Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol. 11 No. 3, Hlm.

541-553, December 2019


p-ISSN : 2087-9423 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
e-ISSN : 2620-309X DOI: http://doi.org/10.29244/jitkt.v11i3.24978

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP TERPADU BERBASIS


SUMBERDAYA UNGGULAN LOKAL: STUDI KASUS PERIKANAN
CUMI DI KABUPATEN BANGKA SELATAN

THE INTEGRATED DEVELOPMENT STRATEGIC OF CAPTURE FISHERIES


WITH BASED ON LOCAL SUPERIOR RESOURCES: CASE STUDY OF
SQUID FISHERIES IN SOUTH BANGKA REGENCY

Mulyono S. Baskoro* dan Mustaruddin


Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK-IPB, Bogor, 16680, Indonesia
*E-mail: [email protected]

ABSTRACT
Squid resources are the fisheries potention has important economic value in South Bangka Regency.
Demand for this commodity in both fresh and processed forms is estimated to continue to increase in
the future. This study aims to analyze the contribution of squid fisheries, analyze their development
bases, and formulate development strategies in South Bangka Regency. This study used descriptive
method, LQ analysis, and AHP method. During the period of 2009-2016, the production of squid
fisheries in South Bangka Regency averaged 4187.87 tons with a contribution value of
Rp87,736,058,000.00 annually. This squid production follows a polynomial pattern y = -192.1x2 +
1624.x + 1745 (R² = 0.289). The base area for squid fisheries development uses: (1) liftnet is Tukak
Sadai District, Lepar Pogok District, and Toboali District, (2) boat liftnet is Pongok Islands District,
and (3) squid fishing is Simpang Rimba District, Batu Betumpang District, Toboali District, and Lepar
Pongok District. While the priority development strategy is the coaching of human resources for squid
fisheries (priority I) and improved management of the squid fisheries business (priority II) in each
base area.

Keywords: base area, local superiority, priority strategy, squid fisheries

ABSTRAK
Cumi merupakan potensi perikanan yang bernilai ekonomis penting di Kabupaten Bangka Selatan.
Permintaan komoditas ini baik dalam bentuk segar maupun olahan diperkirakan terus mengalami
peningkatan dimasa mendatang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kontribusi perikanan
cumi, menganalisis basis pengembangannya, serta merumuskan strategi pengembangannya di
Kabupaten Bangka Selatan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, analisis LQ, dan metode
AHP. Selama periode 2009-2016, produksi perikanan cumi di Kabupaten Bangka Selatan rata-rata
4187,87 ton dengan nilai kontribusi mencapai Rp87.736.058.000,00 setiap tahunnya. Wilayah basis
pengembangan perikanan cumi menggunakan: (1) bagan tancap adalah Kecamatan Tukak Sadai,
Kecamatan Lepar Pogok, dan Kecamatan Toboali, (2) bagan perahu adalah Kecamatan Kepulauan
Pongok, dan (3) pancing cumi adalah Kecamatan Simpang Rimba, Kecamatan Batu Betumpang,
Kecamatan Toboali, dan Kecamatan Lepar Pongok. Strategi prioritas pengembangan adalah
pembinaan sumberdaya manusia perikanan cumi (prioritas I) dan perbaikan manajemen usaha
perikanan cumi (prioritas II) di setiap wilayah basis pengembangan perikanan cumi.

Kata kunci: perikanan cumi, strategi prioritas, unggulan lokal, wilayah basis

I. PENDAHULUAN belum dilakukannya kegiatan pemanfaatan


dengan basis pada sumberdaya unggulan
Pemanfaatan potensi kelautan dan lokal yang terdapat di setiap wilayah. Hal ini
perikanan Indonesia belum dilakukan secara antara lain terlihat dari fluktuasinya hasil
optimal. Salah satu penyebabnya adalah tangkapan nelayan meskipun sumberdaya

Department of Marine Science and Technology FPIK-IPB, ISOI, and HAPPI 541
Strategi Pengembangan Perikanan . . .

ikan di perairan melimpah, penggunaan alat diperkirakan terus mengalami peningkatan


tangkap yang tidak sesuai dengan ikan target, dimasa mendatang. Indikator yang
pengembangan usaha pengolahan yang bahan menunjukkan hal tersebut adalah semakin
bakunya tidak melimpah di lokasi, serta banyaknya diversifikasi produk olahan cumi
berhentinya aktivitas beberapa usaha seperti kerupuk, getas, kemplang, dan abon
pendukung akibat pasokan energi yang tidak berbahan baku cumi (DKP Provinsi
memadai. Menurut Sumaila et al. (2016) dan Kepulauan Bangka Belitung, 2017). Cumi
PEMDA Kabupaten Bangka Selatan (2011), mempunyai produksi yang menjanjikan di
kondisi tersebut sering terjadi dalam kegiatan perairan Kabupaten Bangka Selatan. Hal ini
pemanfaatan potensi perikanan daerah dan dapat dilihat dari produksinya yang relatif
dapat menjadi penghambat pengembangan tinggi setiap tahunnya, meskipun dengan
terutama berkaitan dengan peluang investasi pola fluktuatif (PEMDA Kabupaten Bangka
perikanan tangkap. Jika ke depan kegiatan Selatan, 2017). Pengelolaan yang baik
pemanfaatan di sektor perikanan didasarkan terhadap sumberdaya cumi ini terutama pada
pada potensi sumberdaya unggulan yang ada, wilayah-wilayah yang dianggap sebagai basis
maka beberapa produk perikanan lokal yang produksinya, akan menjamin keterpaduan
bernilai ekonomis tinggi, akan dapat aktivitas yang menjamin keberlanjutan
memberikan kontribusi maksimal bagi pemanfaatan di masa datang. Konsep
peningkatan kesejahteraan rakyat. tersebut merupakan kunci kesuksesan
Kabupaten Bangka Selatan me- pembangunan perikanan, yang diharapkan
rupakan salah wilayah yang mempunyai dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan
peluang besar untuk mengoptimalkan kesejahteraan masyarakat perikanan itu
sumberdaya perikanan unggulan yang sendiri (Fauzi dan Anna, 2002). Penelitian ini
dimilikinya. Hal ini karena sebagian besar bertujuan untuk menganalisis kontribusi
wilayah Kabupaten Bangka Selatan perikanan cumi terhadap pengembangan
merupakan kepulauan dan dikelilingi oleh kegiatan perikanan tangkap, menganalisis
perairan laut. Jika dilihat berdasarkan basis pengembangan perikanan cumi di
pembagian Wilayah Pengelolaan Perikanan Bangka Selatan dan merumuskan strategi
Republik Indonesia (WPP-RI), maka pengembangan perikanan cumi di wilayah
perairan Kabupaten Bangka Selatan berada basis terpilih.
di WPP-RI 711. WPP-RI 711 yang
wilayahnya mencakup Selat Karimata dan II. METODE PENELITIAN
Laut Natuna merupakan jalur migrasi utama
berbagai jenis ikan dari laut China Selatan ke 2.1. Lokasi dan Waktu Kegiatan
perairan Indonesia dan Samudera Hindia Penelitian ini dilaksanakan di
(jalur Selat Malaka), atau sebaliknya. Di Kabupaten Bangka Selatan. Sedangkan
samping itu, perairan Kabupaten Bangka lokasi pengambilan data adalah wilayah
Selatan juga berbatasan langsung dengan kecamatan pesisir yang banyak akvitas
WPP-RI 712 (PEMDA Kabupaten Bangka perikanan cumi di Kabupaten Selatan.
Selatan, 2011), sehingga peluang Waktu pelaksanaan penelitian Agustus
pemanfaatan potensi kelautan dan perikanan September – November 2017.
dapat ditingkatkan lagi.
Salah satu potensi sumberdaya 2.2. Jenis Data dan Metode
perikanan di perairan Kabupaten Bangka Pengumpulan Data
Selatan yang bernilai ekonomis penting dan Data yang digunakan dalam
banyak dikonsumsi adalah cumi (Uroteuthis penelitian ini terdiri dari data primer dan data
chinensis). Permintaan komoditas ini baik sekunder. Data primer mencakup data hasil
dalam bentuk segar maupun olahan tangkapan cumi, alat tangkap, kondisi usaha

542 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Baskoro et al.

perikanan cumi, serta pendapat stakeholders 2.3. Analisis Data


terhadap pengembangan perikanan cumi. Analisis data dalam penelitian ini
Sedangkan data sekunder terdiri dari data menggunakan metode deskriptif, metode
time series produksi cumi, sebaran nelayan location quotient (LQ), dan metode
dan usaha penangkapan cumi per wilayah, analytical hirerachy process (AHP). Metode
dan serta peraturan dan kebijakan yang deskriptif digunakan untuk menganalisis
terkait dengan perikanan tangkap di kondisi dan kontribusi perikanan cumi
Kabupaten Bangka Selatan. terhadap subsektor perikanan tangkap di
Data hasil tangkapan, alat tangkap Kabupaten Bangka Selatan. Maina et al.
kondisi usaha, serta pendapat stakeholders (2016) menyatakan bahwa metode deskriptif
terhadap pengembangan perikanan cumi dapat menggambarkan dengan jelas kondisi
dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner, subjek atau objek penelitian berdasarkan
wawancara, dan pengamatan langsung. fakta-fakta kini yang tampak atau apa
Responden data hasil tangkapan, alat tangkap adanya. Hasil analisisnya selanjutnya di-
cumi, dan kondisi usaha perikanan cumi sajikan dalam bentuk tabel, grafik atau
adalah nelayan pemilik/nakhoda yang gambar yang relevan.
berjumlah 5-10 % dari populasi nelayan Analisis LQ digunakan untuk me-
cumi. Sedangkan responden terkait strategi nentukan wilayah yang tepat sebagai basis
pengembangan perikanan cumi berjumlah 25 pengembangan alat tangkap tertentu untuk
orang, yang terdiri dari perwakilan nelayan menangkap cumi di Kabupaten Bangka
pemilik 18 orang, masyarakat 5 orang, dan Selatan. Wilayah basis tersebut dicirikan
pegawai instansi perikanan 2 orang. Dari 18 oleh intensitas output yang lebih tinggi
orang perwakilan nelayan pemilik diambil dibandingkan intensitas output di semua
dari bagan tancap, bagan perahu, pancing wilayah/daerah penelitian. Sedangkan
masing-masing 6 orang. Pemilihan semua besaran output tersebut diwakili oleh
responden dilakukan secara purposive intensitas kegiatan perikanan cumi meng-
sampling dengan maksud supaya data dapat gunakan alat tangkap tertentu (diwakili oleh
diberikan oleh orang yang mengerti betul jumlah nelayannya) di setiap wilayah
tentang kegiatan teknis perikanan cumi per kecamatan. Analisis LQ dirumuskan dengan
wilayah, serta berbagai kebutuhan untuk persamaan matematis (Baer and Brown,
pengembangannya ke depan di Kabupaten 2006):
Bangka Selatan. Sedangkan responden
instasi perikanan adalah kepala bidang eij
perikanan dan kepala seksi penangkapan di
LQi 
e
ij …………………......…. (1)
dinas Pertanian, Peternakan, dan Kelautan Ei
Kabupaten Bangka Selatan. E ij
Pengumpulan data sekunder
dilakukan melalui studi literatur terhadap Keterangan:
hasil studi dan laporan kegiatan perikanan eij = Jumlah nelayan cumi dari alat tangkap
ke-i di wilayah kecamatan ke-j, ei j =
yang tersedia di Badan Perencanaan,
Penelitian, dan Pengembangan Kabupaten
Bangka Selatan, instansi perikanan, dan Total jumlah nelayan cumi di wilayah
perguruan tinggi. Data sekunder juga dapat kecamatan ke-j, Ei = Jumlah nelayan cumi
berasal dari penelitian terdahulu terkait dari alat tangkap ke-i di seluruh wilayah
pengembangan perikanan cumi secara kecamatan yang ada di Kabupaten Bangka
terpadu. Selatan, dan Ei = Total jumlah nelayan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 11, No. 3, December 2019 543
Strategi Pengembangan Perikanan . . .

cumi di seluruh wilayah kecamatan yang ada diterima dan urutan prioritas strategi dapat
di Kabupaten Bangka Selatan. dipercaya bila mempunyai nilai RI < 0,1 dan
Untuk menginterpretasikan hasil urutan prioritas terpilih tidak terlalu sensitif.
analisis LQ, terdapat suatu kesepakatan Supaya berhasil maksimal, maka
sebagai berikut: strategi terpilih prioritas perlu didukung oleh
1. Jika nilai LQi > 1, maka terjadi pemusatan prinsip pengelolaan perikanan tangkap yang
intensitas pengembangan alat tangkap baik dan bertanggung jawab. Penentuan
cumi ke-i di suatu wilayah kecamatan prinsip pengelolaan tersebut selanjutnya
(wilayah basis). dilakukan secara teorits dengan memper-
2. Jika nilai LQi = 1, maka intensitas timbangkan kebutuhan dari strategi terpilih.
pengembangan alat tangkap cumi ke-i di
suatu wilayah kecamatan setara dengan III. HASIL DAN PEMBAHASAN
kondisi umum pengembangan alat
tangkap tersebut di Kabupaten Bangka 3.1. Perkembangan Produksi Cumi
Selatan (bukan wilayah basis). Berdasarkan pola pendaratannya,
3. Jika nilai LQi< 1, maka intensitas produksi cumi di Kabupaten Bangka Selatan
pengembangan alat tangkap cumi ke-i di terbagi atas tiga, yaitu dari produksi cumi
suatu wilayah kecamatan lebih rendah dari yang didaratkan di pangkalan pendaratan
kondisi umum pengembangan alat ikan (PPI) Sadai, produksi yang didaratkan di
tangkap tersebut di Kabupaten Bangka kecamatan kepulauan (Kec. Kepulauan
Selatan (bukan wilayah basis). Pongok dan Kec. Lepar Pongok), dan pro-
Metode AHP digunakan untuk me- duksi yang didaratkan di lokasi pendaratan
nentukan strategi pengembangan perikanan ikan yang tersebar di desa-desa nelayan di
cumi yang terpadu yang berbasis sumberdaya daratan Pulau Bangka. Produksi cumi yang
cumi. Pengembangan yang dimaksud adalah didaratkan di PPI Sadai dan di kecamatan
peningkatan jumlah (kuantitas) dan/atau kepulauan terdata dengan lebih baik
efektifitas (kualitas) operasi alat tangkap dibandingkan dengan di lokasi pendaratan
tertentu untuk penangkapan cumi pada ikan yang tersebar di desa-desa nelayan di
kecamatan yang menjadi wilayah basis daratan Pulau Bangka. Hal ini karena
berdasarkan hasil analisis sebelumnya. produksi cumi yang didaratkan di desa-desa
Strategi yang terpilih (prioritas) nantinya nelayan tersebut relatif banyak dan tersebar,
merupakan pertimbangan menyeluruh dari sehingga kurang terdeteksi. Gambar 1
semua kriteria pengembangan, harapan dari menyajikan data perkembangan produksi
stakeholders terkait, serta dan hal-hal cumi dalam tujuh tahun terakhir.
menjadi pembatas dalam pengembangan Berdasarkan Gambar 1, produksi
perikanan tangkap yang berbasis sumberdaya cumi di Kabupaten Bangka Selatan selama
cumi di Kabupaten Bangka Selatan. tahun terakhir (periode 2009-2016) ber-
Adapun tahapan analisis yang fluktuatif, dengan jumlah rata-rata mencapai
dilakukan adalah pendefinisian masalah 4187,87 ton setiap tahunnya. Dari jumlah
/komponen dalam pengembangan perikanan tersebut, sekitar 63,50 % merupakan
tangkap berbasis sumberdaya cumi, pe- kontribusi bagan perahu, sedangkan sisanya
nyusunan matriks hierarki dan pengumpulan berasal dari bagan tancap dan pancing,
data skala banding berpasangan, analisis masing-masing hanya sekitar 25,15 % dan
banding berpasangan. Penetapan skala 11,35 %. Namun demikian, trend produksi
banding berpasangan mengacu kepada Saaty produksi tersebut cenderung menurun setelah
(1993), pengujian hasil analisis, mencakup mencapai kondisi produksi optimal. Trend
pengujian rasio inconsistency (RI) dan produksi tersebut digambarkan dengan
sensitivity test. Hasil uji dinyatakan dapat persamaan polynomial y = -192.1x2 + 1624.x

544 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Baskoro et al.

+ 1745 (R² = 0,289). Pada persamaan baik, karena harga jual cumi yang cenderung
tersebut, y adalah produksi dan x adalah meningkat setiap tahunnya. Pada tahun
tahun. Hal ini dapat terjadi karena kegiatan 2009, harga cumi hasil tangkapan nelayan di
penangkapan yang berlebihan yang tidak Kabupaten Bangka Selatan rata-rata Rp
sesuai dengan daya dukung potensi 17.500/kg, sedangkan pada tahun 2013 dan
sumberdaya untuk pulih atau adanya tahun 2016 masing-masing mencapai rata-
intervensi kegiatan lain pada waktu-waktu rata Rp 21.500/kg dan Rp 25.000/kg. Nilai
tertentu yang merusak habitat cumi (Oktariza produksi cumi di Kabupaten Bangka Selatan
et al., 2016 dan Rosalina et al., 2011). rata-rata Rp 87.736.058 setiap tahunnya.
Nilai produksi cumi di Kabupaten Nilai produksi tertinggi terjadi pada tahun
Bangka Selatan mempunyai pola yang sama 2013, yaitu mencapai Rp 139.904.800.000
dengan jumlah produksinya (Gambar 2). dan terendah terjadi pada tahun 2014
Namun dengan trend peningkatan yang lebih mencapai Rp 37.018.326.250.

Gambar 1. Perkembangan produksi cumi di Kabupaten Bangka Selatan periode 2009 – 2016.

Gambar 2. Perkembangan nilai produksi cumi di Kabupaten Bangka Selatan periode 2009 -
2016.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 11, No. 3, December 2019 545
Strategi Pengembangan Perikanan . . .

3.2. Wilayah Basis Pengembangan maka nelayan yang mengembangkan alat


Perikanan Cumi tangkap tersebut dan pihak-pihak lain yang
3.2.1. Location Quotients (LQ) bagi Alat terlihat dalam pemasaran cumi hasil
Tangkap Cumi tangkapannya perlu diberikan pembinaan
Secara umum, Kabupaten Bangka sehingga bagan tancap dapat berkembang
Selatan terbagi atas delapan wilayah lebih baik di kalangan nelayan dan menjadi
kecamatan, yaitu Kecamatan Toboali, andalan dalam produksi cumi di Kecamatan
Kecamatan Tukak Sadai, Kecamatan Batu Tukak Sadai, Kecamatan Lepar Pogok, dan
Betumpang, Kecamatan Payung, Kecamatan Kecamatan Toboali. Untuk mendukung hal
Lempar Pongok, Kecamatan Simpang ini, maka beberapa fasilitas terkait, seperti
Rimba, Kecamatan Air Gegas, dan fasilitas TPI, usaha penyediaan bahan
Kecamatan Kepulauan Pongok. Selama ini, perbekalan maupun fasilitas jalan perlu
kecamatan tersebut mempunyai intensitas dioptimalkan fungsinya. Saran dan prasarana
usaha perikanan yang berbeda satu sama lain, pendukung yang memadai, tentu akan
dimana setiap kecamatan berkembang usaha memudahkan pengembangan dan perbaikan
perikanan berdasarkan jenis alat tangkap alat tangkap, serta mempermudah akses
yang digunakan nelayan secara turun penjualan cumi hasil tangkapan
temurun. Beberapa ada yang mendapat (Mustaruddin et al., 2015).
introduksi teknologi dari luar/pendatang,
tetapi hanya dalam desain bagian tertentu Tabel 1. Hasil analisis LQ alat tangkap
dari alat tangkap tersebut. Namun ada juga, cumi.
wilayah kecamatan yang kegiatan perikanan
sangat minim, yaitu Kecamatan Payung. Nilai LQ
Analisis Location Quotients (LQ) Produksi Cumi Bagan Bagan
Pancing
yang dilakukan akan menentukan apakah Tancap Perahu
wilayah kecamatan yang ada dapat menjadi Kec. Toboali 2,33 0,00 1,65
sektor basis bagi pengembangan salah satu Kec. Tukak 7,96 0,00 0,99
atau beberapa alat tangkap cumi di Sadai
Kec. Batu 0,00 0,00 1,93
Kabupaten Bangka Selatan. Hasil analisis LQ
Betumpang
tersebut dilakukan dengan pertimbangan Kec. Payung 0,00 0,00 0,00
bahwa nelayan merupakan tenaga kerja Kec. Lepar 3,55 0,00 1,51
perikanan dan menjadi pelaku langsung Pongok
untuk tumbuh dan berkembangnya alat Kec. Simpang 0,00 0,00 1,93
tangkap cumi di Kabupaten Bangka Selatan. Rimba
Tabel 1 menyajikan hasil analisis Location Kec. Air 0,00 0,00 0,00
Quotients (LQ) bagi pengembangan tiga alat Gegas
tangkap utama untuk cumi, yaitu bagan Kec. 0,00 1,46 0,75
tancap, bagan perahu, dan pancing cumi. Kepulauan
Berdasarkan Tabel 1, bagan tancap Pongok
mempunyai nilai LQ > 1, di Kecamatan
Tukak Sadai, Kecamatan Lepar Pogok, dan Bagan perahu mempunyai nilai LQ >
Kecamatan Toboali yaitu masing-masing 1 di Kecamatan Kepulauan Pongok, yaitu
7,96, 3,55, dan 2,33. Dengan demikian, 1,46. Terkait dengan ini, maka Kecamatan
Kecamatan Tukak Sadai, Kecamatan Lepar Kepulauan Pongok dapat menjadi wilayah
Pogok, dan Kecamatan Toboali dapat basis bagi pengembangan bagan perahu di
menjadi wilayah basis bagi pengembangan Kabupaten Bangka Selatan. Populasi bagan
alat tangkap bagan tancap di Kabupaten perahu di Kecamatan Kepulauan Pongok
Bangka Selatan. Untuk mendukung hal ini, relatif yaitu sekitar 145 unit dan menjadi
menjadi satu-satu kecamatan di Kabupaten

546 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Baskoro et al.

Bangka Selatan yang banyak mengem- tangkap pancing di Kecamatan Simpang


bangkan bagan perahu untuk menangkap Rimba, Kecamatan Batu Betumpang,
cumi. Wilayah perairan yang tenang dan Kecamatan Toboali, dan Kecamatan Lepar
relatif luas yang mengelilingi pulau memberi Pongok, sehingga dapat diandalkan dalam
peluang besar bagi pengambangan alat memenuhi permintaan pasar cumi-cumi dari
tangkap yang dioperasikan secara aktif Kabupaten Bangka Selatan.
(Nurdin and Grydehoj, 2014; Mustaruddin et
al., 2014). Penggunaan bagan perahu ini juga 3.2.2. Pertumbuhan Tenaga Kerja di
membantu nelayan dalam distribusi hasil Wilayah Basis
tangkapan cumi, mengingat wilayah Analisis pertumbuhan tenaga di-
kecamatan ini merupakan yang paling jauh maksudkan untuk mengetahui tingkat
dan terpisah dari kecamatan-kecamatan pertumbahan ekonomi di wilayah basis bila
lainnya. alat tangkap cumi dikembangkan. Per-
Wilayah untuk pengembangan tumbahan tenaga kerja ini merupakan
pancing cumi di Kabupaten Bangka Selatan cerminan dari pertumbuhan usaha perikanan
adalah Kecamatan Simpang Rimba (LQ = cumi bila kegiatan pengembangan alat
1,93), Kecamatan Batu Betumpang (LQ = tangkap dilakukan terus di wilayah/
1,93), Kecamatan Toboali (LQ = 1,65), dan kecamatan yang menjadi basis pengem-
Kecamatan Lepar Pongok (LQ = 1,51). bangannya. Nilai pengganda basis pada
Terpilihnya Kecamatan Simpang Rimba dan analisis sebelumnya akan menjadi peubah
Kecamatan Batu Betumpang menjadi dalam penilaian pertumbuhan tenaga untuk
wilayah basis bagi pengembangan alat setiap alat tangkap cumi di wilayah basis.
tangkap pancing. Berdasarkan data statistik, Dalam arti lebih luas, pertumbuhan
nelayan cumi di Kecamatan Simpang Rimba tenaga kerja merupakan cerminan dari
berjumlah 65 orang, dan semuanya meng- kontribusi sektor perikanan cumi dalam
gunakan pancing untuk menangkap cumi. memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat
Sedangkan di Kecamatan Batu Betumpang di Kabupaten Bangka Selatan. Hasil analisis
ada 13 orang, juga semuanya menangkap pertumbuhan tenaga kerja di wilayah basis
cumi di pancing. Kecamatan Toboali dan disajikan pada Tabel 2.
Kecamatan Lepar Pongok juga menjadi Berdasarkan Tabel 3.2, Kecamatan
wilayah basis bagi pengembangan alat Kepulauan Pongok mempunyai pertumbuhan
tangkap pancing untuk cumi, meskipun alat tenaga kerja paling baik dibandingkan
tangkap lain untuk cumi juga berkembang. kecamatan lainnya yang menjadi wilayah
Hal ini karena populasi alat tangkap pancing basis pengembangan alat tangkap cumi.
relatif tinggi di Kecamatan Lepar Pongok ini, Pertumbuhan tenaga kerja tersebut terjadi
yaitu 120 unit. Sedangkan di Kecamatan pada alat tangkap bagan perahu (191
Toboali, pancing menjadi alat tangjap paling orang/tahun). Pertumbuhan tenaga kerja
dominan. bagan perahu paling tinggi di Kecamatan
Menurut Sumaila et al. (2016) dan Su Kepulauan Pongok memberi indikasi bahwa
et al. (2016), untuk mendukung pengem- alat tangkap tersebut telah berkembang
bangan alat tangkap, maka nelayan yang dengan baik di Kecamatan Kepulauan
terlibat maupun namun tertarik bekerja pada Pongok, melebihi perkembangan yang terjadi
usaha perikanan dimaksud perlu dibina di kecamatan lainnya. Kondisi ini bisa jadi
dengan baik terutama dengan teknik karena intensitas penggunaan kedua alat
penangkapan efektif, penanganan hasil, dan tangkap yang tinggi di kecamatan tersebut
perawatan alat tangkap, sehinga usaha dan hasil tangkapan yang didapat juga
mereka dapat berkembang lebih baik. Bila banyak. Sedangkan menurut De Freitas and
hal ini berlanjut, maka produktivitas alat Tagliani (2009), hasil tangkapan yang baik

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 11, No. 3, December 2019 547
Strategi Pengembangan Perikanan . . .

lebih mudah mendorong nelayan pengembangan perikanan cumi sangat tinggi


kecil/tradisional untuk mengembangkan alat di Kecamatan Lepar Pongok. Kondisi ini
tangkap secara luas. juga didukung oleh terbatas alternatif mata
pencaharian di wilayah pulau dibandingkan
Tabel 2. Pertumbuhan tenaga kerja (Delta N) dengan di daratan pulau, sehingga nelayan
di wilayah basis. benar-benar fokus dalam pengembangan alat
tangkap dari komoditas yang menjadi
Delta N unggulan (Pascoe et al., 2014 dan Oktariza et
Produksi TTC Bagan Bagan al., 2016).
Pancing
Tancap Perahu Bila diperbandingkan untuk semua
Kec. Toboali 1 - 4 wilayah basis dan semua alata tangkap cumi,
Kec. Tukak 1 - - maka pertumbuahan tenaga kerja yang
Sadai rendah terjadi pada bagan tancap di
Kec. Batu - - 1
Kecamatan Batu Betumpang, serta bagan
Betumpang
Kec. Payung - - - tancap di Kecamatan Tukat Sadai dan
Kec. Lepar 5 - 14 Kecamatan Toboali, yaitu masing-masing
Pongok hanya 1 orang/tahun. Kondisi ini cukup
Kec. Simpang - - 6 wajar karena jumlah tenaga kerja/nelayan
Rimba dari alat tangkap terkait di ketiga kecamatan
Kec. Air Gegas - - - pada awalnya sudah rendah dan juga operasi
Kec. Kepulauan - 191 - penangkapan cumi biasa-biasa saja (tidak
Pongok sangat aktif). Namun demikian, pertumbuhan
tenaga kerja pancing di Kecamatan Tukat
Pertumbuhan tenaga kerja di wilayah Sadai dan Kecamatan Toboali relatif bagus
Kecamatan Lepar Pongok juga termasuk (masing-masing 4 orang/tahun), meskipun
baik, dominan karena kontribusi alat tangkap masih jauh dibandingkan dengan di
pancing (14 orang/tahun). Bila ditunjau dari Kecamatan Kepulauan Pongok. Terlepas dari
hasil produksi cuminya, Kecamatan Lepar dinamika pertumbuhan ternaga kerja yang
Pongok memberi kontribusi produksi cumi terjadi di setiap kecamatan yang menjadi
terbesar kedua di Kabupaten bangka Selatan wilayah basis, pengembangan alat tangkap
setelah kecamatan Kepuluan Pongok, yang cumi tetap dapat dilakukan karena
mencapai 114,36 ton pada tahun 2013 dan penggunaan alat tangkap tersebut relatif
81,95 ton pada tahun 2014. Produksi cumi dominan dan mengakar di masyarakat (LQ >
yang lumayan tinggi mendorong pe- 1), untuk mendukung, maka jaringan pasar,
ngembangan alat tangkap dan tenaga kerja sarana dan prasarana perikanan, serta
yang akan mengoperasikannya. Pertumbuhan kegiatan jasa pendukung harus diperhatikan,
tenaga kerja untuk bangan tancap di sehingga terjadi keterpaduan dan
Kecamatan Lepar Pongok merupakan yang kontinyuitas kontribusi perikanan cumi
paling tinggi dibandingkan dua kecamatan terjadi dengan baik di Kabupaten Bangka
lainnya (Kecamatan Tukat Sadai dan Selatan. Program-program pemberdayaan
Kecamatan Toboali) yang menjadi wilayah dan pendampingan yang positif kepada
basis pengembangan bagan tancap. Per- nelayan harus terus dilakukan sehingga
tumbuhan tenaga kerja pada bagan tancap pengembangan perikanan cumi dapat
Kecamatan Lepar Pongok mencapai 5 memberikan manfaat yang lebih besar bagi
orang/tahun, sedangkan di Kecamatan Tukat kesejahteraan masyarakat nelayan dan
Sadai dan Kecamatan Toboali masing- perekonomian daerah.
masing 1 orang/tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa dukungan nelayan terhadap

548 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Baskoro et al.

3.3. Strategi Pengembangan Perikanan Tabel 3. Opsi strategi pengembangan


Cumi Sebagai Komoditas Unggulan perikanan cumi.
Lokal
3.3.1. Pengembangan Strategi Prioritas Dukungan
Pengembangan strategi prioritas me- No. Opsi Strategi Pengembangan
rupakan tujuan akhir dari penelitian Quant Qual
pengembangan perikanan cumi ini. Strategi 1 Pengembangan √ √
prirotas perlu ditentukan supaya pengem- teknologi tepat guna
bangan perikanan cumi dengan meng- dalam operasi
penangkapan cumi
gunakan alat tangkap tertentu dapat lebih
(TEKN-TG)
terarah dan terpadu di beberapa kecamatan 2 Pembinaan √ √
yang terpilih menjadi wilayah basis. Hal ini sumberdaya manusia
penting supaya tenaga dan sumberdaya dapat perikanan cumi
digunakan secara efektif dan efisien pada (BINA-SDM)
hal-hal yang dibutuhkan bagi pengembangan 3 Pengembangan √ -
perikanan cumi di Kabupaten Bangka kredit usaha
Selatan. Pengembangan yang dimaksud pembiayaan
adalah peningkatan jumlah (kuantitas) perikanan (KU-
dan/atau efektifitas (kualitas) operasi alat BIAYA)
tangkap tertentu untuk penangkapan cumi 4 Perbaikan - √
manajemen usaha
pada wilayah kecamatan tertentu (wilayah
perikanan cumi (MJ-
basis) yang disarankan untuk dikembangkan. USAHA)
Strategi yang dikembangkan nantinya harus 5 Perbaikan sistem √ -
mampu mengakomodir maksud tersebut. pengelolaan sarana
Hasil survai lapang dan diskusi pakar ber- dan prasarana
hasil mengidentifikasi enam opsi strategi perikanan (SAR-
yang bisa dikembangkan diajikan pada Tabel PRAS)
3. 6 Pengembangan zona - √
Menggunakan sofware aplikasi AHP pemanfaatan dan
(software TeamEC), didapat hasil analisis restocking (ZONA-
strategi prioritas seperti pada Gambar 3. Hal PR)
ini cukup wajar mengingat sumberdaya
manusia, yang dalam hal ini nelayan cumi, Menurut Baskoro (2016) dan
kemudian pengolah dan pedagang cumi, Mustaruddin et al. (2015), faktor manusia
merupakan pelaku langsung kegiatan merupakan penentu utama usaha ekonomi,
perikanan cumi. Baik buruknya kinerja dengan tingkat pengaruh mencapai 45-52 %.
mereka akan menentukan ke-berhasilan Sedangkan menurut Nurdin and Grydehoj
kegiatan perikanan cumi di setiap wilayah (2014), pengembangan sumberdaya manusia
yang menjadi basis pengembangan cumi di menjadi prioritas dari banyak program
Kabupaten Bangka Selatan. Pemerintah di bidang usaha kecil dan
menengah.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 11, No. 3, December 2019 549
Strategi Pengembangan Perikanan . . .

Gambar 3. Hasil analisis prioritas strategi pengembangan perikanan cumi sebagai komoditas
unggulan lokal di Kabupaten Bangka Selatan.

Opsi strategi perbaikan manajemen 3.4. Prinsip Pengelolaan yang


usaha perikanan cumi (MJ-USAHA) menjadi Mendukung Implementasi Strategi
prioritas kedua dalam mendukung pengem- Prioritas
bangan perikanan cumi sebagai komoditas Supaya berhasil maksimal, maka
unggulan lokal. Strategi MJ-USAHA ini implementasi strategi prioritas perlu
dapat membantu nelayan, pengolah, dan didukung oleh prinsip pengelolaan perikanan
pedagang cumi dalam menanaj keuangan dan tangkap yang baik dan bertanggung jawab.
kegiatan operasi perikanan yang dilakukan- Hasil analisis menunjukkan bahwa paling
nya sehingga lebih efisien dan kompetitif tidak ada lima prinsip pengelolaan yang perlu
dalam menghasilkan produk cumi yang diperhatikan dalam implementasi strategi
dibutuhkan pasar. Fitriyashari et al. (2014) pengembangan perikanan cumi di Kabupaten
menyatakan bahwa manajemen usaha yang Bangka Selatan, yaitu: kelestarian sumber-
buruk merupakan penyebab utama usaha daya, kelestarian budaya, akses ekonomi,
perikanan sulit berkembang apalagi untuk partisipatif, serta akuntabilitas dan
memanfaatkan peluang pasar yang potensial. transparansi.
Sedangkan menurut Mustaruddin et al. Prinsip kelestarian sumberdaya, perlu
(2015), manajemen usaha yang baik penting dikedepankan dalam implementasi strategi
untuk meningkatkan kepercayaan konsumen prioritas pengembangan perikanan cumi,
terhadap kegiatan perikanan tangkap. karena pada dasarnya setiap kegiatan pe-
Pengembangan teknologi tepat guna dalam ngelolaan memiliki tujuan untuk meningkat-
operasi penangkapan cumi menjadi strategi kan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena
prioritas ketiganya. Ketiga strategi prioritas itu, kelestarian sumberdaya harus di-
tersebut perlu dilakukan dilakukan secara pertahankan sebagai landasan utama untuk
optimal oleh pihak-pihak terkait di daerah mencapai tujuan tersebut dan menjadi roh
(Kabupaten Bangka Selatan) dan pusat, implementasi strategi prioritas. Pengem-
sehingga kontribusi perikanan cumi sebagai bangan perikanan cumi di Kabupaten Bangka
komoitas unggulan lokal terus meningkat. Selatan diharapkan tidak menyebabkan
Nelayan, pengolah, dan pedagang cumi yang rusaknya fishing ground, spawning ground
ada di wilayah basis pengembangan cumi, dan nursery ground ikan. Selain itu, tidak
dapat menjadi dapat menjadi sasaran utama pula merusak hutan mangrove, terumbu
dari program-program implementasi dari karang, dan padang lamun yang memiliki
ketiga strategi prioritas. keterkaitan ekologis dengan ikan. Kedua,

550 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Baskoro et al.

kelestarian budaya. Strategi pengembangan pengembangan perikanan cumi juga harus


perikanan cumi perlu dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip akuntabilitas dan
memperhatikan kearifan/pengetahuan lokal, transparansi dalam pelaksanaannya.
hukum adat dan aspek kelembagaan lainnya Akuntabilitas artinya segala kebijakan dan
berkaitan dengan kegiatan tersebut yan ada di peraturan yang dikeluarkan oleh Kabupaten
Kabupaten Bangka Selatan. Hal ini harus Bangka Selatan dalam pengelolaan dan
menjadi perhatian penting instansi terkait pengembangan perikanan cumi harus dapat
sehingga program yang digagasnya ber- dipertanggungjawabkan kepada publik. Di
sesuaian dengan tata nilai lokal dan hukum samping itu, segala kebijakan politik, publik
adat yang berlaku di kalangan masyarakat dan peraturan daerah harus transparan dan
pesisir Bangka Selatan. Kesesuaian program dapat diketahui oleh seluruh lapisan
pemerintah dengan kebutuhan kebutuhan masyarakat terutama yang berkaitan dengan
masyarakat dan tata nilai lokal yang pengembangan sarana dan prasarana yang
berkembang akan menjamin efektivitas dan biasanya membutuhkan anggaran besar. Hal
keberlanjutan program di masa mendatang ini penting untuk mewujudkan pemerintahan
(De Freitas and Tagliani, 2009 dan Maryam yang bersih dan bebas dari praktek KKN.
et al., 2012). Sekitar 75 % kepercayaan masyarakat
Ketiga, akses ekonomi. Implementasi terhadap suatu pemerintahan dipengaruhi
strategi prioritas pengembangan perikanan oleh track record yang bersih dan program
cumi hendaknya mampu membuka akses yang pro-rakyat (Nurdin and Grydehoj,
ekonomi yang lebih baik bagi nelayan, 2014).
pengolah, dan pedagang ikan kecil di setiap
wilayah basis pengembangan cumi. Oleh IV. KESIMPULAN
karena dukungan sarana dan prasarana,
seperti tempat pendaratan ikan, tempat Selama periode 2009-2016, produksi
penyimpangan dingin, pabrik es, serta perikanan cumi di Kabupaten Bangka
prasarana jalan dan pelabuhan pendaratan Selatan rata-rata 4187,87 ton dengan nilai
perlu dibenahi, sehingga memudahkan kontribusi mencapai Rp 87.736.058.000
kegiatan produksi dan distribusi produk cumi setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut,
ke pasar tujuan. Menurut Su et al. (2106) sebagian besar merupakan kontribusi bagan
dan Schuhbauer and Sumaila (2016), perahu (63,50%). Wilayah basis
kemudahan akses ekonomi akan mencegah pengembangan perikanan cumi meng-
terjadinya praktek pengaturan harga dan gunakan: (1) bagan tancap adalah Kecamatan
penguasaan pasar oleh kelompok masyarakat Tukak Sadai (LQ = 7,96), Kecamatan Lepar
tertentu dengan memarjinalkan kelompok Pogok (LQ = 3,55), dan Kecamatan Toboali
masyarakat lainnya. Keempat, prinsip (LQ = 2,33), (2) bagan perahu adalah
partisipatif. Implementasi strategi pengem- Kecamatan Kepulauan Pongok (LQ =1,46),
bangan termasuk pada perikanan cumi akan dan (3) pancing cumi adalah Kecamatan
dapat berjalan dengan baik jika melibatkan Simpang Rimba (LQ = 1,93), Kecamatan
partisipasi semua pihak yang terkait Batu Betumpang (LQ = 1,93), Kecamatan
(stakeholders) yaitu pemerintah daerah, Toboali (LQ = 1,65), dan Kecamatan Lepar
dunia usaha, LSM, perguruan tinggi dan Pongok (LQ = 1,51). Sedangkan strategi
masyarakat. Adanya partisipasi seluruh pihak prioritas pengembangan adalah pembinaan
akan mewujudkan rasa memiliki dan sumberdaya manusia perikanan cumi (RK =
tanggungjawab untuk bersama-sama menjaga 0,228; IR = 0,05) di setiap wilayah basis
kelestarian sumberdaya perikanan cumi. pengembangan. Perbaikan manajemen usaha
Kelima, akuntabilitas dan trans- perikanan cumi (RK = 0,205; IR = 0,05)
paransi. Implementasi strategi prioritas menjadi prioritas kedua dalam mendukung

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 11, No. 3, December 2019 551
Strategi Pengembangan Perikanan . . .

pengembangan perikanan cumi sebagai Schuhbauer, A. and U.R. Sumaila. 2016.


komoditas unggulan lokal. Economic viability and small-scale
fisheries - a review. J. of Ecological
DAFTAR PUSTAKA Economics, 124(1): 69-75.
https://doi.org/10.1016/j.ecolecon.201
Baer, C. and T. Brown. 2006. Location 6.01.018
quotients: a tool for comparing Maina, I., S. Katsanevakis, S. Kavadas, and
regional industry compositions. S. Somarakis. 2016. A
Advanced Economic and Market methodological approach to identify
Analysis Group-SRD, Department of fishing grounds: A case study on
Workforce Development. Indiana. 15 Greek trawlers. Fisheries Research,
p. 183(1): 326-339.
Baskoro, M.S. 2016. Atraktor cumi-cumi https://doi.org/10.1016/j.fishres.2016.
rekayasa teknologi pengayaan 06.021
sumberdaya cumi-cumi, efisiensi pe- Maryam, S., E.M. Katiandagho, dan I.J.
nangkapan dan konservasi Paransa. 2012. Pengaruh perbedaan
lingkungan. Departemen PSP FPIK pancing jigs beradium dan berlampu
IPB. Bogor. 35 hlm. terhadap hasil tangkapan sotong di
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Perairan Pantai Sario Tumpaan Kota
Kepulauan Bangka Belitung (DKP). Manado. J. Ilmu dan Teknologi
2017. Statistik perikanan tangkap Perikanan Tangkap, 1(1): 18-21.
tahun 2016. DKP Provinsi Mustaruddin, M.S. Baskoro, dan B.
Kepulauan Bangka Belitung. Purwanto. 2015. Pengembangan
Pangkal Pinang. 42 hlm. investasi usaha perikanan tangkap
De Freitas, M.D. and P.R.A. Tagliani. 2009. unggulan di Bau-bau, Sulawesi
The use of GIS for the integration of Tenggara. Prosiding Seminar
traditional and scientific knowledge Nasional Perikanan Tangkap VI, 22
in supporting artisa-nal fisheries Oktober 2015. Hlm.: 193-207.
management in Southern Brazil. J. of Mustaruddin, Nasruddin, Sadarun, F.
Environmental Management, 90(6): Kurniawan, dan M.S. Baskoro. 2014.
2071–208. Karakteristik perairan dalam
https://doi.org/10.1016/j.jenvman.200 kaitannya dengan pengembangan
7.08.026 usaha perikanan pelagis besar di
Fauzi, A. dan S. Anna. 2002. Evaluasi status Kabupaten Aceh Jaya. Buletin PSP,
keberlanjutan pembangunan 20: 69-80.
perikanan: aplikasi pendekatan Nurdin, N., and A. Grydehoj. 2014. Informal
rapfish (Studi kasus perairan pesisir governance through patron-client
DKI Jakarta). J. Pesisir dan Lautan relation-ships and destructive fishing
Indonesia, 4(2): 36-49. in Spermonde Archipelago,
Fitriyashari A, A. Rosyid, dan D. Ayunita. Indonesia. J. of Marine and Island
2014. Analisis kebutuhan perbekalan Cultures, 3(2): 54–59.
kapal penangkap ikan di Pelabuhan http://doi.org/10.1016/j.imic.2014.11.
Perikanan Pantai Tasikagung, 003
Rembang. J. of Fisheries Resources Pascoe, S., A. Doshi, Q. Dell, M. Tonks, and
Utilization Management and R. Kenyon. 2014. Economic value of
Technology, 3(3): 122-130. recreational fishing in Moreton Bay
and the potential impact of the marine

552 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Baskoro et al.

park rezoning. J. of Tourism Long Islands, Shandong Province,


Management, 41(1): 53-63. China. J. Ocean & Coastal
https://doi.org/10.1016/j.tourman.201 Management, 122(1): 20-29.
3.08.015 http://doi.org/10.1016/j.ocecoaman.2
PEMDA Kabupaten Bangka Selatan. 2011 - 015.11.014
2017. Statistik perikanan tangkap Sumaila, U.R., C. Bellmann, and A. Tipping.
Kabupaten Bangka Selatan. PEMDA 2016. Fishing for the future: An
Kabupaten Bangka Selatan. Toboali. overview of challenges and
PEMDA Kabupaten Bangka Selatan. 2011. opportunities. J. of Marine Policy.
Rencana pembangunan jangka 69(1): 173–180.
menengah di Kabupaten Bangka http://doi.org/10.1016/j.marpol.2016.
Selatan RPJMD 2011-2015. Toboali. 01.003
Rosalina, D., A. Wahyu, dan M. Dini. 2011. Oktariza, W., B. Wiryawan, M.S. Baskoro,
Analisis tangkapan lestari dan pola R. Kurnia, dan S.H. Suseno. 2016.
musim penangkapan cumi-cumi di Model bio-ekonomi perikanan cumi-
Pelabuhan Nusantara Sungailiat- cumi di Perairan Kabupaten Bangka,
Bangka. Maspari J., 2(1): 26-38. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
ttps://doi.org/10.36706/maspari.v2i1. Marine Fisheries, 7(1): 97-107.
1141 http://doi.org/10.29244/jmf.7.1.97-
Saaty, T.L. 1993. Pengambilan keputusan 107
bagi para pemimpin. PT. Pustaka
Binaman Pressindo, Jakarta. 270hlm. Received : 31 January 2019
Su, M.M., G. Wall, and M. Jin. 2016. Island Reviewed : 12 March 2019
livelihoods: fishing and tourism at Accepted : 18 June 2019

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 11, No. 3, December 2019 553

You might also like