Tatalaksana Ulkus Kornea Jamur Dematiaceae - Andivan Rahman

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN


PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO
BANDUNG

Laporan kasus : Tatalaksana Ulkus Kornea Jamur Dematiaceae


Penyaji : Andivan Rahman
Pembimbing : dr. Susi Heryati., SpM(K)

Telah diperiksa dan disetujui oleh


Pembimbing

dr. Susi Heryati., SpM(K)

Jumat, 12 Oktober 2018


Pukul 07.30
2

MANAGEMENT OF DEMATIACEOUS FUNGAL CORNEAL ULCER

ABSTRACT
Introduction : Fungal corneal ulcer is a common corneal infection wich can lead
to blindness in developing countries, agrarian, and tropical region. Corneal
opacities, wich are largely caused by infectious keratitis, are the fourth leading
cause of blindness in Indonesia. A brownish plaque in cornea is a diagnostic clue
for dematiaceous fungal corneal ulcer. The mainstay therapy are antifungal and
debridement of the plaque.

Purpose : To report a case and management of patient with a dematiaceous fungal


corneal ulcer.

Case report : A 59 years old male patient came to Cicendo National Eye Hospital
with chief complaint of brownish plaque in the center part of the right eye since one
month earlier. There is a history of occular trauma because of asbestos five weeks
earlier. He had been treated by an ophthalmologist with moxifloxacin eye drop
hourly, 5% natamycin eye drop hourly, ketoconazole 300 mg tablet twice a day,
and 1% cyclopentolate eye drop three times a day. Visual acuity of right eye was
hand movement and left eye was 1.0. Slit lamp examination revealed a dry whiteish
infiltration with feathery edge, a brownish pigmented plaque in the central cornea,
and hypopion. This patient was diagnosed as dematiaceous fungal corneal ulcer.
Treatment was started with corneal debridement, moxifloxacin eye drop eight times
a day, 5% natamycin eye drop eight times a day, ketoconazole 300 mg tablet twice
a day and 1% cyclopentolate eye drop three times a day. Two weeks after treatment
with debridement and medicines, the dense infiltrate without brownish corneal
plaque reduced significantly.

Conclusion : Corneal ulcer may be caused by rare organism such as dematiaceous


fungal. Antifungal medication and debridement are the mainstay therapy for fungal
corneal ulcer.

Keyword : Keratomycosis, corneal ulcer, dematiaceous fungus.

I. Pendahuluan
Insiden ulkus kornea pada negara berkembang diperkirakan 100 hingga 800 per
100.000 orang per tahun. Menurut data infodatin tahun 2014, kebutaan yang
disebabkan oleh kekeruhan kornea merupakan penyebab keempat kebutaan di
Indonesia. Ulkus kornea jamur terbanyak ditemukan di negara agraria, memiliki
iklim tropis dan negara berkembang. Ulkus kornea adalah luka terbuka pada lapisan
3

kornea. Penyebab utama ulkus kornea adalah bakteri, jamur, acanthamoeba dan
virus. Jamur merupakan penyebab ulkus kornea kedua terbanyak setelah bakteri.
Sebagian besar penyebab ulkus kornea jamur adalah jamur jenis filamentous. 1,2

Ulkus kornea jamur merupakan ulkus dengan onset yang lambat. Faktor resiko
ulkus kornea jamur antara lain trauma akibat tanaman, tanah, penggunaan lensa
kontak, kortikosteroid topikal dan sistemik, imunosupresan, serta pasca
pembedahan kornea. Manifestasi klinis ulkus kornea jamur dematiaceae tampak
sebagai plak berpigmen sebagai kolonisasi filamen jamur pada permukaan kornea
ditambah dengan adanya destruksi jaringan di bawah stroma kornea. 3–5

Ulkus kornea jamur memiliki gejala lebih ringan pada periode awal
dibandingkan pasien dengan ulkus kornea bakteri. Nyeri yang diakibatkan ulkus
kornea jamur lebih berat dibandingkan dengan kornea yang tampak tenang.
Manifestasi klinis ulkus kornea jamur dematiaceae yaitu plak berpigmen sebagai
kolonisasi filamen jamur pada permukaan kornea ditambah dengan adanya
destruksi jaringan dilapisan stroma kornea. 3–5

Lini pertama tatalaksana ulkus kornea jamur dematiaceae adalah antifungal dan
debridement. Antifungal dapat diberikan kombinasi berupa topikal dan oral.
Natamisin topikal adalah lini pertama terapi ulkus kornea yang disebabkan oleh
jamur. Tindakan pembedahan seperti keratektomi dan keratoplasti dapat dilakukan
untuk meningkatkan kesuksesan terapi ulkus kornea jamur. 3–6

Laporan kasus ini membahas tentang tatalaksana ulkus kornea jamur


dematiaceae. Tujuan penulisan kasus ini adalah untuk melaporkan kasus dan
memahami tatalaksana ulkus kornea jamur dematiaceae. Pemahaman tentang
gejala klinis dan tatalaksana ulkus kornea jamur dematiacea berguna dalam praktik
klinis sehari-hari untuk ketepatan diagnosa, tatalaksana, mengurangi progresifitas,
dan mencegah komplikasi.

II. Laporan Kasus


Seorang laki-laki 59 tahun datang ke poliklinik infeksi dan imunologi Pusat
Mata Nasional RS Mata Cicendo pada tanggal 10 September 2018 dengan keluhan
utama terdapat plak berwarna kecoklatan pada bagian tengah mata kanan sejak 1
4

bulan yang lalu. Mata kanan dirasakan sangat nyeri, silau dan penglihatan menjadi
buram. Pasien mengalami mata merah, nyeri dan penglihatan buram sejak 6 minggu
yang lalu setelah kelilipan debu asbes saat memperbaiki plafon dengan
menggunakan bor. Setelah kejadian pasien mencuci mata kanan dengan air
mengalir dan menggunakan tetra hidrozolin HCL 0,05% tetes mata selama satu
minggu. Pasien berobat ke RS Sariasih Ciputat lima minggu yang lalu diberi
moksifloksasin tetes mata dan natamisin 5% tetes mata. Pasien menggunakan obat
tetes mata teratur selama empat minggu tetapi tidak ada perbaikan. Pasien
kemudian berobat ke RS Samsyudin Sukabumi dan diberi pengobatan
moksifloxacin tetes mata, natamisin 5% tetes mata, siklopentolat 1% tetes mata,
dan ketokonazol tablet 2x300 mg. Pasien memakai obat tersebut selama 5 hari dan
dirujuk ke Pusat Mata Nasional RS Mata Cicendo. Pasien bekerja sebagai tukang
bangunan. Riwayat mata merah berulang, kebiasaan minum jamu, pengobatan
jangka panjang, riwayat operasi pada mata, riwayat diabetes melitus, dan penyakit
menahun lain disangkal oleh pasien.

Gambar 2.1 Pemeriksaan slit lamp tanggal 10 September 2018

Pemeriksaan fisik umum tidak didapatkan kelainan. Pemeriksaan oftalmologis


didapatkan visus mata kanan 1/300, visus mata kiri 1.0. Tekanan intraokular palpasi
pada kedua mata normal. Palpebra tampak blefarospasme. Konjungtiva tampak
injeksi siliar. Kornea tampak dry infiltrate berwarna putih dengan feathery edge,
dan dua plak berpigmen coklat di stroma bagian sentral kornea mata ukuran 3 mm
x 2 mm dan 3 mm x 5 mm. Camera oculi anterior tampak hipopion ukuran 1 mm
berwarna putih keabuan, dengan kedalaman Van Herrick grade III, flare dan sel
5

sulit dinilai. Pupil bulat, iris tidak terdapat sinekia dan lensa agak keruh (Gambar
2.1). Pemeriksaan segmen anterior dan segmen posterior mata kiri dalam batas
normal.
Kerokan kornea mata kanan dilakukan dengan hasil pewarnaan gram didapatkan
hasil ditemukan bakteri gram positif coccus susunan satu-satu 0-1/LPB, leukosit 5-
10/LPB. Hasil pemeriksaan KOH ditemukan hifa jamur bercabang, hifa gemuk,
bersepta dan berspora, hifa penuh per lapang pandang. Hasil pewarnaan Giemsa
tidak ditemukan acanthamoeba. Pasien didiagnosis dengan ulkus kornea OD et
causa suspek jamur dematiaceae berdasarkan manifestasi klinis. Pasien diberikan
terapi ketokonazol dua kali 300 mg per oral, natamisin 5% tetes mata delapan kali
mata kanan, moksifloksasin tetes mata delapan kali mata kanan, siklopentolat 1%
tetes mata tiga kali mata kanan, dan dilakukan debridement pada kornea mata kanan
pasien. Pasien dianjurkan kontrol ke poliklinik infeksi dan imunologi satu minggu
yang akan datang.

Gambar 2.2 Pemeriksaan slit lamp tanggal 17 September 2018

Pasien Kontrol tanggal 17 September 2018 ke poliklinik infeksi dan imunologi.


Pasien mengeluhkan penglihatan masih buram pada mata kanan. Pemeriksaan
oftalmologis didapatkan visus mata kanan 1/300, visus mata kiri 1.0. Tekanan intra
okular palpasi kedua mata normal. Palpebra tampak blefarospasme. Konjungtiva
tampak injeksi siliar. Kornea tidak tampak plak berwarna kecoklatan, tampak dua
dry infiltrate dengan feathery edge ukuran 3 mm x 1 mm dan 3 mm x 4 mm. Camera
okuli anterior tampak hipopion ukuran 0,5 mm berwarna putih keabuan, dengan
kedalaman Van Herrick grade III, flare dan sel sulit dinilai. Pupil bulat, iris tidak
6

terdapat sinekia, dan lensa agak keruh (Gambar 2.2). Pemeriksaan segmen anterior
dan segmen posterior mata kiri dalam batas normal. Pasien didiagnosis dengan
ulkus kornea OD et causa suspek jamur dematiaceae. Pasien diberikan terapi
ketokonazol dua kali 300 mg per oral, natamisin 5% tetes mata delapan kali mata
kanan, moksifloksasin tetes mata delapan kali mata kanan, siklopentolat 1% tetes
mata tiga kali mata kanan. Pasien dianjurkan kontrol ke poliklinik infeksi dan
imunologi satu minggu yang akan datang.

Gambar 2.3 Pemeriksaan slit lamp tanggal 24 September 2018

Gambar 2.4 Pemeriksaan slit lamp dengan fluorescent test tanggal 24 September 2018

Pasien Kontrol tanggal 24 September 2018 ke poliklinik infeksi dan imunologi.


Pasien mengeluhkan nyeri mata kanan berkurang dan penglihatan sedikit membaik.
Pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus mata kanan 1/60, visus mata kiri 1.0.
Tekanan intra okular palpasi kedua mata normal. Palpebra tampak blefarospasme.
Konjungtiva tampak injeksi siliar. Kornea tampak dry infiltrate dengan feathery
edge ukuran 0,5 mm x 1 mm dan tampak sikatrik kornea. Camera okuli anterior
7

tidak tampak hipopion, dengan kedalaman Van Herrick grade III, flare dan sel sulit
dinilai. Pupil bulat, iris tidak terdapat sinekia, dan lensa agak keruh (Gambar 2.3
dan Gambar 2.4). Pemeriksaan segmen anterior dan segmen posterior mata kiri
dalam batas normal. Pasien didiagnosis dengan ulkus kornea OD et causa suspek
jamur dematiaceae. Pasien diberikan terapi ketokonazol dua kali 300 mg per oral,
natamisin 5% tetes mata enam kali mata kanan, moksifloksasin tetes mata enam
kali mata kanan, siklopentolat 1% tetes mata tiga kali mata kanan. Pasien
dianjurkan kontrol ke poliklinik infeksi dan imunologi satu minggu yang akan
datang.

Gambar 2.5 Pemeriksaan slit lamp tanggal 1 Oktober 2018

Pasien Kontrol tanggal 1 Oktober 2018 ke poliklinik infeksi dan imunologi.


Pasien mengeluhkan penglihatan masih buram. Pemeriksaan oftalmologis
didapatkan visus mata kanan 1/60, visus mata kiri 1.0. Tekanan intra okular palpasi
kedua mata normal. Palpebra tampak blefarospasme. Konjungtiva tampak injeksi
siliar. Kornea tidak tampak dry infiltrate dan tampak sikatrik kornea. Camera okuli
anterior tidak tampak hipopion, dengan kedalaman Van Herrick grade III, flare dan
sel sulit dinilai. Pupil bulat, iris tidak terdapat sinekia, dan lensa agak keruh
(Gambar 2.5). Pemeriksaan segmen anterior dan segmen posterior mata kiri dalam
batas normal. Pasien didiagnosis dengan ulkus kornea OD et causa suspek jamur
dematiaceae. Pasien diberikan terapi ketokonazol dua kali 300 mg per oral,
natamisin 5% tetes mata enam kali mata kanan, moksifloksasin tetes mata enam
kali mata kanan, siklopentolat 1% tetes mata tiga kali mata kanan. Pasien
dianjurkan kontrol ke poliklinik infeksi dan imunologi dua minggu yang akan
8

datang. Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah bonam, quo ad fungtionam
adalah dubia ad malam.

III. Diskusi
Ulkus kornea dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, acanthamoeba, dan virus.
Faktor predisposisi utama ulkus kornea jamur adalah trauma akibat tumbuh-
tumbuhan, tanah, penggunaan lensa kontak, kortikosteroid topikal dan sistemik,
imunosupresan, serta pasca pembedahan kornea. Klasifikasi jamur penyebab ulkus
kornea jamur adalah jamur filamentous yang terdiri dari jamur tidak berpigmen
seperti fusarium spp dan aspergilus spp. Jamur filamentous berpigmen atau disebut
dematiaceae seperti alternaria spp dan curvularia spp. Curvularia adalah penyebab
terbanyak ulkus kornea jamur dematiaceae, Jamur dematiaceae merupakan
penyebab ulkus terbanyak ketiga setelah fussarium spp dan aspergilus spp. Pada
kasus ini pasien terjadi trauma okular akibat bahan asbes yang terdapat pada plafon
gipsum. Keluhan yang dirasakan dapat berupa penglihatan buram, nyeri, fotofobia
dan mata berair. Pasien merasakan keluhan nyeri yang berat hingga kepala,
penglihatan buram dan mata merah. Ulkus kornea jamur adalah infeksi yang
memiliki progresifitas lambat, hal ini sesuai dengan perjalanan ulkus pada pasien
ini yaitu dalam jangka waktu enam minggu. 1,3,5

Manifestasi klinis ulkus kornea jamur secara umum adalah infiltrat kering
berwarna putih, ulkus yang lebih tinggi dari permukaan kornea, dengan feathery
edge atau hyphate border, lesi satelit, dan hipopion. Jamur dematiaceae memiliki
manifestasi klinis infiltrat berpigmen cokelat kehitaman. Pada kasus ini ditemukan
ulkus yang kering dengan feathery edge, plak berwarna coklat dan hipopion.
Menurut penelitian anuja et al pada tahun 2014 hingga 2017, manifestasi plak
berpigmen pada ulkus kornea jamur dematiaceae dapat ditemukan pada 34%
kasus. 1,3,5

Pemeriksaan kerokan kornea dan kultur organisme harus dilakukan pada kasus
ulkus kornea untuk menemukan organisme penyebabnya. Pemeriksaan
mikroskopik langsung struktur jamur merupakan cara cepat dan efektif untuk
menunjang diagnosis ulkus kornea jamur. Pemeriksaan kerokan kornea pada kasus
9

ini didapatkan hasil ditemukan bakteri gram positif coccus susunan satu-satu 0-
1/LPB, leukosit 5-10/LPB. Hasil pemeriksaan KOH ditemukan hifa jamur
bercabang, hifa gemuk, bersepta dan berspora, hifa penuh per lapang pandang.
Pemeriksaan KOH menurut Ansari et al memiliki sensitifitas 91% hingga 97% pada
ulkus kornea jamur. 4,6,7

Tatalaksana utama ulkus kornea jamur adalah terapi antifungal dan debridement.
Antifungal digolongkan menjadi polyenes, azoles, dan fluorinated pyrimidines.
Polyenes bekerja dengan cara mengikat ergosterol yang terdapat pada membran sel
jamur dan mengubah permeabilitas membran sel jamur. Natamisin 5% suspensi
merupakan terapi pilihan untuk jamur filamentous seperti fusarium spp dan
aspergilus spp. Amfoterisin B tersedia dalam preparat topikal, intrakameral, dan
intravena. Amfoterisin B efektif terhadap jamur yeast seperti candida spp.
Penggunaan jangka panjang amfoterisin B bersifat toksik terhadap sel epitel kornea.
Ketokonazol, imidazol, mikonazol, flukonazol, dan itrakonazol termasuk
antifungal derivat azoles yang pada konsentrasi rendah bekerja dengan
menghambat sintesis ergosterol, pada konsentrasi tinggi derivat azoles dapat
menyebabkan kerusakan langsung pada dinding sel jamur. Ketokonazol tersedia
dalam bentuk oral dan topikal. Penyerapan ketokonazol di lambung lebih baik
dibanding derivat azol lainnya. Pemberian antifungal oral dipertimbangkan pada
infeksi stromal yang dalam. Fluorinated pyrimidines bekerja dengan cara
menghambat sintesis thymidine pada jamur. Pemberian monoterapi fluorinated
pyrimidines sebagai antifungal dapat meningkatkan resistensi. Fluorinated
pyrimidines sebaiknya diberikan sebagai kombinasi dengan amfoterisin B dan
derivat azole. Keberhasilan terapi fungal memerlukan frekuensi pemberian obat
yang sering dan dalam jangka waktu lebih dari 12 minggu. 6–10

Pada kasus ini diberikan telah diberikan natamisin tetes mata dan antibiotik
moksifloksasin tetes mata oleh dokter spesialis mata sebelumnya selama lima
minggu. Pasien mendapat terapi antifungal sistemik lima hari sebelum kunjungan
pertama kali ke poliklinik infeksi imunologi Pusat Mata Nasional RS Cicendo. Pada
kunjungan pertama pasien diberikan antifungal natamisin tetes mata, hal ini sesuai
dengan penelitian Austin et al yang menyatakan bahwa natamisin sebagai lini
10

pertama terapi ulkus kornea jamur. Penetrasi natamisin lebih baik dibandingkan
amfoterisin B dan derivat azole. Natamisin hanya tersedia dalam bentuk topikal,
sehingga pada ulkus kornea yang melibatkan lapisan stroma yang dalam dibutuhkan
kombinasi terapi dengan antifungal sistemik. Ketokonazol yang diberikan untuk
ulkus kornea yang dalam pada kasus ini diberikan karena keterlibatan stromal
kornea dan adanya hipopion setinggi 1 mm, adanya hipopion menunjukkan invasi
jamur yang dalam. 6,8,9,11

Ulkus kornea yang tidak memberikan respon dengan terapi medikamentosa


dapat dipertimbangkan untuk dilakukan intervensi pembedahan. Pertimbangan
intervensi pembedahan diperlukan apabila dalam empat minggu setelah terapi
belum menunjukkan respon yang adekuat terhadap terapi antifungal untuk
mengurangi progresifitas infeksi. Keratektomi pada awal kasus ulkus kornea jamur
filamentous yang melibatkan stroma kornea diperlukan untuk meningkatkan
penetrasi obat dan mengurangi microbial load. Resiko perforasi akibat keratektomi
perlu dipertimbangkan sebelum melakukan keratektomi. Pada pasien ini respon
terapi yang kurang baik selama 5 minggu pada pengobatan sebelumnya dapat
disebabkan penetrasi natamisin kurang baik pada kornea pasien. Pada kunjungan
pertama pasien dilakukan debridement. Wang et al menyatakan pada penelitiannya
debridement dilakukan dengan cara mengangkat jaringan nekrotik superfisial untuk
meningkatkan penetrasi obat topikal pada kornea pasien dan mengurangi microbial
load. Obat topikal yang diberikan pada pasien ini sebelumnya tidak menunjukkan
perbaikan klinis akibat penetrasi natamisin yang kurang baik karena belum
dilakukan debridement. Setelah dilakukan debridement, dalam dua minggu terjadi
pemulihan kornea yang signifikan. 3,5,12

Pada kasus ini ditemukan hipopion yang merupakan tanda inflamasi yang
melibatkan lapisan stroma kornea dan menunjukkan hifa yang menginvasi bilik
mata depan. Pemberian ketokonazol selama dua minggu pada pasien ini
menurunkan volume hipopion pada bilik mata depan. 5,6

Ulkus kornea jamur adalah infeksi yang memiliki progresifitas lambat.


Prognosis ulkus kornea jamur tergantung pada beberapa faktor antara lain luasnya
keterlibatan kornea yang terlihat pada presentasi klinis, status kesehatan pasien, dan
11

waktu penegakan diagnosis klinis yang terkonfirmasi dengan pemeriksaan


laboratorium. Pasien dengan ulkus kornea yang ringan dan terdiagnosis lebih awal
memiliki prognosis yang baik. Pemantauan yang ketat diperlukan untuk mencegah
komplikasi. Pada kasus ini pasien datang setelah enam minggu dan telah diberikan
terapi natamisin 5% tetes mata, moksifloksasin tetes mata selama lima minggu,
namun saat datang ke poliklinik infeksi imunologi masih didapatkan dua ulkus
ukuran 3 mm x 2 mm dan 3 mm x 5 mm, terdapat plak berwarna coklat di sentral
kornea, dan hipopion setinggi 1 mm yang menunjukkan progresifitas lambat.
Prognosis pada pasien ini quo ad vitam bonam, quo ad fungtionam dubia ad
malam. 4,11,13

III. Simpulan
Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur dematiacea merupakan kasus yang
jarang ditemukan. Manifestasi klinis ulkus kornea jamur oleh dematiaceae adalah
plak pada kornea berwarna coklat. Pemeriksaan KOH 10% penting dilakukan untuk
menegakkan diagnosis dan pemilihan terapi obat pada kasus ulkus kornea jamur.
Natamisin topikal dan debridement merupakan lini pertama terapi ulkus kornea
jamur. Ketokonazol oral diberikan pada kasus ulkus kornea jamur yang melibatkan
stroma. Siklopentolat topikal perlu diberikan untuk mengurangi nyeri pada mata
akibat spasme otot siliaris dan mencegah terjadinya glaukoma sekunder. 3,10
12

DAFTAR PUSTAKA

1. Anuja J, Dudeja L, Babu M, Dudeja I. Keratomycosis Caused by Pigmented


Fungi. International Journal of Scientific Research; July 2018. Hlm: 11-12.
2. Infodatin Situasi Gangguan Penglihatan dan Kebutaan. Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2014
3. Yanoff M, Duker JS. Ophthalmology. Edisi ke-4. London : Elsevier; 2014.
Hlm. 225-227.
4. American Academy of Ophthalmology. External disease and cornea. Basic
clinical science course: Fundamentals and principals of ophthalmology;
2016. Hlm. 115-117; 136-138.
5. Browling B, Kanski's Clinical Ophthalmology. A systematic approach. Sixth
edition. Elsevier; 2016. Hlm. 180-183.
6. Austin A, Lietman T, Ross-nussbaumer J. Update on the Management of
Infectious Keratitis. American Academy of Ophthalmology; 2017. Hlm.
1678-1689.
7. Ansari Z, Miller D, Gallor A. Current Thoughts in Fungal Keratitis:
Diagnosis and Treatment. National institute of health; September 2014.
8. Gajjar D, Pal A, Ghodadra B, Vasavada A. Microscopic Evaluation,
Molecular Identification, Antifungal Susceptibility, and Clinical Outcomes in
Fusarium, Aspergillus, and Dematiaceous Keratitis. Hindawi; 2013.
9. Matoba A, Divatia M, Arguello R, Chevez-barrios P. Clinically Significant
Enhancement of Voriconazole Efficacy by Moxifloxacin and Gentamicin in
Fungal Keratitis. Wolters Kluwer Health; 2018.
10. Patil A, Lakhani P, Majumdar S. Journal of Drug Delivery Science and
Technology Current perspectives on natamycin in ocular fungal infections.
Elsevier; 2017.
11. Esterberg EJ, Lietman TM, Keenan JD. Acanthamoeba, Fungal, and Bacterial
Keratitis : A Comparison of Risk Factors and Clinical Features. Elsevier;
2013.
12. Wang J, Wang DQ, Qi XL, Cheng J, Xie LX. Modified Ulcer Debridement
in the Treatment of the Superficial Fungal Infection of the Cornea.
International J Ophthalmology; February 2018.
13. Tsai S, Lin Y, Hsu H, Chen Y, Tsai S. Subconjunctival Injection of
Fluconazole in the Treatment of Fungal Alternaria Keratitis Subconjunctival
Injection of Fluconazole in the Treatment of Fungal Alternaria Keratitis.
Taylor and francis; 2014.

You might also like