Tinjauan Pustaka: J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 2 Mei 2008
Tinjauan Pustaka: J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 2 Mei 2008
Made Wiryana
e-mail: [email protected]
SUMMARY
Hypertension is a leading cause of death and the most frequent preoperative abnormality in surgical patients, and become
major risk factor for cardiac, cerebral, renal and vascular disease during intraoperative or post-operative periode. Agressive
controlled hypertension will decrease complications due to the damage of end organs. Consequences by taking anti-hypertensive
agents is the interaction with other medications that being used during surgery. Consideration must be taken especially due to the
half life and adjustment dose of this medications. The National Committee 7 (JNC 7) on prevention, detection, evaluation and
treatment of high blood pressure 2003, degree of hypertension can be classified into pre-hypertension (120-139/80-89), hyperten-
sion stage 1 (140-159/90-99 mmHg) and hypertension stage 2 (systolic pressure ≥ 160 mmHg or diastolic pressure ≥ 100 mmHg).
According to the etiology, hypertension can be classified into primary hypertension (80-95%) and secondary hypertension (10-
15%) due to the causes. Usually hypertension always has association with abnormality of sympathetic activity, increasing the
pheripheral vascular resistance (SVR) or increasing both of them. But the most common cause of hypertension is increasing the
pheripheral vascular resistance. Management perioperative of hypertension includes evaluation and optimalised patients condi-
tion preoperative, management patients who under influenced of anesthetic agents and treatment post operative. Patient with
hypertension incline to have instability haemodinamic and more sensitive to anesthesia and surgery procedures, so carefull must
be taken at the beginning of anesthesia and surgery until post operatively, especially to control hemodynamic. The best monitor-
ing for patient with hypertension is by using suitable anesthetic techniques, anesthetic agents and antihypertensive agents. Post
operative hypertension can be happened due to several factors such as, inadequate antihypertensive agents, respirator y distur-
bance, pain, fluid overload, or distended of the bladder. Excellent perioperative management of hypertension patients before
Hipertensi adalah penyakit yang umum dijumpai. meskipun sudah dilakukan deteksi dini dengan dilakukan
Diperkirakan satu dari empat populasi dewasa di Amerika pengukuran tekanan darah (TD) secara teratur. Pada
atau sekitar 60 juta individu dan hampir 1 milyar populasi berkulit putih ditemuka n ham pir 1/5
penduduk dunia menderita hipertensi, dengan mayoritas mempunyai tekanan darah sistolik (TDS) lebih besar dari
dari populasi ini mempunyai risiko yang tinggi untuk 160/95 mmHg dan hampir separuhnya mempunyai TDS
Hipertensi yang tidak terkontrol yang dibiarkan lama dibagi atas prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan 2 (lihat
terjadinya penyakit-penyakit jantung, serebral, ginjal dan Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut JNC 7 2
menurunkan komplikasi terjadinya infark miokardium, Klasifikasi TD TDS (mmHg) TDD (mmHg)
oklusi perifer dan diseksi aorta, sehingga morbiditas Normal <120 dan <80
3,6
dapat dikurangi. Konsekuensi dari penggunaan obat- Prehipertensi 120-139 atau 80-89
obat antihipertensi yang rutin mempunyai potensi Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99
terjadinya interaksi dengan obat-obat yang digunakan Hipertensi derajat 2 ≥160 atau ≥100
selama pembedahan. Banyak jenis obat-obatan yang
harus tetap dilanjutkan selama periode perioperatif, TD, Tekanan Darah; TDS, Tekanan Darah Sistolik; TDD, Tekanan
Anak < 1 tahun (infant) 70/45 mmHg • Renal: glomerulonefritis akut dan kronis,
pyelonefritis, polikistik ginjal, stenosis arteri
Menurut The Joint National Committee 7 (JNC
renalis.
7) on prevention, detection, evaluation, and treatment
adre nal conge nital, sindroma Conn Tekanan darah berbanding lurus dengan curah jantung
(hiperaldosteronisme primer), phaeochro- dan SVR, dimana persamaan ini dapat dirumuskan den-
antihipertensi dibagi berdasarkan mekanisme atau pembedahan yang memerlukan teknik hipotensi.
1. Diuretika, menurunkan TD dengan cara mengurangi melakukan anamnesis riwayat perjalanan penyakitnya,
natrium tubuh dan volume darah, sehingga CO pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan prosedur
berkurang. Contohnya: golongan thiazide, loop diagnostik lainnya. 2,11 Penilaian status volume cairan
2. Golongan simpatolitik / simpatoplegik, menurunkan dinilai merupakan yang sebenarnya ataukah suatu relatif
TD dengan cara menum pul ka n re fleks arkus hipovolemia (berkaitan dengan penggunaan diuretika
simpatis sehingga menurunkan resistensi pembuluh dan vasodilator). Disamping itu penggunaan diuretika
dara h p e r i f e r, me ng ham bat fungsi kardia k, yang rutin, sering menyebabkan hipokalemia dan
meningkatkan pengisian vena sehingga terjadi penu- hipomagnesemia yang dapat menyebabkan peningkatan
runan CO. Contohnya: beta dan alpha blocker, risiko terjadinya aritmia. 5,11,12 Untuk evaluasi jantung,
methyldopa dan clonidine, ganglion blocker, dan EKG dan x-ray toraks akan sangat membantu. Adanya
post ganglionic symphatetic blocker (reserpine, LVH dapat menyebabkan meningkatnya risiko iskemia
3. Vasodilator langsung, menurunkan TD dengan cara kebutuhan oksigen. Untuk evaluasi ginjal, urinalisis,
relaksasi otot-otot polos vaskuler. Contoh: nitrop- serum kreatinin dan BUN sebaiknya diperiksa untuk
russide, hydralazine, calcium channel blocker. memperkirakan seberapa tingkat kerusakan parenkim
4. Golongan penghambat produksi atau aktivitas ginjal. Jika ditemukan ternyata gagal ginjal kronis, maka
terapi hipertensinya.
suda h tida k bisa ditol e ra nsi untuk dil a kuka nnya pid acting.16 Perlu dipahami bahwa penderita hipertensi
penundaan anestesia dan operasi. 12,13 Namun banyak cenderung mempunyai respon TD yang berlebihan pada
literatur yang menulis bahwa TDD 110 atau 115 adalah periode perioperatif. Ada 2 fase yang harus menjadi
cut-off point untuk mengambil keputusan penundaan pe rt i m ba nga n, yait u saat ti nda ka n a nest esi a dan
11,12
anestesia atau operasi kecuali operasi emergensi. postoperasi. Contoh yang sering terjadi adalah hipertensi
Kenapa TD diastolik (TDD) yang dijadikan tolak ukur, akibat laringos kopi dan respons hipotensi akibat
karena peningkatan TD sistolik (TDS) akan meningkat pemeliharaan anestesia. Pasien hipertensi preoperatif
seiring dengan pertambahan umur, dimana perubahan yang sudah dikontrol tekanan darahnya dengan baik akan
ini lebi h di a ngga p se ba gai pe ruba ha n fi s i ol ogi k mem punyai hem odi na mik yang le bi h sta bil
diba ndingka n pat ol ogik. Nam un be bera pa a hli dibandingkan yang tidak dikontrol dengan baik..11,13,14
dibandingkan hipertensi diastolik. Pendapat ini muncul Berikut ini ada beberapa alat monitor yang bisa
karena dari hasil studi menunjukkan bahwa terapi yang kita gunakan serta maksud dan tujuan penggunaanya: 5
dilakukan pada hipertensi sistolik dapat menurunkan • EKG: minimal lead V5 dan II atau analisis multipel
risiko terjadinya stroke dan MCI pada populasi yang lead ST, karena pasien hipertensi punya risiko tinggi
berumur t ua. Dalam ba nya k uji kli ni k, tera pi untuk mengalami iskemia miokard.
antihi perte nsi pa da pe nderita hi pe rte nsi a ka n • TD: monitoring secara continuous TD adalah
menurunkan angka kejadian stroke sampai 35%-40%, esensial kateter Swan-Ganz: hanya digunakan untuk
infark jantung sampai 20-25% dan angka kegagalan jan- penderita hipertensi dengan riwayat CHF atau MCI
operasi hanya untuk tujuan mengontrol TD mungkin • Pulse oxymeter: digunakan untuk menilai perfusi dan
oksigenasi jaringan perifer.
tidak diperlukan lagi khususnya pada pasien dengan
• Analizer end-tidal CO2: Monitor ini berguna untuk
kasus hipertensi yang ringan sampai sedang. Namun
membantu kita mempertahankan kadar CO2.
hipertensinya itu sendiri. Penundaan operasi dilakukan preoperatif penderita hipertensi. Untuk hipertensi yang
apabila ditemukan atau diduga adanya kerusakan target ringa n sa m pai de nga n sedang mungki n bi sa
organ sehingga evaluasi lebih lanjut perlu dilakukan menggunakan ansiolitik seperti golongan benzodiazepin
sebelum operasi. 15 The American Heart Association / atau midazolam. Obat antihipertensi tetap dilanjutkan
American College of C a rd i o l o g y (AHA/ACC ) sampai pada hari pembedahan sesuai jadwal minum obat
mengeluarkan acuan bahwa TDS ≥ 180 mmHg dan/atau dengan sedikit air non partikel. Beberapa klinisi
TDD ≥ 110 mmHg sebaiknya dikontrol sebelum menghentikan penggunaan ACE inhibitor dengan alasan
dilakukan operasi, terkecuali operasi bersifat urgensi. bisa terjadi hipotensi intraoperatif.
Induksi anestesia dan intubasi endotrakea sering vekuronium atau cis-atrakurium lebih baik dibandingkan
menimbulkan goncangan hemodinamik pada pasien atrakuri um atau pa nkuronium. Unt uk vola tile,
hipertensi. Saat induksi sering terjadi hipotensi namun sevofluran bisa digunakan sebagai obat induksi secara
cairan pe nting dilakukan unt uk te rcapainya Tujuan pencapaian hemodinamik yang diinginkan
normovolemia sebelum induksi. Disamping itu hipotensi selama pemeliharaan anestesia adalah meminimalkan
juga sering terjadi akibat depresi sirkulasi karena efek terjadi nya fl uktuasi TD yang terlal u l e b a r.
dari obat anestesi dan efek dari obat antihipertensi yang Mempertahankan kestabilan hemodinamik selama peri-
sedang dikonsumsi oleh penderita, seperti ACE inhibitor ode intraoperatif adalah sama pentingnya dengan
dan angiotensin receptor blocker. 3,8,10 Hipertensi yang pengontrolan hipertensi pada periode preoperatif.10 Pada
terjadi biasanya diakibatkan stimulus nyeri karena hipertensi kronis akan menyebabkan pergeseran kekanan
laringoskopi da n i nt ubasi endot ra kea ya ng bisa autoregulasi dari serebral dan ginjal. Sehingga pada
menye babkan takika rdia dan dapat menyeba bka n penderita hipertensi ini akan mudah terjadi penurunan
iskemia miokard. Angka kejadian hipertensi akibat aliran darah serebral dan iskemia serebral jika TD
tindakan laringoskopi-intubasi endotrakea bisa mencapai diturunkan secara tiba-tiba. Terapi jangka panjang den-
25%. Dikatakan bahwa durasi laringoskopi dibawah 15 gan obat antihipertensi akan menggeser kembali kurva
fluktuasi hemodinamik Beberapa teknik dibawah ini bisa tidak bisa mengukur autoregulasi serebral sehingga ada
dilakukan sebelum tindakan laringoskopi-intubasi untuk beberapa acuan yang sebaiknya diperhatikan, yaitu: 8
menghindari terjadinya hipertensi. 3,10 • Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas
•
bawah yang maksimal yang dianjurkan untuk
Dalamkan anestesia dengan menggunakan gas
volatile yang poten selama 5-10 menit. penderita hipertensi.
• Berikan opioid (fentanil 2,5-5 mikrogram/kgbb, • Penurunan MAP sebesar 55% akan menyebabkan
alfentanil 15-25 mikrogram/kgbb, sufentanil 0,25- timbulnya gejala hipoperfusi otak.
0,5 mikrogram/kgbb, atau ramifentanil 0,5-1 mikro- • Terapi dengan antihipertensi secara signifikan
menurunkan angka kejadian stroke.
gram/kgbb).
•
•
Pengaruh hipertensi kronis terhadap autoregulasi
Beri ka n l i dokai n 1,5 m g/ kgbb i nt ra ve na atau
intratrakea. ginjal, kurang lebih sama dengan yang terjadi pada
penderita hipertensi yang menjalani tindakan operasi Fenoldopam 0,1-1,6 mg/kgbb/menit 5 menit 5 menit
ing intra-arterial secara langsung diperlukan terutama Pemilihan obat antihipertensi tergantung dari
untuk jenis operasi yang menyebabkan perubahan berat, akut atau kronik, penyebab hipertensi, fungsi
preload dan afterload yang mendadak. EKG diperlukan baseline ventrikel, heart rate dan ada tidaknya penyakit
untuk mendeteksi terjadinya iskemia jantung. Produksi bronkospastik pulmoner dan juga tergantung dari tujuan
uri ne di pe rl uka n te ruta ma unt uk pe nderit a ya ng dari pengobatannya atau efek yang diinginkan dari
mengalami masalah dengan ginjal, dengan pemasangan pemberian obat tersebut (lihat tabel 3). 3,19 Berikut ini
kateter urine, untuk operasi-operasi yang lebih dari 2 ada beberapa contoh sebagai dasar pemilihan obat yang
memonitoring status cairan pada penderita yang • Beta-adrenergik blockade: digunakan tunggal atau
kerusakan end organ yang lain. 3,10 yang masih baik dan dikontra indikasikan pada
bronkospastik.
yang lambat.
dengan antihipertensi secara parenteral (lihat tabel 2),
kgbb/menit
Golongan Obat Preload Afterload HR Kontrak- dapat mengalami tanda-tanda ensefalopati pada TDD <
Blocker
TD diturunkan secara cepat akan terjadi iskemia koroner
ACE inhibitor ?
akut, sehingga MAP diturunkan sekitar 20% dalam 1
Beta-Blockers
jam pertama, selanjutnya pelan -pelan diturunkan
Krisis Hiperteftsi
urgensi adalah situasi dimana TD meningkat tinggi
sebaiknya ditangani secara adekuat, misalnya dengan intra operat if ma upun ya ng terja di pa da pa sca
morfin epidural secara infus kontinyu. Apabila hipertensi pembedahan. Goncangan hemodinamik mudah terjadi,
masi h a da me s ki pun nye ri s uda h terata si, m a ka baik berupa hipertensi maupun berupa hipotensi, yang
intervensi secara farmakologi harus segera dilakukan dan bisa menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi. Hal
perlu diingat bahwa meskipun pasca operasi TD ini harus diantisipasi dengan perlunya pemahaman
kelihatannya normal, pasien yang prabedahnya sudah tentang teknik anestesia yang benar, manajemen cairan
mem pun yai ri wa yat hi pe rt ensi, se bai knya oba t perioperatif, pengetahuan farmakologi obat-obat yang
antihipertensi pasca bedah tetap diberikan. 14 Hipertensi digunakan, baik obat-obatan antihipertensi maupun obat-
pasca ope rasi se bai knya diterapi de nga n obat obatan anestesia serta penanganan nyeri akut yang
antihipertensi secara parenteral misalnya dengan beta- adekuat. Dengan manajemen perioperatif yang benar
blocker yang terutama digunakan untuk mengatasi terhadap penderita -penderita hipertensi yang akan
hipe rte nsi da n takika rdia ya ng terj adi . Apabila menjalani pembedahan, diharapkan bisa menurunkan atau
penyebabnya karena overload cairan, bisa diberikan meminimalkan angka morbiditas maupun mortalitas.
ung maupun tidak langsung dapat diberikan nitrogliserin 1. Murray MJ. Perioperative hypertension: evaluation
roprusside.13 Apabila penderita sudah bisa makan dan Murray.pdf. Accesed Aug 13th 2007.
minum secara oral sebaiknya antihipertensi secara oral 2. The seventh report of Joint National Committee
Hipertensi adalah penyakit yang umum dijumpai, for patients with cardiovaskular disease. Clinical
dengan angka penderita yang cukup tinggi. Hipertensi Anesthesiology. 4 th ed. New York: McGraw-Hill;
menyebabkan terjadinya komplikasi seperti penyakit- 4. Perez-Stable EJ. Management of mild hyperten-
yang bisa ditimbulkan oleh penyakit hipertensi ini, maka 5. Yao FSF, Ho CYA. Hypertension. Anesthesiology-
perlu adanya pemahaman para ahli anestesia dalam problem oriented patient manajement. 5th ed. Phila-
operasi dan dilanjutkan sampai periode pasca bedah. Perioperative hypertension (HTN). Decision mak-
Evaluasi prabedah sekaligus optimalisasi keadaan ing in anesthesiology-an algorithmic approach. 4th
penderita sangat penting dilakukan untuk meminimalkan ed. Philadhelpia: Elsevier; 2007.p.124-6.
agement; Available at: http://www. emedicine.com/ and peri ope rati ve ma na ge me nt . West J Med
8. Neligan P. Hypertension and anesthesia; Available 15. Hanada, et al. Anesthesia and medical disease-hy-
at: http:// www. 4um.com/ tutorial/anaesthbp.htm. pertension and anesthesia. Current Opinion in An-
th
Accessed Aug 16 2007. esthesiology 2006;19(3):315-9.
9. Beno witz NL. Anti hyperte nsi ve age nt- 16. Howell SJ, Foex P. Hypertension, hypertensive
cardiovaskular-renal drugs. In: Katzung BG, edi- heart disease and perioperative cardiac risk. Brit -
th
tor. Basic and clinical pharmacology. 9 ed. New ish Journal of Anesthesia 2004;92(4):570-83.
10. Wallace MC, Haddadin AS. Systemic and pulmo- sia : h y pertension. Qual Saf Health Care
102.
dergoing off-pump coronary bypass grafting. Croat
11. Stier GR. Preoperative evaluation and testing. In: Med J 2007;48:341-7.
t i v e s u rg e r y. B r i t i s h J o u r n a l o f A n e s t h e s i a
20. H y p e r t e n s i v e e m e rg e n c i e s . Av a i l a b l e a t :
2001;86(6):789-93.
www.ehs.egypt.net/pdf/11-guideline.pdf. Accessed
2007.