Pengaruh Posisi Lereng Terhadap Sifat Fisika Dan Kimia Tanah Pada Inceptisols Di Jatinangor

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/332757400

Pengaruh Posisi Lereng terhadap Sifat Fisika dan Kimia Tanah pada
Inceptisols di Jatinangor

Article · February 2019


DOI: 10.24198/soilrens.v16i2.20858

CITATIONS READS

0 254

4 authors, including:

Mahfud Arifin Apong Sandrawati

29 PUBLICATIONS   9 CITATIONS   
Universitas Padjadjaran
25 PUBLICATIONS   4 CITATIONS   
SEE PROFILE
SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Variable Charge Soils View project

All content following this page was uploaded by Apong Sandrawati on 08 September 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Soilrens, Volume 16 No. 2, Juli – Desember 2018

Pengaruh Posisi Lereng terhadap Sifat Fisika dan Kimia Tanah pada Inceptisols di
Jatinangor
Mahfud Arifin1), Novarina Darmawan Putri2), Apong Sandrawati1), dan Rachmat Harryanto1)
1) Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
2) Alumni Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung Sumedang Km 21 Jatinangor


Korespondensi: [email protected]; [email protected]

ABSTRACT
Slope held a vital role in soil formation and development through erosion, transportation, and
deposition. The degree of the slope determines the flow rate and volume of surface water, while the
slope position determines rate of the erosion. The research aimed to understand the impact of the
slope position against physical (texture, Bulk Density, top soil thickness,) and chemical (pH, Organic
carbon, and cation exchange capacity (CEC)) and the correlation between the top soil thickness to
physical and soil chemical properties. The research was conducted in April to June 2016. The soil
samples were taken from 15-25% slope and three positions: upper slope, middle slope and lower
slope. Each slope was repeated 5 times, hence 15 spots of soil samples were obtained. This research
used descriptive comparative method and stratified purpose sampling as the sampling technique.
The results of T-Student test showed that the slope position influenced the topsoil thickness of 6.91
point in the upper and middle slope and 3.89 point in the middle and lower slope. The results of the
correlation test in each parameter in the upper hill showed there was correlation between top soil
against dust fraction (r=0.826), top soil against clay fraction (r=0.823), and top soil against soil CEC
(r=0.787). The middle slope showed there was correlation between top soil and soil pH (r=0.872) and
topsoil to soil CEC (r=0.790). The lower slope showed there was correlation between top soil and soil
pH (r=0.870).
Key words: soil erosion, Inceptisols, slope position, topsoil

1. PENDAHULUAN menghasilkan bahan yang dapat dipanen


Tanah dalam bidang pertanian diartikan sangat ditentukan oleh tingkat kesuburan
sebagai media tempat tumbuhnya tanaman. tanah. Kesuburan tanah merupakan faktor
Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan penting yang dibutuhkan tanaman untuk
bercampur dengan sisa-sisa bahan organik dapat bertahan hidup dan berproduksi baik.
dan organisme (vegetasi atau hewan) yang Kesuburan tanah sangat ditentukan oleh
hidup di atasnya atau di dalamnya. Selain itu ketersediaan dan jumlah hara yang ada di
di dalam tanah terdapat juga air dan udara. Air dalam tanah. Di lahan pertanian, kadar hara
dalam tanah berasal dari air hujan yang tanah merupakan fungsi dari bahan induk,
ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke iklim, topografi, organisme, vegetasi, dan
tempat lain. Disamping percampuran bahan waktu.
mineral dengan bahan organik, maka dalam Lereng merupakan parameter topografi,
proses pembentukan tanah terbentuk pula dimana lereng memiliki pengaruh yang besar
lapisan-lapisan tanah atau horizon. Definisi terhadap pengolahan atau penggunaan suatu
tanah adalah kumpulan dari benda alam di lahan. Hal ini disebabkan karena sifat faktor-
permukaan bumi yang tersusun dalam faktor pembentuk tanah yang berbeda di
horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan setiap tempat. Menurut Hardjowigeno (2010)
mineral, bahan organik, air, udara, dan hubungan lereng dengan sifat-sifat tanah tidak
merupakan media untuk tumbuhnya tanaman selalu sama di semua tempat. Sebagai salah
(Hardjowigeno, 2010). satu komponen topografi, lereng berperan
Menurut Sutanto (2005), kemampuan penting dalam proses pembentukan dan
tanah sebagai habitat tanaman dan perkembangan tanah melalui proses erosi,

37
Soilrens, Volume 16 No. 2, Juli – Desember 2018

transportasi dan deposisi. Pada daerah yang penggunaan lahan, dan peta geologi. Bahan
tererosi, sifat-sifat tanah akan mengalami lain yang digunakan adalah bahan kimia yang
perubahan Kerusakan yang dialami pada digunakan pada saat analisis sifat-sifat tanah
tanah yang mengalami erosi berupa di laboratorium.
kemunduran sifat-sifat fisik dan kimia.
Peralatan kerja lapangan yang digunakan
Pengaruh besarnya erosi terhadap penurunan
adalah GPS, klinometer, bor tanah, cangkul,
produksi tergantung dari jenis tanaman dan
pisau, kertas deskripsi tanah, ring sampler,
perubahan sifat-sifat fisik dan kimia menurut
kantong plastik, meteran, alat tulis, label, dan
kedalaman tanah.
kamera. Peralatan kerja studio yang
Lereng memiliki beberapa unsur digunakan adalah laptop yang memiliki
diantaranya kemiringan, arah, panjang dan Softwae ArcGIS 10.1, Microsoft Office 2007,
posisi lereng. Kemiringan lereng menentukan dan SPSS 2.0.
besarnya kecepatan aliran permukaan dan
Objek utama penelitian ini adalah lereng
volume air, sedangkan posisi lereng
dengan kemiringan 15 – 25 %. Pengamatan
menentukan besar kecilnya erosi (Asdak,
dilakukan pada 3 (tiga) posisi lereng, yaitu:
2002). Pada lereng atas adanya tumbukan air
atas, tengah, dan bawah. Pengambilan contoh
hujan menyebabkan hancurnya agregat tanah.
tanah dilakukan pada masing-masing posisi
Partikel tanah yang terlepas diangkut oleh
lereng tersebut dengan jumlah contoh tanah 5
aliran permukaan menuruni lereng. Pada
contoh per posisi lereng.
lereng yang lebih bawah, erosi terjadi lebih
besar karena adanya tumbukan air hujan dan Tahap pertama adalah studi pustaka dan
aliran permukaan dari lereng atasnya pengumpulan data-data sekunder yang
sehingga tanah yang terangkut lebih banyak. dibutuhkan berupa peta-peta dasar. Kemudian
Selama terjadi aliran permukaan, air akan dilakukan penentuan pengambilan dan jumlah
terkumpul di lereng bawah dan akan terjadi titik sampel tanah. Tahap kedua yaitu pra
pengendapan dari tana yang tererosi. Hal survey dilakukan untuk melihat dan mencari
tersebut mengakibatkan permukaan tanah di daerah yang cocok dan dapat mewakili daerah
lereng bawah lebih tebal sehingga lereng tersebut untuk dilakukan penelitian. Dengan
bawah akan memiliki sifat fisik dan kimia tiga posisi lereng dan dilakukan lima kali
tanah yang lebih baik dibandingkan dengan ulangan sehingga mendapatkan 15 titik
lereng atasnya. Pengaruh akibat terjadinya pengamatan. Hasil dari kegiatan pra survei ini
erosi akan menyebabkan perubahan dan berupa arahan mengenai lokasi yang sesuai
terganggunya sifat-sifat fisik dan kimia tanah. dengan tujuan penelitian.
Tahap survei dilakukan dengan
2. METODOLOGI mengamati kondisi lapangan dan mengambil
sampel tanah. Pengambilan contoh tanah pada
Penelitian terdiri atas kegiatan
setiap titik pengamatan dilakukan dengan
pengamatan di lapangan dan analisis di
menggunakan bor untuk sampel tekstur, pH
laboratorium. Lokasi survei lapangan
tanah, KTK tanah, dan C-organik tanah,
dilaksanakan di lahan Ciparanje, Kecamatan
diambil pada kedalaman 0-30 cm dan untuk
Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
pengambilan sampel bobot isi menggunakan
Kegiatan analisis sifat-sifat tanah dilakukan di
ring sampler yang selanjutnya akan diuji ke
laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan
laboratorium. Untuk pengamatan ketebalan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian
topsoil dilakukan di lapangan dengan
UNPAD.
membuat minipit.
Bahan-bahan yang digunakan adalah peta
Tahap terakhir adalah tahap pengolahan
dasar dan peta tematik, berupa peta topografi,
data. Pada tahap ini dilakukan uji statistik T-
peta kemiringan lereng, peta curah hujan, peta Student untuk mengetahui perbedaan nilai-

38
Soilrens, Volume 16 No. 2, Juli – Desember 2018

nilai dari parameter tanah yang diamati pada Tabel 1 Pengaruh posisi lereng terhadap
posisi lereng yang berbeda. Selanjutnya fraksi tanah (pasir, debu, dan liat)
dilakukan uji regresi untuk mengetahui Posisi
Pasir (%) Debu (%) Liat (%)
hubungan antara ketebalan topsoil dengan Lereng
parameter tanah. Atas 7,58a 45,3a 39,2a
Tengah 8,20a 47,0a 35,6a

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Tengah 8,20a 47,0a 35,6a


Bawah 8,06a 41,2a 42,6a
3.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian
Atas 7,58a 45,3a 39,2a
Penelitian ini dilakukan di lahan Ciparanje Bawah 8,06a 41,2a 42,6a
Universitas Padjadjaran 107o76’83,9” BT – Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang
107o76’90,7” BT dan 06o91’21,9” LS – sama menunjukan tidak berbeda
nyata. Angka dengan huruf berbeda
06o91’31,4” LS. Lokasi penelitian terletak di menyatakan berbeda nyata menurut
kaki Gunung Manglayang, Desa Cileles, uji T-Student pada taraf kepercayaan
95%.
Kecamata Jatinangor, Kabupaten Sumedang.
Lokasi penelitian berada pada ketinggian Asdak (2002) menyatakan bahwa fraksi
antara 830 – 863 M dpl. Kemiringan lereng liat menjadi indikator tingkat erosi. Liat
pada wilayah ini adalah 0-8% (datar), 8-15% merupakan fraksi dengan ukuran terkecil
(landai), 15-25% (agak curam), 25-40% sehingga lebih mudah ditransportasikan pada
(curam), dan > 40% (sangat curam). saat kejadian erosi. Hal ini akan berpengaruh
Kemiringan lereng 15-25% memiliki luas 2,07 kepada tingginya persentase liat pada posisi
Ha. Jenis tanah pada daerah penelitian adalah lereng bawah. Berdasarkan hasil pengukuran,
Inceptisols. nilai persentase liat lebih tinggi di posisi
lereng bawah, namun secara statistik tidak
Berdasarkan data curah hujan dalam menunjukkan perbedaan yang nyata.
kurun waktu 2005-2015 menunjukkan bahwa Penambahan jumlah ulangan contoh tanah
lahan Ciparanje memiliki rata-rata curah dapat disarankan untuk pelaksanaan peneliti-
hujan 2.210,69 mm/tahun. Lahan Ciparanje an selanjutnya.
memiliki penggunaan lahan yang beragam
yaitu sawah tadah hujan, sawah irigasi, kebun Pengaruh erosi dapat dilihat dari
campuran, padang rumput, hutan campuran, ketebalan topsoil (Arsyad, 2010). Berdasarkan
semak belukar, bangun dan sebagainya. Lahan Tabel 2 ketebalan topsoil di lereng atas dengan
hutan campuran di lokasi penelitian lereng tengah berbeda nyata dan ketebalan
didominasi oleh tanaman tahunan dan semak. topsoil di lereng tengah dengan lereng bawah
berbeda nyata. Sedangkan, pada lereng atas
3.2 Pengaruh Posisi Lereng terhadap Sifat dengan lereng bawah tidak beda nyata. Posisi
Fisik Tanah lereng atas merupakan lereng yang memiliki
nilai rata-rata ketebalan topsoil yang lebih
Sifat fisika tanah yang diukur adalah fraksi tinggi dibandingkan dengan posisi lereng
tanah (pasir, debu, dan liat), ketebalan top soil, tengah dan lereng bawah. Posisi lereng tengah
dan bobot isi. Analisis t-student dilakukan merupakan lereng yang memiliki nilai rata-
untuk mengetahui pengaruh antara sifat fisik rata ketebalan topsoil yang paling rendah
tanah pada lereng atas, lereng tengah dan dibandingkan dengan lereng atas dan lereng
lereng bawah. Tabel 1 merupakan hasil bawah.
analisis beda nyata terhadap persentase fraksi
tanah (pasir, debu, dan liat). Hasil analisis Pada lereng bawah proses erosi yang
menunjukkan bahwa posisi lereng tidak terjadi tidak sebesar di lereng tengah serta
berpengaruh nyata terhadap persentasi fraksi- terdapatnya deposisi partikel tanah dari
fraksi tanah baik pasir, debu ataupun liat. lereng atasnya sehingga pada posisi lereng ini
memiliki topsoil yang tebal. Menurut Arsyad

39
Soilrens, Volume 16 No. 2, Juli – Desember 2018

(2010) lereng yang semakin curam akan posisi lereng tidak berpengaruh nyata
memperbesar kecepatan aliran permukaan terhadap sifat-sifat kimia tanah baik kadar C-
yang akan memperbesar energi angkut organik, pH tanah, maupun KTK tanah.
permukaan. Energi terbesar dari aliran
Bahan organik merupakan salah satu sifat
permukaan akan terjadi pada lereng tengah,
tanah yang dapat mempengaruhi erosi
dimana posisi lereng ini sebagai area
(Arsyad, 2010). Banuwa dan Buchari (2010)
transportasi. Oleh karena itu, kehilangan
menambahkan bahwa salah satu material
topsoil akan lebih tinggi pada lereng tengah
yang terangkut pada saat erosi di permukaan
(ketebalan topsoil paling rendah).
tanah adalah bahan organik (yang dapat
dinyatakan dalam % C-organik). Pada proses
Tabel 1 Pengaruh posisi lereng terhadap
erosi, bahan organik berupa fraksi koloid
ketebalan topsoildan bobot isi tanah
tanah terangkut bersama dengan liat dan debu
Posisi Top soil Bobot Isi halus (fraksi halus) dalam bentuk agregat
Lereng (cm) (g/cm3)
tanah. Oleh karena itu, kadar bahan organik
Atas 31,54b 1,18a yang tidak berbeda nyata pada setiap posisi
Tengah 18,98a 1,15a lereng sejalan dengan jumlah fraksi halus yang
Tengah 18,98a 1,15a juga tidak berbeda nyata.
Bawah 29,58b 1,17a
Tabel 3 Pengaruh posisi lereng terhadap sifat
Atas 31,54a 1,18a
kimia tanah (pH, C-organik, dan
Bawah 29,58a 1,17a KTK)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang
sama menunjukan tidak berbeda nyata. Posisi C-organik KTK
pH
Angka dengan huruf berbeda menyata- Lereng (%) (me/100g)
kan berbeda nyata menurut uji T-
Student pada taraf kepercayaan 95% Atas 0,47a 6,19a 22,34a
Tengah 0,42a 6,25a 22,98a
Parameter sifat fisika lain yang diamati
adalah nilai bobot isi tanah. Berdasarkan Tengah 0,42a 6,25a 22,98a
Tabel 2 posisi lereng tidak berpengaruh Bawah 0,46a 6,49a 23,09a
terhadap nilai bobot isi tanah. Bobot isi tanah
Atas 0,47a 6,19a 22,34a
sering diintrepretasikan sebagai nilai
kepadatan tanah yang dipengaruhi oleh Bawah 0,46a 6,49a 23,09a
beberapa faktor, seperti: pengolahan tanah, Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang
sama menunjukan tidak berbeda nyata
tekstur, kadar bahan organik (C-organik), menurut uji T-Student pada taraf
stuktur, dan kadar air tanah (Sarief, 1989). kepercayaan 95%.

Dalam hal ini, proses erosi tidak berpengaruh


langsung terhadap nilai bobot isi. Salah satu Berdasarkan Tabel 3, nilai rata-rata pH
faktor yang dipertimbangkan adalah tekstur tanah pada lokasi penelitian cenderung
dan nilai persentase fraksi tanah. Berdasarkan rendah namun pada lereng bawah dengan
analisis pada Tabel 1, posisi lereng tidak nilai pH 6,49 dapat dikatakan netral. Nilai pH
berpengaruh terhadap nilai persentase fraksi tidak berbeda nyata pada posisi lereng yang
tanah, oleh karena itu, nilai bobot isi juga tidak berbeda. Salah satu faktor yang
berbeda nyata. mempengaruhi kemasaman (pH) tanah adalah
nilai C-organik (Thomas and Hargrove, 1984).
3.3 Pengaruh Posisi Lereng terhadap Sifat Nilai pH yang tidak berbeda nyata pada setiap
Kimia Tanah posisi lereng sejalan dengan nilai C-organik
yang tidak berbeda nyata juga.
Sifat kimia yang dianalisis adalah C-
organik, pH, dan KTK. Hasil analisis statistik Nilai KTK tanah pada lokasi penelitian
uji T-student (Tabel 3) menunjukkan bahwa cukup tinggi, berkisar antara 20,49-26,42

40
Soilrens, Volume 16 No. 2, Juli – Desember 2018

me/100 g. Menurut Hardjowigeno (2010) nilai 3.4 Hubungan antar Parameter


KTK tanah dipangaruhi oleh kandungan bahan
3.4.1 Ketebalan Topsoil dengan Tekstur
organik dan jenis liat. Indranada (1994)
Tanah
menambahkan bahwa KTK pada tanah di
lingkungan tropis juga dipengaruhi oleh pH. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa
Hal ini disebabkan adanya muatan variabel terdapat hubungan antara ketebalan
yang tergantung pH (pH dependent charge) Topsoildengan fraksi debu dan ketebalan
selain muatan permanen tanahnya. Nilai C- Topsoildengan fraksi liat di lereng atas.
organik dan pH yang tidak berbeda nyata pada Hubungan antara ketebalan Topsoildengan
setiap posisi lereng sejalan dengan nilai KTK fraksi debu dan liat dapat dilihat pada Gambar
yang tidak berbeda nyata. 1.

60 60
50 50
Fraksi Debu (%)

Fraksi Liat (%)


40 40
30 Y = - 19,795 + 2,0639X 30
R² = 0,6823 r = 0,826
20 20 Y = 124,5 - 2,7045X
R² = 0,6768 r = -0,823
10 10
0 0
27 32 37 27 32 37
Top Soil (cm) Top Soil (cm)

a b
Gambar 1 Hubungan Ketebalan Topsoildengan Fraksi Debu di Lereng Atas (a), Fraksi Liat di
Lereng Atas (b)

Berdasarkan Gambar 1 (a) Koefisien Gambar 1 (b) menjelaskan Koefisien


korelasi dengan nilai r = 0,826 menunjukkan korelasi dengan nilai r = -0,823 menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang kuat antara bahwa terdapat hubungan yang kuat antara
ketebalan topsoildengan fraksi debu pada ketebalan topsoildengan fraksi liat pada lereng
lereng atas. Nilai R2 menunjukkan bahwa atas. Kandungan fraksi liat sebesar 67,7%
ketebalan topsoilmemengaruhi fraksi debu dipengaruhi oleh ketebalan topsoildan sisanya
sebesar 68,2% dan sisanya dipengaruhi oleh dipengaruhi oleh faktor lain yang belum
faktor lain, dimana hubungan yang terjadi diketahui. Hubungan yang terjadi pada posisi
pada posisi lereng atas adalah semakin tebal lereng atas adalah semakin tebal topsoilmaka
topsoilmaka semakin tinggi persentase fraksi semakin rendah persentase fraksi liat pada
debu pada daerah tersebut. Terdapatnya daerah tersebut.
hubungan disebabkan karena fraksi debu
Menurut Hardjowigeno (2010) tanah-
merupakan partikel atau bahan tanah yang
tanah dengan tekstur kasar seperti pasir dapat
peka terhadap erosi. Pada posisi lereng atas
tahan terhadap erosi karena memilki butiran-
banyak air ditahan dipermukaan tanah
butiran yang besar (kasar) sehingga
sehingga pada bagian ini merupakan lereng
memerlukan lebih banyak tenaga untuk
yang paling stabil. Pada bagian lereng atas
mengangkutnya. Begitu pula pada tanah
erosi belum terlalu kuat sehingga fraksi debu
dengan tekstur halus seperti liat, tahan
kemungkinan akan lebih tinggi di lereng atas
terhadap erosi karena daya kohesi yang kuat
dibandingkan dengan posisi lereng lainnya.
dari liat tersebut sehingga gumpalan-

41
Soilrens, Volume 16 No. 2, Juli – Desember 2018

gumpalannya sulit dihancurkan. Tekstur tanah 3.4.2 Hubungan antara Ketebalan


yang paling peka terhadap erosi adalah pasir Topsoildengan pH tanah
sangat halus dan debu. Oleh sebab itu maka
Hasil analisis regresi hubungan antara
semakin tinggi kandungan debu dalam tanah
ketebalan topsoil dengan pH tanah di lereng
maka akan semakin peka tanah tersebut
atas adalah terdapat hubungan yang kuat
terhadap erosi. antara parameter tersebut (Gambar 2).

6.9 6.9
6.7 6.7
6.5 6.5

pH tanah
pH tanah

6.3 6.3
6.1 6.1 Y = 7,7241 - 0.0417X
5.9 Y = 5,3964 + 0.045X 5.9 R² = 0.757 r = -0,870
R² = 0.7606 r = 0,872
5.7 5.7
5.5 5.5
14 19 24 29 20 25 30 35
Top Soil (cm) Top Soil (cm)

a b
Gambar 2 Hubungan Ketebalan Topsoildengan pH Tanah di Lereng Tengah (a), Lereng Bawah (b)

Berdasarkan Gambar 2 (a) Koefisien ionisasi air meninggalkan ion H, yang


korelasi dengan nilai r = 0,872 menunjukkan kemudian menduduki muatan-muatan
bahwa terdapat hubungan yang kuat antara permukaan koloid. Akibatnya melalui proses
ketebalan topsoil dengan pH tanah pada lereng dissosiasi H koloid ke H+ larutan tanah, pH
tengah. Berdasarkan hasil analisis maka dapat tanah menjadi turun (Hanafiah, 2007).
dinyatakan bahwa pada posisi lereng tengah,
Menurut Hanafiah (2007) nilai pH tanah
semakin tebal topsoil maka semakin tinggi
dipengaruhi oleh dekomposisi bahan organik,
nilai pH tanah pada daerah tersebut.
bahan induk, pengendapan, vegetasi dan
Gambar 2 (b) menjelaskan bahwa kedalaman tanah. Aktivitas dari mikroorga-
koefisien korelasi dengan nilai r = -0,870 nisme untuk mendekomposisikan bahan
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang organik banyak terjadi pada lapisan top soil,
kuat antara ketebalan topsoil dengan pH tanah dari hasil dekomposisi tersebut dapat
pada lereng bawah, dimana nilai pH tanah memengaruhi nilai pH tanah. Pada lahan
sebesar 75,7% dipengaruhi oleh ketebalan dengan curah hujan tinggi, umumnya
topsoil dan sisanya dipengaruhi oleh faktor kemasaman tanahnya dapat meningkat sesuai
lain. Hubungan yang terjadi pada posisi lereng dengan kedalaman lapisan tanah, sehingga
bawah adalah semakin tebal topsoil maka kehilangan topsoil karena erosi dapat
semakin rendah nilai pH tanah pada daerah menyebabkan tanah menjadi lebih masam.
tersebut.
Posisi lereng bawah merupakan tempat 3.4.3 Hubungan antara Ketebalan Topsoil
dimana terjadinya proses sedimentasi bahan- dengan KTK Tanah
bahan tanah dan air dari lereng diatasnya, Hasil analisis regresi hubungan antara
pada posisi ini nilai pH tanah akan semakin ketebalan topsoil dengan KTK tanah adalah
rendah karena terdapat ionisasi air. Pada terdapat hubungan yang kuat antara kedua
kondisi ini, muatan-muatan negatif yang variabel tersebut. Hubungan antara ketebalan
kosong akibat hilangnya basa-basadd yang topsoildengan KTK tanah di lereng atas dan
umumnya berikatan dengan hidroksil hasil tengah dapat dilihat dari Gambar 3.

42
Soilrens, Volume 16 No. 2, Juli – Desember 2018

27 27

25 25 Y = 33,427 - 0.6498X

KTK (me/10g)
KTK (me/100g)

R² = 0.6253 r = -0,790
23 23
21 21
Y= 6,459 + 0.5032X
19 R² = 0.6191 r = 0,787
19
17 17
27 32 37 14 19 24 29
Top Soil (cm) Top Soil (cm)
a b
Gambar 3 Hubungan antara Ketebalan Topsoildengan KTK Tanah di Lereng Atas (a), Lereng
Tengah (b)

Berdasarkan Gambar 3 (a) koefisien ketebalan topsoilyang rendah sehingga sifat-


korelasi dengan nilai r = 0,787 menunjukkan sifat tanah pada daerah ini kurang baik.
bahwa terdapat hubungan yang kuat antara
Nilai KTK tanah menunjukkan
ketebalan topsoildengan KTK tanah pada
kemampuan tanah dalam menjerap dan
lereng atas, dimana KTK tanah sebesar
mempertukarkan kation dalam tanah.
61,91% dipengaruhi oleh ketebalan topsoildan
Semakin tinggi nilai KTK tanah maka semakin
sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang
banyak kation yang dapat ditukar. Tinggi
belum diketahui. Hubungan yang terjadi pada
rendahnya nilai KTK tanah ditentukan oleh
posisi lereng atas adalah semakin tebal
kandungan liat dan bahan organik pada tanah
topsoilmaka semakin tinggi nilai KTK tanah
tersebut. Tanah yang memiliki nilai KTK tinggi
pada daerah tersebut.
akan menyebabkan lambatnya perubahan pH
Gambar 3 (b) menjelaskan koefisien tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan
korelasi dengan nilai r = -0,790 menunjukkan organik atau kandungan liat yang tinggi akan
bahwa terdapat hubungan yang kuat antara memiliki nilai KTK yang lebih tinggi daripada
ketebalan topsoildengan KTK tanah pada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik
lereng tengah, dimana nilai KTK tanah sebesar yang rendah dan tanah-tanah yang berpasir
62,53% dipengaruhi oleh ketebalan topsoildan (Hardjowigeno, 2003).
sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang
belum diketahui. Dapat dilihat pada Gambar 3. 4. KESIMPULAN
bahwa hubungan yang terjadi pada posisi
Posisi lereng berpengaruh terhadap
lereng tengah adalah semakin tebal
ketebalan top soil, tetapi tidak berpengaruh
topsoilmaka semakin rendah nilai KTK tanah
terhadap tekstur tanah, bobot isi tanah, pH
pada daerah tersebut.
tanah, kandungan C-organik tanah dan KTK
Nilai KTK tanah pada posisi lereng tengah tanah. Pada lereng atas terdapat hubungan
semakin menurun karena pada posisi lereng yang kuat antara ketebalan topsoil dengan
ini memiliki ketebalan topsoilyang paling fraksi debu (r = 0,826), terdapat hubungan
rendah sehingga kandungan liat dan bahan yang kuat antara ketebalan topsoil dengan
organik yang lebih sedikit daripada lereng fraksi liat (r = -0,823), terdapat hubungan
lainnya. Pada lereng ini terjadi proses erosi yang kuat antara ketebalan topsoil dengan
yang cukup besar seperti proses KTK tanah (r = 0,787). Pada lereng tengah
pengangkutan dan transportasi bahan-bahan terdapat hubungan yang kuat antara
tanah, sehingga pada daerah ini memiliki ketebalan topsoildengan pH tanah (r = 0,872),

43
Soilrens, Volume 16 No. 2, Juli – Desember 2018

terdapat hubungan yang kuat antara


ketebalan topsoildengan KTK tanah (r = -
0,790). Pada lereng bawah terdapat hubungan
yang kuat antara ketebalan topsoil dengan pH
tanah (r = -0,870).

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air.


Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Cetakan Ketiga.

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan


Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.

Banuwa, I.S. dan H. Buchari. 2010. C-


tersimpan pada berbagai pola
usahatani berbasis kopi. Dalam
Sinukaban, N dkk (Eds). Prosiding
Seminar Nasional Masyarakat
Konservasi Tanah dan Air Indonesia.
Jambi, 24-25 Nopember 2010. Hal. 3-
595 – 3-609.

Hanafiah, K. A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.


PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Harjdowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan


Pedogenesis. Akademika Pressindo,
Jakarta.

Harjdowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah.


Akademika Pressindo, Jakarta.

Indranada, H. K. 1994. Pengelolaan Kesuburan


Tanah. Bumi Aksara. Jakarta

Sutanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah –


Konsep dan Kenyataan. Kanisius,
Yogyakarta.

Thomas, G.W. and Hargrove, W.L. 1984. The


chemistry of soil acidity. In Adams, F
(Ed). Soil Acidity and Liming Second
edition. Wisconsin (USA): American
Society of Agronomy Inc.

44

View publication stats

You might also like