “Rajab"
merupakan derivasi dari kata “tarjib” yang berarti mengagungkan atau memuliakan. Masyarakat
Arab zaman dahulu memuliakan Rajab melebihi bulan lainnya. Rajab biasa juga disebut “Al-Ashabb”
( )األصبyang berarti “yang mengucur” atau menetes”. Dijuluki demikian karena derasnya tetesan
kebaikan pada bulan ini.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumid-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi kian
bernilai bila dilakukan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat
ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan, dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali
menyatakan bahwa Rajab masuk dalam kategori al-asyhur al-fadhilah di samping Dzulhijjah,
Muharram dan Sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum di samping Dzulqa’dah, Dzul
Hijjah, dan Muharram.
Bulan Rajab, sungguh mengajarkan kepada kita bahwa kita Allah pasti memiliki rencana, kelak kita
akan mensyukuri sebuah karunia setelah berbagai cobaan yang kita rasakan. ”Paket perjalanan”
Rasulullah di bulan Rajab merupakan sebuah pelajaran sangat berharga bagi kita bahwa setiap
kesusahan dan rintangan dalam menjalankan misi dakwah pasti digantikan dengan anugerah yang
menjadikan hidup kita lebih berkualitas.
Terlebih bahwa setiap anugerah juga sebenarnya selalu mengandung ujian bagi kita untuk semakin
mengintensifkan segala potensi kita demi mengupayakan keridhoan Allah SWT. Sejarah seputar
peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan palajaran berharga, bagaimana kesusahan dan kesedihan
tergantikan dengan sebuah pesan (berupa sholat lima waktu) sebagai sarana untuk mendekatkan
diri kepada Allah.
Tafsir Ath-Thabari menyebutkan bahwa keempat bulan haram yang dimaksud adalah Dzul Qa'dah,
Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab. Karenanya, mereka tidak mengenal peperangan yang terjadi
pada bulan-bulan ini.
Orang-orang tidak diperkenankan menganiaya dan berkelahi di antaranya pada bulan-bulan ini. Jika
di antara mereka terjadi perselisihan, maka biasanya ditangguhkan hingga bulan-bulan tersebut
telah lewat. Pembalasan dendam di antara anggota-anggota keluarga yang terluka dan terbunuh
juga menunggu bulan-bulan ini berlalu. Masyarakat jahiliyah pun mengikuti peraturan ini. Lalu
apakah kita sebagai umat Muhammad tidak ingin memuliakan bulan ini?
Pada tahun kedelapan dari kenabian, Rasulullah SAW mendapatkan beberapa cobaan yang
teramat berat baginya dan bagi para pengikutnya. Ujian itu adalah embargo kaum kafir Quraisy dan
sekutunya terhadap umat Islam. Aksi embargo ini masih dijalankan meskipun waktu telah memasuki
bulan Haram. Artinya Nabi beserta para sahabatnya tetap merasakan penganiayaan dan
kedhaliman dari mereka yang biasanya menghentikan segala aktivitas permusuhan terhadap lawan-
lawannya.
Setelah delapan tahun mendakwahkan agama Allah kepda kaumnya dengan didampingi dan
dilindungi oleh dua orang kuat suku Qurays, yakni pamannya dan istrinya, maka pada tahun ini
Rasulullah harus rela ketika keduanya dipanggil menghadap Sang Rabb. Dengan demikian, pada
waktu itu Nabi tiada lagi memiliki pembela yang cukup kuat di hadapan kaumnya sendiri yang
memusuhi kebenaran.
Sehingga Rasulullah kemudian mengijinkan kepada para pengikutnya untuk berhijrah ke Thaif.
Namun rupanya Bani Tsaqif yang menguasai tanah Thaif tidaklah memberikan sambutan hangat
kepada para sahabatnya. Mereka yang datang meminta pertolongan justru diusir dan dihinakan
sedemikian rupa. Mereka dilempari batu hingga harus kembali dengan kondisi berdarah-darah.
Keseluruh cobaan berat ini dialami Rasulullah dan para sahabatnya pada tahun yang sama, yakni
tahun kedelapan semenjak Rasulullah memproklamirkan dirinya sebagai Nabi akhir zaman.
Atas cobaan yang taramat berat dan bertubi-tubi ini, maka Allah SWT kemudian memberikan
”sekadar hiburan” kepada Muhamad SAW yang sedang berkabung dengan segala keadaan dan
perasaannya. Rasulullah menerima ”sepaket perjalanan rekreasi” untuk menyegarkan kembali
ghirroh (Semangat) perjuangannya dalam menegakkan misi Tauhid di Bumi.
”Paket perjalanan” yang kemudian disebut sebagai Isra’ Mi’roj ini sejatinya adalah sebuah pesan
kepada seluruh umat Muhammad bahwa, segala macam cobaan yang seberat apa pun haruslah
kita lihat sebagai sebuah permulaan dari akan dianugerahkannya sebuah kemuliaan kepada kita.
َ سبْحانَ الَّذِى أَس َْرى ِب َع ْب ِد ِه لَ ْيالً ِمنَ ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام اِلَى ْال َمس ِْج ِد اْأل َ ْق
ُه َو,ُصا الَّذِى با َ َر ْكنَا َح ْولَهُ ِلنُ ِر َيهُ ِم ْن آ َيتِنَا ِإنَّه
صيْرِ س ِم ْي ُع ْال َب
َّ ال
ُِ
”Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqsa, yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pendengar lagi Maha Melihat” (QS.
Al Isra’:1)
Adalah sebuah pesan persaudaraan dan persahabatan di antara para hamba Allah. Bahwa umat
Islam sebagai umat terbaik semestinya senantiasa menunjukkan sikap kedewasaan dan
kematangan dalam berinteraksi dengan umat-umat lain.
Meski Nabi Muhammad SAW dapat saja langsung menuju langit dari Makkah, namun Allah tetap
membawanya menuju Masjidil Aqsha, pusat peribadahan nabi-nabi sebelumnya. Ini dapat berarti
bahwa umat Islam tidak memiliki larangan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia, sekalipun
kepada golongan di luar Islam. Hal ini dikarenakan, Islam menghargai peraturan-peraturan sebelum
Islam, seperti halnya khitan yang telah disyariatkan sejak zaman Nabi Ibrahim AS.
Dalam skala intern umat Islam, kita semestinya senantiasa menjaga ikatan persaudaraan dan
silaturrahim demi memperkuat ketaqwaan, keimanan dan persaudaraan sesama Muslim. Dengan
demikian maka, Bulan Rajab adalah bulan mulia yang harus kita sambut dengan menambahkan
keyaqwaan dan keikhlasan.
Kita harus rajin-rajin melaksanakan sholat lima waktu yang merupakan oleh-oleh dari Isro’ Mi’roj
Rasulullah SAW di bulan Rajab tahun kedelapan dari kenabian. Kita harus tegar menghadapi hidup
meskipun hidup penuh dengan cobaan dan rintangan. Umat Islam harus senantiasa optiomis dan
yakin pada janji Allah, akan kebahagiaan dunia dan akhirat bagi siapa pun hamba-Nya yang
senantiasa meningkatkan ketaqwaan, karena demikianlah pesan bulan Rajab.
الذ ْك ِر ْالح ِكي ِْم .وتقبِل هللا ِمنِي و ِم ْن ُك ْم تو ِ آن ْالع ِظي ِْم .ونفعنِي واِيِا ُك ْم بما فيه ِمن اآليا ِ بارك هللاُ ِلي ول ُك ْم فِي ْالقُ ْر ِ
ي ول ُك ْم و ِلسائِ ِر ْال ُم ْس ِل ِميْنس ِم ْي ُع ْالع ِل ْي ُم .أقُ ْو ُل ق ْو ِلي هذا وأسْت ْغ ِف ُروا هللا ْالع ِظيْم ل َِ ْ
تِالوتهُ ا َِّن َِهُ هُواال َّ
الر ِح ْي ُ ْ َّ ْ
ت فاسْتغ ِف ُر ْوهُ إنهُ هُو الغف ْو ُر َّت و ْال ُمؤْ ِمنِيْن وال ُمؤْ ِمنا ِ
ْ و ْال ُم ْس ِلما ِ
Khutbah II
ش ْك ُر لهُ على ت ْوفِ ْي ِق ِه وا ِْم ِتنا ِن ِه .وا ْشه ُد ا ْن ال اِله اِالَّ هللاُ وهللاُا ْلح ْم ُد هللِ على ا ِْحسا ِن ِه وال ُّ
س ْولُهُ الدَّا ِعى اِلى ِرضْوانِ ِه. و ْحدهُ ال ش ِريْك لهُ وا ْشه ُد ا َّن سيِدنا ُمح َّمدًا ع ْب ُدهُ ور ُ
صحابِ ِه وس ِل ْم ت ْس ِل ْي ًما ِكثي ًْرا الل ُه َّم ص ِل على سيِدِنا ُمح َّم ٍد ِوعلى ا ِل ِه وا ْ
اس اِتَّقُوهللا فِيْما امر وا ْنت ُه ْوا ع َّما نهى واعْل ُم ْوا ا َّن هللا امر ُك ْم ا َّما ب ْع ُد فيا ايُّها النَّ ُ
ِبا ْم ٍر بدأ فِ ْي ِه ِبن ْف ِس ِه وثـنى ِبمآل ئِكتِ ِه ِبقُ ْد ِس ِه وقال تعالى ا َِّن هللا ومآل ئِكتهُ
يُصلُّ ْون على النَّ ِبى يآ ايُّها الَّ ِذيْن آمنُ ْوا صلُّ ْوا عل ْي ِه وس ِل ُم ْوا ت ْس ِل ْي ًما .الل ُه َّم ص ِل على
س ِلكسيِدِنا ُمح َّم ٍد صلَّى هللاُ عل ْي ِه وس ِل ْم وعلى آ ِل سيِدِنا ُمح َّم ٍد وعلى ا ْنبِيآئِك و ُر ُ
عثْمان عمرو ُ الرا ِش ِديْن ابِى ب ْك ٍرو ُ اء َّ ارض الل ُه َّم ع ِن اْل ُخلف ِ ومآلئِك ِة اْل ُمق َّربِيْن و ْ
الدي ِْن
ان اِلىي ْو ِم ِ صحاب ِة والتَّابِ ِعيْن وتابِ ِعي التَّابِ ِعيْن ل ُه ْم بِا ِْحس ٍ وع ِلى وع ْن ب ِقيَّ ِة ال َّ
اح ِميْن ارض عنَّا مع ُه ْم ِبر ْحمتِك يا ا ْرحم َّ
الر ِ و ْ
ت الل ُه َّم ت اال ْحيآ ُء ِم ْن ُه ْم واْال ْموا ِ ت واْل ُم ْس ِل ِميْن واْل ُم ْس ِلما ِالل ُه َّم ا ْغ ِف ْر ِل ْل ُمؤْ ِمنِيْن واْل ُمؤْ ِمنا ِ
ص ْر ِعبادك اْل ُمو ِح ِديَّة وا ْن ُ
ص ْر الش ْرك واْل ُم ْش ِر ِكيْن وا ْن ُ ا ِع َّز اْ ِال ْسالم واْل ُم ْس ِل ِميْن وأ ِذ َّل ِ
الدي ِْن وا ْع ِل ك ِلماتِك اِلى اخذُ ْل م ْن خذل اْل ُم ْس ِل ِميْن و د ِم ْر اعْداء ِ الديْن و ْ م ْن نصر ِ
س ْوء اْل ِفتْن ِة واْ ِلمحن ما الزال ِزل واْ ِلمحن و ُ الدي ِْن .الل ُه َّم ا ْدف ْع عنَّا اْلبالء واْلوباء و َّ ي ْوم ِ
ان اْل ُم ْس ِل ِميْن عآ َّمةً يا صةً وسائِ ِر اْلبُ ْلد ِ ظهر ِم ْنها وما بطن ع ْن بلدِنا اِ ْندُونِ ْي ِسيَّا خآ َّ
ار .ربَّنا آلخرةِ حسنةً وقِنا عذاب النَّ ِ ربَّ اْلعال ِميْن .ربَّنا آتِنا فِى ال ُّد ْنيا حسنةً وفِى اْ ِ
ظل ْمنا ا ْنفُسناوا ِْن ل ْم ت ْغ ِف ْر لنا وت ْرح ْمنا لن ُك ْون َّن ِمن اْلخا ِس ِريْنِ .عبادهللاِ ! ا َِّن هللا يأ ْ ُم ُرنا
شآء واْل ُم ْنك ِر واْلب ْغي ي ِع ُ
ظ ُك ْم ْتآء ذِى اْلقُ ْربى وي ْنهى ع ِن اْلف ْح ِ ان و ِإي ِ بِاْلع ْد ِل واْ ِال ْحس ِ
لعلَّ ُك ْم تذ َّك ُر ْون وا ْذ ُك ُروهللا اْلع ِظيْم ي ْذ ُك ْر ُك ْم وا ْش ُك ُر ْوهُ على نِع ِم ِه ي ِز ْد ُك ْم ول ِذ ْك ُر
هللاِ ا ْكب ْر