Candi Gunung Sari
Candi Gunung Sari
ABSTRACT
This article presents an architectural and epigraphical study of several objects recovered from the
Central Javanese temple site of Gunung Sari. The site has yielded unique cylindrical stone objects, some of
which bear short inscriptions in Old Javanese language indicating the directions of space. Based on
architectural arguments, we conclude that the temple was a Śaiva monument. The cylindrical objects were
most likely placed originally in the floor of the platform of the temple, where they covered foundation
deposits placed during the construction of the temple in connection with the ritual preparation of the
ground plan. Although objects exactly identical in shape have thus far not been discovered in Java, objects
that had different shapes but similar ritual functions can be identified at other more or less contemporary
sites in the region. Some of these bear inscriptions. The inscriptions of Candi Gunung Sari are, however,
unique in that they offer by far the oldest (nearly) complete system of eight directions of space expressed in
Javanese terms.
ABSTRAK
Artikel ini menyajikan studi arsitektur dan epigrafi dari beberapa artefak yang ditemukan di Candi
Gunung Sari, Jawa Tengah. Pada situs tersebut ditemukan batu berbentuk tabung yang tidak ditemukan di
tempat lain, beberapa di antaranya mengandung prasasti pendek berbahasa Jawa Kuno yang berisi penunjuk
arah mata angin. Berdasarkan alasan arsitektural, kami menarik kesimpulan bahwa candi itu adalah
bangunan berlatar belakang Sivaisme. Konon, batu-batu tabung itu rupanya diletakkan di dalam alas candi
dan menutupi peripih-peripih yang dibuat selama candi dibangun, berkaitan dengan persiapan ritual tata
letak candi. Meskipun benda yang persis sama belum pernah ditemukan di Jawa selama ini, artefak
berbentuk lain dengan fungsi ritual yang sama dapat dikenali di beberapa situs yang kurang lebih semasa di
daerah yang sama. Beberapa di antaranya juga mengandung prasasti. Prasasti-prasasti di Candi Gunung Sari
memiliki keunikan karena menyebutkan sistem (hampir) lengkap yang paling tua dari delapan mata angin
yang diungkapkan dalam istilah Jawa asli.
Kata kunci: Candi, Prasasti pendek, Arah mata angin, Arsitektur, Mataram kuno
1
“Les pierres cylindriques inscrites du Candi Gunung Sari (Java Centre, Indonésie) et les noms des directions de
l‟espace en vieux-javanais.” BEFEO 97-98 (2010-11, terbit 2013): 367–90. Diterjemahkan oleh Rahayu Surtiati
Hidayat.
Batu Tabung Berprasasti di Candi Gunung Sari (Jawa Tengah) dan Nama Mata Angin 161
dalam Bahasa Jawa Kuno (Baskoro Daru Tjahjono-Arlo Griffths-Veronique Degroot)
PENDAHULUAN dalam dua proyek penggalian untuk
pelestarian yang dilaksanakan pada
Dalam buku tribahasa yang 1998 (Nugrahani, Hery Priswanto &
menarik Situs-situs Marjinal/Sanctuaires Imam Fauzi 1998; Nugrahani, Tjahjono
retrouvés/Sites out of Sight (Rizky Prasodjo & Baskoro Daru Tjahjono
Sasono, Ferry Ardyanto & Elbaz 1998), serta Véronique Degroot,
2002, 75), tercantum mengenai Candi arkeolog yang baru-baru ini menyusun
Gunung Sari bahwa: sebuah inventaris situs arkeologis masa
Candi Hindu ini menyisakan satu Hindu-Buddha di Jawa bagian tengah
kaki candi induk serta reruntuhan (Degroot 2009).
3 candi perwara. Artefak-artefak Penelitian lapangan bersama
yang pernah ditemukan di situs ini, dilaksanakan pada Juli 2009 untuk
seperti relief barong, arca Durga mencari dan membuat abklats dari
Mahissasuramadrini, dan yoni, prasasti sebagai langkah perdana
sudah dipindahkan ke kantor menuju penerbitannya. Di sini kami
Suaka Peninggalan Sejarah dan menyajikan hasil penelitian arkeologis
Purbakala Jawa Tengah. Kaki dan epigrafis mengenai batu tabung dan
candi yang tersisa ini berukuran prasastinya yang bertujuan untuk lebih
10 × 10 meter dengan tinggi 50 memahami seluk-beluk situs Candi
cm. Di tengahnya terdapat lubang Gunung Sari.
diameter 1,5 meter yang dulunya
berfungsi sebagai sumur. Pada TEMPAT SITUS DAN PENELITIAN
bagian kemuncak candi, dulu TERDAHULU
pernah dipahatkan beberapa pra-
sasti Jawa Kuno.2 Candi tersebut berada di puncak
bukit yang dinamai Gunung Sari, Desa
Berharap menemukan prasasti Gulon, Kecamatan Salam, Kabupaten
yang disebutkan dalam buku panduan Magelang, Provinsi Jawa Tengah.3 Bukit
yang sederhana ini tentang berbagai itu dibatasi di sebelah utara oleh Kali
situs arkeologis kecil di Jawa bagian Blongkeng, di timur oleh Kali Jlegong,
tengah (Provinsi Jawa Tengah dan dan di sebelah selatan oleh Kali Putih.
Daerah Istimewa Yogyakarta), Arlo Dari puncaknya pengunjung dapat
Griffiths, peneliti di bidang epigrafi yang melihat pemandangan yang menakjub-
bertugas di kantor EFEO di Jakarta, kan. Posisinya di bukit yang dikelilingi
mengunjungi Candi Gunung Sari pada kali, pemandangan Gunung Merapi, dan
tanggal 25 Februari 2009. Di sana tempatnya di wilayah pertanian yang
terdapat sejumlah batu tabung yang subur pasti telah menjadikan situs itu
beberapa di antaranya berprasasti mencolok dalam lanskap Pulau Jawa
pendek. Prasasti itu tampaknya belum pada masa lampau, dan oleh karena itu
tercatat dan fungsi batu tabungnya serta menjadi tempat ideal untuk membangun
posisi aslinya di situs juga sama tidak sebuah candi.
jelas. Maka timbul gagasan menulis Gunung Sari menjadi bagian dari
sebuah artikel sebagai kerja sama perbukitan yang memanjang di kaki
antara Arlo Griffiths dengan Baskoro Gunung Merapi, banyak di antaranya
Daru Tjahjono, arkeolog dari Balai yang pernah atau masih ditempati candi
Arkeologi di Yogyakarta, yang turut (gbr. 1), misalnya Gunung Pring (di
sebelah barat laut) dan Gunung Wukir
2
(di sebelah tenggara). Bukit yang
Di sini tak satu patah kata pun kita membaca tentang terakhir ini diperkirakan tempat asal
sebuah prasasti lain yang disebut di versi Prancis
paragraf ini di buku yang sama. Prasasti menurut prasasti bertanggal tertua di Jawa
sumber ini disimpan di lembaga yang dulu bernama bagian tengah, yaitu prasasti monu-
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala, kini Balai mental Raja Sañjaya, yang bertitimang-
Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) di Prambanan.
Para petugas menegaskan bahwa di Balai itu tidak
3
satu pun tersimpan artefak berprasasti yang berasal 07° 36'08.0" Selatan dan 110 16'59.6" Timur (WGS
dari Candi Gunung Sari. 84).
Batu Tabung Berprasasti di Candi Gunung Sari (Jawa Tengah) dan Nama Mata Angin 163
dalam Bahasa Jawa Kuno (Baskoro Daru Tjahjono-Arlo Griffths-Veronique Degroot)
Purbakala (sekarang BPCB, lihat cat. 2) selatan situs, mungkin satu-satunya
Jawa Tengah, bekerja sama dengan bagian yang tersisa dari bangunan
Balai Arkeologi Yogyakarta maupun kelima. Kompleks itu dikelilingi pagar
Universitas Gadjah Mada telah dari bata yang runtuhannya masih
menjelaskan denah situs (gbr. 2). Candi tampak jelas di sebelah timur candi
induk, yang landasannya berukuran induk. Di antara materi yang terbongkar
12×12m, menghadap ke barat, sebagai- selama penggalian, terdapat sebuah
mana banyak monumen di Jawa. patung Mahākāla, ditemukan di dekat
Sebuah tangga menonjolkan muka tangga, serta tiga batu patok (masih in
barat. Di depan candi induk, terdapat situ) yang digunakan untuk membatasi
sisa-sisa sebuah bangunan datar ruang peribadatan. Ketiga batu patok itu,
lonjong yang belum tergali seluruhnya masing-masing berada di sebelah
tetapi pasti berukuran sekitar 6×3,5m. Di selatan tangga candi utama, di tengah
sebelah utara dan selatannya tampak sisi timur pagar keliling, dan di sudut
hasil penggalian berupa sisa-sisa bagian timur laut pagarnya.
dasar dua bangunan lain. Sebuah
dinding runtuh, yang terletak di bagian
Gambar 1. Peta Jawa bagian tengah dengan situs yang disebutkan dalam teks
(V. Degroot).
Batu Tabung Berprasasti di Candi Gunung Sari (Jawa Tengah) dan Nama Mata Angin 165
dalam Bahasa Jawa Kuno (Baskoro Daru Tjahjono-Arlo Griffths-Veronique Degroot)
Gambar 2. Denah situs Candi Gunung Sari
(V. Degroot)
7
Dalam tabel di bawah ini, batu tabung no. 15
(prasasti J) dan no. 16 (prasasti K) masing-masing
berasal dari dukuh Gunung Sari dan Ngasem, dua
dukuh yang menjadi bagian dari desa Gulon
(kecamatan Salam, kabupaten Magelang). Batu
tabung lain berasal dari puncak bukit itu.
Batu Tabung Berprasasti di Candi Gunung Sari (Jawa Tengah) dan Nama Mata Angin 167
dalam Bahasa Jawa Kuno (Baskoro Daru Tjahjono-Arlo Griffths-Veronique Degroot)
Gambar 5. Foto batu tabung dan penutup yang tidak bertulis
(Dok. V. Degroot 2009)
Batu Tabung Berprasasti di Candi Gunung Sari (Jawa Tengah) dan Nama Mata Angin 169
dalam Bahasa Jawa Kuno (Baskoro Daru Tjahjono-Arlo Griffths-Veronique Degroot)
Gambar 6. Denah posisi batu tabung
(V. Degroot 2009)
Batu Tabung Berprasasti di Candi Gunung Sari (Jawa Tengah) dan Nama Mata Angin 171
dalam Bahasa Jawa Kuno (Baskoro Daru Tjahjono-Arlo Griffths-Veronique Degroot)
Gambar 10. Batu tabung di Candi Kedulan
(Dok. V. Degroot 2002).
14
Untuk kedua kutipan ini, teks mengikuti hasil
suntingan Swellengrebel (1936) sementara
terjemahan berdasarkan terjemahannya ke dalam
bahasa Belanda, hanya dengan satu perbaikan
kecil. Setelah menyusun paragraf-paragraf ini,
kami dapati bahwa Damais telah menegaskan
pentingnya Koravāśrama dalam konsepsi yang
berkaitan dengan sistem arah di Jawa (1969: 95–
97) dan dia mengutip dari teks ini “daftar
yang digunakan dalam KJKI untuk menuliskan kesembilan arah mata angin yang [oleh teks ini]
kata yang berarti „barat‟, yaitu kulvan, bukan diterjemahkan dalam bahasa Jawa Kuno, dengan
kulon, meskipun faktanya kedua ejaan itu terdapat petunjuk tentang masing-masing dewa [liste des
dalam epigrafi dari masa yang sama yang neuf directions de l’Espace que [le texte] traduit
berkaitan dengan prasasti kami. Titik tengah (·) en vieux javanais, avec indication de la déité]”
memarkahi virāma/paten. (1969: 97).
Batu Tabung Berprasasti di Candi Gunung Sari (Jawa Tengah) dan Nama Mata Angin 173
dalam Bahasa Jawa Kuno (Baskoro Daru Tjahjono-Arlo Griffths-Veronique Degroot)
E
Gambar 11. a
Batu tabung berprasasti (E) vai ki dan (F) ki
.
F
a
Gambar 12. Kolase abklats EFEO n. 1867 (A), 1868 (B), 1871 (E), 1872 (F), 1875 (I), 1876 (J).
Batu Tabung Berprasasti di Candi Gunung Sari (Jawa Tengah) dan Nama Mata Angin 175
dalam Bahasa Jawa Kuno (Baskoro Daru Tjahjono-Arlo Griffths-Veronique Degroot)
Koravāśrama.15 Bermula dari timur, Prasasti di Candi Gunung Sari, yang
diperoleh T/vaitan, TG/vaitan kidul, kemungkinan besar merupakan bukti
S/kidul, BD/kidul kulvan, B/kulvan, paling kuno — yang dikenal sampai hari
BL/laur kulvan, U/laur, TL/?. Kiranya ini — dari suatu sistem arah mata angin
dapat diamati suatu struktur yang setiap yang diungkapkan dengan istilah yang
istilahnya diawali dengan unsur terakhir murni bahasa Jawa dan tidak hanya
dari istilah terdahulu. Dengan landasan mengandung keempat arah mata angin
itu, dapat diprakirakan bahwa istilah tetapi juga keempat arah mata angin
yang hilang adalah laur vaitan (sesuai perantara, memberikan data baru yang
dengan istilah dalam Koravāśrama dan signifikan. Memang pada hakikatnya
bahasa Jawa modern). Maka, istilah laur prasasti ini tidak dapat membuktikan
kulvan meruntuhkan struktur tadi. apa pun secara mandiri, namun tetap
Mungkin itu dapat dijelaskan secara membuat kita mempertanyakan apakah
fonologis dengan merujuk ke ‗hukum bahasa Jawa Kuno, dalam struktur
Behagel‘ yang mengharuskan bahwa kosakatanya, pada pertengahan abad
kata majemuk ditata dengan urutan IX mencerminkan suatu tatanan ruang
jumlah suku kata yang makin besar yang melingkar, alih-alih tatanan aksial
(jadi, laur kulvan dan bukan kulvan laur). yang akan mendominasi setidaknya
Berbagai data menunjukkan sejak abad XV.
keberadaan dua cara memahami ruang
di Jawa masa lampau: di satu pihak PENUTUP
dalam urutan baku India, di pihak lain
sesuai dengan poros utama (utara- Sebagai kesimpulan, kami ingin
selatan).16 Data epigrafis yang ada pada kembali pada hubungan antara prasasti
kami hingga sekarang menunjukkan dan batu tabung yang menyandangnya.
bahwa setidaknya sejak 880 M,17 kedua Kami mengetahui bahwa prasasti itu
persepsi tentang ruang hadir menggambarkan sebuah sistem arah
berdampingan karena pemilihan sistem angin dengan mengikuti arah jarum jam;
tampaknya ditentukan oleh konteks.18 sedangkan penyandangnya diletakkan
secara teratur dan mungkin sekali
15
Artikel Damais yang disebutkan dalam catatan
ditanam di sekitar bilik candi utama.
terdahulu menyajikan berpuluh-puluh contoh lain Berdasarkan pengamatan, hipotesis
yang membuktikan bahwa susunan pradakṣiṇa kami adalah batu tabung itu mejadi
memang tatanan baku untuk menyebut arah mata tempat peletakan peripih-peripih dan
angin dalam bahasa Jawa Kuno. setiap batu tabung berkaitan dengan
16
Mengenai keberadaan poros seperti itu dan
ungkapan kebahasaannya dalam istilah Jawa Kuno
satu mata angin tertentu atau dengan
lor-kidul, yang berarti „ke segala arah‟, lihat Lokapāla (Penjaga Mata Angin) yang
Aichele 1959. bersangkutan. Hipotesis itu kiranya tidak
17
Prasasti Wuatan Tija, yang bertitimangsa tahun mustahil karena di Jawa sudah
880 (lihat Damais 1952: 42–43 dan 1955: 155–156 ditemukan sejumlah contoh peripih yang
mengenai tanggal; Sarkar 1971: 250–261 untuk
penerbitan ulang disertai terjemahan Inggris) mengandung daun emas bertuliskan
adalah prasasti tertua yang bertanggal dan
menyebutkan arah mata angin secara berpasangan
(utara-selatan, timur-barat). Istilah yang digunakan (dari bahasa Sanskserta atau bahasa setempat)
adalah bahasa Jawa Kuno (lempeng II B, baris 10: bergantung pada jumlah mata angin yang
lor-kidul, vaitan-kulvan), konteksnya adalah disebutkan. Sesungguhnya Damais (1995: 150
kutukan. Prasasti dalam bahasa Melayu Kuno dari cat. 36 [= 1969: 81 cat. 1]) telah menyatakan:
Gaṇḍasuli menyajikan pada baris 9, dalam “Dalam prasasti Jawa, urutan yang terdiri atas
petunjuk umum mengenai segala arah kerajaan, delapan mata angin itu (…) sering kali disebut
satu daftar istilah yang dipinjam dari bahasa berkaitan dengan batas tanah yang diberi hak
Sanskerta: pūrvva dakṣiṇa paścima uttara (lihat de istimewa. Di situ selalu dimulai dari timur dan
Casparis 1950: 61). Mungkin itu prasasti tertua berlanjut sampai timur laut secara pradakṣiṇa.
dari tipe itu yang dikenal di Jawa (lihat Bentuknya adalah kata sifat Sanskerta yang
Weatherbee 2000: 346 mengenai titimangsanya, kadang-kadang dijawakan.” Sebaliknya, ketika
sekitar tahun 832 M). dalam konteks yang sama, yaitu pembatasan lahan,
18
Lihat Klokke 1994: 82, Degroot 2009: 132–134. hanya empat mata angin yang disebutkan, prasasti
Ketika sistem mengikuti arus jarum jam zaman Jawa Tengah hampir selalu menggunakan
digunakan, tampaknya pemilihan istilah khusus istilah setempat (vetan, kidul, kulvan, lor).
Batu Tabung Berprasasti di Candi Gunung Sari (Jawa Tengah) dan Nama Mata Angin 177
dalam Bahasa Jawa Kuno (Baskoro Daru Tjahjono-Arlo Griffths-Veronique Degroot)
yang biasa, jejak suatu ritual untuk UCAPAN TERIMA KASIH
pembangunan candi dan pembatasan
ruang yang digunakan.26 Data yang Kami berterima kasih atas
terhimpun belum memungkinkan untuk dukungan pemikiran dan persahabatan
memahami organisasi ritual itu yang dari Henri Chambert-Loir, Emmanuel
sebenarnya atau fakta bahwa di Francis, dan Marijke Klokke yang telah
sejumlah batu diterakan mata angin menyumbangkan saran dan koreksi
yang sama. penting pada versi terdahulu kajian ini,
serta kepada Vincent Tournier, yang
membantu kami pada titik awal
penelitian.
Singkatan
26
Menurut kami sangat mungkin kedua piring bulat
yang masing-masing bertuliskan madya „pusat‟
dan dak·sina „selatan‟, yang pernah dilihat oleh
Stutterheim (1924: 292 dan 1927: 191) di Berlin,
digunakan dalam fungsi yang serupa. Kami tidak
berhasil memeriksa foto-foto yang disebutkan oleh
Damais (1995: 152 cat. 51 [= 1969: 83–84 cat. 7];
artikel itu, yang diterbitkan anumerta, menyatakan
secara salah bahwa Stutterheim tidak menyebutkan
piring itu dalam artikel tahun 1924), sebaliknya
kami sempat memeriksa kedua piring tersebut di
Berlin pada September 2010 dalam gudang
Museum für Asiatische Kunst yang menyimpan-
nya dengan nomor inventaris II 644 dan 645.
Acri, Andrea & Roy Jordaan. 2012. ―The Dikpālas of ancient Java revisited. A new
identification for the twenty-four directional deities on the Śiva temple of the Loro
Jonggrang complex‖ dalam BKI 168. Hlm. 274–313.
Aichele, W. 1959. ―Lor-kidul (zu Nāgarakṛtāgama 82 und 683)‖ dalam BKI 115. Hlm. 328–
335.
de Casparis, J.G. 1950. Inscripties uit de Çailendra-Tijd (Prasasti Indonesia I). Bandung:
A.C. Nix.
__________ 1958. Short Inscriptions from Tjaṇḍi Plaosan-Lor. Berita Dinas Purbakala /
Bulletin of the Archaeological Service of the Republic of Indonesia No. 4. Djakarta.
Degroot, Véronique. 2009. Candi, Space and Landscape. A study on the distribution,
orientation and spatial organization of Central Javanese temple remains.
Mededelingen van het Rijksmuseum voor Volkenkunde, 38. Leiden: Sidestone.
Batu Tabung Berprasasti di Candi Gunung Sari (Jawa Tengah) dan Nama Mata Angin 179
dalam Bahasa Jawa Kuno (Baskoro Daru Tjahjono-Arlo Griffths-Veronique Degroot)
__________ 1933–36. Agastyaparva. Uitgegeven, gecommentarieerd en vertaald.
Diterbitkan secara bertahap dalam BKI 90 (1933), 92 (1935) dan 94 (1936).
Hoepermans, N.W. 1914. ―Hindoe-oudheden van Java‖ dalam Rapporten van den
Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch-Indië 1913. Hlm. 73–372.
Klokke, Marijke J. 1994. ―On the orientation of ancient Javanese temples: the example of
Candi Surowono‖ dalam IIAS Yearbook 1994. Hlm. 73–86.
Nugrahani, D.S., Hery Priswanto & Imam Fauzi. 1998. Laporan Ekskavasi Penyelamatan
Situs Gunungsari 1998. Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala
Propinsi Jawa Tengah dan Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Gadjah
Mada.
Nugrahani, D.S., Tjahjono Prasodjo & Baskoro Daru Tjahjono. 1998. Laporan Ekskavasi
Penyelamatan Situs Gunungsari Tahap II 1998.
Rita Margaretha Setianingsih. 2002. Kumpulan Prasasti Suaka Peninggalan Sejarah dan
Purbakala Yogyakarta. Bogem: Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Rizky Sasono, M., Ferry Adyanto & Jean-Pascal Elbaz. 2002. Situs-situs
Marjinal/Sanctuaires retrouvé /Sites out of Sight. Enrique Indonesia.
Sarkar, Himansu Bhusan. 1971. Corpus of the Inscriptions of Java (up to 928 A.D.) Jilid
I. Calcutta: Firma K.L. Mukhopadhyaya.
Soekmono, R. 1979. ―The archaeology of Central Java before 800 A.D.‖ dalam R.B.
Smith & W. Watson (ed.). Early South East Asia. Essays in archaeology, history
and historical geography. New York – Kuala Lumpur: Oxford University Press. Hlm.
457–472.
Stutterheim, W.F. 1924. ―Oudjavaansche plastiek in Europeesche musea‖ dalam BKI 80.
Hlm. 287–301.
Verbeek, R.D.M. 1891. Oudheden van Java. Lijst der voornaamste overblijfselen uit den
hindoetijd op Java met een oudheidkundige kaart. ‘s Gravenhage: Nijhoff dan
Batavia: Landsdrukkerij.
Weatherbee, Donald E. 2000. ―The Hyang Haji of the Gandasuli II Inscription, circa 832
AD‖ dalam Lokesh Chandra (ed.) Society and Culture of Southeast Asia: Continuity
and Changes, Delhi: International Academy of Indian Culture dan Aditya
Prakashan. Hlm. 345–353.
Williams, Joanna. 1981. ―The date of Barabudur in relation to other Central Javanese
monuments‖ dalam L.O. Gomez & H.W. Woodward (ed.) Barabudur. History and
significance of a Buddhist monument. Berkeley Buddhist Studies Series, 2.
Berkeley: University of California Press. Hlm. 25–46.
Zoetmulder, P.J. 1974. Kalangwan. A Survey of Old Javanese Literature. Den Haag:
Martinus Nijhoff.
_____________ 1995. bekerja sama dengan S.O. Robson, Kamus Jawa Kuna-
Indonesia. 2 jilid. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Batu Tabung Berprasasti di Candi Gunung Sari (Jawa Tengah) dan Nama Mata Angin 181
dalam Bahasa Jawa Kuno (Baskoro Daru Tjahjono-Arlo Griffths-Veronique Degroot)
182 Berkala Arkeologi Vol.34 Edisi No.2 November 2014: 161-182