Analisis Keterkaitan Perubahan Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan Kabupaten Magelang Berbasis Model Spatio Temporal Sig
Analisis Keterkaitan Perubahan Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan Kabupaten Magelang Berbasis Model Spatio Temporal Sig
Analisis Keterkaitan Perubahan Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan Kabupaten Magelang Berbasis Model Spatio Temporal Sig
Geoplanning
E-ISSN: 2355-6544
Volume 1, No 1, 2014, 21-32 http://ejournal.undip.ac.id/index.php/geoplanning
Article Info; Abstract: Agricultural land is part of the earth as a gift of God which is controlled by the state
and utilized for the prosperity and welfare of the people, as mandated in the Constitution of
Received: the Republic of Indonesia 1945. The existence of agricultural land can provide great benefits for
5 March 2014 economic, social, and environmental. Changement landuse from agricultural to non-
agricultural, causing decreased productivity of agricultural land, so that it appears the
Received in revised
hypothesis that the decline of agricultural land will affect food security. Based on these
form: 17 March 2014
problems, the research conducted to asses the relationship between changement in
Accepted: agricultural landuse with food security; a case study in Magelang District in 2009 until 2011.
28 March 2014 This research method using the spatio- temporal GIS, quantitatif analysis, and field calibration.
The results showed, that agricultural land area decreased 6.31%, but food security is not
Available Online: declining, because the food source of Magelang regency come from several areas around.
1 April 2014 From these results it can be concluded that the reduction of agricultural land does not
significantly affect the food security status of the certain area, but in the long term,the decline
Keywords: of agricultural land will affect national food security. So, to maintain food security, land use
Agriculture land control is necessary to prevent degradation of agricultural land for the establishment of
changes, Spatio- national food security.
temporal, GIS
.
Info Artikel; Abstrak: Lahan pertanian pangan merupakan bagian dari bumi sebagai karunia Tuhan yang
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran dan kesejahteraan
Diterima: rakyat, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
5 Maret 2014 Tahun 1945. Keberadaan lahan pertanian dapat memberikan manfaat besar untuk ekonomi,
sosial, dan lingkungan. perubahan lahan pertanian ke non pertanian, menyebabkan
Hasil Revisi :
produktivitas lahan pertanian menurun sehingga muncul hipotesis bahwa penurunan luas
17 Maret 2014
lahan pertanian akan berpengaruh pada ketahanan pangan. Berdasarkan permasalahan
Disetujui: tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengkaji keterkaitan perubahan lahan pertanian
28 Maret 2014 dengan ketahanan pangan pada studi kasus di Kabupaten Magelang di tahun 2009 s.d.2011.
Metode penelitian ini menggunakan metode spatio temporal SIG, analisis kuantitatif statistik,
Publikasi On-Line: dan kalibrasi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan luas lahan
1 April 2014 pertanian 6,31 %, namun ketahanan pangan tidak mengalami penurunan, karena sumber
pangan Kabupaten Magelang berasal dari beberapa daerah sekitar. Dari hasil penelitian ini
Kata kunci: dapat disimpulkan bahwa berkurangnya lahan pertanian tidak berpengaruh secara signifikan
Perubahan lahan terhadap status ketahanan pangan suatu daerah tertentu, namun dalam jangka panjan,
Pertanian, Spatio penurunan luas lahan pertanian akan mempengaruhi ketahanan pangan secara nasional.
Temporal, SIG Sehingga untuk mempertahankan ketahanan pangan, pengendalian guna lahan sangat
diperlukan untuk mencegah penurunan lahan pertanian demi terwujudnya ketahanan pangan
nasional.
1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat jumlah penduduk yang tinggi di dunia. Menurut
data kependudukan dunia, Indonesia menempati peringkat keempat dunia dengan jumlah penduduk 246
juta jiwa. Dengan jumlah penduduk yang sangat banyak tersebut, tentu akan diiringi dengan banyaknya
berbagai permasalahan menyangkut sosial, ekonomi, dan lingkungan. Selain dikenal dengan jumlah
| 21
Geoplanning 2014,Vol: 1, No: 1, 21-32 Destianto dan Pigawati
penduduknya, Indonesia merupakan negara agraris atau negara yang mengandalkan sektor pertanian baik
sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan. Keberadaan lahan pertanian
memberikan manfaat yang sangat luas secara ekonomi, sosial dan lingkungan bagi suatu wilayah. Namun,
seiring dengan perkembangan ekonomi suatu wilayah, perubahan fungsi lahan sawah ke penggunaan lain
telah menjadi salah satu faktor menurunnya luas lahan pertanian di berbagai wilayah. Terjadinya
perubahan lahan pertanian tersebut menjadi ancaman yang serius terhadap keberlanjutan kemandirian,
ketahanan, dan kedaulatan pangan di suatu wilayah. Perubahan lahan pertanian terjadi karena peningkatan
jumlah penduduk yang mempengaruhi penambahan permintaan lahan permukiman setiap tahun.
Kabupaten Magelang adalah salah satu wilayah di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Magelang
berbatasan langsung dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan berada di jalan negara yang
menghubungan Semarang - Yogyakarta. Sebagian Kabupaten Magelang ini berada di lereng Gunung
Merapi, sehingga berada dalam area rawan bencana letusan Gunung Merapi. Berdasarkan klasifikasi Kota,
Kabupaten Magelang merupakan kota sedang dengan jumlah penduduk sebesar 1.217.673 jiwa. Jumlah
penduduk tahun 2009 hingga 2011 mengalami penurunan sebesar 263 jiwa atau 0,21 %. Sedangkan,
Penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Magelang dalam kurun waktu 2009 hingga 2011 diprediksikan
turun mengingat banyaknya permukiman berkembang yang merubah fungsi lahan pertanian. Berdasarkan
latar belakang tersebut, muncul hipotesis bahwa berkurangnya lahan pertanian dapat menurunkan status
ketahanan pangan Kabupaten Magelang, sehingga melalui penelitian, keterkaitan perubahan lahan
pertanian dengan ketahanan pangan Kabupaten Magelang pada tahun 2009 hingga 2011 dapat diketahui.
| 22
Geoplanning 2014,Vol: 1, No: 1, 21-32 Destianto dan Pigawati
Lebih lanjut, Winoto dkk (1996) mendefinisikan perubahan penggunaan lahan sebagai suatu proses
perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lahan lainnya yang dapat bersifat permanen
maupun sementara, dan merupakan bentuk konsekuensi logis adanya pertumbuhan dan transformasi
perubahan struktur social ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Apabila penggunaan lahan untuk
sawah berubah menjadi pemukiman atau industri maka perubahan penggunaan lahan ini bersifat
permanen dan tidak dapat kembali (irreversible) tetapi jika beralih guna menjadi perkebunan biasanya
bersifat sementara. Perubahan penggunaan lahan pertanian berkaitan erat dengan perubahan orientasi
ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian
bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya luasan lahan, melainkan merupakan fenomena
dinamis yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia, karena secara agregat berkaitan erat dengan
perubahan orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat.
Konversi lahan biasanya terkait dengan proses perkembangan wilayah, bahkan dapat dikatakan bahwa
konversi lahan merupakan konsekuensi dari perkembangan wilayah. Sebagian besar konversi lahan yang
terjadi, menunjukkan adanya ketimpangan dalam penguasaan lahan yang lebih didominasi oleh pihak
kapitalis dengan mengantongi izin mendirikan bangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah (Wiradi, 2000).
Proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian disebabkan oleh beberapa
faktor. Kustiwan (1997) dalam Supriyadi (2004) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang
menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu:
1. Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan
perkotaan (fisik maupun spasial), demografi maupun ekonomi.
2. Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah
tangga pertanian pengguna lahan.
3. Faktor Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah
yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.
Selain itu, Pasandaran (2006) menjelaskan paling tidak ada tiga faktor yang mendasari perubahan guna
lahan sawah, yaitu:
1. Kelangkaan sumberdaya lahan dan air
2. Dinamika pembangunan
3. Peningkatan jumlah penduduk
Konsumsi pangan adalah sususan jenis dan jumlah pangan yang di konsumsi seseorang atau kelompok
orang pada waktu tertentu (Cepeda Nemesio, 2009 dalam Onic Fitriana, 2012). Setiap jenis pangan yang di
konsumsi suatu daerah satu dengan daerah lainnya tidak selalu sama. Tingkat konsumsi pangan antar
daerah satu dengan yang lainnya juga berbeda.
Data konsumsi pangan aktual berdasarkan hasil Susenas tahun 2011, terlebih dahulu dikelompokkan
sesuai dengan pengelompokkan yang ada di dalam Pola Pangan Harapan. Pengelompokkan tersebut
disederhanakan menjadi 9 kelompok bahan pangan diantaranya :
1. Padi-Padian : Beras , Jagung , Gandum, Terigu
2. Umbi-Umbian : Ubi Kayu, Ubi Jalar, Kentang, Talas, Sagu
3. Pangani Hewani: Daging, Telur Susu, Ikan
4. Minyak dan Lemak: Minyak Kelapa, Minyak Jagung, Margarin, Minyak Goreng
5. Buah/Biji Berminyak :Kelapa, Kenari, Kemiri, Jambu Mete, Coklat
6. Kacang-Kacangan: Kacang Tanah, Kacang Hijau, Kacang Merah, Kedelai
7. Gula : Gula Pasir, Gula Merah
8. Sayur dan buah: Semua jenis sayuran dan buah-buahan
9. Lain-Lain: Bumbu-Bumbuan, Teh, Kopi, Sirup, dan lainnya
Dari data yang diambil dari Badan Pusat Statistik, tanaman pertanian yang dikonsumsi oleh masyarakat
di Kabupaten Magelang sebagai pangan pokok terdiri dari beras, jagung, Ubi Jalar (Ketela Rambat), Ubi
Kayu (ketela pohon), dan Kacang Tanah. Sebagai bahan makanan pokok, konsumsi beras lebih
mendominasi dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya. Dalam menentukan konsumsi kebutuhan
pangan di Kabupaten Magelang perlu mencari standar konsumsi pangan untuk memperoleh kebutuhan
pangan Kabupaten Magelang. Tabel di bawah ini merupakan tabel standar konsumsi pangan yang
didasarkan pada pola pangan harapan yang diartikan bilamana pengkonsumsian pangan secara penuh.
| 23
Geoplanning 2014,Vol: 1, No: 1, 21-32 Destianto dan Pigawati
Tabel 1. Daftar kelompok pangan dan sumber energi (Kementerian Pertanian, 2012)
Dengan standar kebutuhan pangan tersebut maka dapat digunakan untuk mencari kebutuhan pangan
dan prakiraan kebutuhan pangan di Kabupaten Magelang dengan rumus sebagai berikut :
BP = Ʃ PTP x SN KP
BP = Ketersediaan Pangan
Ʃ P = Jumlah Penduduk
SN KP = Standart Kebutuhan Energi
Sedangkan untuk menghitung ketersediaan pangan pada tahun 2009-2011 di Kabupaten Magelang
dengan berdasarkan tabel kandungan energi pada tiap tanaman pangan di bawah ini :
Dengan menggunakanTabel 2, maka ketersediaan pangan dapat dihitung dengan rumus berikut :
KP = Ʃ PTP x SN Kal
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan
atau pembuatan makanan atau minuman (UU no 7 tahun 1996).
Definisi dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami perkembangan sejak adanya Conference of
Food and Agriculture tahum 1943 yang mencanangkan konsep secure, adequate and suitable supply of
food for everyone. Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi, namun umumnya mengacu definisi dari
| 24
Geoplanning 2014,Vol: 1, No: 1, 21-32 Destianto dan Pigawati
Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger (1992) yakni “akses semua orang setiap saat pada
pangan yang cukup untuk hidup sehat (secure access at all times to sufficient food for a healthy life).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan pemodelan spatio
temporal SIG. Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai obyek penelitian dan
variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing.
Pendekatan kuantitatif bertujuan untuk menguji teori, membangun fakta, menunjukkan hubungan antar
variable, memberikan deskripsi statistik, menaksir dan meramalkan hasilnya. metode spatio temporal
diterapkan dalam analisis perubahan lahan dan dalam menghitung luasan perubahan lahan dalam luasan
tertentu (ha) yang dihitung menggunakan perangkat lunak arcGIS 9.3. Sedangkan metode kuantitatif dalam
ketahanan pangan diperoleh dari penghitungan jumlah ketersediaan pangan dan kebutuhan konsumsi
pangan penduduk.
Metode analisis tersebut, diterapkan dalam beberapa bentuk analisis antara lain; analisis perubahan
lahan pertanian dari tahun 2009 ke tahun 2011, analisis produksi tanaman pangan tahun 2009 dan 2011,
analisis ketersediaan pangan di tahun 2009 dan 2011, analisis kebutuhan pangan di tahun 2009 dan 2011,
analisis ketahanan pangan di tahun 2009 dan 2011, analisis perubahan ketahanan pangan, dan analisis
keterkaitan perubahan lahan pertanian di kabupaten magelang terhadap ketahanan pangan.
Tabel 3. Perubahan lahan pertanian di Kabupaten Magelang (ha) (Sumber: analisis, 2014)
Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat dalam kurun waktu 2009 hingga 2011 perubahan lahan pertanian
terjadi merata di tiap kecamatan. Jumlah total perubahan lahan pertanian yaitu 2.675, 31 hektar atau
6,32% dari luas awal. Jika dilihat pada kondisi eksisting berdasarkan observasi lapangan, terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi perubahan lahan pertanian yang terjadi di Kabupaten Magelang, diantaranya;
1. Bencana Letusan Gunung Merapi pada bulan Oktober 2010
| 25
Geoplanning 2014,Vol: 1, No: 1, 21-32 Destianto dan Pigawati
Gambar 1. Analisis spatio-temporal perubahan lahan pertanian Kab. Magelang (analisis, 2014)
2009 2011
Gambar 2. Jumlah lahan pertanian yang berubah ke non pertanian (analisis, 2014)
| 26
Geoplanning 2014,Vol: 1, No: 1, 21-32 Destianto dan Pigawati
Selanjutnya, kebutuhan Pangan di Kabupaten Magelang tahun 2009 di hitung dari variabel jumlah
penduduk pada tahun 2009. Jumlah penduduk yang ada, di kalikan dengan standar konsumsi per orang per
kapita kemudian dikalikan jumlah hari dalam satu tahun. Jumlah penduduk kabupaten Magelang pada
tahun 2009 adalah 1.217.673 jiwa. Berdasarkan perhitungan analisis konsumsi pangan berdasarkan standar
pola pangan harapan tahun 2012 diperoleh hasil konsumsi pangan di kabupaten Magelang pada tahun
2009 adalah 1.084.459.573,80 kkal. Dengan rincian 444.450.645,00 kkal untuk masing-masing jenis padi-
padian (padi dan jagung) , 53.334.077,40 kkal pada masing-masing komoditas umbi-umbian (ubi jalar dan
ubi kayu, dan 44.445.064,50 kkal untuk komoditas kacang-kacangan (kacang tanah dan kedelai).
| 27
Geoplanning 2014,Vol: 1, No: 1, 21-32 Destianto dan Pigawati
Komoditas Jml Penduduk Th 2009 Standar Konsumsi Pangan Hari Dlm Konsumsi Pangan Th
(jiwa) (gram/kap/hr) Setahun 2011
(Kkal/Th)
Padi 1.217.673 1000 365 444.450.645,00
Jagung 1.217.673 1000 365 444.450.645,00
Ubi Kayu 1.217.673 120 365 53.334.077,40
Ubi Jalar 1.217.673 120 365 53.334.077,40
Kacang 1.217.673 100 365 44.445.064,50
Tanah
Kedelai 1.217.673 100 365 44.445.064,50
Jumlah 1.084.459.573,80
Dari dua analisis di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pada tahun 2009 jumlah ketersediaan
pangan lebih besar dari konsumsi pangan pada tahun sehingga dengan asumsi bahwa pemenuhan
kebutuhan pangan di kabupaten Magelang telah tercukupi oleh produksinya sendiri, atau dengan
pengertian lain pada tahun ini kabupaten Magelang berada dalam kondisi tahan pangan atau tidak terjadi
rawan pangan. Jika dikaitkan dengan kondisi lain dimana sebagian besar penduduk Kabupaten Magelang
mengkonsumsi beras atau padi sebagai makanan utamanya, hal ini tidak mempengaruhi kondisi ketahanan
pangan Kabupaten Magelang. Dari perhitungan terlihat jumlah ketersediaan pangan komoditas padi lebih
besar daripada kebutuhan konsumsi padi atau beras. Dengan jumlah tersebut, keadaan ketahanan pangan
di Kabupaten Magelang dapat dikatakan aman karena masih terdapat surplus bahan pangan pada tahun
2009.
Tabel 6. Perbandingan ketersediaan dan kebutuhan pangan tahun 2009 (analisis, 2014)
| 28
Geoplanning 2014,Vol: 1, No: 1, 21-32 Destianto dan Pigawati
Analisis Kebutuhan Pangan di Kabupaten Magelang tahun 2011 di hitung dari variabel jumlah
penduduk pada tahun 2011. Jumlah penduduk kabupaten Magelang pada tahun 2011 adalah 1.217.350
jiwa. Berdasarkan perhitungan analisis konsumsi pangan berdasarkan standar pola pangan harapan tahun
2012 diperoleh hasil konsumsi pangan di Kabupaten Magelang pada tahun 2009 adalah 1.089.171.910,00
kkal. Dengan rincian 444.332.750,00 kkal untuk masing-masing jenis padi-padian (padi dan jagung),
53.319.930,00 kkal pada masing-masing komoditas umbi-umbian (ubi jalar dan ubi kayu, dan 44.433.275,00
kkal untuk komoditas kacang-kacangan (kacang tanah).
Komoditas Jml Penduduk Th 2011 Standar Konsumsi Pangan Hari Dlm Konsumsi Pangan
(jiwa) (gram/kap/hr) Setahun Tahun 2011
(Kkal/Th)
Padi 1.217.350 1000 365 444.332.750,00
Jagung 1.217.350 1000 365 444.332.750,00
Ubi Kayu 1.217.350 120 365 53.319.930,00
Ubi Jalar 1.217.350 120 365 53.319.930,00
Kacang 1.217.350 100 365 44.433.275,00
Tanah
Kedelai 1.217.350 100 365 44.433.275,00
Jumlah 1.084.171.910,00
Dari dua analisis di atas yaitu analisis ketersediaan dan kebutuhan pangan, pada tahun 2011, kondisi
ketahanan pangan tidak jauh berbeda dengan tahun 2009 Kabupaten Magelang masih berada dalam
kondisi tahan pangan. Kondisi ini dipengaruhi oleh jumlah ketersediaan pangan yang melebihi jumlah
kebutuhan konsumsi pangan. Jika dilihat dari keseluruhan komoditas bahan pangan, jumlah ketersediaan
pangan mencapai 1.470.135.130 kkal, sedangkan kebutuhan konsumsi pangannya justru menurun
dibanding tahun 2009 yaitu sebesar 1.084.171.910,00 kkal. Sedangkan untuk bahan pangan utama yakni
beras/padi menunjukkan angka ketersediaan pangan sebesar 1.105.008.300 kkal, dan angka kebutuhan
konsumsi padi hanya berada di angka 444.332.750 kkal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut
Tabel 9. Perbandingan ketersediaan dan kebutuhan pangan 2011 (analisis, 2014)
| 29
Geoplanning 2014,Vol: 1, No: 1, 21-32 Destianto dan Pigawati
Gambar 4. Ilustrasi hubungan ketersediaan pangan dan kebutuhan pangan, sumber: analisis 2014
pangan mulai dari padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kedelai mengalami penurunan
produktivitas. Namun, dalam perhitungan ketersediaan pangan yang dihasilkan dari produktivitas tanaman
pangan tersebut, jumlah ketersediaan pangan di Kabupaten Magelang masih mampu mencukupi
kebutuhan pangan dari total keseluruhan jumlah penduduk di Kabupaten Magelang. Dengan kata lain,
Kabupaten Magelang masih dalam kondisi tahan pangan pada tahun 2011.
Jika melihat analisis sebelumnya, keterkaitan antara perubahan lahan pertanian dan ketahanan
pangan sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk. Jumlah populasi penduduk merupakan simpul awal
kedua aspek ini bertemu. Sebagai contoh yaitu perubahan lahan yang terjadi di beberapa kecamatan yang
berstatus perkotaan di Kabupaten Magelang lebih dikarenakan oleh meningkatnya jumlah lahan-lahan
permukiman baru. Jika ditarik ke atas, munculnya lahan permukiman baru merupakan salah satu imbas dari
meningkatnya jumlah penduduk. Dengan bertambahnya jumlah penduduk di Kabupaten Magelang, maka
permintaan akan lahan permukiman juga akan semakin meningkat.
Sedangkan dari aspek ketahanan pangan, jumlah penduduk memegang peranan penting dari salah satu sub
aspek ketahanan pangan yaitu kebutuhan pangan. Hal ini dapat dibuktikan dari perbedaan angka
kebutuhan pangan yang terjadi di Kabupaten Magelang pada tahun 2009 dan tahun 2011. Angka
kebutuhan pangan pada tahun 2011 menurun seiring dengan berkurangnya jumlah penduduknya.
Kesimpulannya, semakin banyak jumlah penduduk maka jumlah kebutuhan pangannya akan meningkat
pula begitu pula sebaliknya.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian dengan metode spatio-temporal SIG, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi
perubahan luas lahan pertanian dalam kurun waktu 2009 hingga 2011 di Kabupaten Magelang sebesar
2.675,31 hektar atau 6,23 %. Perubahan lahan pertanian tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya; bencana Letusan Gunung Merapi pada bulan Oktober 2010,Munculnya lahan-lahan
permukiman baru, Ekspansi / Perluasan bangunan pendukung pariwisata, Pengalihfungsian lahan pertanian
menjadi tegalan dan kebun warga. Produksi tanaman pangan di Kabupaten Magelang pada tahun 2009
mencapai 511.892 ton. Sedangkan penurunan produksi tanaman pangan terjadi pada tahun 2011 dimana
hasil pencapaian produksi hanya menunjukkan angka 463.176 ton atau berkurang 9,51 % dari tahun 2009.
Penurunan hasil produksi tanaman pangan terjadi diakibatkan oleh berkurangnya lahan pertanian dalam
kurun waktu tersebut.
Ketersediaan pangan di Kabupaten Magelang pada tahun 2009 yaitu sebesar 1.598.177.600 kkal.
Jumlah tersebut dihitung berdasarkan jumlah produksi pangan dan standar pangan per komoditas tanaman
pangan. Sedangkan pada thun 2011 seiring dengan menurunnya jumlah produksi tanaman pangan, angka
ketersediaan pangan pun ikut menurun yaitu sebesar 1.470.135.130. Kebutuhan pangan Kabupaten
Magelang pada tahun 2009 mencapai 1.084.459.573,80 kkal namun penurunan kebutuhan pangan terjadi
pada tahun 2011, kebutuhan konsumsi pangan pada tahun tersebut menjadi 1.084.260.442,16 kkal.
Penurunan jumlah ketersediaan pangan dipengaruhi oleh menurunnya produktivitas tanaman pangan di
wilayah tersebut pada tahun 2011.
Ketahanan pangan di Kabupaten Magelang tidak mengalami perubahan pada tahun 2009 hingga 2011.
Hal tersebut terjadi karena jumlah ketersediaan pangan lebih besar dari jumlah kebutuhan pangan
Kabupaten Magelang dengan jumlah pasokan sumber makanan berasal dari luar Magelang. Keterkaitan
perubahan lahan pertanian dengan ketahanan pangan di Kabupaten Magelang tidak terkait secara
signifikan dikarenakan berkurangnya jumlah lahan pertanian yang terjadi pada tahun 2009 hingga 2011
tidak merubah status ketahanan pangan di Kabupaten Magelang, namun dalam jangka panjang perubahan
lahan pertanian akan berdampak pada ketahanan pangan secara nasional.
5. DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1997. Ekonomi Pembangunan Edisi 4. Yogyakarta, Penerbit STIE YKPN
Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang dalam Angka, 2012.
FAO. 1976. An international action programme on water and sustainable agricultural development. A
strategy for the implementation of the Mar del Plata Action Plan for the 1990s. Rome.
| 31
Geoplanning 2014,Vol: 1, No: 1, 21-32 Destianto dan Pigawati
Fitriana, Onic. 2012. Pengaruh Rencana Konversi Lahan Pertanian Dalam RDTR Kawasan Perkotaan
Purwokerto Tahun 2012-2031. Proyek Akhir, Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota , Universitas
Diponegoro. Semarang
Gandasasmita, K. 2001. Analisis Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Daerah Aliran Sungai Cimanuk
Hulu Jawa Barat. Disertasi Program Studi Ilmu Tanah. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor
Isa, I. 2006. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Jakarta: Badan Pertanahan Nasional
Irawan, Bambang. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor
Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 23 No. 1, Juli 2005: 1-18. Bogor: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Lichfield, nathaniel. And drabkin. 1980. Land and policy planning. London : UNWIM
Lillesand, T. M. and R. W. Kiefer. 2000. Remote sensing and image interpretation. 4th ed. John Wiley and
Sons, New York, NY.
Nazir, Muhammad, 1986. Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia
Pasandaran, Effendi. 2006. Alternatif Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Sawah Beririgasi di Indonesia
dalam Jurnal Litbang Pertanian.
Perda Kabupaten Magelang No. 5 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang
tahun 2011-2031.
Sitorus, MT. 2001 : Lingkup Agraria dalam Menuju Keadilan Agraria: 70 Tahun Gunawan Wiradi, Penyunting
Endang, Suhendar dkk. Yayasan AKATIGA, Bandung.
Soekarno, 1991. Ekonomi Pembangunan dan Utang Luar Negeri. Jakarta : PT. Raja Gravindo Persada.
Supriyadi, A. 2004. Kebijakan Alih Fungsi Lahan dan Proses Konversi Lahan Pertanian.
UU. no. 7 tahun 1996 tentang Pangan
UU No.41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan Nasional
Winoto, dkk. 1996. Masalah Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Dampaknya Terhadap Keberlangsungan
Swasembada Pangan. Didalam: Hermanto (eds), Prosiding Lokakarya Persaingan Dalam Pemanfaatan
Sumberdaya Lahan dan Air:pp.64-82. PSE dan Ford Foundation
Wiradi, Gunawan. 2000. Masalah Pembaruan Agraria: Dampak Land Reform terhadap Perekonomian
Negara, Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor
| 32