Agus Suryono Profil Etos Kerja Birokrasi
Agus Suryono Profil Etos Kerja Birokrasi
Agus Suryono Profil Etos Kerja Birokrasi
Oleh
Dr. Agus Suryono. SU
ABSTRACT
SUMMARY
A. Pendahuluan
dan tidak adanya sistem insentif yang tepat yang mampu mendorong
4
Disamping itu, media massa secara berturut-turut juga
dan nasional mulai dari masalah epidemi demam berdarah (DB), flu
burung, gizi buruk balita, banjir tsunami, gempa bumi, tanah longsor,
laut dan kereta api yang terjadi di tanah air, yang sekaligus
Bahkan praktek KKN itu sendiri dalam otonomi daerah sudah bergeser
dari pemerintah pusat ke daerah, dan dari kelompok yang dekat dengan
5
lingkaran kekuasaan ke kelompok-kelompok atau kekuatan-kekuatan
bahwa kinerja birokrasi selama ini ternyata masih jauh dari harapan
pendistorsian makna.
Etika (berasal dari kata ethos), diartikan sebagai suatu kaidah abstrak
(Wignjosoebroto,1993)
6
etos kerja yang didalamnya terkandung gairah kerja yang kuat untuk
Etos kerja tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh
kerja yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih
sesempurna mungkin.
kerja adalah ibadah, kerja adalah seni, kerja adalah kehormatan, dan
Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, yang ditulisnya pada tahun
7
1905 dalam bahasa Jerman Die Protestantiche Ethik und der Geist des
Kapitalismus.
kerja keras adalah suatu keharusan bagi setiap manusia untuk mencapai
hidup hemat dan sederhana para pengikut ajaran Calvin itu tidak hanya
hidup lebih baik, tetapi mereka mampu pula memfungsikan diri mereka
8
Calvinist di Eropa. Dengan kata lain, paradigma ini mengajarkan bahwa
berkait dengan masalah dimiliki atau tidaknya etos kerja yang sesuai
apabila etnik atau bangsa tersebut memiliki etos kerja yang rendah.
dikasihi Tuhan?
menerus antara pilihan dunia dan agama. Dan Weber lebih tertarik pada
9
Konsep asketisisme oleh Weber dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
yang masuk akal. Dalam hal ini, Weber menyebut dua bentuk
10
dicirikan bersifat substantif. Orang yang bertindak dengan rasionalitas ini
secara pribadi. Tindakan rasional nilai itu, oleh Weber, dibedakan dari
Tuhan, suatu tugas hidup, dan suatu lapangan yang jelas dimana manusia
11
dan perilaku ekonomi di Indonesia. Para peneliti tersebut, antara lain:
struktural.
kerja dan Kohesi Sosial yang dilakukan di masyarakat Sumba, Rote, Sabu,
(1997) tentang Gaya Hidup Kota dan Etos Kerja Profesional Muda di
12
Petani: Kajian Strukturasionistik yang dilakukan di masyarakat petani
Sumbawa.
bahwa tesis Weber tentang keterkaitan etos kerja dan tingkah laku
aktivitas ekonomi.
13
(N-Ach), teori Galtung (1969) tentang sumber-sumber kekuasaan dan
ada pada diri manusia yang akan memberikan pengaruh penting pada
bersangkutan.
tinggi, antara lain: (1) banyak menuntut pada dirinya untuk memikul
tanggung jawab dari apa yang menjadi tugas atau pekerjaannya. (2) suka
dirinya maupun pengalaman dari orang lain. (3) jeli dan tanggap
(5) berpikir dan berorientasi jauh kedepan dengan modal optimis dan
14
sesuatu hal yang harus ditundukkan dan ditaklukkannya. (7) menyukai
masalah budaya, norma, dan ideologi. Dalam kajian literatur, ada dua
15
di Eropa pada abad pertengahan. Dalam hubungan yang bersifat
dalam pertukaran keuntungan yang dijaga dengan rapi oleh kedua belah
pihak.
pada masa lalu (biasanya dirujuk pada Kerajaan Mataram II) dengan nilai-
(patront-client).
16
balik struktur modernnya masih membawa nilai-nilai budaya patrimonial
Ada korelasi yang positif antara tingkatan hirarki jabatan dalam birokrasi
17
tingkat hierarki atas semakin memperlemah posisi pejabat di hirarki
kurang mampu mengatasi segala urusan, atau hirarki bawah tidak berani
diatasnya.
F. Metodologi Penelitian
Dari peta teoritis diatas menunjukkan bahwa selama ini studi tentang
etos kerja cenderung bersumber pada pendekatan budaya dan doktrin agama,
Untuk mengisi kelangkaan studi inilah, tulisan hasil penelitian ini mencoba
memberikan nuansa baru mengenai studi etos kerja dalam setting birokrasi.
18
tingkah laku manusia) dengan memandang individu birokrat sebagai aktor
corak dan konsep tipe ideal birokrasi rasional yang diajukan Weber (walaupun
wewenang yang sudah ditentukan. Untuk itu ada tiga elemen pokok yang
jawabkan.
20
yang berupa aparatur pemerintah (aktor, agency) merupakan faktor
kepentingan masyarakat.
sendiri, yang bergeser dari visi, misi dan tujuan birokrasi itu sendiri.
merupakan tujuan akhir yang dia kejar, bukannya sebagai sarana untuk
birokrasi (apalagi jabatan itu empuk dan basah), maka si birokrat akan
21
melaksanakan kewajiban untuk tanggap terhadap kepentingan yang ada
di masyarakat.
parahnya, bahwa mereka jarang yang memiliki visi dan program kerja
yang jelas.
22
peraturan, cenderung patuh terhadap ketentuan dan peraturan tertulis.
diri sebagai orang yang tidak gila harta dan gila jabatan.
23
kepentingan pribadi (baik secara ekonomi maupun prestise sosial),
selalu diwarnai oleh apa yang dianggap ideal dalam pola pikirnya pada kurun
jer basuki mawa bea, ana rega ana rupa, direwangi adus keringet, rawe-
sebagainya.
ana upa (ada hari ada rezeki), nampaknya sudah dianggap sebagai
25
Kondisi ini, secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh
Lahirlah kinerja birokrasi yang bersifat kaku, serba aturan, dan maunya
pegawai yang beretos kerja tinggi dan pegawai yang beretos kerja
sama, dengan lingkungan fisik pekerjaan yang memenuhi syarat dan yang
cangkrukan dan jagongan, terutama jika tidak ada tugas dan perintah
(adagium) sikap mental, bahwa “bekerja keras atau tidak bekerja keras
itu sama saja; rajin atau malas, toh akhirnya juga naik pangkat”. Mereka
bagi mereka, prestasi tidak lagi diutamakan bahkan tidak sedikit yang
26
McClelland masih rendah. Mereka berproduksi rendah, karena tuntutan
kebutuhan yang ingin dipenuhi juga rendah (low production for limited
Peraturan Gaji Pegawai Negeri (PGPN) yang berlaku sekarang ini. Dari
yang diberlakukan di birokrasi, yaitu: (1) gaji pokok, (2) tunjangan, (3)
pensiun, (4) cuti, (5) perawatan, (6) tunjangan cacad, (7) uang duka, (8)
sosial, (3) keberhasilan kerja dimaknai secara santai yaitu yang penting kerja
27
atau pokoknya jalan, dan (4) keberhasilan kerja karena faktor nasibnya yang
baik.
bersifat ekonomi dan sosial, maka dia akan bekerja dengan etos kerja
tetapi jika tidak menguntungkan dia akan bekerja secara santai. Bagi
faktor nasibnya baik, maka menurut peneliti tipologi ini sulit dijelaskan
(predestination).
disiplin, jujur, rajin, mandiri, dan tebal iman. Artinya, seseorang yang
28
Kerja keras perlu untuk meningkatkan prestasi atau keberhasilan
dan hasil kerja. Rajin atau tekun perlu untuk melaksanakan dengan
menciptakan rasa percaya diri dan tidak bergantung pada orang lain atau
teman kerja dalam menyelesaikan tugas pekerjaan. Dan tebal iman perlu
untuk membentengi diri agar tidak mudah tergoda dan terjerumus dalam
maupun masyarakatnya.
bahwa bekerja yang baik harus bersumber pada ajaran yang menekankan
pada sifat kerja keras, rajin atau tekun, hemat, berperhitungan, sanggup
29
money, credit is money, money grows money, honesty is the best policy,
Ing madya mangun karsa (pemimpin harus berada ditengah dan mampu
indahnya dunia), Jer basuki mawa bea (untuk mencapai sukses harus
mandi keringat), jika mau kita bisa, waktu adalah kerja, ada hari ada
kerja, ada kerja ada upah, jika ada yang mudah mengapa dipersulit,
30
merupakan tujuan utama bagi kami, jadilah pemenang bukan yang kalah,
tiada hari tanpa prestasi, hari kemarin, hari esok lebih baik daripada
birokrasi ? Inilah persolan baru yang dihadapi dalam studi ini, dan kiranya
H. Kesimpulan
behavior. Refleksi konkrit etos kerja dapat dilihat dari semangat kerja
atau spirit kerja, dan bukan ritual kerja atau pokoknya bekerja.
dalam bertindak, sedangkan etos kerja lebih menegaskan sikap itu sudah
31
sekelompok orang. Dengan demikian, etos kerja birokrasi
mengungkapkan semangat dan sikap batin yang tetap dari seseorang atau
birokrasi yang tinggi sangat ditentukan oleh proses adopsi, adaptasi dan
perilaku kerja positif dalam birokrasi yang timbul sebagai refleksi dari
keyakinan tentang nilai baik dan benar dalam kinerja birokrasi. Atau
sebagai konsep dan paradigma tentang makna kerja yang diyakini oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam birokrasi sebagai baik dan benar
32
DAFTAR BACAAN :
33
Kerajaan-Kerajaan di Bali Abad Ke sembilan Belas, Yogyakarta,
Yayasan Bentang Budaya.
Hariandja, Denny, BC, 1999, Birokrasi Nan Ponggah: Belajar dari
Kegagalan Orde Baru, Yogyakarta, Kanisius.
Magnis, Suseno, Franz, 1978, Menuju Etos Pekerjaan Yang Bagaimana?,
Jakarta, Prisma, No.11, Desember 1978.
Marshall, Edward.M, 1996, Transformasi Etos Kerja: Pengaruh Etos kerja
Terhadap Sukses Organisasi, Jakarta, Halirang.
Masduki, Teten dan Fadjar,Muktie, 2003, Menyingkap Korupsi di Daerah,
Malang, In-Trans.
Mas’oed, Mochtar, 2003, Politik, Birokrasi dan Pembangunan,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
McClelland, David.C, 1965, N-Achievement and Entrepreneurship, A
Longitudinal Study, Journal of Personality and Social Psychology,
1, 389-392.
Michels, Robert, 1984, Partai Politik, Kecenderungan Oligarkhis dalam
Birokrasi, Jakarta, Rajawali.
Pfiffner, John.M, 1960, Administrative Rationality, dalam Public
Administration Review 20, No.3. Summer, 1960.
Rahardjo, M.Dawam, 1990, Etika Ekonomi dan Manajemen, Yogyakarta,
Tiara Wacana.
Rasyid, Muhammad Ryaas, 2002, Makna Pemerintahan, Tinjauan dari
segi Etika dan Kepemimpinan, Jakarta, Mutiara Sumber Widya.
Riggs, Fred.W,1964, Administration in Developing Countries: The Theory
Of Prismatic Society, Boston, Houghton Mifflin Company.
Ritzer, George, 1980, Sociology : A Multiple Paradigm Science, dalam
Alimandan (penerjemah),2002, Sosiologi Ilmu Pengetahuan
Berparadigma Ganda, Cetakan ketiga, Jakarta, Rajawali Pers.
Siagian, Sondang,P, 1994, Patologi Birokrasi: Analisis, Identifikasi dan
Terapinya, Jakarta, Ghalia Indonesia.
Sinamo, Jansen, 2000, Strategi Adaptif Abad Ke 21, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama.
Thoha, Miftah dan Dharma, Agus (editor), 1999, Menyoal Birokrasi
Publik, Jakarta, Balai Pustaka.
------------, 2003, Birokrasi dan Politik Di Indonesia, Cetakan Pertama,
Jakarta, RajaGrafindo Persada.
Weber, Max, 1958, The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism,
New York, Charles Scribners Sons.
Wignjosoebroto, Soetandyo, 1993, Etika Profesi: Perkembangan dan
Keharusannya untuk Mengkaji Ulang, Makalah pada Seminar
Perdana ISI Cabang Malang, pada tanggal 24 September 1993.
Windhu, I.Marsana, 1992, Kekuasaan dan Kekerasan Menurut Johan
Galtung, Mohtar Mas’oed (pengantar), Yogyakarta, Kanisius.
34
35