7-Article Text-5-1-10-20190703 PDF

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Study of Domestic Water Mix1

Eko W Purwanto, Candra Samekto, Nur Aisyah, Ardhiantie, Frida Hazet, Amos
Gracianto, and Kariza Wiryanti2
Ministry of National Development Planning/BAPPENAS

Abstract

In the RPJMN 2015-2019 the domestic water mix is mentioned as an effort to optimize
the various alternative domestic water sources available for the purpose of water
utilization, including secondary water uses and water reclaiming. The domestic
water mix in the RPJMN is part of the policy direction and strategy to build water
security, complementing water-saving, water-saving and water-keeping strategies.
This concept is quite close to the term Integrated Urban Water Management (IUWM)
and Water Sensitive Urban Design (WSUD) that some countries have developed. If
the domestic water mix attempts to optimize the various alternatives of domestic
water sources available then IUWM is a holistic approach to competition of water use
within a region.The domestic water mix is a new paradigm of water supply system by
utilizing closed loop system, integrating existing practice of conventional drinking
water supply system by optimizing the potential of water source which has not
been utilized yet. This paradigm first appeared in government planning documents,
but the application has been done by stakeholders although still partially. This study
aims to determine the condition of existing water treatment, best practices, and
technological innovations that have been developed in support of the water mix
system. The methods include the determination of hypotheses, secondary data
collection, field survey and evaluation, and look for alternativesolutions. Lessons
learned from the locations visited show the potential for utilizing the domestic
water mix that can be done on an environmental, household, and area scales. All
initiatives found in the field require support from the government, in the form of
advocacy, facilitation, and policy interventions. Technical, socio-economic, financial
and environmental and health aspects challenge the implementation of this
new paradigm. A more in-depth study needs to be done to see the water mix
optimization options at each coverage scale and analyze the aspects to consider
before new paradigm applications are implemented. The follow-up study needs to
be done with longer time and better funding to conduct a comprehensive pilot,
deep analysis and assessment on a more grounded ground-level implementation.

Keywords: Water Mix, Domestic Water

1
This manuscript is a result of the study conducted by Pusat Analisis Kebijakan (PAK) Bappenas in 2016, where the authors
were the researchers in that study.
2
Eko Wiji Purwanto is a Senior Planner at Ministry of National Development Planning/BAPPENS - Indonesia. Email Address:
[email protected]. Candra Samekto, Nur Aisyah, Ardhiantie, Frieda Hazet, Amos Gracianto, Kariza Wiryanti are
Planner Staff at Ministry of National Development Planning/BAPPENAS - Indonesia.

32
Jurnal Perencanaan Pembangunan Vol. 1 No. 1
The Indonesian Journal of Dev. Planning Apr 2017
Studi Bauran Air Domestik
Eko W Purwanto, Candra Samekto, Nur Aisyah, Ardhiantie, Frida Hazet, Amos Gracianto, dan
Kariza Wiryanti, BAPPENAS

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Air bersih dan sanitasi yang memadai merupakan kebutuhan dasar masyarakat
yang sangat penting, mempunyai peran sangat strategis dalam meningkatkan
kualitas kesehatan, produktivitas hidup, serta dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi masyarakat. Penyediaan air bersih dan sanitasi sangat berkaitan erat
dengan pencegahan timbulnya penyakit-penyakit infeksi dan parasit, khusunya
penyakit yang ditularkan melalui air (water borne disease), seperti diare, disentri,
kolera, tipus, hepatitis A, serta polio. Penyakit-penyakit ini hanya dapat menyebar
apabila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai
masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Dalam mendorong pembangunan infrastruktur dasar air minum dan sanitasi
untuk mencapai universal access, Pemerintah Indonesia memiliki arah kebijakan
yang diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015-2019 sebagai berikut:
a. Menjamin ketahanan air melalui peningkatan pengetahuan, perubahan sikap
dan perilaku dalam pemanfaatan air minum dan pengelolaan sanitasi melalui
strategi:
1. Jaga Air, yakni pengarusutamaan pembangunan air minum, pengelolaan
sanitasi serta peningkatan kesadaran masyarakat akan higienis, sanitasi dan nilai
ekonomis air.
2. Simpan Air, untuk menjaga ketersediaan dan kuantitas air
3. Hemat Air, untuk mengoptimalkan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
eksisting
4. Bauran Air Domestik, upaya untuk mengoptimalkan berbagai alternatif sumber
air domestik yang tersedia sesuai tujuan pemanfaatan air, termasuk di dalamnya
pemakaiaan air tingkat kedua (secondary water uses) dan daur ulang air yang
telah dipergunakan (water reclaiming).
b. Penyediaan infrastruktur
c. Produktif dan manajemen layanan melalui penerapan manajemen aset baik
pada perencanaan, penganggaran, dan investasi termasuk untuk pemeliharaan
dan pembaharuan infrastruktur yang sudah terbangun.

Fakta di lapangan menunjukkan pemenuhan sarana air bersih, baik dari segi
kuantitas maupun kualitas masih belum terwujud dengan baik. Seiring dengan
meningkatnya tekanan perubahan global (misalnya urbanisasi, perubahan iklim,
pertumbuhan penduduk), daerah perkotaan di dunia akan mengalami kesulitan
dalam mengelola suplai airnya, khususnya untuk air minum, pengelolaan drainase,
dan air limbah. Sejak tahun 2000 telah terjadi kelangkaan air di beberapa kawasan
di Indonesia. Pulau Jawa telah mengalami defisit air sebesar 2,809 miliar meter
kubik (m3), Sulawesi 9,232 miliar m3, Bali 7,531 miliar m3,dan NTT 1,343 miliar m3
(Ali, 2010).
Krisis air diperparah dengan minimnya akses air minum dan sanitasi yang layak
bagi penduduk Indonesia. DKI Jakarta (kota terbesar ke-5 di dunia) hanya memiliki
sambungan air minum perpipaan untuk 48% rumah tangga dan hanya 2% rumah

33
Jurnal Perencanaan Pembangunan Vol. 1 No. 1
The Indonesian Journal of Dev. Planning Apr 2017
tangga memiliki sambungan perpipaan yang masuk dalam sistem pengolahan air
limbah (Nasution, 2015). Salah satu akibatnya, biaya produksi air minum meningkat
dari Rp 8,000 per m3 pada 2005 (Bakker, 2005) menjadi Rp.12,000 per m3 pada
2015 karena PDAM harus mengolah air limbah yang belum diolah menjadi air
minum (Nasution, 2015).
Minimnya akses air minum dan sanitasi yang layak diperkirakan menyebabkan
kerugian ekonomi sebesar Rp.16,2 trilyun per tahun atau setara dengan 1,3%
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta (WSP, n.d). Kerugian ini setara
Rp.1,7juta per orang per tahun (WSP, n.d).
Sementara krisis air telah menjadi permasalahan di Indonesia, konsumsi air
domestik (rumah tangga) dan non-domestik (perkantoran, industri, fasilitas umum,
dan fasilitas sosial) belum terkelola dengan baik. Sekitar 80% air yang dipergunakan
oleh rumah tangga sehari-hari terbuang percuma, meski masih berpotensi untuk
dimanfaatkan kembali sebagai air daur ulang (recycle) atau air dipakai kembali
(reuse) seperti yang tergambar pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis Konsumsi Air Domestik Di Indonesia

Jenis Konsumsi % Konsumsi Air Produk Akhir

Minum dan masak 4.3% Produk Akhir

Toilet 4% Black water

Higienitas (mandi, cuci, 64.8% Grey water (potensi air


wudhu dan pel) daur ulang: 78.2%)

Cuci kendaraan 13.4%

Siram tanaman 13.5% Water recharge


Sumber: (WASPOLA dan BAPPENAS, 2014)

Penyediaan layanan sanitasi yang belum tersinergikan secara optimal


dengan penyediaan layanan air minum menjadi tantangan lainnya dalam upaya
pengamanan air minum untuk pemenuhan aspek 4K (kuantitas, kualitas, kontinuitas
dan keterjangkauan). Tidak adanya sistem pengelolaan air yang terintegrasi di
skala kota dan/atau kawasan, yaitu sistem pengelolaan air yang terintegrasi antara
upaya pelestarian air, sistem penyediaan air minum, penanganan air hujan, dan
sistem pengelolaan air limbah, menjadi salah satu permasalahan utama dalam
pengelolaan air yang tidak efisien di kota-kota besar dunia.
Mencermati permasalahan tersebut, diperlukan adanya langkah untuk
menemukan solusi terhadap optimasi pemanfaatan air di skala kota dan/atau
kawasan terkait dengan kebutuhan domestik dan non-domestik. Kajian Bauran
Air Domestik ini dilakukan untuk merumuskan formulasi kebijakan yang dapat
mendukung pemanfaatan air yang optimal seperti yang diamanatkan pada RPJMN
2015-2019, khususnya untuk menghadapi tantangan permasalahan keterbatasan
air baku dan sinergi air minum dan sanitasi.

34
Jurnal Perencanaan Pembangunan Vol. 1 No. 1
The Indonesian Journal of Dev. Planning Apr 2017
1.2 Tujuan
Tujuan dari kajian bauran air domestik ini adalah:
• Mengetahui pola konsumsi air sebagai gambaran awal kondisi eksisting
pengelolaan air.
• Mengetahui best-practices dan inovasi teknologi yang telah dikembangkan
untuk mendukung optimasi bauran air domestik.
• Menghitung efisiensi konsumsi air dengan pemanfaatan recycle dan reuse
water.
• Menghitung biaya yang dapat dihemat dengan pemanfaatan recycle dan reuse
water.

Kajian yang dilakukan Pokja Penghematan Air diharapkan dapat menghasilkan


policy paper pada lingkup bauran air skala kawasan sebagai landasan rekomendasi
program dan/atau kegiatan yang dapat mendukung kegiatan bauran air domestik.
Butir 3 dan 4 dari tujuan di atas hanya dilakukan jika data yang tersedia memadai.

II. Metodologi

2.1 Kerangka Analisis


Bauran air domestik bukanlah sesuatu yang baru, konsep ini cukup dekat
dengan istilah Integrated Urban Water Management (IUWM) dan Water Sensitive
Urban Design (WSUD) yang sudah dilakukan beberapa negara. Bauran air domestik
dalam RPJMN 2015-2019 disebutkan sebagai upaya untuk mengoptimalkan
berbagai alternatif sumber air domestik yang tersedia sesuai tujuan pemanfaatan
air, termasuk didalamnya pemakaian air tingkat kedua (secondary water uses) dan
daur ulang air yang telah dipergunakan (water reclaiming). Bauran air domestik
dalam RPJMN adalah bagian dari arah kebijakan dan strategi membangun
ketahanan air, melengkapi strategi hemat air, simpan air, dan jaga air.
Penetapan strategi-strategi tersebut merupakan upaya mengatasi kelangkaan
air menuju ketahanan air domestik. Arief Sudrajat (2015) menyebutkan beberapa
alasan mengapa bauran air domestik perlu di implementasikan: (1) adanya indikasi
kelangkaan sumber air domestik akibat dampak perubahan iklim, urbanisasi-
pertumbuhan penduduk, dan industrialisasi; (2) kebijakan penggunaan air domestik
sesuai dengan kebutuhan. Pemanfaatan bauran air domestik akan memberikan
pilihan sumber air baku untuk kebutuhan domestik, rumah-tangga dan kawasan
tertentu.

2.2 Metode Pelaksanaan kajian


Bagan alur tahapan kajian bauran air domestik dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alur Metodologi Kerja

Sumber: Tim Penyusun, 2016

35
Jurnal Perencanaan Pembangunan Vol. 1 No. 1
The Indonesian Journal of Dev. Planning Apr 2017
Tahapan kajian dimulai dari tahap persiapan yaitu penentuan hipotesa “bauran
air domestik merupakan salah satu solusi dalam pemenuhan kebutuhan air bersih
di Indonesia”. Adapun dalam menguji hipotesa ini dilakukan beberapan tahapan
untuk dapat menentukan alternatif solusi, yaitu:
Pengumpulan data sekunder, tahapan ini meliputi sintesa riset yang telah ada
mengenai bauran air domestik baik di Indonesia dan luar negeri serta kebijakan dan
regulasi di Indonesia yang berkaitan dengan bauran air domestik (rumah tangga
dan non-rumah tangga);
Survey lapangan, meliputi wawancara dengan para pemangku kepentingan,
observasi/pengamatan langsung wilayah studi dan dokumentasi kondisi
penyediaan air bersih dan penyaluran air limbah eksisting. Pada survey ini, wilayah
yang diobservasi terdiri dari Summarecon Serpong, Masjid Salman Bandung, dan
Bojong Soang. Lokasi terpilih adalah lokasi yang sudah menerapkan dan atau
memiliki perencanaan teknologi reuse dan recycle air.
Evaluasi, melalui pengolahan secara kualitatif terhadap data yang dikumpulkan
pada tahapan sebelumnya dan survey. Output dari tahap ini adalah evaluasi terhadap
kondisi eksisting penyediaan air bersih dan sanitasi dalam lokasi yang diamati
dan evaluasi potensi yang dapat menjadi dasar optimalisasi dalam penyelesaian
masalah. Focus Group Discussion dilakukan dengan pakar pembangunan air
minum dan sanitasi di Indonesia (pemerintah daerah, operator air minum dan/
atau air limbah) untuk mendapatkan masukan metode kajian dan konsep bauran
domestik yang diajukan.
Alternatif Solusi, merupakan tahap akhir studi yaitu penentuan opsi dan
strategi konsep bauran air domestik yang dapat diterapkan ke depannya setelah
dilakukan evaluasi terhadap faktor-faktor yang telah diteliti sebelumnya.

III. Survei Bauran Air Domestik

3.1 Survei Summarecon


a) Aspek Sosial
Summarecon-Serpong memiliki visi untuk menjadi kawasan kota mandiri yang
ramah lingkungan. Hal ini dicerminkan dari adanya kebijakan tidak menggunakan
air tanah untuk keperluan konsumsi dan non-konsumsi di kawasan tersebut. Seluruh
kebutuhan air minum kawasan kota mandiri disediakan melalui air perpipaan dari
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Tangeran Selatan, sumber air alternatif
seperti air hujan dan air daur ulang. Kebijakan untuk menjadi kota mandiri yang
ramah lingkungan, tidak menggunakan air tanah, mendorong Summarecon untuk
berinovasi dalam pengelolaan airnya dengan membangun Rain Water Harvesting
(RWH) atau Penampungan Air Hujan (PAH), pemasangan biopori, pengolahan air
limbah domestik dan daur ulang air limbah domestik.
Saat ini implementasi pengelolaan air yang ramah lingkungan baru diterapkan
di cluster The Springs dan Scientia, Summarecon-Serpong. Air daur ulang masih
diperuntukkan untuk keperluan siram tanaman karena belum adanya penyiapan
masyarakat melalui kampanye dan advokasi untuk penggunaan daur ulang air
limbah untuk keperluan domestik (minum, masak, hygiene).

b) Aspek Teknis
Beberapa inisiasi yang sudah dilakukan Summarecon-Serpong yang berkaitan
dengan implementasi bauran air domestik, sebagaimana berikut ini.
Rain Water Harvesting (RWH) atau Penampungan Air Hujan (PAH). Summarecon
Serpong menerapkan RWH sebagai pilot project hanya pada 1 (satu) lokasi yang
mana alat tersebut dibagun dibawah areal parkir mobil di salah satu sport centre.
Air dari RWH bersama dengan air PAM pada lokasi tersebut dipergunakan sebagai
sumber air bersih pada sport centre. Saat ini RWH masih dalam tahap percobaan

36
Jurnal Perencanaan Pembangunan Vol. 1 No. 1
The Indonesian Journal of Dev. Planning Apr 2017
dan akan dievaluasi hasil pelaksanaannya sebelum dikembangkan lebih lanjut pada
kawasan lainnya di Summarecon-Serpong.
Biopori, setiap rumah pada kawasan Summarecon-Serpong telah dilengkapi
dengan 2 (dua) lubang biopori untuk mengimbuhkan air hujan ke dalam tanah.
Pada kunjungan lapangan tidak diketahui jumlah biopori yang dibangun dan berapa
volume air hujan yang dapat diimbuhkan kembali ke dalam air tanah. Namun, dari
data rumah yang terhuni di cluster The Springs dan Scientia diperkirakan ada 2.636
lubang biopori. Studi literatur yang ada menunjukkan umumnya lubang biopori
dibuat dengan diameter 10 cm dan kedalaman 100 cm (Tim Biopori IPB 2016)
Pengolahan Air Limbah Domestik. Pada setiap hunian di kawasan Summarecon-
Serpong dipasang bioseptic tank untuk menampung air buangan dari peturasan
(black water) dimana sebagian black water akan melimpah dan disalurkan ke
Sewage Treatment Plant (STP) untuk diolah menjadi air daur ulang. Bioseptic tank
yang terpasang di setiap hunian memiliki kapasitas 1 m3 untuk melayani 5-6 orang.
Sementara air dari toilet dan dapur (grey water) akan langsung disalurkan ke STP.
Saat ini sudah ada 5 (lima) STP terbangun di cluster The Springs dan Scientia
Summarecon-Serpong dengan kapasitas total terpasang 3.811m3/hari yang
direncanakan akan mengolah air limbah dari 3.445 unit rumah. Namun demikian,
saat ini kapasitas termanfaatkan baru 791m3/hari (21%) karena jumlah unit rumah
terhuni baru 1.318 unit rumah atau 38% dari stock rumah yang direncanakan akan
dibangun.

Gambar 2. Pengelolaan Air Limbah Domestik di Cluster The Springs dan Centia,
Summarecon-Serpong

Sumber: Data Summarecon Serpong, 2016

Teknologi yang dipergunakan pada STP adalah pengolahan aerob


(menggunakan pompa untuk aerasi) dan anaerob (tanpa aerasi). Jenis pengolahan
aerob yang diterapkan adalah Contact Aeration dan Semi-Extended Aeration,
sementara jenis pengolahan anaerob adalah Rotating Biological Contactor (RBC).
Ada 2 (dua) jenis kapasitas STP terpasang yaitu dengan kapasitas desain ±500 m3/
hari dan ±1.000 m3/hari.

37
Jurnal Perencanaan Pembangunan Vol. 1 No. 1
The Indonesian Journal of Dev. Planning Apr 2017
Tabel 2. STP Cluster The Springs dan Scientia, Summarecon-Serpong

No Jenis Pengolahan Kapasitas Terpasang Kapasitas Terpakai % Kapasitas Terpakai


(m3/hari) (m3/hari)
1 400 219 55
RBC
2 950 351 37
Contact Aeration-1
3 388 48 12
Semi-Extended
Aeration-1
4 1085 158 15
Contact Aeration-2

Semi-Extended 988 396 40


5
Aeration-2

Sumber: Data Summarecon Serpong, 2016

Daur Ulang Air Limbah. Setelah black dan grey water disalurkan ke STP,
selanjutnya akan diolah menjadi air layak buang. Efluen (air layak buang) dari STP
kemudian akan dikembalikan ke dalam saluran kota (tidak dibuang ke badan air)
untuk dipergunakan sebagai air siram tanaman.
Tabel 3. Data STP di Cluster The Springs dan Scientia Summarecon-Serpong

No Cluster STP Jumlah Kapasitas Jumlah ± Kapasitas


Unit (m3/hari) Huni Aktual (m³/hari)
Area Scientia
1 Newton RBC 248 200 209 125.4
2 Dalton 218 200 156 93.6
3 Pascal Contact 201 175 158 94.8
4 Darwin Aeration 173 200 93 55.8
5 Volta 168 200 56 33.6
6 Faraday 384 200 20 12
7 Maxwell 201 175 24 14.4
8 Aristoteles Semi 188 188 26 15.6
9 Edison Extended 196 200 22 13.2
Aeration
Area The Springs
10 Grisea Contact 166 175 106 63.6
11 Pelican Aeration 206 455 42 25.2
12 Flamingo 211 455 10 6
13 Starling Semi 270 455 156 93.6
14 Goldfinch Extended 141 173 33 19.8
15 Canary Aeration 313 200 187 112.2
16 Scarlet 161 160 20 12
Sumber: Data Summarecon Serpong, 2016
c) Aspek Ekonomi dan Finansial
Tidak lengkapnya data dan informasi yang tersedia untuk menilai kelayakan
aspek ekonomi dan finansial menyebabkan studi ini tidak dapat menghitung
dampak ekonomi atau finansial dari implementasi parsial bauran air domestik di
Summarecon-Serpong. Hasil wawancara dengan pengelola STP, memperkirakan
total biaya investasi untuk pembangunan STP adalah rata-rata Rp.1.5-2milyar per
unit. Investasi yang diperuntukkan untuk membangun instalasi STP berkisar antara
Rp.300-400juta atau sekitar 20% dari total investasi. Hampir 80% dari total investasi
dipergunakan untuk membangun struktur beton bawah tanah. Struktur bawah
tanah dipilih agar pemanfaatan lahan lebih efisien dan untuk alasan estetika.
Perkiraan biaya investasi sebesar Rp.300-400 juta per unit STP untuk
kapasitas 500 m3/hari-1.000 m3/hari dan rencana pelayanan untuk 15.500 jiwa
mengindikasikan kebutuhan investasi sebesar Rp.87.000-115.000 per rumah
tangga atau Rp.20.000-Rp.25.000 per jiwa. Perkiraan harga ini diindikasikan belum
mencakup komponen biaya untuk jaringan perpipaan dan juga sarana pendukung
lainnya.

38
Jurnal Perencanaan Pembangunan Vol. 1 No. 1
The Indonesian Journal of Dev. Planning Apr 2017
Selain biaya investasi untuk pembangunan STP, terdapat juga komponen
biaya investasi untuk penyediaan bioseptic tank yang diperkirakan sebesar Rp.3-
6juta per rumah tangga. Studi kasus di Summarecon-Serpong menghasilkan
perkiraaan kebutuhan investasi untuk membangun bioseptic tank dan STP sekitar
Rp.690.000-Rp.1.100.000 per jiwa.
Tabel 4. Estimasi Kebutuhan Biaya untuk Pembangunan STP dan Pemasangan Bioseptic Tank

Jenis Infrastruktur Biaya Investasi Total Biaya Investasi per Biaya Investasi per Jiwa
(Rp.) Rumah Tangga (Rp.) (Rp.)

Bioseptic Tank 3-6 juta 3-6 juta 670,000-1,13 juta

STP 300-400 juta 87,000-115,000 20,000-25,000

Total 333-406 juta 3,1-6,2 juta 690,000-1,1 juta

Sumber: Tim Penyusun, 2016

d) Aspek Lingkungan dan Kesehatan


Summarecon mengolah air limbah domestiknya (black dan grey water) bukan
hanya untuk menjadi air layak buang sesuai dengan standar Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah,
namun air limbah tersebut telah diolah menjadi air siram tanaman. Hasil uji coba
laboratorium untuk parameter fisik dan kimiawi yang dilakukan pada tahun
2012, menyatakan air layak buang dari STP memenuhi standar Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 416/Menkes/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan
Kualitas Air. Selain itu, STP dibangun dibawah tanah agar STP tidak menimbulkan
gangguan lingkungan seperti estetika dan bau serta agar hemat lahan. Lahan diatas
STP tetap dapat dipergunakan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Gambar 3. Hasil Uji Laboratorium Efluen dari STP Dalton, Cluster Scientia, Summarecon-Serpong

Sumber: Data Summarecon Serpong, 2016


39
Jurnal Perencanaan Pembangunan Vol. 1 No. 1
The Indonesian Journal of Dev. Planning Apr 2017
3.2 Survei Bojong Soang
a) Aspek Sosial
Pengelola Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Bojongsoang berencana
untuk dapat memanfaatkan efluen air limbah menjadi sumber air baku air
minum karena Kota Bandung masih membutuhkan tambahan pasokan air baku.
Pemanfaatan air daur ulang sebagai sumber air baku air minum membutuhkan
fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai hukum penggunaan daur ulang
air limbah sebagai sumber air, agar tidak terjadi reluktansi dari masyarakat dalam
mempergunakan air daur ulang.
PDAM Tirtawening selaku pengelola IPAL memperkirakan opsi pemanfaatan
daur ulang air limbah sebagai sumber air baku air minum dapat dilakukan seperti
yang diterapkan di Singapura. Air daur ulang hanya akan dimanfaatkan untuk
keperluan non-konsumsi. Efluen dari IPAL tidak langsung akan ditransmisikan
kembali ke dalam intake Instalasi Pengolahan Air (IPA). Air daur ulang akan
ditampung terlebih dahulu di reservoir dan/atau danau agar ada efek pengenceran
dan bercampur kembali dengan air alami (air dari sungai, mata air, dan air hujan)
sebelum dipergunakan sebagai air baku air minum. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisir efek sosial atau penolakan masyarakat jika diketahui air minum
mereka berasal dari daur ulang air limbah.
Rencana PDAM Tirtawening untuk dapat memanfaatkan daur ulang air
limbah, selaras dengan penawaran PT. Panasia Filament, perusahaan tekstil di
Bandung untuk dapat memanfaatkan efluen IPAL Bojongsoang sebagai air baku
untuk proses pewarnaan tekstil.

b) Aspek Teknis
Teknologi yang dipergunakan di IPAL Bojongsoang adalah sistem kolam
konvensional (kolam anaerobic, fakultatif, dan maturasi). Kapasitas pengolahan IPAL
yang ada 80.000m3/hari dan direncanakan 10,000m3/hari akan didistribusikan ke
PT.Panasia jika kerjasama sudah berjalan.
Rencana pemanfaatan efluen IPAL Bojongsoang oleh PT. Panasia masih
dikaji kelayakannya. Selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan Memorandum of
Understanding (MoU) dari kedua belah pihak. PT. Panasia akan membangun pipa
distribusi dari IPAL Bojongsoang ke PT. Panasia sejauh 9.3 km. Saat ini efluen IPAL
Bojongsoang belum dikelola dengan baik dan langsung disalurkan ke badan air,
dimanfaatkan oleh petani dan peternak secara gratis untuk pengairan. Efluen
yang dihasilkan lewat kolam stabilisasi memiliki kualitas mikrobiologi yang tinggi,
sehingga dapat dimanfaatkan untuk irigasi, budidaya tanaman dan atau budidaya
ikan maupun sayuran akuatik.
Selain teknologi pengolahan air limbah skala kota, saat ini Pusat Antar
Universitas (PAU) ITB telah mengembangkan teknologi skala rumah tangga untuk
mengolah grey water dimana teknologi ini dapat compatible dengan sistem
perpipaan (plumbing) rumah tangga.

c) Aspek Ekonomi dan Finansial


Produksi air minum per tahun PDAM Tirtawening sebesar 7 juta m3/tahun. Tarif
air minum dan air limbah masih disamakan dan ditetapkan berdasarkan Peraturan
Walikota Bandung. Tarif air minum sudah bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
sedangkan tarif air limbah masih terkena PPN. Tarif air minum rata-rata sebesar
Rp.2,000 per m3 dan beban tarif air limbah adalah sebesar 30% dari tariff air minum,
maka estimasi pendapatan PDAM Tirtawening setahun adalah:
Pendapatan per tahun dari pengolahan air limbah= 7,000,000 m3 per tahun x
Rp.2,000 per m3 x 30% = Rp.4,200,000,000 per tahun.
Tidak ada data yang tersedia untuk menilai aspek ekonomi dan finansial
dari rencana pemanfaatan efluen air limbah menjadi air untuk mengolah tekstil

40
Jurnal Perencanaan Pembangunan Vol. 1 No. 1
The Indonesian Journal of Dev. Planning Apr 2017
PT. Panasia. Namun demikian, dari hasil wawancara diketahui bahwa PT. Panasia
direncanakan akan membeli efluen air limbah dengan harga Rp.2,000-3,000 per
m3. Jika kerjasama sudah berjalan, akan ada tambahan pendapatan sebesar Rp.20-
30 juta per bulan atau Rp.240-360 juta per tahun bagi PDAM Tirtawening. Adanya
rencana kerjasama dengan PT.Panasia diperkirakan akan menambah pendapatan
sebesar 6-9% dari hasil pengolahan air limbah di IPAL Bojongsoang. Salah satu isu
yang perlu dipertimbangkan jika kedepannya akan dilakukan pemanfaataan air
daur ulang adalah adanya PPN sebesar 10% dikarenakan air limbah dikategorikan
sebagai produk industri. Hal ini perlu dipertimbangkan mengingat air limbah
adalah barang publik yang tidak akan mencapai prinsip pemulihan biaya dan
membutuhkan subsidi dari pemerintah.

d) Aspek Lingkungan dan Kesehatan


Tidak ada informasi yang didapatkan mengenai uji kualitas efluen IPAL
Bojongsoang dan permasalahan lingkungan atau kesehatan yang pernah dialami
berkaitan dengan pengelolaan air limbah di kawasan sekitar IPAL Bojongsoang.
PDAM Tirtawening rutin melakukan pengujian sampel influen dan efluen di IPAL
Bojongsoang 2 (dua) kali dalam seminggu. Sampel efluen yang telah diolah dalam
IPAL seluruhnya telah memenuhi standar baku mutu menurut Peraturan Menteri
Kesehatan No. 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Parameter
pencemar dominan umumnya berasal dari bakteri faecal, yaitu E.coli.
Permasalahan lainnya adalah pada tahun 2014 terjadi musim kemarau
berkepanjangan di Kota Bandung yang mengakibatkan debit air di Situ Panunjang
menjadi kering dan IPA Dago menjadi tidak beroperasi. Ketika terjadi musim
kemarau, IPA Badaksinga hanya mengolah air separuh dari kapasitas pada biasanya.
IPA Badaksinga mampu menghasilkan air bersih sebanyak 9.000 m³ dalam sehari.
Saat ini, PDAM Tirtawening sudah mulai menghentikan penggunaan air tanah
(melalui sumur bor) karena sudah terjadi penurunan muka air tanah. Pencarian
sumber air alternatif untuk menambah kapasitas air baku dibutuhkan. Salah
satu rencana dalam implementasi parsial bauran air domestik adalah dengan
mempersiapkan pembangunan sumur resapan di beberapa lokasi, untuk tahap
pertama akan dilaksanakan di 100 lokasi.
Permasalahan lainnya yang teridentifikasi di lapangan adalah tipe saluran
pengumpul dari daerah pelayanan ke IPAL Bojongsoang menggunakan saluran
terbuka (open channel). Saluran ini memiliki kekurangan antara lain:
• dipergunakannya saluran sebagai tempat pembuangan sampah
• dipergunakannya air limbah (sebelum masuk ke IPAL) oleh penduduk sekitar
sehingga dapat terjadi kekurangan debit untuk diolah di IPAL
• fluktuasi debit yang besar saat terjadi hujan sehingga terjadi limpasan (overflow)
yang mencemari lingkungan.

Kerjasama dengan PT. Panasia akan membutuhkan debit yang konstan


untuk diolah di IPAL meskipun kondisi saluran terbuka tetap dipertahankan.
Pengembangan rencana optimasi bauran air domestik khususnya daur ulang air
limbah, memerlukan jenis teknologi selain kolam agar kuantitas dan kualitas air
daur ulang layak untuk dimanfaatkan.

3.3 Survei Masjid Salman


a) Aspek Sosial
Tahun 2003/2004 telah diimplementasikan daur ulang air wudhu. Instalasi
daur ulang air wudhu tidak dipakai lagi sejak tahun 2006 karena jamaah masjid
berpendapat air wudhu mereka tidak sah karena berasal dari air bekas pakai wudhu.
Penyiapan proposal daur ulang air membutuhkan fatwa fiqih (hadist) agar air daur

41
Jurnal Perencanaan Pembangunan Vol. 1 No. 1
The Indonesian Journal of Dev. Planning Apr 2017
ulang dapat diterima oleh jamaah masjid. Air daur ulang harus memenuhi aspek
biologis, kimiawi, dan fisika air bersih dan juga memenuhi syariah agama.
Hasil ijma ulama menyatakan bahwa air bekas wudhu adalah air mustakmal
atau air najis. Air daur ulang diperbolehkan untuk dipakai menjadi air wudhu dengan
syarat air tersebut harus bersentuhan dengan tanah. Salah satu pembelajaran
yang diambil dari gagalnya pemanfataan daur ulang air di tahun 2008 adalah
tidak dikomunikasikannya pemanfaatan daur ulang air ini dengan jamaah masjid
serta minimnya kapasitas pengelola masjid dalam pemeliharaan instalasi yang
ada. Rencana pemasangan instalasi dan penampungan air hujan (PAH) perlu
ditindaklanjuti pengelola masjid melalui advokasi di lingkungan Masjid Salman
untuk mengubah mindset bahwa daur ulang air itu layak.

b) Aspek Teknis
Sejak tahun 2015 diinisiasi kembali instalasi daur ulang air wudhu dan PAH
di Masjid Salman memperhitungkan kebutuhan air untuk wudhu dan toilet yang
meningkat. Kapasitas penampungan air yang ada saat ini hanya 30m3. Adanya
instalasi daur ulang air dan PAH menambah kapasitas ketersediaan air menjadi
100m3. Masjid Salman bukan pelanggan PDAM Tirtawening, kelangkaan air di
Masjid Salman terjadi sejak tahun 2013 karena pasokan air bergantung kepada
fasilitas ITB dan sumur air tanah.
Pengelola Masjid Salman merencanakan menggunakan filter untuk mengolah
air bekas wudhu dan grey water untuk kembali dipergunakan sebagai air wudhu
dan air untuk keperluan toilet. Bahan yang dapat dipergunakan untuk memenuhi
syarat fiqih, yaitu adanya kontak antara air dan tanah, adalah zeolit. Salah satu opsi
teknologi yang tersedia dikembangkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan
Permukiman (Puskim) Kementerian PUPR berupa teknologi sederhana daur ulang
air yang sudah memenuhi syarat fiqih.

c) Aspek Ekonomi dan Keuangan


Rencana teknis dan keuangan untuk pembangunan instalasi daur ulang air dan
PAH dalam proses penyiapan. Total kebutuhan biaya mencapai Rp.2M. Pengelola
masjid berencan mengumpulkan dana melalui wakaf pada tahun 2017. Wakaf
dipilih dikarenakan penggunaannya bersifat khusus dan ada rekening khusus yang
dipergunakan untuk menampung dana dari donatur.

d) Aspek Lingkungan dan Kesehatan


Masjid Salman mengkaji upaya agar masjid tidak berkontribusi terhadap
penambahan air limpasan hujan (runoff) dengan pembangunan PAH berupa bak
dibawah tanah untuk menampung air hujan. Sumur resapan dan lubang biopori
saat ini sudah tersedia di lingkungan masjid.

IV. Hasil Kajian dan Analisis

Bab ini menjelaskan gambaran strategi bauran air secara umum untuk
memberikan pemahaman yang mencukupi. Keterbatasan waktu dan sumber
pendanaan berimplikasi pada hasil kajian belum mampu memberikan panduan
secara teknis yang detail dan menyeluruh, namun lebih bersifat konseptual. Untuk
dapat memberikan panduan secara detail maka masing-masing opsi bauran air
perlu terlebih dahulu dikaji secara mendalam. Hasil kajian dapat direkomendasikan
dalam kajian lanjutan di masa yang akan datang.

42
Jurnal Perencanaan Pembangunan Vol. 1 No. 1
The Indonesian Journal of Dev. Planning Apr 2017
Gambar 4. Kerangka Kerja Konseptual Strategi Bauran Air

Sumber: Tim Penyusun, 2016

Sebagaimana dijelaskan dalam Gambar 4, Strategi Bauran Air dimulai dengan


pemahaman konsep yang mendasar bahwa secara prinsip upaya optimasi
bauran air adalah melihat pilihan diversifikasi sumber air non konvensional yang
dikombinasikan dengan pengurangan dan penghematan penggunaan air.
Selanjutnya diidentifikasikan bagaimana pendayagunaan sumber-sumber air
alternatif tersebut sesuai dengan kelas kualitas airnya. Semua itu perlu dicapai
dengan aplikasi teknologi tepat guna yang sesuai.
Untuk mencapai hasil yang lebih optimal, maka upaya optimasi bauran air perlu
dilakukan dalam berbagai skala cakupan baik di tingkat rumah tangga, gedung
perkantoran (termasuk hotel dan mall), dan tempat ibadah; maupun dalam skala
yang lebih besar dengan cakupan kawasan atau satu kesatuan wilayah kota. Opsi
bauran air perlu diidentifikasi dan dianalisis secara mendalam untuk masing-masing
skala hingga muncul daftar semua upaya yang memungkinkan untuk dilakukan.
Selain sekaligus mencoba mengidentifikasi sumber-sumber pendanaan untuk
pelaksanaanya (melalui partisipasi masyarakat, kontribusi swasta, atau investasi
publik), dalam penyusunan strategi bauran air perlu melihat aspek teknis, sosial
dan ekonomi secara lebih menyeluruh. Selanjutnya dalam implementasinya perlu
dilakukan pemantauan, penilaian dan evaluasi untuk mengukur apakah memang
tujuan bauran air dapat tercapai melalui indikator efisiensi air. Namun demikian
perlu dilihat pula mengenai konsekuensi kebutuhan energi dan aspek finansial
(investasi dan biaya operasional) dari upaya bauran air ini.

V. Kesimpulan dan Rekomendasi

5.1 Kesimpulan
1. Konsep bauran air bukan merupakan hal yang baru di dunia. Beberapa negara
melakukan pengelolaan air dengan terminologi berbedadan tidak dikemas
secara spesifik untuk mencapai tujuan optimasi bauran air. Bauran air domestik,
Integrated Urban Water Management (IUWM), dan Water Sensitive Urban
Demand (WSUD) pada prinsipnya adalah upaya untuk memanfaatkan air secara
optimal sesuai dengan kelas air yang dibutuhkan.
2. RPJMN 2015-2019 memperkenalkan bauran air domestik sebagai strategi

43
Jurnal Perencanaan Pembangunan Vol. 1 No. 1
The Indonesian Journal of Dev. Planning Apr 2017
meningkatkan ketahanan air. Fakta menunjukkan ide bauran air sudah mulai
banyak dilakukan bahkan sebelum RPJMN terbit. Inisiasi oleh pihak swasta
dalam skala kawasan cluster perumahan maupun individu dalam sekala rumah
tangga yang lebih kecil sudah dilaksanakan. Namun demikian upaya-upaya ini
belum didorong dan terfasilitasi secara baik oleh pemerintah.
3. Studi pustaka, kunjungan lapangan, dan diskusi dengan para pemangku
kepentingan merekomendasikan optimasi bauran air perlu dilakukan dalam
berbagai skala cakupan agar dapat memberikan dampak yang lebih signifikan.
Selain itu upaya ini juga harus dikombinasikan dengan strategi penghematan
penggunaan air yang lain agar lebih efektif.

5.2 Rekomendasi Kebijakan


1. Pemerintah perlu mendorong dan memfasilitasi upaya optimasi bauran air
ini agar menjadi feasible dan implementable melalui pengenalan kebijakan,
peraturan maupun perijinan. Sinkronisasi peraturan- kebijakan dengan insentif/
dis-insentif perlu dilaksanakan secara konsisten. Fasilitasi dan dukungan
pemerintah dapat mendorong peran aktif para pemangku kepentingan lainnya
dalam aplikasi optimasi bauran air.
2. Upaya pertama mendorong optimasi bauran air dapat melalui hal yang
sederhana dan mudah dilakukan, misalnya secara khusus diwajibkan
aplikasinya pada pengembangan kawasan perumahan baru, tempat ibadah,
atau pembangunan apartemen, gedung perkantoran, dan rumah baru. Upaya
ini dapat dilakukan dalam bentuk regulasi yang persuasif dengan pemantauan
yang ketat dalam jangka pendek. Dalam jangka menengah dapat diterapkan
dengan upaya yang lebih preventif terhadap ketidakpatuhan.
3. Mengingat bauran air domestik merupakan salah satu strategi dalam
meningkatkan ketahanan air, maka program dukungan tentang bauran air
domestik yang harus dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga di tingkat
pemerintah pusat dapat disinergikan. Juga upaya agar kerjasama dengan
pemerintah daerah untuk lebih mendekatkan level program kepada masyarakat
yang menjadi sasaran dari strategi ini.

44
Jurnal Perencanaan Pembangunan Vol. 1 No. 1
The Indonesian Journal of Dev. Planning Apr 2017
Daftar Pustaka

Ali, F.2010. Kajian Kebijakan Formulasi Penghematan Air.


Bakker, K. 2007. Trickle Down? Private Sector Participation and the Pro-poor Water
Supply Debate in Jakarta. Indonesia. Geoforum, 38(5), 855–868.
Nasution, N. 2016. The Dynamics of Piped-Water and Sewer Development in
Jakarta, Indonesia (1945-2015): A Case Study Using Multilevel Perspective.
Nasution, N. 2016. Konsep Optimasi Bauran Air Domestik.
Sudradjat, A. 2015. Domestic Water Mix Paper presented at the Sustainable Access
to Safe Drinking Water.
Tim Biopori IPB. 2016. Lubang Resapan Biopori (LBR). BIOPORI Teknologi Tepat
Guna Ramah Lingkungan. Retrieved from http://www.biopori.com
resapan_biopori.php on 29 December, 2016,
Water and Sanitation Program. 2016. The economic impacts of sanitation in
Jakarta. Jakarta (Indonesia).

45
Jurnal Perencanaan Pembangunan Vol. 1 No. 1
The Indonesian Journal of Dev. Planning Apr 2017

You might also like