4121 11968 1 SM
4121 11968 1 SM
4121 11968 1 SM
Abstract: This article explains about the events of political interest that occurred during the time of
Ali bin Abi Thalib, from the murder of Utsman bin Affan to move of power to Damascus by
Muawiyah bin Abu Sufyan. The method used in this research is descriptive analytical method. This
method is used to map the discussion and answer the question why Mu'awiyah chose Damascus as the
center of his power and what was the reason to move? After conducting the research, it can be
concluded that the conflict between Ali bin Abu Talib and Muawiyah bin Abu Sufyan was based on
the failure of Ali bin Abi Talib to reveal the case of Utsman bin Affan. This failure triggered domestic
political turmoil due to Muawiyah's disapproval of Ali's performance, which seemed to have taken the
case seriously. The Shiffin war incident became the entrance for Muawiyah to overthrow Ali bin Abi
Talib. Tahkim, which could be expected as a solution to the conflict, actually became a loss for Ali
and left the leadership to his son, Husein. Muawiyah's soft power strategy to coup Husein went
smoothly. After he assumed control as caliph, Muawiyah moved the center of power to Damascus.
This is because Damascus is a strategic area and can provide benefits for the caliphate of Muawiyah
bin Abu Sufyan.
Keywords: Political Interests; Mu'awiyah bin Abu Sofyan; Ali bin Abi Thalib; Damascus
Abstrak: Artikel ini menjelaskan tentang peristiwa kepentingan politik yang terjadi pada masa Ali bin
Abi Thalib, mulai dari kasus terbunuhnya Utsman bin Affan hingga perpindahan kekuasaan ke
Damaskus yang dilakukan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan. Adapun metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Metode ini digunakan untuk memetakan pembahasan
dan menjawab pertanyaan mengapa Mu’awiyah memilih Damaskus sebagai pusat kekuasaannya dan
apa alasan pemindahan tersebut? Setelah dilakukan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa konflik
yang terjadi antara Ali bin Abu Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan dilatatarbelakangi oleh
kegagalan Ali bin Abi Thalib mengungkap kasus Utsman bin Affan. Kegagalan tersebut memicu
gejolak politik dalam negeri karena ketidakterimaan pihak Muawiyah terhadap kinerja Ali yang
terkesan tidak sungguh-sungguh menangani kasus tersebut. Peristiwa perang Shiffin menjadi pintu
masuk Muawiyah untuk menjatuhkan Ali bin Abi Thalib. Tahkim yang semula dapat diharapkan
sebagai solusi konflik justru menjadi kerugian bagi pihak Ali dan menyerahkan pimpinan kepada
anaknya, Husein. Strategi soft power Muawiyah untuk mengkudeta Husein berjalan mulus. Setelah ia
memegang kendali sebagai khalifah, Muawiyah memindahkan pusat kekuasaan ke Damaskus. Hal
tersebut dikarenakan Damaskus merupakan wilayah strategis dan dapat memberikan keuntungan bagi
kekhalifahan Muawiyah bin Abu Sufyan.
Kata kunci: Kepentingan Politik; Mu’awiyah bin Abu Sofyan; Ali bin Abi Thalib; Damaskus
78
Nurus Syarifah:
Kepentingan Politik dan Strategi Mu’awiyah bin Abu Sofyan: Perpindahan Kekuasaan dari Kufah ke Damaskus
4 5
Abdul Jamil Wahab, Konflik Moehnilabib, dkk, Dasar-dasar
Keagamaan: Analisis Latar Belakang Konflik Metodologi Penelitian, (Malang: Lembaga
Keagamaan Aktual, h. 65. Penelitian IKIP Malang, 1997), h. 89.
79
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 6, No. 1, 2021
antara kubu Ali dan kubu Mu’awiyah yang mencopot gubernur-gubernur yang
saat itu menjabat sebagai gubernur Syria. diangkat oleh Utsman. Ali meyakini
Mu’awiyah menolak untuk membaiat Ali bahwa pemberontakan-pemberontakan
sebagai khalifah dengan alasan Ali tidak yang terjadi karena keteledoran mereka.
mengambil satu pun langkah nyata untuk Selain itu, Ali juga menarik kembali tanah
membalaskan darah Utsman. Namun, yang dihadiahkan oleh Utsman kepada
beberapa riwayat menyebutkan bahwa penduduk dengan menyerahkan hasil
penyebab sebenarnya hanyalah karena pendapatannya kepada negara dan
Mu’awiyah, yang telah lama menjabat memakai kembali sistem distribusi pajak
sebagai gubernur, tidak rela kehilangan tahunan di antara orang-orang Islam,
jabatannya yang saat itu ingin diganti oleh sebagaimana pernah diterapkan oleh
Ali dengan Sahal bin Hunaif.6 pemerintahan khalifah Umar bin Khattab.
Tuntutan ini disuarakan oleh Pada bulan Shafar 37 H/657 M,
Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang memiliki peperangan tak terhindarkan, terjadilah
hubungan nasab dengan Utsman dari jalur perang tersebut dengan kekuatan 95.000
Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kemudian orang di pihak Ali dan 85.000 orang di
didukung oleh sahabat-sahabat lain seperti pihak Mu’awiyah. Pihak Ali yang
Ubadah bin ash-Shamit, Abu ad-Darda’, dipimpin oleh Malik al-Asytar hampir
Abu Umamah, Amr bin Abasah, dan memperoleh kemenangan, ketika Amr bin
sahabat lainnya.7 Ash yang memimpin pasukan Mu’awiyah
Sebenarnya Ali bukan tidak ingin melancarkan siasat yang cerdik dengan
segera mencari dan menghukum para menancapkan Alquran di ujung tombak
pembunuh Utsman, akan tetapi dalam dan mengacungkannya. Ini dimaksudkan
periode awal kepemimpinannya, Ali lebih sebagai pertanda seruan untuk mengakhiri
memprioritaskan stabilitas politik, peperangan dan mengikuti keputusan Al-
ekonomi dan keamanan dalam negeri. Ali Quran.8
banyak mengubah kebijakan yang Adanya desakan dari para
dilakukan Utsman pada periode pengikutnya, akhirnya Ali menerima
sebelumnya, salah satunya dengan usulan Mu’awiyah untuk melakukan
arbitrase (tahkim) dengan menunjuk juru
6
Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah
Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Saufa,
bicara antara kedua belah pihak. Pihak Ali
2014), h. 113. menunjuk Abu Musa Al-Asy’ari,
7
Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah,
terj. Amir Hamzah dan Misbah, jilid XI, (Jakarta: 8
Ibnu Muhazim, Waqi’ah al-Shiffin,
Pustaka Azzam, 2012), h. 225. (Kairo: Bashirati, 1974), h. 478.
80
Nurus Syarifah:
Kepentingan Politik dan Strategi Mu’awiyah bin Abu Sofyan: Perpindahan Kekuasaan dari Kufah ke Damaskus
81
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 6, No. 1, 2021
82
Nurus Syarifah:
Kepentingan Politik dan Strategi Mu’awiyah bin Abu Sofyan: Perpindahan Kekuasaan dari Kufah ke Damaskus
melakukan oposisi terhadap Ali dan kalangan umat Islam, para penduduk di
Muawiyah. Kelompok ketiga ini pada wilayah Irak mengangkat Hasan bin Ali
awalnya merupakan pendukung Ali, sebagai penerus Ali, sementara Mu’awiyah
namun mereka kecewa terhadap Ali karena dinobatkan sebagai khalifah di wilayah
dianggap menyetujui arbitrase yang jelas- Syria. Hal ini terus berlangsung bahkan
jelas merugikan pihak Ali. Mereka diwarnai dengan desakan dari pihak
berjumlah kurang lebih 12.000 tentara dan Mu’awiyah hingga berakhir dengan
kemudian membuat basis kekuatan di perjanjian damai yang dikenal dengan
wilayah Harurah. Mereka dikenal dengan ‘Amul Jama’ah atau tahun persatuan.
nama kelompok Khawarij.10 Perjanjian ini terjadi pada tahun 41 H/ 662
Situasi semacam ini terus M. Adapun isi dari perjanjian tersebut
berlangsung hingga akhirnya memuncak adalah:12
dengan terbunuhnya khalifah Ali. Ia 1. Hasan bin Ali rela turun dari khalifah
ditusuk dengan pedang beracun saat demi persatuan umat Islam
sedang beribadah di masjid Kufah, oleh 2. Mu’awiyah tidak mencela Ali bin Abu
Abdurrahman bin Muljam yang Thalib
merupakan kelompok Khawarij. Wafatnya 3. Setelah kepemimpinan Mu’awiyah,
khalifah Ali bin Abi Thalib pada tanggal khalifah selanjutnya akan dipilih secara
21 Ramadhan tahun 40 H/661 M ini musyawarah.
menimbulkan dampak politis yang cukup Proses penyerahan kekuasaan dari
berat bagi para pengikut setia khalifah Ali Hasan bin Ali kepada Mu’awiyah bin Abi
bin Abi Thalib yaitu Syi’ah. Oleh Sufyan dilakukan di suatu tempat yang
karenanya, tidak lama kemudian para bernama Maskin dengan ditandai
pengikut Ali bin Abi Thalib (Syi’ah) pengangkatan sumpah setia. Dengan
melakukan sumpah setia (baiat) atas Hasan demikian, Mu’awiyah telah berhasil
bin Ali untuk di angkat menjadi khalifah meraih cita-cita untuk menjadi seorang
pengganti khalifah Ali bin Abi Thalib.11 pemimpin umat Islam menggantikan posisi
Sebenarnya, pasca wafatnya Ali dari Hasan bin Ali sebagai khalifah.
terjadi dualisme kepemimpinan di Meskipun Mu’awiyah tidak mendapatkan
pengakuan secara resmi dari warga kota
10
Abdul Jamil Wahab, Konflik
Keagamaan: Analisis Latar Belakang Konflik
Bashrah, usaha ini tidak henti-hentinya
Keagamaan Aktual, h. 65.
11 12
Mahmoud M. Ayoub, The Crisis of M.A. Shaban, Sejarah Islam (600-750):
Muslim History: Akar-Akar Krisis Politik dalam Penafsiran Baru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Sejarah Muslim, (Bandung: Mizan, 2003), h. 196. 1993), h. 121.
83
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 6, No. 1, 2021
84
Nurus Syarifah:
Kepentingan Politik dan Strategi Mu’awiyah bin Abu Sofyan: Perpindahan Kekuasaan dari Kufah ke Damaskus
Pembunuhan terhadap Husen yang Spanyol. 16 Selain itu, pemindahan ibu kota
lebih dikenal sebagai peristiwa karbala negara ini juga memiliki implikasi politis
tersebut memiliki tendensi terhadap dan merupakan fenomena baru yang
kekuasaan dari kekhalifahan Muawiyah. disuguhkan Mu’awiyah kepada
Dengan meninggalnya Husen, maka masyarakat dan rival politiknya. Damaskus
Muawiyah tidak terlalu merasa khawatir bagi Mu’awiyah merupakan basis
akan ancaman kudeta kekuasaannya. kekuasaan dan kekuatan, sehingga sangat
Terlebih, sebelum terbunuhnya Husen, logis kalau pusat pemerintahannya tidak
basis kekuatan kelompok Syiah di Kufah berada lagi kota Kufah.17
berkembang pesat dan kuat. Hal ini tentu Mu’awiyah sebagai khalifah
saja bisa menganggu kebijakan-kebijakan memiliki basis yang rasional dan solid
dan strategi politik Muawiyah dalam untuk pembangunan landasan politik
menjalankan system pemerintahannya. berikutnya di masa depan, di antaranya
yaitu:
Usaha dan Kebijakan Mu’awiyah bin
1. Dukungan yang kuat dari masyarakat
Abu Sufyan
Suriah dan keluarga Bani Umayah.
Mu’awiyah dibaiat sebagai khalifah
Suriah yang telah lama diperintah oleh
-setelah mendapatkan limpahan kekuasaan
Mu’awiyah mempunyai pasukan yang
penuh dari Hasan bin Ali- pada tahun 40
kokoh, terlatih, dan disiplin di garis
H/ 660 M di Illiya (Yerussalem).
depan dalam peperangan melawan
Selanjutnya, ia memindahkan pusat
Romawi.18
kekuasaan dan pemerintahan dari Kufah ke
Suriah dengan menjadikan Damaskus 16
Siti Maryam, dkk, Sejarah Peradaban
sebagai ibu kota kerajaan Islam, yang Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern,
(Yogyakarta: LESFI, 2002), h. 81.
mana sebelumnya Damaskus adalah ibu 17
Khoiro Ummatin, “Tiga Pilar
kota provinsi Syria. Perpindahan pusat Penyangga Eksistensi Dinasti Umayyah”, Jurnal
Dakwah, Vol. XIII, No. 2, Tahun 2012, h. 209.
pemerintahan ke Damaskus menjadi 18
Mu’awiyah bin Abi Sufyan merupakan
salah satu sahabat yang dipercaya Nabi saw.
langkah yang sangat strategis bagi sebagai penulis al-Qur’an. Pada masa Khulafaur
Mu’awiyah untuk melebarkan Rasyidin, ia diangkat menjadi salah seorang
panglima perang di bawah komando utama Abu
kekuasaannya ke Mesir, Armenia, Ubaidah bin Jarrah untuk menaklukkan Palestina,
Suriah dan Mesir dari tangan Imperium Romawi
Mesopotamia utara, Georgia dan Timur. Kemudian ia menjabat sebagai gubernur
Suriah pada masa Khalifah Umar bin Khathab. Saat
Azerbaijan sampai ke Asia kecil dan itu Suriah merupakan sebuah provinsi penting
dalam kekuasaan Bizantium, kemudian ditaklukkan
oleh para pahlawan muslim di bawah komando
Khalid bin Walid, dengan perjuangan yang terus
menerus berhasil menumbangkan imperium
85
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 6, No. 1, 2021
86
Nurus Syarifah:
Kepentingan Politik dan Strategi Mu’awiyah bin Abu Sofyan: Perpindahan Kekuasaan dari Kufah ke Damaskus
87
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 6, No. 1, 2021
88
Nurus Syarifah:
Kepentingan Politik dan Strategi Mu’awiyah bin Abu Sofyan: Perpindahan Kekuasaan dari Kufah ke Damaskus
89