Karakteristik Batubara Formasi Warukin Dalam Pembentukan CBM Di Wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan
Karakteristik Batubara Formasi Warukin Dalam Pembentukan CBM Di Wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan
Karakteristik Batubara Formasi Warukin Dalam Pembentukan CBM Di Wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan
1, Januari 2017:14-26
Abstract
Increasing world oil prices have a huge impact on national energy needs. Indonesia's economic growth requires the
development of alternative energy sources based on 10 basin assessments in Indonesia, coal methane gas potential is
estimated to reach 337 TCF of gas in place (Advanced Resources International, inc). The research location is located
in the Basin of Asam-Asam,South Kalimantan. Targeted research on the Miocene Warukin Formation. The data
used to evaluate Coal Methane Gas potential include surface geology data and coal sample analysis, as well as
characteristics of regional anomaly bouger for South Kalimantan. The development of cleats and fractures in coal at
the observation site can be classified into high-intensity vitamite-rich coal categories. Coal Warukin Formation has
an average Rv value = 0.56% with standard deviation 0.02%. and is ranked in sub-bituminous coal rank. While for
other Warukin Formation coal has an average Rv value = 0.58% and entered in rank (bit) bituminous coal with type
of methane gas is the type of bio & thermogenic gas mixture. When viewed from the thick layer of coal and gas type,
the Warukin Formation coal in the location of research is quite interesting when included in the coal resources of
economical coal methane gas.
Keywords: Coalbed Methane, coal, coal methane gas, CBM
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Naiknya harga minyak dunia memberikan pengaruh sangat besar pada kebutuhan energi nasional.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia membutuhkan pengembangan sumber energi alternative. Berdasarkan
aplikasi yang dikembangkan oleh Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
bekerja sama dengan NEDO (Jepang), maka besarnya sumberdaya energi batubara di Indonesia
meningkat, yang sebelumnya sebesar 26 miliar ton menjadi 65,4 miliar ton. Sedang cadangan dari 2,6
miliar ton menjadi 12 miliar ton, tersebar di 19 propinsi (Depart. ESDM, 2007). Peningkatan cadangan ini
berpengaruh terhadap besarnya sumber daya alam gas metana batubara (CBM) yang terkandung di
dalamnya sebagai sumber daya energi alternative.
Pada dasarnya CBM merupakan energi alternatif yang berasal dari batubara yang belum dikembangkan
di Indonesia. Data saat ini menunjukkan potensi CBM di seluruh Indonesia menempati urutan ke-4 di
dunia (453,3 tcf). Dengan potensi yang sedemikian besar dan pengembangannya yang relatif mudah,
CBM merupakan salah satu sumber energi yang cukup bisa diandalkan.
14
Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit, Vol. 2, No. 1, Januari 2017:14-26
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Gas Metana Batubara
Cekungan yang mengandung metana antara 500 – 600 Standard Cubic Feet per Ton (SCF/ton) memiliki
nilai komersial yang sangat menguntungkan, selama ter-dapat permeabilitas reservoar dan kisaran
desorption yang cukup (US DOE, 2004). Gas metana batubara (CH4) adalah natural gas yang di produksi
oleh lapisan batubara, yakni mengandung 90 % gas metana dan 10 % gas lainnya seperti carbon dioksida
& nitrogen. Gas terproduksi biasanya mempunyai laju dan tekanan yang rendah. Gas metana batubara
terbentuk akibat dari proses biologi dan proses thermal (gambar 1). Gas metana batubara sbanyak 90%
terkonsentrasi didalam matriks batubara, sedangkan 10% sisanya teradsorpsi di dalam rekahan
batubara(cleat) atau terlarut dalam air yang terjebak di dalam rekahan di dinding. Metana yang muncul
ke permukaan batubara akan di lepaskan, gas methane akan mengalir ke rekahan dan sampai ke sumur
bor atau bermigrasi ke permukaan. Gas metana di batubara dapat berupa gas bebas, gas terlarut didalam
air dan batubara atau gas yang meresap di permukaan batubara
15
Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit, Vol. 2, No. 1, Januari 2017:14-26
Proses Biogenic gas yang terbentuk oleh aktivitas organisme pada tahap awal pembentukan batubara,
dari gambut – lignit hingga subbituminus (Ro <0.5%). Biogenic Gas dihasilkan akibat aktifitas bakteri di
dalam CO2, dimana metabolisme Methanogens (Bakteri Anaeorobik) menggunakan H2 dan CO2 untuk
mengkonversi Acetate menjadi Methane. Mekanisme Hydrologi juga ikut menstimulasi pertumbuhan
aktifitas bakteri di dalam air tanah, melewati permukaan batubara dan “ clinker “ (dalam jumlah yang
banyak).
Proses Thermogenic terjadi pada saat terjadinya proses pembatubaraan yang lebih tinggi yaitu pada rank
subbituminus A – high volatile bituminous keatas (Ro > 0.6%). Proses bituminisasi akan menghasilkan
batubara yang lebih kaya akan karbon dengan membebaskan sejumlah zat terbang utama yaitu CH4,
CO2 dan air. Gas-gas ini terbentuk secara cepat sejak rank batubara mencapai high volatile bitu- minus
hingga mencapai puncaknya di low volatile bituminus (Ro = 1.6%). Melalui sejumlah reaksi kimia
(thermogenic) atau karena bakteri (biogenic) gas methan ini dihasilkan dan disimpan dalam lapisan
batubara. Pada batubara dengan rank lebih tinggi gas terbentuk karena proses thermogenic, sedangkan
pada batubara dengan rank lebih rendah gas terbentuk karena proses pembusukan material organik oleh
bakteri. Lapisan batubara berperan sebagai sumber gas dan sekaligus reservoir. Karena lapisan batubara
mempunyai permukaan butiran yang relatif besar, maka batubara dapat menyimpan gas hingga 6 - 7 kali
lebih besar daripada batuan dalam reservoir gas konvensional. Akumulasi gas in place akan terdapat
paling banyak pada batubara peringkat bituminous,.
3. METODOLOGI
Dalam penelitian ini metoda pendekatan yang dilakukan adalah mengkompilasi data sekunder dengan
data primer berpa data hasil survey lapangan, untuk dianalisis dan diinterpretasi bawah permukaan
sehingga dapat memberi gambaran kondisi geologi bawah permukaan yang mendekati sebenarnya. Data
permukaan yang di gunakan adalah kondisi batubara di permukaan baik scara litologi, stratigrafi dan
struktur geologi. Conto batubara di ambil dilapangan pada saat survey lapangan. Kondisi batubara
bawah permukaan akan dapat di identifikasi dan diklasifikasikan dengan menggunakan hasil analisis
geofisika dengan menggunakan gravity , yang dikombinasikan dengan data log bor yang ada di daerha
penelitian. Data log bor diperoleh dari hasil pengeboran yang dilakukan oleh pihak pemilik
pertambangan di daerah tersebut.
16
Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit, Vol. 2, No. 1, Januari 2017:14-26
17
Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit, Vol. 2, No. 1, Januari 2017:14-26
Gambar 3 Singkapan batubara Formasi Warukin Gambar 4 Frakcture pada Singkapan Batubara
di Lokasi Pengamatan 1, daerah Asam Asam Formasi Warukin di Lokasi Pengamatan 2, daerah
Ata
Gambar 5 Singkapan Batubara tanpa sulfur pada Gambar 6. Singkapan Batubara dengan indikasi
Formasi Warukin di Lokasi Pengamatan 3A, di sulfur denganadanya pyrite pada Formasi
daerah Senakin Warukin di Lokasi Pengamatan 3B, di daerah
Senakin
Dalam penelitian ini, contoh batubara diambil dengan cara grab sampling di lokasi pengamatan. Bongkah-
bongkah batubara dari conto-conto tersebut pemerian untuk mengetahui lebih teliti tentang warna, kilap,
pola rekahan dan pecahan, serta gejala-gejala lainnya yang masih dapat diamati secara megaskopis. Pada
umumnya batubara berwarna hitam kecoklatan sampai hitam mengkilat dengan perkembangan intensif
dari “cleat” dan rekahan lainnya. Kemudian dilakukan pengukuran scan line di setiap lokasi pengamatan
dilapangan.
18
Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit, Vol. 2, No. 1, Januari 2017:14-26
1) Pada Lokasi 3B Formasi Warukin, pengukuran scanline sepanjang hampir 80 cm, didapat hasil :
Deskripsi Singkapan
Arah jurus dan kemiringan Face cleat N 146° E /87°
Butt Cleat N 55° E /78°
Jumlah/cm Face cleat 6 - 12/80
Butt Cleat 12 - 16/80
Jarak (cm) Face cleat 5 - 10
Butt Cleat 4 - 10
Roughness rude
Pengotor pirit, resin
2) Pada lokasi 2 Formasi Warukin, pengukuran scanline sepanjang 80 cm, didapat hasil :
Deskripsi Singkapan
N 240° E /82°
Arah jurus dan kemiringan Face cleat
Butt Cleat N 150° E /70°
Jumlah/cm Face cleat 18 - 22/80
Butt Cleat 12 - 22/80
Jarak (cm) Face cleat 3-7
Butt Cleat 5 - 12
Roughness rude
Pengotor pirit, resin
Berdasarkan intensitasnya, perkembangan cleat dan rekahan pada batubara di lokasi pengamatan dapat
digolongkan ke dalam kategori batubara kaya vitrinite dengan intensitas tinggi. Dalam penelitian ini juga
dilakukan pengukuran kedudukan (strike/dip) “face cleat” di lapangan. Khusus data pengukuran di
Formasi Warukin, data pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel 3 Kedudukan Face Cleat
No N 0E / 0 No N 0E / 0 No N 0E / 0 No N 0E / 0
19
Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit, Vol. 2, No. 1, Januari 2017:14-26
”Butt cleat” tampil lebih rapat dan seakan-akan tidak beraturan. Namun, untuk mengetahui kedudukan
umumnya, telah dilakukan pengukuran kedudukan bidang ”butt cleat” seperti terlihat pada Tabel 4 di
bawah ini.
Tabel 4 Kedudukan Butt cleat
No N 0E / 0 No N 0E / 0 No N 0E / 0 No N 0E / 0
Dari hasil analisa struktur diketahui bahwa bidang-bidang ”face cleat” menunjukkan 2 jurus umum yaitu
sekitar N 1460 E (utama) dan sekitar N 1480 E (minor). Arah jurus utama ”cleat” ini ternyata tegak lurus
dengan arah umum perlapisan batubara di daerah penelitian. Sementara ”butt cleat” memperlihatkan
juga terdapat dua jurus yakni N 2400 E dan N 2380 E, walaupun datanya perlu dicermati karena kurang
sesuai dengan sifat-sifat ”butt cleat” yang biasanya tidak beraturan.
Cleat (Face)
Liptinite Vitrinite
Vitrinite
Liptinite
Cleat (Face)
0 0.05 mm
0 0.05 mm
F3-3 F3-4
Liptinite Vitrinite
Cleat (Butt)
Cleat (Butt) Cleat (Face)
Vitrinite Pyrites
0 0.05 mm 0 0.05 mm
F3-5 F3-6
Maceral Image of ATA-02 Coal under Reflected White Light Microsopy, objective 50x oil
20
Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit, Vol. 2, No. 1, Januari 2017:14-26
COAL PETROGRAPHY
Yell-
DS.02 25.2 69.9 4.7 1.2
yell/lto
Warukin OC Brigth
DS.03 22.8 74.4 1.3 1.5 Yell/lto
Liptinite
Vitrinite Liptinite
Vitrinite
Fracture
Liptinite Liptinite Inertinite
Vitrinite
Fracture
Inertinite
Vitrinite
0 0.05 mm 0 0.05 mm
F1-5 F1-6
F1-; F1-4; F1 -5; F1 -6 : The fractures (black) are the result of desiccation during and after preparation.
Maceral Image of Satui -01 Coal under Reflected Light Microsopy , objective 50x oil
Hasil dari analisa maseral menunjukkan bahwa batubara dari daerah penelitian tersusun sebagian besar
dari vitrinite dengan sedikit liptinit, inertinit dan mineral matter. Kelompok maseral Vitrinite yang menjadi
penyusun utama batubara ini dengan kandungan lebih dari 57 % umumnya didominasi oleh maseral
Telocollinite seperti terlihat dalam lampiran. Kelompok maseral Inertinite terdapat 2,40 % yang umumnya
terdiri dari maseral-maseral Sclerotinite, Semi-fusinite, dan Inertodetrinite. Sementara kelompok maseral
Liptinite terdapat 32,40 % dan umumnya terdiri dari maseral-maseral Resinite, Sporinite Cutinite,
21
Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit, Vol. 2, No. 1, Januari 2017:14-26
Liptodetrinite, dan Alginite. Contoh batubara ini mengandung 3,0% mineral matter, yang terdiri dari Pyrite
dan Clay.
Dari 30 kali pengukuran reflektansi vitrinit diperoleh hasil bahwa batubara daerah penelitian
mempunyai nilai Rv rata-rata = 0.56% dengan simpangan baku 0.02%. dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa batubara tersebut termasuk peringkat (rank) sub-bituminous coal.
Gas metana batubara (coalbed methane) mampu di produksi dari batubara berkualitas rendah, seperti
contohya di Powder River Basin USA, maka batubara Formasi Warukin yang relative berkualitas rendah
(sub bituminous dengan kisaran Ro 0.78%) menjadi menarik untuk di masukankan ke dalam potensi
sumberdaya ekonomis.
Berdasarkan data-data literatur yang yang tersedia dan hasil penelitian lapangan, serta analisis
laboratorium, menunjukan batubara di daerah penelitian mempunyai karakteristik sebagai berikut :
Mengandung gas tidak jenuh;
Tipe gas metana adalah tipe mixture bio & thermogenic gas;
Ketebalan lapisan batubara yang bervariasi;
Berdasarkan gambar 8 di atas dapat dilihat, bahwa di di daerah penelitian Ro window terletak antara 0,4
s/d 0,6 dan kisaran kualitas batubara adalah sub-bituminous hingga High Volatile Bituminuous.
22
Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit, Vol. 2, No. 1, Januari 2017:14-26
Model gravity dirancang mengunakan dua dimensi GM-SYS program pemodelan gravity dengan arah
Timurlaut-Baratdaya dengan hampir tegak lurus struktur utama. Model ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman tatanan bawah permukaan dari daerah penelitian.
-
2.2
- 60 mgall
2.4
-400
-
2.6
-
2.8
- 40 mgall
3.0
-2400
-
3.2
L3
L2
-
3.4
- 20 mgall
3.6
-4400
-
L1
3.8
-
4.0
-114. 114. 115. 115. 115. 115. 115. 116. 116. 116. 116. 0 mgall
6
4.2 8 0 2 4 6 8 0 2 4 6
-6400
U
9720000
metres mGal
-2.2 1500 80
1000
L3 60
9700000
0m 10000 m 20000 m 40
-2.4
500
20
0 0
9680000
-2.6
20 40 60 80
-500 -20
9660000
-2.8
L3 L2 60
-3.2 1000
40
500
9620000
L2 20
-3.4
0 0
20 40 60 80
-500 -20
9600000
-3.6
L1
9580000
-3.8
metres mGal
1500 80
-4.0
L1 60
9560000
1000
40
114.6 114.8 115.0 115.2 115.4 115.6 115.8 116.0 116.2 116.4 116.6 500
20
-4.2
Gambar 9B. Profil gravity bathymetri dan kontur topografi yang ditunjukkan garis garis penampang
yang berarah baratlaut - tenggara, yang tegak lurus kearah struktur dan kontur anomaly
Bouger. Model menghasilkan keserasian yang baik antara perhitungan anomaly gravity
dengan model geologi.
23
Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit, Vol. 2, No. 1, Januari 2017:14-26
Sebuah model yang sederhana dirancang menggunakan 2 lapisan model, yaitu basement dan batuan
sedimen (Gambar 4.5 dan 4.6), batuan sedimen dengan densitas 2,37 mg/m3 dan kerak benua dengan
densitas 2,67 mg/m3. Pada model ini anomaly terendah dihasilkan oleh cekungan yang dalam mencapai
hampir 8 km (penampang L2) dan merupakaan cekungan dari blok patahan yang mendangkal kearah di
baratlaut dan tenggara bagian blok. Kedalaman basement menuju ke arah timurlaut dari daerah
penelitian, basement perlahan-lahan mendangkal hingga sekitar 1500 meter (Gambar 10). Model ini
dibuat untuk pemahaman perkembangan lapisan batubara yang menerus dari yang tersingkap di
permukaan.
Data permukaan dan data gravity regional seismik yang terbatas meyulitkan untuk mengetahui secara
jelas pelamparan dari batubara yang dipetakan sebagai Warukin Bawah bagian atas, Berai Atas, Formasi
Warukin bagian atas, hal ini dibutuhkan data sumur, yang dijadikan acuan untuk data data gravity,
sehingga dapat memberikan model geologi dari perlapisan batubaranya . Informasi dasar ini dapat
memberikan petunjuk daerah sweetspot.
Berdasarkan data gravity diperkirakan kedalaman dari batubara masih dapat dicapai sebagai sumber gas
methan yaitu yang berada di bagian baratdaya (Gambar 10 dan 11), dimana harga anomaly gravity
umumnya lebih beasr dibandingkan bagian timur laut daerah penelitian.
mGal
80
-2.2
60 -2.4
40 -2.6
20 -2.8
BLOCK AREA
0 -3.0
L3
-20
-3.2
-3.4
0
-3.8
2.37
-4.0
5 2.37 sediments 2.67 granitic basement 114.6 114.8 115.0 115.2 115.4 115.6 115.8 116.0 116.2 116.4 116.6
-4.2
2.67
10
km
24
Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit, Vol. 2, No. 1, Januari 2017:14-26
60
-2.2
40
-2.4
20 -2.6
BLOCK AREA
-2.8
0
-3.0
-20 -3.2
-3.4
L2
-20 -10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100km
-3.6
0 -3.8
-4.0
2.37 114.6
-4.2 114.8 115.0 115.2 115.4 115.6 115.8 116.0 116.2 116.4 116.6
2.67
10
km
Karakteristik dari bouger anomali secara regional untuk Kalimantan Selatan mempunyai trend kontur
eliptikal bouger anomali berarah NE – SW, dengan angka kontur berkisar antara 0 mgal hingga + 50
mgal. Dari pola kontur bouger anomali memperlihatkan arah NE – SW, sehingga dapat
diinterpretasikan bahwa kearah utara merupakan tinggian basement atau struktur intrusi. Secara umum
untuk bagian utara wilayah tersebut mempunyai anomali yang tinggi, sedangkan untuk bagian selatan
mempunyai anomali yang rendah.
Di daerah Asam-Asam, terlihat jelas arah NE – SW nilai gaya berat sebesar 20 mgal, untuk bagian
baratdaya hingga 55 mgal pada bagian baratlaut. Basement mendangkal dibagian barat laut dan
tenggara. Disamping itu gambar tersebut memperlihatkan hasil interpretasi konversi kedalaman di
bagian baratdaya sebesar 1500 m dan bagian baratlaut sebesar 2500 m.
Sedangkan di daerah Ata, menunjukan arah N – S ke NE – SW dan NW – SE dengan nilai gaya berat
sebesar 35 mgal pada bagian barat hingga 60 mgal pada bagian timur, hal ini menunjukan basement
dangkal dari arah barat ke timur. Disini nampak terlihatk kedalaman basement antar 1250 pada bagian
barat hingga 1800 pada bagian timur.
Di daerah Senakin, memperlihatkan dengan jelas arah N – S ke arah E – W dengan nilai gayaberat
sebesar + 70 mgals pada bagian barat dan + 49 mgals pada bagian timur. Disini dapat terlihat bahwa
basemen mendangkal dari arah timur ke arah barat. Pada gambar ini juga terlihat hasil interpretasi
konversi kedalaman menunjukan kedalaman 950 m di bagian barat hingga 1550 m pada bagian timur.
25
Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit, Vol. 2, No. 1, Januari 2017:14-26
5. KESIMPULAN
1. Geologi permukaan di daerah penelitian merupakan bagian dari suatu homoklin dengan arah
kemiringan lapisan batuan ke arah tenggara dan besar sudut kemiringan lapisan berkisar 15 0 hingga
mencapai 350.
2. Formasi Warukin merupakan formasi pembawa endapan batubara
3. Menurut Peta Paleogeografi Kalimantan Pada Kala Eosen yang dikemukakan oleh van de Weerd &
Armin, 1979, pada Kala Eosen daerah penelitian terletak pada lingkungan pengendapan submarine –
shallow marine clastic. Berdasarkan hal tersebut, maka lapisan batubara pada Formasi Warukin
diharapkan mempunyai penyebaran secara lateral menerus (continius seam coal).
4. Hasil pengukuran reflektansi vitrinit diperoleh hasil bahwa batubara daerah penelitian mempunyai
nilai Rv rata-rata = 0.56% dengan simpangan baku 0.02%. dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa batubara tersebut termasuk peringkat (rank) sub-bituminous coal.
5. Kehadiran cleat dengan frekuensi yang cukup tinggi antara 12 – 16 buah / 80 cm, menunjukan
batubara ini sebagai reservoir mempunyai permeabilitas yang cukup baik untuk mengalirkan gas
CBM ke permukaan..
6. Karakteristik batubara daerah penelitian adalah sebagai berikut :
Mengandung gas tidak jenuh;
Tipe gas metana adalah tipe mixture bio & thermogenic gas;
Ketebalan lapisan batubara yang bervariasi.
7. Dari hasil analisis bouger anomali regional untuk Kalimantan Selatan mempunyai trend kontur
eliptikal
8. Basement mendangkal dibagian barat laut dan tenggara. Sedangkan di daerah Ata, menunjukan
basement dangkal dari arah barat ke timur. Di daerah Senakin, memperlihatkan dengan jelas
terlihat bahwa basemen mendangkal dari arah timur ke arah barat.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Pujobroto (2007). Evaluation on CBM Reservoir in Indonesia. Workshop Gas Metana Batubara
(GMB), Bali Januari 2007.
American Embassy Jakarta (2000). Coal Sector Report Indonesia 2000. www.usembassyjakarta.org.
Bona Situmorang, dkk. (2005). The Coalbed Methane (CBM) Resources Potential of North Kutai Lama
Field (NKL Field), Sangasanga Area, East Kalimantan. Unpublished Report.
Hadiyanto., Stevens. Scott H. Coalbed Methane Prospects in Lower Rank Coals of Indonesia, dalam
Prihatmoko, S., Digdowirogo., S., Nas. C., Leeuwen. Theo., Widjajanto H. (2005). Indonesian Mineral
and Coal Discoveries, IAGI Special Issues, hal. 152-162, 202.
Iskandar., E. (1994). Thermometamorphose in Bukit Asam Kohlen refier Sud: Sumatra Indonesien.
Universitat Zukolen (disertasi Doktoral unpublished).
26