361 968 2 PB

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 7 No 2 : 385-392, 2020

e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2020.007.2.24

KAJIAN KEMANTAPAN AGREGAT TANAH PADA BERBAGAI


TUTUPAN LAHAN DI LERENG BARAT GUNUNG ARJUNA
Study of Soil Aggregate Stability on Various Land Covers at West
Slopes of Mount Arjuna

Lutfiana Hanifah*, Endang Listyarini


Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang 65145
*Penulis korespondensi: [email protected]

Abstract
The land use condition in Sumber Brantas Village, Batu City is 25.66% not compatible to the land
capability class, while the land use condition based on the regional spatial plan there is an increase in
land use by 32.05%. Land use conversion at Batu City in 2008 - 2015 reduced 748.06 ha of forest
area in line with an increase in dryland area of 565.18 ha; and the increase of garden area by 329.84
ha. Transfer of land functions results in changes in land cover and causes a decrease in the potential
of the actual forest function. A study related to the physical properties of the soil in Sumber Brantas
Village is thus needed to obtain data on current soil conditions. This study was conducted to analyze
the effect of differences in land cover and soil depth on aggregate stability and its correlation with
other soil properties on the western slope of Mount Arjuna. Soil sampling was carried out on four
types of land cover, i.e. horticulture, forest, shrub, and grassland at depths of 0-20 cm, 20-40 cm, and
40-60 cm with three replications for each treatment. The results showed that the type of land cover
affected the soil aggregate stability, while the depth of the soil did not affect the soil aggregate stability.
Organic matter influenced the value of aggregate stability with the R2 value of 0.87. Clay particles
affected aggregate stability by 0.56. Aggregate stability affected soil porosity, soil macropores, and
soil hydraulic conductivity with the R2 values of 0.76, 0.53, and 0.42, respectively.
Keywords: land cover, soil aggregate stability, Sumber Brantas Village

Pendahuluan semakin hilang karena alih fungsi lahan


(Hartono, 2016). Alih fungsi lahan
Kondisi penggunaan lahan saat ini di Desa mengakibatkan penurunan potensi dari fungsi
Sumber Brantas, Kota Batu sebesar 25,66% hutan yang sesungguhnya.
tidak sesuai dengan kelas kemampuan lahan, Hutan berfungsi salah satunya sebagai
sedangkan kondisi penggunaan lahan pengatur tata air. Hutan merupakan faktor yang
berdasarkan rencana tata ruang wilayah terdapat utama dalam menjaga kualitas dan ketersediaan
peningkatan ketidaksesuaian penggunaan lahan air sehingga ada tuntutan dan keinginan agar
sebesar 32,05% (Lusiana et al., 2017). Secara hutan sebagai daerah tangkapan utama dan
umum Kota Batu mengalami perubahan berfungsi sebagai pengatur tata air perlu dikelola
penggunaan lahan pada tahun 2008 – 2015 yaitu dengan baik (Sylviani, 2008). Hasil penelitian
sebesar 2080,94 ha. Perubahan tersebut menunjukkan bahwa potensi produksi air yang
meliputi luas area hutan yang berkurang sebesar dapat dihasilkan di kawasan Tahura R. Soerjo
748,06 ha seiring dengan bertambahnya luas keseluruhan adalah 83,88 juta m3 per tahun
tegalan sebesar 565,18 ha; dan luas kebun yang (Sylviani, 2008). Penyimpanan air ke dalam
meningkat sebesar 329,84 ha (Wirosoedarmo et tanah diawali dengan adanya proses infiltrasi.
al., 2016). Hutan di Desa Sumber Brantas yang Air yang menyusup permukaan tanah bergerak
termasuk dalam kawasan Tahura R. Soerjo ini ke bawah. Pergerakan ke bawah ini dipengaruhi
http://jtsl.ub.ac.id 385
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 7 No 2 : 385-392, 2020
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2020.007.2.24

oleh sifat pori tanah, kemantapan agregat, kemantapan agregat dengan metode ayakan
tekstur, kedalaman sampai lapisan yang tidak basah, porositas, sebaran pori, konduktivitas
permeabel, dan ada atau tidaknya tanah liat yang hidraulis jenuh (KHJ) dengan metode contant
menggembung (Foth, 1994). Kemantapan head, bahan organik dengan metode Walkey dan
agregat adalah salah satu sifat fisik tanah yang Black, dan tekstur tanah dengan metode pipet.
dapat mempengaruhi sifat fisik yang lain Data dianalisis dengan uji keragaman atau
(Prasetya et al., 2012). analysis of variance (ANOVA) menggunakan
Desa Sumber Brantas memiliki beragam aplikasi Genstat Twelfth Edition. Jika data
jenis tutupan lahan seiring dengan ketinggian berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut Tukey’s
tempat yang berbeda. Adanya variasi ini pada taraf 5%. Selanjutnya dilakukan uji korelasi
menyebabkan perbedaan jumlah dan kualitas dan regresi untuk mengetahui keeratan
bahan organik tanah pada masing-masing hubungan antar hasil pengamatan
penggunaan lahan berbeda pula (Prasetya et al., menggunakan aplikasi Microsoft Excel.
2012). Perbedaan penggunaan lahan akan
memiliki sifat-sifat baik kualitatif maupun
kuantitatif yang berbeda pula. Jumlah masukan
Hasil dan Pembahasan
bahan organik akan memengaruhi proses Kemantapan agregat tanah
agregasi pada tanah. Penelitian ini dilakukan
untuk menganalisis pengaruh perbedaan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis
tutupan lahan terhadap kemantapan agregat tutupan lahan berpengaruh sangat nyata
tanah di kawasan lereng barat Gunung Arjuna. terhadap kemantapan agregat tanah (Gambar
1). Berdasarkan uji lanjut Tukey’s HSD 5%
diketahui bahwa nilai kemantapan agregat pada
Bahan dan Metode tanah dengan tutupan hutan berbeda nyata
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei dengan tutupan lahan berupa tanaman
2019-September 2019. Penelitian dilakukan di hortikultura, semak belukar, dan padang
lereng barat Gunung Arjuna tepatnya di Desa rumput.
Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota c
Batu, Propinsi Jawa Timur. Sampel tanah 5.0 b
4.67 b
Kemantapan Agregat

diambil pada kawasan Tahura R. Soerjo dan di 4.0 3.46 3.34


a
lahan pertanian. Adapun pengamatan sifat 3.0 2.36
Indeks

tanah dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah


dan Laboratorium Kimia Tanah Jurusan Tanah 2.0
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. 1.0
Penentuan titik pengambilan sampel tanah
0.0
dilakukan dengan survei secara langsung dan H T S R
dilanjutkan dengan menentukan jenis Tutupan Lahan
penggunaan lahan. Peta penggunaan lahan
diperoleh dari citra Google Satelit dengan skala Gambar 1. Rata-rata kemantapan agregat
1:15.000. Klasifikasi dilakukan berdasarkan tanah berdasarkan jenis tutupan lahan. H =
perbedaan bentuk penampakan penggunaan Hutan, T = Tanaman hortikultura, S = Semak
belukar, dan R = Padang rumput.
lahannya sehingga didapatkan empat macam
tipe penggunaan lahan yaitu: tanaman
Nilai rata-rata kemantapan agregat tertinggi
hortikultura, hutan, semak belukar, dan padang
terdapat pada tanah dengan tutupan berupa
rumput. Rancangan yang digunakan pada
hutan sebesar 4,67 dan nilai rata-rata
penelitian ini adalah Rancangan Acak
kemantapan agregat tanah terendah dijumpai
Kelompok Faktorial (RAKF) dengan 2 faktor
pada tanah dengan tutupan lahan berupa
yakni: (1) Tutupan lahan meliputi hutan (H)
tanaman hortikultura sebesar 2,36. Hasil ini
sebagai kontrol, tanaman hortikultura (T),
sesuai dengan penelitian Prasetya et al. (2012)
semak belukar (S), dan padang rumput (R), dan
mengenai pengaruh jenis tutupan lahan
(2) Kedalaman tanah pada 0-20 cm, 20-40 cm,
terhadap kemantapan agregat tanah bahwa
dan 40-60 cm. Parameter yang diukur meliputi

http://jtsl.ub.ac.id 386
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 7 No 2 : 385-392, 2020
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2020.007.2.24

perubahan penggunaan lahan hutan alami terhadap nilai bahan organik tanah. Berdasarkan
menjadi tanaman hortikultura menyebabkan uji lanjut Tukey’s HSD 5% diketahui bahwa
penurunan nilai kemantapan agregat. nilai bahan organik pada berbagai jenis tutupan
Penggunaan lahan hutan alami memiliki lahan adalah berbeda nyata. Hasil analisis
agregasi tanah yang terbaik dibandingkan menunjukkan bahwa rata-rata nilai bahan
dengan penggunaan lahan yang lain karena organik tertinggi terdapat pada tanah dengan
persentase C-organik dan jumlah perkaran pada tutupan hutan sebesar 8,13%, sedangkan nilai
hutan alami paling tinggi, sebaliknya tanaman bahan organik terendah terdapat pada tanah
hortikultura memiliki DMR paling rendah. dengan tutupan lahan berupa tanaman
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa hortikultura sebesar 2,36% (Gambar 3).
kedalaman tanah tidak berpengaruh nyata
terhadap kemantapan agregat tanah (Gambr 2). 10.0 a
8.13
c

Bahan Organik (%)


8.0
4.0 3.54 6.47
3.42 3.41 b
3.5 6.0
Kemantapan Agregat

4.49
3.0 d
2.5 4.0
2.36
Indeks

2.0 2.0
1.5
1.0 0.0
0.5 H T S R
0.0 Tutupan Lahan
0-20 20-40 40-60 Gambar 3. Rata-rata bahan organik tanah
Kedalaman Tanah (cm) berdasarkan jenis tutupan lahan. H = Hutan,
T = Tanaman hortikultura, S = Semak
Gambar 2. Rata-rata kemantapan agregat
belukar, dan R = Padang rumput.
tanah berdasarkan kedalaman tanah.

Nilai rata-rata kemantapan agregat tertinggi


Perbedaan nilai tersebut menunjukkan bahwa
terdapat pada tanah dengan kedalaman 20-40
jenis tutupan lahan memiliki peran besar dalam
cm yakni sebesar 3,54 dan nilai rata-rata
menentukan kandungan bahan organik tanah
kemantapan agregat tanah terendah dijumpai
dimana nilainya pada lahan bervegetasi
pada tanah dengan kedalaman tanah 40-60 cm
heterogen lebih tinggi dibanding pada lahan
yakni sebesar 2,36. Hasil penelitian Utomo et al.
bervegetasi homogen yakni tanaman
(2015) menunjukkan bahwa nilai kemantapan
hortikultura. Hal ini sesuai dengan hasil
agregat pada lahan perkebunan kopi semakin
penelitian Utaya (2008) yang menyebutkan
meningkat seiring bertambahnya kedalaman
bahwa vegetasi menjadi faktor penentu
tanahnya. Rendahnya kemantapan agregat pada
besarnya kandungan bahan organik tanah, yaitu
lapisan bawah daripada lapisan atas disebabkan
lahan dengan vegetasi yang beragam memiliki
pengaruh nilai kandungan bahan organik tanah
kandungan bahan organik tanah yang lebih
yang lebih tinggi banyak terakumulasi pada
tinggi daripada lahan dengan vegetasi yang
lapisan atas. Sehingga dapat diketahui bahwa
homogen. Hasil analisis ragam menunjukkan
nilai kemantapan agregat tanah yang cenderung
bahwa kedalaman tanah tidak berpengaruh
sama pada berbagai kedalaman tanah
nyata terhadap kandungan bahan organik tanah.
disebabkan oleh sebaran bahan organik tanah
Nilai rata-rata bahan organik tertinggi terdapat
yang sama pada ketiga jenis kedalaman tanah.
pada tanah dengan kedalaman 0-20 cm yakni
Faktor-faktor yang memengaruhi kemantapan sebesar 5,61% dan nilai rata-rata bahan organik
agregat tanah terendah dijumpai pada tanah dengan
Bahan organik kedalaman 40-60 cm yakni sebesar 5,09%
(Gambar 4). Sebaran sumber bahan organik
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis menjadi faktor yang menentukan ada tidaknya
tutupan lahan berpengaruh sangat nyata perbedaan kandungan bahan organik pada
http://jtsl.ub.ac.id 387
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 7 No 2 : 385-392, 2020
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2020.007.2.24

berbagai kedalaman tanah. Rahmah et al. (2014) liat melalui ikatan antara bagian-bagian negatif
menyebutkan bahwa perbedaan kandungan liat dengan gugusan positif pada senyawa
bahan organik pada lapisan ≤ 30 cm dengan organik dan pengikatan secara kimia butir-butir
lapisan 30-60 cm disebabkan adanya akumulasi liat oleh ikatan antara bagian negatif liat dengan
sumber bahan-bahan organik yang berasal dari gugusan negatif pada senyawa organik berantai
jatuhnya dedaunan, ranting dan batang dari panjang dengan perantara ikatan basa dan ikatan
vegetasi di atasnya. hidrogen.
Tekstur tanah
6.0 5.61 5.39 5.09
Secara keseluruhan tanah di lereng Gunung
Bahan Organik (%)

4.0 Arjuna yang diamati memiliki kelas tekstur


tanah pasir lempung, lempung berdebu, dan
2.0 lempung. Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa jenis tutupan lahan berpengaruh sangat
0.0 nyata terhadap sebaran partikel tanah (pasir,
0-20 20-40 40-60 debu, dan liat) (Gambar 6).
Kedalaman Tanah (cm)
70 c b
Gambar 4. Rata-rata bahan organik tanah 62.78 b b 58.54
60 47.79b 52.04
berdasarkan kedalaman tanah. % Partikel tanah 47.40
50
a a % Pasir
Sehingga dapat diketahui bahwa sumber bahan 40
31.66 30.95
organik yang telah menyebar merata pada 30 a c c % Debu
berbagai kedalaman tanah, akan menghasilkan 19.92 17.33 16.33 b
20 a 10.56% Liat
nilai kandungan bahan organik yang tidak
10 4.83
berbeda nyata. Nilai bahan organik memiliki
korelasi positif dengan kemantapan agregat 0
sebesar 0,93 yang termasuk dalam korelasi H T S R
sangat kuat. Hasil uji korelasi dan regresi Tutupan Lahan
menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai bahan Gambar 6. Rata-rata kandungan partikel
organik maka semakin tinggi pula nilai tanah berdasarkan jenis tutupan lahan. H =
kemantapan agregat tanahnya. Bahan organik Hutan, T = Tanaman hortikultura, S = Semak
memberi berpengaruh sebesar 0,87 terhadap belukar, dan R = Padang rumput.
kemantapan agregat tanah (Gambar 5).
Tanah pada hutan dan semak belukar memiliki
tekstur yang lebih berkembang dibandingkan
5.0 dengan tanah pada tanaman hortikultura dan
Indeks Kemantapan

4.5 padang rumput. Tanah pada tanaman


y = 0.3501x + 1.5775
4.0
Agregat

hortikultura dan padang rumput memiliki


3.5 R² = 0.8669 kandungan pasir yang lebih tinggi daripada
3.0 tanah pada hutan dan semak belukar, sedangkan
2.5 kandungan debu dan liat lebih rendah. Hal
2.0 tersebut salah satunya disebabkan oleh
1.5 pengaruh bahan organik. Pada penelitian Juarti
1.00 3.00 5.00 7.00 9.00
(2016) tanah pada lahan tumpangsari memiliki
Bahan Organik (%) tekstur yang lebih berkembang daripada tanah
pada lahan monokultur. Juarti (2016)
Gambar 5. Hubungan bahan organik tanah menyebutkan bahwa pada proses dekomposisi
dengan kemantapan agregat. bahan organik menghasilkan asam-asam
organik yang merupakan pelarut efektif bagi
Arsyad (2010) menyebutkan bahwa bahan batuan dan mineral-mineral primer (pasir dan
organik membantu agregasi dengan cara dua debu) sehingga lebih mudah pecah menjadi
hal, yakni pengikatan secara kimia butir-butir

http://jtsl.ub.ac.id 388
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 7 No 2 : 385-392, 2020
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2020.007.2.24

ukuran yang lebih kecil yakni liat. Hasil analisis Pengaruh kemantapan agregat tanah
ragam menunjukkan bahwa kedalaman tanah terhadap sifat fisik tanah
tidak berpengaruh nyata terhadap sebaran
Porositas tanah
partikel tanah (pasir, debu, dan liat) (Gambar 7).
60 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis
51.47 tutupan lahan berpengaruh sangat nyata
48.05
50 45.35 terhadap porositas tanah. Nilai rata-rata
40.28 41.30
% Partikel tanah

40 36.86 porositas tertinggi terdapat pada tanah dengan


tutupan berupa hutan sebesar 70,04%,
30 % Pasir sedangkan nilai rata-rata porositas tanah
% Debu terendah dijumpai pada tanah dengan tutupan
20 14.41
11.71 10.72 % Liat lahan berupa tanaman hortikultura 56,67%
10 (Gambar 9).
0
75 c
0-20 20-40 40-60 70.04 bc
Kedalaman Tanah (cm) 70 b
66.57

Porositas (%)
64.99
Gambar 7. Rata-rata kandungan partikel 65
tanah berdasarkan kedalaman tanah. a
60 56.57
Kandungan liat pada tanah memiliki korelasi
55
sebesar 0,75 terhadap nilai kemantapan agregat
tanah. Berdasarkan uji korelasi dan regresi 50
diketahui bahwa seiring meningkatnya jumlah H T S R
liat maka meningkat pula nilai kemantapan Tutupan Lahan
agregatnya. Hasil uji regresi menunjukkan
Gambar 9. Rata-rata porositas tanah
bahwa kandungan liat tanah berpengaruh
berdasarkan jenis tutupan lahan. H = Hutan,
sebesar 0,56 pada nilai kemantapan agregat
T = Tanaman hortikultura, S = Semak
tanah (Gambar 8).
belukar, dan R = Padang rumput.
5.0 Nilai porositas dipengaruhi oleh kandungan
Indeks Kemantapan Agregat

4.5 bahan organik tanah pada lahan. Isnawati dan


Listyarini (2018) dalam penelitiannya
4.0 menyebutkan bahwa bahan organik yang
berasal dari sisa-sisa tanaman, serta jasad makro
3.5
y = 0.1082x + 2.129 dan mikro organisme yang telah melapuk akan
3.0 R² = 0.5603 membentuk ruang pada tanah, sehingga jika
semakin banyak bahan organik yang terdapat
2.5 pada tanah maka semakin besar pula
2.0 porositasnya. Hasil analisis ragam menunjukkan
0 10 20 30 bahwa kedalaman tanah tidak berpengaruh
% Liat nyata terhadap porositas tanah (Gambar 10).
Gambar 8. Hubungan partikel liat dengan Ketersediaan bahan organik mempengaruhi
kemantapan agregat. aktivitas mikroorganisme tanah yang dapat
membentuk biopori, struktur tanah dengan
Juarti (2016) menyebutkan bahwa kandungan pori-pori di dalamnya (Jambak et al., 2017). Nilai
fraksi liat yang sedikit menyebabkan tanah bahan organik tanah yang tidak berbeda pada
mempunyai kemantapan agregat rendah berbagai kedalaman tanah menghasilkan
sehingga sering kehilangan unsur hara akibat porositas tanah yang seragam pula pada
pencucian maupun bahaya erosi. berbagai kedalaman.

http://jtsl.ub.ac.id 389
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 7 No 2 : 385-392, 2020
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2020.007.2.24

70 65.16 64.39 64.14 porus), sementara tanah dengan fraksi liat akan
60
mempunyai banyak pori mikro (kecil) atau tidak
porous (Hanafiah, 2007). Hasil analisis ragam
Porositas (%)

50 menunjukkan bahwa kedalaman tanah tidak


40 berpengaruh nyata terhadap sebaran pori tanah
30 (Gambar 13).
20 b
40 b ab 37.29
10 32.92
35

% Sebaran Pori Tanah


a a 31.93
0-20 20-40 40-60 29.57 26.25 ab
30 27.34 a
Kedalaman Tanah (cm) a 23.68
25 23.05
Gambar 10. Rata-rata porositas tanah Pori Makro
20
berdasarkan kedalaman tanah. 15 Pori Meso
b b b
10 7.55 7.39 a
Nilai porositas diuji korelasinya dengan
7.27
4.02
Pori Mikro
5
kemantapan agregat dan didapatkan nilai
sebesar 0,87 yang berarti bahwa kemantapan 0
H T S R
agregat memiliki hubungan yang kuat dengan Tutupan Lahan
porositas. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa
Gambar 12. Rata-rata sebaran pori tanah
kemantapan agregat berpengaruh sebesar 0,76
berdasarkan jenis tutupan lahan. H = Hutan,
terhadap nilai porositas tanah (Gambar 11).
T = Tanaman hortikultura, S = Semak
75 belukar, dan R = Padang rumput.
70
Porositas

65
y = 5.5271x + 45.466 35 31.36 32.14
60 30.27
R² = 0.7575 30 27.53
% Sebaran Pori Tanah

26.83 25.88
55
25
50 20 Pori Makro
2 3 4 5
Indeks Kemantapan Agregat 15 Pori Meso
10 6.67 7.00 6.00 Pori Mikro
Gambar 11. Hubungan kemantapan agregat
tanah dengan porositas. 5
0
Dariah et al (2004) menyebutkan bahwa tanah- 0-20 20-40 40-60
tanah yang mudah terdispersi atau agregatnya Kedalaman Tanah (cm)
tidak stabil menyebabkan pori-porinya tanah Gambar 13. Rata-rata sebaran pori tanah
juga mudah hancur atau tertutup/tersumbat berdasarkan kedalaman tanah.
oleh liat atau debu (erosi internal), sehingga
porositas tanahnya semakin rendah. Khodijah dan Soemarno (2019) menyebutkan
bahwa tekstur tanah mempengaruhi sebaran
Sebaran pori tanah
pori. Nilai sebaran partikel/ tekstur tanah yang
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis sama pada berbagai kedalaman tanah
tutupan lahan berpengaruh sangat nyata menghasilkan sebaran pori yang sama pula pada
terhadap persentase pori makro, pori meso, dan berbagai kedalaman tanah. Hasil uji korelasi
pori mikro tanah (Gambar 12). Distribusi menunjukkan nilai 0,73 artinya bahwa semakin
ukuran pori merupakan kombinasi dari tekstur tinggi nilai kemantapan agregat semakin tinggi
dan struktur tanah (Masria, 2015). Tanah-tanah pula jumlah pori makro (Gambar 14).
yang didominasi fraksi pasir akan mempunyai Berdasarkan uji regresi didapatkan hasil sebesar
pori makro (porous), tanah dengan dominasi 0,53 artinya nilai kemantapan agregat
debu akan banyak mempunyai pori meso (agak berpengaruh sebesar 0,53 terhadap nilai pori

http://jtsl.ub.ac.id 390
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 7 No 2 : 385-392, 2020
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2020.007.2.24

makro tanah. Refliaty dan Marpaung (2010) Penelitian Mulyono et al. (2019) menunjukkan
menyebutkan bahwa bahan organik di dalam hasil tanah pada lokasi hutan sekunder
tanah mempunyai efek pengikat yang baik memberikan tingkat permeabilitas tanah lebih
terhadap partikel pembentuk agregat-agregat cepat dibanding tipe penggunaan lain dengan
tanah dengan demikian membantu dalam kategori agak cepat seiring dengan tingginya
pembentukan pori-pori makro dan mikro di kandungan bahan organik tanah. Hasil analisis
dalam tanah. Agregat tanah yang stabil ragam menunjukkan bahwa kedalaman tanah
membentuk ruang-ruang antar agregat tidak berpengaruh nyata terhadap nilai KHJ
tanah/pori makro. tanah (Gambar 16).

40 12 10.17
10

KHJ (cm jam-1)


35 y = 4.4917x + 11.226 7.24 6.99
8
% Pori Makro

R² = 0.5262
30 6
4
25
2
20 0
0-20 20-40 40-60
15
2.0 3.0 4.0 5.0 Kedalaman Tanah (cm)
Indeks Kemantapan Agregat
Gambar 16. Rata-rata KHJ berdasarkan
kedalaman tanah.
Gambar 14. Hubungan kemantapan agregat
dan pori makro tanah. Sifat-sifat fisik tanah yang mempengaruhi nilai
KHJ adalah tekstur tanah dan porositas tanah.
Konduktivitas hidraulis jenuh (KHJ)
Nilai berat isi akan mempengaruhi porositas
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dan porositas akan mempengaruhi proses
tutupan lahan berpengaruh sangat nyata pergerakan air (Rosyidah dan Wirosoedarmo,
terhadap KHJ tanah (Gambar 15). Berdasarkan 2013). Nilai porositas yang tidak berbeda pada
uji lanjut Tukey’s HSD 5% diketahui bahwa berbagai kedalaman tanah menghasilkan nilai
nilai KHJ pada tanah dengan tutupan tanaman KHJ yang sama pula pada berbagai kedalaman
hortikultura, semak belukar, dan padang tanah. Nilai KHJ diuji korelasinya dengan
rumput adalah tidak berbeda nyata. KHJ pada kemantapan agregat dan didapatkan nilai
hutan berbeda nyata terhadap tanah dengan sebesar 0,65. Hasil uji regresi menunjukkan
ketiga jenis tutupan lainnya. bahwa kemantapan agregat berpengaruh
sebesar 0,42 terhadap nilai KHJ tanah (Gambar
14 13.29 17).
12
25
KHJ (cm/jam)

10
8 7.19 20
5.71 6.34 y = 3.3072x - 3.2922
6 15 R² = 0.4234
KHJ

4
10
2
0 5
H T S R
0
Tutupan Lahan 2.0 3.0 4.0 5.0
Gambar 15. Rata-rata KHJ berdasarkan jenis
Indeks DMR
tutupan lahan. H = Hutan, T = Tanaman
hortikultura, S = Semak belukar, dan R = Gambar 17. Hubungan kemantapan agregat
Padang rumput. tanah dan KHJ tanah.

http://jtsl.ub.ac.id 391
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 7 No 2 : 385-392, 2020
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2020.007.2.24

Permeabilitas atau KHJ tanah sangat Juarti. 2016. Analisis Indeks Kualitas Tanah Andisol
dipengaruhi oleh karakteristik pori terutama pada Berbagai Penggunaan Lahan di Desa
kestabilan pori yang ditentukan oleh kestabilan Sumber Brantas Kota Batu. Jurnal Pendidikan
agregat tanahnya. Tanah dengan agregat yang Geografi 21(2): 58-71.
Khodijah, S. dan Soemarno. 2019. Studi
stabil memiliki nilai KHJ yang tinggi pula.
Kemampuan Tanah Menyimpan Air Tersedia di
Agregasi tanah banyak memengaruhi Sentra Bawang Putih Kecamatan Pujon,
konduktivitas hidraulik jenuh. Pembentukan Kabupaten Malang. Jurnal Tanah dan
agregasi tanah akan membentuk ruang pori yang Sumberdaya Lahan 6(2): 1405-1414.
tinggi dan menyebabkan aliran air menjadi lebih Lusiana, N., Rahadi, B. dan Anugroho, F. 2017.
baik (Prasetya et al., 2012). Identifikasi kesesuaian penggunaan lahan
pertanian dan tingkat pencemaran air sungai di
DAS Brantas Hulu Kota Batu. Jurnal Teknologi
Kesimpulan Pertanian 18(2): 129-142.
Jenis tutupan lahan memengaruhi nilai Masria, C. L., Zubair, H. dan Rasyid, B. 2015.
Karakteristik pori dan hubungannya dengan
kemantapan agregat tanah, sedangkan permeabilitas pada tanah Vertisol asal Jeneponto
kedalaman tanah tidak berpengaruh terhadap Sulawesi Selatan. Ecosolum 7(1): 30-38.
kemantapan agregat tanah. Sifat tanah yang Mulyono, A., Lestiana, H. dan Fadilah, A. 2019.
memengaruhi kemantapan agregat meliputi Permeabilitas tanah berbagai tipe penggunaan
bahan organik dan tekstur tanah. Bahan organik lahan di tanah aluvial pesisir DAS Cimanuk,
memengaruhi nilai kemantapan agregat sebesar Indramayu. Jurnal Ilmu Lingkungan 17: 1-6.
0,87. Partikel liat memengaruhi kemantapan Prasetya, B., Prijono, S. dan Widjiawati, Y. 2012.
agregat sebesar 0,56. Kemantapan agregat Vegetasi pohon hutan memperbaiki kualitas
memengaruhi nilai porositas tanah, pori makro tanah Andisol-Ngabab. Indonesian Green
tanah, dan KHJ tanah berturut-turut sebesar Technology Journal 1: 1-6.
Rahmah, S., Yusran, dan Umar, H. 2014. Sifat kimia
0,76; 0,53; dan 0,42. tanah pada berbagai tipe penggunaan lahan di
Desa Bobo Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi.
Daftar Pustaka Warta Rimba 2(1): 88-95.
Refliaty, dan Marpaung, E.J. 2010. Kemantapan
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: agregat Ultisol pada beberapa penggunaan lahan
IPB Press. pp 65-67. dan kemiringan Lereng. Jurnal Hidrolitan 1(2):
Dariah, A., Subagyo, H., Tafakresnanto, C. dan 35-42.
Marwanto, S. 2004. Kepekaan Tanah terhadap Rosyidah, E. dan Wirosoedarmo, R. 2013. Pengaruh
Erosi. Bogor: Pusat Penelitian dan sifat fisik tanah pada konduktivitas hidrolik jenuh
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. pp 10- di 5 Penggunaan Lahan (Studi Kasus di
11. Kelurahan Sumbersari Malang). Agritech 33(3):
Foth, H. D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: 340-345.
Penerbit Erlangga. pp 34-37. Sylviani. 2008. Kajian distribusi biaya dan manfaat
Hanafiah, K. A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. hutan lindung sebagai pengatur tata air. Jurnal
Jakarta: Rajawali Pers. p 34. Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan 5(2):
Hartono, R. 2016. Identifikasi bentuk erosi tanah 95-109.
melalui interpretasi citra Google Earth di Utaya, S. 2008. pengaruh perubahan penggunaan
Wilayah Sumber Brantas Kota Batu. Jurnal lahan terhadap sifat biofisik tanah dan kapasitas
Pendidikan Geografi 21(1): 30-42. infiltrasi di Kota Malang. Forum Geografi 22: 99-
Isnawati, N. dan Listyarini, E. 2018. Hubungan 112.
antara kemantapan agregat dengan konduktifitas Utomo, B.S., Nuraini, Y. dan Widianto. 2015. Kajian
hidraulik jenuh tanah pada berbagai penggunaan kemantapan agregat tanah pada pemberian
lahan di Desa Tawangsari Kecamatan Pujon, beberapa jenis bahan organik di Perkebunan
Malang. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Kopi Robusta. Jurnal Tanah dan Sumberdaya
5(1): 785-791. Lahan 2(1): 111-117.
Jambak, M.K., Baskoro, D.P. dan Wahjunie, E.D. Wirosoedarmo, R., Haji, A.T.S. dan Zulfikar, F.
2017. Karakteristik sifat fisik tanah pada sistem 2016. Analisa perubahan tata guna lahan dan
pengolahan tanah konservasi (Studi Kasus: pengaruhnya terhadap pencemaran di Brantas
Kebun Percobaan Cikabayan). Buletin Tanah Hulu, Kota Batu, Jawa Timur. Jurnal
dan Lahan 1(1): 44-50. Sumberdaya Alam dan Lingkungan 3(1): 33-39.

http://jtsl.ub.ac.id 392

You might also like