Penarikan Personal Guarantee/Corporate Guarantee Sebagai Pihak Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Di Indonesia

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

PENARIKAN PERSONAL GUARANTEE/CORPORATE

GUARANTEE SEBAGAI PIHAK DALAM PERMOHONAN


PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
DI INDONESIA

Zulfina Susanti
Jendela Informasi dan Gagasan Hukum, p-ISSN No. 2337-4667, e-ISSN NO. 1359957835

156 Jurnal WASAKA HUKUM, | Vol. 7 No. 1, Februari 2019


Zulfina Susanti : Penarikan….

PENARIKAN PERSONAL
GUARANTEE/CORPORATE GUARANTEE SEBAGAI
PIHAK DALAM PERMOHONAN PENUNDAAN
KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DI INDONESIA
Zulfina Susanti

Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Sultan Adam Banjarmasin

Abstract : The guarantee aims to minimize the risk which is a means of protection for
the creditor's security in the form of legal certainty regarding the repayment of
debtor debts. Provision of guarantees, a Personal Guarantee / Corporate Guarantee
has special privileges that creditors can usually request to be released to give a sense
of security to creditors. The involvement of a Personal Guarantee / Corporate
Guarantee as a guarantor often results in the Personal Guarantee / Corporate
Guarantee being made by the Party by the creditor in the process of postponing the
Obligation of Debt Payment as an alternative debt settlement solution. The research
method used in this study is a normative legal research method. The results of the
study indicate that the position of Corporate Guarantee and Personal Guarantee that
voluntarily relinquishes their privileges can only be submitted as a party in a
bankruptcy application together with the Main Debtor but cannot be submitted as a
Party in the PKPU application. The parties wishing to make Corporate Guarantee or
Personal Guarantee as parties to the PKPU application require in-depth
understanding related to the position of Corporate Guarantee and Personal
Guarantee in order to provide optimal legal understanding.
Keywords : Personal Guarantee, deft repayment delays

Abstrak : Jaminan bertujuan memperkecil resiko yang merupakan sarana


perlindungan bagi keamanan kreditor berupa kepastian hukum akan pelunasan
utang debitor. Pemberian jaminan, seorang Personal Guarantee/Corporate
Guarantee memiliki hak istimewa yang biasanya dapat diminta oleh kreditor untuk
dilepaskan untuk lebih memberikan rasa aman kepada kreditor. Terlibatnya
Personal Guarantee/Corporate Guarantee sebagai penanggung sering
mengakibatkan Personal Guarantee/Corporate Guarantee dijadikan Pihak oleh
kreditor dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagai alternatif
penyelesaian utang piutang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kedudukan Corporate Guarantee maupun Personal Guarantee yang secara sukarela
melepaskan hak istimewanya hanya dapat diajukan sebagai pihak dalam
permohonan pailit bersamaan dengan Debitur Utama tetapi tidak dapat diajukan
sebagai Pihak dalam permohonan PKPU. Para pihak yang hendak menjadikan
Corporate Guarantee maupun Personal Guarantee sebagai pihak dalam
permohonan PKPU memerlukan pemahaman mendalam terkait dengan

Jurnal WASAKA HUKUM, | Vol. 7 No. 1, Februari 2019 157


Jendela Informasi dan Gagasan Hukum, p-ISSN No. 2337-4667, e-ISSN NO. 1359957835

kedudukannya Corporate Guarantee maupun Personal Guarantee guna memberikan


pemahaman hukum yang optimal

Kata kunci : Personal Guarantee, penundaan kewajiban pembayaran utang

PENDAHULUAN

Dana merupakan “oksigen” bagi suatu perusahaan dalam melakukan


kegiatan usahanya. Seperti halnya manusia yang tidak mungkin hidup tanpa oksigen,
perusahaan juga akan mati tanpa dana. Dana bagi perusahaan diperoleh dari berbagai
sumber, baik dari modal (equity) dan utang (loan).1 Perusahaan seringkali
melakukan peminjaman dana atau uang sebagai modal dibutuhkan kepada pihak
lain, untuk menjalankan atau membesarkan perusahaannya. Pihak yang memberikan
pinjaman dana disebut kreditor atau si berpiutang, sedangkan pihak yang menerima
pinjaman disebut debitor atau si berutang.

Sebuah perusahaan atau badan hukum memberikan suatu garansi atau


jaminan kepada pihak kreditor dalam pelunasan utangnya. Jaminan secara umum
diatur dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata),
yaitu segala kebendaan seseorang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak,
baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi
tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Jaminan secara umum ini masih
dirasakan kurang memadai oleh kreditor sehingga seringkali kreditor meminta
diberikan jaminan khusus.

Jaminan terbagi atas dua jenis, yaitu jaminan yang dilakukan oleh pribadi
(personal guarantee) dan pemberian garansi yang dilakukan oleh badan hukum
(corporate guarantee). Pada dasarnya keduanya memiliki prinsip yang sama dimana
hak dan kewajiban yang dimiliki pemberi garansi (penjamin) pada kedua jenis
penanggungan tersebut identik, hanya saja subjek pelakunya berbeda.

Jaminan perorangan atau borgtocht ini jaminan yang diberikan oleh debitor
bukan berupa benda melainkan berupa pernyataan oleh seorang pihak ketiga
1
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan, Jakarta: Grafiti, 2010, hlm. 295

158 Jurnal WASAKA HUKUM, | Vol. 7 No. 1, Februari 2019


Zulfina Susanti : Penarikan….

(penjamin/guarantor) yang tidak mempunyai kepentingan apa-apa baik terhadap


debitur maupun terhadap kreditor, bahwa debitor dapat dipercaya akan
melaksanakan kewajiban yang diperjanjikan, dengan syarat bahwa apabila debitor
tidak melaksanakan kewajibannya maka pihak ketiga itu bersedia untuk
melaksanakan kewajiban debitor tersebut.2

Krisis ekonomi terjadi pada tahun 1997 di Asia dan pada tahun 2009
diseluruh dunia, menyebabkan perusahaan yang sehat (solvent) berubah menjadi
tidak sehat (insolvent) bukan karena kesalahan manajemen atau faktor internal
perusahaan, tetapi karena pengaruh gejolak melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap
Dollar Amerika Serikat, yang menyebabkan utang perusahaan meningkat yang dapat
menimbulkan masalah utang piutang bagi perusahaan sebagai debitor dan pihak
pemberi dana pinjaman atau kreditor.3

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU


mengatur tentang upaya penyelesaian utang piutang melalui proses Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang atau disebut dengan PKPU, tujuannya adalah untuk
menyelamatkan perusahaan yang masih baik prospeknya dari kepailitan.

Proses PKPU sebagai alternatif penyelesaian utang piutang baru baru ini
menjadi pembicaraan dibeberapa media terkait karena dijadikannya jaminan
perorangan (personal guarantee) sebagai pihak yang dimohonkan PKPU atas utang
fasilitas kredit yang belum juga dibayarkan, PT. Ucoal Sumberdaya dimohonkan
PKPU oleh dua krediturnya, yakni PT Bank CIMB Niaga Tbk (Bank CIMB) dan PT
Bank ICBC Indonesia (Bank ICBC). Menariknya, dalam perkara Nomor
45/PDT.SUS- PKPU/ 2019/ PN. JKT. PST, itu para kreditur tak hanya menarik PT.
Ucoal Sumberdaya, namun turut menyeret dua entitas corporate guarantee sebagai
termohon dalam PKPU, yakni PT Astaka Dodol dan PT Baturona Adimulya.

2
Ibid.
3
Darminto Hartono, Economic Analysis Of Law Atas Putusan PKPU Tetap, Univesitas
Indonesia: Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, 2009, hlm. xi

Jurnal WASAKA HUKUM, | Vol. 7 No. 1, Februari 2019 159


Jendela Informasi dan Gagasan Hukum, p-ISSN No. 2337-4667, e-ISSN NO. 1359957835

Mengutip dari pernyataan alasan ditariknya dua entitas corporate guarantee sebagai
termohon dalam PKPU dikarenakan menurut kuasa hukum dari kreditor terdapat 10
putusan PKPU yang pernah ditangani dengan melibatkan guarantee sebagai pihak
dalam PKPU yang berhasil dikabulkan.4

Sebagai contoh putusan yang mengabulkan permohonan PKPU dengan


menjadikan Personal Guarantee Penjamin pihak dalam PKPU terdapat pada Putusan
Nomor 74/PDT.SUS- PKPU/2014/PN. NIAGA. JKT. PST dan No. 8/ PDT . SUS
. PKPU / 2018 / PN. MKS, putusan tersebut mengabulkan permohonan PKPU yang
menjadikan Personal Guarantee sebagai pihak dalam PKPU. Sementara ketentuan
Pasal 254 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU
menyebutkan bahwa “Penundaan kewajiban pembayaran utang tidak berlaku bagi
keuntungan sesama Debitor dan Penanggung”. Berdasarkan uraian singkat
permasalahan di atas apakah dengan melibatkannya Personal Guarantee/Corporate
Guarantee sebagai pihak dalam PKPU sudah tepat mengingat beberapa putusan
mengabulkan permohonan tersebut.

PEMBAHASAN

A. Personal Guarantee/Corporate Guarantee sebagai pihak dalam Permohonan


PKPU dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan PKPU.

Pada perjanjian utang piutang, terdapat 2 (dua) pihak yaitu debitor dan
kreditor. Pengertian kreditor adalah “orang yang mempunyai piutang karena
perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka
pengadilan.”5 Sedangkan debitor adalah “orang yang mempunyai utang karena
perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka
pengadilan.”6

4
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c91eb929f1f5/penarikan-i-corporate-
guarantee-i- dipermasalahkan-dalam-pkpu-ucoal di akses tanggal 30 April 2019, pukul 13.50 wib
5
Pasal 1 angka 2 UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU
6
Pasal 1 angka 3 UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

160 Jurnal WASAKA HUKUM, | Vol. 7 No. 1, Februari 2019


Zulfina Susanti : Penarikan….

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU


memberikan upaya hukum bagi debitor, agar harta kekayaannya tidak likuidasi
ketika debitor dinyatakan telah berada dalam keadaan insolvensi, yang bertujuan
untuk restrukturisasi utang-utang yang belum dibayarkan. Upaya hukum tersebut
adalah dengan mengajukan upaya hukum PKPU.7

Penundaan pembayaran dalam ilmu hukum dagang dikenal dengan nama


surseance van betailing atau suspension of payment. Debitor yang menduga atau
mengetahui bahwa dia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya
yang sudah bisa ditagih, dapat mengajukan permohonan penundaan pembayaran
utangnya melalui Pengadilan.8

Jaminan diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH


Perdata). Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata dapat disimpulkan seluruh harta dari
debitor menjadi jaminan dan tanggungan atas seluruh hutangnya dimana dengan
kata lain bertujuan untuk menjamin kreditur mendapatkan kepastian atas pelunasan
piutangnya. Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan bahwa semua kreditor
mempunyai kedudukan yang sama dan tidak ada yang didahulukan dalam
pemenuhan piutangnya (kreditor konkuren) dan masing-masing kreditor tersebut
memperoleh pembayaran yang seimbang dengan besarnya piutang masing-masing.

Jaminan perorangan atau dapat disebut perjanjian penanggungan (borgtocht)


adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu.9
Jadi jaminan yang diberikan kepada kreditur bukanlah benda, melainkan
perseorangan, yakni seseorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan,

7
Jamaslin Purba, Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Kecil Melalui Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Sebagai Sarana Restrukturisasi
Utang Debitor (Studi Kasus Pada PT Mandala Airlines), Tesis, Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada, 2013, hlm. 2
8
Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran di Indonesia,
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002, hlm.102

9
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan
dan Jaminan Perorangan, ditulis dalam rangka kegiatan Badan Pembinaan Hukum Nasional Berupa
Proyek Penulisan Karya Ilmiah,Tahun 2001, hlm. 47

Jurnal WASAKA HUKUM, | Vol. 7 No. 1, Februari 2019 161


Jendela Informasi dan Gagasan Hukum, p-ISSN No. 2337-4667, e-ISSN NO. 1359957835

baik terhadap kreditur maupun debitur. Borgtocht ini lain daripada jaminan yang
merupakan gadai, hipotik, atau fidusia, karena borgtocht ini merupakan jaminan
yang dilakukan oleh seseorang atau jaminan pihak ketiga (Persoonlijk). Pihak
ketiga ini dapat berupa pribadi kodrati yaitu orang (Personal guarantee) atau dapat
berupa badan hukum (Corporate guarantee).

Pengaturan mengenai borgtocht ini diatur dalam Buku III Bab 17 KUH
Perdata Pasal 1820-1850 tentang Penanggungan. Pasal 1820 KUH Perdata
berbunyi:

“Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana pihak ketiga guna


kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si
berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.”

Adapun ciri-ciri dari jaminan perorangan adalah sebagai berikut:10

1. Mempunyai hubungan langsung dengan orang tertentu.


2. Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu.
3. Seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan bagi pelunasan utang.
4. Menimbulkan hak perorangan yang mengandung asas kesamaan atau
keseimbangan (konkuren) artinya tidak membedakan mana piutang yang
terjadi lebih dahulu dan yang mana terjadi kemudian.
5. Jika suatu saat terjadi kepailitan, maka hasil penjualan dari benda- benda
jaminan dibagi diantara para kreditor seimbang dengan besarnya piutang
masing-masing.

Dilibatkan atau didudukannya Personal Guarantee/ Corporate


guarantee sebagai Pihak dalam Permohonan PKPU adalah penjamin (Corporate
guarantor) atas utang debitor dan telah melepaskan hak istimewanya sebagaimana

10
Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Hak-Hak yang Memberi Jaminan
Jilid 2, Jakarta: Ind-Hill Co, 2002, hlm. 16

162 Jurnal WASAKA HUKUM, | Vol. 7 No. 1, Februari 2019


Zulfina Susanti : Penarikan….

diatur dalam ketentuan Pasal 1430, 1831, 1833, 1843, 1847, dan 1849
KUHPerdata.

Para Pemohon PKPU yang melibatkan atau mendudukan penanggung


(personal guarantee/ corporate guarantee) dalam perkara Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) seringkali dilakukan oleh para praktisi hukum lainnya.
Kekeliruan yang terjadi dalam pelaksanaan hukum acara kepailitan perlu
diluruskan karena yang selama ini sering terjadi dan seakan-akan ada pembiaran
terhadap kekeliruan ini, diantaranya adalah didudukannya penjamin/ penanggung
dalam perkara PKPU.

Perkara PKPU seringkali dicampuradukan dengan perkara kepailitan


sehingga menciderai asas kepastian hukum yang selama ini berlaku di Republik
Indonesia, alasan didudukannya penjamin/penanggung dalam perkara PKPU
karena penjamin/ penanggung telah melepaskan hak istimewanya sebagaimana
diatur dalam Pasal 1831 sampai dengan Pasal 1838 KUHPerdata, jika kita kaji
secara mendalam mengenai penjamin/ penanggung telah melepaskan hak
istimewanya sebagaimana diatur dalam Pasal 1831 sampai dengan Pasal 1838
KUHPerdata, itu dalam konteks likuidasi aset milik penanggung atau eksekusi aset
milik penanggung karena terminologi hukum yang digunakan adalah disita dan
dijual (eksekusi), hal mana secara tegas didalilkan juga oleh Para Pemohon PKPU
yaitu :

Pasal 1832 KUHPerdata :

“Si Penanggung tidak dapat menuntut supaya benda-benda si berhutang lebih dulu
disita dan dijual untuk melunasi utangnya :

Apabila ia telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supaya benda-


benda si berutang lebih dulu disita atau dijual”

Artinya ketentuan tersebut berlaku untuk permohonan Kepailitan yang


memang tujuannya adalah melakukan sita umum terhadap aset debitor untuk
kemudian melakukan penjualan terhadap aset debitor termasuk aset
penjamin / penanggung.

Jurnal WASAKA HUKUM, | Vol. 7 No. 1, Februari 2019 163


Jendela Informasi dan Gagasan Hukum, p-ISSN No. 2337-4667, e-ISSN NO. 1359957835

Landasan filosofis sebagaimana diuraikan di atas maka secara tegas dan jelas
tidak perlu ditafsirkan lain, berdasarkan ketentuan Pasal 254 UU Kepailitan dan
PKPU secara tegas menyatakan :

“Penundaan kewajiban pembayaran utang tidak berlaku bagi keuntungan


sesama debitor dan penanggung”

Penjelasan Pasal 254 : cukup jelas

Menurut Munir Fuady, menyatakan:11 “Penundaan kewajiban pembayaran


utang tidak berlaku untuk peserta debitor dan guarantor” pernyataan tersebut
diperkuat oleh keterangan ahli Hadi Shubhan pada saat memberikan keterangannya
sebagai ahli dihadapan majelis hakim pada persidangan PT. Ucoal Sumberdaya
tanggal 19 Maret 2019, yang secara tegas menyatakan pada intinya bahwa :

“..PKPU tidak berlaku bagi penanggung atau guarantor walaupun terdapat


banyak putusan hukum mengenai hal itu, akan tetapi ada banyak juga putusan
hukum yang menolak itu..”

Berdasarkan uraian di atas secara jelas dan nyata dengan mendudukan


Personal Guarantee/ Corporate Guarantee dalam permohonan PKPU dengan
alasan penjamin/penanggung yang telah melepaskan hak istimewanya dalam
perkara PKPU adalah pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 254 Undang- Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, selain itu dengan
mendudukan penjamin/penanggung dalam perkara PKPU artinya para pemohon
PKPU telah mencampuradukan asas-asas kepailitan dengan asas-asas PKPU
sehingga melanggar asas kepastian hukum. Permohonan PKPU yang melibatkan
Personal Guarantee/ Corporate Guarantee sebagai pihak diajukan para pemohon
PKPU telah salah pihak (eror in persona) sehingga mengandung cacat yuridis dan
secara hukum permohonan PKPU ini patut untuk ditolak oleh majelis hakim yang
memeriksa dan mengadili perkara tersebut.

11
Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti 2014,
hlm. 191

164 Jurnal WASAKA HUKUM, | Vol. 7 No. 1, Februari 2019


Zulfina Susanti : Penarikan….

PENUTUP

Personal Guarantee/ Corporate Guarantee hanya bisa ditarik dalam


permohonan pailit, namun tak bisa ditarik sebagai termohon dalam PKPU karena
bunyi Pasal 254 UU Kepailitan dan PKPU a quo secara tegas membatasinya.
Adapun alasan tidak berlakunya Personal Guarantee/Corporate guarantee itu
dalam PKPU, dikarenakan guarantee - memang belum waktunya untuk ditarik
pembayarannya dalam masa PKPU. Terlepas dia sudah melepas hak
istimewanya, tetap saja pelepasan hak istimewa itu masuk dalam terminologi sita
dan jual.

Kalimat disita dan dijual mengacu pada kepailitan, sehingga yang dilakukan
untuk menarik Personal Guarantee/Corporate guarantee sebagai pihak dengan
menggunakan gugatan wanprestasi atau permohonan pailit bukanlah PKPU

DAFTAR PUSTAKA

LITERATUR
Darminto Hartono, Economic Analysis Of Law Atas Putusan PKPU Tetap,
Univesitas Indonesia: Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, 2009
Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Hak-Hak yang Memberi
Jaminan Jilid 2, Jakarta: Ind- Hill Co, 2002.
Jamaslin Purba, Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Kecil Melalui
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Sebagai Sarana Restrukturisasi
Utang Debitor (Studi Kasus Pada PT Mandala Airlines), Tesis, Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada, 2013
Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti 2014.
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok
Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, ditulis dalam rangka
kegiatan Badan Pembinaan Hukum Nasional Berupa Proyek Penulisan
Karya Ilmiah,Tahun 2001.
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No. 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan,Jakarta: Grafiti, 2010

Jurnal WASAKA HUKUM, | Vol. 7 No. 1, Februari 2019 165


Jendela Informasi dan Gagasan Hukum, p-ISSN No. 2337-4667, e-ISSN NO. 1359957835

Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran di


Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang
INTERNET

https://www.hukumonline.com/berita/bac a/lt5c91eb929f1f5/penarikan-i-corporate-
guarantee-i-dipermasalahkan-dalam-pkpu- ucoal di akses tanggal 30 April 2019,
pukul 13.50 wib

166 Jurnal WASAKA HUKUM, | Vol. 7 No. 1, Februari 2019

You might also like