Pengaruh Model Pembelajaran Group Investigation (Gi) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Siswa Di Sman 7 Bengkulu Utara

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 16

1

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI)


TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR
SISWA DI SMAN 7 BENGKULU UTARA

Deni Murtiya Ningsih 1, and Tomi Hidayat2


1
Mahasiswa Program Pascasarjana Studi Pendidikan Biologi Universitas
Muhammadiyah Bengkulu, Jl. Kandis Dusun 3 kaplingan talang arah, kabupaten
bengkulu utara putri hijau, 38326, Indonesia 2Dosen Magister Pendidikan Biologi
Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Jl. Bali, Kampung bali, Kota Bengkulu 38119,
Indonesia.
[email protected]

ABSTRACT
This Research aim to for the menngetahui of influence model study of Group
Investigation (GI) To Ability Think Critical and Result of Learning Student [in] SMA Country 7
Begkulu North. Type Research [is] research of experiment quasi. Desain which [is] conducted this
research [is] Randomized design group control pretest-posttest by entangling two class. Sampel
taken away from [by] 3 class with technique of Random Sampling. As for technique analyse data
used to test hypothesis in this research [is] to use uji-t. Result of research indicate that : there are
difference think critical and result of learning student [at] eye study of Mushroom use model study
of Group Investigation (GI) and study of konventional. Think critically [of] class of ekperimen
higher from [at] control class, average value think critically [of] experiment class [is] 78,40 while
class control that is 65,32. And after uji-t obtained [by] value of signifikan ability think critically
[of] student that is with Thitung matter this means there are influence of usage of model study of
Group Investigation (GI). Become H0 refused and H1 accepted. Result learn higher experiment
class of control class, average value result of learning experiment class [is] 78,57, while result
learn class control that is 63,87. And after uji-t conducted obtained [by] value of signifikan result
of learning student that is with Thitung matter this means there are influence result of learning
student between experiment class and control class. Become H0 refused and H1 accepted. Hence
thereby pursuant to hypothesis concluded [by] that is there [is] difference which

Keywords : GI, Critical Thinking, Learning outcomes

1. INTRODUCTION

Tujuan Bangsa Indonesia untuk mengembangkan potensi peserta didik agar


menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan mencerdaskan kehidupan bangsa yang
mana termuat di dalam UUD 1945. Pendidikan diartikan sebagai suatu proses
pembentukan kepribadian dan karakter peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri
sebaik mungkin didalam semua kondisi, baik dari lingkungan, masyarakat, maupun
sekolah. Hal ini diperkuat oleh pernyataan menurut Tirtarahardja dan Sulo (2010)
pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada
terbentuknya kepribadian peserta didik. Sistematis proses pendidikan melalui tahap-tahap
berkesinambungan, dan sistemik berlangsung dalam semua kondisi, lingkungan, sekolah,
dan, masyarakat. Menurut Ruswandi (2013), pembelajaran merupakan aktivitas pertama
dalam proses pendidikan disekolah. Untuk itu pemahaman guru terhadap pengertian
pembelajaran akan mempengaruhi cara guru itu mengajar agar keberhasilan pencapaian
tujuan pendidikan bisa tercapai dengan efektif.
Menurut Hamzah dan Uno (2008) tujuan pembelajaran merupakan salah satu
aspek yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran. Sebab segala
kegiatan pembelajaran muaranya pada tercapainya tujuan tersebut. Menurut Slameto
2

(2013:2) Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengamannya
sendiri dalam interaksi lingkungannya. Belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
intern dan ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.
Menurut (Eriyani, 2017) menyatakan bahwa proses pembelajaran merupakan
suatu proses kegiatan interaksi antara guru dan siswa. Proses pembelajaran saat ini masih
berpusat pada guru seharusnya siswa dituntut lebih aktif dan guru hanya sebagai
fasilitator. Sebagaian besar proses pembelajaran di dalam kelas hanya diarahkan pada
kemampuan siswa untuk menghafal dan menyimpan materi tanpa pemahaman dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga cenderung menyebabkan siswa pasif. Hal ini tidak
relevan dengan pembelajaran saat ini, karena tuntuan pendidikan harus siswa lebih aktif
dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan serta berani menyampaiakan gagasan
dan memiliki kepercayaan yang tinggi. Sama halnya pada mata pelajaran Biologi, tidak
hanya hapalan tetapi perlu pemahaman yang mendalam tentang konsep Biologi. Sehingga
pada saat pelajaran berakhir siswa diharapkan mampu menerima dan menyimpan materi
yang telah disampaikan oleh guru. Jadi disitulah siswa dituntut dapat berpikir kritis untuk
meningkatkan hasil belajarnya.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan siswa yang mampu
mengajukan pertanyaan yang cocok, mengumpulkan informasi yang relevan, bertindak
secara efesien dan kreatif berdasarkan informasi, dapat mengemukakan argumen yang
logis berdasarkan informasi, dan dapat mengambil simpulan yang dapat dipercaya (Sadia,
2008 : 223). Penerapan berbagai macam model pembelajaran yang berpusat pada siswa
sudah banyak dilakukan sehingga keterampila berpikir kritis siswa akan mengalir begitu
saja dalam diri siswa dan juga akan mempengaruhi hasil belajar kognitif yang dimiliki
siswa dalam proses belajar mengajar. Adapun model pembelajaran yang menempatkan
siswa sebagai pusat belajar diantaranya adalah model Cooperatif Learing. Cooperatif
Learing Merupakan bentuk pembelajaran dengan siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai
enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Salah satu tipe kooperatif
adalah Group Investigation ( Rusman, 2013 : 203 ).
Berdasarkan hasil observasi awal pembelajaran biologi di kelas X SMA Negeri 7
Bengkulu Utara, Pembelajaran masih menggunakan metode konvensional. Metode yang
paling banyak digunakan adalah metode ceramah siswa bersifat heterogen. Hasil belajar
kognitif rendah hal ini dapat dilihat pada mata pelajaran IPA dari semester 1 tahun
2018/2019 yaitu dengan rata-rata 67,80 sebanyak 65%. Sedangkan standar nilai kriteria
ketuntasan minimal (KKM) telah dianggap berhasil apabilah peserta didik telah mencapai
nilai rata-rata 75 sebanyak 85%. Hal itu disebabkan saat proses pembelajaran dikelas
masih terlihat sebagian siswa yang masih pasif dalam melakukan tanya jawab serta belum
efektif mengembangkan kemampuan berfikir kritis. Dengan demikian pembelajaran
biologi pada siswa kelas X SMA Negeri 7 Bengkulu Utara perlu perbaikan. Solusi yang
dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran adalah
dengan cara menggunakan model pembelajaran yang tepat. Model yang dapat
meningkatkan cara berfikir kritis serta hasil belajar kognitif siswa salah satunya adalah
dengan menggunakan model pembelajaran type Group Investigation.
Model pembelajaran GI merupakan salah satu betuk model pembelajaran
kooperatif yang menempatkan siswa kedalam kelompok-kelompok kecil, kemudian siswa
merencanakan sendiri topik yang akan diselidiki dari tema umum yang siswa
merencanakan sendiri topik yang akan diselidiki dari tema umum yang diberikan oleh
3

guru dan selanjutnya siswa merencanakan dan melaksanakan sendiri penyelidikannya


( Megawati, 2015 ).
Menurut Eriyani ( 2017 ) bahwa terdapat perbedaan antara berpikir kritis dan
hasil belajar siswa pada mata pembelajaran pencemaran lingkungan pada model Group
Investigation (GI) dan pembelajaran konvensional. Berpikir kritis pada kelas eksperimen
lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol, nilai rata-rata berpikir kritis pada kelas
eksperimen adalah 82,05 sedangkan pada kelas kontrol yaitu 73,60. Hal ini berarti
terdapat pengaruh hasil belajar siswa antar kelas eksperimen dan kelas kontrol Jadi, H 0
ditolak dan HI diterima. Menurut Budiastra, (2015) hasil penelitian ini menemukan bahwa
: 1) skor keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran IPA pada siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan pembelajaran konvensional cenderung sedag, dengan mean 32,05.
2) skor keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran IPA pada siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe GI cenderung tinggi, dengan
mean 41,7, 3) terdapat pengaruh yang signifikan pada keterampilan berpikir kritis antara
kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe GI
( Group Investigation ) dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran
konvensional. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ( wulandari, 2015:256 )
tentang pengaruh model Student Team Achievement Division ( STAD ) dengan Group
Investigation ( GI ) untuk meningkatkan hasil belajar kognitif dan keterampilan berpikir
kritis siswa kelas VIII di SMPN 4 Raya Timur dengan hasil penelitian diperoleh model
pembelajaran GI memberikan penngaruh yang lebih baik terhadap keterampilan berpikir
kritis dan hasil belajar siswa kognitif daripada model pembelajaran STAD. Berdasarkan
permasalhan latar belakang diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang
judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Group Investigation ( GI ) Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa di SMAN 07 Bengkulu Utara
“.

2. METHOD

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 7 Bengkulu Utara. Waktu penelitian


dilaksanakan pada bulan Januari- Februari 2019. Populasi penelitian ini yaitu seluruh
siswa /siswi kelas X MIA di SMA Negeri 7 Bengkulu Utara. Sample yang digunakan
dua kelompok sample penelitian yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Kelompok eksperimen kelas X MIA 2 sedangkan kelompok kontrol kelas X MIA 3.

Rancangan penelitian ini adalah rancangan menggunakan Randomized Control-


Group Pretest -Posttes Design dimulai dengan memberikan pretest (O1) untuk
mengetahui kemampuan awal siswa. Kedua kelas ini baik kelas eksperimen maupun kelas
kontrol akan diberi test yang sama. Selanjutnya kelas eksperimen akan diberi
pembelajaran dengan model Group Investigation (GI) untuk (Perlakuan XI), sedangkan

kelas kontrol diberi pembelajaran dengan model konvensional untuk (Perlakuan


X2). Selanjutnya setiap siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol diberi posttest
(O2) yang sama dan diberikan angket untuk mengetahui keterampailan sosial siswa.
Kemampuan berpikir kritis siswa akan dihitung rata-rata dn diuji dengn menggunakan uji
sttistik (uji-t). Tahap prosedur penelitian yaitu :tahap persiapan, tahap pelaksanaan dn
tahap analisis data. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tes. Tes yang digunakan untuk mengumpulkan data data dalam penelitian ini adalah tes
objektif dengan 10 option ( untuk hasil belajar ) dan tes essay 5 soal untuk ( kemampuan
berpikir kritis ) yang diperoleh melalui pretest dan posttest. Analisis data pada penelitian
ini berguna untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini. Analisis yang digunakan dalam
4

penelitian ini yaitu menggunkan uji-t, proses pengolahan data dengan menggunakan
program Static Package For Social Science (SPSS) For Versi 21.0. Sebelum melkukn uji
terlebih dahulu dilakakukan uji normalitas dan homogenitas.

3. RESULT

1. Deskripsi data hasil kemampuan berpikir kritis


a. Kemampuan Awal
Tabel 4.1 perhitungan skor kemampuan berpikir kritis berdasarkan (pretest)
Perhitungan Kelas
Eksperimen Kontrol

Jumlah skor 845 970


Skor tertinggi 50 60
Skor terendah 20 20
Rata-rata 30,18 31,30

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa rata-rata kemampuan berpikir
kritis siswa pada kelas eksperimen X MIA 2 adalah 30,18 dengan skor tertinggi 50 dan
skor terendah 20. Sedangkan rata-rata kemampuan berpikir kritis kelas kontrol X MIA 3
adalah 31,30 dengan skor tertinggi 60 dan skor terendah 20. Sebelum melakukan uji-t
terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas varian. Berikut hasil
rekapitulasi perhitungan skor berpikir kritis pada sub pokok jamur pada kelas kontrol dan
kelas eksperimen.
1) Uji Normalitas
Uji normalitas pada pembelajaran dengan menggunakan model Group
Investigation ( GI ) dan konvensional dapat dilihat pada tabel dibawah ini, uji Maka data
skor pretest berdistribusi normal, tabel dibawah ini merupakan kemampuan berpikir kritis
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Tabel 4.2 Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kritis

k.eks k.kontrol
N 28 31
positif .206 .176
negatif -144 -143
Kolmogrof 1.089 .979
smirnov Z
Asymp.Sig. .187 .293
(2-tailed)

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai pretest kemampuan berpikir


kritis pada sub pokok jamur terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi
normal. Hal ini dapat dilihat dari nilai yang diperoleh kelas eksperimen dan kelas kotrol
lebih besar dari 0,05. kelas eksperimen 0,187 > 0,05 dan kelas kontrol adalah 0,293 >
0,05. setelah diketahui data tersebut normal maka dilanjutkan uji homogenitas varia,
dengan menggunakan uji levenestatistic.
2) Uji Homogenitas
Tabel 4.3 Uji Homogenitas kemampuan pretest berpikir kritis.
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
5

1.459 4 21 .250

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat berpikir kritis signifikan sebesar 0,250
yang artrinya lebih besar dari 0,05 ( sig 0,250>0,05 ) sehigga dapat disimpulkan data
awal untuk mengukur kemampuan berpikir kritis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
mempunyai varian yang homogen. Setelah diketahui data pretest tersebut berdistribusi
normal dan mempunyai varian yang homogen, untuk melihat kemampuan awal anatara
kelas eksperimen dan kelas kontrol dilanjutkan dengan uji-t.
3) Uji-t ( Hipotesis )
Tabel 4.4 Uji-t kemampuan awal berpikir kritis.
t-test for Pretest hasil kemampuan
Equality of berpikir kritis siswa
Means Equal Equal
variances variances not
assumed assumed
T -422 -424
Df 57 56.999
Sig (2- tailed) .675 .673

Dari tabel 4.4 diatas dapat dilihat berpikir kritis signifikan sebesar 0,675 yang
artinya lebih besar dari 0,05 ( sig 0,675>0,05 ). Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan dari kemampuan awal berpikir kritis siswa untuk kedua sampel
yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Artinya jika tidak ada perbedaan antara kedua
sampel maka harus menggunakan Gain atau selisih.
2. Analisis data posttest kemampuan berpikir kritis
Posttest diberikan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap
pembelajaran yang telah diberikan baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol, serta
untuk menngetahui apakah model pembelajaran Group Investigation ( GI ) yang telah
diberikan berpengaruh atau tidak terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Analisis data
posttest kemampuan ber[ikir kritis dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.5 perhitungan skor kemampuan berpikir kritis berdasarkan (posttest)
Perhitungan Kelas
Eksperimen Kontrol

Jumlah skor 2195 2025


Skor tertinggi 90 85
Skor terendah 60 50
Rata-rata 78,40 65,32

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat hasil pengukuran rata-rata posttest
kemampuan berpikir kritis terjadi peningkatan. Pada kelas eksperimen termasuk kategori
terbaik dengan hasil rata-rata 78,40 dengan skor tertinggi 90 dan skor terendah 60
sedangkan untuk kelas kontrol mendapatkan rata-rata 65,32 dengan skor tertinggi 85 dan
skor terendah 50. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Group Investigation (
GI ) terhadap kemampuan berpikir kritis dapat dilihat dengan uji-t. Sebelum melakukan
uji-t maka dilakukan uji normalitas terlebih dahulu.
Tabel 4.6 Uji Normalitas kemampuan berpikir kritis
k.eks k.kontrol
N 28 31
6

positif .095 .131


negatif -148 -159
Kolmogrof .785 .887
smirnov Z
Asymp.Sig. .569 .411
(2-tailed)

Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh nilai posttest kemampuan berpikir kritis siswa
dikatakan berdistribusi normal apabila Asymp sig (2tailed) > a=0,05. Data posttest kelas
eksperimen dengan nilai signifikan sebesar 0,569>0,05 dan kelas kontrol 0,411 > 0,05
yang artinya data posttest kemampuan berpikir kritis siswa berdistribusi normal. Setelah
diketahui normalitas dilanjutkan dengan uji homogenitas varian menggunakan uji levene
statistic.
1) Uji Homogenitas
Setelah uji normalitas data diketahui dilanjutkan dengan uji homogenitas varian
dengan menggunakan uji levene statistic. Uji homogenitas ini berfungsi untuk
mengetahui apakah data posttest kemampuan berpikir kritis dari kelas eksperimen dan
kelas kontrol homogen atau tidak. Suatu data dikatakan homogen jika nilai levene
statistic maupun signifikannya lebih dari 0,05 (sig>0,05).
Tabel 4.7 Uji Homogenitas Kemampuan Berpikir Kritis
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1.111 5 20 .386

Berdasarkan tabel 4.7 diatas diketahui hasil uji homogenitas varian data posttest
yaitu dengan signifikan 0,386 yang artinya lebih besar dari 0,05 (sig 0,386>0,05).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai kemampuan berpikir kritis siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol mempunyai varian yang homogen. Setelah diketahui data
posttest kemampuan berpikir kritis siswa berdistribusi normal dan mempunyai varian
yang homogen, maka untuk melihat pengaruh posttest antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol selanjutnya dengan uji-t, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.8 Uji-t posttest kemampuan berpikir kritis
t-test for Posttest hasil kemampuan
Equality of berpikir kritis siswa
Means Equal Equal
variances variances not
assumed assumed
T 5.834 5.873
Df 57 56.956
Sig (2- tailed) .000 .000

Berdasarkan 4.8 diatas diketahui bahwa hasil uji-t diperoleh dengan nilai
signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 (sig 0,000<0,05). Serta T hitung 5,834 dan
Ttabel 1,998 yang artinya Thitung lebih besar dari Ttabel ( 5,834 > 1,998 ). Maka dapat
disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan dari skor posttest kemampuan berpikir
kritis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Jadi H 0 ditolak dan H1 diterima
artinya terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran Group Investigaion (GI)
terhadap kemampuan berpikir kriyis siswa di SMA Negeri 7 Bengkulu Utara.
3. Deskripsi Data Hasil Belajar
7

a. Analisis data pretest hasil belajar


Pengambilan data hasil belajar siswa meggunakan tes soal objektif sebanyak 10 butir
soal. Tes ini diberikan sebelum proses pembelajaran dilaksankan. Data hasil belajar ini
didapat dari 59 siswa. Data pretest hasil belajar dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.9 perhitungan skor hasil belajar siswa berdasarkan tes pretest
Perhitungan Kelas
Eksperimen Kontrol

Jumlah skor 1240 1400


Skor tertinggi 50 60
Skor terendah 20 20
Rata-rata 44,29 45,48

Berdasarkan tabel 4.9 diatas dapat diketahui bahwa rata-rata hasil belajar pada
kelas eksperimen X MIA 2 adalah 44,28 dengan skor tertinggi 50 dan skor terendah 20.
Sedanngkan rata-rata hasil belajar siswa kelas kontrol X MIA 3 adalah 45,16 dengan skor
tertinggi 60 dan skor terendah 20. Untuk mengetahui data tersebut berdistribusi normal
atau tidak maka akan dilakuka uji-t normalitas dengan menggunakan spss 21.
1 ) Uji Normalitas
Tabel 4.10 uji normalitas hasil belajar siswa berdasarkan tes pretest
k.eks k.kontrol
N 28 31
positif .250 .168
negatif -316 -229
Kolmogrof 1.673 1.277
smirnov Z
Asymp.Sig. .007 .077
(2-tailed)

Berdasarkan tabel 4.10 diperoleh nilai signifikannya sebesar 0,007 untuk kelas
eksperimen dan 0,077 untuk kelas kontrol yang artinya lebih besar dari 0,05. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa data pretest hasil belajar siswa berdistribusi normal. Setelah
diketahui ormalitas data dilanjutkan dengan uji-homogenitas varian dengan menggunakan
levene statistic.
2) Uji Homogenitas
Tabel 4.11 uji homogenitas hasil belajar siswa berdasarkan tes pretest
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
5.097 3 24 .007

Berdasarkan tabel 4.11 dapat dilihat signifikann sebesar 0,007 yang artinya lebih
besar dari 0,05 ( sig : 0,07 > 0,05 ) sehingga dapat disimpulka bahwa data hasil belajar
siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai varian homogen yang sama.
Setelah diketahui bahwa data pretest hasil belajar siswa berdistribusi normal dan
mempunyai varians yang homogen maka untuk melihat pengarh pretest antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol dilanjutkan dengan uji-t.
3) Uji-t ( Hipotesis )
Tabel 4.12 uji-t pretest hasil belajar
8

t-test for Equality of Means pretestt hasil belajar siswa


Equal variances assumed Equal variances not assumed
T -559 -570
Df 57 52.385
Sig (2- tailed) .578 .571

Berdasarkan tabel 4.12 diatas dapat dilihat hasil uji-t diperoleh nilai signifikan
sebesar 0,018 lebih besar dari 0,05 ( sig : 0,018 > 0,05 ). Maka disimpulkan tidak ada
perbedaan yang signifikan dari skor pretest hasil belajar siswa untuk kedua sampel yaitu
kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. Analisis data posttest hasil belajar


Data posttest hasil belajar siswa dengan sampel 59 orang siswa, dimana kelas
eksperimen 28 siswa dan kelas kontrol 31 siswa. Analisis data posttest hasil belajar siswa
dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
Tabel 4.13 perhitungan skor hasil belajar siswa berdasarkan tes akhir
Perhitungan Kelas
Eksperimen Kontrol

Jumlah skor 2200 1980


Skor tertinggi 90 80
Skor terendah 60 50
Rata-rata 78,57 63,87
Berdasarkan tabel 4.13 diatas dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan baik pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol, dilihat dari rata-rata untuk kelas eksperimen yang
awalnya sebesar 44,29 meningkat menjadi 78,57, sedanngkan nilai rata-rata kelas kontrol
dari 45,48 meningkat menjadi 63,87. Selanjutnya untuk mengetahui normal tidaknya
maka akan dilihat menggunakan uji-normalitas denngan spss 21.
1) Uji Normalitas
Tabel 4.14 uji normalitas posttest hasil belajar
k.eks k.kontrol
N 28 31
positif .277 .298
negatif -330 -218
Kolmogrof 1.748 1.659
smirnov Z
Asymp.Sig. .004 .008
(2-tailed)

Berdasarkan hasil perhitungan uji-normalitas pada hasil belajar siswa dikatakan


berdistribusi normal apabila Aysmp. Sig. (2 tailed ) > a= 0,05. Data posttest hasil belajar
siswa yang diperoleh dengan pembelajaran Group Investigation (GI) nilai signifikan
kelas eksperimen sebesar 0,004 yang artinya lebih besar dari 0,05 (sig 0,004 >0,05) dan
kelas kontrol sebesar 0,008 (sig 0,008>0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa data
posttest hasil belajar siswa berdistribusi normal. Selanjutnya akan dilakukan uji-
homogenitas untuk mengetahui apakah kedua sampel tersebut mempunyai varians yang
homogen yang sama atau tidak dengan menggunakan levene statistic.
9

Tabel 4.15 uji homogenitas posttest hasil belajar


Levene
Statistic df1 df2 Sig.
3.024 3 24 .049

Berdasarkan tabel 4.15 data yang diperoleh adalah sebesar 0,049 dimana lebih
besar dari 0,05 (sig 0,049 > 0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa kedua sampel tersebut
mempuyai varians yang sama. Setelah uji-normalitas dan uji-homogenitas kedua sampel
diketahui maka akan dialakukan uji-t untuk melihat apakah ada pengaruh hasil belajar
siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dapat dilihat degan tabel dibawah
ini :
Tabel 4.16 test-t posttest hasil belajar
t-test for Posttest hasil belajar siswa
Equality of Equal
Equal
Means variances
variances
not
assumed
assumed
T 7.435 7.485
Df 57 56.960
Sig (2- .000 .000
tailed)

Berdasarkan tabel 4.16 diatas dapat dilihat dari hasil uji-t diperoleh nilai p-value
statistic sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05) serta T hitung 7.435 dan Ttabel 1,998
artinya Thitung lebih besar dari Ttabel (7.475 > 1,998). Maka kesimpulanya adalah terdapat
pengaruh pada penggunaan model pembelajaran Group Investigation (GI) terhadap hasil
belajar siswa SMAN 7 Bengkulu Utara.

DISCUSSION
1. Pengaruh Model Pembelajaran Group Investigation (GI) Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa SMA Negeri 7 Bengkulu Utara.
Pada awal pembelajaran masing-masing kelas, baik kelas eksperimen maupun
kelas kontrol diberikan pretest untuk mengukur kemampuan awal berpikir kritis siswa
pada materi pembelajaran jamur. Dari pembelajaran tersebut didapatkan hasil rata-rata
skor pretest kemampuan berpikir kritis pada kelas eksperimen adalah 30,18 sedangkan
kelas kontrol dengan nilai rata-rata 31,30 seperti terlihat pada tabel 4.1. melalui hasil uji
normalitas diperoleh bahwa data berdistribusi normal seperti terlihat pada tabel 4.2,
dikatakan berdistribusi normal karena data tersebut lebih besar dari 0,05. Pada hasil uji
homogenitas diperoleh data pretest berpikir kritis memiliki varian yang homogen,
dikatakan homogen karena data tersebut lebih besar dari 0,05 seperti pada tabel 4.3.
analisis awal mengenai skor kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas
kontrol menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat pada
tabel 4.4 uji-t kemampuan berpikir kritis diperoleh signifikan sebesar 0,675 lebih besar
dari 0,05 (sig 0,675>0,05) atau Thitung < Ttabel (422<1.998).
Dari hasil analisis posttest didapatkan hasil rata-rata skor posttest pada kelas
eksperimen adalah 78,40 sedangkan pada kelas kontrol mendapatkan nilai rata-rata 65,32
dapat dilihat pada tabel 4.5. Dari data analisis hasil uji normalitas posttest kemampuan
berpikir kritis siswa berdistribusi normal, karena data tersebut lebih besar dari 0,05. Pada
10

uji homogenitas posttest kemampuan berpikir kritis didapatka bahwa data tersebut lebih
besar dari 0,05 terlihat pada tabel 4.6. Berdasarkan hasil hipotesis akhir uji-t dengan T hitung
5.834 > Ttabel. 1.998 maka dengan demikina H0 ditolak dan H1 diterima. Berdasarkan
analisis data tentang nilai kemampuan berpikir siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
setelah pembelajaran posttest dan sebelum pembelajaran pretest didapat selisih rata-rata
yaitu 48,22 sedangkan pada kelas kontrol yaitu 34,02 sehingga nilai rata-rata kemampuan
berpikir siswa kelas eksperimen lebih besar dibandingkan kelas kontrol, dan berdasarkan
hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran
Group Investigation (GI) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.
Pembelajaran dengan model Group Investigation (GI) dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa karena langkah-langkah dalam proses pembelajarannya
yang banyak melibatkan siswa, dimana guru memberikan LDS untuk melatih
kemampuan berpikir kritis dalam memecahkan suatu permasalahan tersebut. Dalam
proses pembelajaran siswa lebih aktif , keaktifan siswa ini ditunjukkan dari kemampuan
siswa unruk memberikan pendapat.hal ini sejalan dengan pendapat Wulandari, dkk.
(2013) bahwa cara belajar dengan menghafal tidak membantu siswa untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, karena siswa hanya memindahkan
informasi pengetahuan dari guru kepada siswa.
Maka dengan model pembelajaran Group Investigation (GI) siswa diberi
kesempatan yang luas untuk berpastisipasi langsung dalam pembelajaran. Sesuai dengan
pendapat Wicaksoo, dkk. (2017) bahwa dalam model pembelajaran Group Investigation
(GI) mengharuskan siswa aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajarandengan cara
menggali, mencari informasi yag akan dipelajari dengan bahan yang tersedia. Dalam
proses ini siswa akan lebih aktif lagi dalam mencari informasi penting dan
mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya.
Untuk menjadikan siswa berpikir kritis dan kreatif, maka pembelajaran yang
dilakukan bukan hanya memberikan pengetahuan dan kemampuan, tetapi juga diberikan
pengajaran sikap, sifat nilai dan karakter agar siswa dapat berpikir kritis. Sejalan dengan
pendapat Kartikawati & Pratama (2017) menyatakan bahwa Group Investigation (GI)
merupakn model pembelajaran yang salah satu bertujuan untuuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis, model pembelajaran memiliki keunggulan untuk melatif
peserta didik untuk membangun kemampuan berpikir kritis secara mandiri dan kritis
secara mandiri dan kritis kritis serta melatihnya dalam mennyelesaikan suatu
permasalahan didalam kelompok. Hal ini diperkuat oleh pendapat Juniartina, (2015)
menyatakan bahwa model pembelajaran Group Investigation (GI) memberikan peluang
kepada siswa untuk lebih banyak memahami proses pembelajaran dan memberikan
kesempata kepada siswa untk bekerja sebagai ilmuan, hal ini memungkinkan untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Model pembelajaran Group
Investigation (GI) merupakan sebuah model pembelajaran yang dalam tahap-tahapannya
memenuhi indikator kemampuan berpikir kritis agar dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa. Hal ini didukung pendapat Aini dkk (2015) semua tahapan dalam
model pembelajaran GI ini tidak dilakukan setiap pertemuan sekaligus, namun setiap
tahap dilakukan pada pertemuan yang berbeda. Tahap mengidentifikasi topik dan
mnegatur siswa kedalam kelompok, tahap merencanakan investigasi, tahap melaksanakan
investigasi, dan menyiapkan laporan akhir dilaksanakan pada pertemuan kedua, namun
laporan akhir tersebut dikumpulkan pada pertemuan terakhir. Tahap presentasi laporan
akhir dilaksanakan pada pertemuan ketiga dan keempat. Untuk tahap evaluasi dilakukan
pada pertemuan kelima, sehingga setiap tahap dalam model pembelajaran GI dapat
dilaksanakan dengan lebih maksimal.
11

Dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation (GI) siswa


tidaklah mengalami kesulitan dalam memecahkan suatu permasalahan. Hal ini diperkuat
oleh pendapat Nadiya dkk (2016) yang mengungkapkan bahwa model pembelajaran yang
efektif untuk mengatasi kesulitan belajar siswa dalam kemampuan berpikir kritis yaitu
dengan mengimplementasikan suatu pembelajaran yang berpusat pada siswa diajak untuk
lebih aktif dalam mempresentasikan atau mengkomunikasikan pemahamannya melalui
model pembelajaran Group Investigation (GI). Kemampuan berpikir kritis memiliki
peran penting dalam proses pembelajaran baik mencermati suatu pertanyaan dan berpikir
yang menekankan pembuatan keputusan tentang jawaban alternatif yang benar serta
kemampuan tersebut harus dikembangkan pada siswa untuk memecahkan masalah yang
terkait dengan pembelajaran.
Model pembelajaran Group Investigation (GI) memberikan dorongan kepada
siswa agar timbul rasa ingin tahu agar mencapai suatu keputusan. Hal tersebut didukung
oleh hasil penelitian yang dilakukan Ulum & Hidayah (2015) meyatakan bahwa tujuan
dari pembelajaran berpikir kritis ialah mendorong siswa untuk mempertanyakan apa yang
mereka dengar dan memeriksa pemikiran mereka jika terdapat kekeliruan logika dan
berpikir kritis akan membawa dampak yang lebih baik dalam kehidupan siswa. Sehingga
siswa diharapkan mampu berpikir kritis untuk mencapai hasil atau mengambil keputusan
yang benar dan tepat.
2. Pengaruh Model Pembelajaran Group Investigation (GI) Terhadap Hasil Belajar
Siswa SMA Negeri 7 Bengkulu Utara.
Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model
pembelajaran Group Investigation (GI) terhadap hasil belajar siswa yang menggunakan
model pembelajaran Group Investigation (GI) dan model pembelajaran konvensional.
Didapat hasil rata-rata skor pretest kemampuan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen
44,29 dan pada kelas kontrol 45,48 seperti pada tabel 4.9. melalui hasil uji normalitas
diperoleh bahwa data siswa berdistribusi normal seperti pada gambar 4.10, dikatakan
berdistribusi normal karena data tersebut lebih besar dari 0,05. Pada saat hasil uji
homogenitas diperoleh data pretest hasil belajar memiliki varians yang homogen,
dikatakan homogen karena data tersebut lebih besar dari 0,05 seperti pada gambar 4.11.
analisis awal mengenai skor pretest hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
menunjukkan ada perbedaann yang signifikan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.12 uji-t
hasil belajar siswa nilai signifikansi 0,578 dan 0,571 maka nilai tersebut lebih besar dari
0,05 atau Thitung < Ttabel (0,559<1,998).
Dari hasil analisis posttest nilai rata-rata hasil belajar kelas eksperimen yaitu 78,57
sedangkan kelas kontrol yaitu 63,87 terlihat pada tabel 4.13. Berdasarkan pada data
analisis hasil uji normalitas posttest hasil belajar pada tabel 4.14 didapatkan bahwa data
nilai tersebut berdistribusi normal, data tersebut lebih besar dari 0,05. Pada uji
homogenitas posttest hasil belajar didapatkan bahwa data nilai hasil belajar siswa berasal
dari sampel yang homogen, dikatakan homogen karena data tersebut lebih besar dari 0,05.
Berdasarkan hipotesis akhir uji-t kemampuan hasil belajar siswa menunjukkan bahwa
perolehan nilai uji-t dengan Th itung 7,435 dan Ttabel 1,998 maka Thitung > Ttabel 7,435 > 1,998.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran Group
Investigation (GI) terhadap hasil belajar siswa, jadi H0 ditolak H1 diterima.
Pembelajaran menggunakan model Group Investigation (GI) berpengaruh terhadap
hasil belajar siswa karena proses pembelajaran GI pelaksanaannya berpusat pada siswa,
sehingga siswa siswa lebih banyak diberi kebebasan untuk memperoleh informasi dan
bekerjasama kelompoknya agar dapat memecahkan suatu masalah, Sehingga dapat
terciptanya interaksi antara guru dan siswa. Siswa akan lebih aktif pada saat proses
pembelajaran berlangsung. Diperkuat oleh pendapata Putra, (2015) menyatakan bahwa
12

tahap yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan model pembelajaran ini adalah pada
tahap siswa mendiskusikan materi secara kooperatif dan ketua kelompok akan
memberikan permasalahan yang akan dipecahkan kepada setiap anggota kelompok,
sehingga anggota kelompok tidak akan ada yang tidak belajar. Dalam tahapan ini juga
anggotra kelompok dituntut untuk mencari dan menemukan gagasan-gagasan baru. Hal ini
juga diperkuat oleh pendapat Mayadari, (2013) menyatakan bahwa pembelajaran
menggunakan model GI melibatkan siswa secara menyeluruh selama proses pembelajaran
sehingga siswa menjadi aktif, kreatif, dan kritis dalam menyikapi suatu masalah yang
diberikan selama pembelajaran. Model pembelajaran Group Investigation (GI) memiliki
tahap yang paling memberikan pengaruh pada tahap keberhasilan.
Model (GI) lebih unggul dikarenakan membuat siswa tertarik dalam proses
pembelajaran, siswa melihat secara langsung dan mengamati sendiri masalah yang
dihadapi dalam pembelajaran. Pembelajaran Group Investigation (GI) juga memberikan
kesempatakan bagi siswa melakukan diskusi kelompok sehingga membuat siswa lebih
aktif dalam pembelajaran dan siswa belajar bersama-sama dalam kelompok untuk
memecahkan permasalahan. Sejalan dengan pendapat Azhari (2010) yang menyatakan
bahwa model GI merupakan model yang baik dalam memahami topik pembelajaran dan
dapat memberikan keputusan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, dapat
membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan topik pembelajaran dan
mengaitkannya dalam kehidupan nyata. Menurut Robert (2005) faktor lain yang
menyatakan pembelajaran Group Investigation (GI) dapat meningkatkan hasil belajar
adalah sintak pada tahap membantu penyelidikan siswa, pengembangan dan menyajikan
hasil belajar siswa, karena pembelajaran Group Investigation (GI) menggunakan dunia
nyata yang ditemui dilingkungannya sebagai dasar untuk memperoleh pengetahuan,
sehingga dapat melatih siswa untuk berpikir kritis dan memecahkan masalah. Diperkuat
oleh pendapat Delismar, (2013). Berdasarkan hasil pengamatan selama proses
pembelajaran siswa pada kelas eksperimen lebih terlihat aktif dari pada kelas kontrol, hal
ini terlihat pada saat diskus dalam kelompok kecil untuk memecahkan masalah serta siswa
lebih aktif memberikan respon baik terhadap jawaban yang diberikan teman maupun
dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Kerja sama antara siswa dalam
kelompok sangat terlihat dari cara merka membagi tugas antara masing-masing siswa
dalam berdiskusi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa model pembelajaran Group Investigation
(GI) berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas X SMA Negeri 7
Bengkulu Utara Kabupaten Bengkulu Utara. Hal ini karena proses pembelajaran Group
Investigation lebih menekankan pada partisipasi siswa secara aktif dalam menentukan
topik bahasan, menginvestigasi masalah, menganalisis hasil temuan dan menyampaikan
hasil temuan. Model pembelajaran ini dapat meningkatkan aktivitas dan partisipasi siswa
untuk mencari sendiri materi (informasi) dengan menggunakan bantuan berbagai sumber
belajar seperti buku pembelajaran yang relevan maupun dengan menggunakan internet.
Membaca berbagai referensi maka secara langsung dapat menambah penegetahuan siswa
sehingga dapat mendorong
daya berpikir kritis. Dengan demikian perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa
merupakan akibat pemberian perlakuan yaitu penerapan model pembelajaran Group
Investigation.
Tahapan dalam model pembelajaran Group Investigation mempengaruhi
kemampuan berpikir kritis siswa. Pada tahap pengelompokan dan pemilihan topik
mengarahkan siswa untuk dapat mengidentifikasi masalah yang ada dalam kehidupan
sehari-hari. Siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk menentukan
topik dari permasalahan yang sedang terjadi sekitar kehidupan mereka. Pada tahap
13

perencanaan dapat mendorong siswa untuk lebih bertoleransi dan bekerjasama antar
anggota kelompok karena siswa membagi tugas kelompok masing-masing
anggota kelompok. Tahap investigasi merupakan inti dari model pembelajaran Group
Investigation karena siswa mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai sumber untuk
menganalisis topik masalah yang mereka bahas. Sumber dapat diambil dari buku yang
relevan, internet, media cetak maupun elektronik dan narasumber yang terpercaya.
Setelah semua sumber terkumpul anggota kelompok saling bertukar pendapat, berdiskusi,
mengklarifikasi dan menganalisis semua gagasan/ide yang ada pada kelompok. Pada
tahap ini aspek kemampuan berpikir kritis yang terbentuk adalah melakukan observasi.
Melakukan observasi dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa karena
mendapat masukan dari banyak referensi yang mereka peroleh. Tahap pengorganisasian,
dimana anggota kelompok saling berkumpul untuk menyelesaikan laporan. Tiap anggota
menentukan pesan penting dari topik yang diteliti. Pada tahap ini aspek kemampuan
berpikir yang terbentuk adalah menentukan hasil observasi dan membuat keputusan.
Tujuan dari diskusi untuk mengambil keputusan yang digunakan untuk penyususan
laporan dan presentasi. Penyususan laporan hasil investigasi dikaji dengan konsep materi
yang sebenarnya, sehingga dapat diterima secara ilmiah karena hasil analisis investigasi
memiliki dasar yang kuat. Tahap presentasi dilakukan setelah kelompok melakukan
kegiatan penyelidikan dan menarik kesimpulan, dilanjutkan dengan presentasi atau
menyampaikan jawaban pada semua anggota kelas. Dalam tahap ini aspek kemampuan
berpikir kritis yang terbentuk adalah memberikan pendapat, menentukan hasil presentasi
dan menilai keputusan. Pada tahap ini dapat membentuk aspek kemampuan berpikir kritis
karena kegiatan yang dilakukan sangat kompleks, dimana siswa saling bertukar
pengetahuan yang ditandai dengan adanya tanya jawab, pemberian pendapat dan
sanggahan.
Tahap evaluasi, dimana guru memberikan ulasan dan penjelasan secukupnya
sebagai klarifikasi dari jawaban siswa. Tahap ini merupakan akhir dari pembentukan
pemikiran kritis siswa karena pemikiran kritis siswa sudah terbentuk disini. Guru
memberikan penguatan dari hasil presentasi sehingga kemampuan berpikir kritis siswa
lebih tajam. Dalam penelitian ini model pembelajaran Group Investigation dapat
berpengaruh untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis karena model pembelajaran
ini memiliki kelebihan yaitu 1) memungkinkan siswa dalam menggunakan kemampuan
inkuiri yang membuat siswa untuk lebih intensif dalam meneliti, mencari dan
menemukan pemecahan dari suatu masalah, 2) siswa yang berpartisipasi dalam GI
cenderung berdiskusi dan menyumbangkan ide, 3) mendorong siswa untuk berpartisipasi
aktif, 4) mengijinkan guru untuk lebih informal, sehingga guru dapat segera memberikan
bantuan, pujian, dan umpan balik, dan 5) meningkatkan penampilan dan prestasi belajar
siswa. Kelebihan model pembelajaran ini juga membuat pemikiran siswa menjadi lebih
terarah untuk menelaah dan mencari pemecahan suatu masalah sehingga dapat
mendorong siswa untuk berpikir lebih kritis.
Kelemahan model pembelajaran Group Investigation dalam kegiatan
pembelajaran selama penelitian yaitu: 1) tahapan model pembelajaran tidak dapat
diterapkan dalam satu kali pertemuan, 2) materi secara konsep kurang diberikan secara
maksimal, dan 3) siswa yang kurang aktif cederung tidak dapat mengikuti tahapan model
pembelajaran ini. Kelemahan ini dirasa tidak mengganggu selama siswa dapat
menerapkan kemampuan berpikir kritis dalam kehidupan sehari-hari.

4. COCLUSING
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa :
14

1. Terdapat Pengaruh Model Pembelajaran Group Investigation (GI) Terhadap


Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X di SMA Negeri 7 Bengkulu Utara.
2. Terdapat Pengaruh Model Pembelajaran Group Investigation (GI) Terhadap Hasil
Belajar Siswa Kelas X di SMA Negeri 7 Bengkulu Utara.
3. Model Pembelajara Group Investigation (GI) lebih baik dalam meni gkatkan
kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa dibandingkan model pembelajaran
konvensional.

5.Acnowledgments
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : Dr. H. Sakroni, M.Pd, Drs.
Santoso, M.Si, Drs. Nasrul, M.Pd, Drs. Kasmirudin, M.Si, Dr. Tomi Hidayat, M.Pd, Dr.
Jayanti Syafitri, M.Pd, dan untuk krluarga tercinta yang telah memberikan dukungan serta
motivasinya , doa dan segala dukungan untuk keberhasilan penulis selama menyelesaikan
studi.

References

Ahrivin, N. (2016).Pengaruh Model Group Investigation (GI) Terhadap Kemampuan


Berpikir Kreatif dan Hasil Belajar Biologi Siswa di SMPN 19 Bengkulu
Selatan.Skripsi.Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah
Bengkulu.Bengkulu.

Aini, M. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)
dengan mennggunakan LKS terhadap kemampuan memecahkan masalah materi
pokok struktur atom dan sistem periodik Usur pada siswa kelas XI Ipa SMAN
Gerung. Journal Ilmiah.

Azhari, 2013. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika siswa melalui


pendekatan Konstruktivisme dikelas VII SMP Negeri 2 Banyu Asin III.
Universitas Sriwijaya.palembang.

Budiatra, I., K., Sudana. D., N., & Arcana. N. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis
dalam Pembelajaran IPA. Journal PGSD.3 (1). Hal 1-10.

Darusman, M. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group


Investigation (GI) Terhadap Hasil Belajar dan Motivasi Siswa SMPN 11 Kota
Bengkulu.Skripsi.Universitas Muhammadiyah Bengkulu.Bengkulu

Delismar, Rayandra, A, dan Bambang, H.2013. Peningkatan Kreativitas dan


Kewterampilan Proses Sains Siswa Melalui Penerapan Model Group
Investigation. Program Megister Pendidikan Ipa Universitas Jambi. Edu Sains.

Fisher, Alec. 2009. Berpikir Kritis Sebuah Pengantar (Sagara, Gugi). Jakarta: Erlangga

Hamzah B. Uno.(2008). Perencanaan Pembelajaran Berbasis Karakter. Jakarta:Bumi


Aksara.
15

Irwandi.2010. Strategi Pembelajaran Biologi Berbasis Kontekstual. Universitas


Muhammadiyah Bengkulu Press Bengkulu.

Juniartina, P.P. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation


Terhadap Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa kelas XI
IA SMA Negeri 4 Singaraja. Journal Pendidikan. Seminar Nasional FMIPA
UNDIKSHA V. Hal 190.

Kartikawati, S., 2015. Pengaruh Penggunaan WhatsApp Messenger Sebagai Mobile


Learning Terintegrasi Metode Group Investigation Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis. Journal Pendidikan Teknik Elektro. Vol 2. No 2 hal 34

Lufri. 2007. Kiat Memahami Metodelogi dan Memahami Penelitian. UNP Press Padang.

Mayasari, A. 2013. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group


Investigation Berbentuk LKS Terhadap Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Kelas VII
SMP N 8 Padang. Pillar of Phisics Education, Vol:2. Hal 145-152.

Megawati, C., N. 2015. Model Pembelajaran Group Investigation dan Kemampuan


Berpikir Kreatif Siswa Pada Mata Pembelajaran Geografi.

Mudjiono & Dimyati.(2009). Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta.Jakarta

Nadiya, Rosdianto, H. & Murdani, E.2016. Penerapan Model Pembelajaran Group


Investigation (GI) Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada
Materi Gerak Lurus Kelas X. Journal Ilmu Pendidikan Fisika. Vol 2. No 2. Hal
50.

Putra. D., A., P. Sudarma, K. Tegeh, M. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Group Investigation Berbantuan Multimedia Interaktif Terhadap Hasil
Belajar IPA. E-Journal Edutech Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan
Teknologi Pendidikan. Vol:3 No 1.

Robert, E., S.2005. Cooperatif Learning Teori, Riset, Dan Praktik, Nusa Media.
Bandung.

Rusman .2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.


Rajawali Pers. Jakarta.

Rusman .2013. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.


Rajawali Pers. Jakarta.

Ruswandi.2013.Pembelajaran dan Hasil Belajar Siswa. jakarta. Bumi Aksara

Sagala. S.2013. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung.

Slameto. 2010. Belajar dan Proses Perubahan. Rineka Cipta.Jakarta.

Slameto.(2013). Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhi. Rineka Cipta. Jakarta.

Slavin, R.E.2010. Cooperatif Learning : Teori, Riset dan praktik. Bandung : Nusa Media

Sumarmi. 2012. Model-Model Pembelajaran Geografi, Malang: Aditya Media


16

Suprijono, A. 2013. Cooperative Learning. Pustaka Belajar. Yogyakarta

Tirtarahardja, dan Sulo. 2010. Pengantar Pendidikan ( Edisi Revisi ). PT. Universitas
Terbuka. Jakarta: Rimeka Cipta.

Ulum, B., & Hidayah, R. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Investigation (GI) Pada Materi Pokok Ikatan Kimia Untuk Melatihkan
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA Widya Darma Surabaya .
Journal Of Chemical Education. Vol 4. Hal 157.

Wicaksono, B., Sagita. L., & Nnugroho. W. 2017. Model Pembelajaran Group
Investigation (GI) Dan Think Pair Share (TPS) Terhadap Kemampuan Berpikir
Kritis. Journal Aksioma. Vol 8. No 2.

Windiatmojo, (2012). Pengaruh Model Pembelajaran Group Investigation Terhadap Hasil


Belajar Siswa Kognitif Biologi di SMA Negeri 5 Surakarta.

Wulandari, (2015). Pengaruh Model Student Team Achievement Division (STAD) dengan
Group Investigation (GI) terhadap Hasil Belajar Siswa dan Kemampuan Berpikir
kritis siswa kelas VIII di SMPN 4 Raya Timur

You might also like