Kitab Tafsir Tamsyiatul Muslimin
Kitab Tafsir Tamsyiatul Muslimin
Kitab Tafsir Tamsyiatul Muslimin
OLEH
Kelompok 6
2022 M/ 1444 H
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ahmad Sanusi adalah seorang putera Sukabumi yang pernah berkiprah
di panggung nasional di era 1920-an, pernah menorehkan tinta emas dalam
sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Sehingga tidak heran
apabila beliau diangkat sebagai salah satu perintis kemerdekaan oleh
Pemerintah Republik Indonesia dan mendapat anugerah penghargaan Bintang
Maha Putera Utama pada tanggal 12 Agustus 1992 dan Bintang Maha Putera
Adipradan pada tanggal 10 November 2009 dari Presiden Republik
Indonesia.1
Tidak kurang dari tiga hasil karya tafsir al-Quran dan sejumlah tafsir
sûrah-sûrah lainnya telah dihasilkan oleh Ahmad Sanusi. Dengan tiga karya
agungnya dalam bidang tafsir al-Quran, yakni: Maljâ’ al-Tâlibîn fî Tafsîr
Kalâm Rabb al-‘Âlamîn, Raudat al-‘Irfân fî Ma’rifat al-Qur’ân 30 Juz (dua
jilid) dan Tamsyiyyat al-Muslimîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-‘Âlamîn, tidaklah
berlebihan jika Ahmad Sanusi dipandang sebagai salah satu ulama
tafsir (mufassir) terpenting yang pernah dimiliki Indonesia. Dari ketiga tafsir
tersebut yang menjadi objek kajian pada makalah ini yaitu Tafsir Tamsyiatul
Muslimin Fi Kalam Rabb al-Alamin. Tafsir tersebut berjudul lengkap dan
bertulisan asli Tamsjijjatoel Moeslimin fie Tafsieri Kalami Rabbil ’Alamien.2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi pengarang kitab Tafsir Tamsyiatul Muslimin K.H
Ahmad Sanusi,rihlah ilmiah, guru-guru, murid, serta karya-karyanya.
2. Bagaimana sistematika penulisan tafsir dan corak penafsiran, karakteristik
kitab tafsir dan contoh penafsirannya.
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh kitab tafsir
Tamsyiatul Muslimin
1
Munandi Shaleh, K.H. Ahmad Sanusi “Pemikiran dan Perjuangannya dalam
Pergerakan Nasional”, (Tangerang: Jelajah Nusa, 2014), 1.
2
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir di Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi (Jakarta:
Teraju, 2003), cet. ke-1, hlm.54
3
BAB II
PEMBAHASAN
3
H. Munandi Shaleh, K.H. Ahmad Sanusi: Pemikiran dan Perjuangannya dalam Pergolakan
Sosial, (Tangerang Selatan: Jelajah Nusa, 2016), hlm. 2
4
Mafri Amir dan Lilik Umi Kulsum, Literatur Tafsir Indonesia, (Ciputat: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta, 2011), hlm. 76
5
Hanwar Priyo Handoko, “Konsep Pendidikan K.H Ahmad Sanusi”, dalam jurnal Dewantara,
Vol. 1, No. 01 Januari-Juni 2016, hlm. 30
6
Mafri Amir, Literatur Tafsir Nusantara, (Tangerang Selatan: Mazhab Ciputat, 2013)
Cet. 2, hlm. 87.
4
pendidikan apapun yang diberikan harus disesuaikan dengan kemampuan dan
jenjang usia anak.
B. Rihlah ilmiah
Pendidikan keagamaan yang dijalani oleh Ahmad Sanusi tidak hanya
diperoleh dari orang tuanya, melainkan dari beberapa orang ajengan. Dengan
kata lain, beliau mulai belajar dari satu pesantren ke pesantren lain.8 ia
melanjutkan pendidikannya ke beberapa pondok pesantren di Jawa Barat
seperti Cianjur, Garut dan Tasikmalaya. Hal ini untuk memperdalam pelajaran
agama, juga untuk menambah pengalaman dan memperluas pergaulan dengan
masyarakat. Setelah merasa cukup menimba ilmu di tanah air, kemudian
Ahmad Sanusi berangkat ke Makkah untuk menjalankan ibadah haji serta
melanjutkan pendidikannya selama lima tahun. Selama berada di Makkah
Ahmad Sanusi berguru keapada ulama-ulama besar yang ada di Makkah,
antara lain Shaikh Salih Bafadil, Shaikh Ali Maliki, al-Tayyibi dan lain-lain
yang umunya berguru kepada ulama yang bermadzhab Shafi’iyyah.9
7
Ajengan adalah panggilan untuk seorang kyai di tanah Sunda
8
Abdullah Muaz, Ahmad Maymun, dkk .Khazanah Mufasir Nusantara, (Jakarta :
Program Studi Ilmu AlQuran dan Tafsir ) Cet. 1, hlm.2-3
9
Saifuddin, “Haji Ahmad Sanusi: “Ulama dan Pejuang”, Al-Qalam, (1995), 26.
5
j) Pesantren Gudang (Tasikmalaya) yang dipimpin oleh K.H. R. Suja’i
sekitar 12 bulan10.
Setelah mengembara ke berbagai pesantren, akhirnya ajengan Sanusi
pulang ke Sukabumi pada tahun 1909 dan belajar lagi ke pesantren Babakan
Selaawi Baros Sukabumi. Ketika nyantri di pesantren tersebut, ajengan Sanusi
bertemu dengan seorang gadis cantik nan ayu yang bernama Siti Juwariyah.
Gadis itu adalah putri Kyai Haji Affandi dari Kebon Pedes. Lalu pada tahun
1910 ajengan Sanusi menikahi Siti Juwariyah dan beberapa bulan kemudian,
ajengan Sanusi beserta istrinya pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji.
Setelah selesai menunaikan ibadah haji, ajengan Sanusi dan istrinya tidak
langsung pulang ke tanah kelahirannya melainkan bermukim terlebih dahulu
di Mekah selama 5 tahun untuk memperdalam ilmu keislaman. Pada
umumnya, para ulama yang didatangi ajengan Sanusi adalah para ulama yang
bermazhab Syafi’i. Selain kalangan ulama, ajengan Sanusi pun mengunjungi
para tokoh pergerakan untuk ditimba ilmunya dan dijadikan teman diskusi.
Berikut beberapa ulama dan tokoh pergerakan yang dikunjungi ajengan
Sanusi: Dari kalangan ulama, di antaranya Syaikh Shaleh Bafadil, Syaikh
Maliki, Syaikh Ali Thayyib, Syaikh Said Jamani, H. Muhamad Junaedi, H.
Abdullah Jawawi dan H. Mukhtar.
10
H. Munandi Shaleh, K.H. Ahmad Sanusi: Pemikiran dan Perjuangannya dalam
Pergolakan Sosial, ( Bekasi : Grafika Offset, 2011) hlm. 4
6
Sanusi mengajar dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan
menerapkan metode halaqah sehingga relatif mudah diterima oleh para santri
dan jama’ahnya. Hal lain yang membuat ajengan Sanusi lebih dikenal
masyarakat adalah setelah beliau dipanggil penguasa setempat untuk
diintrogasi oleh aparat pemerintah Kolonial Belanda (Wadana Distrik
Cibadak, Raden Karnabrata) yang pernah melakukan proses verbal terhadap
sebuah karya yang ditulisnya ketika di Mekah tahun 1914. Kitab tersebut
diberi nama “Nahratuddargham (Suara Singa Wilayah)” yang isinya berupa
pembelaan ajengan Sanusi terhadap surat kaleng yang menjelek-jelekkan
Sarekat Islam.
Metode halaqah diterapkan bagi para santri yang sudah kelas atas,
sedangkan metode sorogan dan bandungan diterapkan bagi santri yang masih
duduk di tingkat dasar.12 Selain mendirikan pesantren, ajengan Sanusi
mendirikan Majelis Umum untuk pengajian masyarakat luas di beberapa
lokasi, di antaranya di Cikukulu Sukabumi, Cipelang Gede Sukabumi dan
Cijengkol Cianjur. Dalam kurun waktu 6 tahun memimpin pesantren Genteng,
11
Ibid, hlm. 9
12
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K.H. Ahmad Sanusi, hlm. 45-46.
7
pemikiran keagamaan ajengan Sanusi sudah ditulis ke dalam beberapa buah
kitab dan majalah yang sengaja diterbitkan. Dengan demikian, gagasan dan
sikapnya banyak dikenal oleh khalayak ramai, serta membuat namanya
menjadi terkenal sampai ke daerah Cianjur, Bogor, Priangan, dan Batavia.
Di tengah-tengah kesibukannya mengajar para santri, ajengan Sanusi
terpaksa harus meninggalkan pesantren Genteng karena ditahan oleh
pemerintah kolonial Belanda. Setelah masa tahanannya selesai ajengan Sanusi
tidak pulang ke pesantren Genteng, melainkan pulang ke daerah Cipelang
Gede karena beliau masih berstatus tahanan kota sehingga tidak diperbolehkan
pulang ke pesantren. Ajengan Sanusi tinggal di Cipelang Gede selama satu
bulan. Kemudian membeli sebidang tanah di daerah Gunung Puyuh dan
menetap di sana. Kemudian beliau mendirikan sebuah perguruan Syamsul
Ulum pada tahun 1934 yang kini lebih dikenal dengan nama pesantren
Gunung puyuh. Tanah yang dibangun pesantren pada mulanya adalah sebuah
rawa. Oleh karena itu, ajengan Sanusi berinisiatif membangun sebuah
pesantren. Selain itu, banyak pula para santri yang datang untuk menimba
ilmu kepadanya dan mereka tinggal di rumah warga. Ajengan Sanusi adalah
ulama yang cerdas dan produktif melahirkan segudang karya, sehingga modal
yang dipakai beliau untuk membeli sebidang tanah dan mendirikan pesantren
adalah hasil dari karya-karyanya tersebut.
Setting Sosial
Pada bulan Agustus 1927 dekat Pesantren Genteng terjadi insiden
perusakan dua jaringan kawat telepon yang menghubungkan Sukabumi,
Bandung dan Bogor. Peristiwa ini dijadikan bukti pemerintah Hindia Belanda
untuk menahan dan menangkap beliau. Dengan alasan itulah beliau
mendekam di Cianjur selama 9 bulan sampai bulan Mei 1928. Terus
dipindahkan ke penjara Kota Sukabumi sampai November 1928. Selanjutnya
sejak bulan November 1928 Ahmad Sanusi diasingkan ke Tanah Tinggi
Senen Batavia Centrum, Ahmad Sanusi menunjukkan bahwa beliau sebagai
ulama produktif dalam menulis kitab-kitab. Kitab yang beliau tulis
kebanyakan atas permintaan masyarakat luas untuk membahas dan mengkaji
permasalahan yang berkembang di masyarakat. Pada tahun 1931 para
pengikut beliau mengadakan pertemuan di pesantren Cicurug yang dipimpin
oleh K.H Muhammad Hasan Basri. Materi yang dibahas tentang berbagai
persoalan keagamaan dan kemasyarakatan, lebih-lebih dengan munculnya
berbagai kritikan dari kelompok mujaddid tentang masalah khilafiyah. Dalam
pertemuan inilah muncul gagasan yang disepakati bersama untuk mendirikan
organisasi yang diberi nama AII.13
13
AII singkatan dari Al-Ittihadiyat Al-Islamiyat (Persatuan Umat Islam)
8
Di organisasi ini Ahmad Sanusi lebih banyak memupuk kesadaran politik
para anggotanya melalui diskusi, media massa dan kursus politik. Hal tersebut
bisa dilakukan oleh Ahmad Sanusi karena para anggota AII banyak yang
mengunjungi beliau di Batavia Centrum. Dalam kondisi tersebut AII masih
dapat dikontrol sepenuhnya oleh beliau, karena beliaulah yang memegang
kebijakan tertinggi organisasi. Ahmad Sanusi berhasil membesarkan AII
sehingga organisasi tersebut berkembang sampai di luar sukabumi. Pada
tanggal 3 Juli 1934, Gubernur Jendral de Jonge mengeluarkan keputusan
mengembalikan Ahmad Sanusi ke Sukabumi dengan status tahanan kota. Oleh
karenanya beliau tidak akan dikembalikan ke Pesantren Genteng dan tidak
diperbolehkan melakukan kegiatan di luar kota Sukabumi kecuali atas izin
pemerintah. 14
9
2) Tamsyiyyatul Muslimin fi Tafsir Kalam Rabb Al ‘Alamin
3) Tafsir Maljau al-Thalibin
4) Tijanul Gilman (Ilmu Tajwid)
5) Hilyatullisan
6) Sirajul Mukminin
7) Tafsir Surat Yasin
8) Tafsir Surat Waqi’ah
9) Tafsir Surat Tabarak
10) Tafsir Surat ad-Dukhan
11) Tafsir Surat Kahfi
12) Hilaatul Iman (Kaifiat Khatam al-Quran)
13) Silahul Irfan (2 buku dari 2 juz al-Quran)
14) Yasin Waqi’ah (di Gantung Logat dan Keterangannya)
15) Kasyf adz-Dzunun fi tafsir La Yamassuhu Illa al-Muthaharun
16) Tafsir Surat al-Falaq
17) Tafsir Surat an-Nas 18
18
Hanwar Priyo Handoko, “Konsep Pendidikan K.H Ahmad Sanusi”, hlm. 33
10
3) Hilyatul Gulam (Bab Siam/puasa)
4) Al-Adwiyyatussafiah (Bab Shalat hajat dan Istikharah)
5) Miftah Darussalam
6) Al-Ukud Al-Fahirah
7) Bab Zakat dan Fitrah
8) Qowaninuddiniyah (Bab Zakat)
9) Bab Nikah
10) Bab Tarawih
11) Hidayatuusomad
12) Targib Tarhib
13) Kitab Talqin
14) Bab Kematian
15) Bab Wudhu
16) Bab Bersentuh
17) Bab Air Teh
18) Kasyiful Auhamm (Tentang Menyentuh Al-Quran)
19) Al-Aqwalul Mufidah (Tentang Azan Awal)
20) Kitab Bab Tiung (Kerudung)
21) Diyafah dan Sadaqah
22) Ijtihad Taqlid
23) Al-Uhud fi Hudud78
24) Al-Jaubar al-Mardiyah fi Mukhtar al-Furu asy-Syafi’iah
25) Nurul Yakin fi Mabwi Mazhab al-Li’ayn wa al-Mutanabbi’in
26) Tasyfif Al-Aubam fi ar-Rad’an at-Tabdzir al-‘Awam fi Muftariyat
Cahaya Islam
11
11) Al-Majama’atul Mufidah (Menerangkan Tiga Kitab)
12) Attamsyiyyatul Islamiyah (Manaqib Imam Empat)
13) Fahrul Albab (Manaqib Wali-wali)
14) Do’a Nabi Ibrahim
15) Mandummat Ar-Rijal (Tawasul Kepada Aulia)
16) Aqaid ad-Durur (Memaknakan Kitab Barjanji)
17) Manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jaelani
18) Terjemah Kitab Hikam
19) Al-Jawahirul Bahijah (Tentang adab seorang istri)
20) Pengajaran Istri
21) Tarbiyatul Islam (Menerangkan peradaban Islam)
k. Kitab Jum’ah
a. Tanbihut Thalabah (Khutbah Jum’ah)
b. Bab Jum’ah
c. Sirajul Ummah
d. Fathul Muqlatain (Tentang Pendirian Jum’ah)
m. Lain-lain
1. Tasqiqul Auham (Menolak Majalah Cahaya Islam)
2. Silahul Basil (Menolak Kitab Tazahiqul Bathil)
3. Arru’udiyyah (Menolak Dowabit Qonturiyah)
4. Al-Hidayatul Islamiyah (10 Buku Huruf Latin)
5. Tahdzirul Afkar (Menolak Kitab Tasfiyatul Afkar)
6. Tahdzirul Awam (Menerangkan Kesetiaan Majalah Cahaya Islam)
7. Tolakan kepada Futuhat
8. Kursus Al-Ittihad
9. Pengajaran Al-Ijtihad
10. Tabligul Islam
11. Ad-dalil
12
12. Nurul Iman19
Ketika mengajar di pesantren-pesantren beliau banyak melahirkan ulama-
ulama besar diantaranya ketika mengajar di Pesantren Cantayan, melahirkan
santri angkatan pertama menjadi ulama besar, diantaranya:
a. Ajengan Qomaruddin
b. Ajengan Sirodj
c. Ajengan Marfu
d. Ajengan sholeh
e. Ajengan Mukhtar
f. Ajengan Hafidz
g. Ajengan Zaen
h. Ajengan Badruddin Syarkoni
i. Ajengan Nuryayi
j. Ajengan Oyon
k. Ajengan Nakhrowi
l. Ajengan Masturo
m. Ajengan Uci Sanusi
n. Ajengan Afandi
o. Ajengan M. Fudholi. Dll
19
H. Munandi Shaleh, K.H. Ahmad Sanusi: Pemikiran dan Perjuangannya dalam Pergolakan
Sosial, hlm 58
20
Ahmad Sanusi, Tamsiyyatul Muslimin fi Tafsir Kalam Rabb Al-Alamin Jilid 1, (Sukabumi:
Masduki dan al-Ittihad, 1934-1935).
21
Ahmad Sanusi, Tamsiyyatul Muslimin fi Tafsir Kalam Rabb Al-Alamin Jilid 1.
13
d. Sebelum menafsirkan ayat, pada halaman pertama setiap jilid K.H Ahmad
Sanusi menulis tanbihat (segala peringatan) yang termuat dalam 5 point.
Point pertama, permohonan maaf penulis kepada pembaca apabila
menemukan kesalahan dalam tafsirnya, baik itu dari segi susunan ataupun
bahasa Melayu yang digunakan. Point kedua, pernyataan tentang tafsir.
Beliau mengatakan bahwa tafsir ini cukup memberikan penerangan kepada
masyarakat yang saat itu masih berada di bawah kekuasaan Kolonial
Belanda. Point ketiga, permintaan pengarang kepada pembaca agar tafsir
ini diperlihatkan kepada orang lain sebagai wujud amar ma’ruf
(menunjukkan kepada kebaikan). K.H Ahmad Sanusi pun menyertakan
hadis yang mahsyur, yaitu ad-daalu ‘ala al-khoiri kafaa’ilihi (orang-orang
yang menunjukkan kepada kebaikan, maka akan mendapat pahala sama
persis dengan orang yang mengerjakan). Point keempat, pernyataan
tersirat penulis apabila memesan tafsir harus disertakan pula uangnya.
Point kelima, pernyataan bahwa jika tidak ingin berlangganan maka
tafsirnya harus segera dikembalikan.22
e. Setelah itu, pada jilid pertama K.H Ahmad Sanusi memberikan
pendahuluan berupa peringatan dan pengetahuan yang disertai ayat al-
Quran dan artinya.
f. Setelah memberikan pendahuluan kata, K.H Ahmad Sanusi memberikan
penjelasan tentang ta’awuz.
g. Sebelum menafsirkan surat, ajengan Sanusi memberikan penjelasan terkait surat
yang dikaji, mulai dari tempat turun ayat, jumlah ayat, kalimat dan huruf.
h. Setelah memberikan penjelasan terkait surat yang dikaji, barulah K.H
Ahmad Sanusi menafsirkan ayat demi ayat dalam setiap surat. Setiap kata
atau kalimat dalam suatu ayat dipenggal, teks Arab ditulis dan
dicantumkan pula terjemahan di samping teks arab tersebut. Kemudian di
bawah redaksi ayat dan teks terjemahan, diberi transliterasi al-Quran ke
dalam huruf Lain. Setelah itu, barulah penjelasan/penafsiran terkait ayat
yang dikaji.
i. Dalam setiap jilid ajengan Sanusi mencantumkan berita-berita yang
menggemparkan serta alasan dan kebolehan menulis tafsir dengan huruf
Latin dan bahasa Melayu, karena pada saat itu tafsir Tamsyiyyat menjadi
bahan perdebatan.
Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, beliau menggunakan
metode riwayat, yaitu cara menafsirkan ayat dengan menggunakan ayat lain
yang memiliki hubungan dengannya atau dengan hadits-hadits. Metode ini
adalah metode terbaik dalam menafsirkan Al-Qur’an dan salah satu kitab
Tafsir yang menggunakan metode ini adalah kitab Adhwaul Bayan fi Idhah
Al-Qur’an bil Qur’an karya ulama berdarah Afrika yang bermukim di Tanah
22
Ahmad Sanusi, Tamsiyyatul Muslimin fi Tafsir Kalam Rabb Al-Alamin Jilid 1, hlm. 1
14
Hijaz (sekarang Arab Saudi), yaitu Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithi.
Metode Kiai Sanusi ini dapat kita cermati dalam penafsirannya, dimana beliau
banyak memasukkan ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang dibahas. Terkadang, beliau pun menafsirkan
dengan pemikiran (pendapat sendiri), tetapi lebih dominan menggunakan
riwayat.
E. Corak Penafsiran
Kitab Tafsir Tamsyiyyat karya K.H Ahmad Sanusi ini memiliki corak
yang banyak. Beliau menguasai berbagai ilmu sehingga tak heran jika
penafsirannya terkadang bernuansa Akidah, fikih, tasawuf, dan lain-lain.
Namun, nuansa fikihlah yang lebih dominan dalam tafsirnya. Hal tersebut
dapat kita cermati tatkala beliau menjelaskan tentang masalah-masalah fikih
seperti persoalan haji dan puasa. Beliau membahas persoalan haji sampai
menghabiskan dua puluh halaman dan persoalan puasa sepuluh halaman. Hal
lain yang menunjukkan bahwa tafsir beliau bernuansa fikih adalah
bahwasannya beliau banyak mengutip pendapat imam madzhab dalam
penafsirannya.23
G. Contoh-contoh Penafsiran
Bentuk penyajian yang ditempuh oleh Ahmad Sanusi dalam Tafsîr
Tamsyiyyat al-Muslimîn adalah bentuk penyajian global. Yang dimaksud
dengan bentuk penyajian global adalah suatu bentuk uraian dalam penyajian
karya tafsir dimana penjelasan yang dilakukan cukup singkat dan global, yang
biasanya bentuk ini lebih menitik beratkan kepada inti dan maksud ayat ayat
23
http://muhdarazzarnuji.blogspot.com/p/para-pembaca-yang-budiman-pada-edisi.html diakses
pada tanggal 28 september.
24
Muhammad Indra Nazaruddin, Analisis Terhadap Tafsir Tamsyiatul Muslimin Fi Tafsir Kalam
Rabb Al 'alamin, skripsi.hlm.62
15
yang dikaji. Bentuk ini bisa diidentifikasi melalui model analisis tafsir yang
digunakan, yang hanya menampilkan bagian terjemah, sesekali asbâb al-
Nuzûl, dan perumusan pokok pokok kandungan dari ayat-ayat yang dikaji.
◌ۚ ﺿﺔً ﻓَ َﻤﺎ ﻓَـ ْﻮﻗَـ َﻬﺎ ۗ◌ ﻓَﺎَ ﱠﻣﺎ اﻟﱠ ِﺬﻳْ َﻦ ٰا َﻣﻨُـ ْﻮا ﻓَـﻴَـ ْﻌﻠَ ُﻤ ْﻮ َن اَﻧﱠﻪُ ا ْﳊَ ﱡﻖ ِﻣ ْﻦ ﱠرِِّ ْﻢ
َ ب َﻣﺜَ ًﻼ ﱠﻣﺎ ﺑَـﻌُ ْﻮ َ ﻀ ِﺮ
ْ َ َﻻ ﻳَ ْﺴﺘَ ْﺤ ٓﻲ اَ ْن ﻳﱠ5ا ّٰ ا ﱠن
ِ
ﻀ ﱡﻞ ﺑِﻪ اِﱠﻻ ِ ﻀ ﱡﻞ ﺑِﻪ َﻛﺜِﻴـﺮا ﱠوﻳـ ْﻬ ِﺪي ﺑِﻪ َﻛﺜِﻴـﺮا ۗ◌ وﻣﺎ ﻳ ِ ِ ٰ َﺬا ﻣﺜًَﻼ ۘ◌ ﻳ5ا َ َواَ ﱠﻣﺎ اﻟﱠ ِﺬﻳْ َﻦ َﻛ َﻔ ُﺮْوا ﻓَـﻴَـ ُﻘ ْﻮﻟ ُْﻮ َن َﻣﺎ َذآ اَ َر
ُ ََ ًْ ْ َ ًْ ُ َ ُّٰ اد
ۙ ِِ
َْ اﻟ ْٰﻔﺴﻘ
ﲔ
Artinya : “Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan
berupa nyamuk atau syang lebih besar daripadanya, adapun orang-orang yang
beriman, maka mereka mengetahui bahwa perumpamaan itu adalah benar
tuhan mereka, tetapi mereka yang kâfir mengatakan: apakah maksud Allah
menjadikan ini untuk perumpamaan? Dengan perumpamaan itulah banyak
orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak
orang yang diberi petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali
orang-orang yang fâsiq”
Asbab al-Nuzul ayat ini adalah di zaman Nabi, orang-orang musyrik dan
Yahudi, tatkala diturunkannya Surah al-Nahl (tawon), Surah al-Ankabut
(laba-laba), dan juga surah al-Naml (semut), maka mereka berkata: buat apa
Tuhan menceritakan sagala perkara-perkara yang rendah itu? Maka
diturunkanlah ayat ini. 25
Karena dalam pandangan akal binatang yang kecil itu nyata, aneh dan
ajaib. Misalnya seumpama nyamuk, tengoe dan agas, yang semuanya itu
hampir tidak terlihat oleh mata kita kerena ukurannya yang memang sangat
kecil. Padahal hakikatnya semua binatang kecil juga mempunyai gigi, mulut,
tenggorokan, berurat, bertulang dan berusus. Maka menurut ilmu pengetahuan
dan pemeriksaan, tidak akan ada alat yang bisa membuat yang seperti itu,
bahkan walaupun dikumpulkan seluruh manusia sedunia untuk membuat yang
seperti itu, tentu mereka tidak akan berdaya. Maka perumpamaan yang
demikian itu sungguh nyata, menunjukkan kekuasaan yang luar biasa, yaitu
kekuasaan Tuhan.
16
yang mempunyai makna menyesatkan atau bid‘ah,ia terlihat memasukkan
wacana keindonesiannya. Ia mengatakan bahwa tidak semua perkara yang
tidak dilakukan pada zaman Nabi adalah bid‘ah. Sambil mengutip sebuah
hadis, ia mengemukakan bahwa bid‘ah itu tidak semuanya menyesatkan. Ada
juga bid‘ah yang baik.26
• Q.S At-taubah 60
ِّٰ ﺎب واﻟْ ٰﻐ ِﺮِﻣﲔ وِﰲ ﺳﺒِﻴ ِﻞ
َواﺑْ ِﻦ5ا ْ َ ْ َ َْ َ ِ َاﻟﺮﻗ ِّ ﲔ َﻋﻠَْﻴـ َﻬﺎ َواﻟ ُْﻤ َﺆﻟﱠَﻔ ِﺔ ﻗُـﻠُ ْﻮﺑُـ ُﻬ ْﻢ َوِﰱ ِ ِ ْ ﺖ ﻟِ ْﻠ ُﻔ َﻘﺮۤا ِء َواﻟ َْﻤ ٰﺴ ِﻜ
َْ ﲔ َواﻟْ ٰﻌ ِﻤﻠ ٰ اِ ﱠﳕَﺎ اﻟ ﱠ
َ ُ ﺼ َﺪﻗ
ُ َﻋ ِﻠ ْﻴ ٌﻢ َﺣ ِﻜ ْﻴ ٌﻢ5ا ِّٰ ﻀﺔً ِﻣﻦ ۗ ِ اﻟ
ّٰ َۗو5ا َ ّ َ ْﺴﺒ ْﻴ ِﻞ ﻓَ ِﺮﻳ
ﱠ
26
Sanusi, Tamsyiyyat al-Muslimin, no. 4, Januari 1935, h. 102-104
17
Walaupun dalam ayat tersebut dijelaskan demikian, ajengan Sanusi
menjelaskan bahwa mustahiq zakat yang ada dinegeri ini terutama di pulau
Jawa hanya ada lima golongan yaitu: fakir, miskin, mu’alaf, gharim,dan ibn
sabil. Hal itu diungkapkan pula oleh Sajjid Oesman moeftie Batawi. Gagasan
tersebut muncul karena pada saat itu pengolahan zakat fitrah yang dilakukan
oleh Ulama Pakauman dianggap tidak sesuai dengan syariat oleh ajengan
Sanusi.27
Pada dasarnya setiap karya tentu memiliki aspek kelebihan maupun aspek
kekurangan. Adapun kelebihan dari tafsir Tamsyiyyatul muslimin adalah
sebagai berikut :
1. Dalam penyajiannya tafsir ini tidak mencantumkan nomor urut ayat. Hal
ini akan membuat para pembaca kesulitan dalam mencari ayat yang akan
dibahas.
2. Format majalahnya (selain mempunya kelebihan, juga memiliki
kekurangan) dengan bentuk yang diterbitkan tiap edisi satu bulan sekali,
hal ini yang bisa mengakibatkan akan mudah dilupakan oleh para
pembaca karena sifatnya terpisah-pisah.
3. Penulisan tafsir ini tidak diselesaikan sampai 30 juz (tidak ditafsirkan
secara keseluruhan).
27
Muhammad Indra Nazaruddin, Analisis Terhadap Tafsir Tamsyiatul Muslimin Fi Tafsir
Kalam Rabb Al 'alamin, skripsi.hlm.68.
18
Cuplikan
Dalam setiap Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn secara umum dan ada pula
nomor-nomor yang tidak ada dalam cover belakang bagian luarnya ditulis
sebuah peringatan-peringatan; pertama, meminta agar setiap kesalahan dalam
redaksi dan struktur bahasanya dapat dikritisi. Ke-2, Tafsîr Tamsyiyyat al-
Muslimîn adalah tafsir yang memuat hadis-hadis, kisah-kisah dan madzha-
madzhab baik fiqh maupun theologi. Ke-3, meminta supaya Tafsîr
Tamsyiyyat al-Muslimîn terus diterbitkan dan ditingkatkan.
28
Ahmad Sanusi, Tamsyiyyat al-Muslimîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-‘Âlamîn (Sukabumi: Al-
Ittihâd, 1934), no. 1,Oktober 1934, hal.13
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
20
satu kitab Tafsir yang menggunakan metode ini adalah kitab Adhwaul
Bayan fi Idhah Al-Qur’an bil Qur’an karya ulama berdarah Afrika yang
bermukim di Tanah Hijaz (sekarang Arab Saudi), yaitu
Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithi. Metode Kiai Sanusi ini dapat
kita cermati dalam penafsirannya, dimana beliau banyak memasukkan ayat
dan hadits-hadits yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang
dibahas.
5. Adapun cara Kiai Sanusi menafsirkan Al-Qur’an adalah dengan
memenggal setiap kata atau kalimat dalam suatu ayat, teks Arab ditulis
dan dicantumkan pula terjemahan di samping teks Arab tersebut.
Kemudian di bawah redaksi ayat dan teks terjemahan, diberi tansliterasi
Al-Qur’anke dalam huruf Latin. Setelah itu,barulah penjelasan/penafsiran
terkait ayat yang dikaji. Kitab Tafsir Tamsyiyyat karya Kiai Sanusi ini
memiliki nuansa yang banyak. Beliau menguasai berbagai ilmu sehingga
tak heran jika penafsirannya terkadang bercorak Akidah, fikih, tasawuf,
dan lain-lain. Namun, nuansa fiqihlah yang lebih dominan dalam tafsirnya.
21
DAFTAR PUSTAKA
http://muhdarazzarnuji.blogspot.com/p/para-pembaca-yang-budiman-pada-
edisi.html diakses pada tanggal 28 september 2022.
Mafri Amir dan Lilik Umi Kulsum, Literatur Tafsir Indonesia, (Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011)
22