The Bliss Bakery #6 - Magic by The Minute

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 229

desyrindah.blogspot.

com
desyrindah.blogspot.com
desyrindah.blogspot.com
desyrindah.blogspot.com
desyrindah.blogspot.com
desyrindah.blogspot.com
(SIHIR SETIAP MENIT)

BukuKeen1md1riSeriBlissB1kery

K1thryn Li ttlewo o d
THE BLISS BAKERY #6

MAGIC BY THE MINUTE

[Sihir Setiap Menit]

Diterjemahkan dari Bliss Bakery #6: Magic by the Minute by Kathryn Littlewood

Copyright © 2017 by The Inkhouse

Published in arrangement with The Fielding Agency, LLC.

All rights throughout the world are reserved to Inkhouse Media Group, Corp.

Hak penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia ada pada Penerbit Noura Books

All rights reserved

Penerjemah: Nadya Andwiani

Penyunting: Yuli Pritania

Penyelaras aksara: Nani, Nuraini S.

Penata aksara: CDDC

Ilustrator sampul: Garisinau

Digitalisasi: Lian Kagura

Diterbitkan dengan lini Mizan Fantasi oleh Penerbit Noura Books

PT Mizan Publika (Anggota IKAPI)

Jln. Jagakarsa No. 40 Rt.007/Rw.04, Jagakarsa-Jakarta Selatan

Telp: 021-78880556, Faks: 021-78880563

E-mail: [email protected]

www.nourabooks.co.id

ISBN: 978-623-242-128-8 (EPUB)


desyrindah.blogspot.com

Ebook ini didistribusikan oleh: Mizan Digital Publishing

Jl. Jagakarsa Raya No. 40 Jakarta Selatan - 12620

Phone.: +62-21-7864547 (Hunting)


Fax.: +62-21-7864272

email: [email protected]

email: [email protected]
desyrindah.blogspot.com
Dear Indonesian Readers,
Growing up, I had lots of big dreams. First among them was that I wanted to be a writer. Lucky
me, that dream came true. (As you must know if you’re reading this and are a fan of the Bliss Bakery
books published by Noura.)
But close on the heels of that first dream was a second: to travel and see all the nations of the
world. Top of my list would surely be Indonesia, one of the most beautiful countries on earth.
Alas, I haven’t been quite as fortunate with that second dream of mine. At least, not yet. But who
knows? Maybe one day soon I will be able to visit Indonesia firsthand and meet the readers who have
given such a warm welcome to the Bliss series.
Until such a time, I will have to travel the world another way, through the magic of food. At Java,
a restaurant around the corner from my home in Brooklyn, I can stuff myself with kue lapis and
sweet martabak and dream that I am transported to Jakarta or Sumatra. All it requires is little water,
flour, and sugar, mixed with a large heap of imagination and love. And just like that, something
extraordinary happens: magic.
Precisely the kind of kitchen magic that the Bliss Bakery books are all about.

With love and sprinkles,


Kathryn Littlewood
desyrindah.blogspot.com
Isi Buku
Tanda Tapak
Tak Bisa Ditarik Kembali
Hadiah dari Orang-Orang Terkasih
!nasiraW iraH
Orang Asing Misterius
Bawa Masuk Badutnya
Kisah sang Kucing
Kisah sang Anjing
Apa yang Terjadi kepada Bayi Rose?
Rosemary Bliss—Buron!
Sup Ayam-Ayaman Karet untuk Jiwa
Ikuti Jejak Uap Serdawa Kuning
Celemek Jelek Tak Kasatmata
Gelindingan Sekali Seumur Hidup
Menikmati Kue Bolu dan Juga Membacanya
Andai Aku Bisa Membalikkan Waktu Seperti Thyme
Bawa Masuk Badutnya
Memanen Waktu
Satu Kali Lagi, dengan Perasaan
Dansa Kesempatan Kedua
desyrindah.blogspot.com
desyrindah.blogspot.com

Untuk Eva Kutter


PROLOG

Tanda Tapak

Master Pembuat Kue Rosemary Bliss berdiri di konter kayu besar di


dapur toko roti keluarganya, celemeknya bertabur gula halus serta
berlumur putih telur yang mengering, dikelilingi oleh setengah lusin
mangkuk pengaduk dari logam. Dia mendesah.
Semuanya salah.
Kenapa dia begitu kesulitan membuat Meringue Lebih Ringan dari
Udara? Semua orang pernah mengalami hari-hari buruk, tetapi ini
konyol.
Di satu mangkuk, putih telur yang dikocoknya mengeras menjadi
puncak runcing yang cukup tajam untuk menusukmu hingga berdarah.
Mangkuk lain berisi cairan encer mirip susu dari sapi yang sangat
depresi. Dalam mangkuk ketiga, putih telur menguap secara misterius,
meninggalkan bubuk mirip salju yang, ketika Rose berbalik memung-
gunginya, menimbulkan suaraseperti kekehan.
“Apanya yang lucu?” bentak Rose sambil berbalik. Sebentuk bubuk
di mangkuk menghilang dalam kepulan asap.
“Aku tidak tertawa.” Terdengar rengekan dari belakang Rose. Adik
laki-lakinya yang berusia sepuluh tahun, Sage, datang sambil tersengal-
sengal melalui pintu belakang, pipinya yang berbintik-bintik hampir
semerah rambut merah terangnya. “Kau belum selesai juga?”
desyrindah.blogspot.com

Sungguh, Rose hanya ingin menyelesaikan resep ini—dia akan pergi


ke pesta dansa sekolah nanti bersama pacarnya, Devin Stetson. Dan,
saking semangatnya menantikan kencan besar itu, membuat kue ajaib
setiap harinya terasa bagaikan kerja keras yang membosankan.
“Ceritanya kau jadi apa?” tanya Rose kepada adiknya.
“Sudah jelas pejuang lingkungan, ‘kan?” Sage mengenakan celana
kamuflase yang terlalu besar dan jaket menggembung. Kantong yang
ditempelkan di sisi kakinya berisi alat penjepit makanan, dan di
kepalanya ada teroponggoggle rumit yang Sage pinjam dari Devin.
Rose mendesah lagi. Devin begitu pintar, jago mencipta, sangat—
Sage menjentikkan jemari. “Jangan menatapku sambil melamun
begitu—ada yang harus kita kerjakan!” Suara ketukan sepatu botnya
terdengar saat dia melintasi ubin terakota, lalu mengintip ke dalam
mangkuk-mangkuk pengaduk. “Gumpalan menjijikkan apa ini? Lem
pelapis dinding? Wax untuk bulu kaki?”
Rose mengambil mangkuk itu dan menjatuhkannya ke bak cuci besar
di dapur. “Ini, eh, adonan latihan. Aku hanya memastikan meringue-
nya sempurna sebelum kau memakannya.”
“Kita tidak punya waktu untuk latihan!” Sage menangkupkan tangan
ke kepala. “Ini darurat lingkungan! Kantong plastik mencekik
kehidupan dari pohon-pohon di seluruh Calamity Falls. Hanya aku
yang bisa menghentikan epidemi ini.”
Sambil memutar bola mata, Rose menarik mangkuk pengaduk yang
bersih dari bawah meja. “Kau terlalu serius mengerjakan tugas sekolah
ini. Kurasa gurumu hanya ingin kau menanam bunga atau
semacamnya.”
“Mungkin itu yang akan dilakukan anak normal,” kata Sage, jengkel.
“Tapi, aku perlu memakan meringue ini dan setelahnya—lebih ringan
dari udara—mengapung ke pepohonan dan mengumpulkan semua
desyrindah.blogspot.com

kantong plastik. Lalu, akan kubawa mereka ke sekolah besok supaya


aku dapat nilai tambahan. Aku sudah menjelaskan ini, Rose—sekarang,
ayolah!”
Sementara Sage membayangi di belakangnya, Rose menelusurkan
jari pada resep ajaib dalam Cookery Booke untuk memastikan dia tidak
melewatkan apa pun. Resep-resep dalam Booke membuat Rose dan
keluarganya bisa membuat kue panggang untuk mengobati segala
gangguan. Khusus yang satu ini, resepnya sangat sederhana: kocok
putih telur, gula bubuk, dan sejumput Angin di Bawah Sayapmu—
sebuah botol kecil yang disisakan Rose dari perjalanannya ke San
Caruso beberapa bulan lalu.
Rose mulai bekerja, menggunakan mikser untuk mengocok putih
telur hingga menjadi busa, menambahkan gula bubuk sedikit demi
sedikit. Itu keterampilan dasar bagi seorang Master Pembuat Kue, dan
sekali lagi dia mendapati pikirannya melayang kepada Devin serta
pesta dansa. Ini akan menjadi pesta dansa pertamanya bersama pacar
pertamanya (dan semoga juga yang terakhir). Dia membayangkan
dekorasi musim gugur yang meriah, lampu-lampu yang berkilauan,
tangan Devin terjalin dengan tangannya sementara mereka berayun
mengikuti irama musik. Mau tak mau, Rose senyam-senyum sendiri.
“Kenapa, sih, kau bersenandung dan menari-nari di tempat begitu?”
Terperangah, Sage menunjuk ke arahnya. “Kau melamunkan pesta
dansa bodoh itu, bukannya fokus membuatkanmeringue-ku!”
“Tidak, kok,” Rose berbohong, sambil lalu meraih botol Angin di
 
Bawah Sayapmu. Dia mengecek kembali label pada botol kaca biru
itu—jangan sampai dia menuang bahan yang salah dan membuktikan
bahwa Sage benar. “Aku tahu apa yang kulakukan. Akulah Master
Pembuat Kue di sini, bukan?”
Sage bersedekap. “Ya, tapi aku berbagi kamar dengan Ty. Aku tahu
cara kerja cinta. Satu menit kau normal, menit berikutnya kau berubah
desyrindah.blogspot.com

konyol dan mulai mengabaikan adik laki-lakimu untuk bergaul dengan


semua pacarmu.”
“Aku bisa melamunkan pesta dansa sambil membuatmeringue,” kata
Rose. “Aku tahu cara mengerjakan lebih dari satu tugas sekaligus,
tahu.”
Dengan hati-hati, Rose menambahkan sejumput Angin di Bawah
Sayapmu. Tidak bisa disebut air dan tidak bisa disebut udara, substansi
ajaib itu tertuang hampir tak kasatmata dari botol biru dengan pendar
samar, mengendap di atas putih telur yang sudah dikocok. Saat
substansi itu mendarat, puncak adonan busanya menggeletar dan
berkilauan seolah dilapisi kabut pagi.
Ketika Rose perlahan mengaduk adonan tersebut dengan spatula
karet, angin berembus dari mangkuk dan mengibarkan rambut
hitamnya dengan aroma hutan setelah hujan yang meremajakan. Rose
dan Sage sama-sama mendengar pekikan elang di kejauhan—ingatan
Angin di Bawah Sayapmu tentang masa yang dilewatinya di langit.
Angin itu lenyap saat Rose mengadukkan spatulanya untuk kali
terakhir dengan cermat, berhati-hati memasukkan adonan meringue ke
kantong segitiga dengan spuit di ujungnya. Kemudian, dia
menyemprotkan adonan berbentuk kue bintang ke loyang panggang
dan memasukkannya dengan perlahan ke oven yang hangat.
Dibiarkannya oven sedikit terbuka agar uapnya bisa keluar.
Kali ini, dia membuat segalanya dengan sempurna.
“Nah,” kata Rose, menepis gula dari tangan, “sekarang kita tinggal
menunggu tiga jam sampai kuemu siap.”
“Tiga jam?!” seru Sage. “Tapi, aku sudah pakai kostum!”
“Ingat apa yang selalu dibilang Kakek Balthazar,” Rose menguliahi.
“Sabar.”
Sage membuka mulut untuk memprotes sekali lagi, tetapi terhenti
desyrindah.blogspot.com

oleh bel yang berbunyi di ruang depan toko roti. Beberapa orang
merangsek masuk, menggerutu dengan keras.
“Hei!” seru seorang lelaki. “Apa ada yang kerja di sini? Tunjukkan
dirimu!”
Rose melirik Sage dengan gugup, lalu berseru, “Aku datang!” dan
berlalu sambil berjalan melewati pintu ayun.
Rose terkesiap.
Ruang depan toko roti—biasanya ceria dan cerah, dengan beberapa
pajangan kaca dan meja kafe di dekat jendela depan besar yang dihiasi
taplak meja berenda putih serta labu-labu mini—telah digelapkan oleh
empat orang berbulu paling liar yang pernah dilihat Rose sepanjang
hidupnya. “Ng, ada yang bisa kubantu?” tanyanya.
“Kau!” seru seseorang, bergegas ke arah Rose bagaikan karpet
berbulu memakai mantel luar. “Apa yang kau masukkan ke kue corong
yang kau jual kepada kami?”
Rose menyadari dia tahu persis siapa orang-orang ini. Semuanya
datang ke sini tadi pagi. Namun, sekarang mereka nyaris tidak
menyerupai diri mereka sebelumnya.
Mr. Bipple memiliki janggut panjang kelabu yang menjuntai hingga
lutut, seperti penyihir agung kuno. Mr. Rosenbaum lebih muda, jadi
janggutnya yang lebih panjang berwarna cokelat kemerahan. Profesor
Meed tampak seperti orang-orangan sawah yang kelebihan bulu
dengan rambut bak jerami mencuat dari ujung lengan bajunya dan
merambat naik ke kerahnya, dan meliuk-liuk keluar dari hidung dan
telinganya. Mrs. Tuttle yang malang mengalami perubahan paling
parah. Dia seperti manusia serigala abu-abu dengan kilau rambut
keperakan di pipi dan dagu, leher dan bahu, dan di seluruh lengan
serta tangannya.
Satu-satunya tempat yang tidak ditumbuhi rambut pada diri keempat
desyrindah.blogspot.com

orang malang itu adalah puncak kepala gundul mereka yang mengilap.
“Ini tidak alami!” seru Mr. Rosenbaum.
“Aku akan melaporkan soal ini ke Badan Pengawasan Obat dan
Makanan Federal!” Profesor Meed meninggikan suara.
“Entahlah,” kata Mrs. Tuttle tua sambil membelai pipi. “Aku agak
menyukai tampilan baruku ini. Aku hanya ingin puncak kepalaku juga
ditumbuhi rambut.”
Mereka anggota Botak Menggemaskan, kelompok pendukung bagi
orang-orang dengan masalah rambut menipis. Mendengar mereka tadi
pagi mengeluh ketika mengadakan pertemuan di toko roti, Rose
mengira bisa membantu dengan menyiapkan Kue Corong Folikel
Tergelitik: helaian-helaian tipis adonan manis yang diaduk ke dalam
didihan panas Minyak Kelapa Pulau Hirsute, dan digoreng sampai
mengembang dan garing.
Rose menelan ludah kuat-kuat—jika adonan-adonan meringue-nya
tadi merupakan rangkaian kesalahan, lalu ini? Inibencana.
“Nah?” gerutu Mr. Bipple. “Kami menunggu penjelasanmu, Non.”
“Ng, tunggu sebentar, ya,” kata Rose, mundur ke arah dapur. “Ada
seseorang yang bisa kalian temui.”
Karena para pria itu dan Mrs. Tuttle memprotes, dan rambut di tubuh
mereka menggeletar marah, Rose terus mundur sampai menabrak
Sage, yang berdiri di belakangnya. Dia mendorong dirinya dan Sage
melewati pintu ayun.
“Sudah kuduga!” tuduh Sage. “Cinta membuat,” dia menggerak-
gerakkan alisnya, “rambut melayang.”
Rose mengerang. “Harusnyamabuk kepayang, Sage.”
“Hadeh,” timpal Sage. “Namanya juga lucu-lucuan. Permainan
kata!”
Tepat pada saat itu, oven memperdengarkan erangan menggeletar
desyrindah.blogspot.com

yang keras.
Diiringi bunyi duar yang menjatuhkan mangkuk-mangkuk pengaduk
dari konter, pintu oven menjeblak terbuka dan mengeluarkan kepulan
asap hitam. Rose dan Sage berlari menghampiri, mengayun-ayunkan
tangan untuk mengusir asap sehingga mereka bisa melihat dengan
jelas.
Di bagian bawah oven terdapat lubang yang dikelilingi lelehan
logam. Dan, melalui lubang itu terdapat rongga hitam yang melesak
jauh ke dalam bumi. Loyang panggang dan Meringue Lebih Ringan
dari Udara tidak terlihat di mana pun.
Sage meninju telapak tangan. “Astaga, untung saja aku tidak
memakannya.”
Mata Rose berair, dan bukan hanya akibat asap yang masih tersisa.
“Jangan khawatir, Sayang.” Terdengar suara menawan dari ruang
depan. “Pertumbuhan rambut spontan biasa terjadi pada bulan-bulan
sekarang. Confections by Lily memiliki beberapa Moon Pie Pencabut-
dan-Peluruh yang akan membuat rambut-rambut itu rontok. Langsung
saja ke tokoku dan beri tahu gadis di meja kasir bahwa kalian boleh
mendapatkan masing-masing selusin, gratis.”
“Bibi Lily,” desah Rose, lega.
Bel pintu depan berdenting sekali lagi dan Rose bisa mendengar
anggota geng Botak Menggemaskan tersaruk-saruk kembali ke udara
musim gugur yang dingin. Sejenak kemudian, Lily memasuki dapur,
bibir merahnya membentuk huruf O, terkejut ketika melihat kekacauan
itu.
“Aku mendengar teriakan-teriakan dari ujung jalan dan datang untuk
membantu,” kata Lily. “Apa yang terjadi?”
“Rose terus membuat kekacauan,” sahut Sage. “Barangkali karena
desyrindah.blogspot.com

benaknya hanya dipenuhi Devin Stetson.”


Rose memeluk pinggang ramping bibinya. “Entah apa yang terjadi
kepadaku,” katanya. “Benakku memang mengembara akhir-akhir ini,
tapi tidak separah itu, kok. Aku sudah mengecek dan mengecek ulang
resep-resep itu, tapi tetap ada saja yang tidak beres.” Sambil
memundurkan tubuh, dia mendongak menatap sang bibi dengan bibir
bergetar. “Apa aku kena kutukan? Mungkinkah Asosiasi Internasional
Penggilas Adonan melakukan aksi balas dendam karena aku berkali-kali
menghentikan rencana mereka?”
Lily merapikan rambut hitam pendek keponakannya sementara dia
mengamati seluruh ruangan sebelum menatap Rose lagi. Kemudian,
seraya memekik pelan, dia meraih lengan kanan gadis itu. “Sudah
berapa lama tanda ini ada di pergelanganmu?”
Di pergelangan tangan Rose, terdapat empat bintik merah—sebuah
bintik merah besar dan, berjajar melengkung di atasnya, terdapat tiga
bintik yang lebih kecil.
“Tanda apa, sih?” tanya Sage, mendesak ke sebelah mereka agar
bisa melihat. “Apa itu Cacar Bercak Jerapah? Apa leher Rose bakal
menjadi superpanjang?” Dia menggaruk-garuk dagu. “Mungkin itu bisa
membantu mengatasi masalah kantong plastik di pohon.”
Rose mengabaikannya. “Mungkin ... sudah beberapa hari ini? Kurasa
tanganku terbakar karena tak sengaja menyentuh rak oven, tapi tak ada
yang serius.”
“Ini bukan luka bakar,” sahut Lily, menggeleng-geleng lalu melepas
tangan Rose. “Ini tidak bagus—tidak sama sekali. Itu Tanda Tapak dan
kecuali kau mengatasinya, kau tak akan pernah berhasil memanggang
apa pun lagi.”[]
desyrindah.blogspot.com
Bab 1

Tak Bisa Ditarik Kembali

“Oh tidak,” erang Rose, memerosot ke bilik makan tempat keluarga


itu menyantap hidangan. “Mereka memang mengutukku, ‘kan?”
Tahun lalu, Asosiasi Internasional Penggiling Adonan telah mencoba
mencuri rahasia resep ajaib keluarga Bliss, berniat
menyalahgunakannya untuk segala jenis perbuatan keji. Mereka
berencana mengendalikan pikiran semua orang melalui kue-kue basi
yang diproduksi massal, dan mencoba membuat semua pemimpin
dunia mengalami koma sehingga anggota Penggiling Adonan dapat
mengambil alih tempat mereka. Baru beberapa bulan yang lalu mereka
mengirim tujuh bencana gula-gula untuk menebar kekacauan di
Calamity Falls. Air keran saja masih samar-samar terasa seperti soda
stroberi.
“Kau telah membuktikan bahwa menghentikan Penggiling Adonan
sama sekali bukan masalah besar.” Lily membungkuk untuk memeriksa
oven yang hancur. “Tapi, tanda ini berasal dari sang Anjing, dan
membuat sang Anjing terkesan adalah masalah yang sama sekali
berbeda.”
“Seberapa susahnya, sih, membuat terkesan seekor anjing?” Sage
mengempaskan tubuh ke seberang sang kakak. Dia mengambil penjepit
besi dari kantong di kakinya dan menceklak-cekliknya sambil berbicara.
Ceklak ceklik. “Anjing itu penonton terbaik.” Ceklak ceklik. “Mereka
desyrindah.blogspot.com

suka semua lawakanku.” Ceklak ceklik ceklak ceklik.


Lily tersenyum manis sambil merebut penjepit dari tangan Sage. “Dia
bukan sembarang anjing, Sage. Dia Master Agung, dan Rose harus
membuktikan dirinya layak sebelum dia benar-benar bisa diberi gelar
Master Pembuat Kue.”
“Tapi, resepku sudah ada di dalam Cookery Booke.” Rose melompat
berdiri dari kursinya dan berjalan menuju konter dapur. “Statusku
resmi!”
Dia membuka buku tebal penuh resep ajaib keluarga Bliss, langsung
ke halaman belakang tempat resep buatan Rose sendiri muncul pada
musim panas itu: Kue Jahe Cokelat Persaudaraan. Namun, alih-alih
kaligrafi meliuk-liuk yang menceritakan kisah Lady Rosemary Bliss dan
resepnya yang menyelamatkan nyawa, dia mendapati teks itu me-
mudar, nyaris hilang. Pada halaman itu, terdapat cap bertinta merah
terang yang bertuliskan “MENUNGGU PERSETUJUAN SANG
ANJING.” Di bawahnya, juga berwarna merah, ada cetakan tapak kaki
seperti yang ada di balik pergelangan tangan Rose.
“Tapi, ini tidak adil!” seru Rose. “Semua orang bilang aku Master
Pembuat Kue selama berbulan-bulan! Siapa anjing ini? Kenapa dia
harus memberi persetujuan segala?”
Lily menutup buku. “Bukan seekor anjing, Rose. Sang Anjing.” Raut
penuh badai berkelebat di wajah cantik Lily, dan dia menambahkan,
“Kita membutuhkan ibumu.”
“Mom ada di toko ujung jalan,” kata Sage. “Dia bisa kembali kapan
saja—”
Pada saat itu, bel berbunyi tiba-tiba ketika pintu toko roti dibuka. “Di
mana mereka?” desak suara seorang perempuan. “Penggiling Adonan
tidak boleh menyentuh bayi-bayiku lagi! Tidak kali ini!”
desyrindah.blogspot.com

Rose, Lily, dan Sage langsung menghambur ke ruang depan.


Purdy berdiri di pintu masuk yang terbuka, pohon-pohon yang
menjajari jalan di belakangnya melecut-lecut oleh embusan angin
kencang—seolah dia pulang dengan begitu cepat sampai-sampai
menimbulkan badai di belakangnya. Dia menghunuskan sendok kayu
tebal bagaikan pedang.
“Penggiling Adonan tidak ada di sini,” kata Lily.“Anak-anak aman!”
Perlahan-lahan, Purdy menurunkan sendok kayunya. “Mrs. Carlson
menelepon dan dia bilang dia mendengar ledakan. Kalau bahkan
wanita itu saja bisa mendengarnya, kuduga keadaannya pasti buruk.”
“Mom, boleh aku masuk sekarang?” tanya suara melengking di
belakang Purdy. “Kantong ini berat! Bisa-bisa aku jatuh!”
Purdy melangkah ke samping, dan adik perempuan Rose yang
berumur empat tahun, Leigh, terhuyung-huyung membawa kantong
rajutan berisi bahan makanan. Dia hanya berhasil bergerak beberapa
langkah sebelum menjatuhkan kantong itu ke lantai ubin, lalu
mengempaskan diri di sampingnya.
Purdy menutup pintu dan mengedus-endus udara. “Apakah itu
asap?”
Dengan murung, Rose duduk di salah satu kursi meja kafe. “Aku
kehilangan sentuhan master pembuat kueku, Mom!”
“Omong kosong,” kata Purdy sambil melepas jaket.
“Aku mengacaukan resep sepanjang hari. Bibi Lily bilang itu gara-
gara seekor anjing,” kata Rose, “tapi aku bahkan tidak kenal anjing
mana pun—”
Purdy menghentikan Rose dengan menepuk pundaknya. “Anjing?”
Dia berbalik menghadap Lily. “Kau yakin?”
“Lihat saja sendiri.” Lily meraih tangan kanan Rose dan
membaliknya sehingga Purdy bisa melihat Tanda Tapak di pergelangan
tangan gadis itu. “Tidak salah lagi,” sahut Lily. “Selain itu, sang Anjing
desyrindah.blogspot.com

membatalkan resepnya.”
“Oke!” Rose berkata. “Aku mengerti! Ada seekor anjing, dan ... aku
perlu membuatnya terkesan atau semacamnya.”
Purdy menghela napas, kemudian berdiri dan pergi ke pintu depan.
Dia menguncinya dan memasang tanda “Tutup”. “Rosie, aku khawatir
aku melupakan langkah terakhir untuk menjadi Master Pembuat Kue
sejati. Ujianku sendiri sudah sangat lama sehingga rasanya seperti
mimpi sekarang. Setelah resepmu ditambahkan ke Booke, aku hanya—
kami semua hanya berasumsi bahwa statusmu sudah pasti.”
“Jadi, apakah sang Anjing ini orang, seperti Bliss yang sudah lama
hilang dengan nama panggilan lucu?” Sage bertanya, berjongkok di
sebelah Leigh untuk membongkar kantong belanjaan.
“Bukan orang,” terang Purdy. “Bahkan bukan binatang, meskipun
dia suka menampilkan diri sebagai anjing dan sudah memilih bentuk itu
selama yang kutahu.” Dia duduk di seberang Rose. “Kurasa, kau bisa
menyebut sang Anjing sebagai spirit, yang bertanggung jawab untuk
menilai siapa pun yang mengambil gelar Master Pembuat Kue.”
“Ada yang menyebutnya Kanina Pelantikan,” kata Lily. “Penyalak
Kepakaran, Penggonggong yang—”
“Cukup, Lily,” sergah Purdy, menangkup tangan Rose. “Sang Anjing
itu … proktor, Rose. Dia mengawasi ujian dan mengukur
kepantasanmu sebelum membiarkanmu bergabung dengan para
penulis Cookery Booke.”
Rose merasakan beban berat di dadanya. “Belum cukupkah aku
membuktikan diri?” Yang dia inginkan hanyalah membuat orang-orang
bahagia dengan kue-kue buatannya, dan sekarang semacam spirit
anjing ingin merenggut semua itu?
“Tentu saja cukup,” jawab ibunya. “Tapi, ini bukan masalah pribadi.
desyrindah.blogspot.com

Ini rintangan terakhir yang harus dihadapi setiap Master Pembuat Kue
sebelum diizinkan untuk menambahkan resep ke Booke.”
Rose merasa itu agak masuk akal—seorang penjaga resep ajaib di
Cookery Booke pasti tidak ingin sembarang resep baru ditambahkan
begitu saja ke halaman-halamannya. Jika seseorang mencoba
menyisipkan lengan ketiga pada Rose, dia juga ingin mencobanya,
sebelum tambahan itu menjadi permanen.
Namun, meskipun idenya agak masuk akal, bukan berarti Rose harus
senang karenanya. “Apakah kau juga harus mengikuti tes ini, Bibi?”
Rose bertanya kepada bibinya.
Lily mengernyit. “Sayangnya tidak. Resepku tidak pernah masuk ke
Cookery Booke karena aku tidak pernah menjadi Master Pembuat Kue.
Semua kreasiku berakhir di Apocrypha, sebagai gantinya.” Dia
memandangi hari kelabu di luar dengan nanar. “Mungkin suatu hari
nanti.”
Tepat saat itu, bel berdenting lagi begitu pintu depan dibuka.
“Kukira aku sudah mengunci pintu itu,” kata ibu Rose sembari
berbalik.
Di pintu masuk, berdiri sesosok makhluk besar berbulu, hampir
setinggi Rose. Seekor anjing gembala dengan ukuran mengesankan,
bulunya yang putih dan abu-abu tampak panjang dan tebal, seperti
rambut boneka yang kebanyakan disisir. Bulunya megar dari wajahnya
yang berambut halus, membuatnya kelihatan seperti anjing dengan alis
besar lebat dan kumis raksasa yang menegak. Tornado daun berputar-
putar di sekitar tapaknya dan tertiup masuk ke toko.
“Ng,” kata Rose, bertanya-tanya bagaimana dia seharusnya
menyambut anjing gembala ajaib itu. “Halo ...?”
Anjing itu berderap masuk, daun bergemeresik di bawah cakarnya,
dan, meskipun tidak ada yang menyentuhnya, pintu berayun menutup.
desyrindah.blogspot.com

Sage dan Leigh melompat dari tempat mereka berjongkok dan


menyeret kantong belanjaan menjauh ketika sang Anjing berjalan
melewati Purdy serta Lily dan berhenti di hadapan Rose.
Sang Anjing menyorongkan moncongnya dekat-dekat, lalu
mengendus Rose dengan tarikan napas panjang dan basah. Gadis itu
melengkungkan punggung ke belakang, meringis ketika sang Anjing
menghidu kemeja serta wajahnya.
Diiringi dengusan terakhir, sang Anjing duduk pada kaki belakangnya
yang besar dan berbalik menghadap ibu Rose. “Purdita Bliss,”
geramnya lambat-lambat. “Aku belum melihatmu sejak ... sudah berapa
lama, dua puluh tahun?”
Rose terkejut mendengar suara sang Anjing—seperti pria Selatan
yang terpelajar. Bukannya seekor anjing yang bisa berbicara benar-
benar mengejutkan—kucing mereka, Gus, dan teman tikusnya,
Jacques, bisa berbicara. Dan, mereka suka bicara. Banyak. Namun, tak
satu pun dari mereka terdengar seberadab sang Anjing, yang berbicara
dengan gaya seolah dia keluar dari film Hollywood lawas.
“Oh, benar, sekarang aku ingat! Banjir Galena tahun ‘95.” Dia
memutar tubuhnya yang besar menghadap Rose dan Lily. “Purdita
muncul dengan membawa resep yang benar-benar hebat untuk ....” Dia
menelengkan kepala. “Untuk ...?”
“Kau tahu persis apa itu,” tukas ibu Rose. Dia bergegas ke belakang
konter dan mengambil sapu. Dengan ayunan marah, Purdy mulai
menyapu dedaunan yang dibawa masuk oleh sang Anjing. “Dan
namaku Purdy.”
“Aku yakin ingatanku mulai kembali sekarang,” kata sang Anjing,
suaranya semakin berat seperti penyiar televisi. “‘Flan Flotasi: Untuk
Daya Apung bagi Mereka yang Berada dalam Kesulitan Menyangkut
Air.’” Anjing itu mengangguk kepada Rose, Sage, dan Leigh. “Ibu
kalian menyelamatkan semua orang di kota.”
desyrindah.blogspot.com

Purdy membanting sapu ke lantai ubin. “Dan kau memberiku A


minus!”
Anjing itu menggaruk bagian belakang telinganya yang terkelepai.
“Dulu aku sedang murah hati. Sebenarnya nilaimu B plus—aku lebih
suka flan-ku agak manis, tahu—tapi aku menaikkan nilaimu sedikit
karena gairahmu terhadap bentuk seni.”
“Ha! Sudah kuduga!” Sage berseru. “Mom selalu bilang bahwa aku
harus mendapatkan nilai A, tapi ternyata dia sendiri siswi B selama ini.”
“Cukup bercakap-cakap soal masa lalunya,” kata sang Anjing,
memusatkan perhatian pada Rose. “Kau pasti gadis yang katanya
Master Pembuat Kue Lady Rosemary Bliss.” Dia mendengus. “Gelar
yang berat untuk seoranganak kecil.”
“Aku bukan anak kecil,” kata Rose dari sela-sela geligi yang
dikatupkan. “Aku sudah tiga belas tahun.”
“Benar. Halo?” Lily berbicara, mengangkat tangan dan melambaikan
ujung jemarinya yang dikuteks. “Lily Le Fay. Senang bertemu, tapi aku
harus membela keponakanku. Dia bukan sembarang anak
perempuan.”
Mata sang Anjing beralih kepada Lily. “Oh. Ya, aku tahu kau.” Dia
beringsut ke satu sisi sehingga Lily terhalang dari pandangan. Rose
mendengar bibinya berdecak-decak, tersinggung.
“Kau meninggalkan jejak tapakmu padaku,” kata Rose,
menunjukkan tanda di pergelangan tangannya kepada sang Anjing.
“Dan kau terus mengacaukan resepku. Jadi, apa yang harus kulakukan
untuk menghentikan semua itu?”
Sang Anjing tertawa. “Aku sangat menghargai semangat yang
menggebu-gebu. Ikuti aku dan kita akan memulai ujianmu.” Dia
berdebap menuju pintu, berseru ke belakang, “Aku yakin kau sudah
menyiapkan dan mengemas hadiah-hadiahmu, meskipun aku berharap
desyrindah.blogspot.com

kau membawa jaket dalam cuaca seperti ini. Tidak masalah, kita tak
boleh menunda-nunda.”
“Tunggu!” seru Rose. “Aku tidak akan ke mana-mana. Aku baru saja
mendengar soal keberadaanmu.”
Sambil menggeram, sang Anjing berbalik untuk menatap Purdy.
“Apakah kau tidak mempersiapkannya? Sudah berbulan-bulan sejak
kau memasukkan resep itu ke Booke-ku—lebih dari cukup waktu untuk
mempersiapkan Lady Rosemary untuk ujiannya.”
“Maaf,” kata Purdy, mengerucutkan bibir. “Sekarang adalah tahun
yang amat sangat sibuk dan, jujur saja, aku lupa tentang dirimu dan
banjir mengerikan itu.”
Sang Anjing menggeleng-gelengkan kepala besar berbulunya.
“Sayang sekali. Nilaimu sekarang turun menjadi B saja. Pelajaran yang
dipetik tidak banyak artinya kalau kau melupakannya.” Anjing itu
menghela napas. “Nah, setidaknya kau bawa hadiah-hadiahnya?”
tanyanya kepada Rose.
“Ng,” sahut Rose, “aku diberi tahu bahwa aku dihadiahi bakat
memanggang kue, tapi kuduga bukan itu maksudmu.”
“Kau bahkan tidak memberinya hadiah-hadiah itu?” Sang Anjing
melolong. “Untung saja aku tidak memberimu C minus, Purdita Bliss!”
“Wow, Mom,” timpal Sage. “Aku sekalipun mendapat nilai yang lebih
baik dari itu.”
Purdy hampir tidak bisa menahan rasa jengkelnya—Rose tahu
ibunya menggigit bagian dalam pipi agar tidak berteriak. Ibu Rose
mengesampingkan sapunya, lalu berkata dengan datar, “Mungkin kau
bisa memberi kami sedikit waktu untuk setidaknya melakukan upacara
pemberian hadiah? Supaya ujiannya adil.”
Sang Anjing berderap ke jendela. Di luar, angin sudah reda dan
awan sudah merekah. Cahaya sore keemasan mengalir ke Main Street
desyrindah.blogspot.com

yang ramai, dan alis si anjing yang lebat mencelat ketika dia melihat
hidran pemadam kebakaran merah menyala di sudut.
“Sudah lama aku tidak keluar dan berkeliaran,” kata sang Anjing
muram, “dan aku merasakan dorongan untuk meninggalkan jejakku di
kota yang indah ini.”
Sage membungkuk dan berbisik kepada Leigh, “Itu berarti dia bakal
mengencingi benda-benda.” Leigh terkikik dan membekap mulut
dengan tangan.
“Yah, baiklah kalau begitu,” sang Anjing melanjutkan. “Aku akan
melewatkan waktu untuk menguji sosokku yang lebih baru, besar, dan
halus ini. Sebelumnya, aku dari jenisyang jauh lebih kecil.”
“Yorkshire Terrier kecil cerewet,” Purdy berbisik kepada Rose.
Sambil memutar telinga, sang Anjing menoleh ke belakang. “Ah, kau
memang ingat waktu yang kita lewatkan bersama. Kembali ke B plus!”
Dia mengangguk ke arah Rose. “Aku akan memberimu waktu sampai
senja untuk menerima hadiahmu. Tapi, tidak lebih! Begitu petang tiba,
kita benar-benar harus pergi.”
“Senja?” tanya Rose, suaranya bergetar. “Senja malam ini?”
Perutnya terasa seolah terjun bebas ke kaki.
Lily meraih tangan Rose. “Rose, aku tahu apa yang kau pikirkan, tapi
—”
“Tidak!” Rose berseru, menarik diri. “Maaf, aku berteriak, tapi tidak,
Anjing, aku tidak bisa pergi malam ini. Nanti malam ada pesta dansa,
dan aku sudah menanti-nantikannya selama berminggu-minggu. Aku
akan mengikuti ujianmu, aku janji, tapi besok.” Dia bersedekap.
Sang Anjing menggeletak ke lantai, membentangkan tubuh bagaikan
karpet putih-kelabu. “Aku bosan dengan ini. Purdita, jelaskan kepada
putrimu. Aku harus menghemat energi untuk menggali-gali hamparan
bunga.”
desyrindah.blogspot.com

Ibunya menarik Rose ke dalam pelukan. “Maafkan aku, Rosie,” bisik


Purdy. “Tapi, kalau kau tidak pergi dengan sang Anjing malam ini,
maka resepmu tidak akan diterima di Cookery Booke, dan kau tidak
akan pernah menjadi Master Pembuat Kue sejati.”
Rose ingin menjerit. Itu tidak adil. Dia menghadapi begitu banyak
penjahat licik dan menyelamatkan begitu banyak orang tak bersalah,
dan dia hanya ingin istirahat. Untuk sekali ini saja, dia ingin menjadi
Rose Bliss, gadis normal, dan bukannya Lady Rosemary Bliss, Master
Pembuat Kue remaja yang menanggung beban dunia di pundaknya.
Semua orang di ruangan menatapnya, menanti dengan penuh
harap.
Sage mungkin tidak akan peduli sedikit pun jika Rose
mengumumkan pengunduran dirinya dari dunia panggang-
memanggang saat itu juga, sementara ibunya akan mendukung apa
pun pilihannya.
Namun, di sana ada Lily, yang sangat ingin memiliki apa yang
dianugerahkan kepada Rose, jalan menuju gelar Master Pembuat Kue.
Lily begitu menginginkannya sampai-sampai dia rela melakukan
beberapa tindakan yang sangat gelap. Sungguh menyakitkan baginya
melihat Rose menyia-nyiakan bakat memanggang yang gadis itu miliki.
Lalu, ada juga Leigh dengan matanya yang besar. Gadis itu masih
sangat kecil sampai-sampai dia boleh dibilang hanya adonan kue yang
menunggu untuk dipanggang menjadi dirinya yang seharusnya. Rose
tidak tahan dengan gagasan bahwa adiknya berpikir bahwa anak-anak
perempuan berhenti ketika kondisi menjadi sulit.
Bahu Rose terkulai. “Baiklah,” katanya pelan. “Aku akan pergi
bersamamu senja ini. Aku ingin mendapat gelar esmi.”
r
“Jangan khawatir, Rose,” kata Lily, menghampiri untuk berdiri di
samping Purdy, “Devin akan mengerti. Lelaki-lelaki terbaik selalu
desyrindah.blogspot.com

begitu.”
Purdy memeluknya erat-erat. “Kau akan melaluinya dengan hebat,
Rose. Kau kan anak kecilku yang ajaib.”
“Hei!” seru Sage. “Bagaimana dengan aku?”
Purdy mengacak-acak rambut merah berantakan putranya yang
bengal. “Kau juga anak ajaib, hanya dalam cara yang sangat berbeda.”
Sang Anjing mengerang dan bangkit berdiri. “Yah, yah, semua ini
sungguh mengharukan. Semoga keluarga dan teman-temanmu
menghadiahimu hal-hal yang bermanfaat. Kau akan membutuhkan
semua bantuan yang bisa kau dapatkan.”
Pintu depan terbuka sendiri, dan hawa dingin berembus masuk ke
ruangan. Sang Anjing berjalan menuju pintu keluar.
Rose merasakan ada yang menarik-narik bajunya, dan melihat ke
bawah untuk menemukan Leigh berdiri di sampingnya, menggendong
kaleng logam besar yang dia keluarkan dari kantong belanjaan rajutan.
“Aku punya hadiah untukmu, Rosie!”
“‘Susu Kental Manis,’” kata Rose sambil membaca label kuning-
merah kaleng itu. “Terima kasih, tapi mungkinkah kau bisa pikirkan hal
lain yang lebih berguna?”
“Tak boleh, Rosemary Bliss,” kata sang Anjing dari ambang pintu.
“Hadiah yang diberikan tak bisa ditarik kembali. Apa pun yang
diberikan harus diterima. Kau hanya tinggal berharap bahwa sekaleng
susu kental manis ini entah bagaimana akan terbukti berguna.”
Rose menaruh kaleng itu di atas meja kafe, lalu berjongkok dan
memeluk adiknya. “Baiklah. Kalau begitu, ini hadiah yang sempurna.
Terima kasih, Leigh.”
“Sama-sama!” kata Leigh, melingkarkan lengan di leher Rose.
Sang Anjing melangkah keluar. “Aku akan kembali saat matahari
terbenam, Rosemary! Sebaiknya kau sudah siap!” Pintu mengayun
tertutup di belakangnya, bel berdenting.
desyrindah.blogspot.com

Rose memperhatikan sang Anjing melenggang di jalanan sementara,


di belakangnya, ibu dan bibinya membuat pengaturan untuk apa yang
mereka sebut “Hadiah dari Orang-Orang Terkasih”.
“Banyak yang harus dilakukan dalam waktu yang hanya sedikit!”
seru Purdy. Dia mulai mengaduk-aduk laci dan lemari, mengeluarkan
persediaan. “Lily, telepon Albert dan Kakek Balthazar.”
“Sedang kukerjakan,” sahut Lily, sudah membuka-buka ponselnya.
“Sage, cari saudara lelakimu.”
Sage memberi hormat, lalu memelesat menaiki tangga ke tempat
tinggal keluarga Bliss di atas toko roti.
Di sekitarnya, toko roti berdengung penuh energi dan semangat,
tetapi tak satu pun dari hal itu menyentuh Rose. Yang gadis itu rasakan
sekarang hanyalah kekecewaan yang menghancurkan.[]
desyrindah.blogspot.com
Bab 2

Hadiah dari Orang-Orang Terkasih

Rose menunggu di kamarnya sementara seluruh keluarga


menyiapkan toko roti untuk upacara pemberian hadiahnya. Dia duduk
di pinggir tempat tidur, menendang-nendangkan kaki sembari
memandangi papan lantai.
Gerutuan berat Balthazar terdengar melayang dari bawah karpet
ungu berbulunya—sebagai anggota keluarga Bliss yang tertua di tempat
itu, sang kakek langsung mengambil alih tanggung jawab segera setelah
dia sampai di rumah. Rose juga bisa mendengar bunyi keletak-keletuk
sepatu hak tinggi Lily dan ding ponsel Ty ketika para cewek mengirimi-
nya pesan singkat.
Rose tahu seharusnya dia berterima kasih atas bantuan semua orang,
tetapi sulit untuk merasa senang ketika hadiah yang mereka berikan
kepadanya adalah hal-hal yang tidak pernah ingin dia terima sebagai
bantuan untuk melewati ujian yang tidak pernah ingin diambilnya.
Apakah aku benar-benar ingin menjadi Master Pembuat Kue? dia berta-
nya-tanya. Mungkin hidup akan jauh lebih sederhana kalau—
“Kami siap untukmu, Rose!” ibunya berseru dari bawah. “T urunlah.”
Rose mengambil ranselnya, tas berwarna permen apel merah yang
dibeli untuk tahun ajaran baru. Mau tak mau, dia menyadari gaun yang
tersampir di sandaran kursi belajarnya, gaun putih dan kuning bermotif
bunga sederhana. Dia bukan gadis yang suka mengenakan gaun sepan -
desyrindah.blogspot.com

jang waktu—celana lebih praktis ketika dia bepergian mencari bahan-


bahan sihir—tetapi pesta dansa pertama tampaknya merupakan mo-
men yang sempurna untuk mengenakan gaun. Bibi Lily mengajaknya
untuk memilih yang ini khusus untuk kencannya dengan Devin. Setelah
mengenakannya dan berputar-putar di depan cermin ruang ganti, Rose
merasa cerah dan percaya diri.
Namun, tidak ada yang bisa melihat putaran gaun itu malam ini.
Seraya memaksakan diri agar berpaling, Rose menyampirkan ransel
di bahu, menarik napas dalam-dalam, lalu berjalan menuju lantai
bawah.
Toko roti itu gelap; kerai-kerai di jendela besar telah diturunkan,
menghalangi seluruh dunia. Momen ini khusus untuk keluarga Bliss.
Rose menuruni beberapa anak tangga terakhir perlahan dan,
bersama setiap pijakannya, nyala api tercetus hidup dalam kegelapan.
Satu demi satu lilin menyala di seluruh ruangan—lilin ulang tahun putih
tipis yang diletakkan di atas cupcake yang disusun di meja serta rak-rak
dan konter pajangan. Pada saat Rose tiba di anak tangga paling bawah,
cahaya hangat berpendar memenuhi toko roti.
Keluarganya berdiri di belakang meja kafe yang sudah diseret ke
tengah ruangan. Balthazar, keriputnya tampak semakin dalam oleh
bayang-bayang, berdiri di samping kucing abu-abu mereka, seekor
scottish fold bernama Gus. Dan, di samping Gus ada si tikus Prancis
kecil, Jacques. Yang tengah merangkul Purdy adalah ayah Rose, Albert,
seorang lelaki jangkung, ramping, dengan rambut merah menyala
seperti putra-putranya dan kumis yang begitu lebat sampai-sampai
tampak telah memakan habis bibir atasnya. Lily berdiri di samping
mereka, mengenakan gaun koktail hitam mengilap.
Sekonyong-konyong, ada pijaran cahaya terang dan Purdy
menjangkau ke belakang untuk menepak lengan Ty. “Oke, oke,” bisik
desyrindah.blogspot.com

Ty, menyelipkan ponsel ke saku. Namun, pada saat itu, Rose sempat
melihat Sage dan Leigh di samping saudara laki-laki mereka yang
jangkung. Ketiganya bergerak-gerak gelisah.
Sejenak, Rose melupakan semua tentang pesta dansa itu. Tidak
peduli tantangan apa yang dia hadapi selama setahun terakhir,
keluarganya selalu ada untuk mendukungnya. Rose menelan gumpalan
yang menyekat tenggorokannya.
“Gadis kecil kita sudah besar,” bisik Albert. Ibu Rose membersitkan
hidung dan menyeka setitik air mata bangga dari matanya.
“Itu benar,” sahut Balthazar. Seraya membimbing Rose ke meja kafe,
dia berkata, “Aku ingat saat aku mendapat Tanda Tapak. Sang Anjing
mendatangiku sebagai pudel mini sebesar cangkir teh. Gangguan kecil
yang memaksaku membawanya ke mana-mana dalam saku depan
celanaku.”
“Dia sedikit berubah sejak saatitu,” sahut Rose.
“Begitulah yang kudengar.” Balthazar membantu Rose melepas
ransel dan menaruhnya di lantai, kemudian menarik kursi agar cucunya
bisa duduk. “Nah, upacaranya sederhana. Kami semua, satu demi satu,
menyerahkan kepadamu pilihan kami untuk Hadiah dari Orang-Orang
Terkasih. Begitu diberikan, hadiahnya harus diterima, dan harus digu-
nakan selama ujianmu. Sampai sejauh itu paham?”
“Kurasa,” Rose menyahut.
“Apa kita bisa mulai?” tanya Ty. “Ada pesta dansa malam ini, dan
aku harus memikirkan cara mengajak Tracy, Emily, dan Brittany tanpa
seorang pun menyadari bahwa dia bukan satu-satunya cewekku.”
“Jangan bahas soal pesta dansa!” seru Leigh, menendang tulang
kering kakaknya.
“Aduh!”
“Leigh, jangan menendang,” tegur Purdy. “Ty, berhentilah
mempermainkan gadis-gadis. Sage, jangan menceritakan lawakan
desyrindah.blogspot.com

tentang Ty yang baru saja terpikir olehmu.”


“Awww,” sahut Sage, menjejalkan kedua tangan ke saku.
“Bagaimana kau bisa tahu, sih, Mom?”
“Sudah semakin larut,” kata Lily. “Sebaiknya kita mulai.”
“Ide bagus,” kata Balthazar.
“Jangan lupa bahwa benda yang akan kalian berikan harus datang
dari hati, kalau tidak itu tidak akan berguna,” kata Purdy. “Kalau ingin
mencari sesuatu yang lain, sekaranglah kesempatan terakhir kalian.”
Semua orang berpandang-pandangan, tetapi tak ada yang bergerak.
“Kelihatannya beres, kalau begitu,” kata Balthazar. “Gus, kau tahu
apa yang harus dilakukan.”
Kucing kelabu gemuk itu bangkit dengan malas-malasan lalu
meregangkan tubuh. “Ah, ya, aku mengemban tugas paling penting,”
katanya. “Pembawa tikus.”
“Bien sur,” sahut Jacques, berlari menaiki bagian samping tubuh
Gus, lalu duduk di ceruk leher berbulu si kucing. “Bawa aku ke meja.”
Si kucing melompat ke atas meja di depan Rose. Gus
mencondongkan tubuh ke depan ketika Jacques berdiri dengan kaki
belakang. Tikus itu mengangkat seruling perak kecil ke moncongnya,
lalu mulai memainkan nada dramatis yang mendayu-dayu.
Balthazar berdeham. “Penyerahan Hadiah dari Orang-Orang
Terkasih segera dimulai.” Rose melihat sang kakek melirik kata-kata
yang tertulis di telapak tangannya yang kisut. “Lady Rosemary Bliss
dipersilakan mengambil tempat di kursi kehormatan, dan sang ayah,
Albert Bliss, menyerahkan hadiah dari hati kepadanya.”
Albert maju selangkah, menarik selembar kain besar kaku dari balik
punggung. Dalam cahaya lilin yang berkedip, Rose tak bisa melihat
dengan jelas apa itu—kain tersebut bernoda pola berputar-putar yang
desyrindah.blogspot.com

gelap, dan sesaat Rose bertanya-tanya apakah sang ayah telah mem-
berinya jaket kamuflase yang tadi sempat dikenakan Sage.
Butuh satu kali endusan pada kain itu bagi Rose untuk menyadari
apa itu. “Celemek?”
“Bukan sembarang celemek tua biasa, Nak,” kata sang ayah, meraba
ikat pinggang celemek yang sudah berjumbai. “Aku sudah
menggunakan celemek ini sejak memanggang adonan biskuit
pertamaku ketika masih seusiamu. Celemek ini selalu tergantung di
dapur, tapi kau mungkin tidak menyadarinya. Semua noda ini
membuatnya membaur dengan sekitar.” Ayahnya tampak senang
ketika melangkah kembali ke sisi Purdy.
“Trims, Dad.” Rose menggosok kain itu di antara jemarinya.
Bahannya kasar, dan bercak-bercaknya nyaris pudar. Kemudian,
ditaruhnya celemek tadi di ranselnya, di atas kaleng susu kental manis
dari Leigh. Rose merasa celemek itu akan berguna.
“Selanjutnya,” kata Balthazar, “bibi sang Lady, Lily Le Fay,
dipersilakan menyerahkan kepada Rosemary hadiah dari hatinya.”
Lily melangkah ke depan, payet di gaunnya berkelap-kelip. Dia
mendekap sebuah buku erat-erat. Bibir merah menyalanya
menyunggingkan senyum lebar ketika dia menjulurkan tangan melewati
Jacques dan Gus, lalu meletakkan buku tebal itu di meja.
“Buku masakmu,” kata Rose, mengenali judulnya: 30 Menit Sihir
Lily. Buku masak itu dipenuhi versi kurang terkenal dari resep asli di
Bliss Cookery Booke, tetapi satu-satunya bahan ajaib di dalamnya
adalah bubuk biru-kelabu yang secara ajaib memaksa siapa saja yang
memakannya untuk menjadi pemuja Lily Le Fay. “Trims,” kata Rose,
bertanya-tanya apakah sang Anjing bahkan akan mengizinkannya
untuk melihat isinya.
“Aku tahu kelihatannya ini tidak banyak artinya,” kata Lily. “Resep-
desyrindah.blogspot.com

resepnya tidak benar-benar … yah, bukan yang terbaik. Tapi, ini buku
edisi khusus terbatas. Lihat.”
Bibi Rose memiringkan buku itu dari sisi ke sisi. Plastik prismatik
keperakannya memantulkan cahaya lilin, dan ketika buku itu bergerak,
begitu pula gambar Lily di sampulnya. Lily di sampul melambaikan
tangan ke sana kemari dan mengedipkan sebelah mata dalam putaran
holografis konstan.
Jacques berhenti bermain di pertengahan nada, kumisnya bergetar.
“Itu … apa, ya, iztilahnya? Luar biaza!”
“Dengan cara ini, aku akan selalu berada di sisimu selama ujianmu,”
kata Lily.
“Terima kasih,” kata Rose, menambahkan buku itu ke ranselnya. “Ini
sangat berarti, Bibi Lily.”
Jacques melanjutkan permainan, dan Balthazar membaca tulisan di
tangannya sekali lagi. “Selanjutnya, Rosemary Bliss menerima hadiah
dari saudara lelakinya yang paling kecil—oh, cukup sudah semua
omong kosong ini. Sage, giliranmu.”
“Tunggu sebentar!” seru Sage, berlari ke arah dapur yang gelap.
“Jangan ada yang ke mana-mana dulu!” Beberapa saat kemudian, dia
kembali melalui pintu ayun sambil menyeret tas kanvas besar di
belakangnya. Dengan susah payah, dia mengangkatnya ke atas meja.
Gus mengeong dan melompat menjauh, Jacques masih di
punggungnya. Entah bagaimana, Jacques tidak melewatkan satu nada
pun.
“Oke, Rose, aku tidak bisa memilih satu barang saja, karena aku
punya banyak benda keren.” Sage merentangkan kedua tangan lebar-
lebar, mempersembahkan tas kanvasnya. “Jadi Hadiah dari Orang-
Orang Terkasih dariku adalah benda-benda yang berada paling dekat
dengan hatiku—satu tas penuh properti lawakanku!”
desyrindah.blogspot.com

“Tidak, Sage,” sela Purdy sambil memijat-mijat batang hidungnya.


“Hadiah dari Orang-Orang Terkasih itu hanya boleh satu benda.
Banyak benda di dalam satu tas tidak termasuk sebagai satu hadiah.”
“Kenapa tidak?” Sage cemberut.
“Begitulah aturannya,” kata Albert. “Sori, Sob.”
“Aturan itu bodoh,” gerutu Sage. “Baiklah, baiklah, beri aku waktu
sebentar.”
Sage menjatuhkan tas kanvasnya ke lantai. Seraya setengah merayap
ke dalamnya, dia mulai melontarkan barang-barang keluar ke
belakangnya. “Pin boling yang diberi pemberat? Tidak. Sepatu badut
kedodoran? Dasi kupu-kupu yang bisa menyemprotkan air? Bantal
kentut?” Dia muncul sebentar dari dalam tas, menggaruk-garuk dagu
dan mempertimbangkan bantal kentut sewarna pink permen karet itu.
“Tidak, aku mungkin bakal membutuhkannya.” Dia meremasnya dan
bantal karet itu memperdengarkan bunyi brooot berat. Setelah
beberapa saat meraba-raba ke dalam tas, Sage mengeluarkan ayam-
ayaman ceking dari karet warna kuning.
Sage menaruh ayam-ayaman karet itu di depan Rose. “Aku tak
percaya aku melakukan ini,” katanya, “tapi ... pemberiannya harus dari
hati, dan inilah milikku yang paling berharga.”
Rose mengangkat alis. “Ayam-ayaman karet? Itukah yang ada di
dalam hatimu?”
“Dia punya nama.” Sage mendengkus tersinggung. “Namanya
Bertha, dan dia properti pertamaku.” Dengan bersungguh-sungguh, dia
melanjutkan, “Kumohon, jaga dia baik-baik, Rose.”
“Kau bisa mengandalkanku,” Rose memberitahunya sambil meraih
leher ayam-ayaman karet itu. “Terima kasih, Sage.”
Sage mengacungkan dua jempol ke arah kakaknya. “Habisi mer eka!”
Saat menyeret tas propertinya menjauh dari meja, dia berbisik cukup
keras kepada Leigh, “Begitulah cara orang-orang di dunia pertunjukan
desyrindah.blogspot.com

mengucapkan ‘semoga berhasil’. Bukan berarti dia benar-benar harus


menghabisi orang lain.”
“Aku sangsi bakal ada hadiah lain yang bisa mengalahkan Bertha,”
kata Balthazar, “tapi, Purdy, kau selanjutnya.”
Ibu Rose maju dan dengan lembut menaruh jam pasir antik.
Tingginya kira-kira lima belas sentimeter, rangka kayu ek gelapnya
diukir dengan detail daun dekoratif. Pasir di dalam kaca berkilauan
perak serta biru safir di bawah cahaya lilin. Jam pasir itu tampak
berharga—terlalu berharga untuk diberikan kepada Rose dan dijejalkan
ke dalam ranselnya.
“Oh, wow, Mom,” Rose tersentak. “Aku tak bisa menerima ini.”
“Ini milik nenek buyutku,” kata Purdy lembut. “Aku bermaksud
memberikannya kepadamu ketika aku jauh lebih tua, tapi kau akan
membutuhkan cara untuk mengatur waktu pembuatan kuemu, dan jam
pasir ini selalu memperlihatkan waktu yang tepat bagiku. Tidak peduli
berapa lama yang dibutuhkan untuk memanggang, begitu pasirnya
habis, resepmu juga selesai.”
Dengan hati-hati, Rose mengambil jam pasir itu, menelusuri
ukirannya. “Terima kasih, Mom. Ini sempurna.”
Purdy memeluk Rose singkat, mencoba dan gagal menahan air
matanya, kemudian mundur kembali ke samping Albert. Rose
membungkus jam pasir itu dengan celemek dari sang ayah, supaya
tetap terlindungi.
Balthazar memberi isyarat kepada Ty. “Tunjukkan kepada kami apa
yang kau punya.”
Ty merogoh saku belakangnya dan mengeluarkan cermin tangan
murah dari plastik sewarna hijau limau. Rose melihat ekspresi
bingungnya sendiri terpantul pada er takan cermin itu.
“Hermana, kau mengenalku sebagai pria yang berpengetahuan luas
desyrindah.blogspot.com

dalam hal percintaan,” Ty memulai.


“Pria?” Sage tertawa tergelak-gelak.
“Sage, cukup,” tegur Purdy.
“Terima kasih, Madre,” Ty berkata. “Seperti yang tadi kubilang,
sekarang ini aku menjadi semacam pakar cinta, tapi aku tidak selalu
seperti ini. Baru setelah aku menatap ke dalam cermin inilah aku tahu
apa itu cinta. Seorang bocah kecil balas menatapku, dan aku jadi sadar
seberapa banyak yang harus kutawarkan kepada dunia. Mungkin
cermin ini juga bisa melakukan hal yang sama untukmu.” Dia
mengangkat bahu. “Aku terpikir untuk memberimu ponselku kalau-
kalau kau perlu menjelajahi Internet atau apalah, tapi dengan begitu
aku jadi tidak bisa menerima pesan dari semua cewekku.”
“Aku akan … selalu menghargainya,” kata Rose sambil mengernyit.
“Menurut daftar di tanganku ini, sekarang giliranku,” kata Balthazar.
“Aku akan singkat saja menyampaikannya.” Dia mengeluarkan botol
kaca hijau dari saku, lalu menyerahkannya kepada Rose.
“‘AllSpyce,’” Rose membaca label botol itu. “Seperti untuk pai labu?”
“Ini bisa membuat pai lezat dalam sekejap kalau kau mau, tapi ‘All—
Semua’ dalam rempah ini bermakna harfiah—ini bisa menjadi bahan
apa pun yang mungkin kau butuhkan.”
Lelaki tua itu mengedik ke arah si tikus yang bermain seruling.
“Jacques? Kurasa musik syahdunya sudah tidak diperlukan lagi
sekarang.”
Jacques membiarkan musiknya lesap, kemudian menarik bulu Gus.
Sambil menggerutu, si kucing kelabu gendut melompat sekali lagi ke
atas meja.
Tikus itu menyerahkan sebutir kapsul hitam kecil dengan kedua
cakarnya. “Aku memberimu hadiah penglihatan yang lebih jelaz,”
cicitnya. “Itu ... apa, ya, iztilahnya? Dekat ke dadaku.”
desyrindah.blogspot.com

“Dekat ke hatimu,” Gus mengoreksi.


“Kau bilang kentang, aku bilangezcargot,” sahut Jacques.
“Bukan begitu kata pepatahnya,” timpal Gus.
Rose memungut pil kecil itu dari cakar Jacques dan mengangkatnya
dengan ibu jari serta telunjuk. “Apa ini obat?”
“Non,” sahut Jacques. “Buka zaja, Mademoizelle Bliss. Hadiah
dariku ada di dalamnya.”
Baru saat itulah Rose menyadari bahwa benda tersebut sama sekali
bukan pil, melainkan sebuah kotak plastik kecil. Dengan hati-hati, dia
membuka penutupnya, dan di dalamnya dia temukan kacamata perak
yang sepertinya diperuntukkan bagi boneka.
Rose tidak bisa membayangkan apa yang bisa dia lakukan dengan
kacamata sekecil itu—kecuali mungkin memecahkannya secara tidak
sengaja—tetapi dia memaksakan senyuman dan berkata, “Terima
kasih, Jacques. Dan kau juga, Kakek.”
Balthazar menggosok leher Gus yang berbulu halus. “Tinggal kau,
Gus. Apa yang akan kau berikan kepadanya?”
“Kurasa ini harus dilakukan.” Sambil mendesah, Gus melintasi meja
ke arah Rose. “Kalau kau tidak keberatan, cabut salah satu kumis gelap
dari bawah moncongku. Satu saja, ya.”
“Memangnya itu tidak sakit?” tanya Rose, ragu-ragu meraih ke
bagian bawah pipi si kucing. Dia menemukan delapan kumis kaku dan
gelap di sana—empat kumis di kedua sisinya.
“Ya,” kata Gus. “Lakukan dengan cepat, seperti mencabut perban.”
Si kucing menegang, menguatkan diri saat Rose melakukan apa yang
dia minta. Gadis itu mencabut satu kumis gelap, dan Gus mengeong
seakan seseorang telah menginjak ekornya. Seluruh bulu di
punggungnya menegak, dan mata hijaunya melebar saking kagetnya.
“Gus!” seru Rose seraya memeluk si kucing dengan protektif. “Apa
desyrindah.blogspot.com

aku menyakitimu?”
Sambil megap-megap, Gus berusaha menenangkan diri. “Itu,”
katanya, “adalah salah satu dari sembilan nyawaku. Aku sudah
menggunakan satu, tentu saja, dan itu …,” dia menatap dengan
saksama kumis yang terjepit di antara jari-jari Rose, “adalah yang
nomor enam. Kalau kau berada dalam kesulitan besar, sebaiknya kau
larutkan kumis itu ke dalam air, lalu kau minum.”
“Gus, ini terlalu berlebihan,” kata Rose, tiba-tiba ngeri dia mungkin
menjatuhkan dan menghilangkannya dalam gelap.
“Barangkali,” kata Gus sambil melompat turun ke lantai. “Tapi,
sudah terlambat untuk mengembalikannya sekarang. Gunakan dengan
bijaksana.”
“Pasti,” kata Rose. “Aku janji.”
Albert mengambilkan kantong plastik kecil untuk Rose, dan Rose
menaruh kumis itu di dalamnya, lalu mengemasnya dengan semua
hadiah di dalam ransel merahnya.
“Nah, sudah,” Balthazar bekata, “Lady Rosemary Bliss telah
menerima semua Hadiah dari Orang-Orang Terkasih, dan dia bisa
memulai perjalanan dengan cinta serta dukungan dari semua orang
terkasihnya.” Sang kakek mengatupkan kedua tangan. “Senang
akhirnya semua sudah beres. Sekarang, peluklah kakekmu ini.”
Upacara berakhir. Rose menghampiri sang kakek dan memeluknya,
dan Lily, lalu orangtuanya, saudara-saudaranya, bahkan Gus dan
Jacques. Gumpalan di tenggorokannya kembali—bahkan meski
beberapa di antaranya agak aneh, semua itu dianggap penting oleh
orang-orang yang telah memercayakan hadiah-hadiah tersebut
kepadanya. Bahkan ayam-ayaman karet Sage sekalipun.
“Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan dengan semua ini,” Rose
desyrindah.blogspot.com

mengaku kepada ibunya.


“Tak ada yang tahu,” sahut sang ibu. “Ada sihir yang sangat kuat dan
tak dapat diprediksi di antara sang pembuat kue dan hadiah-
hadiahnya.”
Seseorang menyalakan lampu toko roti sehingga ruangan menjadi
terang, kemudian semua orang berkeliling dan meniup lilin, sementara
Albert menggeser meja kafe kembali ke posisinya semula di dekat
jendela. Rose mengenakan jaket dan menyampirkan ransel di bahu.
Terdengar ketukan di pintu depan, lalu Purdy pun membukanya.
Rose menyangka sang Anjing yang datang, tetapi sebagai gantinya, dia
merasakan pusaran emosi ketika melihat siapa yang berdiri di sana.
Devin. Agak terengah-engah dengan dahi berkilau oleh keringat,
seolah dia habis berlari sepanjang jalan. Dia memakai kostum terindah
yang pernah dilihat Rose dikenakannya: kemeja putih formal diselipkan
ke dalam celana berwarna gelap dan sepatu hitam mengilat. Dasi kupu-
kupu sutra kuning terlilit di lehernya, senada dengan gaun pesta yang
tidak jadi dipakai Rose, dan rambut pirang pasirnya disisir rapi ke
belakang.
“Aku belum terlambat, ‘kan, Mrs. Bliss?” tanya Devin kepada Purdy
.
“Kurasa kau tepat waktu,” kata Purdy, mengantar pemuda itu masuk,
meninggalkan hawa dingin di luar.
Begitu melihat Devin, Rose merasa hanya ingin tersenyum sekaligus
menangis, perasaan yang sungguh membingungkan. Dia melakukan
sedikit dari keduanya saat memeluk pemuda itu, menghirup aroma
akrab donat yang selalu menempel pada Devin karena toko donat
keluarganya.
“Aku tidak tahu kau akan datang,” kata Rose.
“Tentu saja kami menghubunginya,” kata Albert. “Dia juga
keluarga.”
Devin menjauhkan diri, membiarkan tangannya tetap memegangi
desyrindah.blogspot.com

tangan Rose. “Sori aku melewatkan upacaranya, tapi aku ingin


memastikan aku memberimu hadiah yang sempurna, kata demi kata.”
Kata demi kata? Itu aneh, pikir Rose, meskipun tidak ada yang lebih
aneh daripada ayam-ayaman karet Sage. “Aku senang kau ada di sini,”
kata Rose, tersenyum sedih. “Aku benar-benar menyesal soal pesta
dansanya.”
“Hei, itu bukan masalah,” kata Devin, meskipun Rose cukup
mengenalnya sekarang untuk menyadari kekecewaan di balik mata
birunya. “Sebenarnya, ada dua hal yang ingin kuberikan kepadamu.
Yang pertama bukan Hadiah dari Orang-Orang Terkasih yang resmi,
tapi aku tetap ingin kau memilikinya.” Devin merogoh saku dan
mengeluarkan wadah plastik bening. Di dalamnya, terdapat mawar
kuning yang dilekatkan pada pita emas. Dengan hati-hati, diselip-
kannya bunga itu di pergelangan tangan Rose.
“Ini korsase,” terang Devin. “Ayahku bilang seharusnya kami
memberikan ini kepada gadis-gadis ketika pergi ke pesta dansa, dan
kukira kau mungkin masih menginginkannya.”
Korsase mawar itu menutupi Tanda Tapak, menyembunyikan simbol
dari ujiannya yang akan datang, dan Rose merasa senang karenanya.
“Aku suka sekali.”
“Baguslah,” Devin berkata, menunduk untuk menyembunyikan
senyum leganya. “Ng, Hadiah dari Orang-Orang Terkasih-ku yang
sebenarnya adalah ….” Dia memajukan tubuh dan mengecup bibir
Rose ringan.
Sesaat, Rose merasa seolah satu-satunya lampu yang bersinar
menyoroti dirinya bersama Devin. Rasanya masih menyakitkan karena
dia tidak bisa pergi berkencan dengan pemuda itu, tetapi setidaknya
ada Devin di sana untuk mengantar kepergiannya.
“Iyuh!” Sage berseru. “Cinta!”
desyrindah.blogspot.com

Lily dan Purdy menyuruhnya diam, dan Ty berkata, “Kau akan


memahaminya suatu hari nanti, Bung. Mungkin kau harus meminjam
cerminku ketika Rose kembali.”
Rose mengusapkan ujung jari di bibirnya. “Untuk apa yang
barusan?” tanyanya pelan. Pipinya memanas.
“Hadiahku adalah janji,” Devin menjelaskan. “Tidak peduli berapa
kali kau harus pergi untuk menjadi seorang Master Pembuat Kue, aku
berjanji bahwa tidak akan ada yang pernah bisa memisahkan kita.”
Lagi-lagi dia menunduk. “Norak, ya?”
“Tidak,” desah Rose. “Sedikit pun tidak.”
Ponsel Ty mulai berbunyi, dan timer di konter pun berdering. Dengan
enggan, Rose menjauhkan diri dari Devin dan menoleh memandangi
keluarganya.
“Sudah waktunya,” kata Balthazar. “Sori, Rose, tapi kau harus
menemui sang Anjing.”
Di luar, awan di atas bagaikan selimut nila tebal yang membekap
langit. Angin dingin menyapu pipi Rose ketika lampu-lampu jalan
menyala dan sang Anjing muncul. Atau, mungkin dia sudah ada di
sana selama ini.
Anjing gembala besar itu berderap melintasi halaman. “Tepat waktu,
Rosemary Bliss, dan kau sudah mendapatkan hadiah-hadiahmu, aku
yakin.” Sang Anjing melirik melewati Rose kepada keluarganya dan
Devin, yang semuanya berdiri dengan murung di depan toko roti.
“Lambaikan salam perpisahan. Kau mungkin tidak akan melihat
mereka lagi selama beberapa waktu.”
Rose menoleh ke belakang dan melambaikan tangan setengah hati.
Baru saat itulah Rose menyadari bahwa dia akan sendirian—benar-
benar sendirian. Pada masa lalu, keluarganya selalu hadir untuk
membantu ketika dia mendapati dirinya dalamkesulitan.
Sekarang, untuk ujian ini, dia hanya bisa mengandalkan diri sendiri.
desyrindah.blogspot.com

Panik menyergap dada Rose, dan dia membuka mulut hendak


meminta agar sang Anjing memberinya satu hari lagi untuk bersiap.
Namun, sebelum dia sempat mengatakan apa-apa, sang Anjing
berkata, “Angin malam akan segera berubah arah. Cepat, Rosemary,
raih ekorku!”
“Ekormu?” ulang Rose, bingung.
“Sekarang, Rosemary, sekarang!” sang Anjing melolong.
Segala kekhawatiran bertumpuk di benak Rose, dan tanpa adanya
pemikiran yang jernih, dia melakukan seperti yang disuruh dan meraih
ekor sang Anjing dengan kedua tangan.
Ekor sang Anjing mulai mengibas-ngibas, dan Rose tersentak ke
depan dan ke belakang, semakin cepat dan semakin cepat lagi hingga
Main Street dan pepohonan serta langit malam mengabur di sekitarnya.
Seketika, seluruh dunia tampak meledak menjadi uap air, menciprat
menjadi sejuta tetesan kecil, seolah-olah sang Anjing baru saja
menyingkirkan Calamity Falls.
Dan, mereka pun pergi.[]
desyrindah.blogspot.com
Bab d

!nasiraW iraH

Rose berteriak, tetapi suaranya tertelan oleh kekosongan yang kini


menyelimuti.
Selama satu tarikan napas panjang, dia dan sang Anjing dikepung
oleh kehampaan kelam—bukan kegelapan, tetapi kehampaan. Tidak
ada sensasi udara di kulitnya, atau hawa panas atau dingin, atau bau
apa pun, dan tidak ada cahaya, meskipun entah bagaimana dia bisa
melihat tubuh anjing berbulu di depannya saat mereka bergerak.
Jemari Rose mulai tergelincir dari ekor sang Anjing. Sesaat,
kepanikan menyergapnya saat dia mengira akan kehilangan
cengkeraman dan terlempar ke tempat antah-berantah, hilang
selamanya.
Kemudian, tetesan-tetesan berwarna mulai berjatuhan di
sekelilingnya, seperti butiran pasir pelangi yang mengisi wadah kaca.
Warna-warna itu membaur, menyatu menjadi sesuatu—suatu tempat—
yang baru, dan Rose merasakan angin sedingin es serta menghidu bau
asap cerobong di kejauhan. Kibasan ekor sang Anjing memelan, dan
kaki Rose menemukan pijakan di jalan tanah yang padat.
“Kita sudah sampai,” sang Anjing mengumumkan sambil berbalik ke
arah Rose dan tersengal-sengal.
Pengar, Rose menjulurkan tangan untuk menemukan keseimbangan
dan menggeleng-geleng,berusaha menjernihkan kepala.
desyrindah.blogspot.com

“Kau tidak akan muntah, ‘kan?” tanya sang Anjing. Rose melangkah
mundur—dia tidak terlalu bersemangat menyentuh bagian mana pun
dari tubuh berbulu sang Anjing dalam waktu dekat. “Memangnya kau
tidak pernah bepergian menunggangi angin sebelumnya?”
“Tidak,” kata Rose, suaranya gemetar. “Aku bahkan tidak tahu kita
bisa bepergian menunggangi angin.”
“Ada banyak yang harus kau pelajari, Rosemary Bliss,” jawab sang
Anjing. “Tapi, pertama-tama, ayo kita cari tahu di mana kita berada.”
Mereka telah mendarat di jalan perdesaan yang tidak rata dan
berkelok-kelok melintasi hutan pohon fir yang tinggi dan gelap. Di sini,
seperti di Calamity Falls, malam sudah turun. Sinar matahari terakhir
yang cerah meninggalkan jejak di balik puncak pepohonan.
“Eh, kau tidak tahu di mana kita?” tanya Rose. Sejauh yang dia
ketahui, sang Anjing telah membawanya ke suatu tempat entah di
mana.
Sang Anjing mengabaikannya, berderap menyusuri jalan.
Rose berlari menyusulnya. “Bagaimana kau bisa pergi ke suatu
tempat kalau kau tidak tahu ke mana tujuanmu?”
“Aku pergi saja.” Sang Anjing mendengus. “Dan aku percaya aku
akan berakhir di tempat yang tepat. Di hadapan kita terdapat kota yang
membutuhkan bantuanmu karena selalu ada kota semacam itu pada
ujian-ujian ini. Sebaiknya kita bergegas kalau tidak ingin berkeliaran di
hutan ini pada tengah malam.”
“Sebuah kota?” Rose menyipit, tidak melihat apa pun di balik
pepohonan yang gelap. Namun, dia mencium bau asap kayu dari
perapian dan, benar saja, tepat ketika mereka melewati tikungan, dia
bisa melihat puncak putih menara jam di kejauhan.
Lonceng berdentang, mengisyaratkan pergantian jam.
“Menurut pencatat waktu internalku, lonceng itu menunjukkan pukul
desyrindah.blogspot.com

enam. Kita—” Sang Anjing membeku, telinganya yang terkelepai


bergerak-gerak ke depan dan belakang, menyesuaikan diri untuk
menerima suara-suara yang tidak bisa Rose dengar.
Rose menciut mundur di belakangnya, mencengkeram tali ranselnya.
“Ada apa?” bisik gadis itu. “Ada sesuatu di sana?”
“Seekor possum.” Sang Anjing mendesis dari sisi-sisi moncongnya.
“Possum!”
Sambil menggonggong gila-gilaan, sang Anjing berlari menjauh dan
menghilang ke pepohonan. Rose bisa mendengar salakannya yang liar
ketika anjing itu meluncur melewati semak belukar.
Sejenak kemudian, sang Anjing muncul lagi, lidahnya terjurai selagi
dia terengah-engah. Dia mengambil tempat di depan Rose seolah tidak
ada yang baru saja terjadi.
“Berhasil kau tangkap?” Rose bertanya.
Sang Anjing menjilati kotoran dari bulunya yang kecokelatan.
“Makhluk itu terbukti terlalu cerdik untuk kusergap, tapi tidak masalah.
Selalu ada kali berikutnya. Ayo!”
Sang Anjing memelesat lagi menyusuri jalan dengan langkah cepat.
Rose harus setengah berlari agar tidak tertinggal.
“Jadi, kenapa kau jadi anjing, sebenarnya?” Rose bertanya.
“Maksudku, bukan bermaksud menyinggung, tapi biasanya anjing dan
panggang-memanggang kan bukan campuran yang baik.”
Anjing itu berhenti untuk mengendus rumput liar di sisi jalan, lalu
mendengus dan melanjutkan perjalanan. “Aku tidak harus menjadi
anjing. Aku bisa jadi kucing, kalau memang sedang ingin, atau rusa
jantan bertanduk besar, atau gorila, atau—”
“Kurasa aku bisa membayangkannya,” sela Rose. “Jadi, kenapa tidak
jadi sesosok manusia saja?”
desyrindah.blogspot.com

“Apa serunya jadi manusia? Selain itu, dalam abad terakhir ini, aku
sedang ingin saja menjadi anjing, dan masih banyak ras yang belum
kucoba.”
Pepohonan mulai menipis. Rose belum bisa melihat kotanya, tapi dia
dapat mendengar dengung suara-suara dan melihat pendar lampu
jalanan melalui sela-sela dahan.
“Aku bisa memanggilmu apa?” Rose bertanya. “Tak mungkin
namamu cuma ‘sang Anjing’, apalagi kau tidak selalu berwujud anjing.”
Sang Anjing menautkan alis putih lebatnya. “Tentu saja aku punya
nama, Rosemary Bliss, tapi nama itu adalah milikku sendiri dan bukan
untuk kau ketahui.” Dia menjelaskan, “Nama-nama itu memiliki
kekuatan, jadi jangan sampai sembarang orang mengetahuinya. ‘Sang
Anjing’ saja sudah cukup untuk sementara ini, seperti halnya cukup
untuk setiap keluarga Bliss yang telah kuuji sejak fase gajah yang tidak
melalui pertimbangan matang.”
Rose mendengus, membayangkan leluhur Balthazar mencoba
menyelinap melewati hutan dituntun oleh seekor gajah.
Pepohonan berakhir tiba-tiba di tepi jalan pinggiran kota yang
tenang. Di pinggiran tempat jalur tanah berangsur-angsur tergantikan
oleh jalan beraspal, penanda kayu besar berdiri, bertuliskan Welcome
to Bontemps! Population: 375. Di bawahnya tertulis: Bienvenue à
Bontemps! Population: 375.
“Bahasa Inggris dan Prancis,” kata Rose, mengenali bahasa kedua itu
berkat Jacques. “Apakah itu berarti kita berada di Kanada?”
“Kelihatannya begitu,” ujar sang Anjing. “Itu menjelaskan hawa
dingin di udara! Bahkan aku bisa merasakannya, padahal aku
terbungkus bulu.”
Rose memutar otak, mencoba mengingat frasa lain yang diucapkan
oleh Jacques, tetapi yang bisa dipikirkannya hanyalah oui,
desyrindah.blogspot.com

Mademoiselle Bliss, dan mungkin itu tidak akan banyak membantunya.


“Apakah kita perlu berbicara bahasa Prancis?”
“J’espère que non!” sang Anjing menyalak. “Artinya, kuharap tidak!
Tapi, kalaupun harus, itu juga akan menjadi bagian dari ujianmu.”
Rose mengikuti sang Anjing menyusuri jalanan. Mereka berada di
jalan yang dijajari rumah-rumah dan, yang mengejutkan, tampak
sangat rapi. Setiap pekarangan dikelilingi pagar kayu putih yang
kelihatannya baru dicat, rerumputannya hijau subur, bahkan dalam
cahaya malam yang temaram, serta terpangkas rata dan sempurna.
Rumah-rumah itu berlantai satu, dicat biru dan kuning pastel dan dihias
dengan warna putih, sementara di sepanjang trotoar terdapat pohon
maple muda yang kelihatannya baru ditanam.
Langit terlihat lebih cerah di jalan, matahari terbenam memancarkan
cahaya keemasan ke rumah-rumah tadi. Malam hari tampaknya lebih
larut dan lebih gelap di hutan tadi, tetapibarangkali itu disebabkan oleh
bayang-bayang pepohonan yang tinggi.
Sebuah pintu terbuka, Rose dan sang Anjing berhenti di tengah jalan,
memperhatikan seseorang keluar dari rumah terdekat. Rupanya
seorang remaja lelaki yang tak lebih tua dari Ty, dan dia mengayunkan
lengan sambil bersiul sendiri saat menyusuri pelataran depan menuju
trotoar.
“Selamat pagi, Madam,” sapa pemuda itu, menyengir sambil
mengangkat topinya yang kuno. Bahkan, seluruh pakaiannya tampak
kuno. Pantalon lipit cokelatnya ditahan tinggi-tinggi ke pinggang
menggunakan bretel, sementara kemeja kuning berkerahnya
disandingkan dengan dasi kupu-kupu hijau-cokelat.
Rose tidak tahu banyak tentang mode busana, dan tentu saja bukan
mode busana Kanada, tetapi memang banyak anak lelaki akhir-akhir
ini lebih suka berpakaian dalam gaya vintage. Karena tidak ingin
desyrindah.blogspot.com

bersikap kasar, dia pun tersenyum, lalu berkata, “Selamat pag—”


Dia berhenti dan menggeleng-geleng. Sekarang bukan pagi hari.
Mungkin sapaan ironis juga hal yang lazim di Kanada. Jadi, alih-alih,
dia berkata, “Selamat malam, maksudku.”
Pemuda itu menatapnya geli sekaligus bingung, lalu melanjutkan
perjalanan.
“Sekarang memang sudah malam, ‘kan?” Rose bertanya kepada
sang Anjing. “Atau kita juga melakukan perjalanan melintasi waktu?”
“Tidak, angin tidak dapat bergerak melintasi waktu, hanya ruang,”
kata anjing itu. “Kita sampai di sini tepat sebelum pukul enam tepat,
seperti yang tadi kubilang.”
Saat mereka hampir mencapai pusat kota, ada orang-orang lain yang
keluar dari rumah masing-masing—hanya remaja dan anak-anak, Rose
menyadari, dan kesemuanya mengenakan pakaian seolah mereka
berasal dari era 1940-an dan 1950-an. Hiruk pikuk teredam dari
keramaian membawa Rose dan sang Anjing ke Main Street. Mereka
lewat di bawah spanduk kanvas yang digantung di antara tiang lampu.
Spanduk itu bertuliskan Hari Warisan! dan, di bawahnya, terdapat
tulisan yang lebih kecil, Pesta Dansa Hari Warisan Besok Malam—
Hadiri atau Rugi Sendiri!
Rose melirik korsase mawar kuning di pergelangan tangannya, rasa
pedih menghunjam dadanya. Pesta dansa di Calamity Falls juga
sebentar lagi akan dimulai. Akankah Devin pergi tanpa dirinya? Dia
tampak terlalu perlente dalam busana resminya untuk tetap tinggal di
rumah sendirian sementara orang-orang lain di sekolah bersenang-
senang.
Tetap saja, mungkin Rose bisa menyelesaikan ujian ini lebih cepat
daripada waktu yang dibutuhkannya untuk membuat satu resep
Cracker Jacks-Be-Nimble. Mungkin dia bisa kembali ke Calamity Falls
tepat waktu untuk dansa terakhir dan segelaspunch stroberi.
desyrindah.blogspot.com

“Ke mana pun anak-anak ini pergi, pasti di sanalah kita akan
menemukan masalahnya.” Rose berlari maju, ransel terpental-pental di
bahunya. “Ayo!” serunya kepada sang Anjing.
Anjing itu berderap mengejarnya. “Ah, itu dia semangat berapi-api
yang kuharapkan dari seorang Bliss. Terjun langsung ke pusat
kekacauan!”
Di tikungan, mereka mendapati diri berada di taman pusat kota. Pasti
ada sekurangnya dua ratus anak yang berkumpul untuk merayakan
Hari Warisan, kebanyakan bersantai-santai di atas selimut dan di
bangku taman dan memenuhi gazebo. Pita oranye dan kuning yang
meriah diikat ke lampu-lampu jalan, sementara balon-balon melayang
di atas pepohonan di alun-alun.
Sepasang gadis yang agak lebih tua dari Rose lewat, berjalan
bergandengan menuju keramaian. Gaun mereka berlengan pendek dan
dikancingkan sampai ke leher, dengan rok yang melebar dan keliman di
bawah lutut. Mungkin tema Hari Warisan ini berkaitan dengan tahun
1940-an—Rose pernah melihat foto-foto nenek buyutnya yang
mengenakan pakaian serupa.
Salah satu dari gadis-gadis itu, yang berambut cokelat, terbeliak.
“Wah, Madam, pada usiamu ini apakah kau tidak apa-apa berkeliaran
di sini tanpa pengawasan? Kau butuh bantuan?”
“Jangan sampai kau memaksakan diri dan malah jatuh,” kata gadis
kedua, yang berambut merah.
Rose melirik sang Anjing, yang sibuk mengendus-endus aspal. “Aku
... baik-baik saja. Kurasa. Terima kasih atas perhatiannya, kukira.”
Si rambut cokelat memaksakan senyuman. “Apa pun yang
menurutmu paling baik, Ma’am. Kau lebih tahu daripada kami,
bukan?”
“Semoga pagimu menyenangkan!” timpal si rambut merah saat dia
dan temannya berlalu.
desyrindah.blogspot.com

Rose memperhatikan mereka menghilang ke sebuah kedai makan di


sudut alun-alun, tempat anak-anak lain memenuhi bilik. “Pagi lagi,”
kata Rose. “Apakah itu semacam kelakar khas kota ini, atau apakah
semua orang Kanada itu ... tidak biasa?”
“Orang-orang Kanada ini memang tampak aneh, sih,” sang Anjing
menanggapi.
Dari pengeras suara yang tak kasatmata, alunan musik trompet
penuh kemenangan menggelegar ke seantero alun-alun. Kerumunan
remaja, anak-anak dan bahkan balita bersorak, menjulurkan kepala
untuk melihat sesuatu di seberang pelataran rumput.
Rose menyeberangi jalan lalu mendorong-dorong menuju pelataran
rumput, sembari meminta maaf ketika menabrak anak-anak Kanada
berpakaian aneh. Beberapa mendelik, siap memarahinya, tetapi setelah
melihatnya, mereka hanya bergumam cepat, “Maaf, Ma’am.” Seorang
bocah lelaki menawarkan diri untuk mengawalnya, tetapi Rose
menolak. Semua orang yang dia lewatibersikap seolah dia invalid.
Di sisi seberang alun-alun, terdapat kantor pemadam kebakaran,
bendera maple merah-putih berkibar di depannya. Ketika trompet
selesai memainkan nada mereka, garasi kantor pemadam kebakaran
terbuka dan sebuah mobil pemadam merah mengilat meluncur keluar.
Seorang petugas pemadam kebakaran berseragam lengkap
mencondongkan tubuh ke luar jendela pengemudi dan melambai ke
arah kerumunan anak-anak. Rose menyadari dengan kaget bahwa
petugas itu juga masih remaja—dan tidak cukup umur untuk
mengendarai kendaraan tersebut. Beberapa anak lain, semuanya
mengenakan pakaian pelindung dan mantel pemadam kebakaran
berat, duduk di atasnya, melambai-lambai.
Perlahan, Rose tersadar bahwa orang paling tua yang dilihatnya
berusia remaja, dan tidak seorang pun cukup umur untuk kuliah.
desyrindah.blogspot.com

Meskipun ada para balita yang merangkak ke mana-mana dan terlihat


masih lebih muda daripada Leigh, Rose tidak melihat satu orang
dewasa pun di keramaian.
Mobil pemadam kebakaran hanyalah awal dari apa yang ternyata
merupakan parade Hari Warisan. Seraya membunyikan klakson,
sebuah truk tua dengan bak datar yang dikendarai seorang gadis
remaja mengikuti iring-iringan di belakang truk pemadam kebakaran.
Truk tersebut terbungkus satin putih dan dihiasi balon-balon emas.
Sementara itu, duduk di belakang di kursi tinggi, terdapat delapan bayi
sungguhan yang mengenakan piama sutra, mengisap dot, dan
melambaikan kerincing perak. Ada penanda di sisi truk, ditulis dengan
kaligrafi emas: The Ladies Who Brunch.
“Tampaknya itu sangat berbahaya,” bisik Rose gugup kepada sang
Anjing.
Sang Anjing mendengking dan mengangguk sependapat.
Namun, ternyata bukan hanya kendaraan hias itu—setiap kendaraan
berikutnya mengangkut bayi di sepanjang jalan untuk disoraki oleh
kerumunan yang memuja. Ada kendaraan hias bertema sains dengan
bayi berkacamata dan berjas lab duduk di antara replika planet. Mereka
merupakan, menurut penandanya, Our Brightest Minds. Lalu, ada
trailer traktor penuh bal jerami yang mengangkut bayi-bayi bertopi
jerami dan overal jins merangkak di atas beberapa buah labu, dan
kendaraan lain tempat para bayi yang memakai wig badut pelangi dan
hidung palsu dari bola merah dengan gembira menebar permen dari
ember ke kerumunan. Rose menangkap sebatang cokelat mini dan
memasukkannya ke saku jaket untuk dimakan nanti.
Mereka sudah berada di sana cukup lama sehingga Rose menduga
seharusnya sekarang sudah gelap, tetapi entah bagaimana keadaan
malah semakin terang. Bahkan sangat terang, sampai-sampai lampu
jalan mulai berkedip padam, satu per satu.
desyrindah.blogspot.com

Rose mulai merasa tidak enak hati. Harapannya untuk segera


menuntaskan ujian ini remuk berantakan seperti remah-remah. Dia
punya firasat bahwa ada sesuatu yang sangat salah dengan Kota
Bontemps, dan hanya bersenjatakan ransel yang disebut “hadiah”,
tanpa seorang pun membantunya, Rose tidak tahu bagaimana dia bisa
memperbaikinya.
“Nah, itu baru menarik,” gumam sang Anjing, nyaris tak terdengar di
tengah gemuruh mesin kendaraan hias serta sorakan anak-anak. Dia
memalingkan wajah dari parade. Rose mengikuti arah pandangannya
melalui hamparan hijau ke balai kota, kemudian ke menara jam.
Permukaan jam itu memiliki lebar sekurangnya 1,8 meter, dan jarum
besi hitamnya beringsut memutar, menandakan perubahan waktu,
seperti yang diharapkan dari setiap jam. Hanya saja, jarum jam
tersebut tidak menunjukkan waktu lewat pukul enam malam, seperti
yang sempat diduganya. Saat ini, jam itu menunjukkan pukul 05.34.
Ketika Rose menyaksikan, jarum menitnya bergerakke 05.33.
Waktu berjalan mundur.[]
desyrindah.blogspot.com
Bab e

Orang Asing Misterius

Rose berjongkok di sebelah sang Anjing, berbisik agar tidak ada


seorang pun dalam kerumunan yang memperhatikannya berbicara
kepada seekor hewan. “Jarum jamnya berputar ke arah yang salah!
Dan, matahari sedang terbit. Kenapa?”
Sang Anjing menelengkan kepala. “Aku tak bisa bilang aku tahu
jawabannya.” Sambil menggeram, dia memalingkan pandang dari
menara jam. Dengan lebih lantang, dia menambahkan, “Dan, kalaupun
aku tahu, aku tidak akan bisa memberitahumu. Ini ujianmu, Rosemary
Bliss.”
Seorang gadis berkacamata dengan bingkai mirip mata kucing
mengerjap ke arah Rose dan sang Anjing. “Astaganaga!” katanya,
suaranya ditenggelamkan teriakan antusias dari anak laki-laki di kedua
sisinya. “Apa anjing itu baru saja memperlihatkan gusinya?”
“Gusinya?” Rose bertanya.
Gadis itu memberi isyarat ke arah si anjing gembala besar. “Apa dia
bicara? Aku berani sumpah tadi aku mendengarnya mengucapkan
sesuatu.”
Rose membayangkan apa yang mungkin Sage lakukan dalam situasi
seperti ini. Dia berkata lambat-lambat, “Ah tidak, itu cuma aku yang
melatih suara perut menirukan pria tua.” Seraya menirukan sang
Anjing, dia berkata, “Tally ho, pip pip, tak ada pertanyaan ataupun
desyrindah.blogspot.com

permintaan bantuan, Rose.”


Gadis itu bolak-balik menatap Rose dan sang Anjing dengan skeptis.
“Kau melakukannya dengan lebih baik sebelumnya.”
Seseorang berteriak, “Hei, lihat! Pak Tua Thompson akhirnya keluar
dari rumahnya!”
Gadis dengan kacamata ala mata kucing itu terkesiap dan kembali
mengamati parade, melupakan Rose dan sang Anjing.
“Mulai sekarang, jangan berisik lagi, oke?” bisik Rose. “Tidak apa-
apa kalau kau tidak bisa memberiku petunjuk, tapi cobalah untuk tidak
membuatku jadi pusat perhatian.”
Sang Anjing mendengus, tetapi tidak mengatakan apa-apa lagi.
Parade hampir berakhir saat beberapa kendaraan hias terakhir
berbelok ke Main Street. Di akhir iring-iringan, terdapat kendaraan
paling besar dari semuanya: sebuah platform bermotor yang dihiasi
ratusan sisik ikan kertas sewarna merah marun. Di atasnya, terdapat
sesuatu yang hanya bisa Rose gambarkan sebagai singgasana emas
raksasa—pastinya hanya kursi biasa yang dilapisi kertas timah—dan
singgasana tersebut diduduki oleh orang paling tua yang dilihatnya di
kota ini.
Gadis di kursi itu mungkin berusia 19 atau 20, tampak baru
beberapa tahun lulus SMU. Dia mengenakan celana cutbrai warna
merah anggur, serta blus magenta menjuntai yang dikancingkan sampai
ke leher. Bibirnya dipulas merah menyala, tulang pipinya yang tajam
ditonjolkan dengan perona pipi, dan rambut hitamnya ditata dalam
ikal-ikal besar yang longgar, seperti bintang film lawas yang terkenal.
Dia mengingatkan Rose kepada Bibi Lily yang lebih muda, tetapi
kurang anggun.
Kerumunan masih bersorak, tetapi tidak seantusias sebelumnya.
desyrindah.blogspot.com

Gadis berkacamata mata-kucing mengerucutkan bibir seolah dia


mencicipi sesuatu yang masam.
Gadis cantik tadi berdiri dari singgasananya, melambai-lambai ketika
kendaraan hiasnya lewat. “Terima kasih, Kesayanganku Sekalian! Cinta
kalian bagaikan minuman ceri menghangatkan, dan aku, sang
Marchesa, akan menenggaknya!”
“Apa itu Marchesa?” Rose bertanya kepada sang Anjing.
Anjing itu menelengkan kepala ke arah Rose, tetapi gadis
berkacamatalah yang menyahut, “Wali kota. Itu cuma gelar mewah
yang dia pilih karena dia tidak suka istilahwali kota.”
Kendaraan hias sang Marchesa menghilang di sudut alun-alun,
mengikuti parade lainnya ke mana pun mereka pergi. Kerumunan
mulai menipis, dan tak lama kemudian, Rose dan sang Anjing ditinggal
sendirian di hamparan rumput yang terinjak-injak, sementara anak-
anak dan para remaja mengeluyur memasuki bangunan-bangunan
yang menghadap ke alun-alun.
“Menurutku, gadis mata kucing itu berbohong tentang si gadis
Marchesa tadi,” kata Rose. Dia merogoh saku dan menemukan cokelat
batangan mini. “Mungkin dia seperti Miss Teen USA.” Tepat sebelum
memasukkannya ke mulut, Rose menambahkan, “Atau apa pun versi
Kanada-nya.”
“Aku mungkin tidak ingin memberi petunjuk,” kata sang Anjing, “tapi
bukan berarti aku tidak bisa membantumu. Menurutmu apa yang salah
dengan tempat ini?”
Rose duduk di bangku taman. “Yah, pertama-tama, matahari terbit
dari arah yang salah, meskipun mungkin kita bepergian secara terbalik
ke sini. Dan, jamnya juga mundur, meskipun mungkin saja mereka
sengaja memutarnya seperti itu ... sebagai lelucon, mungkin?”
Sang Anjing mengangkat sebelah alis lebatnya. “Menurutmu
desyrindah.blogspot.com

segampang itu?”
Rose mendesah. “Ada juga fakta bahwa semua orang di sini
berpakaian aneh dan tidak ada orang dewasa, kecuali mungkin sang
Marchesa, tergantung berapa umurnya yang sebenarnya.” Rose
bersandar, bahunya terkulai. “Aku punya firasat buruk tentang dia, dan
mungkin aku salah, tapi aku pernah bertemu banyak orang jahat
dengan gelar-gelar mewah yang suka duduk di atas singgasana.”
Sang Anjing mengguncang-guncang tubuhnya. “Ayo kita mulai dari
sana! Kita selidiki orang yang disebut sang Marchesa ini.”
Di seberang jalan terdapat toko kembang, dan di depannya ada
kotak surat kabar dari logam. Itu akan menjadi tempat yang bagus
untuk memulai. Rose memandang ke kedua arah sebelum
menyeberang jalan, tetapi dia tidak benar-benar perlu khawatir—selain
kendaraan hias tadi, tidak ada lalu lintas di kota ini. Bahkan, tidak ada
satu sepeda pun yang terlihat.
Beberapa remaja lelaki berjas kuno memandangi Rose dan sang
Anjing dengan aneh, tetapi dia mengabaikan mereka dan berusaha
sebaik mungkin untuk bertindak seolah dia berhak ada di sini. Begitu
mencapai trotoar yang berada di seberang jalan, Rose menghampiri
kotak surat kabar—dan mendapatinya terkunci.
“Kau punya koin seperempat dolar?” Rose bertanya kepada sang
Anjing, meski sudah tahu jawabannya. “Atau loonies atau toonies atau
apa pun yang mereka gunakan di sini.”
“Sungguh, Rosemary, menurutmu, di mana aku bisa menyimpan
koinnya?” gerutu sang Anjing. “Di dompet koin rahasia di balik bulu
tebalku?”
“Lupakan.” Rose berjongkok di depannya, mencoba membaca
halaman depan melalui jendela kotak surat kabar tersebut. Nyaris se-
luruhnya dipenuhi oleh foto hitam-putih sang Marchesa di sebuah
kantor besar di suatu tempat, tetapi dia tidak bisa membaca tajuk berita
desyrindah.blogspot.com

utama ataupun isi artikelnya.


Namun, Rose bisa membaca bagian sisi kotak surat kabar itu. “Kita
akan ke sana!” kata Rose, menusukkan satu jari ke kepala koran.
“Kantor surat kabarnya terletak di Main Street 3 1/4.” Dia menggeleng-
geleng. “Alamat yang aneh. Tapi, mungkin orang-orang Kanada
menomori jalan mereka dengan cara yang berbeda.”
“Petunjuk yang solid, Rosemary.” Ekor sang Anjing mengibas-ngibas.
“Para wartawan kota seharusnya tahu apa yang sedang terjadi.
Tunjukkan jalannya!”
Di depan toko bunga terdapat angka 2 bercat emas, dan di
sebelahnya, di Main Street nomor 3, adalah toko daging yang belum
buka. Mereka melewati gang sempit dan menemukan Main Street
nomor 4—sebuah bank.
Rose sampai mengecek dua kali dan mengintip ke dalam gang.
Dinding-dindingnya terbuat dari batu bata, dan ada tangga darurat
reyot dari besi di samping bank. Sambil mengedik ke arah sang Anjing,
dia pun berjalan memasuki gang dan menemukan pintu abu-abu tak
mencolok dengan angka 3 1/4 dicat di atasnya. Setengah tersembunyi
di balik tumpukan kotak terbengkalai, terdapat tulisan Orville’s Assorted
Offal.
Rose mengetuk. Tak ada jawaban, meskipun dia bisa mendengar
orang-orang di dalam. Jadi, dia pun meraih gagang pintu dan pelan-
pelan membukanya. Aroma kertas tua kisut dan bau tinta yang pekat
menguar keluar.
Kantor surat kabar itu kecil dan sempit, tidak lebih besar dari kamar
Rose di rumah. Lemari arsip yang tinggi berderet di tiap-tiap dinding,
masing-masing dipenuhi tumpukan surat kabar tua yang mengancam
untuk roboh kapan saja. Di sana ada dua meja, dan di atas masing-
masing meja terdapat mesin tik tua. Meja yang di sebelah kiri tidak
berpenghuni, meskipun lampu meja bertudung hijaunya menyala. Dua
desyrindah.blogspot.com

orang di kantor itu malah berkerumun di sekitar meja sebelah kanan.


Salah satunya adalah anak laki-laki seusia Rose, tampak tegang saat
dia mengaduk-aduk sebuah laci. Kulitnya gelap dan mata cokelat
besarnya tampak semakin besar karena kacamata bundar tebal yang
dia pakai, sedangkan rambut pendek ikalnya dibelah samping. Seperti
setiap anak lain di kota, dia berpakaian seperti kakek-kakek. Celana
pantalonnya terbuat dari wol abu-abu, dipadukan dengan kemeja
panjang putih serta dasi kelabu polos. Dia mengenakan kardigan
berkancing berwarna hijau yang setidaknya beberapa ukuran lebih
besar untuknya, yang bagian sikunya sudah lusuh. (Yah, mirip kakek
orang lain, batin Rose—karena Balthazar lebih suka gaya yang lebih
kasual.)
Seorang asisten anak-anak di kantor surat kabar bukan hal yang
aneh. Yang aneh, orang di balik meja adalah bayi perempuan dalam
kursi tinggi yang tidak memakai apa pun selain popok menggembung
dan kacamata bingkai hitam untuk ukuran orang dewasa. Bayi itu
menepak-nepakkan tangannya yang gemuk ke tuts mesin tik.
Sebuah plakat emas di ujung depan meja bertuliskan, “Hedda Penny
—Pemimpin Redaksi.” Mungkin sang redaktur sedang keluar dan
meninggalkan bocah lelaki tadi untuk mengawasi bayinya, duga Rose.
Bayi perempuan itu menyadari kehadiran Rose dan sang Anjing
terlebih dahulu. Dia memekik dan menampar-namparkan tangannya
lebih keras pada tuts, membuat mesin tiknya mengetikkan kata-kata tak
jelas pada selembar kertas yang bergulir ke dalamnya. “Cosmo!”
katanya cadel. “Ap yang kau wakuuukan.”
Terkejut, si bocah kardigan berbalik, meremas dada. Begitu melihat
yang datang hanya Rose dan sang Anjing, dia menenangkan dirinya.
“Oh, halo.” Si bayi memekik lagi, dan bocah itu mengangguk-angguk
penuh semangat. “Ya, aku melihat mereka, Ms. Penny. Terima kasih,
Ms. Penny.”
desyrindah.blogspot.com

“Ng, hai,” kata Rose, mengangkat tangan untuk menyapa. “Aku


Rose. Aku sedang mengunjungi kota ini dan ingin tahu apakah aku bisa
mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu.” Dari sudut mata,
dilihatnya sang Anjing juga bersiap-siap memperkenalkan diri. Rose
buru-buru mengulurkan tangan dan menangkup moncongnya.
Mata besar bocah itu semakin melebar. Dalam sekejap, dia
mengeluarkan notes kuning dari saku dan mengambil bolpoin dari
belakang telinganya. “Pengunjung? Tidak bercanda, ‘kan? Wuidih, ini
baru berita! Kami tidak pernah mendapat pengunjung sejak ....” Dia
menggaruk-garuk dagu dengan ujung bolpoinnya. “Aku bahkan tidak
ingat kapan terakhir kali itu terjadi.” Dia mencondongkan tubuh ke
depan. “Kami perlu menulis cerita tentang ini secepatnya. Ceritakan
kepadaku sekarang, Rose.”
Bayi di kursi tinggi meraban tidak jelas. Dia mengambil dot, lalu
melemparkannya ke kepala si anak lelaki.
Si bocah lelaki meringis dan merunduk. “Ya, maaf, Ms. Penny.” Dia
menyelipkan notes kembali ke sakunya dan mengulurkan tangan.
“Cosmo, Wartawan Utama, siap membantumu.” Bayi itu memelotot.
“Eh, Wartawan Utama Junior.”
Rose menjabat tangannya, dan Cosmo tersenyum melihat korsase di
pergelangan tangan gadis itu. “Wah, bunga yang bagus. Sempurna
untuk Hari Warisan.” Seraya berjongkok, dia menggosok telinga putih
sang Anjing. “Dan siapa sobat besar ini?”
“Dia anjingku,” Rose berbohong. “Namanya ... eh ... Lester!”
Sang Anjing mendengking jengkel, dan Rose mengangkat bahu. Itu
nama pertama yang muncul di benaknya.
Seutas gelang karet dijentikkan dari seberang ruangan dan mengenai
telinga Cosmo. “Lapaaal!” rengek si bayi.
“Ya, Ms. Penny,” gumam Cosmo. Dia mengacungkan satu jari agar
Rose menunggu, lalu menghilang ke balik lemari arsip. Dia kembali
desyrindah.blogspot.com

dengan botol di tangan. Bayi itu mengambilnya dan mulai meneguk


apa pun isinya.
Cosmo pergi ke rak mantel di dekat pintu, menyampirkan mantel
trench di lengannya, dan menjatuhkan topi fedora ke kepalanya. Pada
topi itu, terselip kartu mungil bertuliskan PERS. “Ms. Penny sedang
menikmati camilan pagi hari, jadi bagaimana kalau kau, aku, dan
Lester menikmati sarapan kesiangan di Silver Spoon dan kita bisa
berbincang lebih jauh tentang apa yang membawamu ke Bontemps?”
Cosmo tidak menunggu jawaban sebelum mendorong pintu membuka
ke arah gang. Rose dan sang Anjing mengikuti.
“Apakah tidak masalah meninggalkan, ehm, Ms. Penny sendirian?”
Rose bertanya.
Cosmo mengenakan mantel trench-nya, sudah setengah jalan
menuju jalan raya. “Tentu saja, memangnya kenapa tidak?”
Rose dan sang Anjing bertukar pandang gugup. “Maksudku, dia kan
—”
“Banyak maunya? Manja? Orang yang sok tahu?” Cosmo berhenti di
ujung gang, lalu berbalik menghadap Rose. “Jangan salah sangka. Aku
tidak bermaksud menjelek-jelekkan wanita itu. Dia hanya bersikap
menyulitkan karena ini karier keempatku.” Dia mengangkat tangan.
“Tapi, aku sudah satu tahun bekerja di sini, dan dia masih belum meng-
angkatku melewati jabatan wartawan junior, padahal aku satu-satunya
wartawan di sini!”
Rose mengerjap ke arahnya. “Kau sedang membahas soal Ms.
Penny.”
“Tentu saja,” jawab Cosmo.
“Ms. Penny si bayi.”
Cosmo mendengkuskan tawa. “Hei, sekarang kaulah yang sok tahu.”
Dia mengendus-endus udara dan merekahkan cengiran lebar.
desyrindah.blogspot.com

“Kelihatannya Jumpin’ Jimmy menyajikan burger lebih awal hari ini!


Kau pernah sarapan burger? Yah, bukan benar-benar sarapan burger
namanya kalau kau tidak menikmatinya di Silver Spoon.” Dia pun
berjalan lagi, menghilang menyusuri Main Street.
“Jangan buang-buang waktu,” bisik sang Anjing kepada Rose. “Kalau
dia berpikir bayi itu akan baik-baik saja, maka dia akan baik-baik saja.”
“Kanada semakin aneh saja,” bisik Rose. “Karier keempat-nya?
Memangnya anak-anak di Kanada diharuskan bekerja alih-alih
memasuki pra-sekolah? Bukankah itu ilegal?”
“Ayo kita tanya dia dan cari tahu jawabannya,” kata sang Anjing,
berderap mengejar anak lelaki tadi.
Mereka mengikuti Cosmo ke sudut Main Street dan memasuki kedai
makan yang tadi dilihat Rose. Ketika mereka masuk, setiap anak di
meja bar yang panjang dan di meja-meja serta di bilik-bilik berhenti
berbicara, dan menjulurkan kepala untuk mengamati Rose. Cosmo
tampak tidak terpengaruh, berjalan cepat ke sebuah bilik di dekat
jendela depan, tetapi Rose merasakan mata semua orang
mengikutinya. Satu-satunya suara adalah makanan yang mendesis di
dapur di belakang dan seseorang yang perlahan menyeruput susu
kocok.
Rose menggiring sang Anjing masuk ke salah satu bilik, lalu
mengambil tempat di sampingnya. Cosmo duduk di seberang mereka,
menaruh mantel trench di sebelahnya dan meletakkan topi di atasnya.
Di sekeliling mereka, semua orang kembali makan, hanya sekarang
mereka berbisik-bisik mendesak kepada satu sama lain.
Sambil mengunyah permen karet, seorang pelayan dengan celemek
biru menghampiri. Usianya tak mungkin lebih dari delapan tahun dan
dia hampir tidak cukup tinggi untuk memandang melewati permukaan
meja.
desyrindah.blogspot.com

“Pesan apa, Cosmo?” tanya si pelayan, bosan.


“Beri aku buah ayam1 dan daging menunggangi pelana ternak2,”
Cosmo memesan. “Oh, dan satu porsi ganda poutine buatan Jimmy.”
Dia memberi isyarat dengan kepala ke arah Rose.
“Ehm, mungkin air saja untukku,” kata Rose. Perutnya mendadak
keroncongan. Dia menyantap makan malam lebih awal di Calamity
Falls, tetapi makanan penutup tidak ada salahnya. “Dan sepotong pai
apel terbaikmu.”
“Burger dan pai untuk sarapan,” kata si pelayan, mengamati
keduanya dari atas ke bawah. “Segera diantarkan.”
Sang Anjing mendengking dan menamparkan tapak beratnya di
meja. Si pelayan benar-benar tersenyum melihatnya. “Sudah lama
tidak ada anjing di sekitar sini. Aku akan membawakanmu tulang,
Dreamboat. Untukmu gratis.”
Cosmo mengeluarkan notesnya lagi, praktis menggeletar saking
bersemangatnya. “Kita punya waktu sebelum pesanannya tiba, jadi beri
aku kisah eksklusifmu. Berapa umurmu, Rose?”
“Aku?” tanya Rose. “Aku tiga belas tahun. Ehm, berapa usiamu?”
“Tahu tidak,” sahut Cosmo, “itu pertanyaan bagus, dan aku tidak
ingat persis jawabannya. Aku lahir beberapa waktu lalu, aku tahu itu.
Tak lama setelah pergantian abad.”
Yah, pergantian abad kan tidak selama itu, pikir Rose. Barangkali
Cosmo hanya terlihat muda dan usianya lebih sebaya dengan Ty
daripada dengan dirinya.
“Jangan salah sangka,” kata Rose, “tetapi semua orang yang kulihat
di sini tampak amat sangat muda.”
Si pelayan lewat dengan cepat, berhenti cukup lama untuk
melemparkan tulang steik berat di depan sang Anjing dan menuangkan
kopi untuk keduanya. Anjing itu mulai menggerogoti dan mengerumit
tulangnya.
desyrindah.blogspot.com

“Contohnya dia,” kata Rose, memberi isyarat dengan tangan ke arah


si pelayan. “Dia bahkan belum setua adik lelakiku, tapi dia sudah
bekerja di sini.”
Cosmo tertawa. “Kau mungkin perlu memeriksakan matamu.Tempat
ini penuh dengan orang lanjut usia!” Dia mengaduk-aduk kopinya
tanpa sadar, tenggelam dalam pikiran. “Kurasa kau memang dari luar
kota. Mungkin keadaannya berbeda di tempatmu.”
“Tak mungkin seberbeda itu,” sahut Rose.
Kedai itu menjadi senyap lagi, dan ketika mengerling ke samping,
Rose melihat bahwa semua anak kembali menatapnya. Ketika dia
menangkap tatapan mereka, mereka berpaling, pura-pura mendadak
sangat tertarik kepada piring hidangan masing-masing.
“Kenapa semua orang memandangiku?” bisik Rose. “Aku mulai
merasa agak sadar-diri.”
“Oh, abaikan mereka,” Cosmo berkata, mengibaskan tangan.
“Mereka cuma penasaran kepada orang asing misterius di kota.” Butuh
sejenak bagi Rose untuk menyadari bahwa Cosmo membicarakan soal
dirinya. “Tak ada orang baru yang datang kemari sejak amat sangat
lama.” Mendadak gugup, Cosmo juga mulai berbisik, “Kalau dipikir-
pikir, mungkin bukan ide bagus membawamu berkeliling ke Silver
Spoon.”
Sang Anjing berhenti menggigiti tulangnya dan mematung. Rose
meliriknya, dan anjing itu mengangguk. Mungkin ini petunjuk yang
sudah mereka cari-cari.
“Seberapa lama tepatnya?” Rose bertanya, lirih. “Sejak pengunjung
terakhir kemari?”
Cosmo berayun-ayun ke depan belakang saat memikirkan
pertanyaan itu. “Yah, sudah sangat lama sekali sampai-sampai aku lupa
waktu, jujur saja. Tapi kuduga … tak ada orang yang pernah datang
desyrindah.blogspot.com

atau meninggalkan Bontemps selama lima puluh tahun ini.” Dia


membalas tatapan Rose. “Sampai dirimu.”[]
------------------------------
1 Telur—penerj.
2 Burger—penerj.
desyrindah.blogspot.com
Bab h

Bawa Masuk Badutnya

“Lima puluh tahun?” Rose berseru.


“Pelankan suaramu!” Cosmo mengedarkan pandang, gelisah kalau-
kalau ada orang lain yang menguping. Namun, anak-anak lain masih
sibuk membaca koran dan melahap sarapan masing-masing, dan
dengung percakapan yang menyenangkan memenuhi tempat makan
itu. “Aku jadi begitu bersemangat untuk mendapatkan berita eksklusif-
mu sampai-sampai aku—”
Pelayan mungil tadi muncul kembali di meja mereka, membawa
nampan bundar besar sarat dengan makanan. Burger Cosmo dengan
siraman telur setengah matang di atasnya (“Namanya Rise ‘N Shine!”
katanya dari sela-sela gigitan empuknya), sementara poutine ternyata
merupakan kentang goreng yang disiram saus gravy dan dadih keju.
Sepotong pai untuk Rose—apel dan kayu manis, dari aroma hangatnya
—dengan sesendok es krim vanila di sampingnya.
“Kukira aku kenal wajah semua orang yang tinggal di sini,” kata si
pelayan kepada Rose dengan lebih dari sekadar kilasan rasa ingin tahu,
“Tapi, aku tidak pernah melihatmu sebelumnya.”
“Ng,” kata Rose. “Aku ... eh ....”
Cosmo menangkupkan tangan ke sisi mulut dan menyentakkan ibu
jarinya yang lain ke arah Rose. “Broomenthal,” bisiknya.
desyrindah.blogspot.com

Sang pelayan tersenyum. “Oh! Itu menjelaskan segalanya, bukan?


Bahkan anjing kampung dan seragam pekerja dermaga ini.”
“Pekerja dermaga?” Rose memandang ke bawah. Dia mengenakan
celana jins dan jaket kanvas, tetapi dibandingkan gaun warna-warni
dan setelan rapi yang dikenakan semua orang, mungkin pakaiannya
memang terlalu biasa.
Pelayan itu menepuk-nepuk tangan Rose dengan gestur keibuan,
meskipun kelihatannya dia baru saja duduk di kelas tiga. “Bagus sekali
salah seorang dari kalian ada yang keluar dan berkeliaran. Kau bisa
kembali ke sini kapan saja, Nak, dan ajak juga sobat tampan ini bersa-
mamu.” Dia menggaruk-garuk belakang telinga sang Anjing. “Jadi anak
baik buat Mildred, ya, Nak?”
Dengan seulas senyum terakhir kepada Rose dan Cosmo, sang
pelayan berbalik dan menuju bagian depan tempat makan.
“Apa itu ‘Broomenthal’?’” tanya Rose. “Semacam kata sandi?”
“Bukan, bukan yang seperti itu,” kata Cosmo dari sela-sela kunyahan
kentang goreng bersalut gravy. “Keluarga Broomenthal tinggal di
boondock—pedalaman, dan nyaris tidak pernah datang ke kota. Ada
lusinan jumlahnya, dan tak ada yang bisa menelusuri siapa yang mana.
Jadi, kalau ada yang tanya-tanya,kau seorang Broomenthal.”
“Kurasa bisa saja,” kata Rose. “Tapi, kenapa keluarga Broomenthal
tidak pernah datang ke kota?”
Cosmo menggigit asal burgernya. “Mereka itu orang-orang sirkus tua
dari tempat yang jauh. Kau tahulah, orang-orang yang berayun-ayun di
atas trapeze dan menjinakkan singa serta semacamnya.”
Di sisi Rose, sang Anjing berdecak-decak dan menggunakan kaki
depan untuk mendorong serbet kain ke seberang meja.
Cosmo terbahak-bahak. “Hebat sekali. Katakan, apakah anjingmu
bisa melakukan trik lain?”
desyrindah.blogspot.com

“Kenapa?” tanya Rose, memelotot ke arah sang Anjing dalam isyarat


Berhentilah pamer!
“Keluarga Broomenthal sudah pensiun, tapi masih memiliki semua
hewan sirkus mereka. Kebanyakan singa dan harimau, tapi ada juga
sekelompok besar anjing terlatih,” kata Cosmo sambil menyeka wajah
dengan serbet. “Kalau anjingmu dapat melakukan satu-dua trik, itu bisa
berhasil meyakinkan orang bahwa kau anggota keluarga Broomenthal
sementara kau di sini. Jadi, apa lagi yang bisa dilakukannya?”
“Eh, trik?” Rose mengulangi, melirik sang Anjing.
“Yap!” kata Cosmo penuh harap.
Sebelum Rose sempat merespons, sang Anjing memutar bola mata,
mengangkat salah satu tapaknya yang berat, dan menjatuhkannya
dengan keras ke sendok yang terselip di bawah es krim di sebelah
potongan pai apel Rose.
Sendoknya jempalitan, melontarkan gundukan vanila ke udara. Saat
es krim itu meluncur turun lagi, sang Anjing melompat dari kursi dan
mencaploknya dengan lihai, melahapnya dalam sekali telan.
“Wuidih!” seru Cosmo. “Pintar sekali anjing piaraanmu ini, Rose!”
Terlepas dari sikapnya yang begitu menghakimi soal sikap
berantakan Cosmo, sang Anjing tampak tidak menyadari janggut
lelehan es krim vanila yang menetes-netes dari moncongnya sendiri.
Ekornya menampar-nampar bilik kecil itu dengan canggung sementara
dia menjilati potongan dagingnya.
“Yeah, dia memang luar biasa,” kata Rose. “Aku berencana
memakan es krim itu,” tambahnya kepadasang Anjing.
“Kau tidak kebetulan membawa kostum badut di ranselmu, kan?”
Cosmo bertanya. “Sepatu badut kedodoran, barangkali?”
“Tidak.” Rose mengernyit. “Tapi, aku bawa ayam-ayaman karet.”
Cosmo menggigit burgernya lagi. “Sayang sekali. Kau bisa berpura-
desyrindah.blogspot.com

pura menjadi badut keluarga itu—tidak ada yang benar-benar tahu


seperti apa tampang gadis itu di balik lumuran cat wajah. Tapi, tak
masalah. Anjing terlatih seharusnya cukup untuk meyakinkan orang-
orang tentang ceritamu.”
Rose memberi isyarat ke arah para pengunjung lain. Sebagian besar
sudah melanjutkan aktivitas masing-masing, tetapi setelah trik es krim
yang dilakukan sang Anjing, beberapa dari mereka kembali untuk
berbisik dan melirik. “Aku mengerti bahwa seseorang yang berkunjung
untuk pertama kalinya dalam lima puluh tahun akan menarik perhatian
orang lain,” katanya. “Tapi, kenapa aku harus berpura-pura menjadi
salah satu dari anak Broomenthal ini?”
Cosmo menjejalkan sisa burger ke mulut, lalu menelannya. “Aku
mengerti itu mungkin tampak ganjil. Tapi. begitu lebih baik daripada
alternatif satunya.” Dia menunjuk ke luar jendela besar, melewati
gazebo di tengah-tengah taman yang rimbun. “Kau lihat rumah di
sebelah sana? Yang ada patungnya?”
Tak banyak yang bisa dilihat Rose—ada terlalu banyak pepohonan
yang menghalangi—tetapi dia bisa melihat kilauan emas melalui sela-
sela dahan dan balon parade.
“Kurasa,” kata Rose sambil menudungi mata. “Rumah siapa itu?”
“Kau sudah lihat dia sebelumnya, kalau kau menyaksikan parade,”
kata Cosmo. Untuk pertama kalinya sejak mereka bertemu, ekspresi
polos dan ceria anak itu berubah lebih keras.
“Sang Marchesa.”
“Gadis cantik yang naik kendaraan hias itu?” tanya Rose. Tadi dia
mendapat kesan sang Marchesa dianggap sebagai kabar buruk, dan
kelihatannya tebakannya benar.
Cosmo cemberut. Dia meremas serbet dan melemparkannya ke
piring. “Seandainya sang Marchesa tahu kau ada di sini, dia bakal
desyrindah.blogspot.com

mengamuk. Tidak kepadamu secara khusus. Kepada siapa saja. Dialah


alasan utamamu agar tetap merendah dan tidak menonjolkan diri saat
berada di sini.”
“Tidak menonjolkan diri?” Rose mengulangi.
Cosmo mengangguk. “Itulah yang kubilang.”
“Dengan memakai kostum badut dan menyuruh anjingku melakukan
trik sulap?”
Cosmo mengangkat satu jari, seolah bohlam baru saja menyala di
atas kepalanya. “Begini saja, aku punya ide bagus. Daripada menjadi
anak Broomenthal, kau bisa meninggalkan kota saja! Dengan begitu,
dia bahkan tidak perlu tahu kau ada di sini!” Dia mengangkat jarinya
bahkan lebih tinggi lagi. “Hei, Mildred!” serunya. “Tolong bonnya!”
Pemikiran pertama Rose adalah: tentu saja dia bisa pergi. Dia tak
pernah ingin datang ke Bontempts sejak semula! Pemikiran keduanya
adalah: tentu saja dia tidak bisa pergi. Dia harus lulus ujiannya.
Sambil menghela napas, Rose berkata, “Kami tidak bisa pergi!”
berbarengan dengan sang Anjing berkata, “Kami tidak akan pergi ke
mana-mana, Anak Muda.”
Cosmo mematung, tangannya masih terangkat di udara, mulutnya
menganga. Di balik kacamata tebalnya, dia mengerjap-ngerjap ke arah
sang Anjing. “Apakah kau—”
Pelayan muncul membawakan bon. Cosmo merampasnya dan
menyuruh gadis itu pergi. “Jangan sekarang, Mildred. Kami masih harus
berbicara.”
Pelayan kecil itu mendengkus dan berjalan pergi. “Jangan uring-
uringan begitu, Cosmo. Kau yang memanggilku.”
Cosmo tidak mengalihkan pandangannya dari sang Anjing. “Nah,
entah aku sudah gila—dan aku pernah dituduh gila beberapa kali,
kebanyakan oleh Ms. Penny ketika aku meminta kenaikan jabatan
menjadi wartawan junior—atau anjingmu itu memang baru saja
desyrindah.blogspot.com

bicara.”
“Ya,” kata Rose, memelototi sang Anjing. “Maksudku, tidak, kau
tidak gila. Dia memang bicara. Meskipun aku sudah memintanya untuk
tidak bicara.”
Mata Cosmo nyaris mencelat keluar dari rongganya. “Nah, itu baru
berita eksklusif yang sungguhan!” Dia membuka notes dan mengambil
bolpoin dari belakang telinganya. “Lupakan soal pengunjung baru ke
kota. Inilah kisah yang sebenarnya. Akhirnya tulisanku bisa dimuat di
halaman depan!”
Sang Anjing menjatuhkan tapaknya ke notes Cosmo. “Kau sendiri
yang bilang, tak ada yang boleh tahu kami di sini.”
Cosmo memandangi sang Anjing dan Rose bergantian dengan
gugup. “Tapi, cerita seperti ini hanya muncul satu kali dalam satu—”
Sang Anjing menyeringai menampakkan gigi.
“Ehm, oke.” Cosmo menyelipkan kembali bolpoinnya ke belakang
telinga. “Aku mengerti. Bagaimana kalau aku janji tidak akan
menerbitkan cerita ini sampai kau memberiku lampu hijau?”
Rose tersenyum. “Aku, sih, tidak keberatan.”
Sang Anjing juga tersenyum—atau melengkungkan bibirnya menjadi
sesuatu yang tampak seperti senyum.
“Bagus!” sahut Cosmo. “Tapi, yang tidak kumengerti adalah,
bagaimana seekor anjing sepertimu bisa bicara, Lester? Mulutmu tidak
memiliki bentuk yang tepat untuk itu.” Dia terkesiap. “Apa ini
eksperimen militer? Aku yakin ini eksperimen militer!”
“Sebaiknya kau tidak langsung mengambil kesimpulan,” kata sang
Anjing, menyeret piring Cosmo lebih dekat dan menjilati lemaknya.
“Pertama, namaku bukan Lester. Kau boleh memanggilku Anjing.”
Cosmo terbahak-bahak, menarik perhatian orang lain. “Anjing, ya?
desyrindah.blogspot.com

Itu sih gampang.”


“Kedua,” lanjut sang Anjing di sela-sela jilatan, “aku bukan
eksperimen militer. Ada yang menyebutku spirit.”
“Sesosok spirit!” Cosmo memperdengarkan siulan rendah. “Aku
selalu ingin bertemu spirit, sejak Nana-ku meninggal dunia. Jadi, kau
ini hantu, ya?”
“Makhluk sihir, lebih tepatnya,” terang Rose.
Rahang Cosmo ternganga lagi. “Sihir?” cicitnya.
Sang Anjing mendengus. “Ya, ya, sihir itu nyata, hidup tak akan
pernah sama lagi sekarang setelah kau mengetahuinya, bla-bla-bla, bla-
bla-bla. Boleh kita lewatkan semua itu? Aku dan Rose tidak punya
waktu untuk disia-siakan.”
“Tentu, Tuan Anjing. Kalau kau bilang itu bukan masalah, maka itu
bukan masalah ….” Cosmo mencoba—dan gagal, batin Rose—untuk
menyembunyikan keterkejutannya. “Tapi, bisakah setidaknya aku
bertanya kenapa kau dan Rose kemari?”
Sang Anjing merebahkan kepala besar berbulunya di atas meja.
“Kota ini dalam bahaya besar. Rosemary serta aku tertarik ke sini untuk
menyelamatkan kalian semua.”
Cosmo duduk bersandar di kursinya. “Bahaya besar, eh? Aku tak
yakin apa yang bisa membahayakan. Segalanya tampak baik-baik saja
di Bontemps. Tak ada perampokan, tak ada gangguan macam apa pun
—karena itulah aku kesulitan mencari bahan untuk artikel surat kabar.”
“Tapi, pasti ada yang tidak beres,” Rose memprotes, memain-
mainkan korsase kuning di pergelangan tangannya dan berpikir tentang
pesta dansa yang dia lewatkan. “Kalau tidak, untuk apa lagi kami
berakhir di sini?”
Sang Anjing menjilat tangan Rose. “Tentunya kau sudah tahu apa
desyrindah.blogspot.com

yang salah di sini sekarang, Rosemary Bliss.”


Benarkah?
Rose berharap ibunya ada di sini, membantu memecahkan misteri
Bontemps. Dia membayangkan Purdy duduk di seberang meja, di
sebelah Cosmo yang sangat bingung. Ibunya akan memesan secangkir
teh, dan rambut ikal hitamnya akan diikat ke belakang, dan akan ada
percikan adonan dari semua proses pembuatan kue yang dia lakukan
sepanjang hari.
Beri tahu aku apa yang kau pikirkan, Rosie, kata Purdy.
Dengan lantang, Rose berkata, “Ada yang aneh dengan jalannya
waktu.” Gadis itu memandang ke luar jendela, ke menara jam besar
dengan jarum yang bergerak mundur. “Juga bagaimana semua
penduduk di sini adalah anak-anak dan berpakaian aneh.”
Cosmo menunduk memandangi kardigan hijau usangnya. “Hei, ini
sweter keberuntunganku!”
Rose terlalu tenggelam dalam konsentrasi untuk merespons. “Cara
mereka memperlakukan para bayi juga sama sekali tidak normal.
Belum lagi soal sang Marchesa.” Dia menatap sang Anjing. “Kalau aku
mesti menebak, dialah dalang dari apa pun yang terjadi di sini. Dia
pasti telah memanggang semacam kue ajaib yang memantrai semua
orang—mungkin untuk menyingkirkan semua orang dewasa sehingga
dia bisa mengambil alih tanggung jawab.”
Ekor sang Anjing mengibas-ngibas menampar sandaran kursi vinil.
“Hebat, Rosemary. Aku pun sampai pada kesimpulan yang sama. B+!”
Rose mengerjap, dan mendadak ibunya lenyap. Dia senang atas
pujian sang Anjing karena itu berarti dia selangkah lebih dekat untuk
pulang, kembali kepada saudara-saudara dan orangtuanya dan Leigh.
Dan Devin. Meskipun Cosmo duduk tepat di seberang dan anjing itu
berada di sisinya, Rose tidak bisa menahannya. Dia merasa kesepian.
desyrindah.blogspot.com

Cosmo menggeleng. “Aku tidak benar-benar memahami semua


ucapan kalian tadi, tapi sang Marchesa memang selalu dipandang
mencurigakan.”
“Pasti ada seseorang di kota yang tahu apa yang sedang terjadi,”
Rose merenung. “Sayang sekali kita tidak bisa bertanya langsung
kepada sang Marchesa.”
“Jelas kau tidak bisa.” Cosmo meninggalkan sejumlah uang warna-
warni di atas meja untuk membayar sarapan, kemudian meluncur
keluar dari bilik. “Tapi, kurasa aku tahu persis siapa yang harus kau
ajak bicara.”
“Siapa?” tanya Rose sementara dia dan sang Anjing beringsut keluar
untuk bergabung dengan Cosmos.
“Pustakawan kota. Dia cerdas dan tahu segala hal yang perlu
diketahui tentang apa pun. Kalaupun tidak, dia tahu ke mana harus
mencari tahu.” Dia melirik Rose dengan sorot penuh peringatan. “Dia
itu ... lekas marah, sayangnya, jadi sebaiknya kita membawakan salah
satu kudapan favoritnya. Pelicin, kalau kau paham maksudku.”
Hawa pagi yang dingin menerpa Rose ketika mereka melangkah
keluar ke jalan, tempat seorang bocah laki-laki dalam balutan overal
menyapu jalanan untuk membersihkannya dari pita hiasan. Rose
menudungi mata dari sinar matahari. A “ da rekomendasi?”
Cosmo mengerucutkan bibir dengan penuh pertimbangan.
“Sestoples kacang polong tumbuk boleh juga.”[]
desyrindah.blogspot.com
Bab i

Kisah sang Kucing

Perpustakaan berada di sebelah timur alun-alun kota, sebuah


bangunan bata besar dan megah dengan pintu masuk gagah yang
dijaga oleh singa-singa batu. Rose duduk di langkan beton di belakang
salah satu singa, berusaha tidak menarik perhatian sembari menunggu
Cosmo. Anak lelaki itu mampir dulu di kios di dekat kedai makan untuk
membeli kacang polong.
Sang Anjing mondar-mandir dengan tidak sabar di kaki tangga,
tetapi Rose mengabaikannya. Matanya terpaku pada menara jam di
seberang jalan. Sekarang, waktu menunjukkan pukul 04.53, rupanya—
yang berarti dia sudah berada di kota ini selama lebih dari satu jam.
Itu berarti di tempat tinggalnya pesta dansa sudah dimulai. Dia
membayangkan gedung olahraga sekolah diberi penerangan redup dan
dihiasi spanduk serta balon, anak-anak dalam balutan pakaian resmi
mulai berjalan masuk sambil bergandengan tangan. Barangkali Devin
membantu anak-anak kelab AV menata pencahayaan dan musik, Rose
menduga. Dia berharap pemuda itu bersenang-senang, tetapi dia juga
sedih membayangkan Devin mungkin bersenang-senang tanpa dirinya.
“Dapat!” seru Cosmo. Dia berderap menaiki undakan perpustakaan
sambil memegang stoples kaca kecil berisi bubur hijau. “Tinggal satu di
rak, jadi aku harus melakukan tawar-menawar dengan Jeremiah
Creed.”
desyrindah.blogspot.com

Rose meluncur turun dari langkan dan mengambil stoples tersebut.


“Kacang Tumbuk Buatan Rumah Bibi Ida,” dibacanya nama pada label
itu.
“Hanya yang terbaik!” kata Cosmo, menarik pintu mahoni
perpustakaan yang berat hingga terbuka.
Rose menyesuaikan letak ransel di pundaknya, menarik napas, dan
mengikuti Cosmo serta sang Anjing ke dalam.
Mereka memasuki koridor panjang dari rak-rak yang menjulang,
penuh sesak dengan segala macam buku berjilid kulit yang tampak
mengintimidasi. Udaranya pengap dan sarat oleh aroma kertas tua, dan
bangunannya sepi, hanya terdengar decitan roda saat seseorang
mendorong troli perpustakaan di suatu tempat di luar pandangan.
“Ikuti aku,” Cosmo berbisik, menunjukkan jalan.
Mereka mengendap-endap menyusuri lorong, langkah-langkah
mereka diredam oleh karpet tua usang. Lorong-lorong di antara koridor
rak buku mengarah ke lebih banyak rak lagi, dan Rose melihat para
pekerja perpustakaan—semuanya anak-anak dan remaja—dengan
tenang menata buku-buku.
Cosmo berbelok di sudut dan tiba-tiba mereka memasuki area
terbuka di tengah perpustakaan. “Tempat ini sangat besar,” gumam
Rose, mengamati deretan panjang kabinet dengan lusinan laci mungil.
Di samping kabinet, terdapat meja-meja mengilat penuh buku dan
diterangi lampu-lampu bergaya kuno dengan tudung hijau.
“Cosmo!” seru seorang anak laki-laki. Kelihatannya dia sebaya Rose
dan sedang menelusuri salah satu laci, yang Rose sadari dipenuhi
ratusan kartu putih kecil. Ini pasti katalog kartu gaya lama—dia ingat
pernah mendengarnya dari orangtuanya setiap kali mengeluh betapa
sulitnya mengerjakan pekerjaan rumah. “Kalian memang tinggal di
zaman yang mudah!” begitu Albert kerap berkata. “Kalian selalu bisa
desyrindah.blogspot.com

mencari informasi secara daring. Sementara yang kami punya hanyalah


kartu katalog di perpustakaan!” Mau tak mau, Rose tersenyum,
memikirkan ayahnya.
“Simon!” sapa Cosmo, mengulurkan tangan. “Sini kujabat
tanganmu, Sobat!”
Seorang anak perempuan dengan rambut disanggul dari sisi
seberang ruangan mendesis dengan keras, “Ssst!”
“Sori!” seru Cosmo, kemudian kepada Simon, “Kau lihat Emma?”
Simon menjabat tangan Cosmo. “Yeah, dia ada.” Dia mengamati
Rose dan sang Anjing. “Dan, siapa ini?”
“Bloomenfeld,” Rose tergeragap.
Wajah Simon berkerut-kerut bingung. “Hah?”
“Broomenthal,” Cosmo mengoreksi. Dia merangkul bahu Simon dan
menggiringnya menjauh. “Itu Rose, salah satu anggota klan
Broomenthal. Kau tahulah, orang-orang sirkus yang tinggal di rumah
pertanian.”
“Benar, benar.” Simon melirik ke arah Rose penuh harap, dan mata
besar Cosmo melebar ketika dia tanpa suara mendesak gadis itu agar
mengatakan sesuatu.
“Oh, dan ini anjingku,” kata Rose, merasa terpaksa menepuk-nepuk
kepala besar sang Anjing. “Aku, ehm … pelatih binatang.”
“Pelatih anjing!” Simon mengatupkan tangan, dan Rose mendengar
si gadis bersanggul mendesis menyuruh mereka diam lagi. “Wah,
bukankah itu mengasyikkan?” Dalam suara bayi, dia berkata kepada
sang Anjing, “Bukankah kau anak baik! Bisakah kau melakukan trik,
Nak? Eh?”
Sang Anjing menyipitkan mata dengan tampang yang di mata Rose
menyorotkan kekesalan, tetapi insting anjingnya tidak bisa menahan
diri, dan ekornya yang lebat mengibas-ngibas dalam ayunan penuh
semangat.
desyrindah.blogspot.com

“Tunjukkan trikmu, Lester,” kata Rose.


Sang Anjing mendengus mendengar “nama”-nya, kemudian
menelengkan kepala penuh pertimbangan. Setelah beberapa saat, dia
berdiri di kaki belakangnya dan menumpukan tapak di salah satu meja,
lalu menggunakan rahangnya untuk mengambil salah satu buku tebal
dari atas tumpukan. Dengan penuh konsentrasi, dia membuka sampul
buku dengan dorongan hidung dan mulai membalik-balik halaman
menggunakan lidah basahnya.
Si gadis sanggul, yang melihat sang Anjing membasahi seluruh
halaman buku tua itu, mencengkeram dada dan berlari menubruk
tumpukan buku, kelimpungan. “Akan kulaporkan!”
“Dia memang menggemaskan!” Simon menepuk-nepuk lutut. “Dia
mengira bisa membaca seperti manusia!”
“Yeah, dia memang unik.” Dengan lembut, Rose mendorong sang
Anjing turun dari meja sehingga dia berhenti membasahi buku tua itu
dengan ludahnya. “Kami sedang menyempurnakan trik itu untuk
sementara waktu.”
“Emma ada di kantornya, ‘kan?” Cosmo bertanya. Dia mengetuk
kartu pas wartawan yang terselip di topinya. “Riset untuk berita besar.”
“Tentu!” kata Simon. “Asistennya cuti sakit hari ini, jadi langsung
masuk saja.”
Dengan sang Anjing berderap di sisi mereka, Rose dan Cosmo
berjalan melewati meja-meja dan kabinet katalog kartu menuju pintu
kayu berat di dinding. Ada meja kosong di depan yang Rose duga
biasanya diduduki sang sekretaris. Pada pintu, terdapat plakat emas
bertuliskan EMMA TILLEY—KEPALA PUSTAKAWAN.
Cosmo mengetuk pelan, kemudian membuka pintu dan mengintip ke
dalam. Dia menengok ke belakang dan melambai agar Rose dan sang
desyrindah.blogspot.com

Anjing masuk.
Ruangan kantor itu tidak seperti yang diharapkan oleh Rose. Tidak
ada meja dengan komputer, atau bahkan mesin tik seperti di kantor
surat kabar. Bahkan tidak ada perabot apa pun selain area bermain
besar berpagar yang hampir menyita seluruh ruang.
Seperti hampir semua yang ada di perpustakaan, pagar area bermain
tersebut terbuat dari kayu mahoni yang dipoles. Bagian bawahnya
diberi bantalan dan dipenuhi berbagai mainan—boneka beruang, balok
alfabet, xilofon pelangi—dan diseraki buku bergambar warna-warni.
Dan, berbaring di tengah-tengah pagar, mengenakan piama kuning
berkaki, tengkurap serta mendengkur lembut, ada sesosok bayi
berambut cokelat halus dan acak-acakan.
“Emma?” panggil Cosmo lembut, berjingkat-jingkat ke pinggir area
bermain. “Kau tidur?”
Mata biru pucat bayi perempuan itu mengerjap terbuka dengan
buram. Bibirnya bergetar seolah dia bersiap-siap memekik, tetapi yang
mengejutkan Rose, sepertinya bayi itu berhasil menenangkan diri
dengan menarik napas dalam-dalam yang menenangkan. Si bayi—
Emma, rupanya—berguling menyamping dan memaksakan diri bangkit
ke posisi duduk.
“Maaf membangunkanmu, Manis,” kata Cosmo, bersandar pada
pagar area bermain dan menyengir. “Aku membawakan kudapan
favoritmu.”
Rose menyerahkan stoples kacang tumbuk kepada Cosmo. Bayi
Emma mengikuti pergerakan tangan Cosmo dengan matanya, dan
setelah melihat Rose serta Anjing di belakangnya, dia memekik
kegirangan dan kehilangan keseimbangan. Lengan gemuknya berputar-
putar, tetapi tidak ada gunanya. Emma jatuh terjengkang, memekik me-
lengking.
“Rupanya kau!” Seraya menatap mata Rose dalam-dalam, Emma
desyrindah.blogspot.com

berbisik, “Gadis dalam ramalan!”


Rose telah melihat banyak hal dalam hidupnya yang singkat, dan dia
telah memanggang banyak sihir di toko roti Bliss. Jadi, dia mengira dia
sudah melewati titik ketika sihir bisa mengguncangnya. Namun,
mendengar seorang bayi mungil dengan suara melengking berbicara
seperti orang dewasa yang fasih—yah, itu lain lagi ceritanya.
Rose berjongkok dan meraih pagar area bermain. “Kau bisa bicara.”
Dipandanginya mata si bayi lurus-lurus. “Dalam kalimat-kalimat utuh.”
Emma cemberut. “Tentu saja bisa.” Dia mendongak menatap
Cosmo, menelengkan kepala besarnya jauh ke belakang sampai-sampai
dia nyaris terjengkang lagi. “Tutup pintu itu sebelum orang lain masuk.
Jangan sampai ada yang melihat gadis ini!”
Cosmo pun berlari untuk melakukan apa yang disuruh.
“Aku tidak bermaksud menghinamu,” kata Rose. “Aku hanya agak
terkejut.”
Dengan canggung, Emma merangkak lebih dekat. “Maaf. Aku tidak
sedang dalam kondisi terbaik kalau tidak tidur siang secara penuh. Aku
bangun dalam keadaan mudah tersinggung dan lapar .... Omong-
omong.” Dia membuka dan menutup tinjunya ke arah Cosmo. Cosmo
menyerahkan kacang polong tumbuk itu. “Menggiurkan. eTrima kasih.”
Emma meletakkan stoples di atas jack-in-the-box yang dicat warna-
warni, lalu mengalihkan perhatiannya kembali kepada Rose. “Kau
orang baru di kota, jadi kau tidak akan tahu bahwa aku belum pikun
seperti orang-orang lain seusiaku.” Dia mengetuk-ngetuk dahinya. “Aku
masih punya sisa beberapa bulan lagi.”
“Apa yang kau katakan tentang ramalan tadi?” Rose bertanya.
Mungkin ini ada hubungannya dengan ujiannya.
Kepala Emma memantul-mantul dalam anggukan yang nyaris tidak
bisa dikendalikan. “Oh, ya. Aku … aku tidak pernah menyangka akan
hidup cukup lama untuk menyaksikan datangnya hari ini.” Dengan
desyrindah.blogspot.com

jemari yang gemuk, dia menyeka air matanya. “Tunggu sebentar, ya.
Aku bisa memberikan semua detailnya kepadamu.”
Bayi itu merangkak ke tumpukan buku goyah di sudut area bermain
dan mulai mendorongnya ke samping. Rose mengenali beberapa di
antaranya—Olivia dengan seekor babi dalam balutan gaun merah, dan
Where the Wild Things Are dengan monster-monster buasnya yang liar.
“Tidak, tidak, bukan ini,” Emma menggumam. “Ada di sini, di suatu
tempat.” Dia cekikikan dan mengacungkan sebuah buku hijau.
“Goodnight Moon! Cosmo, kau harus membacakan ini untukku nanti.
Itu favoritku.”
“Tentu, Emma,” Cosmo berkata. “Tapi, kau tadi sedang membahas
soal ramalan?”
“Tentu saja!” Akhirnya, pustakawan bayi itu menarik jurnal usang
bersampul kulit dari tumpukan. Seraya mendekapnya dengan kedua
tangan, dia berguling ke seberang area bermain menuju Rose, Cosmo,
dan sang Anjing.
“Aku mencatat tentang ramalan ini dengan hati-hati. Semuanya ada
di dalam sini.” Dia menyelipkan jari yang tampak lengket ke tengah
halaman. “Seorang anak perempuan bersama seekor anjing akan
datang ke kota / setelah bertahun-tahun ketika tidak ada orang baru
yang datang. Dari seluruh Bontemps, dialah yang akan mengangkat
selubung / Dan, dengan melakukannya, dia membebaskan kita semua.”
Emma menutup jurnalnya. “Aku bukan penyair yang bagus waktu itu.”
Rose menggeleng-geleng, bingung. “Kenapa ada orang yang
membuat ramalan tentangaku? Dan menyelamatkan kota dari apa?”
“Kutukan.” Emma berayun-ayun ke depan dan belakang dengan
bokong berpopoknya. “Bontemps dikutuk.”
Sebuah kutukan, pikir Rose. Setelah mendengar Emma
mengucapkannya, Rose menduga itu memang masuk akal. Kutukan
desyrindah.blogspot.com

tentu bisa menjelaskan situasi ganjil di Bontemps.


“Kau tampak seperti perempuan muda dengan pengetahuan sejarah
yang luas,” kata sang Anjing serak, “jadi barangkali kau dapat
menjelaskan apa tepatnya kutukan itu.”
“Oh, kau bisa bicara,” kata Emma, mengerjap ke arah sang Anjing.
“Masuk akal juga. Lagi pula, binatang yang bisa bicara jugalah yang
menyampaikan ramalan itu kepadaku.”
Cosmo duduk di lantai kantor yang tertutup karpet. “Apakah semua
orang tahu tentang binatang yang bisa bicara kecuali aku? Ini terasa
bagaikan berita besar!”
“Ssst, Cosmo.” Emma merambat memegangi jeruji pagar dan
menggunakannya untuk menopangnya berdiri. “Biar kumulai dari
awal. Sekarang aku memang bayi, tapi aku juga seorang bayi 100
tahun lalu. Aku mungkin kelihatan sangat muda, tapi sebenarnya aku
sangat tua. Begitu pula dengan Cosmo.”
Rose menganga ke arah Cosmo. “Tunggu, kau bilang kau lahir
setelah pergantian abad.”
Seraya menggaruk-garuk dagu, Cosmo berkata, “Benar—awal 1900-
an. Memangnya menurutmu kapan?”
Sang Anjing mengangguk penuh pertimbangan. “Jadi, apakah kalian
membeku dalam waktu pada usia tertentu?”
“Tidak, tidak,” Emma berkata. “Aku menua seperti orang normal
sampai usiaku 50-an. Kemudian, seperti semua orang lain di
Bontemps, aku kembali muda.”
Rose menatap Cosmo dan Emma bergantian, mencoba
membayangkan bagaimana tampang keduanya sebagai orang dewasa.
“Jadi, jamnya bergerak ke arah sebaliknya, semua anak muda di kota,
matahari yang terbit ke arah yang salah—itu gara-gara waktu bergerak
mundur?”
Emma mulai menjawab, tetapi tatapannya semakin menerawang
desyrindah.blogspot.com

jauh. Setitik iler menetes dari sudut mulutnya dan dia mulai bertepuk
tangan dengan tersentak-sentak, seolah tidak yakin cara menggunakan
lengan-lengannya. Setelah beberapa saat, dia tersadar lagi. “Maaf.” Dia
berdeham. “Semakin muda diriku, semakin hal semacam itu sering
terjadi.”
Cosmo mengangkat satu jari. “Eh, tidak bermaksud menginterupsi,
Nona-Nona, tapi apakah kalianyakin bahwa menua kemudian menjadi
muda lagi bukan tatanan yang alami?”
“Bukan!” Rose, Emma, dan sang Anjing berseru serentak.
Cosmo menarik lepas topinya dan menyugar rambut. “Kabar yang
mengejutkan.”
“Awalnya,” Emma melanjutkan, “tak ada yang tahu bahwa itu
kutukan. Seperti Cosmo, kami pikir begitulah cara kerja dunia. Tapi,
kemudian aku bertemu sang Kucing.”
“Kucing?” Cosmo bertanya.
“Kumohon, biarkan aku menguasai panggungnya,” Emma berkata
muram. “Aku menjadi perempuan muda untuk kedua kalinya ketika
kucing itu datang ke kota.” Sang pustakawan memandang ke kejauhan,
tanpa sadar membunyikan mainan kerincingan saat dia mengenang.
“Warnanya abu-abu, dengan telinga kisut yang aneh. Yang paling aneh
adalah dia membawa tas selempang di punggungnya. Seekor kucing
membawa tas! Mungkin di Paris itu biasa, tapi ini di Bontemps! Jadi,
aku pun menyelidiki, dan dia berbicara kepadaku, sama seperti anjing
ini.” Emma mengedik ke arah sang Anjing, yang mengangguk penuh
harap. “Kucing itu sepertinya orang asing, dari Kepulauan Britania,
kuduga, dan dia bilang dia bisa menjelaskan apa yang terjadi dengan
kota kami kalau aku bersedia memberinya ikan hering dan keju. Aku
tidak pernah melihat binatang yang berbicara sebelumnya, dan aku
selalu memiliki banyak ikan hering serta keju tanpa alasan yang jelas,
desyrindah.blogspot.com

jadi aku memberinya apa yang dia minta dan dia bercerita tentang
kutukan yang menguasai Bontemps.”
“Kucing ini,” kata Rose, menyadari dia sudah tahu jawabannya,
“siapa namanya?”
Emma mengemut kerincingan itu sembari merenungkannya.
“Tomato, mungkin? Cucumber?” Dia mengedikkan bahu sempitnya.
“Pokoknya semacam sayuran.”
“Asparagus?” Rose bertanya.
Emma bertepuk tangan penuh semangat. “Ya, itu dia! Kau kenal
dia?”
“Ya,” kata Rose. Bukan kebetulan kalau Gus mengunjungi kota yang
sekarang dia coba bantu ini, bukan? “Di keluarga kami, kami
menyebutnya Gus. Kurasa gara-gara dialah aku ada di sini.”
Memikirkan si kucing mengingatkan Rose akan hari-hari yang dia
habiskan bersama Gus, yang bermalas-malasan di pangkuannya seperti
setumpuk bulu abu-abu sementara Rose menggaruk belakang
telinganya yang berbonggol-bonggol dan terlipat. Rose merindukan ku-
cing itu. Rose juga berharap Gus ada di sini karena, yah—dia punya
banyak pertanyaan.
“Gus menyuruhku mengeluarkan buku dari tas yang dipakainya,
sesuatu yang disebut Apocrypha,” kata Emma, melanjutkan ceritanya.
“Kami merapalkan mantra—yah, lebih mirip resep, sebenarnya.
Sesuatu yang disebut Puding Ramalan. Rasanya seperti butterscotch
terbaik yang bisa kau bayangkan—dan saat itulah kami berdua
dikejutkan oleh sebuah visi.” Emma memandang penuh harap ke arah
Rose. “Visi tentang dirimu.”
“Wuidih, hebat sekali! Kucing yang bisa bicara!” Cosmo sudah
mengeluarkan notes dan bolpoinnya, siap mencatat. “Jadi, apakah kau
penyihir? Dan, apakah Avocado si Kucing adalah makhluk ajaib
desyrindah.blogspot.com

piaraanmu?”
Anjing itu mendekat dan menggunakan giginya untuk secara kasar
menarik notes dari tangan Cosmo. Dia pun melepehkannya ke tanah.
“Kau sudah janji cerita ini tidak akan ditulis sampai kami memberikan
lampu hijau.”
“Beribu-ribu maaf, Tuan Anjing.” Cosmo menunduk.
“Bagaimana kau akan melakukannya?” Emma mencicit ke arah
Rose. “Bagaimana kau akan mematahkan kutukannya?”
Rose tidak tahu. Membalikkan waktu? Membuat Bumi berputar ke
arah sebaliknya? Itu kan tidak sama dengan sekadar mengerahkan
badai permen kapas atau menyembuhkan cegukan. Itu jenis sihir yang
mematahkan hukum normal alam, lalu menginjak-injak hukum itu
menjadi serpihan.
Bagaimana dia bisa membalikkannya? Tak ada orangtua atau Lily
atau Balthazar yang bisa ditanyainya, dan dia bahkan tidak memiliki
Sage, Ty, dan Leigh untuk membantunya memunculkan ide-ide.
Sementara Cookery Booke dengan segala pengetahuan di dalamnya
berada beberapa ratus atau ribuan kilometer jauhnya. Yang Rose miliki
hanyalah setumpuk sampah di ranselnya dan seekor Anjing yang
bersikeras bahwa dia tidak boleh memberikan petunjuk apa pun
kepadanya.
“Rose, kau baik-baik saja?” Cosmo bertanya, menepuk-nepuk bahu
gadis itu.
Sang Anjing menyundul sisi tubuh Rose dengan hidung. “Rosemary,
kita sudah menyingkap persoalan yang membutuhkan sebuah solusi.
Ujianmu dimulai sekarang. Jawab pertanyaan bayi itu.” Emma
mendengkus, dan sang Anjing mengoreksinya. “Maksudku, wanita itu.”
“Aku ...,” kata Rose parau.
Pengeras suara berderak dari suatu tempat di atas. Terdistorsi, suatu
suara terdengar melalui interkom—Simon, teman Cosmo .
desyrindah.blogspot.com

“Emma, ada tamu!” katanya. “Sang Marchesa ada di sini. Dan, dia
ingin menemuimu sekarang juga!”
Emma terjengkang, kewalahan oleh rasa takut. Sambil gemetaran,
dia berguling untuk bertumpu pada tangan dan lutut. “Rose, Anjing,
kalian harus sembunyi! Cepat!” Dia meraih jeruji pagar area bermain
dan mengguncangnya. “Seandainya sang Marchesa sampai tahu gadis
dari ramalan itu ada di sini, tamat riwayat kita semua!”[]
desyrindah.blogspot.com
Bab k

Kisah sang Anjing

“Sembunyi?” Rose mengulangi, kepanikan melandanya. “Di mana?”


Mereka semua mengedarkan pandangan ke sekeliling kantor. Selain
area bermain besar dan gundukan boneka binatang, hanya ada
wastafel kecil dan konter, tetapi mustahil Rose dan sang Anjing muat
bersembunyi di dalam lemari kecil di bawahnya.
Rose dapat merasakan perutnya mulai bergolak. Dia meraih ekor
sang Anjing. “Anjing, bawa kita pergi mengendarai angin lagi!”
“Lepaskan ekorku,” sang Anjing menanggapi, mengatupkan gigi ke
arah pergelangan tangan Rose. “Aku tidak bisa melakukannya
sementara kita berada di dalam bangunan. Lagi pula, itu cara yang
aneh untuk menggambarkan kemampuanku.”
“Baiklah,” Rose berkata. “Jadi, bagaimana cara kita keluar?” Rose
menunjuk ke arah bayi kecil di dalam area bermain raksasa. “Apa ada
pintu belakang atau ... atau jendela?”
Bayi Emma mengedikkan bahu gemuknya. “Sayangnya tidak ada.
Ruangan ini berada persis di tengah-tengah perpustakaan, dan hanya
ada satu jalan untuk keluar masuk.”
“Kelihatannya itu sangat tidak aman,” gerutu sang Anjing.
Cosmo menempelkan telinga di pintu. “Kau tahu sihir, ‘kan?”
bisiknya kepada Rose. “Coba rapalkan simsalabim dan buat dirimu
desyrindah.blogspot.com

sendiri menghilang! Wuidih, aku bakal suka melihatnya. Aku bisa


menulis dari pengalaman langsung!”
Sang Anjing mengangguk ke arah Cosmo. “Bisa tolong kunci pintu
itu?”
“Beres, Lester,” kata Cosmo, menggeser selotnya.
“Namaku bukan …,” sang Anjing memulai, tetapi kemudian
mengakhiri dengan mengatakan, “Oh, sudahlah.”
Rose mencengkeram pinggiran kepalanya. “Kumohon, Kalian
Semua, berhentilah bicara. Aku perlu memikirkan sebuah rencana.”
Dia menatap ke arah sang Anjing dengan penuh permohonan. “Kecuali
kalau kau ingin memberitahuku apa yang harus dilakukan.”
“Kau kan tahu aturannya, Rosemary,” ujar sang Anjing. “Ah, tapi
kuharap kau membuat rencana dengan cepat. Kalau kita tertangkap di
sini, aku terpaksa memberimu nilaijelek.”
“Itu tidak membantuku memikirkannya!” tukas Rose, mencoba
bernapas melalui sela-sela kepanikannya. “Oke, oke—beri aku waktu
sebentar saja.”
Rose mondar-mandir melingkar dengan kalut, berharap keluarganya
ada bersamanya. Dia membutuhkan ibunya atau ayahnya, Balthazar
atau ....
Lily!
“Tunggu! Aku punya ide.” Rose berjongkok dan melepas ranselnya.
Di dalamnya, tepat di atastumpukan hadiah aneh terdapat edisi khusus
30 Menit Sihir Lily. Saat mengeluarkannya, sampul prismatiknya
beralih dan gambar Lily kini tertawa, membuat rambutnya tampak
terayun-ayun.
“Ini bukan Cookery Booke,” Rose berkata, “tapi Bibi Lily mencuri
resep-resep terbaik dari Booke sungguhan, jadi mungkin ....”
“Apa hubungannya buku masak dengan sihir?” tanya Cosmo. Lalu,
desyrindah.blogspot.com

pemuda itu bersiul. “Dia cantik!”


“Diam. Dia bibiku, dan dia tidak akan tertarik kepada anak berusia
dua belas tahun,” Rose menggumam tanpa sadar. “Dan, aku
menggunakan buku masak karena aku pembuat kue ajaib. Akan
kujelaskan semuanya nanti.”
Jantung Rose mencelus ketika dia membolak-balik buku Lily.
Meskipun ada resep-resep disisipkan di sepanjang buku, sebagian besar
halamannya dipenuhi kisah panjang yang melibatkan kehidupan Lily.
Ada kiat-kiat di pinggirannya tentang cara menggunakan kembali
bahan-bahan kue umum sebagai kosmetik, dan gambar demi gambar
Lily berpose di depan cooktop.
Sang Anjing menyandarkan kepala beratnya di bahu Rose. “Kau tak
punya waktu untuk memanggang, Rosemary,” katanya. “Kita juga tidak
memiliki persediaan untuk upaya seperti itu.”
Rose berhenti pada halaman yang hanya memuat gambar Lily
berdiri di depan cermin ukuran penuh. “Lily Le Fay!” geram Anjing.
“Aku senang aku tidak pernah membawanya dalam ujian Master
Pembuat Kue. Wanita yang mengerikan.”
“Jangan kejam begitu,” Rose menegur. “Dia sudah lebih baik
sekarang, sumpah.”
Emma berjinjit, mencoba untuk melihat. “Kau menemukan sesuatu?”
Cosmo meringis dan menjauhkan telinganya dari pintu. “Aku
mendengar suara-suara yang datang.”
Namun, tidak ada apa pun yang berguna di buku itu, tidak ada sama
sekali, dan Rose merasakan harapan terakhirnya merembes keluar
darinya.
Lalu, satu kilauan keperakan menarik perhatiannya—cermin Ty di
dalam ranselnya. Rose berganti-gantian memandangi cermin itu dan
desyrindah.blogspot.com

foto Lily, sebuah ide pun muncul di benaknya.


“Aku pernah melakukan sihir dengan cermin sebelumnya,” kata
Rose, seraya mengeluarkan cermin tangan kecil berwarna hijau neon.
“Cermin bagus untuk mantra yang mengubah persepsi. Mungkin aku
bisa menggunakan ini untuk menyembunyikan kita dari sang Marchesa,
entah bagaimana, ketika dia masuk—untuk mengalihkan perhati-
annya!” Rose melirik ke samping, ke arah kepala Anjing di pundaknya.
“Hanya saja ... aku tidak tahu cara melakukannya. Sihir
mengharuskanku untukmemanggang. Atau, setidaknya, memasak.”
Emma menunjuk ke sudut area bermainnya. “Orang yang
mengasuhku menggunakan hotplate di dekat wastafel untuk
menghangatkan ini.” Dia membongkar tumpukan boneka singa dan
beruang, lalu mengeluarkan kaleng yang dikenali Rose sejak Leigh
masih bayi—formula. Emma menjulurkan lidah. “Rasanya menjijikkan.
Aku menyembunyikannya supaya aku bisa mendapat lebih banyak
kacang polong tumbuk, sebagai gantinya.”
“Yah, ini berguna,” Rose berkata seraya mengambil kaleng itu.
Dibukanya buku masak Lily, kemudian dia berhenti ketika sesuatu
menarik perhatiannya. “Lihat, Bibi Lily punya resep yang dinamai
‘Susu Kocok Peramping-Super: Untuk Menurunkan Berat Badan Ala
Lily Le Fay!’” Diliriknya sang Anjing dengan gugup. “Sepertinya resep
ini punya potensi.”
Gagang pintu berguncang dan seseorang menggedornya. “Siapa
yang mengunci ini?” Terdengar suara marah teredam dari sisi seberang.
Kenopnya diputar lagi. “Seharusnya tidak boleh ada mekanisme
pengunci di dalam ruangan berisi bayi—ini berbahaya! Aku menuntut
pintu ini dibuka sekarang juga.”
Seraya mengangkat bahu, Cosmo menjangkau untuk membuka
desyrindah.blogspot.com

kunci.
“Jangan!” desis Rose. Ditepaknya tangan anak lelaki itu.
Cosmo yang kebingungan menoleh ke belakang, dan Rose membuat
gerakan menutup ritsleting di mulut. “Aku mengerti!” Cosmo hendak
berkata, tetapi Rose langsung membekap mulut pemuda itu.
“Diam!” bisiknya.
Di luar, sang Marchesa berkata, “Emma Sayang, aku akan
mencarikan kuncinya.” Suara perempuan itu menghilang saat dia
berjalan menjauh. “Aku tidak akan meninggalkanmu lama-lama!”
“Kembali ke usaha yang harus kita lakukan,” kata sang Anjing,
“bersembunyi sebelum orang bernama Marchesa ini menangkap kita.
Rosemary, meskipun aku tidak bisa memberitahumu apa yang harus
dilakukan, aku bisa membantumu. Aku yakin kau benar, susu kocok ini
mungkin kuncinya.”
Dengan buku masak Lily dan cermin Ty, Rose berlari ke wastafel di
sudut. Di atasnya, terdapathotplate yang dicolokkan ke dinding dengan
panci besi cor kecil yang dipasang di atas kumparan.
“Pasti bisa.” Dia membuka bagian resep susu kocok. “Hanya saja,
resep ini tidak akan ada gunanya,” kata Rose dengan desah frustrasi.
“Pertama, karena kita tidak memiliki salah satu Bahan Ajaib Lily,
meskipun kurasa itu hanya akan membuat kita menyanyikan pujian
untuknya. Susu kocok perlu es krim atau—”
“Susu?” Cosmo bertanya, mendongak dari ransel Rose. Dia
mengacungkan kaleng susu kental manis dari Leigh. Rose sudah lupa
tentang hadiah dari Leigh, dan langsung merasa lega untuk itu.
“Kau harus menggunakan ini juga.” Sang Anjing dengan hati-hati
mengatupkan rahangnya di sekeliling botol kaca hijau AllSpyce milik
Balthazar. “Dan, kalau kau mau, ambil sedikit bulu dari sisi tubuhku.
Yang warnanya abu-abu terang, ya, dan jangan khawatir, aku tidak
desyrindah.blogspot.com

akan merasakan apa pun.”


Rose memisahkan bulu di sisi tubuh anjing gembala besar sampai
menemukan beberapa bulu abu-abu yang lebih terang. Dipegangnya
helai-helainya, lalu ditariknya. Bulu-bulu itu copot dengan mudahnya.
Benar saja, sang Anjing bahkan tidak berjengit.
“Untuk apa ini?” Rose bertanya.
“Tentunya kau pernah dengar soal Rambut Anjing,” kata sang
Anjing.
“Aku, sih, pernah,” sahut Cosmo. “Minuman favoritku! Selain air
putih, tentu saja.”
Helai-helai itu berkilauan seperti permen kapas di antara jemari
Rose. “Kurasa biasanya maksud orang bukan rambut anjing
sungguhan.”
Emma meraih jeruji pagar area bermain dengan putus asa. “Tak ada
waktu untuk mendiskusikan ini!”
“Benar.” Pada satu laci di bawah wastafel, Rose menemukan
pembuka kaleng dan beberapa gelas ukur plastik. Ketika membuka
kaleng, dia mengutarakan pemikirannya keras-keras, “Jadi, apa yang
harus dilakukan dengan bahan-bahan ini?” Dituangnya segumpal susu
kental manis ke panci.
Sang Anjing ragu-ragu, kemudian mengedik ke arah kaleng susu
formula. “Tambahkan se-walnut susu yang itu, kalau kau mau, dan atur
kompornya hingga mendekati tiga api.”
“Se-walnut?” tanya Cosmo. “Aku tidak bisa makan walnut, aku
alergi. Tapi, aku suka baunya.”
“Bukan walnut sungguhan,” Rose menyahut. “Itu semacam ukuran
takar.” Rose menakar satu sendok makan susu formula, kemudian
menyalakan hotplate ke pengaturan terendah. Kalau susu kental
manisnya sampai hangus, mantranya akan rusak, dan bahkan jika dia
punya waktu untuk memulai, dia hanya punya satu kaleng dari eLigh.
desyrindah.blogspot.com

“Sekarang, taburkan sekutu AllSpyce dan juga Rambut Anjing,” kata


sang Anjing, yang menghampiri untuk berdiri di samping Rose.
“Keduanya?” tanya Rose, berhati-hati menambahkan hanya
sejumput AllSpyce.
“AllSpyce-nya bisa menjadi bahan apa pun yang kau butuhkan,”
sang Anjing menjelaskan. “Dalam kasus ini, kita membutuhkan Filamen
Daya Tarik Magnetis—bahan yang cukup umum, meskipun kita tidak
memilikinya hari ini. Sementara untuk Rambut Anjing, seperti
hamparan buluku yang sempurna, itu akan menambahkan ketebalan
serta kilauan.”
Gelembung-gelembung kecil muncul di tepi panci, mengaduk
taburan AllSpyce cokelat dan helaian bulu manis. “Lalu, cerminnya?”
tanya Rose.
Ekor sang Anjing mengibas-ngibas. “Bahan paling penting. Gunakan
untuk mengaduk ramuan. Jangan berhenti mengaduk sampai satu lagu
penuh selesai.”
Rose merasakan Cosmo mencondongkan tubuh mendekat di
belakangnya. “Sebuah lagu, eh? Urusan sihir ini sinting betul.”
Rose perlahan mengaduk campuran dalam panci—yah, lebih seperti
menggesekkan kaca dari sisi ke sisi sementara calon susu kocok itu
teraduk-aduk. Kelihatannya tak banyak yang terjadi, dan Rose terus
melupakan hitungannya.
“Berapa lama lagi aku harus melakukan ini?” tanya Rose cemas.
Tentunya Marchesa bisa kembali membawa kunci kapan saja.”
“Satu lagu, Rosemary Bliss, satu lagu!” geram sang Anjing. “Untuk
mengalihkan perhatianmu, aku akan menceritakan kisah resep ini, dan
begitu aku selesai, susu kocoknya sudah bakal siap.”
Sang Anjing berjalan memutar tiga kali, kemudian duduk di lantai.
Dia pun berdeham dan mulai berbicara.
desyrindah.blogspot.com

“Susu Kocok Ilusi,” anjing itu melantunkan. “Untuk Transformasi


Kemudaan lewat Sajian Beku Kaya Gizi.”
Entah karena kata-kata yang diucapkannya—hampir seolah dia
sedang membaca Cookery Booke itu sendiri—atau derum suaranya
yang berat, Rose mendapati dirinya terbuai dalam ketenangan yang
familier. Dia sedang memanggang, semacam itu, dan merasa seperti
dirinya sendiri untuk kali pertama sejak dia tiba di Bontemps.
Sekonyong-konyong, campuran krim berbintik-bintik di panci itu
bergeming, lalu berdentum menjadi ratusan duri kecil simetris yang
sempurna.
Rose tidak bisa lagi mengaduk-aduk cermin bayi itu—campurannya
menjadi kaku seperti beton. Ketika dia melepaskannya, cermin itu
berdiri tegak.
“Tahun 1983 di Tulsa, Oklahoma, Regina Bliss yang berusia 74 tahun
bekerja untuk menemukan penganan remedi untuk kerusakan akibat
penuaan. Dia menolak menggunakan krim atau ramuan dan memang
lebih suka menggunakan sihir ilusi, sehingga orang masih bisa
mempertahankan jati dirinya sambil mencoba wajah baru selama satu
hari.
“Regina Bliss menggabungkan susu dan es krim vanila dengan
Filamen Daya Tarik Magnetis serta taburan Rambut Anjing. Kemudian,
dia mengocok campuran ini dengan cermin tangan sampai susu
kocoknya memancarkan kilau keperakan dan eflektif.”
r
Permukaan cermin tangan yang retak dan berwarna perak mendesir
dan menitis menjadi manik-manik logam mengilap yang meletus satu
per satu, menempel pada duri-duri susu seperti logam yang tertarik
pada magnet.
“Apa berhasil?” Emma bertanya. “Aku tak bisa lihat!”
Sang Anjing mendesis menyuruhnya diam. “Tolong biarkan aku
desyrindah.blogspot.com

menyelesaikannya. Kemudian, Regina meminum Susu Kocok Ilusi-nya,


dan mendapati bahwa ramuan itu tidak hanya membuatnya tampak
muda—itu membuatnya tampak seperti balita.
“Untuk berapa lama?” Rose bertanya. “Jangan sampai kita terjebak
dalam sosok balita selama—”
“Hus,” kata sang Anjing. “Seperti yang tadi kubilang ....
Memanfaatkan penemuan ini sebaik-baiknya, Regina Bliss memasarkan
susu kocok ilusi yang mencengangkan di toko rotinya, dan susu itu laku
keras di Tulsa sehingga penduduknya bisa mengenang masa lalu
dengan menjadi bayi selama satu jam, untuk menghilangkan tekanan-
tekanan hari itu. Regina mempekerjakan pengasuh anak untuk
mengawasi pelanggannya, dan sesekali memanjakan diri dengan ikut
menjadi balita. Bayi-bayi ilusi itu akan merangkak ke sana kemari di
toko roti Regina, terbalut setelan dan gaun kebesaran yang dilengkapi
bantalan bahu, menyeruput susu kocok dan berdeguk selagi men-
dengarkan dongeng.
“Pada akhirnya, Regina Bliss memutuskan dia lebih suka menjadi
nenek keriput berusia 74 tahun, dan meskipun dia terus menyajikan
susu kocok sesuai permintaan, dia sendiri tidak pernah meminumnya
lagi.”
Sekonyong-konyong, duri-duri itu kehilangan ketajamannya,
tenggelam ke dalam ramuan, menjadi halus dan membulat.
“Tinggal dua adukan lagi,” sang Anjing berkata.
Setelah menyembunyikan ransel Rose di bawah tumpukan boneka
binatang milik Emma, Cosmo kembali ke samping Rose menyaksikan
momen-momen terakhir mantra.
Ramuan itu mencair lagi, dan Rose dengan mudah mengaduknya
dua kali dengan cermin kosong.
“Jauhkan dari panas api!” salak sang Anjing. C
“ epat!”
Rose mengambil panci dari kompor pelat, lalu menaruhnya di atas
desyrindah.blogspot.com

konter.
Terdengar suara yang sangat mirip desahan seorang perempuan tua
—meskipun dalam prosesnya, nada suaranya menjadi lebih halus, lebih
muda. Cairan seputih susu itu mengental menjadi permukaan reflektif
yang sempurna dan rata.
“Bagus sekali,” kata sang Anjing.
Pada saat itu, terdengar derakan kunci di pintu, dan suara seorang
perempuan mengeluh, “Bagaimana mungkin ada sebegini banyak?
Padahal tak banyak pintu di seluruh gedung ini!”
“Kita punya cukup waktu untuk mendinginkan dan mengentalkan
campuran itu,” kata sang Anjing. “Cepat, Kalian Semua, berbaliklah
dari panci! Kita harus menunjukkan bahu dingin kepada ramuan itu!”
Mereka semua melakukan seperti yang diperintahkan, berbalik
menghadap pintu dan meninggalkan panci tergeletak sendirian di
konter. “Omong-omong, bukankahmenunjukkan bahu dinginalias cold
shoulder itu cuma ungkapan?” tanya Cosmo.
Persis pada saat itu, suhu di dalam ruangan anjlok sampai empat
derajat. Tiba-tiba membeku. Rose memeluk lengan, giginya
bergemeletuk, sementara Emma meringkuk di bawah selimutnya. Pintu
berderak ketika Marchesa mencoba lebih banyak kunci.
“Sudah cukup dingin!” kata sang Anjing. “Sajikan, Rosemary!”
Sambil menggigil, Rose menuangkan setengah campuran kental
mirip merkuri itu ke dalam kaleng susu kental kosong, lalu meletakkan
panci dengan sisa isi di karpet di depan Anjing. Seraya
menyembunyikan ringisan, dia mengangkat kaleng Susu Kocok Ilusi
dan bersulang kepada sang Anjing. “Selamat minum.”
Sebelum dia bisa terlalu banyak memikirkan tentang apa yang dia
minum, Rose menelengkan kepala ke belakang dan menuangkan susu
desyrindah.blogspot.com

kocok perak cair ke kerongkongan. Dia menelannya dalam sekali


tenggak, kemudian menutup mulut dengan tangan untuk mencegah
cairan itu keluar kembali. Mereka tidak menambahkan gula atau meng-
gunakan es krim vanila, jadi rasanya kental dan mirip susu dengan cita
rasa berpasir dan seperti logam.
“Apa yang terjadi sekarang?” tanya Emma cemas.
Baik Rose maupun sang Anjing tidak sempat menjawab. Ketika sang
Anjing menjilat tetesan susu kocok terakhirnya, bulunya membesar dan
berubah menjadi jambul, dan sisi-sisi tubuhnya tampak mengabur. Dia
mirip lukisan yang secara tidak sengaja ditinggalkan oleh seseorang
dalam hujan—semua warnanya membaur dan berputar-putar. Rose
mengerjap, dan sekonyong-konyong sang Anjing berubah menjadi versi
dirinya yang lebih muda dan kecil—lebih ramping, dengan alis yang
tidak terlalu berantakan.
“Hoaaa,” ujar Cosmo dalam bisikan tertahan.
Getaran menggelenyar di bawah kulit Rose, dan bagian dalam
dirinya terasa dingin dan bergolak. Pandangannya tentang dunia
mengabur dan mulai bergeser: satu waktu dia menjulang di atas area
bermain, kali berikutnya dia nyaris tidak bisa melihat apa yang ada di
atas meja dapur. Rasanya seolah ruangan itu tumbuh membesar di
sekelilingnya.
Itu semua hanya perubahan perspektif, kata Rose kepada diri sendiri,
meskipun celana jins dan jaket yang melonggar di sekeliling tubuhnya
terasa cukup nyata. Kepanikan menderanya saat itu karena alasan lain
—dia akan segera menyusut dari pakaiannya!
“Ehm, bisakah kalian berbalik?” Rose bertanya, suaranya melengking
dan cadel.
Emma dan Cosmo, dengan penuh pengertian, berhasil mengalihkan
pandangan dari sihir yang tersingkap di hadapan mereka. Pakaian Rose
mengembang di sekitarnya, seolah dia terperangkap di tengah tenda
desyrindah.blogspot.com

yang mengempis. Korsase kuning Devin terlepas dari pergelangan


tangannya, menghilang ke dalam tumpukan—dia akan mencarinya
nanti. Rose melilitkan kaus di sekeliling badan, membungkus tubuh
balita barunya dengan sesuatu yang bisa disebut pakaian.
Dunia sangat besar, dan Rose merasa pengar. Pagar area bermain
menjulang di atasnya seperti kolom-kolom di gedung ibu kota, dan
karpet hijau membentang seperti lapangan sepak bola. Diamatinya
tangannya. Jemarinya pendek gemuk-gemuk dan pergelangan
tangannya membengkak karena lemak bayi. Di sampingnya, sang
Anjing telah melalui transformasi yang sama—atau mungkin sekarang
dia lebih tepat disebut Puppy, Anak Anjing.
“Kami boleh melihat sekarang?” tanya Cosmo. Begitu melihat sang
Anjing, dia bertepuk tangan dengan gembira, wajahnya bercampur
kagum serta kebingungan. “Berhasil! Bagaimana ini bisa terjadi?”
“Sembunyikan pakaian-pakaian ini, Cosmo.” Salakan sang Anjing
terdengar seperti uik melengking, dan suaranya seperti anak kecil.
“Cepat!”
Rose mencengkeram kaus di sekelilingnya dan tertatih ke area
bermain. Cosmo mengangkatnya melewati pagar dan meletakkannya
di lantai empuk di baliknya.
“Sang Marchesa tidak akan pernah mengenalimu sekarang!” pekik
Emma. “Kau menyelamatkan kami!”
“Aku belum—” Rose memulai.
Sekonyong-konyong, pintunya menjeblak terbuka.
Sang Marchesa berdiri menjulang di ambang pintu, berkacak
pinggang; mata pucatnya terpicing saking marahnya. “Nah, apa yang
terjadi di sini?”[]
desyrindah.blogspot.com
Bab l

Apa yang Terjadi kepada Bayi Rose?

Sang Marchesa bahkan tampak lebih cantik dari dekat. Sekaligus


menakutkan. Segala sesuatu tentang dirinya bersudut dan tajam, kuku
merahnya seperti cakar burung, tulang pipinya seperti belati.
Alis tipisnya melengkung tinggi saat dia mengamati seluruh ruangan.
“Ada tamu rupanya,” katanya sambil mengerucutkan bibirnya yang
berwarna merah menyala.
Emma merangkak ragu-ragu ke bagian depan area bermain. “Ya,
ada acara main bersama hari ini.” Dia memberi isyarat, dan Rose
berusaha keras melambaikan tangan gemuknya ke arah sang Mar chesa.
Tidak gampang melakukannya—entah bagaimana, Rose menjadi
sangat kikuk.
Marchesa memasuki ruangan dalam dua langkah lebar dan
membungkuk dengan tangan bertumpu pada pagar, menatap mata
Rose lurus-lurus. “Siapa kau?” tanyanya. “Aku kenal semua orang di
kota, dan jelas kau adalah ...” Mata biru pucatnya terpicing.
“Seseorang.”
“Bloomenfeld!” sahut Rose cadel.
Cosmo maju selangkah. Dia menggendong sang Anjing yang
sekarang jadi mungil. “Broomenthal, Ma’am. Salah satu anggota klan
sirkus itu.” Dia mengetuk-ngetuk dahi. “Tidak terlalu normal,
mengingat ini masa kanak-kanaknya yang kedua.”
desyrindah.blogspot.com

“Hmm.” Sang Marchesa mengetuk-ngetukkan jemari pada pagar


area bermain.
Ini dia, pikir Rose, perutnya serasa jungkir balik. Aku bakal gagal
dalam ujianku dan tidak akan pernah menjadi Master Pembuat Kue
resmi dan seluruh perjalanan ini sia-sia. Atau mungkin hanya susu
kocok yang menggelegak di dalam dirinya yang membuatnya merasa
sangat mual.
Akhirnya, wajah sang Marchesa melunak. “Ah, ya, Broomenthal.
Dengar-dengar, keluargamu menampilkan pertunjukan luar biasa.
Bahkan, rasanya hampir merendahkan bahwa aku tidak pernah
diundang ke pertunjukan itu! Klanmu harus mengaturnya untukku
secepatnya.”
“Ya!” kicau Rose, langsung merasa lega. A
“ kan kami lakukan!”
Sang Marchesa berbalik ke arah Cosmo. “Dan kau si bocah loper,
bukan? Apa yang kau lakukan dengan hewan itu?” Dia menelengkan
kepala ke arah sang Anjing, yang berputar-putar di lantai, mengejar
ekornya sendiri.
Cosmo mengetuk kartu pas pers di tangannya. “Sebenarnya, aku
wartawan. Yah, wartawan junior. Dan aku menemukan anjing tersesat
ini. Namanya Les—” Sang Anjing menggigit bagian bokong celana
Cosmo. “Ah, namanya ... Puppy.”
“Nama yang menarik,” kata sang Marchesa. “Sangat harfiah, dan
aku menyukainya.” Dia menoleh lagi kepada Emma. “Aku datang
kemari karena suatu alasan, Emma. Beredar kabar bahwa ada orang
asing misterius di kota.”
“Tapi, itu kan gila!” seru Cosmo. “Tak pernah ada pengunjung di
Bontemps sejak ... yah, sejak sebelum aku dapat mengingat.”
“Dia benar,” kata Emma, amat sangat tenang. “Bagaimana mungkin
ada yang mampu melintasi perbatasan?”
desyrindah.blogspot.com

“Persis itulah yang ingin kuketahui.” Sang Marchesa mengendus-


endus udara dan mendelik memandangi dapur kecil itu—kali ini, Rose
yakin, perempuan itu akan melihat panci yang kotor dan
mengumpulkan petunjuk untuk membuat kesimpulan: seorang
pembuat kue ajaib ada di dekat sana! Namun, sebagai gantinya, dia
hanya mengerutkan hidung dan berkata, “Asistenmu harus mengurangi
sikap berantakannya. Akan kutegur dia nanti. Dan, kenapa, sih, dingin
sekali di dalam sini? Kita harus menyuruh seseorang memeriksa
termostatnya.” Dia kembali menatap Emma. “Bagaimanapun,
Sayangku, aku kemari untuk mengambil jurnal ramalanmu.”
Dengan lunglai, Emma mengempaskan tubuh di samping Rose. “Kau
tidak hanya datang untuk menemuiku?”
Sang Marchesa melambaikan tangan tak acuh. “Ramalan itu penting.
Aku sudah menyuruh Simon mencarinya, tapi rupanya buku itu tidak
terdaftar dalam katalog kartumu.” Dia menatap Emma dengan lelah.
“Kukira organisasi adalah satu-satunya keahlianmu, Sayangku.”
Emma mendengkus. “Kau tidak mau, ‘kan, kalau sampai sembarang
orang membaca ramalannya. Karena itulah aku menyembunyikannya
di tempat jurnal itu tak akan pernah ditemukan.”
“Tak akan pernah?” ulang sang Marchesa.
“Nyaris tidak pernah,” Emma berkata. “Aku bisa menemukannya.
Tapi, aku akan butuh waktu.”
“Akan kutunggu sampai malam ini.” Dengan penuh pertimbangan,
sang Marchesa mengamati Rose di area bermain. “Tapi, tolong
segarkan ingatanku: Bukankah ada sesuatu tentang seorang gadis dan
hewan yang datang ke kota?”
“Seekor kucing,” kata Emma agak terlalu cepat.
“Tidak,” kata sang Marchesa, “itu tidak benar. Seekor kucinglah yang
memberimu ramalan itu. Pikiranku masih sangat kuat seperti
perangkap baja. Aku mengingatnya.”
desyrindah.blogspot.com

Emma menyilangkan lengan-lengan gemuknya. “Kalau begitu kau


pasti ingat sementara seekor kucing memberiku ramalan itu,
ramalannya pun tentang kucing yang datang ke kota ini bersama
seorang anak perempuan. Akulah yang menuliskan semuanya. Kau
menyangsikan aku?”
Sejenak, keduanya hanya berpandang-pandangan, masing-masing
menunggu yang lain untuk berkedip terlebih dulu.
Akhirnya, sang Marchesa mengalah. “Baiklah. Kalau kau bilang
kucing, maka itu pasti kucing.” Sang Marchesa mengedikkan kepala ke
arah ambang pintu yang terbuka. “Temukan saja jurnal itu untukku.
Jadikan prioritas utamamu. Sementara kau melakukannya, aku harus
memimpin rombongan pencarian.”
“Rombongan pencarian, eh?” tanya Cosmo. “Kedengarannya berita
hebat untuk dimuat di Bugle!”
“Tidak juga,” kata sang Marchesa. “Bugle cuma bagus dijadikan alas
kandang burungku, padahal aku tidak punya burung!” Dia mengibas
rambutnya dan berjalan menuju pintu yang terbuka, lalu melirik
melewati bahu. “Tapi, biar kuberi tahu, ya, Wartawan Junior—pastikan
Bugle memuat lansiran untukku, bisa, ‘kan? ORANG ASING
MISTERIUS BERKELIARAN BEBAS. Ada mawar kuning di pergelang-
annya, membawa ransel merah, ditemani seekor anjing gembala
raksasa. Peringatkan warga agar berhati-hati. Kelihatannya gadis itu
masih remaja.” Sang Marchesa mendecak-decak. “Usia paling
berbahaya.”
Sang Marchesa mengamati Cosmo seolah dia ingin mencabik-cabik
pemuda itu sampai menjadi serpihan. “Kenapa kau tidak
menuliskannya, Bocah Loper?”
“Oh, benakku juga seperti salah satu perangkap yang tadi kau sebut-
sebut,” kata Cosmo cepat-cepat, seraya mengetuk-ngetuk kepalanya.
desyrindah.blogspot.com

“Semuanya terekam di dalam sini. Gadis. Mawar. Ransel. Anjing—dan


anjingnya barangkali adalah monster berdarah dingin.” Cosmo
menggendong sang Anjing dan menyundul perutnya. “Tidak seperti
anak anjing yang menggemaskan ini!”
Bibir merah sang Marchesa mulai melekuk membentuk cengiran,
tetapi dia langsung membeku di tengah jalan. Dia mengamati adegan
itu sekali lagi—dari dapur kecil yang berantakan dengan aroma susu
hangat, kepada bayi aneh di area bermain dan anak anjing berbulu
dalam pelukan Cosmo.
Sekarang waktunya dia menyadari semuanya, pikir Rose. Tukang roti
yang cukup kuat untuk memutar balik waktu bakal langsung sadar
begitu melihat dapur yang baru saja digunakan, tidak peduli sekecil apa
pun.
Namun, sang Marchesa tampak tidak menyadarinya. “Aku akan
kembali mengambil jurnalnya malam ini,” katanya kepada Emma.
“Jangan mengecewakanku.”
Dan, setelah mengatakannya, sang Marchesa pun pergi, kunci-kunci
yang dia gunakan untuk masuk bergemerencing di sisinya, menciptakan
potongan-potongan musik yang kemudian lenyap hingga yang bisa
didengar Rose hanyalah deru napasnya sendiri.
Perlahan, Cosmo menutup pintu dan pelan-pelan memutar kunci.
Rose merasakan serdawa terbit di tenggorokannya. “Nyaris saja,”
katanya, memerosot ke tumpukan boneka beruang dan boneka per ca.
Cosmo membiarkan sang Anjing melompat dari pelukannya. “Jangan
khawatir, Rose! Mantramu memperdaya dia sepenuhnya.”
“Kurasa begitu,” cicit Rose.
Emma berjongkok di depan buku-buku bergambarnya dan
mengeluarkan jurnalnya. “Aku berdusta tentang tidak tahu di mana
tempat ramalan ini. Jangan sampai jurnal ini jatuh ke tangan sang
desyrindah.blogspot.com

Marchesa. Aku tidak tahu apakah aku akan bisa menghentikannya


kalau dia kembali malam ini. Rose, kau harus membalik kutukannya.”
“Bagaimana dia akan melakukannya dengan tubuh sekecil itu?”
tanya Cosmo.
Resep susu kocok terbukti merupakan mantra persepsi yang kuat—
dan sekarang, setelah bahaya lenyap, Rose bertanya-tanya berapa
lama sihirnya akan bertahan.
Sesuatu di dalam perutnya mencelus.
Tidak akan lama lagi, kalau begitu.
“Kurasa mantranya sedang berakhir,” Rose mengerang,
mencengkeram bagian tengah tubuhnya. Di sampingnya, sang Anjing
berbaling menelentang, kaki-kaki pendeknya bergerak-gerak di udara.
“Kita harus mencari toko roti sang Marchesa, bukan?” Rose bertanya
kepadanya. “Di sana bakal ada petunjuk tentang resep apa pun yang
dia—”
“Toko roti sang Marchesa?” tanya Emma. “Toko roti apa?”
Sang Anjing berguling menyamping dan memandangi pustakawan
bayi. “Bagaimana lagi dia bisa memberlakukan kutukan yang sebegitu
kuat? Dia pasti punya toko roti!”
“Sang Marchesa bukan tukang roti,” kata Emma, masih memeluk
jurnalnya. “Dia terlahir dari keluarga petani, tapi kehidupan pertanian
tidak sesuai untuknya, jadi dia datang kemari. Aku tahu dia makan kue,
tapi aku tak pernah mendengar dia membuatnya.”
“Kurasa bahkan tidak ada toko roti di kota ini,” kata Cosmo. “Wah,
harus ada yang membukanya!”
“Tidak ada toko roti?” Perut Rose serasa berjungkir balik lagi—gara-
gara susu kocok cermin atau gara-gara terkejut oleh informasi baru ini,
dia tidak tahu. “Anjing, bagaimana aku bisa membatalkan mantra
tanpa ada toko roti?”
desyrindah.blogspot.com

“Selesaikan masalahmu satu demi satu, Rose.” Sang Anjing


menguik-nguik.
Cosmo berdiri di dekat pintu kantor, masih mendengarkan
keberadaan sang Marchesa. “Jadi, kalau semua urusan menua
kemudian menjadi muda kembali ini tidak wajar, apa yang sebenarnya
terjadi kepada kita saat kita menjadi bayi lagi?” Dia melepas topi dan
menggaruk-garuk kepala.
Bibir bawah Emma bergetar. “Karena itulah aku begitu lega akhirnya
kau datang, Rose.” Bayi perempuan itu memeriksa lengan-lengannya.
“Seperti semua orang lain di kota, tak lama lagi aku akan tumbuh
begitu muda sampai aku akan lenyap dari peredaran.” Dia meraih
pergelangan tangan Rose yang gemuk. “Karena itulah kami
membutuhkanmu. Kau harus membantu kami membalikkan kutukan
itu sebelum kami semua lenyap ... selamanya.”
Rose bergidik. Ini sangat mengerikan, jauh lebih buruk daripada apa
pun yang pernah dia bayangkan. Sang Marchesa tidak hanya membuat
orang menjadi muda—dia membuat mereka menghilang!
“Ini sudah berlangsung selama lima puluh tahun,” sang Anjing
mendengking. “Itu berarti—”
“Ya,” Emma menegaskan. “Tadinya ada lebih banyak orang di
Bontemps. Sepuluh sampai dua puluh kali lipat dari jumlah penduduk
saat ini.”
Cosmo duduk di karpet yang usang. “Semua orang itu ....” Dia
melepas kacamata dan menggosok-gosok mata.
Perut Rose berputar-putar seperti tengah diblender, dan meskipun dia
ingin duduk di sana dan merana bersama yang lain, dia tahu jika dia
tidak mengambil pakaiannya, dia akan segera kembali ke wujud nor mal
tanpa sehelai benang pun. Dia memeluk kaus yang kebesaran di
sekeliling tubuhnya dan merangkak ke tempat Cosmo menyembu-
desyrindah.blogspot.com

nyikan jins serta jaketnya.


Ini bukan lagi sekadar ujian, Rose tersadar selagi mendorong kakinya
yang gemuk ke pinggang celana jinsnya. Ini bukan tentang
mendapatkan nilai bagus atau mengamankan resepnya di Booke.
Orang-orang Bontemps berada dalam bahaya besar. Dia harus
menghentikan sang Marchesa. Harus.
Meskipun dia tidak tahu harus mulai dari mana.
“Masalah ini terlalu besar,” Rose berkata. “Tidak seharusnya aku
melakukan ini sendirian, Anjing. Kita perlu memanggil keluargaku dan
segera membawa mereka kemari. Kita bisa melakukan ujian Master
Pembuat Kue lain waktu.”
Sang Anjing mendekat. “Yakinlah kepada dirimu sendiri, Rosemary
Bliss,” katanya. “Karena aku sendiri yakin.” Dia menjilat wajah Rose.
“Sayangnya, begitu ujiannya berlangsung, kita tidak bisa
menghentikannya. Suka atau tidak, kau satu-satunya harapan yang
dimiliki kota ini.”
Rose ingin membenci sang Anjing, tetapi sulit untuk marah kepada
anak anjing yang manis. Digaruknya belakang telinga sang Anjing dan
mengulangi nasihatnya sebelumnya. “Selesaikan masalah satu demi
satu. Baik.” Rose menghela napas. “Bahkan, kalau sang Marchesa tidak
memanfaatkan panggangan untuk mantranya, aku masih memer-
lukannya untuk diriku sendiri. Jadi, itu artinya aku butuh dapur.” Dia
melirik dapur yang kecil. “Yang jauh lebih besar daripada yang ini,
yang ada ovennya.”
Mendengar itu, seulas senyuman merekah di pipi Emma yang
tembam. “Aku punya dapur!” serunya. “Dapur yang besar dan megah,
sebenarnya.” Kemudian, dengan lebih lembut, dia menambahkan,
“Atau, dulu aku punya dapur. Di rumah lamaku.”
“Memangnya di mana sekarang kau tinggal, Emma?” tanya Cosmo .
“Panti Perawatan Golden Slumbers untuk Masa Kanak-Kanak
desyrindah.blogspot.com

Kedua,” terang pustakawan bayi itu. “Butuh banyak perawatan untuk


mengurus seseorang yang berusia 100 tahun dan tidak bisa melakukan
apa-apa sendiri, dan ibuku tidak ingin melakukannya. Memang tidak
sama dengan memiliki rumah sendiri, tapi sebagian dari tempat itu
bagus. Dan mereka biasanya menyajikan puding cokelat sebagai
camilan, jadi aku benar-benar tidak bisa mengeluh.”
“Ibumu menempatkanmu di panti perawatan?” tanya Rose. “Ibu
macam apa yang melakukan itu?”
“Oh, kurasa aku lupa memberitahukannya sebelum kita datang ke
sini,” kata Cosmo.
“Memberitahukan apa?” tanya sang Anjing.
Emma menunduk. “Kau sudah bertemu ibuku,” katanya. “Baru saja.
Sang Marchesa.”
Tiba-tiba kemiripannya tampak jelas, dan bukan hanya karena
sepasang mata pucat yang sama-sama dimiliki oleh kedua perempuan
itu.
Rose merasa hatinya akan hancur untuk Emma, untuk semua orang
di Bontemps. Sungguh jahat tindakan menjatuhkan mantra mengerikan
seperti ini kepada lingkungan di sekitarmu. Namun, melakukannya
kepada putrimu sendiri? Itu benar-benar keji.
“Kita perlu masuk ke rumah sang Marchesa,” kata Rose. “Bahkan,
kalau dia tidak pernah memanggang kue, dia pasti menggunakan
dapur besar itu untuk sesuatu. Kalau kita bisa tahu mantra apa yang dia
gunakan untuk mengutuk kota, aku bisa mencari tahu resep apa yang
bisa digunakan untuk mematahkan kutukan.”
Cosmo melompat berdiri, semangatnya meluap-luap. “Tempat itu
berpenjagaan ketat, dipenuhi centeng-centeng sang Marchesa. Tapi,
aku baru saja mendapat kode!”
Rose baru hendak mengoreksinya, dengan mengatakan, “Kurasa
maksudmu ide,” tetapi kata-katanya tersekat di tenggorokan.
desyrindah.blogspot.com

Tangannya membekap mulut, dan gelembung besar yang terbentuk di


perutnya akhirnya meletus dari sela-sela giginya dalam ledakan
serdawa keperakan.
Tiba-tiba, anggota tubuhnya menggeletar seperti garpu tala dan
ruangan di sekitarnya tampak melayu. Kakinya memanjang di balik
celana jinsnya, dan kaus yang tadi melilit tubuhnya menyusut ke
ukuran normal. Dia terduduk dengan linglung, jaket dan korsase kuning
dari Devin tergeletak di karpet hijau di sampingnya.
Sejenak kemudian, sang Anjing beserdawa dan juga membesar. Kaki
depannya mencuat seperti batang buncis, nyaris membuatnya
terjengkang sebelum kaki belakangnya tumbuh dengan ukuran yang
serasi. Bulunya kembali megar berantakan, dan matanya sekali lagi
dinaungi oleh alisnya yangtebal dan lebat.
Cosmo terbeliak. “Kalian kembali normal! Itu hebat!” Kemudian, dia
mengernyit. “Tapi, itu agak mengacaukan ide hebatku. Kecuali ....”
“Kecuali apa, Cosmo?” tanya Emma.
“Yeah, apa ide hebatmu?” tanya Rose, berharap Cosmo dapat
membantu mereka masuk ke kediaman sang Marchesa.
“Mungkin cara ini akan berhasil.” Cosmo menggaruk-garuk kepala,
lalu menyengir. “Tapi, kalian mungkin tidak akan terlalu
menyukainya.”[]
desyrindah.blogspot.com
Bab m

Rosemary Bliss—Buron!

“Bagaimana keadaanmu di sana, Nak?” tanya Cosmo. “Siap beraksi


seperti penggigit mata kaki?”
Sudah dua puluh menit berlalu, dan Rose tertekuk di dalam kereta
bayi Victoria kuno, benda logam hitam tidak nyaman yang diletakkan
di atas rangkaian roda emas reyot. Penutupnya telah ditarik ke depan
sedemikian rupa sampai-sampai tidak ada yang bisa melihat Rose
terjepit di bawahnya dengan lutut menempel ke dada.
Sebagian besar tubuh Rose tersembunyi di bawah selimut biru pastel,
dan salah satu topi bonnet bayi milik Emma dipasang dengan
canggung di atas kepalanya. Berhubung tidak seorang pun dengan
mata sehat akan pernah keliru menyangka Rose sebagai bayi
sungguhan, Emma dan Cosmo menyampirkan kerudung putih berenda
di atas kereta.
Mereka hanya harus berharap tidak ada yang menghentikan mereka
di jalan dan meminta untuk melihat si bayi perempuan—atau wanita
lanjut usia, Rose mengingatkan dirinya sendiri.
“Kurasa kakiku keram,” kata Rose.
“Aku juga menderita,” kata Cosmo, berhenti dan mencondongkan
tubuh di atas penutup kereta. “Benda di balik mantelku membuat
bahuku pegal.”
desyrindah.blogspot.com

Rose tidak perlu melihat benda menyedihkan di punggung Cosmo—


dia sendiri yang membantu memasangkannya di sana. Cosmo
memakai ransel merah cerah milik Rose di balik mantel trench abu-
abunya. Rose telah mengemas kembali semua Hadiah dari Orang-
Orang Terkasih, bahkan kaleng susu kental kosong dan—dengan hati-
hati agar tidak hancur—korsase kuning.
“Ehm, hampir tidak kelihatan, kok,” Rose menanggapi. “Ya, ‘kan,
Anjing?”
Sang Anjing muncul dalam jarak pandangnya. Bulunya sekarang
begitu berlumur lumpur sampai-sampai bulu putih-kelabunya berubah
menjadi cokelat gelap gimbal. “Benar, Cosmo kelihatan seperti anak
dua belas tahun biasa, selain apa yang tampak seperti kepala kedua
tersembunyi di balik mantelnya.”
“Menyenangkan rasanya mendengarnya dari gundukan kompos
berjalan,” dengus Cosmo kesal.
“Lucu sekali,” sahut sang Anjing datar. “Ini samaran terbaik yang
bisa kukerahkan dalam waktu singkat.”
“Kenapa kau tidak bertransformasi menjadi jenis anjing lain saja?”
tanya Cosmo. “Kau bisa menjadi labrador! Semua orang suka labrador
retriever.”
Sang Anjing menggeram. “Wujudku bukanlah sesuatu yang bisa
kuubah sesuka hati. Selain itu, aku mulai menikmati tubuh ini.”
“Kita harus pergi,” Rose berkata.
“Oke,” Cosmo berkicau, menghilang dari pandangan Rose. Suara
gemuruh bergetar naik dari bawah Rose, dan rodanya memprotes
dengan decitan marah. Cosmo menggeram mengerahkan tenaga.
“Jangan tersinggung, Rose, tapi beratmu satu ton lebih daripada berat
bayi.”
Keretanya memantul saat bergulir melewati lubang jalan, dan Rose
berpegangan pada sisi-sisinya supaya tidak terlempar keluar. Melalui
desyrindah.blogspot.com

tudung berenda, dia hanya bisa melihat jalan di depan dan pepohonan
di alun-alun kota.
“Nah, Rose,” kata Cosmo sambil terus mendorong, “bagaimana
kalau kau memberiku latar belakang untuk cerita yang akan kutulis
suatu hari nanti? Kue ajaib, kau bilang? Bagaimana cara kerjanya?”
Rose menjelaskan—secepat dan sesingkat mungkin—tentang
keluarganya di Calamity Falls dan penganan sihir di Toko Roti Bliss.
Begitu dia selesai, mereka sudah tiba di trotoar yang lebih halus di
depan perpustakaan kota.
“Wuidih, hebat sekali!” kata Cosmo. “Kisah ini harus diceritakan.”
“Boleh saja,” kata Rose. “Tapi, tunggu sampai kita selesai mengatasi
masalah di sini.”
“Kalian, jangan berisik,” kata sang Anjing.
Dua anak lelaki dalam setelan hitam berdiri di luar perpustakaan,
menempelkan selebaran ke tiang lampu. Setelah itu, mereka berjalan
cepat menyusuri trotoar, memandangi Cosmo dan sang Anjing ketika
mereka lewat.
“Nih,” kata salah satunya, menyerahkan selembar selebaran kepada
Cosmo. “Hubungi sang Marchesa kalau kau melihat gadis ini.”
Cosmo mendekatkan kereta bayi itu ke tiang lampu, sang Anjing
berderap di samping mereka.
Rose memerosot kembali ke kegelapan kereta dan menahan napas.
Namun, anak lelaki tadi sudah berlari menjauh untuk menyusul
rekannya ke tiang lampu berikut.
“Kau harus lihat ini!” Cosmo berkata, menyelipkan selebaran ke
bawah selubung. “Gambarnya mirip sekali denganmu!”
DICARI! tertulis pada bagian atas halaman selebaran, ORANG ASING
MISTERIUS TERLIHAT DI KOTA! BARANG SIAPA MELIHAT PEREMPUAN INI DAN BINATANG
BUASNYA, SEGERA LAPORKAN KEPADA SANG MARCHESA! Di bawahnya, terdapat
desyrindah.blogspot.com

sketsa, Rose menduga itu dirinya dan sang Anjing. Sulit untuk
memastikan karena sang Anjing digambarkan lebih mirip serigala,
wajah khas kanina putihnya menakutkan, dengan taring yang di-
pamerkan. Rose dalam gambar juga tidak lebih baik. Ada sorot
membunuh di matanya dan cengiran jahat di bibirnya.
“Ini sama sekali tidak mirip kami,” kata Rose sambil menyerahkan
selebarannya kembali.
“Tapi, lihatlah deskripsi di bawahnya,” kata Cosmo, menunjuk teks
lebih kecil yang tidak diperhatikan Rose. “‘Gadis itu terlihat kesal dan
bingung dan agak sok tahu segalanya.’ Itu kan sangat menggambarkan
dirimu!”
“Hei!” seru Rose. “Aku tidak sok tahu!”
“Ssst, kalian berdua,” sahut sang Anjing. “Dengan seisi kota mencari
kita, kita harus bergerak cepat. Dan, Rosemary, kita berdua perlu tetap
diam. Meskipun aku benci karena harus mengatakannya, kita harus
membiarkan Cosmo yang berbicara untuk kita.”
Cosmo membusungkan dada. “Kalian bisa mengandalkanku.”
“Oke,” kata Rose cemas. “Mari kita pergi ke tempat Marchesa
sekarang. Sebelum kakiku mati rasa.”
Mereka menyeberang ke alun-alun kota, dan Cosmo mengarahkan
kendaraan Rose yang sempit ke jalan setapak berliku melewati taman.
Melalui selubung yang tipis, Rose melihat anak-anak berkeliaran—anak
perempuan dan laki-laki keluar untuk jalan-jalan sore, beberapa
bersantai di gazebo, yang lain mengagumi balon Hari Warisan yang
masih memantul-mantul dari dahan-dahan pohon.
Jalan itu membawa mereka ke tepi selatan alun-alun kota, tempat
para pekerja anak mengenakanoveral dan flanel menyiapkan semacam
panggung. Rasanya aneh dan menyedihkan mengetahui bahwa orang-
orang ini sebenarnya pria dan wanita dewasa. Jika Rose tidak segera
desyrindah.blogspot.com

melakukan sesuatu, mereka akan segera lenyap dari muka bumi.


Di sebelah panggung, ada sebuah patung—sama dengan yang tadi
ditunjukkan oleh Cosmo kepadanya sewaktu di kedai makan. Di atas
lempengan batu, berdiri sosok emas seoranggadis cantik dalam balutan
gaun pesta mewah, selempang perunggu tersampir menyamping di
dadanya. Patung itu baru saja dipoles sehingga tampak baru, tetapi
sosok tersebut berpakaian seperti seseorang dari awal tahun 1900-an.
Di sekeliling landasannya, terdapat semak besar, ledakan liar berwarna
hijau dengan bunga-bunga ungu yang merekah di setiap batang.
“Siapa itu?” Rose bertanya lirih supaya pekerja di dekatnya tidak
mendengar. “Apakah ....”
“Benar,” balas Cosmo berbisik. “Sang Marchesa sewaktu dia menjadi
ratu kecantikan berusia enam belas tahun.”
“Seisi kota pasti sangat memujanya sampai-sampai memajang
sesuatu yang begitu ... permanen.” Aroma parfum lemon berempah
menguar ke dalam kereta saat Cosmo mendorongnya melewati patung
dan bunga-bunga dekoratifnya. Ayah Rose, Albert, pasti bisa mengenali
nama bunga itu—dia pakar mengidentifikasi tanaman, baik yang biasa
maupun yang magis—tetapi sang ayah berada jauh bersama yang lain,
dan memikirkan Albert hanya membuat Rose semakin merindukan
rumah.
Cosmo mendengkus. “Bukan kota yang memasang patung itu,
melainkan sang Marchesa sendiri!” Dia menghela napas. “Tapi, kurasa
kami semua hanya mengikutinya saja, jadi ini salah kami juga. Dan,
lihat—kita sudah sampai.”
Di seberang jalan, di samping balai kota, berdirilah sebuah benteng.
Mansion tiga lantai dari bata merah itu berdiri hampir setinggi
menara jam. Atapnya yang meruncing ditutupi sirap hitam yang sudah
desyrindah.blogspot.com

compang-camping, dan semua jendelanya ditutupi tirai yang


menguning. Sebuah tembok tinggi mengelilinginya dengan paku besi
hitam, dan gerbang di depan dilingkari rantai setebal pergelangan
tangan Rose, dikunci dengan gembok besar. Rumah sang Marchesa
tampak tidak tertembus, semacam tempat untuk bersembunyi jika
segerombol pasukan mendatangimu.
Cosmo mendorong kereta sampai berhenti di depan gerbang, di
sebelah kotak panggilan putih. Sesaat kemudian dia muncul sambil
membungkuk di atas Rose, menempelkan jari di bibir. Sang Anjing
pergi ke balik dinding, merunduk keluar dari pandangan. Kemudian,
Cosmo menekan bel.
Rose menyibak selubung sedikit supaya dia bisa melihat dengan
lebih jelas. Di balik gerbang depan, ada jembatan tarik yang terangkat
sebagian, dan di antara jembatan tarik serta gerbang terdapat
bentangan air payau gelap—parit.
Bagaimana Rose bisa masuk hanya dengan bantuan Cosmo dan
sang Anjing?
“Coba lagi,” bisik sang Anjing.
Cosmo menekan bel interkom dan menahannya, membiarkan
dengung menjengkelkan terus terdengar sampai pengeras suara
akhirnya berderak menyala.
“Ya, Cosmo, apa maumu?” Suara sang Marchesa terdengar jengkel—
yang bisa dimaklumi, berhubung Cosmo masih menekan bel.
“Lepaskan tombolnya!”
“Sori!” pekik Cosmo, lalu mundur selangkah, menubruk kereta bayi.
“Siapa yang kau bawa? Kau membawa anakku ke sini?” Pada saat
itulah Rose melihat kamera di atas bel, lensanya mengarah langsung
kepada mereka.
“Tidak, Marchesa! Emma masih di perpustakaan. Aku hanya
mengantar si gadis Broomenthal pulang.” Cosmo melepas topi dan
desyrindah.blogspot.com

mendekapnya di dada. “Eh, omong-omong, Ms. Hedda Penny


mengirimku untuk mencari orang asing misterius ini. Bagaimana kalau
kau memberiku wawancara sehingga kami dapat membantu
menyebarkan berita?”
Pengeras suaranya berderak-derak. “Ide bagus, Cosmo! Aku agak
sibuk saat ini, tapi ayo kita makan siang—meski sudah terlambat—di
Silver Spoon, dan aku bisa menceritakan kepadamu tentang kedua
berandalan itu.”
“Baiklah, Marchesa!” Cosmo memasang topinya lagi, kemudian
memiringkan ujung kamera. “Sampai jumpa di sana.”
Kereta bayi terguncang-guncang saat Cosmo mendorong Rose
menjauh dari mansion Marchesa. “Wartawan junior atau bukan,”
bisiknya, “aku hebat dalam membujuk orang membatukkan rahasia-
rahasia mereka. Baru minggu lalu, aku membuat Nancy Renaldo
membocorkan sampo apa yang dikenakannya. Aku berani bertaruh,
membuat sang Marchesa buka suara tidak sampai separuh
kerepotannya.”
“Kau tampak yakin kepada diri sendiri,” sang Anjing berbisik saat
mereka menyelinap melewati pekerja bangunan anak-anak. “Tapi,
kalau-kalau dia tidak buka suara, aku dan Rose akan mengikuti sang
Marchesa pulang dari pertemuan rahasiamu dan menyelinap ke dalam
begitu gerbangnya terbuka.”
Cosmo tertawa. “Kedengarannya rencana cadangan yang bagus!”
Mereka mencapai kedai Silver Spoon di sudut sebelah timur laut
alun-alun. Cosmo mendorong Rose tepat ke pintu kaca, berhenti tiba-
tiba.
“Astaga, lihat itu!” katanya.
Rose mencondongkan tubuh ke depan dan hanya bisa melihat
penanda di jendela.
desyrindah.blogspot.com

DICARI: JURU MASAK!


“Aku penasaran apa yang terjadi kepada Jumpin’ Jimmy,” Cosmo
merenung keras-keras. “Oh, yah, itu bagus buat kita!”
“Bagaimana mungkin ini bagus?” tanya Rose.
Wajah berseri-seri Cosmo ditundukkan. “Karena kau butuh dapur,
Nak, dan sekarang kita punya dapur. Setelah mengetahui mantra apa
yang digunakan sang Marchesa, kau bisa menggunakan Silver Spoon
untuk membuat penawarnya!”
Sang Anjing menggeram. “Sebenarnya itu adalah saran yang bagus,
Rosemary.”
“Ayo kita masuk dan cari tahu soal pekerjaan ini,” kata Cosmo.
Disenggolnya pintu ayun kaca hingga terbuka, lalu didorongnya kereta
bayi ke dalam.
Mereka baru setengah jalan melewati pintu ketika suara seorang
wanita yang melengking terdengar, “Halo, Sayang! Aku senang
akhirnya kau tiba! Mari kita mulai!”
Itu sang Marchesa.[]
desyrindah.blogspot.com
Bab 10

Sup Ayam-Ayaman Karet untuk Jiwa

K
“ ok dia bisa kemari secepat itu?” Rose mendesis dari dalam kereta
bayi.
Meskipun mereka baru meninggalkan sang Marchesa di mansionnya
di sisi seberang alun-alun, entah bagaimana wanita itu tiba di restoran
lebih dulu. Dia telah menempati sebuah bilik di belakang kedai yang
kosong. Waktu makan siang telah berlalu dan tidak ada orang lain di
sana. Dia mungkin bisa mendengar semuanya.
“Dia selalu muncul entah dari mana,” gumam Cosmo dari balik
tangan. “Tidak ada yang tahu caranya.”
Marchesa melambaikan tangan dengan kuku yang dicat merah. “Aku
tidak punya waktu seharian!”
“Sebentar lagi aku akan bergabung denganmu!” Cosmo mendorong
kereta bayi sepenuhnya melewati pintu. “Ada yang perlu kubicarakan
dengan Silver lebih dulu!”
Dari dalam kereta bayi, Rose melihat sang Marchesa memalingkan
wajah ke arah jendela. “Cepat—sebelum dia sempat melihat Anjing!”
Cosmo bergegas mendorong kereta ke sudut konter dan ke luar
jangkauan penglihatan. “Hei, Silver!” panggilnya saat mereka sudah
memutar. “Aku baru melihat tanda lowonganmu—apa yang terjadi
kepada Jumpin’ Jimmy?”
desyrindah.blogspot.com

“Aw, dia berhenti,” jawab suara seorang anak lelaki. “Serbuan jam
makan siang pada Hari Warisan dirasanya terlalu berat. Dia bilang dia
sudah terlalu tua untuk ini, lalu merangkak keluar dari sini. Dan,
sekarang aku kekurangan pegawai!”
Cosmo membalik arah kereta, dan mendadak Rose bisa melihat
wajah Silver melalui selubung. Usianya mungkin baru tujuh tahun,
tetapi ekspresi lelahnya tampak sesuai di wajah keriput Balthazar. Ada
lingkaran-lingkaran gelap di bawah mata biru berairnya, dan rambut
putihnya dipangkas pendek ke kulit kepalanya.
“Mujur memang tidak dapat ditolak!” seru Cosmo.“Aku di sini!”
Silver menyipitkan mata. “Kukira kau bekerja untukBugle.”
Cosmo melambai mengabaikan gagasan itu. “Tidak lagi! Aku sudah
bekerja di sana begitu lama dan Ms. Penny tidak pernah
mempromosikanku dari posisi wartawan junior. Aku menjadi semakin
muda untuk menyia-nyiakan waktu di tempat diriku tidak diinginkan.”
“Ada apa dengan anjing kampung kotor yang mengikutimu
berkeliling ini? Dia tidak boleh masuk ke sini. Kita punya aturan
kesehatan.”
Sang Anjing menggeram, dan Cosmo pun berjongkok lalu merangkul
tubuh sang Anjing yang berkerak lumpur. “Lester ini hewan
pendampingku. Setiap kali aku sedih, aku hanya perlu memeluknya
dan dia mengembalikan semangatku. Ya, ‘kan, Nak?” Sang Anjing
mendesah, tetapi mencondongkan tubuh ke pelukan Cosmo dan
menggoyang-goyangkan ekor.
“Lalu, bayi itu?” tanya Silver. Dia mencoba mengintip ke dalam
kereta bayi, tetapi tidak cukup tinggi untuk melihat ke dalam.
“Ini koki klan Broomenthal,” Cosmo menerangkan. “Dia memasak
semua hidangan untuk seluruh anggota sirkus, dan dia setuju untuk
menjadi mentor memasakku.”
desyrindah.blogspot.com

Dari seberang kedai makan, sang Marchesa berseru, “Silver, aku


lapar!”
“Sebentar lagi, Marchesa!” teriak Silver. Disekanya peluh gugup dari
dahinya, kemudian diarahkannya jempol ke pintu ayun dapur. “Kurasa
kau diterima. Sang Marchesa memesan sup ayam dan roti tongkat.
Supnya sedang dididihkan di belakang sana, tapi aku belum
memasukkan rotinya ke oven.”
“Beres, Bos!” kata Cosmo, mendorong Rose ke dapur.
“Pastikan saja anjingmu mandi sebelum dia menyebarkan kutu ke
pai maple,” kata Silver letih.
Pintu dapur terayun menutup di belakang mereka dan Rose
mengembuskan napas yang tidak sadar telah ditahannya.
“Situasi sudah aman,” Cosmo mengumumkan. “Kau boleh keluar
sekarang.”
Rose menendangkan kakinya dan kereta bayi itu terguling
menyamping, menjatuhkannya ke karpet karet di lantai dapur.
“Yeah, kita bakal harus bertahan pada cerita bahwa kau badut-nya
Broomenthal,” kata Cosmo seraya mengangkat tangan tanda
menyerah. “Tak ada yang bakal percaya kau pemain akrobat.”
“Akan kucoba untuk menjadi lebih anggun lain kali,” Rose berkata.
Dapurnya tidak besar, tetapi lumayanlah. Panci baja bernoda
mendidih di atas kompor di sebelah panggangan datar besar tempat
burger dan panekuk dibuat. Piring kotor tertumpuk goyah di bak cuci
dan kulkas lebar terbuka setengah, seolah siapa pun yang memasak
telah pergi dengan terburu-buru. Yang paling penting bagi Rose, ada
dua oven dinding besar, dan di atas meja persiapan di tengah ruangan,
terdapat adonan roti tawar panjang serta tipis yang dibiarkan
mengembang.
Seraya menggemeretakkan buku-buku jemarinya, Rose berkata, A“ ku
desyrindah.blogspot.com

bisa bekerja dengan ini.”


Sang Anjing berderap mendekat. “Senang mendengarnya.” Bulunya
tiba-tiba kembali ke warna putih kelabunya yang bersih.
Cosmo menaruh ransel Rose di tengah meja persiapan. “Nah,
bagaimana kau bisa membersihkan diri secepat itu?”
Sang Anjing meletakkan kedua tapaknya di atas meja dan
mengendus adonan roti. “Temanmu Silver benar, seekor anjing yang
kotor terlalu tidak higienis untuk berada di dapur.”
“Dia kan makhluk sihir,” terang Rose, mencondongkan tubuh dan
mengintip melalui celah terbuka ke ruang makan. Silver berada di dekat
bilik Marchesa, berbicara dengan penuh semangat.
Kembali ke meja persiapan, Rose membuka ritsleting ransel merah
dan membongkar isinya. Tak satu pun benda yang dibawanya tampak
ada gunanya. Jam pasir dari ibunya memang indah, tetapi Rose tidak
perlu menghitung waktu. Kacamata Jacques terlalu kecil untuk muat di
hidung Rose. Kaleng susu kosong dari Leigh sekarang hanya sampah
berantakan. Celemek ayahnya ....
Rose membentangkannya. Jika dia hendak memasak, sebaiknya dia
menggunakan celemek. Mungkin setelah kain itu dililitkan di bahunya
dan diikatkan di pinggangnya, celemek dari Albert akan memberinya
kenyamanan.
Sang Anjing dan Cosmo yang tadi sibuk menginspeksi dapur, kini
menoleh kembali dan mendapati Rose baru selesai mengikat celemek.
Keduanya mengerjap terkejut.
“Ke mana dia pergi?” Cosmo bertanya, mengedarkan pandangan
dengan kalut.
“Halo?” kata Rose sambil melambai. A “ ku ada di sini.”
Cosmo menoleh ke arah sumber suara, tetapi tepat saat mata
desyrindah.blogspot.com

pemuda itu tertuju ke arahnya, mereka mendadak tergelincir ke


samping. “Eh, Rose?” tanya pemuda itu. “Di mana kau, tepatnya?”
Sang Anjing mengangkat moncong dan mengendus-endus, lalu
mengikuti penciumannya melintasi karpet karet ke sepatu Rose. “Dia
ada di sini, Cosmo. Di balik celemek jelek supernatural ini.”
Rose menunduk memandangi dirinya sendiri. Dia rasa celemek itu
memang lumayan jelek. Kainnya dilapisi garis-garis radioaktif hijau dan
neon ungu, berceceran cokelat lumpur dan hitam tinta, dihiasi bintik-
bintik kuning moster, dan noda-noda lain yang lebih buruk. Dalam
cahaya lilin redup ketika dia menerima Hadiah dari Orang-Orang Ter-
kasih, celemek yang sangat bernoda itu terlihat seperti terbuat dari
bahan kamuflase. Namun, di bawah cahaya lampu neon terang di
dapur, noda-noda tersebut tampak begitu jelek sampai-sampai Rose
tidak bisa melihatnya lebih dari satu waktu tanpa membuat matanya
perih.
Cosmo membersihkan kacamata dengan kemejanya, lalu
memasangkan kacamata itu kembali ke hidungnya. “Setiap kali aku
mencoba memandangmu baik-baik, Rose, yang kulihat hanyalah
benda mengerikan itu dan aku mengalihkan pandangan sebelum
menyadari apa yang telah kulakukan.”
“Biar kubalik dulu.” Rose meloloskan celemek melewati kepala dan
membaliknya. Dia tidak terlalu senang dengan adanya sisi bernoda
yang menempel di pakaiannya, tetapi setidaknya bagian yang bersih
kini menghadap ke luar.
“Jauh lebih baik,” kata Cosmo sambil tersenyum. “Sebaiknya, aku
duduk bersama sang Marchesa sebelum dia mulai curiga. Aku akan
membuatnya menumpahkan rahasianya sebelum roti itu selesai
dipanggang.”
Rose bertukar pandang skeptis dengan sang Anjing. “Tentu, lakukan
desyrindah.blogspot.com

saja. Kami akan menyelesaikan membuat makan siangnya.”


Cosmo mengangkat ujung topi fedoranya, kemudian melenggang
keluar dari pintu ayun.
Rose memandangi panci sup yang mendidih dan adonan roti dengan
tak berdaya. “Aku tahu Cosmo bermaksud baik, tapi aku punya firasat
sang Marchesa tidak bakal membocorkan rahasia apa pun kepadanya.
Marchesa terlalu pintar untuk itu.”
“Setuju,” kata sang Anjing. “Sekarang terserah kepadamu:
Bagaimana kau akan menemukan mantra yang digunakan wanita itu
untuk mengutuk kota?”
Rose berpikir sejenak. “Mungkin aku bisa menambahkan sesuatu ke
roti tongkatnya, sesuatu yang akan memaksa sang Marchesa untuk
menurunkan pertahanannya. Tapi, semua resep yang bisa kupikirkan
memiliki bahan yang harus ditambahkan sebelum adonan diuleni.”
“Sudah terlambat untuk itu, Rosemary,” kata sang Anjing sambil
mendengus. “Sang Marchesa akan pergi kalau makanannya terlalu
lama datang, dan tidak ada waktu untuk membuat adonan roti baru.”
“Aku tahu itu, oke?” Rose berkata, menyebar Hadiah dari Orang-
Orang Terkasih. Dia mengambil30 Menit Sihir Lily dan membuka-buka
halamannya. “Kita perlu melakukan sesuatu dengan supnya. Orang
akan mengira Bibi Lily memiliki resep mendasar seperti sup dalam
buku masak tiga puluh menit.”
Sambil mendesah, Rose memasukkan buku masak ke ransel dan
kepala ayam kuning dari Sage menyembul lunglai.
Sage. Andai adik lelakinya ada di sini, dia akan meringankan
suasana sehingga Rose bisa berpikir lebih jernih. Rose mengacungkan
properti komedi lunglai itu dan, dalam suara mencicit, berkata,
“Kenapa ayam-ayaman karet menyeberang jalan? Dia ingin
meregangkan kakinya!”
Sang Anjing tidak tertawa. Sebagai gantinya, ekornya mengibas-
desyrindah.blogspot.com

ngibas dengan sengit. “Kau sudah menemukan solusinya, Rosemary


Bliss! Dulu, salah satu dari Marx Bersaudara yang tidak terlalu terkenal,
Gecko, mendapat bantuan dari seorang Bliss. Wanita Bliss itu
menggunakan ayam-ayaman karet di salah satu resep untuk
memastikan penonton merespons lawakan Gecko.”
“Siapa Marx Bersaudara?” Rose bertanya.
Namun, sang Anjing mengabaikannya. Seperti yang terjadi di kantor
Emma, mata anjing itu berkaca-kaca dan dia mematung. Ketika
berbicara lagi, suaranya memperdengarkan dengungan yang bergaung
sampai ke dalam kepala Rose.
“Sup Ayam-Ayaman Karet,” lantun sang Anjing, “Untuk
Menghangatkan Jiwa dan Meningkatkan Kegembiraan.
“Waktu itu tahun 1929 di New York City, New York, ketika Marx
Bersaudara paling muda, Gecko, memutuskan tidak mau lagi hidup
dalam bayang-bayang saudara bintang komedinya yang lain. Suatu
malam, dia naik ke panggung sebagai aksi pembuka untuk rombongan
vaudeville3. Setiap lawakan melempem, yang satu lebih buruk daripada
lawakan sebelumnya, dan para penonton duduk dengan wajah datar
sampai akhirnya Gecko dihadiahi, bukan tepuk tangan meriah,
melainkan dengkuran.
“Salah satu penonton yang berhasil tetap terjaga adalah Philomena
Bliss, seorang gadis pesolek terkenal, penggemar komedi, sekaligus
koki. Penampilan Gecko juga membuat darahnya membeku. Tapi, dia
merasa kasihan kepada tim vaudeville yang harus tampil setelah Gecko
malam itu. Dia tahu menghibur penonton saja sudah cukup sulit, tapi
harus membangunkan audiens itu terlebih dulu? Itu tugas yang terlalu
berat bagi penampil mana pun.
“Malam berikutnya, Philomena mengikatkan celemek menutupi
kalung mutiara panjangnya dan menyelipkan rambut bobnya ke jala
rambut, mengambil alih dapur klub malam untuk menyiapkan menu
desyrindah.blogspot.com

yang dirancangnya sendiri—Sup Ayam-Ayaman Karet. GRATIS BAGI YANG


PUNYA TIKET! begitu tulisan di spanduk, dan dengan demikian supnya
disajikan kepada setiap anggota hadirin malam itu, dan mereka semua
merasakan kehangatan yang membahagiakan dalam perut masing-
masing.
“Kehangatan itu memunculkan tawa saat Gecko menampilkan
lawakan payahnya. Orang-orang tergelak begitu keras sampai-sampai
pada saat Gecko meninggalkan panggung, penonton berada dalam
suasana hati bagus sehingga seluruh pertunjukan lain sukses dengan
meriah.
“Sialnya, kekuatan sup itu merasuk ke kepala Gecko, dan dia
mencoba menampilkan lawakan solo. Setelah beberapa pertunjukan
yang berakhir dengan ejekan dan lemparan tomat, dia meninggalkan
bisnis pertunjukan selamanya dan menjadi tenaga penjual asuransi.
Philomena Bliss, penyuka komedi, menganggap ini sebuah kesuksesan
—berhubung tidak ada cukup ayam-ayaman karet di dunia untuk mem-
buat Gecko menjadi lucu, dan karena Gecko menjual rencana asuransi
yang terjangkau kepadanya.”
Mata sang Anjing tidak lagi berkaca-kaca dan dia mendongak
menatap Rose dengan penuhharap.
“Oke,” Rose berkata, mencoba memikirkan cara agar resep itu
menguntungkan dirinya, “Jadi …, maksudmu kalau kita membuat Sup
Ayam-Ayaman Karet ini, kita akan membuat Marchesa memiliki
suasana hati yang baik? Kemudian, dia akan sangat bahagia sampai-
sampai memberi tahu kita mantranya?”
Sang Anjing mendengus. “Harapanku adalah, kalau kau bisa
membuatnya tertawa tak terkendali, kita bisa mengikuti suaranya berkat
pendengaran anjingku yang luar biasa. Dengan cara ini, kita bisa
melacaknya begitu dia meninggalkan Silver Spoon dan menemukan
pintu masuk rahasia ke rumahnya—tidak ada cara lain dia bisa men-
desyrindah.blogspot.com

capai restoran ini sebelum kita tanpa kita melihatnya. Kecuali dia punya
jalan keluar masuk rahasia.”
“Dan begitu kita sampai di sana, kita bisa menemukan dapurnya,”
Rose berkata sambil mengangguk, “dan mencari tahu mantra apa yang
dia gunakan.” Panci sup itu sudah penuh dengan mi, wortel, seledri,
dan bawang yang mendidih dalam kaldu ayam. Rose mengambil
ayam-ayaman karet adiknya seraya berkata, “Kau berikutnya, Bertha,”
dan menjatuhkannya ke dalam panci.
Desisan bernada tinggi terdengar dari panci saat properti komedi itu
tercebur. Ayam-ayaman karet itu menggembung seperti balon,
sayapnya menyembul dan lehernya memanjang. Akhirnya, kepalanya
membengkak. Desisan berhenti ketika suara yang sumbang memekik,
“La, la, laaaa—aku telah kembali!”
Paruh kuning ayam karet itu mengambul naik turun. “Aku terbang
jauh-jauh ke sini, dan astaga, sayapku lelah!” Ayam itu berenang-
renang di sup seolah itu bak mandi air panas pribadinya. Bersama
setiap percikan kaki karetnya, terdengar tawa terbahak-bahak di
kerumunan yang jauh.
“Oh, astaga,” Rose menggumam. “Sekarang, aku tahu dari mana
Sage mendapatkan materi leluconnya.”
“Halo, Kawan!” kuak si ayam begitu melihat Rose. “Pertanyaan
untukmu. Di pohon macam apa seekor ayam karet tumbuh?”
“Ayam tidak—” Rose mulai menjawab.
“Aku tahu jawabannya!” sang Anjing menyalak. “Poultry, Poultree!”
Poultry berarti unggas.
“Salah!” pekik Bertha. “Ya pohon karetlah! Aku kan terbuat dari
karet merek ACME!” Tawa yang menggelegak dari panci meliar, seolah
penonton tak kasatmatanya sampai terjengkang dari kursi masing-
masing.
desyrindah.blogspot.com

Rose dan sang Anjing sama-sama mengerang.


“Ayam ini sangat menjengkelkan,” gerutu sang Anjing.
“Begitu juga adikku, Sage,” renung Rose. “Bagaimana kalau sang
Marchesa adalah tipe orang yang tertawa sangat pelan? Kau tahulah—”
Rose menutup mulutnya dan dengan sopan terkikik. “Bagaimana kita
bakal bisa mengikuti tawanya?”
“Aku paham maksudmu.” Sang Anjing menaruh tapak depannya
pada meja persiapan dan menyundul buku masak Lily. “Apa ada ide di
dalam buku mentereng bibimu ini?”
Rose membuka buku itu hingga foto Lily yang mengenakan sayap
kupu-kupu putih terlihat, di bawah judul BUMBU DEBU PERI. “Kita
membutuhkan sesuatu yang dapat mengubah tawa itu menjadi jejak
yang bisa kita ikuti.” Dia memindai resep, yang hanya berupa
campuran oregano, bubuk bawang putih, dan rosemary, tetapi
deskripsinya menjanjikan bahwa itu “Menambahkan sedikit sihir
kepada hidangan gurih mana pun!” Yang membuat Rose teringat
kepada bahan ajaib sungguhan.
“Debu Peri!” Dia merogoh ransel dan menemukan botol hijau
AllSpyce milik Balthazar. “Seharusnya ini meninggalkan jejak
berkilauan. Ibuku pernah menggunakannya untuk Smores Petak Umpet
saat kami pergi ke perkemahan musim panas. Kalau ada anak yang
tersesat di hutan, kami tinggal mengikuti jejaknya dan menemukan
mereka!”
“Ide bagus!” kata sang Anjing. “Tambahkan bahan itu, lalu sebaiknya
kita memanggang rotinya. Sang Marchesa menunggu pesanannya.”
Rose menaburkan sejumput AllSpyce di panci. Serpihan-serpihan itu
bertransformasi menjadi bintik-bintik emas dan perak yang, ketika
mendarat di atas sup yang mendidih, meletus dalam semburat kecil.
Percikan seperti kembang api miniatur mengalir keluar dari panci, dan
desyrindah.blogspot.com

paruh Bertha ternganga. “Oooh, hebat! Pertunjukan cahaya, khusus


untukku!”
“Kau, diamlah,” kata sang Anjing. “Terus saja bergerak dan campur
bahan itu ke dalam sup.”
Sementara Bertha mengaduk AllSpyce ke dalam sup, Rose
memasukkan roti tongkat ke oven. Segera saja aroma hangat roti
panggang memenuhi dapur.
Roti itu selesai hanya dalam beberapa menit—yang menguntungkan
karena melalui jendela saji, Rose dapat melihat Marchesa melirik ke
sekeliling dengan jengkel.
Rose menghampiri panci sup dan mendorong Bertha ke samping
dengan sendok kayu sehingga dia bisa melihat kaldunya sendiri.
“Kenapa supnya tidak berubah warna atau semacamnya? Apa aku
salah tentang Debu Peri-nya?”
“Matamu perlu diperiksa,” kuak Bertha. Dia menekankan sayap
karetnya ke bagian atas panci, kemudian mengangkat dirinya ke
samping. Meneteskan sup ke mana-mana, ayam-ayaman karet itu
menyeret tubuhnya di atas meja menuju handuk, dan bergegas
berguling di atasnya untuk mengeringkan diri. “Sekarang supnya
bercahaya. Kau yakin tidak butuh pakai kacamata?”
Rose tak punya waktu untuk berdebat dengan ayam-ayaman karet.
Dia menyendok sup ke dalam mangkuk dan meletakkannya di atas
nampan bundar bersama dengan salah satu roti hangat yang baru
dipanggang.
Tepat saat dia meletakkan nampan di konter jendela saji, Cosmo
bergegas menghampiri. “Sang Marchesa terkunci rapat seperti brankas
bank,” bisiknya, menelusurkan jari di balik kerahnya. “Aku benar-benar
berharap kau mendapatkan sesuatu, Rose.”
“Mungkin,” Rose berkata, tidak ingin mendatangkan sial bagi
desyrindah.blogspot.com

resepnya. “Antarkan saja sup itu kepadanya.”


Cosmo mengangguk, pergi membawa nampan. Rose mengintip dari
balik jendela saji, menyaksikan Marchesa menyelipkan serbet kain ke
kerah tinggi blusnya dan mulai menyeruput sup ayam karet itu.
Jika Bertha memberi cita rasa karet pada sup, sang Marchesa
sepertinya tidak memperhatikan. Dia menikmati hidangannya dengan
penuh semangat, makan seolah dia sudah kelaparan berhari-hari.
Seolah dia belum pernah mencicipi sup seumur hidupnya. Roti tongkat
itu dicelupkan ke kaldu, dan dia tersenyum bersama setiap gigitannya.
“Jadi, bagaimana rasaku?” kuak Bertha.
Rose menyuruh si ayam-ayaman karet diam.
Ekor sang Anjing mengibas-ngibas memukul kaki Rose. “Apakah
sihirnya bekerja, Rosemary?”
Rose mengamati ketika sang Marchesa selesai makan, menotol-notol
sudut mulut dengan serbet dan mendorong mangkuk sup kosong ke
samping. Dia meninggalkan beberapa lembar uang kertas di atas meja,
mengambil mantelnya, lalu berdiri. Seulas senyum merekah di
wajahnya, lalu seluruh tubuhnya tersentak dan dia cegukan. Atau, lebih
tepatnya, dia cegukan kemudian tertawa—serangkaian suara menge-
jutkan dan tiba-tiba yang menurut Rose menakutkan.
Rose menyangka akan melihat sesuatu keluar dari mulut wanita itu—
kilau emas, mungkin. Namun, bahkan ketika Marchesa beserdawa lagi
—tawa terbahak keras kali ini—tidak ada Debu Peri yang muncul.
“Maaf,” kata Marchesa, meski tidak kepada seseorang secara khusus.
Dia mengancingkan mantelnya.
“Aku tidak lihat apa-apa,” kata Rose, panik.
“Kan sudah kubilang,” kuak Bertha, masih menyeka tubuhnya
sendiri dengan handuk di samping panci sup. “Kau butuh kacamata!
Warna kuningnya ada di mana-mana.”
“Kacamata!” seru sang Anjing. “Bukankah kau diberi kacamata
desyrindah.blogspot.com

sebagai bagian Hadiah dari Orang-Orang Terkasih-mu?”


Rose menemukan kotak kacamata kecil milik Jacques dan
mengambilnya dari meja. Ukurannya sangat kecil—secara harfiah
dibuat untuk tikus. Bahkan jika kacamata itu memungkinkannya
melihat keajaiban apa pun yang diklaim Bertha, kacamata itu tidak
akan muat di hidung Rose.
Sang Marchesa sudah bergerak, berderap cepat keluar dari pintu
depan. Rose memasukkan kacamata ke saku celana jinsnya dan
bergegas menuju pintu dapur yang berayun. “Kita tidak punya pilihan
—ikuti tawanya, Anjing. Ayo!”
Rose dan sang Anjing menghambur keluar dari dapur dan berlari
melewati Silver yang tengah menghitung uang kembalian di kasir dan
tampak kebingungan melihat mereka. Pintu kaca bergeser menutup
ketika Rose sampai di sana—sang Marchesa baru saja keluar dari
gedung, gema tawa terakhirnya masih memantul di jalan.
Namun, ketika Rose dan sang Anjing melangkah keluar ke hari
musim gugur yang cerah dan dingin, Marchesa tidak terlihat di mana-
mana.
Secepat kemunculannya di restoran, perempuan itu menghilang lagi
—dan tanpa suara tawa yang bisa diikuti, Rose tidak punya harapan
untuk mengejarnya.[]

------------------------------
3 Suatu jenis pertunjukan pusparagam yang berkembang di Amerika Utara antara 1880-an dan
1920-an. Biasanya menampilkan aksi akroba k, sulap, ahli matema ka, opera, dsb.—Wikipedia.
desyrindah.blogspot.com
Bab 11

Ikuti Jejak Uap Serdawa Kuning

Dengan muram, Rose masuk kembali ke Silver Spoon, sang Anjing


berderap di sampingnya. Sang Anjing mulai mengatakan sesuatu, tetapi
berubah pikiran di tengah kalimat. Sebagai gantinya, dia berkata,
“Ehm, guk guk,” lalu mengatupkan rahangnya rapat-rapat.
Silver berdiri di depan mereka dengan lengan disilangkan di dadanya
yang gempal.
“Eh, halo,” kata Rose sambil melambai lemah.
Pemilik kedai yang muda itu memandangnya dari atas ke bawah.
“Kalian orang sirkus benar-benar rombongan yang aneh.” Dia berbalik
dan mengelap konter kasir. “Omong-omong, senang bertemu
denganmu, Koki Broomenthal.”
“Benar,” Rose menggumam, melangkah terseret-seret melewati anak
lelaki itu. “Aku juga senang bertemu denganmu.”
Cosmo masih duduk di bilik yang tadinya ditempati Marchesa—
hanya sudah dibersihkan, dan sekarang dia mengunyah salah satu roti
tongkat lain yang telah dipanggang Rose. “Dia menghilang lagi, ya?”
Rose mengangguk dan menyelip ke dalam bilik di seberang anak lelaki
itu. “Kalau dipikir-pikir, aku bukan wartawan yang sangat baik kalau
melewatkan semua petunjuk tentang Marchesa yang memiliki sihir.
Kalau Hedda Penny memecatku, mungkin itu memang keputusan
terbaik.”
desyrindah.blogspot.com

Sang Anjing melompat ke samping Rose. “Kau ingat, ‘kan, kau tidak
pernah dipecat? Itu cuma kisah rekaan.”
Cosmo menyeka mulut dengan punggung lengan baju. “Oh, benar .”
“Benar-benar tanpa harapan,” kata Rose. Dia memandang ke luar
jendela, berharap bisa menemukan Marchesa dengan pakaian
marunnya, tetapi jalanan di luar lengang. “Aku berusaha melakukan
yang terbaik, tapi sepertinya aku butuh lebih banyak bantuan.”
“Kau punya bantuan,” jawab sang Anjing dingin. “Ayam-ayaman
karet menjengkelkan itu terus mengatakan sesuatu tentang kau butuh
kacamata. Sekarang, setelah kau tidak terburu-buru untuk melakukan
apa pun selain mengasihani diri sendiri, mungkin kau harus memeriksa
kacamata itu lagi.”
Rose meraba-raba saku, mencari kotak kacamata kecilnya. Sambil
mendekatkannya sampai ke ujung hidung, dia membuka kotak tersebut
dengan kuku dan secara berhati-hati mengeluarkan sepasang kacamata
perak bundar kecil. Kacamata tersebut begitu kecil sampai-sampai
hanya boneka plastik—atau tikus—yang bisa berharap untuk memakai-
nya. Seraya menyipitkan mata, Rose hanya bisa melihat beberapa
goresan di bagian dalam bingkai. “Sepertinya ada tulisan di sini,”
katanya.
Cosmo mengangkat tangan. “Hey ho, Silver!” panggilnya. “Kau
masih menyimpan kaca pembesar di balik kontermu? Yang kau
gunakan untuk memeriksa tagihan palsu?”
“Tentu saja!” Beberapa saat kemudian, pemilik kedai makan gemuk
itu datang membawa kaca pembesar yang dimaksud. Dia
menyerahkannya kepada Cosmo dengan sangsi. “Untuk apa kau
membutuhkannya?”
Cosmo mengedikkan ibu jari ke arah Rose. “Dia mulai rabun. Kau
tahu, ‘kan, bagaimana rasanya?”
desyrindah.blogspot.com

Rupanya, Silver memang tahu. Dia mengangguk, kemudian kembali


ke konter.
“Terima kasih,” kata Rose. Dia mengambil kaca pembesar tersebut
dan meletakkannya di atas kacamata kecil. Goresan tersebut menjadi
sangat jelas; kata-kata “Muat untuk Segala Ukuran” terukir di bingkai.
Dibacanya tulisan itu keras-keras.
Cosmo terbahak-bahak. “Apakah pembuat boneka menempatkan
tulisan itu di sana sebagai lelucon?”
Hidung basah sang Anjing menyundul siku Rose. “Kenapa tidak kau
coba dulu, Rosemary Bliss?”
Rose mengangkat bahu. Layak dicoba. Seraya menjepit kacamata di
antara kuku ibu jari dan jari telunjuk, dengan hati-hati diletakkannya
benda itu tepat di pangkal hidung. Rasanya seperti mencoba
menyeimbangkan sebutir beras.
Diiringi guncangan, kacamata itu melompat hidup. Lensa-lensanya
membesar seratus kali ukurannya, dan bingkainya tumbuh seperti
pohon buncis ajaib. Dalam waktu yang dibutuhkan Rose untuk menarik
napas, kacamata itu tumbuh dengan ukuran yang sempurna bagi Rose,
seperti yang dijanjikan oleh tulisan tadi.
Cosmo melepas kacamatanya sendiri dan mengucek-ngucek mata
tidak percaya. “Sihir memang edan!”
Rose mengabaikannya karena begitu kacamata muat-untuk-segala-
ukuran milik Jacques bertengger pas di hidungnya, dia bisa melihat
dengan jelas apa yang diocehkan oleh Bertha si ayam: kepulan emas
berkilauan di udara. Satu kepulan melayang tepat di depan wajah
Rose, tempat sang Marchesa tadi duduk. Rose menoleh, matanya
mengikuti awan-awan kecil itu. Lima gumpalan mengarah langsung ke
pintu keluar.
Rose meloloskan tangan menembus kepulan berkilauan di depannya,
desyrindah.blogspot.com

bintik-bintik emas menempel di ujung jemarinya dengan suara tawa di


kejauhan—AllSpyce-yang-berubah-jadi-Debu-Peri melekat pada uap
serdawa sup ayam-ayaman karet yang disantap Marchesa!
“Mantranya berhasil!” seru Rose girang. A “ ku melihat jejaknya!”
“Kalau begitu, kita jangan berlama-lama!” Sang Anjing melompat
keluar dari kursi bilik. “Ayo, Rosemary, kita harus bergegas!”
“Wuidih!” seru Cosmo. “Kisah kali ini semakin penuh intrik dan
drama saja.”
Awan emas serdawa berputar-putar di sekitar kepala Rose saat dia
berjalan menembusnya, gema tawa terdengar jauh di telinganya.
Awan-awan itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan menghilang,
melayang-layang di udara, dengan lembut berayun ke sana kemari.
Ketika Rose hendak meninggalkan Silver Spoon, Silver melangkah
keluar dari belakang mesin kasir dan mengadang mereka. “Kalian pikir
kalian mau ke mana? Kalian tidak bisa meninggalkanku secepat ini!”
Untungnya, Cosmo berpikir cepat. “Tentu saja tidak, Bos! Koki
Broomenthal harus pergi, dan dia mengajak anjing penuntunku
berjalan-jalan. Aku? Aku tidak pergi ke mana-mana.”
Silver menggerutu. “Baiklah. Pelanggan awal makan malam akan
segera tiba, jadi kau harus segera ke dapur dan memulai persiapan.”
“Beres, Pak Bos!” Cosmo memberi hormat lalu pergi ke dapur, Rose
dan sang Anjing mengikuti di belakangnya. Mereka memasukkan
barang-barang Rose ke ranselnya—termasuk Bertha yang mengempis
lagi karena Sage menginginkannya kembali—kemudian Cosmo
menyuruh mereka keluar lewat pintu belakang. “Cukup ketuk tiga kali
seperti ini di pintu belakang,” dia mengetukkan buku jarinya ke meja
penyiapan dari logam dalam alunan tok, tok-tok, “dan aku bakal tahu
itu kalian. Semoga berhasil!”
“Trims, Cosmo,” kata Rose, kemudian dia dan sang Anjing berjalan
ke gang di belakang dapur dan memutar menuju bagian depan Silver
desyrindah.blogspot.com

Spoon.
Awan kuning sangat besar menggeletar tepat di dekat pintu. Awan itu
tampak meledak oleh serangkaian tawa ketika Rose melewatinya. Ada
lebih banyak kepulan emas melayang di sepanjang trotoar, melewati
tepi sungai, tukang daging, dan toko bunga. Selebaran DICARI dengan
sketsa wajah Rose dan sang Anjing ada di mana-mana—ditempel pada
dinding, jendela, dan tiang lampu. Rose menunduk saat melewati
pasangan muda berusia enam tahun, berjalan bergandengan tangan.
Jejak serdawa itu membawa mereka berbelok di tikungan, menjauh
dari alun-alun kota. Rose berkonsentrasi menemukan awan emas
berikutnya, kemudian yang berikutnya, tidak berani berbicara dengan
sang Anjing kalau-kalau ada yang memperhatikan. Setelah beberapa
belokan, dia menyadari bahwa dia tidak perlu cemas lagi: tidak ada
orang lain di sekitar.
Semua bisnis di bagian Bontemps yang ini ditutup dan dipalang
papan. Meskipun bagian kota lainnya rapi dan bersih, di sini dedaunan
serta koran tua berdesir di selokan. Bangunan-bangunannya
terbengkalai, dinodai kotoran dan kesedihan. Dengan begitu banyak
warga Bontemps yang terlalu muda untuk bekerja—atau lebih buruk,
lenyap dari muka bumi—tidak ada orang yang tersisa untuk bekerja di
toko-toko ini.
Rose bergidik. Akan seberapa seram lagi tempat ini? Siapa yang tahu
ke mana awan-awan ini akan membawa mereka?
Ternyata, awan-awan emas itu mengarah ke bioskop.
Pendaran uap serdawa itu berakhir dengan tiba-tiba di loket tiket di
depan bioskop tua. Pintu-pintu teater dipaku tertutup dengan tripleks,
dan debu yang melapisi kotak pajangan poster begitu tebal sampai-
sampai Rose tidak bisa melihat apa saja film-filmnya. Loket tiket ditutup
desyrindah.blogspot.com

kerai, sebuah tanda TUTUP merah tergantung miring di jendela.


Rose menjulurkan kepala. Kanopinya kotor dan menguning. Huruf-
huruf hitamnya terbaca SEDANG TAYANG: ROD TAYLOR DI THE TIME
MACHINE.
“Aku belum pernah mendengar yang satu itu,” kata Rose.
Sang Anjing mendongak, kemudian berkata, “Tidak buruk, kok, tapi
lawas.”
Rose mengitari bilik loket, mati-matian mencari jalan masuk ke teater
yang tertutup. “Aku tidak melihat jejaknya lagi,” katanya, suaranya
gemetar. “Awan emasnya berhenti di sini. Bagaimana kalau kita terlalu
lambat dan mantranya memudar?”
“Kau masih melihat jejak di belakang kita?”
Rose menoleh kembali ke seberang jalan. Melalui kacamata ajaib
Jacques, dia melihat segaris panjang awan kecil berwarna moster
meliuk-liuk di jalan. “Yeah, masih.”
“Kalau begitu, pasti ada sesuatu di sini.” Sang Anjing mengendus-
endus di sekitar dasar loket tiket. “Bantu aku mencari.”
“Lihat!” Rose menunjuk ke beton di dekat pintu loket tiket. Lapisan
tipis debu di trotoar telah terusik, meskipun sulit untuk melihat dalam
keremangan.
Pintunya telah dibuka.
“Penglihatan yang tajam, Rosemary!” kata sang Anjing, ekornya
mengibas-ngibas. “Barangkali kau memang perlu pakai kacamata.”
Gagang pintunya macet ketika Rose mencoba memutarnya, tetapi
diiringi geraman pengerahan tenaga, dia berhasil membukanya. Rose
dan sang Anjing melompat mundur.
Di dalam loket tiket, Rose berharap melihat bangku dan meja konter,
bahkan mungkin mesin kasir tua. Namun, di balik jendela-jendela yang
tertutup kerai, bilik tersebut kosong—tak ada apa pun di dalamnya,
bahkan tidak ada lantai. Sebagai gantinya, ada undakan teratas dari
desyrindah.blogspot.com

tangga yang berputar turun ke dalam kegelapan di bawah bioskop.


Namun, Rose melihat banyak sinar melalui kacamata khusus
Jacques. Awan emas serdawa melayang di atas ruang tangga terbuka,
dan di bawahnya terdapat beberapa kepulan yang berkelap-kelip
seperti kunang-kunang menuju kedalaman.
“Terowongan rahasia!” seru sang Anjing. “Misterinya semakin rumit
saja.”
Rose menelan ludah dan menyesuaikan letak ransel di pundaknya.
Kelihatannya sangat berbahaya untuk turun sementara dia tidak tahu
ke mana tangga itu menuju, tetapi dia dan sang Anjing sudah sampai
sejauh ini. Dia berharap Gus dan Jacques ada di sana untuk mengintai
di depan—tidak ada mahkluk yang lebih baik, yang dengan berani
akan menyelinap memasuki ruangan-ruangan tanpa terlihat.
Namun, kini semua tergantung Rose. Seraya menguatkan diri, Rose
pun menuruni tangga. Sang Anjing melangkah tanpa suara di
belakangnya.
Tangga itu pendek, dan Rose dengan cepat mendapati dirinya dalam
semacam terowongan. Lampu kuning redup menjuntai dari langit-langit
bundar, dan lempengan kayu menopang dinding beton, seperti
penyangga di poros tambang. Udara dingin dan apak bertiup melewati
Rose saat dia melangkah ke genangan dangkal. “Iyuh,” katanya. Poster-
poster tua memudar—dari film dan Sirkus Broomenthal dan
pertunjukan sulap—ditempelkan ke dinding.
“Tempat apa ini?” Rose berbisik, meskipun dari kesunyian tempat itu,
sudah jelas tidak ada orang lain di dekatnya.
“Kelihatannya sang Marchesa punya jaringan bawah tanah rahasia.
Begitulah caranya muncul dan menghilang secara ajaib di sekitar kota.”
Sang Anjing mengendus-endus tanah yang kotor. “Kau masih bisa
desyrindah.blogspot.com

melihat jejaknya?”
“Lewat sini.” Rose mengikuti pendaran awan emas, menelusuri jalur
yang diambil sang Marchesa. Untung saja mereka menambahkan Debu
Peri karena terowongan itu menuju labirin lorong gelap yang bercabang
ke segala arah. Jika hanya sang Marchesa yang tahu tentang tero-
wongan akses ini, dia pasti bisa pergi ke mana saja di Bontemps tanpa
disadari satu pun penduduknya.
Rose mengabaikan terowongan lain dan mengikuti penanda kuning
melayang-layang dan merasa lega ketika jalur itu akhirnya berhenti di
sebuah pintu besi kokoh yang dibangun ke dinding beton.
Pintunya tidak dikunci dan ketika dibuka, memperdengarkan derit
berat. Di dalamnya, ada tumpukan peti dan rak kayu reyot berdebu,
serta satu awan kuning besar—Marchesa pasti telah mengeluarkan
serdawa raksasa begitu sampai di sini. Awan menghilang, bintik-bintik
emas saling menjauh dan menghujan turun ke tanah.
Jejaknya memudar.
“Kita harus bergegas,” katar Rose, berpacu memasuki ruangan.
“Jejaknya menghilang!”
Satu-satunya cahaya di ruangan itu berasal dari Peri Debu yang
dengan cepat memudar, tetapi kemudian sang Anjing menyenggol sisi
tubuh Rose, dan gadis itu meletakkan tangannya di bulu putih lembut
kepala sang Anjing, dan spirit itu menuntunnya melewati kegelapan ke
dasar sebuah tangga kayu. Cahaya terakhir dari jejak Debu Peri
mengarah ke atas.
“Kurasa kita ada di ruang bawah tanah,” bisik Rose. “Apakah
menurutmu kita ada di kediaman sang Marchesa?”
“Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya,” sang Anjing balas
berbisik.
Rose mengangguk dan, diiringi tarikan napas dalam, dia menaiki
tangga. Dia membuka pintu dan melongok ke luar—
desyrindah.blogspot.com

—ke koridor kayu panjang. Radiator menggetarkan dinding di


dekatnya, tetapi tidak terdengar langkah kaki ataupun suara. Ada
sebuah meja sempit tepat di seberang pintu ruang bawah tanah, di
atasnya tergantung foto hitam putih sang Marchesa dalam bingkai emas
mewah. Kelihatannya seperti foto wajah seorang bintang film, lengkap
dengan tanda tangan di sudutnya: Untukku, Diriku, dan Aku. Selalu
Penuh Cinta, sang Marchesa. XOXO
Kepulan dandelion terakhir dari jejak serdawa itu mengarah ke
koridor di sebelah kiri, mengitari sudut tangga besar yang berdiri di
seberang pintu depan. Sang Marchesa melewati koridor ini dan pergi ke
lantai atas.
Ini memang rumahnya.
Rose menempelkan jari di bibir dan, bersama-sama, dia dan sang
Anjing memasuki koridor. Berhubung jejak Marchesa mengarah ke kiri,
Rose mengambil jalan ke kanan. Mereka melewati pintu pelengkung
terbuka menuju dapur—dapur itu memang besar dan lega, seperti yang
diceritakan Emma, dan Rose ingin segera menjelajah. Namun, jika
Marchesa tidak pernah memanggang, maka jawaban atas bagaimana
caranya menyihir kota tidak akan ada di sana.
Alih-alih, Rose pergi melewati pintu pelengkung berikutnya dan
memasuki ruang tamu mewah. Satu dinding ditutupi perapian batu, api
yang hangat berkedip-kedip di pendiangan. Di seberang pintu
pelengkung, terdapat jendela setinggi lantai ke langit-langit, dihalangi
tirai kuning berenda. Dinding yang tersisa dijajari rak buku menjulang,
penuh sesak dengan buku-buku tebal yang tampak membosankan. Di
tengah ruangan, empat kursi bersayap kulit disusun mengelilingi meja
kopi, di bawahnya terhampar permadani oriental dengan tenunan
rumit.
Meskipun dari luar mansion ini membusuk, bagian dalamnya tampak
desyrindah.blogspot.com

rapi dan bersih, rumah mahal dari seratus tahun silam yang tersegel
dalam wadah kedap udara. Rasanya seperti berada di museum.
Dan, sama seperti museum, sang Marchesa memajang foto-foto dari
masa ke masa.
Foto-foto tersebut berderet di atas rak perapian yang membentang
dari dinding ke dinding. Bingkai pertama menampilkan potret
Marchesa, mengenakan gaun persis seperti patungnya di taman.
Senyumnya semringah, muda dan penuh semangat. Dia memamerkan
selempang ratu kecantikannya. Di sampingnya, ada seorang remaja tak
lebih tua daripada Ty sekarang. Pemuda itu mengenakan setelan jas
bergaris abu-abu dengan jaket yang tampak agak terlalu panjang, topi
perahu jerami di kepalanya.
Pemuda itu dan Marchesa juga bersama-sama di foto berikutnya,
masih bahagia, masih muda, berpelesir selama satu hari di pantai
dengan pakaian renang yang hampir menutupi seluruh tubuh mereka.
Yang ketiga adalah foto Marchesa bersama lelaki yang sama,
menggendong bayi yang pastinya adalah Emma.
Namun, setelahnya, lelaki itu menghilang.
Masing-masing foto setelahnya adalah potret tunggal sang Marchesa.
Dia tampak beberapa tahun lebih tua daripada di foto sebelumnya;
mata agak redup, kulit wajahnya lebih keriput, rambutnya beruban di
pelipis. Ekspresinya semakin masam dari foto ke foto sampai dia nyaris
tidak dapat dikenali sebagai wanita muda cantik dan bahagia pada
foto-foto terdahulu.
Kemudian, foto-foto itu tidak berwajah sama sekali. Wajah-wajahnya
dipotong dengan pisau atau gunting, menyisakan lubang bergerigi.
Rose telah mencapai bagian tengah rak perapian, tetapi foto-foto itu
berlanjut—hanya saja urutannya terbalik. Atau itulah yang mungkin
dipikirkan Rose jika dia tidak tahu bahwa Marchesa telah menemukan
desyrindah.blogspot.com

cara untuk membalikkan waktu di Bontemps. Wanita lebih tua yang


keriput itu tersenyum gelap sekarang, dan pada setiap foto progresif,
dia tampak semakin muda.
Beberapa meter dari ujung rak perapian, terdapat foto-foto terbaru
dari Marchesa yang tampak seperti sekarang: berusia dua puluh tahun
lagi, dengan wajah berseri-seri menatap kamera.
“Dia pasti merasa sangat tidak bahagia,” Rose berbisik.
Sang Anjing menggeram. “Barangkali. Tapi, itu tidak membenarkan
perbuatannya.” Dia berpaling dari perapian dan berderap ke arah rak
buku terdekat. “Kurasa sekarang kita sudah tahu kenapa. Marchesa
ingin meraih kembali masa mudanya yang hilang dan kembali ke
waktu-waktu ketika dia merasa paling bahagia. Nah, sekarang kita
hanya perlu menyingkapbagaimana.”
Buku-buku di rak bukanlah buku memasak, juga bukan novel. Rose
dan sang Anjing berjongkok dan membaca punggung masing-masing
buku. Panduan Hortense dalam Hortikultural Hoodwinkery adalah
judul satu buku. Perkawinan Silang Flora dari Masa ke Masa adalah
judul yang lain. Musim yang Datang dan Pergi: Membudidayakan
Tanaman Sepanjang Tahun Ala Bernard Blatt! Ada lebih banyak yang
seperti itu, semuanya dengan judul yang serupa.
Setiap buku membahas budi daya tanaman.
Satu rak tidak berisi buku apa pun sama sekali. Letaknya di sudut
ruangan tempat rak-rak bertemu, di bagian paling bawah, dan dipenuhi
mainan: boneka kain dengan rambut benang dan hanya satu mata
kancing, biji bekel berkarat dan bola karet busuk yang bopeng-bopeng
karena usia. Sepatu roda kuno, tebak Rose—bentuknya seperti
platform logam kecil pada roda kayu dengan tali yang bisa diikatkan ke
sepatu.
Sejauh yang bisa Rose lihat, sang Marchesa hanya peduli kepada tiga
hal: masa mudanya yang hilang, kebunnya, dan yang terpenting,
desyrindah.blogspot.com

dirinya sendiri.
Rose baru saja hendak menarik salah satu jilid tebal pengetahuan
berkebun ketika terdengar langkah kaki dari atas. Sang Anjing
mematung dan siaga. Rose menahan napas dan menunggu, memasang
telinga.
Papan-papan lantai berderit dan langkah kaki semakin keras.
Seseorang tengah berjalan menuju bagian depan rumah, ke tangga
yang akan mengarah ke bawah—langsung menuju Rose dan Anjing.
“Sudah cukup melihat-lihatnya, Rosemary,” sang Anjing mendesis.
“Kita harus ambil langkah seribu!”
“Setuju!” Rose balas berbisik.
Dia berlari sepelan mungkin keluar dari ruang tamu dan kembali ke
koridor. Saat itulah dia mendengar cegukan tawa dan melihat kepulan
emas di udara.
Sang Marchesa tidak berada di puncak tangga; dia berada di
dasarnya.
Tidak ada jalan untuk mencapai pintu ruang bawah tanah sebelum
sang Marchesa memergoki mereka. Pintu depan letaknya bahkan lebih
jauh lagi.
Maka Rose berkelit ke kiri, melewati pintu pelengkung, menuju dapur
besar.
Sebuah dapur yang tidak memiliki pintu penghubung ke ruangan lain
dan tanpa jendela yang cukup besar untuk dilewati anak tiga belas
tahun berukuran normal dan seekor Anjing.
Pada saat Rose menyadarinya, langkah-langkah kaki terdengar di
koridor, mendekat dengan cepat.
Rose dan sang Anjing tersudut, tak ada tempat untuk bersembunyi.[]
desyrindah.blogspot.com
Bab 12

Celemek Jelek Tak Kasatmata

Rose meraih gagang lemari terbesar. Bersembunyi di dalamnya bisa


jadi sempit, tetapi tidak bakal lebih buruk daripada naik ker
eta bayi.
Pintu lemari hanya terbuka beberapa senti. Kait plastik kecil tipis
mencegahnya membuka lebih jauh.
“Ada apa?” bisik sang Anjing.
“Kait pengaman bayi,” Rose balas berbisik. Bahkan seandainya dia
berhasil menemukan cara membuka kait kecil itu, bisa dilihatnya lemari
tersebut dipenuhi mangkuk pengaduk dan perintilan lainnya.
Di koridor, bunyi ketukan sepatu Marchesa terdengar di lantai kayu,
semakin keras seiring setiap detik yang berlalu. Kini, Rose dapat
mendengar wanita itu bersenandung, nada familier yang berada di luar
jangkauan ingatannya.
“Cepat, Rosemary,” bisik sang Anjing.
Rose memindai dapur untuk mencari tempat persembunyian,
matanya melewati sebuah konter di tengah, meja marmer, dan lantai
kotak-kotak hitam putih. Cermin pelapis dinding memantulkan kilau
wajah Rose dan ransel merah menyalanya.
Mereka akan tertangkap.
Kemudian, sebuah ingatan berkelebat ke benak Rose, tentang
dirinya, sang Anjing, dan Cosmo di dapur Silver Spoon. Dia yang
desyrindah.blogspot.com

mengenakan celemek ayahnya ....


“Aku punya ide,” kata Rose, mendorong sang Anjing ke sudut tempat
keranjang sampah hitam berada. Rose melepas ranselnya dari bahu
ketika mereka berjongkok di belakang keranjang tersebut, yang nyaris
tidak menutupi mereka, dan mengeluarkan celemek kotor serta penuh
noda.
“Benda itu?” tanya Anjing. “Iyuh.”
Suara sang Anjing teredam saat Rose menyampirkan celemek pada
diri mereka—
—tepat saat sang Marchesa memasuki ruangan.
Masih menyenandungkan nada sumbang, sang Marchesa tampak
agak lebih santai di balik pintu tertutup ketika mengira dia sendirian—
tetapi perubahannya tidak drastis. Dia menyalakan lampu yang terlalu
terang dan Rose bisa melihat sang Marchesa memegang buku yang
berat di satu tangan. Sampulnya menunjukkan gambar semak berduri
menakutkan, yang cabang-cabangnya seperti sulur dan, Rose berani
bersumpah, meliuk-liuk menjadi bentuk tengkorak. Judulnya berwarna
merah menyala: Pesona Botani.
Kemudian, sang Marchesa berhenti bersenandung. Dia mengendus-
endus dengan berisik dan mengedarkan pandang dengan curiga.
“Hmm.”
Rose merapatkan tubuh kepada sang Anjing, tenggelam ke dalam
bulu lembut hewan itu dan mencengkeram celemek erat-erat.
Dicobanya untuk menarik kainnya menutupi kepala, tetapi itu berarti
kakinya akan terpapar, dan menutupi kakinya akan membuat puncak
kepalanya menyembul keluar. Dia memutuskan untuk meringkuk
dengan celemek yang sebagian besar menutupi bagian tengahnya.
Rose menahan napas. Mungkin ini tidak akan berhasil. Mungkin sang
Marchesa akan langsung melihat mereka. Mungkin, mungkin, mungkin
....
desyrindah.blogspot.com

Namun, ketika tatapan sang Marchesa mendekati sudut tempat Rose


dan Anjing bersembunyi, mata biru pucatnya berkedut dan dialihkan.
Dia tidak melihat mereka.
Saking jeleknya celemek itu, sampai-sampai tak ada yang bisa
melihatnya.
Rose menghela napas pelan.Trims, Dad.
Sang Marchesa kembali bersenandung, yang kini sepenuhnya
menjadi lagu dadakan buatan sendiri. “Seorang diri,” lantunnya,
menaruh buku ke konter dapur. “Seorang diri di rumahku sendiri.”
Sang Marchesa mengambil cerek teh perak dari kompor dan
mengisinya dengan air, lalu menaruhnya kembali di atas kompor untuk
dijerang. “Hanya ada aku di rumahku.” Gerakannya anggun, dan Rose
mau tak mau membayangkan akan tampak seperti apa sang Marchesa
seandainya dia masih muda dan jatuh cinta.
Di sebelahnya, sang Anjing mulai menggaruk-garuk tubuhnya
sendiri. Rose menekan tapak depan sang Anjing untuk
menghentikannya. Celemek itu mungkin menyembunyikan mereka dari
pandangan, tetapi tidak menyembunyikan suara yang mereka
timbulkan. Mereka juga tidak bisa mengintip sementara Marchesa
menjulang di atas mereka.
Butuh beberapa saat hingga air mendidih. Marchesa bersandar ke
meja, memandangi dirinya sendiri di ubin yang seperti cermin. Dengan
ujung jemari, dia menyeka sudut bibir untuk membersihkan lipstiknya.
“Tak akan lama lagi sebelum waktu panen,” lantunnya, nada
improvisasinya mulai terdengar gelap. “Dan, saat itulah aku akan
sempurna!”
Senang dengan dirinya sendiri, mantan ratu kecantikan yang masih
muda itu mengambil foto berbingkai dari meja. Rose tidak
memperhatikannya sebelumnya, tetapi sekarang dia bisa melihat itu
desyrindah.blogspot.com

adalah potret hitam putih sang Marchesa saat remaja bersama pemuda
yang serampangan. “Biar tahu rasa kau, Eustace,” katanya sambil
menusukkan jari pada gambar si pemuda.
Cerek mulai bersiul nyaring. Sang Marchesa mengangkatnya dari
kompor. Namun, tiba-tiba dia membeku dan meletakkan jari di bawah
hidungnya. Sambil menggeleng-geleng, dia menahan bersin.
Sesaat kemudian, dia menuangkan air panas ke cangkir teh dan
mencelupkan kantong teh ke dalamnya. Saat dia mulai mengambil
cangkir itu, seluruh tubuhnya tersentak dan dia meledak dengan,
“HATCHIII!” yang sangat keras.
Sambil membersit, Marchesa berkacak pinggang dan memeriksa
ruangan dengan tampang cemberut. Tiga kali dia menatap langsung ke
arah Rose dan sang Anjing di balik celemek, dan tiga kali pula motif
strip-zebra-dan-bintik-leopard pada celemek membuat mata berair
Marchesa bergeser ke samping.
Akhirnya, Marchesa mengangkat cangkir tehnya, menyesap, lalu
berjalan kembali melewati gerbang ke koridor, bernyanyi. “Seorang
diri, seorang diri di rumahku ....”
Rose dan sang Anjing bisa mendengar senandungnya lagi saat
perempuan itu menjauh, kemudian langkahnya terdengar menaiki
tangga. Dari suatu tempat di lantai atas, terdengar lagi suara bersin,
kemudian segalanya hening.
“Aku yakin keadaannya sudah aman, Rosemary,” bisik sang Anjing.
“Kau boleh melepaskanku.”
“Sori!” Rose membiarkan celemek jelek itu jatuh ke lantai, lalu berdiri
dan meregangkan kakinya yang nyaris keram. “Nyaris saja.”
Pesona Botani masih tergeletak di konter tengah. Rose mengambil,
lalu membuka sampulnya.
Di dalamnya, terdapat foto-foto mengilap dari segala jenis tanaman
yang tidak biasa. Tanaman snapdragon dengan bunga berbentuk
desyrindah.blogspot.com

seperti kepala naga sungguhan, bunga merah muda pucat dengan


kelopak berdaging tebal yang dinamai fourlips, tanaman perangkap
lalat Venus yang tampak cukup besar untuk memakan seorang anak.
Rose punya firasat buruk bahwa itu bukan sekadar tipuan fotografi.
“Sepertinya sang Marchesa tidak memanggang apa pun.”
“Jelas.” Sang Anjing mengendus teko teh yang masih hangat di
kompor. “Dia baru saja membuat minuman hangat untuk dirinya
sendiri.”
“Maksudku bukan sekarang,” kata Rose. “Maksudku, menurutku dia
tidak menggunakan sihir kue apa pun untuk mengutuk kota.” Dia
membuka Pesona Botani agar bisa dilihat sang Anjing. Pada halaman
itu, terdapat foto kembang biru neon yang bermuatan listrik.
“Orangtuaku punya buku seperti ini tentang bahan-bahan yang kurang
dikenal. Sang Marchesa menyanyikan sesuatu tentang panen, ‘kan?”
Rose menaruh buku itu kembali. “Dia pasti telah menumbuhkan
ramuan ajaib sendiri, sesuatu yang sangat kuat sampai-sampai bisa
mengubah waktu!”
Sang Anjing menelengkan kepala, mempertimbangkan. “Hipotesis
yang menarik, dan bukan sesuatu yang sudah kupertimbangkan. Kalau
kau terbukti benar, ini menjadi pertanda baik untuk nilaimu.”
Rose merasa bersemangat untuk kali pertama sejak tiba di Bontemps.
Akan lebih baik jika ayahnya ada di sini untuk mengidentifikasi semua
bunga aneh di dalam buku Marchesa, tetapi setidaknya Rose akhirnya
punya ide tentang apa yang harus dia lakukan selanjutnya. “Kita perlu
mencari tahu apa pun yang ditanam sang Marchesa dan dicabutnya
dari tanah.”
“Aku akan menuntut kehati-hatian,” kata sang Anjing. “Selama satu
ujian yang sudah lama berlalu, Salazar Bliss mencabut setangkai
rumput yang tidak biasa dan hampir mengurai jalinan ruang serta
waktu.”
desyrindah.blogspot.com

“Waduh. Oke, berhati-hati—paham.” Rose mengenakan ranselnya.


“Berapa nilai yang dia dapatkan?”
“B minus. Lagi pula, dia nyaris melenyapkan eksistensi.”
Rose berjalan ke pintu pelengkung dan mengintip ke koridor. “Kalau
dia seperti kita, sang Marchesa pasti memiliki panduan botani seperti
Cookery Booke.”
“Atau barangkali sebuah jurnal, seperti Emma,” kata sang Anjing di
belakangnya.
“Barangkali,” Rose sependapat, menempelkan satu jari ke bibir.
Tidak seorang pun terlihat. Dia memberi isyarat agar sang Anjing
mengikuti, lalu berjingkat-jingkat melintasi koridor yang dipoles dan
kembali ke ruang tamu.
Api masih menghangatkan ruangan, meskipun cahaya siang yang
menembus gorden mulai memudar. Bahkan ketika waktu berjalan
mundur, hari-hari musim gugur lebih pendek di sini di Bontemps, dan
malam sudah menjelang.
“Kita hanya harus menemukan panduan botani ajaibnya,” Rose
berkata, berjongkok di rak terdekat. Tanpa bersuara, dia dan sang
Anjing itu mulai membuka buku-buku tebal bersampul kulit.
“Seharusnya kita tidak butuh waktu selama itu untuk
menemukannya.”
...

Satu jam kemudian, mereka masih menjelajahi rak-rak buku. Rose


menelusurkan satu jari pada setiap punggung buku, sementara sang
Anjing mengendus berbagai halaman yang berjamur. Ada buku-buku
dasar tentang berkebun, panduan untuk menyetek tanaman dan
menyuburkan petak-petak bunga, serta buku petunjuk super khusus
tentang penempatan sayuran yang benar sehingga akarnya akan
desyrindah.blogspot.com

mencekik kehidupan tanaman di dekatnya. Bahkan ada almanak


bergambar tentang penyerbukan lebah.
Kesemuanya menyerupai jenis buku berkebun yang akan kau
temukan di bagian membosankan toko buku, seperti sesuatu yang
dimiliki seseorang dengan tangan hijau dan antusias untuk menggali
tanah. Hanya Pesona Botani yang tampak agak berbau mistis, dan
bahkan sebagian besar isinya hanyalah foto tanaman tidak biasa. Tak
ada mantra yang terlihat.
Mungkin Rose salah. Mungkin sang Marchesa tidak menanam
sesuatu yang ajaib.
Rose menyisipkan kembali jilid Membasmi Rumput Liar bersama
Wendy Wicker ke rak dan hampir menendang salah satu kursi bersayap
di dekat situ. Mereka tidak menemukan apa pun, dan Marchesa bisa
kembali sewaktu-waktu.
Dengan cemas, Rose melirik ke pintu ruang tamu, takut mereka akan
tertangkap dan dilemparkan ke taman rahasia sang Marchesa, tempat
perangkap lalat Venus mengerikan dari halaman Pesona Botani
mungkin berburu mencari mangsa.
“Kau tidak bermaksud menyerah, ‘kan?” bisik sang Anjing. Dia
berderap ke salah satu kursi kulit sehingga bisa mengendus rak yang
lebih tinggi. “Kau sudah berada di jalur yang benar, Rosemary, aku bisa
merasakannya!”
“Mungkin sebaiknya kita pergi sebelum tertangkap,” kata Rose.
“Kota membutuhkanmu, Rosemary. Memangnya kau sanggup
membiarkan Emma lenyap ke ketiadaan?”
“Tidak.” Dengan muram, Rose bergerak ke rak terakhir, rak terdekat
dengan jendela besar. Dia mencengkeram bagian atas buku biru
berjudul Gerbang Menuju Kegiatan Berkebun dan mencoba
menariknya. Buku itu tersangkut. Hal yang ganjil karena buku-buku di
desyrindah.blogspot.com

sana tidak disusun terlalu rapat.


“Aneh,” gumamnya.
Sang Anjing mendekat. “Kau menemukan sesuatu?”
Rose meraih punggung buku tersebut dengan kedua tangan dan
menariknya sekuat tenaga. Buku itu mengayun turun seperti tuas.
Bagian tengah rak memisah diiringi bunyi wus, masing-masing sisi
berayun membuka seperti kabinet.
“Kompartemen tersembunyi!” seru Rose. “Sama seperti ruang
rahasia kami untuk Cookery Booke di rumah!”
“Pasti ini!” seru sang Anjing, mengibas-ngibaskan ekornya begitu
cepat sampai-sampai Rose khawatir ekor itu akan terbang dari
tubuhnya.
Di dalam lemari tersembunyi, terdapat pajangan yang menyimpan
sebuah buku. Syal sutra ungu menutupinya, seolah melindunginya dari
cahaya. Rose menyibak syal itu.
Buku itu berat dan tebal, paling tidak sebesar Cookery Booke.
Sampulnya berwarna cokelat tua, seperti kulit pohon, dan tampak
seolah telah terbentuk dari ratusan ranting yang dijalin menjadi satu.
Judulnya terukir pada sampul kayu.
“Magykal Gardener,” Rose membaca keras-keras.
Rose mengulurkan tangan untuk mengambilnya dan segera disambut
oleh duri yang hampir tak kasatmata—dia menarik tangan dan
mengisap ujung jarinya. “Aduh!”
“Duri?” tanya Anjing penuh arti. “Marchesa itu licik. Gunakan
syalnya.”
“Ide bagus,” kata Rose, melilitkan syal untuk melindungi tangannya.
Dia mencengkeram buku itu dan menariknya dari alasnya. Buku
tersebut sangat berat sampai-sampai dia nyaris menjatuhkannya. Jelas,
ini kunci untuk mengungkapkan apa yang telah dilakukan Marchesa
desyrindah.blogspot.com

terhadap kota.
“Cepat, Rosemary, buka sampulnya!” kata sang Anjing, nyaris tidak
mampu membendung lolongannya.
“Tidak, kita sudah mendapatkan apa yang kita cari,” katanya. “Kita
perlu membawanya ke tempat di mana kita bisa—”
Bunyi gedebuk berat datang dari lantai atas, dan lampu sorot yang
terang benderang menyala di koridor, melewati ruang tamu, begitu
panas dan putih sampai-sampai Rose merasa baru saja melangkah
langsung ke bawah matahari.
Suara sang Marchesa menggelegar di seantero rumah melalui
interkom tak terlihat, bergema dari puluhan pengeras suara
tersembunyi di dinding.
“Penyusup!” raungnya, kata-katanya terdistorsi. “Apakah
menurutmu, aku, sang Marchesa, tidak akan menyadari ada yang
mengganggu tempat suciku? Apakah kau mengira hidungku yang
sensitif tidak akan mencium bau binatang buas yang menemanimu?!”
“Kita harus keluar dari sini sekarang!” Rose memberi tahu sang
Anjing.
Namun, mereka terlambat. Langkah-langkah bersepatu bot bergema
di seluruh rumah—lebih banyak orang daripada sekadar Marchesa.
Para pengawalnya mengalir masuk dari luar.
“Aku tidak tahu bagaimana kau berhasil melewati pagar dan parit
dan penjagaku,” lanjut sang Marchesa, “tapi aku bisa menjanjikan satu
hal kepadamu: sekarang setelah kau ada di sini, kau tidak akan pernah
bisa meloloskan diri sampai kapan pun!”
Sang Anjing bergegas ke sudut dinding tempat rak-rak bertemu.
“Tidak ada waktu untuk keluar,” dia menyalak. “Rosemary,
celemeknya! Kita harus bersembunyi di baliknya sekali lagi!”
desyrindah.blogspot.com

Rose mematung. Kali terakhir dia melihat celemek itu adalah ketika
dia menjatuhkannya di lantai.
Di dapur.
Di dapur di ujung koridor yang sekarang dibanjiri penjaga.
Dia bermaksud untuk mengambilnya, tetapi entah bagaimana tidak
melihatnya ketika menarik ranselnya.
“Merunduk, cepat!” Sang Anjing menyundul pinggang Rose,
memaksanya berjongkok di belakang salah satu kursi bersayap tinggi.
Tepat waktu karena kepala salah satu penjaga mengintip pada saat
bersamaan.
Pemuda itu seusia Ty, rambutnya yang hitam dicukur cepak seperti
seorang kadet militer. Dengan mata menyipit, dia mengedarkan
pandang ke sekeliling ruangan, mencari tanda-tanda gangguan. Rose
menahan napas, yakin pemuda itu melihatnyadan sang Anjing di sudut
gelap dekat mainan lama.
Namun, seseorang memanggil dan pemuda itu berbalik, lalu
menghilang.
Rose mendengar pintu dibuka di koridor dan seseorang berkata,
“Dari sinilah mereka masuk! Awasi di atas tangga sementara aku
mencari ke ruang bawah tanah.”
Mereka punya waktu, meski hanya sesaat.
“Anjing,” Rose berkata, “aku benar-benar membutuhkan bantuanmu
sekarang. Lupakan soal nilai. Aku tidak peduli kalau aku gagal. Cukup
beri tahu aku cara kita bisa keluar dari sini.”
“Jangan gampang menyerah begitu,” tegur sang Anjing, meskipun
getaran dalam suaranya yang berat mengungkapkan kecemasannya
sendiri. “Hadiah dari Orang-Orang Terkasih—mungkin salah satunya
dapat membantumu.”
Dengan putus asa, Rose menaruh Magykal Gardener di lantai dan
desyrindah.blogspot.com

melepaskan lilitan syal dari tangannya. Langkah kaki Marchesa dan


para penjaga yang melakukan pencarian memenuhi rumah—tentu saja
mereka hanya punya waktu beberapa menit sebelum seseorang
kembali ke ruang tamu dan menemukan mereka. Jantung Rose
berdegup kencang ketika dia melepas ransel, dan jemarinya begitu
gemetar sampai-sampai dia hampir tidak bisa membuka ritsleting.
Rose menghela napas. Yang tersisa hanyalah kumis kucing dan jam
pasir, kaleng kosong, serta korsase yang bahkan bukan Hadiah dari
Orang-Orang Terkasih, hanya pengingat yang cukup tentang pacar
yang terpaksa dia tinggalkan. Hampir tanpa disadari, dia menyelipkan
korsase itu di pergelangan tangannya.
Di dasar tumpukan, ada 30 Menit Sihir Lily. Rose mengeluarkannya,
lalu membungkus buku Marchesa dengan syal dan menyelipkannya ke
ransel untuk diamankan. Ketika dia menutup tas, gambar holografik
Lily mengingatkan Rose kepada rumah sampai-sampai dia nyaris
menangis. “Bibi Lily,” katanya pelan, “andai kau ada di sini.”
Yang mengejutkan Rose, gambar Lily berhenti melambaikan
pengocok telurnya dan menatap lurus ke arah Rose. “Halo, Pembaca
Tersayang!” kata Lily yang tersenyum semringah. “Sepertinya kau
membutuhkan bantuan ahli dari Lily Le Fay, chef extraordinaire.
Kenapa tidak kau tunjukkan saja dapurmu dan kita dapat memulai?”
Sesaat, Rose mengira dia telah benar-benar menjangkau Lily, bahwa
bibinya berhasil meninggalkan cara supaya mereka dapat berbicara—
bertelepati melalui sampul buku.
Namun, kemudian, dia menyadari itu hanya semacam pesan ajaib
yang direkam sebelumnya.
“Kami tidak punya dapur,” Rose balas berbisik kepada buku itu.
“Kami membutuhkan resep yang bisa dilakukan tanpa dapur. Dan, aku
tidak punya bahan apa pun.”
desyrindah.blogspot.com

Gambar Lily menengadahkan kepala dan tertawa parau. Rose buru-


buru menampar sampul buku. Sang Anjing melakukan hal yang sama,
menekan gambar itu dengan tapak. Sambil meringis, Rose melongok
melewati kursi ke pintu pelengkung yang mengarah keluar dari ruang
tamu—tetapi sepertinya tidak ada yang mendengar apa pun. Kega-
duhan dari para remaja laki-laki yang menggeledah ruangan lain terlalu
keras.
“Tidak ada dapur!” kata suara Lily teredam di bawah telapak Rose.
“Untuk apa kau membeli salinan lentikularis 30 Menit Sihir Lily edisi
terbatas kalau kau tidak memiliki dapur? Ayolah, tunjukkan kepadaku.”
“Kami yakinkan kau, Wanita Rekaman,” kata sang Anjing, “kami
kehabisan dapur yang bisa digunakan. Apakah kau mempunyai resep
yang tidak membutuhkan dapur?”
Gambar Lily menggaruk-garuk dagu. “Pertanyaan itu terlalu besar
untuk dijawab oleh diriku yang kecil dan tua ini! Tapi, salah satu
fungsiku adalah membacakan resepku keras-keras. Dapatkah itu
membantumu, Pembaca Tersayang? Aku bisa memulai dengan kata
pengantarku yang mendebarkan! Ini adalah pengantar yang panjang
dan indah tentang kehidupan luar biasa Lily Le Fay, dan sebuah cita
rasa yang mengasyikkan dari apa yang terjadi pada halaman
selanjutnya.”
“Tidak!” seru sang Anjing, menampakkan deretan giginya. “Itu sama
sekali tidak akan membantu!”
Rose memalingkan wajah, lelah terhadap sang Anjing yang bersikap
kejam kepada Lily. Tatapannya tertumbuk pada mainan-mainan di
samping mereka di rak sudut.
Korsase di pergelangan tangannya mengingatkannya kepada Devin:
apa yang akan dilakukan pemuda itu seandainya dia di sini? Dia tidak
akan melihat sekelompok mainan tua biasa, bukan? Dia akan melihat
bahan-bahannya sendiri—komponen dari semacam kreasi yang belum
desyrindah.blogspot.com

diciptakan. Boneka-boneka kain, biji bekel logam, sebuah bola karet,


sepatu roda ....
“Barangkali aku bisa bernyanyi untukmu?” gambar berpendar Lily
menawarkan. “Ini bukan sesuatu yang kulakukan untuk sembarang
orang, Pembaca yang Budiman, tapi Lily Le Fay membaktikan diri
terhadap penggemar sepertimu.”
“Itu tidak perlu,” geram sang Anjing.
“Sebenarnya,” kata Rose, gagasan tersebut muncul di benaknya
dalam kilasan, “persis itulah yang perlu kau lakukan.”[]
desyrindah.blogspot.com
Bab 1d

Gelindingan Sekali Seumur Hidup

Dua menit kemudian, Rose menjalankan erncananya.


Dari tempatnya di ruang tamu, dia bisa melihat dua bocah laki-laki
berdiri berjaga di depan pintu ruang bawah tanah yang terbuka,
senjata-senjata di samping mereka. Dengan seragam hitam dan ikat
pinggang merah marun, mereka tampak seperti penjaga dengan topi
besar di depan Istana Buckingham, hanya saja jauh lebih muda dan
tanpa tutup kepala yang berbulu.
Seraya mencondongkan tubuh ke koridor melalui pintu pelengkung
ruang tamu yang terbuka, Rose mengangkat kembali lengannya dan
menggelindingkan bola karet, lalu merunduk kembali ke dalam—bola
itu terbang melewati wajah kedua penjaga ke arah pintu depan,
mendarat dengan bunyi buk tajam.
“Bola!” sang Anjing mendesis di samping Rose, bersiap-siap
mengambilnya. Gadis itu melingkarkan lengan di leher sang Anjing
untuk menahannya.
“Apa itu tadi?” tanya salah satu bocah penjaga. “Kau melempar
sesuatu, Carl?”
“Bukan aku!” Carl berkata sambil mengangkat tangan defensif.
“Apakah kau yang melakukannya, Juan Pablo?”
“Bukan aku!” seru penjaga lain, Juan Pablo. “Lihat di sebelah sana—
desyrindah.blogspot.com

ada bola!”
Sambil berjongkok dalam mode defensif, kedua penjaga merangkak
ke pintu depan. “Siapa di sana?” bentak Carl.
Sekarang waktunya membuat Lily Le Fay beraksi.
Rose menaruh alatnya—sebelah sepatu roda kuno, dengan 30 Menit
Sihir Lily dililit di atasnya menggunakan korsase dari Devin.
“Nyanyikanlah makan malam kita!” Rose berkata kepada Lily,
mengirimkan buku yang meluncur di koridor dengan doronganlembut.
Suara melengking sang bibi langsung memenuhi udara. “Seperti
yang dulu pernah dituliskan oleh Charles Dickens, seorang wanita
cantik untuk kue yang lezat sama pentingnya seperti nafsu makan kuat
untuk santapan yang nikmat! Oh, siapa yang kuperdaya? Aku yang
bilang begitu! Oh, benar, itu ucapanku!” Seperti yang dia janjikan, Lily
menyanyikan keseluruhan buku, dimulai dengan autobiografinya yang
bertele-tele.
Rose melihat para penjaga berpandang-pandangan dengan bodoh.
Tatapan mereka terfokus pada bola—mereka tidak menyadari buku itu
ataupun sepatu roda, benar-benar mengira ada wanita sungguhan di
dalam rumah.
“Apa-apaan—?” Carl bertanya-tanya dengan lantang.
“Aku mungkin bukan pemanggang roti tercepat, atau tersukses, atau
memiliki penggemar terbanyak,” Lily melanjutkan, suara
melengkingnya memelesat langsung ke arah pintu basemen. “Meski
barangkali sekarang ini hal terakhir itu benar—tapi aku yakin aku
adalah salah satu pembuat roti tercantik yang pernah mengenakan
celemek!”
“Bola tadi cuma pengalih perhatian!” penjaga yang lain berseru.
“Marchesa, kemari cepat! Dia mengarah ke basemen!”
Bunyi gemerincing dan dentang bergema di koridor saat sepatu roda
menabrak anak tangga. Sementara itu, simulasi bibi Rose berusaha
desyrindah.blogspot.com

keras menyanyikan lagunya, setiap bunyi gedebuk di tangga membuat


suaranya pecah.
“Resep pertamaku adalah—oh, astaga!—roti kayu manis sewaktu
aku masih gadis cilik berusia lima—ya ampun! —tahun. Aku—
perjalanan kita hari ini sungguh penuh lubang, ya!”
Lagu itu lenyap ketika sepatu roda menghilang ke kedalaman
basemen, disusul langkah para penjaga. Sedetik kemudian, ketukan
hak sepatu Marchesa mengikuti. “Kejar mereka!” serunya. “Jangan
biarkan mereka menghilang ke terowongan!”
Rintangannya sudah dibereskan.
“Aku harus mengambil bola itu, Rosemary.” Sang Anjing mengerang,
menggeliat dalam pelukan lengan Rose. A “ ku harus mengambilnya!”
Rose berkata, “Anjing baik! Ayo ambil!”
Anjing itu keluar dari ruang tamu dan berlari di koridor yang kosong
menuju pintu depan. Rose berlari mengejarnya, ransel yang sekarang
jauh lebih berat bergedebuk di tulang belikatnya. Tepat saat berlari
melewati pintu basemen yang terbuka, dia mendengar pekikan
Marchesa, “Itu tipuan! Tidak ada orang di sini, cuma seorang wanita di
dalam buku! Kembali ke atas!Sekarang sekarang sekarang!”
Namun, Rose sudah siap untuk ini.
Dia menggenggam biji-biji bekel tua milik Marchesa, dan
melemparkan semuanya, meninggalkan ladang ranjau kekacauan tajam
di belakangnya.
Sang Anjing menyambar bola tepat ketika Rose membuka pintu
depan ke halaman Marchesa yang luas, berpendar dalam cahaya
matahari yang terbenam.
“Akooo daphaaad!” kata sang Anjing sambil menggigit bola karet
merah itu.
“Bagus, ayo!” Rose melompat menuruni undakan depan ke udara
desyrindah.blogspot.com

segar yang dingin, lalu berlari menerobos rerumputan tinggi yang gatal
—hanya untuk mendapati bahwa jembatan tariknya terangkat, parit
masih berpusar-pusar, dan gerbangnya dirantai erat.
Anjing berhenti di dasar jembatan tarik dan menjatuhkan bola di kaki
Rose. “Aku khawatir bola itu rasanya seperti seratus dua puluh tahun
kebusukan dan debu,” katanya.
Lolongan rasa sakit terdengar dari dalam rumah.
“Kakiku!” ratap salah seorang penjaga. “Biji bekel ini jauh lebih
buruk daripada Lego!”
“Abaikan rasa sakit itu dan terus berlari!” seru sang Marchesa.
“Hentikan gadis itu!”
“Cepat, Rosemary,” perintah sang Anjing. “Naik ke punggungku.”
“Kau bisa menanggung bobotku?” Rose bertanya, dengan hati-hati
melengkungkan kaki untuk menunggangi anjing itu.
“Tak ada waktu untuk berdiskusi,” kata sang Anjing. “Lingkarkan
lengan-lenganmu di leherku dan pegangan erat-erat!”
Rose melakukan seperti yang diperintahkan, membenamkan wajah
di bulu abu-abu dan putih lembut di bahu sang Anjing.
Dan, sang Anjing pun berlari.
Pekarangan rumah sang Marchesa yang tak terawat mengabur hijau
ketika otot-otot sang Anjing yang kuat membawa mereka memutar
cepat di sepanjang tepi parit dan kembali ke jembatan tarik.
Menggunakan jembatan itu sebagai pengungkit, sang Anjing
menjejakkan kakinya lalu melompat tinggi ke angkasa.
Selama sesaat yang menyesakkan dan memualkan, mereka berdua
seolah tak berbobot, tubuh Rose terangkat dari punggung sang Anjing
saat mereka membubung melewati ujung-ujung pagar setajam silet di
sepanjang gerbang.
desyrindah.blogspot.com

Kemudian, gravitasi kembali, dan mereka mendarat lembut di jalan


di sisi luar benteng.
Di taman di depan rumah, tempat panggung Hari Warisan hampir
jadi, seorang mandor kecil menganga dan menggaruk puncak kepala di
bawah helm kerjanya.
Rose melambai ke arah anak—eh, lelaki—itu sembari turun dari
punggung Anjing. “Kita berhasil!” serunya, melingkarkan lengan di
leher sang Anjing lagi, kali ini untuk memeluknya.
“Kau yang berhasil,” kata sang Anjing. “Aku hanya memberikan
bantuan.”
Dari belakang tembok, terdengar teriakan dan jeritan—serentetan
perintah dari sang Marchesa, yang terdengar seperti lolongan badai.
“Dan, aku akan memberikan bantuan sekali lagi,” kata sang Anjing,
“dengan berkata ayo kita angkat kaki dari sini!”
...
Rose dan sang Anjing berpacu menyusuri gang-gang Bontemps yang
gelap, tetap menjauh dari pandangan sampai mereka sekali lagi
mencapai Silver Spoon. Rose mengetuk pintu belakang seperti yang
ditunjukkan Cosmo kepadanya.Tok, tok-tok.
Sejenak kemudian, Cosmo membukanya, celemek bernoda
menutupi kardigan hijaunya, kacamatanya berkabut karena uap.
“Syukurlah, kalian kembali! Aku khawatir riwayat kalian sudah tamat!”
“Dia nyaris menangkap kami,” kata Rose, merunduk masuk ke dapur
yang hangat. “Tapi, kami berhasil lolos.” Ditepuknya ranselnya. “Tidak
dengan tangan kosong pula.”
Sang Anjing menjilat moncongnya. “Apa pun yang kau masak, Anak
Muda, baunya lezat.”
desyrindah.blogspot.com

“Kau sungguh budiman, wahai Anjing,” kata Cosmo, memelesat


kembali ke kompor untuk mencegah masakannya berubah gosong.
Setiap permukaan yang tersedia digunakan: panci sup dididihkan di
kompor, daging burger mendesis di panggangan, dan aroma roti yang
sedang dipanggang menguar dari oven. Meja persiapan di tengah
ruangan penuh dengan sayuran dan daging dari berbagai negara
bagian. “Pelanggan sangat ramai di depan. Aku kerepotan.” Dia
menyingkirkan talenan dan mengelap meja. “Jadi, apa jarahan yang
kalian dapatkan?”
Rose mengeluarkan Magykal Gardener dari ransel.
Cosmo mengintip melalui bahunya. “Apa itu buku masak sang
Marchesa?”
“Kurasa bukan,” kata Rose. “Tapi, sekarang setelah kami kembali ke
sini, dengan aman, saatnya mencari tahu apa yang wanita itu lakukan.”
Rose menggunakan syal untuk dengan hati-hati membuka sampul,
kulit tuanya berderak memprotes. Halaman-halamannya tebal seperti
kertas konstruksi, dan hijau pucat seperti daun sage.
Dan, ditutupi oleh sulur-sulur sehitam tinta.
Sulur-sulur tersebut berkelindan dan menembus setiap kata serta
kalimat, nyaris seolah ada balita marah yang mengambil bolpoin dan
mencoreti seluruh halamannya.
Rose membalik-balik buku itu dengan kalut, tetapi keadaannya sama
dari depan ke belakang: halaman demi halaman dipenuhi tanaman
rambat, sulur-sulur gelap jahat mengular menembus lubang huruf O
dan melilit kaki-kaki huruf K, membuat naskah terlarang sang Marchesa
sepenuhnya tak terbaca.
Rose mengerjap dan memeriksa lagi. Sulur-sulur itu tampak bergerak
sedikit—seolah mereka hidup.
“Ih, berantakan sekali,” kata Cosmo, melongok untuk melihat isi
buku. “Aku lega kau yang membacanya dan bukan aku.”
desyrindah.blogspot.com

“Tapi, aku tidak bisa membacanya!” Rose memprotes. “Kami


menukar buku tak berguna bibiku dengan buku tidak berguna lainnya.”
“Biar kulihat,” gerutu sang Anjing. Dia meletakkan kedua tapak di
atas meja dan menaruh moncongnya di halaman yang terbuka. “Benar,
ada mantra yang sangat kuat pada buku ini.” Sang Anjing turun lagi
dan mondar-mandir di karpet karet dapur. “Rosemary, kurasa kau
benar: kau perlu menghubungi keluargamu.”
Jantung Rose serasa melompat. “Terima kasih! Ya! Itulah tepatnya
yang kita butuhkan. Tapi, di mana telepon terdekatnya? Tidak ada
telepon di dapur, ‘kan?”
“Tidak,” kata Cosmo. “Dan, kalaupun ada, semua panggilan harus
disalurkan melewati panel pengendali sang Marchesa. Kalian bakal
tertangkap dalam hitungan detik.”
Rose menendang ranselnya dengan kesal. Tas itu memerosot dan
isinya tumpah—jam pasir, ayam-ayaman karet, dan kaleng susu kental
manis kosong, yang bergulir di karpet dan berhenti di kaki Cosmo
.
“Sayang sekali kau tidak bisa menggunakan ini,” kata Cosmo,
mengambil kaleng kosong. “Waktu aku masih kecil—masa kecilku yang
pertama, maksudku—kami biasa membentangkan tali di antara dua
kaleng, menariknya sampai tegang, dan mulai berteriak seakan itu
sebuah telepon.” Dia mengangkat bahu. “Kau mendengar lebih banyak
dari teriakan daripada apa yang sebenarnya terdengar dari dalam
kaleng, tapi itu tetap menyenangkan. Kami tidak punya TV pada masa
itu.”
Mata sang Anjing melebar saat dia mengeluarkan gonggongan serak.
“Itu,” katanya, “adalah ide bagus.” Dia berbalik, menjauh dari Rose
dan mengangkat ekornya. “Rosemary, kau akan melihat filamen halus
seputih mutiara di ujung ekorku. Pegang dan tarik kuat-kuat, itu bisa
kita jadikan tali kabel kita.”
desyrindah.blogspot.com

Pada saat ini, Rose tahu bahwa dia harus percaya sang Anjing
memiliki banyak trik di balik lengan bajunya—atau bulu yang boleh
dianggap sebagai lengan baju di keempat kakinya. Dia menemukan
bulu yang dimaksud—bulu itu agak bersinar, dan tampak seperti
dipintal dari cahaya—lalu menariknya kuat-kuat.
Sama seperti menarik seutas benang longgar dari sweter lama, ekor
sang Anjing pun terurai.
Talinya menumpuk di lantai, semakin panjang saat ekor anjing yang
lebat itu menciut sampai tidak ada yang tersisa selain inti pendek
dengan ujung tali sihir yang masih melekat.
“Wow!” Cosmo terkesiap. “Sekarang kita memasak pakai gas.” Dia
melompat dengan terkejut dan bergegas mengangkat beberapa burger
dari kompor. “Aku nyaris lupa, aku masih memasak pakai gas!”
“Sekarang apa?” Dengan bingung, Rose mengangkat ujung tali
panjang dan kaleng kosongnya.
“Lubangi dasarnya!” Cosmo berseru saat dia berjalan lewat,
membalik flapjack di wajan. “Masukkan benang ke dalamnya, lalu buat
simpul!”
“Tapi, bagaimana aku bisa menghubungi siapa saja?” tanya Rose
ketika dia menggunakan pisau pemotong buah untuk membuat lubang
kecil di bagian dasar kaleng. “Ini tidak terhubung kepada apa pun.”
“Itu terhubung kepadaku,” Anjing mengumumkan. “Dan aku, pada
intinya, terhubung kepada semua hal.” Dia mengangguk menyetujui
begitu Rose selesai membuat telepon kaleng. “Bagus. Sekarang,
hubungi keluargamu.”
Dengan skeptis, Rose memandang sang Anjing dan kaleng itu
bergantian. Cosmo terlalu sibuk mengangkuti piring-piring untuk bisa
membantu. Kemudian, Rose mendekatkan ujung terbuka kaleng ke
bibirnya dan berkata, “Kring kring?”
Dering yang jauh bergema dari kedalaman kaleng. Rose
desyrindah.blogspot.com

menekankan telinga ke bukaannya, mengabaikan susu kental manis


lengket dan setengah kering yang melekat ke rambutnya.
Ada deguk cairan, seperti wastafel tersumbat yang meluapkan
gelembung udara yang terperangkap, kemudian terdengar derit logam.
Tiba-tiba, Rose bisa mendengar suara—suara yang indah, luar biasa,
akrab, serta menenangkan.
“Oke, Leigh,” kata Purdy, sejelas jika dia berdiri tepat di sebelah
mereka. “Aku sudah mengosongkan kalengnya seperti yang kau minta.
Hati-hati, ya, pinggirannya tajam.”
“Mom!” Rose berseru, kewalahan oleh emosi. Dia sangat
merindukan ibunya meskipun dia hanya berada jauh dari rumah
selama, berapa, sepuluh jam? Namun, tanpa anggota keluarga Bliss
lain di sisinya, perjalanan ini terasa seperti selamanya.
“Rosie!” pekik suara yang berbeda—Leigh. “Kau menelepon, persis
seperti yang kau bilang!”
“Benarkah?” tanya Rose, tetapi dia merasa adiknya hanya bingung—
Leigh kecil kerap mengucapkan hal-hal aneh. “Oh, Leigh, andai aku
bisa bicara kepadamu, tapi aku tidak punya banyak waktu. Bisakah kau
sambungkan aku kepada Mom?”
“Ooo-keee,” Leigh merespons, kemudian berteriak, “Mamaaa! Ada
telepon untukmu!”
“Ya, baiklah, Leigh, aku akan bicara ke kaleng susu itu. Dasar gadis
kecilku yang konyol.” Dengan lantang, seolah dirinya karakter dalam
sebuah kartun, ibu Rose bekata, “Halo di sana, Kaleng! Bagaimana
getarannya? Purdy Bliss di sini!”
“Mom?” kata Rose lagi.
Purdy memekik kaget, kemudian terdengar bunyi berkelontang
seolah kaleng itu terjatuh.
“Apakah telepon kalengnya bekerja?” tanya Cosmo dari belakang
desyrindah.blogspot.com

Rose, mengatur makanan di piring untuk para pelanggan yang


kelaparan.
Sang Anjing menyuruhnya diam. “Tentu saja bekerja. Ayolah, jangan
sampai mereka terganggu karena keberisikan kita.”
“Rose!” kata Purdy beberapa saat kemudian. “Kau benar-benar
menelepon menggunakan kaleng susu kental manis! Bahkan, di usiaku
ini, aku masih belajar trik-trik baru.” Ibu Rose berdeham. “Kurasa kau
hendak bertanya tentang buku penuh semak belukar itu?”
“Bagaimana kau ....” Rose mulai bertanya, kemudian menggeleng-
geleng. Tidak penting dari mana ibunya tahu. Dengan cepat Rose
menjelaskan kejadian-kejadian yang dialaminya hari itu—dari waktu
yang bergerak mundur dan plot berkebun Marchesa yang jahat serta
fakta bahwa semacam panen yang mengerikan akan segera terjadi.
“Yah,” kata Purdy setelah Rose menuntaskan ceritanya. “Ini
kedengaran jauh lebih rumit daripada ujian Master Pembuat Roti.”
“Trims, Mom,” kata Rose. “Itu sungguh membantu kepercayaan
diriku.”
Purdy tertawa. “Oh, Rose, kau melakukannya dengan baik. Tapi, kita
harus menangani kutukan ini. Katakan, Hadiah dari Orang-Orang
Terkasih apa yang masih tersisa?”
Rose mengaduk-aduk ranselnya. “Ada bulu kumis Gus dan jam
pasirmu. Tak banyak yang lain.” Tetesan basah dari kaleng di pipinya
mengingatkannya kepada Devin, jadi dia berkata, “Oh, dan Devin
memberiku ... ciuman serta janji bahwa tidak akan pernah ada yang
bisa memisahkan kami.”
“Mungkin itu bisa digunakan,” renung ibunya. “Oke, yah …, kau
harus menghanguskan sulur-sulur tanaman itu dengan membakar
bukunya.”
“Membakar buku!” seru Rose, ngeri. Keluarganya menghormati
desyrindah.blogspot.com

buku-buku, dan mereka tidak pernah melemparkannya ke api.


“Tidakkah itu hanya memberiku tumpukan abu?”
“Mungkin,” kata ibu Rose, “tapi kau harus mengambil risiko itu. Tapi,
pertama-tama, kau harus menggunakan janji Devin. Cium buku itu dan
katakan, Tidak akan pernah ada yang bisa memisahkan kita, seperti
yang Devin katakan kepadamu.”
Rose memandangi sampul kulit yang kotor itu. “Ehm, baiklah.”
“Lalu, buang saja ke api. Setelahnya, kau perlu mengumpulkan
abunya dan—”
Kata-kata Purdy berhenti tiba-tiba. Terdengar serangkaian bunyi klik
dari dalam kaleng. Ada lolongan listrik rendah, dan suara sengau
seorang wanita yang tidak dikenali Rose terdengar di telepon. “Silakan
masukkan delapan ons susu kental lagi untuk melanjutkan panggilan
ini.”
“Ehm,” kata Rose, dengan kalut menatap Cosmo dan sang Anjing
bergantian. “Aku tidak punya delapan ons susu kental manis.”
Suara itu mendesah, lalu berkata dengan ketus, “Selamat tinggal.”
Satu klik lagi dan kaleng itu bungkam.
“Halo? Mom? Operator?” Rose melempar kaleng yang sekarang tak
berguna ke lantai. “Apa yang harus kulakukan setelah membakar
bukunya? Kenapa panggilan teleponnya harus berakhir persis pada saat
itu?”
“Aku yakin kau akan memikirkan caranya, Rosemary,” kata sang
Anjing. “Kenapa tidak kau ikuti langkah pertama seperti yang
dijelaskan oleh Purdita?”
“Tidak pernah terpikir aku akan mengatakan ini, berhubung aku
orang yang lebih suka bicara, tapi membakar buku seharusnya cukup
mudah,” kata Cosmo. Dia menyeberang ke oven, di sampingnya
terdapat tungku besar. Dia memutar gagang dan membuka jeruji logam
desyrindah.blogspot.com

di bagian depan, memperlihatkan api yang meretih-retih di dalamnya.


“Kurasa aku tidak punya pilihan,” kata Rose sambil menarik napas
dalam-dalam. “Toh tidak mungkin bisa dibaca kalau seperti ini.”
Ditutupnya sampul Magykal Gardener dan memikirkan kembali ke
waktu persis sebelum dia pergi untuk melakukan perjalanan ini, ketika
Devin datang dan memberinya korsase serta ciuman. Sambil meringis,
Rose mencium kata-kata yang terlilit tanaman rambat di bagian depan.
Bibirnya tergelitik seolah melepuh. “Aku berjanji tidak akan pernah ada
yang bisa memisahkan kita,” bisiknya kepada buku itu, meskipun di
kepalanya dia berjanji kepada Devin.
Kemudian, Rose melempar buku itu ke dalam tungku.
Cosmo membanting kisi-kisinya hingga menutup, danmereka bertiga
berjongkok untuk menyaksikan apa yang terjadi. Pinggiran buku
berkedip-kedip sejenak dalam kobaran api, kemudian, disertai deru
nyaring, tersulut seperti kayu bakar di api unggun. Buku itu mendesis
dan menjerit ketika sampulnya menghitam dan halaman-halamannya
melengkung, layu kepanasan. Kemudian, jeritan itu lesap sepenuhnya
karena tepiannya berubah dari arang hitam menjadi abu.
Benda itu bukan lagi buku. Berkat Rose, sekarang ia hanya
tumpukan abu yang pucat.
Keyakinan Rose runtuh bersama buku tebal yang menyala-nyala itu.
Satu-satunya kesempatan mereka untuk menghentikan Marchesa
benar-benar habis terbakar.
“Apa yang telah kuperbuat?” bisiknya.[]
desyrindah.blogspot.com
Bab 1e

Menikmati Kue Bolu dan Juga Membacanya

Rose memandangi tungku, mati rasa.


Yang tersisa dari Magykal Gardener hanyalah gundukan abu.
Tak mungkin ini yang dimaksudkan ibunya. Mungkin Rose telah
menggunakan janji Devin secara tidak tepat dan seharusnya buku itu
tetap utuh, hanya saja dia tidak bersungguh-sungguh dalam
menyatakan kebersamaan mereka. Mungkin Rose bukan Master
Pembuat Kue. Mungkin tanpa keluarganya, tim asisten memanggang di
sisinya, dia bukan siapa-siapa.
Cosmo berjongkok di samping Rose dan menyodok abu dengan
spatula logam. “Jadi, apa langkah selanjutnya, Nak?”
Bunyi bel berdentang dari jendela saji, dan Silver meraung, “Cosmo,
mana pesanan-pesanan itu? Para pelanggan mulai rusuh!”
“Segera datang!” Cosmo berlari kembali ke stasiunnya, seraya
berseru ke belakangnya, “Kau akan memanggang sesuatu dengan abu
itu, ‘kan?”
Sang Anjing mengendus isi tungku yang masih hangat. “Itu ide
bagus, bukan begitu, Rosemary?”
“Tentu,” Rose berkata. Memanggang sesuatu dari abu itu memang
tidak bisa membuatnya lebih mudah dibaca, tetapi memanggang
setidaknya adalah sesuatu yang dia tahu caranya.
desyrindah.blogspot.com

Sambil menghela napas, Rose meraih loyang logam dan


menggunakan spatula untuk mengikis setiap abu keluar dari tungku.
Dia berharap akan ada sesuatu yang solid di tengah-tengah abu,
beberapa bagian Magykal Gardener yang tidak terbakar tersembunyi di
tengah sisa-sisanya. Namun, dari depan ke belakang, halaman pertama
hingga terakhir, semuanya hancur.
Rose menaruh seloyang abu itu di atas meja persiapan. “Tapi, apa
yang harus kubuat?”
Sang Anjing menggesek kaki gadis itu. Dengan sambil lalu, Rose
menggaruk bagian belakang telinga kelepainya. “Kau harus membuat
kue, Rosemary.”
Maka, itulah yang dilakukannya. Dia tidak butuh resep—Rose
pernah memanggang ratusan kue, dan resep andalannya adalah kue
bolu vanila sederhana. Di satu mangkuk, dia mengocok gula, mentega,
telur, dan vanila, lalu di dalam mangkuk lain, dia menimbang dan
memasukkan tepung serta baking powder. Abu, batin Rose, bisa
dianggap sebagai bahan kering, jadi dia menggunakan ayakan untuk
menyaring isi abu dari loyang ke dalam mangkuk berisi tepung.
Bersama setiap guncangan ayakan, abu menghujan dari lubang-
lubang halus, memijarkan cahaya putih menyilaukan sebelum berubah
menjadi abu-abu sekali lagi di atas tepung. Rasanya hampir seperti
menyaksikan bintang jatuh di langit malam.
Rose tidak berani berharap, tetapi sulit untuk menyangkal—bahwa
sesuatu sedang terjadi.
Begitu selesai, Rose mengaduk semua bahan dan menambahkan
susu. Setiap adukan spatula meninggalkan goresan berkilauan yang
menempel di adonan. Aroma naik dari adonan itu seperti rumput
musim semi dicampur aroma vanila, menenggelamkan bau tajam
kertas yang terbakar.
Ketika Rose berhenti mengaduk, adonan itu berwarna hijau pucat,
desyrindah.blogspot.com

warna yang sama dengan halaman buku itu. Dia mengolesi loyang
yang sekarang kosong dengan mentega, menuang adonan ke
dalamnya, dan menempatkan bakal kue itu ke salah satu dari sekian
banyak oven panas Cosmo.
Kemudian, Rose dan sang Anjing menunggu.
...
Dua puluh sembilan menit kemudian, Cosmo ambruk ke kursi lipat di
dekat pintu ayun yang mengarah ke kedai makan. Jamuan makan
malam telah usai, dan wastafel penuh tumpukan panci dan wajan
kotor.
“Aku tidak pernah harus bergerak ke sana kemari sebanyak ini sejak
usia tiga puluhan pertama-ku,” Cosmo terengah. “Aku mulai rindu
diteriaki oleh Ms. Penny.”
“Kau masih wartawan,” kata sang Anjing lambat-lambat. Dia
berbaring di atas tikar karet di kaki Cosmo, membersihkan tapaknya.
“Dan ini cuma samaran yang kau lakukan dalam penugasan.”
“Benar juga! Terima kasih sudah diingatkan, Tuan Anjing.” Cosmo
menggosokkan buku-buku jemarinya di atas kepala sang Anjing, yang
menggeram dan pura-pura tidak menikmatinya.
Rose tidak bergabung dalam percakapan. Alih-alih, dia fokus pada
jam pasir antik yang diberikan ibunya. Butir-butir terakhir pasir perak
dan safir jatuh melalui bagian tengahnya yang menyempit ke sisi bawah
gelas. Rose berdiri tegak. “Sudah waktunya.”
Kepala sang Anjing tersentak terangkat. “Aku mencium bau kue yang
sudah jadi.”
Cosmo menjilat bibir. “Dan aromanya lezat!”
Rose mengambil dua kain lap dari konter dan membuka oven, lalu
desyrindah.blogspot.com

berbisik “Wow.” Kuenya mengembang sangat tinggi, hingga melampaui


sisi-sisi oven, seperti soufflé yang mengembang penuh udara. Tingginya
kira-kira dua puluh lima senti.
Kue-kue memang seharusnya mengembang, tetapi tidak seperti ini.
Dengan hati-hati Rose mengeluarkan kue besar itu dari oven dan
meletakkannya di atas konter, lalu dengan lembut menusuknya dengan
jari. Permukaannya tidak bergoyang dan lembut seperti soufflé. Tidak,
ini jelas kue. Yang berwarna hijau, dengan nuansa warna halaman
buku, tetapi agak kecokelatan karena dipanggang dengan sempurna.
Kue tersebut berkilauan, seolah telah dicat dengan serbuk emas.
“Nah ...,” kata Cosmo, bingung. “Apa kita ... makan?”
“Entahlah,” kata Rose. “Apa yang terjadi kalau kau memakan kue
yang sarat dengan pengetahuan dari buku berkebun ajaib?”
Cosmo menelan ludah. “Aku tidak yakin aku ingin tahu jawabannya.
Tapi, aromanya lezat jadi mungkin ... aku mau memakannya?” Dia
mengusap-usap perut. “Aku kesulitan menolak kue-kue.”
“Menurut pengalamanku,” timpal sang Anjing, “yang terbaik adalah
mengeluarkan kue dari loyang agar bisa mendingin.” Dia
mempertimbangkan kue itu dengan beberapa hirupan. “Ada aroma
sihir yang berbeda pada kue ini.”
Rose menemukan rak pendingin, meletakkannya terbalik di atas kue,
lalu membalik keduanya. Dengan hati-hati, diangkatnya loyangnya.
“Aneh sekali,” kata Rose, mengamati kue itu. Dia menyangka akan
menemukan dasar kecokelatan yang indah, seperti yang ditunjukkan
kue apa pun begitu keluar dari oven. Sebagai gantinya, dia
menemukan kata-kata.
Kata-kata hijau yang bertuliskan The Magykal Gardener.
“Bukunya!” Rose hampir tidak dapat memercayai penglihatannya.
“Kue bolu ini—ini buku!”
“Apa maksudmu dengan ini buku?” tanya Cosmo sambil
desyrindah.blogspot.com

mengernyitkan dahi kebingungan. “Kelihatannya seperti kue di


mataku.”
“Kurasa,” Rose berkata sembari memeriksa huruf melengkung dari
judul yang teretsa pada kue, “sisa abu dari buku entah bagaimana
membentuk ulang diri mereka lagi. Menjadi ini.”
Anjing mengamati kue itu, tampak terkesan. “Menarik, Rosemary
Bliss. Benar-benar kerja yang sangat menarik. Kau yakin kau benar?”
Rose tidak yakin, tetapi mudah saja untuk mencari tahu
kebenarannya. “Tak ada salahnya mencoba,” katanya seraya
mengambil pisau panjang dari konter dapur. Dengan hati-hati, dia
menggerakkan pisau untuk memotong kue secara horizontal, berhenti
tepat sebelum kue terputus sepenuhnya. Rose pernah harus membuat
kue ulang tahun dengan 29 lapisan untuk tetangga sebelah mereka,
Mrs. Carlson, hanya menggunakan dua kue ukuran normal. Dengan
cepat dia menjadi ahli dalam mengiris secara horizontal (dan bersyukur
Mrs. Carlson tidak memesan kue dengan lapisan sebanyak usianya
yang sesungguhnya).
Rose menyelipkan jemari ke bawah ujung terbuka kue dan, sambil
menahan napas, dia membalik lapisan kue bolu itu hingga terbuka
seperti sampul buku.
Bagian dalamnya berwarna hijau pucat, dan di atasnya—pada
halaman pertama!—terdapat tulisan tangan yang jelas dan mudah
dibaca. Tidak terlihat sulur tanaman—hanya cerita serta instruksi
tentang menanam sesuatu yang disebut Bunga Parasut Darurat
(Ceropegia woodii ‘Tempus’)—untuk Penanaman pada Musim Gugur
Jika Seseorang Mengharapkan AkanTerjun Bebas pada Musim Semi.
Hanya sulur berlebih yang mengaburkan kata-katalah yang hilang
terbakar api. Seluruh isinya yang lain—instruksi dan kiat berkebun serta
pengetahuan sihir, semuanya—tetap utuh berkat janji Devin! Namun,
desyrindah.blogspot.com

alih-alih terjalin dari sulur berduri, kini buku itu menjadi lembut,
mengundang dan beraroma ulang tahun.
“Wow,” Rose berkata. Dia melirik sang Anjing, yang tersenyum,
menampakkan serangkaian taring putih tajam. “Cara itu berhasil.
Sekarang, ayo kita cari tahu.”
Rose mengiris satu lapisan tipis demi satu lapisan tipis, membalik-
balik halaman beraroma vanila dengan penuh semangat. “Lihat semua
ini! Penjelasan tentang cara menumbuhkan Spiritweed dan Kembang
Pertama Musim Semi dan—hoaaa, bahkan cara membudidayakan
Toadstools.”
“Jamur?” Cosmo menggaruk-garuk kepala. “Memangnya tidak bisa
dilakukan secara normal saja?”
“Bukan jenis yang ini,” kata sang Anjing. “Toadstools yang
diperlukan dalam resep kami adalah versi harfiah dari nama itu—stool
atau bangku sungguhan yang bisa diduduki katak. Untuk menemukan
hal seperti itu di alam liar memang langka karena jamur toadstool biasa
tidak bisa diharapkan untuk menopang bobot amfibiitu.”
Cosmo mengerjap. “Toadstool, katak duduk di atas bangku?
Wuidih!”
“Ayahku bakal suka buku ini,” kata Rose saat lanjut mengiris kuenya.
Di suatu tempat di dalam The Magykal Gardener, terdapat penjelasan
untuk malapetaka yang menguasai kota. Setiap halaman dari lapisan
tipis kue memuat kisah baru, serangkaian instruksi budidaya baru,
seluruhnya ditulis oleh anggota keluarga Marchesa yang berbeda
sepanjang zaman. Buku ini sama seperti Cookery Booke, sebuah buku
tebal yang disumbangkan oleh bergenerasi-generasi ahli tumbuhan
ajaib.
Namun, sang Marchesa telah menutupinya dengan cabang-cabang
berduri dan menyembunyikannya sehingga hanya dirinya yang dapat
desyrindah.blogspot.com

membacanya. Rose menggeleng-geleng; bukan begitu cara yang tepat


memperlakukan buku seperti ini.
Rose terus mengiris halaman baru dan membaca sepintas lalu. Kira-
kira pada pertengahan buku kue bolu, dia menemukan sebuah
halaman bertanggal hampir tepat lima puluh tahun lalu—atau
setidaknya pada hari bulan Oktober seperti yang disangka Rose.
(Barangkali itu lebih awal, mengingat waktu berjalan terbalik di
Bontemps.)
“Kurasa aku menemukan sesuatu,” Rose berkata. “‘Time After
Thyme (Thymus vulgaris ‘Novis’)—untuk Membalikkan Hari ke Waktu
yang Dikira telah Hilang.’”
Rose membacakan kisahnya dengan nyaring:

Aku merenungkan, seiring bertambahnya usia, apa jadinya jika


aku dapat membalikkan waktu kembali dengan sendirinya?
Apakah kau akan selalu pergi ketika kecantikanku mulai memu-
dar, Eustace? Kurasa tidak. Kurasa—seandainya saja aku bisa
mempertahankan kemudaanku—seluruh hidupku akan berjalan
dengan sangat berbeda. Lebih baik. Karena aku masih akan
memilikimu.
Tidak seorang pun di kota yang memperhatikanku lagi. Mereka
tidak lagi menginginkan keberadaanku. Dan kau—kau mungkin
telah pergi, Eustace, kau mungkin telah meninggalkanku untuk
menyurut kisut selama bertahun-tahun, tapi aku tidak harus
memudar. Aku bisa mekar lagi! Aku akan mekar lagi!
Pada basa solid di tanah yang dikeringkan dengan baik, aku
akan membuat petak tanam dengan pH persis 7.0. Dan aku akan
menanam benih Time-After-Thyme yang kubudidayakan secara
khusus. Dan aku akan menebar Pasir Waktu ke tanah sehingga
desyrindah.blogspot.com

sulur-sulur tanaman itu dapat merembes ke dalam jalinan kota


kita.
Semua ini akan kulakukan untuk menarik tahun-tahun
tambahan dari semua warga Bontemps—orang-orang tidak tahu
terima kasih yang memuliakanku ketika aku masih cantik, kemu-
dian meninggalkanku, seperti dirimu. Dan, pada waktu yang
tepat, ketika cukup waktu tambahan telah tersedot ke tanamanku
yang sangat istimewa, maka akan tiba saatnya panen. Setelah itu,
aku akan bisa memulai lagi.

Rose mendongak dari halaman buku kue bolu ke arah Cosmo dan
sang Anjing. “Ditandatangani oleh ‘Edith Tilley, sang Ahli Berkebun.’”
“Edith Tilley!” seru Cosmo. “Astaga, tapi aku tidak pernah
mendengar nama itu sejak sangat lama.”
“Itu nama sang Marchesa yang sebenarnya?” tanya Anjing.
Cosmo mengangguk. “Kami hanya memanggilnya sang Marchesa
sejak dia mengambil alih kota. Yang, kalau dipikir-pikir, seputaran
waktu ketika resep ini ditulis. Huh.”
Dengan hati-hati, Rose menutup sampul buku kue bolu The Magykal
Gardener dan mulai memasukkan Hadiah dari Orang-Orang Terkasih
yang tersisa ke ranselnya. “Seandainya sang Marchesa menanam
thyme ini, letaknya pasti di kebun keluarga. Kau tahu tempatnya,
Cosmo?”
Respons Cosmo teredam, dan ketika berbalik, Rose mendapati
pemuda itu berdiri di dekat kue, pipinya mengembung, dengan remah-
remah pucat di bibirnya.
“Apa yang kau makan?” tanyaRose, panik.
Sang Anjing melolong. “Cosmo! Tolong katakan kau tidak memakan
buku itu!”
desyrindah.blogspot.com

“Ehm ….” Cosmo menelan dan mengernyit. “Sori. Aromanya benar-


benar lezat.”
Rose memeriksa buku-berbentuk-kue-bolu itu dan lega ketika melihat
hanya satu sudut kecil yang hilang. “Tolong jangan makan buku rahasia
Marchesa, oke? Kita membutuhkan-nya. Setelah semua ini berakhir,
aku janji akan membuatkanmu kue yang sama berukuran dua kali lebih
besar.”
“Sungguh?” tanya Cosmo. “Kalau begitu, sepakat!”
“Janji dulu,” Rose berkata.
“Aku memberimu kata-kataku,” Cosmo menjawab.
Sang Anjing berdeham. “Sekarang, kembali ke pertanyaan Rose: di
mana kita bisa menemukan perkebunan sang Marchesa?”
Cosmo menggaruk-garuk kepala. “Aku tidak tahu keluarga Marchesa
bahkan memiliki perkebunan sampai hari ini.” Dia mengangkat satu
jari. “Dengar, aku baru saja mendapat gagasan. Kau tahu siapa yang
tahu mengenai itu?”
Pada waktu yang berbarengan, Rose dan Cosmo berkata, “Emma!”
...
Lima belas menit kemudian, Rose dan sang Anjing mendapati diri
mereka berjalan berkelok-kelok melalui labirin rak perpustakaan kota.
Cosmo tetap tinggal di kedai makan—dia masih harus beres-beres.
Dan, meskipun Rose khawatir pemuda itu mungkin melupakan janjinya
dan mencicipi satu atau dua potong kue yang sebenarnya buku, The
Magykal Gardener terlalu besar dan terlalu rapuh untuk dibawa-bawa
di ranselnya, jadi dia harus memercayakan buku itu untuk dijaga
Cosmo.
“Rose!” Emma berseru ketika melihat Rose dan sang Anjing
memasuki kantornya. Dia terhuyung-huyung melintasi lantai mewah
desyrindah.blogspot.com

area bermainnya. “Kau sudah kembali! Kau sudah mematahkan


kutukannya?”
“Belum,” jawab Rose. “Tapi, kami berhasil masuk ke rumah ibumu.
Rumahmu, maksudku. Kami tahu rahasianya.”
Mata biru Emma berkilat-kilat oleh kegembiraan. “Tidak ada yang
pernah melewati gerbang itu dalam beberapa dekade. Kau benar-benar
terpilih untuk menyelamatkan kami. Aku tahu ramalan itu tidak
berbohong!”
Sang Anjing duduk di kaki belakangnya dan memandangi
pustakawan mungil itu. “Kami belum menyelamatkanmu, Nak.
Rosemary, kenapa tidak kau jelaskan apa yang kita temukan?”
Rose pun melakukannya—melewatkan bagian tentang bagaimana
dia membakar The Magykal Gardener dan memanggangnya menjadi
kue. Sebelum Rose bahkan bisa menyelesaikan, Emma mulai
merangkak melintasi area bermain ke salah satu tumpukan buku
bergambarnya.
“Thyme,” gumam bayi itu. “Thyme, thyme, thyme.”
“Kau tahu di mana letak kebun ibumu?” tanya Rose.
“Tidak,” kata Emma sambil lalu, seraya melemparkan buku demi
buku di belakangnya. “Dia tidak pernah menyebutkannya kepadaku.
Catatan kota mungkin bisa memberi tahu kita, tapi ... ah, ya, ini dia.”
Sambil mendekap buku bergambar di dadanya, Emma tertatih-tatih
kembali ke arah Rose. “Ketika tumbuh dewasa, ibuku selalu berkeras
agar aku membaca buku-buku tentang berkebun. Yang sekarang
tampak masuk akal, mengingat di situlah letak kekuatannya. Tapi,
ketika aku masih muda aku suka bilang, Mom! Berhentilah memberiku
buku-buku berkebun. Aku cuma mau bacaAnne of Green Gables!”
“Aku suka Anne of Green Gables,” Rose berkata.
“Siapa yang tidak? Anak yatim piatu pemberani yang tinggal di
desyrindah.blogspot.com

peternakan? Hebat,” kata Emma, mengulurkan buku berkebun. “Tapi,


di dalam sini, kita bisa menemukan ilustrasi tanaman thyme, supaya
kita tahu apa yang kita cari.”
“Ide luar biasa,” kata sang Anjing.
“Wah, terima kasih!” Emma tersipu dan jatuh terjengkang, kemudian
berusaha bangkit berdiri lagi. “Sori. Itulah yang terjadi ketika aku terlalu
bersemangat.”
Rose membalik-balik halaman, yang diberi label berdasarkan setiap
huruf pertama tanaman. B untuk Basil, dan O untuk Oregano, dan
seterusnya, sampai akhirnya dia mencapai T untuk Thyme. Ada
ilustrasi semak liar, masing-masing bertangkai panjang dan ditutupi
puluhan bunga ungu.
“Aku pernah melihatnya!” Rose berkata. “Tanaman ini berada tepat
di depan kita—semak raksasa di kaki patung Marchesa!” Rose siap
untuk menghambur ke luar perpustakaan dan langsung ke taman di
alun-alun kota. “Ayo kita cabut!”
“Jangan!” salak sang Anjing.
“Apa?” tanya Rose. “Kenapa jangan?”
“Kau tidak ingat kisah Salazar Bliss, ya?” tanya sang Anjing. “Dia
berusaha mencabut tanaman dan nyaris mengurai jalinan ruang dan
waktu itu sendiri. Kalau kau memanen Time-After-Thyme yang telah
dibudidayakan sang Marchesa dengan hati-hati itu, bisa-bisa kau malah
memperparah kondisi penduduk Bontemps.”
Dengan gemetar, Emma menjulurkan kepala melalui jeruji pagar area
bermain. “A-apa maksudmu denganberbahaya?”
“Tanaman itu telah menyerap berdekade-dekade waktu dari
penduduk Bontemps,” sang Anjing menerangkan. “Karena itulah
semua orang mengalami penuaan terbalik dan waktu sendiri berjalan
mundur. Kalau tanaman ini tidak dipanen dengan benar, semua tahun
itu akan tercurah keluar, dan semua orang yang dibuat muda kembali,”
desyrindah.blogspot.com

dia tidak mau membalas tatapan Rose ataupun Emma, “akan berubah
tua dalam sekejap dan mereka akan mati.”[]
Bab 1h

Andai Aku Bisa Membalikkan Waktu


Seperti Thyme

Butuh beberapa saat hingga pernyataan mengerikan sang Anjing


benar-benar merasuk. Semua orang yang dikenal Rose di Bontemps—
Cosmo, Silver, dan Emma—tampak begitu muda dan berwajah segar;
mudah untuk melupakan bahwa mereka, pada kenyataannya, sudah
lumayan lanjut usia. Emma, yang saking terkejutnya jatuh terduduk dan
sekarang terkulai tak percaya, secara teknis berusia 100 tahun.
Di dunia biasa, manusia bisa hidup sampai usia 100 tahun. Namun,
kebanyakan tidak. Dan, ketika tanaman thyme ajaib itu ditebang,
rasanya akan seperti menarik sumbat pada bak mandi yang
kepenuhan: tahun demi tahun akan membanjir keluar dan
menenggelamkan warga Bontemps.
“Aku—aku sudah hidup cukup lama,” Emma tergeragap. “Mungkin
sudah waktunya bagiku. Tapi, aku tidak bisa berbicara untuk semua
orang lain .... Kami tidak bisa ....”
Rose berlutut di depan area bermain dan mencengkeram pagar kuat-
kuat. “Kami tidak akan membiarkan itu terjadi kepada kalian, Emma,
aku janji.”
Emma mengucek-ngucek mata. “Terima kasih, Rose.”
Rose menoleh kepada sang Anjing. “Jadi, bagaimana kita mencegah
desyrindah.blogspot.com

tanaman thyme menguras tahun-tahun dari semua orang di kota


sekaligus menghentikan semua orang dari tiba-tiba menjadi tua?” Dia
menudingkan satu jari. “Dan, jangan bilang membantuku itu melawan
aturan. Aku tidak peduli lagi soal itu.”
Sang Anjing menaikkan alis lebatnya. “Aku sependapat, Rosemary,
bahwa menyelesaikan persoalan ini lebih penting daripada ujian biasa.”
Dia mulai mondar-mandir. “Tanaman thyme harus dicabut sampai ke
akar karena itulah satu-satunya cara untuk mengembalikan waktu
hingga berjalan normal. Tapi, sebelum itu terjadi, kita perlu
menemukan cara untuk menginokulasi kota.”
“Inokulasi?” tanya Rose. “Seperti memberi mereka suntikan?”
Emma mencengkeram lengan gemuknya. “Oh, kumohon jangan
disuntik. Aku benci suntikan!”
Sang Anjing menggeleng-gelengkan kepalanya yang berbulu. “Tidak,
Emma, kami hanya bisa menggerakkan sihir melalui penganan yang
dipanggang. Jadi, tidak ada suntikan.” Sang Anjing mengendus ransel
merah di bahu Rose. “Solusi kita kemungkinan akan menggunakan
Hadiah dari Orang-Orang Terkasih-mu yang tersisa, Rosemary. Be-
gitulah cara ujian ini bekerja—hadiah selalu berguna. Apa lagi yang
tersisa?”
Rose menurunkan tasnya dan mengintip ke dalam. “Tak banyak,”
katanya muram. Dari semua hadiah yang dia terima dari keluarganya,
hanya dua yang belum digunakan. “Kumis Gus hanyalah satu dari
sembilan nyawanya, dan kurasa itu tidak cukup untuk semua orang di
Bontemps. Oh, dan ini.” Dia mengeluarkan timer dapur ibunya yang
penuh ukiran rumit.
Sang Anjing mengamati jam pasir itu. “Barangkali itu perlu diperiksa
lagi.”
Rose membolak-balik jam itu di tangannya. Pusaka keluarga Bliss itu
desyrindah.blogspot.com

terbuat dari kayu, diukir dengan motif dedaunan yang melengkung


anggun di atas penanda waktunya. Kebalikan dari ranting berduri tajam
yang telah mencekik halaman-halaman The Magykal Gardener.
Ketika membolak-balik jam pasir di tangannya itulah Rose menyadari
ada sesuatu yang terukir di dasarnya.
“Aku melihat sesuatu,” kata Rose sambil menyipitkan mata.
“Katanya, ‘ANDAI AKU BISA MEMBALIKKAN WAKTU.’”
“Waktu!” pekik Emma penuh semangat. “Tentu saja! Jam pasir itu
bisa membantu soal waktu!” Dia menggigit bibir.“Ehm, bisakah?”
“Aku yakin kau mungkin telah menemukan sesuatu yang penting,”
kata sang Anjing. “Ada lagi?”
Rose membalik jam pasir itu lagi dan melihat, di ujung sisi satunya,
terdapat dua simbol yang tidak dia sadari sebelumnya.
酵母
Rose mengulurkan jam pasir itu supaya sang Anjing dapat
melihatnya. “Kau tahu bahasa apa ini?”
Sang Anjing mempelajarinya untuk waktu yang lama, menelengkan
kepalanya ke sana kemari. “Ah, yah, ini memalukan. Terlepas dari
pengalamanku selama berabad-abad, aku tidak ingat pernah
menemukan jenis tulisan khusus ini.”
Emma membuat gerakan meraih dengan tangannya. “Boleh kulihat?
Kalau ini tulisan sungguhan, kemungkinan seorang pustakawan akan
dapat mengenalinya.”
Rose menempatkan jam pasir di tangan Emma, yang menelusuri
simbol-simbol itu dengan jemarinya yang mungil. “Cina!” dia
mengumumkan. “Cina Tradisional, sebenarnya. Ada kamus bahasa
Mandarin-Inggris di perpustakaan ini.” Ditatapnya Rose dengan penuh
semangat. “Apakah ini petunjuk? Akankah ini membantu menyela-
matkan kami?”
desyrindah.blogspot.com

“Ini awal,” kata Rose, memasukkan jam pasir ke ransel. “Ayo, Anjing,
kita cari kamus itu!”
...
Insting pertama Rose adalah menemukan komputer dan mencari buku
yang mereka butuhkan, tetapi tentu saja tidak ada komputer di
perpustakaan kuno ini. Alih-alih, Rose dan Anjing mencari Simon, dan
sementara mereka bersembunyi di balik kereta buku (supaya tidak
terlihat oleh pustakawan muda lainnya), teman Cosmo itu membuka
kabinet raksasa yang dikenal sebagai katalog kartu.
Sesaat kemudian, Simon kembali membawa kartu catatan dengan
banyak nomor di atasnya.
“Senang bisa membantu,” kata Simon. “Dengar, aku ingin bertanya
—kenapa sang Marchesa mencarimu, omong-omong?”
Benak Rose berputar mencari kebohongan yang meyakinkan. “Ehm,
Emma merencanakan kejutan besar untuk ibunya hari ini di Pesta
Dansa Hari Warisan, dan aku serta anjingku Lester akan memberikan
penampilan spesial. Tapi, kau kan tahu bagaimana Marchesa itu—dia
mencurigai semua orang!”
“Aku setuju denganmu,” kata Simon, menepuk-nepuk kepala sang
Anjing. “Kejutan terdengar hebat, dan sangat dibutuhkan seisi kota.”
Rose mengulaskan senyum kepada Simon, kemudian menghindar.
Berbohong bukan keahliannya, tetapi dia belajar dari yang terbaik:
kedua saudara laki-lakinya.
Angka-angka pada kartu itu sama dengan yang ada di perpustakaan
sekolah Rose—Sistem Desimal Dewey. Rose menemukan lorong yang
tepat, lalu berjalan di sepanjang rak sambil menelusurkan jemari pada
buku-buku hingga menemukan yang dia cari.
Kamus Bahasa Cina-Inggris Versi Mudah. Buku tebal itu dilapisi kain
desyrindah.blogspot.com

merah. Rose meletakkannya di lantai, lalu mengeluarkan jam pasir dari


tasnya, mencari terjemahan simbol yang terukir pada kayu di kamus.
Sang Anjing meregangkan tubuh sementara Rose bekerja,
memandangi gadis itu. “Aku sangat terkesan dengan ketabahanmu,
Rosemary Bliss,” kata sang Anjing.
“Trims,” Rose memberitahunya. “Apakah itu berarti aku akan
mendapat nilai bagus dalam ujian?”
“Belum tentu,” kata sang Anjing.“Lanjutkan.”
Butuh beberapa saat, tetapi akhirnya dia bisa menguraikan simbol-
simbol itu. “Ini,” kata Rose. “Simbol-simbol ini berarti ... ragi?”
“Ragi,” ulang Anjing. “Kurasa aku mengenali bulir-bulirnya di dalam
jam pasir itu.”
“Bulir-bulir pasir!” seru Rose, begitu bersemangat sampai-sampai dia
hampir lupa memelankan suaranya. Dia membalik jam pasir dan
menyaksikan bulir-bulir perak dan biru mengalir dari satu ujung ke
ujung yang lain. “Ini sama sekali bukan pasir, ‘kan? Ini semacam ragi
istimewa!”
Sekali lagi, Rose membelai ukiran di dasar jam pasir. Tadinya, dia
mengira uliran di bagian bawah itu hanyalah bagian dari desain, tetapi
setelah diperiksa lebih saksama, dia menyadari bahwa alurnya
menyerong—itu ulir sekrup.
Rose mencengkeram bagian bawah jam pasir dan memutarnya, dan
penutup bundar itu langsung berputar. Rasanya seperti membuka
stoples selai kacang.
Dia mengencangkan tutupnya lagi, tidak ingin menumpahkan ragi di
dalamnya. “Kita harus mencari tahu apa yang bisa dilakukan ragi ini.
Mungkin Emma punya buku lain.” Ketika sang Anjing tidak segera
merespons, Rose menyadari kepalanya tidak bergerak. Anjing?”“
Sang Anjing duduk mematung di bawah bayang-bayang rak mahoni
desyrindah.blogspot.com

yang menjulang. Gigil dingin menjalari Rose, seperti firasat pertama


tentang hujan yang akan datang, kemudian sang Anjing mulai
berbicara dalam nada rendah menghipnosis.
“Mantou Kelangsungan,” kata sang Anjing, “untuk Pemanjangan
Waktu Ketika Waktu Tampak Hilang.
“Pada 1888, Theodore Bliss mendapati dirinya merapat di pelabuhan
Tianjin, Cina, dan di sana dia mendengar kisah sedih nenek seorang
pelaut yang terbaring di ranjang kematiannya. Ajalnya pasti berakhir
sebelum fajar pada hari berikutnya, dan si pelaut menyesalkan bahwa
banyak anak, cucu, serta cicit, tidak punya cukup waktu untuk
mendampingi sang nenek pada hari-hari terakhirnya.
“Theodore Bliss tersentuh mendengar cerita itu, jadi dia membuat
resep untuk roti kukus sederhana dengan gaya Cina. Theodore
mengembangkan Ragi Abadi dalam air hangat, lalu menyatukan
campuran tersebut dengan tepung. Adonannya befermentasi dan
mengembang dua kali lipat, dan Theodore menguleni semua
harapannya ke dalam campuran. Akhirnya, Theodore Bliss membagi
adonan itu menjadi bola-bola dan mengukus roti—atau mantou—
dalam rak bambu sampai hangat dan empuk.
“Mantou Kelangsungan membuat nenek pelaut itu bertahan terhadap
panah waktu selama lima hari dan lima malam penuh. Jam demi jam
berlalu, tetapi tidak bagi perempuan itu, dan penyakitnya pun tidak
membaik. Cicit, cucu, anak-anak, dan semua teman sang nenek
melakukan perjalanan ke Tianjin dengan kereta serta kapal, beberapa di
antaranya dengan berani melalui jalur kereta baru, sampai wanita itu
dikelilingi dalam pelukan penuh kasih mereka. Dan, ketika mantra
mantou memudar dan wanita tua itu akhirnya bergabung kembali
dengan aliran waktu, dia melanjutkan perjalanan ke dunia berikutnya,
desyrindah.blogspot.com

dengan kepuasan dan senyum syukur di wajahnya.”


“Ragi Abadi,” kata Rose. Dia membelai kepala sang Anjing, dan
anjing itu nyaris tidak bisa menahan diri untuk menepuk-nepukkan kaki
belakangnya. “Bagaimana kau bisa mengingat semua cerita dari Booke
kata demi kata begitu?”
Mata sang Anjing berkerut-kerut dalam senyum penuh arti. “Aku tahu
Cookery Booke luar dan dalam,” katanya. Dengan penuh teka-teki, dia
menambahkan, “Ada yang bilang akulah Cookery Booke luar dan
dalam.”
“Kurasa karena itulah kau menjadi Master Agung,” timpal Rose. Rose
bangkit berdiri dan, diiringi geraman pengerahan tenaga, menaruh
kembali kamus itu ke rak. “Jadi, dengan ragi ini,” diacungkannya jam
pasir itu,“kita bisa menciptakan sesuatu yang membuat penduduk kota
tahan terhadap aliran waktu, sama seperti efek mantou terhadap wanita
tua itu, bukan? Tapi, apa yang akan terjadi begitu mantranya
memudar?”
“Penduduk kota sekali lagi akan tunduk dalam jalannya waktu yang
normal.” Sang Anjing menggeleng-geleng. “Tapi tidak masalah—
bahaya dari tanaman thyme yang tercabut milik sang Marchesa akan
berlalu. Tahun-tahun dan dekade-dekade yang tertimbun tidak hanya
bertahan; pada saat itu, kesemuanya akan menghilang tanpa
membahayakan.”
Rose menatap sang Anjing, yang tampak mengedipkan sebelah mata
kepadanya. “Tapi, bagaimana kita bisa membuat sekelompok anak-
anak lanjut usia memakan roti Cina?” dia bertanya. “Maksudku, bagiku
kedengarannya enak, tapi kita perlu memastikan semua orang mema-
kannya.”
“Cosmo tidak bisa menahan diri dan memakan buku-kue-bolu itu,”
kata sang Anjing. “Jadi, untuk apa membuat roti Cina? Sebagai
gantinya—”
desyrindah.blogspot.com

“Kue bolu!” Rose tersenyum. “Anak macam apa yang tidak


menyukai kue bolu?” Dia mulai menyusuri lorong. “Kita harus kembali
ke kedai. Aku tahu resep kue bolu yang sempurna.”
Sebelum Rose sempat mengambil tiga langkah, keributan terdengar
dari seberang perpustakaan.
Terdengar bunyi berdebum ketika pintu kantor pusat ditendang
terbuka, disusul lolongan protes Emma. “Emma!” Rose memanggil. Dia
hampir berlari ketika merasakan gigi sang Anjing menahan sabuknya.
“Hanya satu orang yang berani membuat gangguan seperti itu,”
geram sang Anjing. “Kita harus hati-hati.”
“Benar.” Rose merunduk di balik rak terdekat, dengan sang Anjing di
sisinya. Digesernya buku-buku itu sampai ada ruang yang cukup untuk
mengintip.
Para penjaga Marchesa berdiri dengan teguh di kedua sisi pintu
kantor, menatap tajam ke arah para pustakawan anak-anak yang
ketakutan. Suara Marchesa bergema keluar dari kantor Emma.
“Di mana?” desak sang Marchesa. “Di mana ramalan itu? Katakan
kepadaku!”
“Aku—tidak ada padaku!” Emma memekik. “Aku sudah mencari dan
mencari, tapi tidak menemukannya di mana pun, Ib—maksudku,
Marchesa.”
“Pembohong!” seru sang Marchesa melengking. “Kau membantu
gadis jahat dan binatang buasnya itu, bukan? Apakah kau
memberitahunya cara menyerang rumahku? Mengusik barang-barang
berhargaku?”
“T—tidak,” Emma gelagapan. “Aku-aku-aku tidak akan pernah—”
Kata-kata Emma terputus oleh seruan kengerian.
Sang Marchesa muncul dari kantor, menyeret Emma di sisinya.
“Bawa dia,” katanya, hidungnya berkerut jijik.
Salah satu penjaga terpincang-pincang ke depan, bertumpu pada
desyrindah.blogspot.com

kaki kanannya—Dia pasti menginjak biji bekel itu, pikir Rose. Rahang
anak lelaki itu melunak begitu dia meraih Emma.
Emma mengibaskan tangan dan menendangkan kaki kecilnya, tetapi
dia tidak berdaya dalam genggaman anak lelaki itu. Sang Marchesa
mendekat dan Emma pun terdiam. “Anak perempuan selalu
mengkhianati ibu mereka.”
Emma terisak-isak dan membenamkan kepala di tangannya.
“Dengar!” sang Marchesa mengumumkan kepada para pustakawan
yang ketakutan. Mereka langsung menghentikan apa pun yang tengah
mereka lakukan ketika sang Marchesa masuk dan meringkuk seperti
bola. “Aku, sang Marchesa, akan menampilkan demonstrasi khusus
terhadap Emma Tilley malam ini pada pesta dansa Festival Hari
Warisan. Aku memerintahkan agar kalian semua hadir di sana untuk
menyaksikan penghinaan yang pantas baginya. Hadir di sana ...,” dia
melengkungkan jemarinya yang dikuteks menjadi cakar, “atau terima
sendiri akibatnya.”
“Ya, Marchesa,” terdengar paduan suara ketakutan.
Marchesa mengangkat dagu putrinya, memaksa bayi itu untuk
menatap matanya. “Begitu mereka melihat apa yang kulakukan
kepadamu,” katanya mengejek, “mereka akan dengan senang hati
menyerahkan gadis ramalan itu. Dan, tidak ada yang bisa kau lakukan
untuk menghentikannya.”
Dengan Emma masih meratap sedih, sang Marchesa memimpin para
pengawalnya menyusuri lorong-lorong dan keluar dari pintu masuk
utama perpustakaan. Rose mengamati dari tempat persembunyiannya
di belakang rak buku, tangannya mengepal.
Ketika datang ke Bontemps, dia hanya bertekad untuk
menyelesaikan ujiannya secepat mungkin, sehingga dia bisa pulang
tepat waktu untuk pesta dansa besar pertamanya. Tak satu pun dari hal
desyrindah.blogspot.com

itu yang terasa penting lagi sekarang. Satu-satunya yang berarti adalah
menyelamatkan Emma dan menyelamatkan Kota Bontemps. Bukan
gara-gara ujian bodoh, melainkan karena itu hal yang tepat untuk dila-
kukan.
Itu tugas yang harus dilakukan seorangBliss.
Rose berderap ke arah yang berlawanan dengan tangisan Emma
yang berangsur-angsur lenyap, menuju pintu belakang perpustakaan.
Sang Anjing berlari di belakangnya saat mereka melewati rak demi rak.
“Aku merasa kau punya rencana,” sang Anjing mendengus.
Rose berbelok di sudut dan melihat pintu menuju gang. “Kalau
Marchesa mewajibkan setiap orang menghadiri pesta dansa malam ini,
berarti kita memiliki kesempatan sempurna untuk menyuntik mereka
menggunakan Ragi Abadi. Dan, kita bisa menyelamatkan Emma.”
Rose mendorong pintu hingga terbuka, udara malam yang dingin
menyambutnya. “Sekarang, mari mulai bekerja,” katanya. “Saatnya
untuk membuat roti sungguhan.”[]
desyrindah.blogspot.com
Bab 1i

Bawa Masuk Badutnya

Ketika Rose dan sang Anjing kembali ke Silver Spoon, lampu-lampu


jalan di sekitar kota mulai menyala, mengusir kesuraman awal malam.
Bontemps bermandikan cahaya kekuningan yang—seandainya Rose
tidak tahu-menahu tentang kutukan Marchesa—membuat segalanya
hampir indah. Lusinan anak muda berpakaian rapi melintasi jalan-
jalan, bersiap untuk pesta malam itu. Anak laki-laki mengenakan jas
dalam warna-warni cerah seperti raspberry dan biru Tiffany, sementara
anak perempuan mengenakan gaun yang sama mencoloknya dari satin
dan renda. Rose bahkan melihat seorang gadis mengenakan gaun
merah selutut dengan sabuk putih di pinggang—hampir identik dengan
gaun yang akan dikenakannya ke pesta dansanya sendiri bersama
Devin.
Sekarang ini, pesta dansa yang itu pasti sudah berakhir, tetapi pesta
dansa Hari Warisan baru saja akan dimulai.
Yang mengejutkan, Silver Spoon kosong ketika Rose dan sang Anjing
masuk. Silver telah mengganti kaus putih penuh nodanya dengan
setelan abu-abu dan kemeja biru gelap—ditambah dasi bermotif lebah.
“Kami tutup lebih awal,” katanya tanpa mengangkat pandangan,
berpindah dari meja ke meja dengan kain lap. “Semua orang harus
berada di pesta dansa. Jangan sampai menerima akibatnya!”
“Ini cuma aku!” seru Rose, bergegas melewati konter depan.
desyrindah.blogspot.com

“Sampai ketemu di sana!”


Dia tidak menunggu jawaban Silver dan langsung menghambur ke
dapur. Sang Anjing mengikutinya. Kekacauan di sana nyaris sama
seperti terakhir kali dia tinggalkan. Cosmo duduk di kursi lipat di
sebelah pintu, mata cokelatnya yang besar mengerjap-ngerjap di balik
kacamata. “Aku kalah,” katanya. “Aku bersumpah kekacauan ini ber-
tambah dua kali lipat secara ajaib setiap kali aku berbalik.”
Rose membersihkan ruang di meja persiapan dan menaruh
ranselnya. Dia lega mendapati Magykal Gardener masih berada di rak
pendingin dalam keadaan utuh—yah, kecuali cuilan di sudut yang
dimakan Cosmo.
“Oh, aku lupa bertanya!” Cosmo melompat berdiri. “Apakah Emma
tahu di mana perkebunan Marchesa berada?”
Rose cepat-cepat mengumpulkan tepung dan telur serta dua wadah
plastik yang cukup besar untuk menampung adonan dalam jumlah
besar. “Tidak, tapi kami tahu rencana Marchesa, dan Emma dalam
masalah. Masalah besar.”
“Kedengarannya tidak bagus,” kata Cosmo gugup. “Apa yang
terjadi?”
“Anjing,” Rose berseru, “bersedia menjelaskan?” Namun, sang
Anjing tidak memedulikannya, sibuk mengendus-endus lantai untuk
mencari remah-remah.
“Kau saja, Rose,” kata sang Anjing, meringkuk seperti bola tepat di
samping oven. “Aku butuh sedikit beristirahat.”
Sambil bekerja, Rose menjelaskan semua yang terjadi di
perpustakaan—penemuantanaman thyme yang menyedot waktu, Ragi
Abadi dari Cina, sang Marchesa yang pergi membawa Emma.
“Marchesa benar-benar menempatkan kami dalam bahaya,” kata
desyrindah.blogspot.com

Cosmo, mengikatkan celemek bersih dan beringsut ke sebelah Rose.


“Tapi, apa kita punya cukup waktu untuk membuat kue bolu bagi
seluruh kota?”
“Masih sempat, Cosmo,” kata sang Anjing dari posisinya di lantai.
“Tapi, kita tidak boleh malas-malasan. Karena kita akan menggunakan
isi jam pasir, aku yang akan mencatatwaktu pemanggangannya.”
Rose menaruh dua bak plastik besar di tengah-tengah meja
persiapan. Sementara Cosmo menakar tepung, gadis itu menyiapkan
ragi. Ragi biasanya tidak digunakan dalam membuat kue bolu, tetapi
dia sering menggunakannya dalam roti, dan dia curiga bahwa—seperti
kebanyakan bahan ajaib lainnya—efeknya akan kuat. Dia pun mengisi
mangkuk kaca dengan air—tidak terlalu panas atau terlalu dingin—dan
menambahkan gula secukupnya.
Kemudian, Rose memutar ujung jam pasir ibunya sampai
penutupnya terbuka. Ragi itu berkilauan perak dan biru di dalamnya.
Biasanya, ragi berbau seperti susu basi, tetapi aroma yang tercium dari
jam pasir terasa menyenangkan dan hangat. Rose mendadak teringat
dirinya duduk di bilik dapur Toko Roti Bliss pada usia empat tahun. Dia
sedang menguleni adonan—bagian yang tidak digunakan ibunya,
meskipun dia tidak menyadarinya pada saat itu—sementara di konter
dapur, ibunya melakukan hal yang sama. Kenangan tentang mereka
yang bekerja bersama terasa seperti dibungkus selimut hangat dan
disajikan secangkir cokelat panas pada hari musim dingin; begitu hidup
sampai-sampai Rose merasakan air mata menyengat matanya.
Anak-anak perempuan selalu mengkhianati ibu-ibu mereka, begitu
tuding sang Marchesa kepada Emma.
Rose tidak bisa membayangkan dirinya akan pernah membahayakan
Purdy, atau ibunya memperlakukannya seperti sang Marchesa
memperlakukan Emma. Seharusnya, hubungan ibu dan anak
perempuan tidak seperti itu. Suatu hari, Rose berharap, Emma akan
desyrindah.blogspot.com

memahaminya.
“Sekarang apa?” tanya Cosmo, memandangi adonan di hadapan
mereka.
“Mundur.” Rose berhenti sejenak sebelum mengambil sesendok takar
ragi untuk dituang ke air hangat. “Aku tidak yakin apa yang akan
terjadi.”
“Kau tidak perlu menyuruhku dua kali,” kata Cosmo, berjongkok di
samping sang Anjing, lalu menepuk-nepuk kepala binatang itu.
Sambil menahan napas, Rose menuang ragi ke mangkuk berisi air
dan gula, lalu segera melompat mundur, melindungi wajah.
Tak ada yang terjadi.
Rose mengintip melalui sela-sela jarinya. Ragi keperakan itu
mengapung di atas air, lembam dan tidak reaktif. Tanpa bisa dicegah,
kepanikan menguasai Rose. Hanya ini rencananya. Jika cara ini tidak
berhasil, maka—
“Yah, itu agak mengecewakan—” Cosmo mulai berkata.
Deguk besar terdengar dari mangkuk, dan permukaannya
menggelegak menjadi gundukan gelembung kecil berwarna turquoise.
Campuran itu mengeluarkan buih, gelembungnya bertumpuk semakin
tinggi, meluber dari tepinya dan bercucuran di atas meja.
“Wuidih!” Cosmo berseru. “Itu seperti gunung api dari cuka-dan-
baking-soda, seperti yang pernah kubuat untuk festival sains pertamaku
di sekolah dasar!”
“Waktu terus berjalan!” sang Anjing melolong. “Buat kue bolunya,
Rosemary, kerjakan!”
Rose pun langsung bekerja. Cosmo memecahkan telur sementara
Rose mengaduk bercangkir-cangkir gula dan bersendok-sendok makan
garam ke dalam wadah tepung. Kemudian dia memasukkan telur-telur,
susu, dan ragi, yang hanya memperbanyak gelembung-gelembung
yang mengalir—tak lama kemudian, Rose, Cosmo, dan lantainya ter-
desyrindah.blogspot.com

selubung buih seputih sabun. Sang Anjing sekarang berdiri, bulu-


bulunya meremang.
“Aku tidak suka kebasahan, Rosemary Bliss,” kata sang Anjing.
“Kalau begitu, sebaiknya kau mundur!” tukas Rose.
Dia dan Cosmo mengaduk mentega cair sampai adonan menjadi
halus—sulit, karena gas dari ragi yang ditambahkan terus menggelegak
dan meledak serta memercikkan adonan kue bolu ke wajah mereka.
Mereka selesai tepat pada waktunya untuk mundur ketika wadah-
wadah adonan mulai naik.
Secara harfiah.
Seharusnya, adonan itu yang mengembang dua kali lipat, tetapi Rose
tidak menyangka justru wadahnya yang naik dari meja persiapan,
melayang-layang di udara seolah adonannya diisi helium. Adonan
mengembang di atas puncak bak seperti muffin besar.
“Jangan biarkan mereka melayang pergi!” sang Anjing menyalak.
“Tangkap wadah itu!”
Cosmo berjongkok dan melengkungkan kedua tangannya. “Ayo,
Rose, lompatlah!”
Rose menyelipkan satu kaki ke tangan anak lelaki itu, dan Cosmo
pun mendorongnya tinggi ke udara. Rose meraih bibir salah satu
wadah dengan kedua tangan, tetapi baskom tersebut tidak turun lagi.
Sebagai gantinya, dia tergantung melayang-layang di sana, sepatunya
menggelantung enam puluh sentimeter dari lantai.
Sementara itu, Cosmo mengangkat kursi lipat ke seberang dapur dan
memanjat, meraih baskom lain tepat sebelum adonan berserakan
menabrak langit-langit bernoda minyak.
“Ehm, berapa lama lagi semuanya akan melayang-layang seperti
ini?” tanya Cosmo, tegang.
“Aku tidak tahu!” Rose berseru. “Mungkin aku menambahkan terlalu
desyrindah.blogspot.com

banyak ragi. Kita—” Dia memekik ketika baskomnya mengambul ke


udara, menariknya tiga puluh senti lagi ke udara.“Ehm, Anjing?”
Mata sang Anjing berfokus bagaikan laser pada baskom yang
mengapung. “Seharusnya sudah berhenti sekitar—”
Mendadak, baskom-baskom itu jatuh, berdebum berat ke meja
persiapan dari logam. Rose dan Cosmo jatuh tepat bersama mereka,
menjerit ketika tersungkur ke karpet karet dapur.
“—sekarang,” sang Anjing mengakhiri.
Rose menarik napas dalam-dalam, memandangi kekacauan yang
dibuatnya. Tidak ada yang lebih dia sukai daripada dapur yang bersih,
tetapi bersih harus menunggu.
“Saatnya memasukkan ini ke oven,” katanya, mendorong dirinya
berdiri dan membagi adonan ke dalam loyang-loyang kue bolu. “Tak
ada waktu untuk disia-siakan.”
“Jelas tidak,” sahut Cosmo. “Terutama kalau Emma dalam masalah.”
Rose menaburkan gula pasir di permukaan adonan kue bolu untuk
menciptakan kerenyahan manis yang akan disukai penduduk kota. Jika
mereka ingin setiap penduduk Bontemps memakan sebagian dari ini—
dan mereka harus memakannya—kue-kue tersebut mesti menjadi bolu
paling lezat yang pernah dibuatnya.
Begitu dia selesai, Rose menyerahkan loyang kue bolu satu per satu
kepada Cosmo, yang menyelipkannya ke dalam oven.
“Jadi, apa rencananya?” Cosmo bertanya. “Semua orang perlu
menyantap kue ini sehingga mereka tidak akan langsung menua dan
berkalang tanah?”
“Tepat,” Rose menegaskan. “Setelah bolu-bolu ini selesai
dipanggang, kita akan langsung membawanya ke pesta dansa—” Rose
terdiam, sebuah kesadaran menghampirinya. “Oh, tapi kalau ada yang
mengenaliku, mereka akan memperingatkan sang Marchesa.”
desyrindah.blogspot.com

“Kau butuh penyamaran,” kata Cosmo, menyeka keringat dari dahi.


“Aku masih menyukai ide Broomenthal-ku.”
Sang Anjing menyalakkan tawa. “Bukankah itu saranmu
sebelumnya, Nak? Rosemary bisa membaur dengan menonjolkan diri.”
Cosmo menggemakan tawa Anjing. “Hei, kau benar! Nah, Rose,
bagaimana perasaanmu kalau pakai riasan wajah badut?”
Rose meringis. “Tidak bagus?”
“Jawaban yang salah!” kata Cosmo seraya menepuk-nepuk bahunya.
“Jawaban yang salah.”
...
“Aku merasa konyol,” ujar Rose empat puluh lima menit kemudian
seraya membentangkan tangan dan mengamati kostum mencoloknya.
“Memang seharusnya kau tampak konyol, Nak!” Cosmo berseru.
“Kau kan badut sirkus!”
Dia mengenakan baju terusan kuning longgar dengan kerah putih
berenda dan kancing-kancing bola besar di bagian depan. Menutupi
kedsnya, dia mengenakan sepatu merah besar, dan mukanya berlumur
cat wajah dan ada lingkaran merah di sekeliling bibirnya. Yang paling
menghibur, menurut Cosmo, adalah hidung bola bundar dan rambut
palsu megar yang terbuat dari benang merah.
Ini amat sangat jauh dari gaun indah yang seharusnya dia kenakan
ke pesta dansa sekolahnya.
“Kenapa kau memiliki kostum memalukan ini?” Rose bertanya.
“Dahulu kala,” kata Cosmo murung, “aku ingin melarikan diri dan
bergabung dengan rombongan sirkus. Karena itulah aku tahu segala hal
tentang keluarga Broomenthal.” Dia menghela napas. “Tapi, menurut
mereka aku tidak cukup lucu.”
desyrindah.blogspot.com

“Ini luar biasa,” kata sang Anjing. “Aku tidak akan pernah
mengenalimu. Kecuali aku secara khusus mencari badut, dengan begitu
aku akan mengenalimu.”
“Iyuh,” kata Rose. “Pasti ada kostum lain yang bisa kukenakan.”
“Rosemary,” kata sang Anjing, “tolong lupakan soal penampilanmu.
Bolunya sudah siap! Kita harus bergegas.”
Bolu-bolu itu telah matang dengan baik, memenuhi dapur dengan
aroma hangat dan manis. Idealnya, kue bolu dibiarkan mendingin
selama beberapa saat, tetapi kue bolu mereka tidak memiliki
kemewahan itu—Rose dan Cosmo cepat-cepat mengirisnya menjadi
kotak-kotak seukuran satu gigit dan menumpuknya ke dalam kantong
Silver Spoon.
“Waduh.” Cosmo mengerang nikmat ketika menelan salah satu
potongan kue bolu persegi. “Padahal kukira buku-kue-bolu berkebun
yang tadi sudah enak!”
“Senang kau menyukainya,” kata Rose, memasukkan satu potong
terakhir ke kantong yang menggembung dan memberi isyarat kepada
sang Anjing. “Sekarang, ayo kita keluar dari sini dan menyajikannya
kepada seisi kota.”
Rose menyandang ransel dan, sambil mendekap dua kantong penuh
bolu, tertatih-tatih dengan sepatu merah besarnya keluar dari dapur.
Cosmo mengikuti dengan kantong-kantong lain tepat di belakangnya,
sementara sang Anjing dengan patuh mengekor paling belakang.
Di luar gelap dan dingin, tetapi taman di seberang jalan penuh
kehidupan. Lampu-lampu putih tergantung di antara pohon-pohon dan
lentera kertas kuning tergantung dari cabang-cabang di sana sini. Musik
swing yang riang dan ceria terdengar di seantero alun-alun, bersama
ratusan suara manusia yang bersenang-senang.
Anak-anak Bontemps ada di mana-mana, duduk di atas selimut di
bawah pohon dan berkerumun di sekitar gazebo. Anehnya, tidak ada
desyrindah.blogspot.com

yang memperhatikan Rose saat dia lewat. Mungkin Cosmo benar


tentang membaur dengan cara menonjolkan diri.
Dia mengangguk tanpa bersuara kepada Cosmo dan sang Anjing
ketika mereka mendekati lapangan terbuka dengan panggung dan
patung Marchesa. Mereka berpisah, dan Cosmo mulai membagikan
potongan kue bolu kepada semua orang yang terlihat. “Sampel gratis
kue terenak yang pernah kau santap,” Cosmo mengumumkan berulang
kali. Sang Anjing menyelip di belakangnya.
Rose berjalan menuju panggung, membagikan segigit kue kepada
setiap anak yang dia lewati. “Sampel gratis dari Silver Spoon!” Anak
laki-laki dan perempuan menjerit kegirangan dan menelan kue hampir
secepat Rose bisa membagikannya.
Ketika menerobos kerumunan, Rose tiba di lantai kayu tipis yang
diletakkan di atas hamparan rumput di depan panggung.
Lantai dansa.
Ketika menyaksikan beberapa remaja dan anak-anak yang lebih
muda berjoget, Rose menelan ludah, sekali lagi berharap dia bisa
menghadiri pesta dansa bersama Devin. Namun, kemudian dia
menggeleng-geleng kuat. Tidak, ini jauh lebih penting.
Setengah lusin obor tiki menerangi band yang terdiri dari empat
balita mengenakan bretel, kemeja berkancing, dan dasi kupu-kupu
polkadot yang identik. Satu orang memetik banyo yang lebarnya
hampir setinggi tubuhnya, sementara yang lain menggerakkan
lengannya di sepanjang instrumen washboard dalam tong besar. Anak
ketiga entah bagaimana berhasil meniupkan alunan musik pada
trompet yang nyaris tidak bisa diangkatnya. Anggota keempat adalah
anak kecil yang sangat mengingatkan Rose kepada Leigh, mengicaukan
lagu pendek kuno.
“Hei, kau! Tunggu di sana!”
desyrindah.blogspot.com

Rose mematung, setengah jalan menyerahkan sepotong kue bolu


kepada seorang anak berusia enam tahun yang cengar-cengir dengan
gigi depan ompong kepadanya. Rose menelan ludah, menyerahkan
kue bolu penyelamat jiwa kepada anak itu, kemudian berbalik
menghadapi siapa pun yang memanggilnya.
Itu salah satu penjaga.
Rose mengenalinya dari rumah Marchesa—pemuda berambut cepak
yang mengintip ke ruang tamu. Dia berderap, wajahnya merengut,
selendang ungu berkibar di dadanya yang berseragam.
“Halo!” kata Rose, menggunakan suara yang dia harap agak lucu.
“Malam yang menyenangkan untuk menikmati kue bolu!” Gadis itu
meremas hidung dan membunyikan tet-tot tet-tot tepat seperti yang
dijanjikan Cosmo. Seorang anak lanjut usia cekikikan di tengah
kerumunan yang gelap.
“Sang Marchesa mencarimu!” penjaga itu berteriak mengalahkan
suara musik.
Napas Rose tersekat di tenggorokan. Dia harus lari! Namun, dalam
sepatu badut konyolnya, kemungkinan dia akan tersandung dalam
kegelapan.
“Mencariku?” tanya Rose dalam suara konyol. “Kenapa? Aku kan
ada di sini!” Dia mengayunkan tangan kanan ke kiri dan mencoba
menirukan adiknya, Sage. “Atau apakah aku di sini?” Dia
menyilangkan tangan kirinya ke kanan, lalu menengok dengan bingung
ke kedua arah. Dia memisahkan lengan-lengannya, lalu berputar liar di
tempat. “Woah-oh-oh! Aku berada di begitu banyak tempat sampai-
sampai itu membuatku pusing!”
Terdengar tawa penuh penghargaan ketika beberapa warga kota
mengalihkan perhatian mereka dari lantai dansa ke arahnya. “Lihat
badut sinting itu!” kata seorang anak lelaki mungil, matanya
membelalak.
desyrindah.blogspot.com

Rose memperhatikan mereka semua menjilati remah-remah kue bolu


dari jemari masing-masing. Di atas kepala mereka, dilihatnya Cosmo
dan sang Anjing bergerak melewati kerumunan, membagikan lebih
banyak.
Rencana itu berhasil.
Penjaga itu merengut kepada Rose untuk waktu yang lama. Jantung
Rose berdetak kencang mengikuti irama lagu pendek itu sampai
akhirnya si pemuda menyeringai. “Sang Marchesa suka badut. Dia
kesal karena tidak pernah mendatangi kediaman Broomenthal.
Katakan, kau bisa bermain simbang?”
Rose mengembuskan napas lega. “Ugh, tidak sejak aku mencoba
untuk menyimbang kapak,” dia tergagap. “Kau tidak akan percaya
separah apa dampaknya.”
Sang penjaga mengernyit. “Mungkin simpan kisah berdarah itu untuk
di pub nanti.” Seraya mencondongkan tubuh, dia berbisik, “Semakin
muda seseorang, mereka jadi lebih sensitif.”
“Kadang-kadang aku lupa,” kata Rose, nyaris tidak percaya dia bisa
lolos dengan tipu muslihat itu.
Tepat saat itu, band balita menghentikan musik mereka dengan bunyi
trompet yang tiba-tiba, dan semua pedansa terdiam. Terdengar
gumaman marah, lalu lampu sorot dinyalakan, menyinari patung emas
yang menjulang.
“Perhatian, Warga Bontemps!”
Suara itu menggema dari pelantang yang disembunyikan di
pepohonan, dan kerumunan pun langsung terdiam. Rose menyelinap
melalui para pedansa yang penuh semangat sampai dia mencapai sisi
seberang lantai dansa dan bisa melihat apa yang terjadi.
Sang Marchesa berdiri dengan mata menyalang liar di depan patung.
Dia berdandan mengenakan gaun hijau zamrud yang menjuntai ke
desyrindah.blogspot.com

tanah. Dia mengangkat Emma di kedua tangan dan pustakawan bayi


kecil itu menendang-nendangkan kaki dengan lemah, sebagian besar
perlawanan telah menyedot energinya.
Ledakan ungu tanaman thyme liar merambat ke pangkal patung di
belakang sang ibu dan putrinya. Rose menangkap sesuatu yang tajam
dan perak di tanah, persis di sebelah sang Marchesa—gunting kebun.
Sudah tiba saatnya memanen waktu warga Bontemps.
Dan, hanya Emma yang belum diberi satu-satunya kue bolu di dunia
yang bisa menyelamatkan hidupnya.[]
desyrindah.blogspot.com
Bab 1k

Memanen Waktu

“Salam, Warga Bontemps!” seru sang Marchesa penuh kemenangan.


“Aku, Marchesa kalian, menyambut kalian di pesta dansa Hari Warisan
yang kelima puluh!”
Sorakan pelan terdengar dari warga kota yang berkumpul.
“Untuk membuka pesta malam ini, aku memiliki demonstrasi
khusus.” Diangkatnya Emma lebih tinggi, sehingga orang yang paling
jauh dari taman pun bisamelihatnya. “Kalian semua akan menyaksikan
anak perempuan tersayangku yang penuh muslihat menua di depan
mata kalian sendiri!”
Kerumunan terkesiap, diikuti bisik-bisik kebingungan. Rose mencoba
menangkap mata Emma, untuk meyakinkannya bahwa dia tidak
sendirian, tetapi pustakawan bayi itu terlalu bingung untuk melihat
temannya, atau tidak dapat mengenali Rose dalam pakaian badutnya.
Sang Marchesa menurunkan Emma dengan tidak terlalu lembut di
rumput, lalu membelai tanaman thyme, menelusurkan jemari pada
bunga-bunganya. “Mungkin mengejutkan, tetapi ini bukan tanaman
biasa. Justru sebaliknya. Selama lima dekade terakhir, karena kalian
masing-masing telah tumbuh semakin muda, ramuan ini menyerap
tahun-tahun yang hilang dari kalian.”
“Menyerap tahun-tahun kita?” kata gadis kecil di samping Rose
kepada temannya. “Apa maksudnya?”
desyrindah.blogspot.com

“Tak ada yang boleh bicara saat aku berpidato!” perintah sang
Marchesa. “Tak boleh bicara sama sekali!” Dia berkeliling memandangi
warga kota, matanya menyala-nyala. “Sampai mana aku tadi? Oh, ya:
vitalitas kalian, janji kalian, hidup kalian sendiri—semuanya tersedot
dan terawetkan dalam setiap bunga di tanaman ini. Ada bunga yang
terhubung dengan diri kalian masing-masing. Dan, yang ada di sini ini,”
dia menjentik salah satu bunga lavendel di dekat bagian atas semak,
“adalah milik putriku tersayang, Emma Tilley.”
Di sekeliling Rose, gumaman kebingungan terdengar semakin keras.
Anak-anak menekuri tangan-tangan mereka yang halus dan muda
dalam cahaya dari lampion, dan Rose mendengar erang kebingungan
ketika mereka mencoba memahami apa yang dikatakan sang
Marchesa.
“Sinting,” gumam seorang anak lelaki. “Dia mengira tanamannya itu
mengendalikan waktu!”
“Itu kan omong kosong,” jawab temannya, tetapi Rose bisa melihat
dari ekspresi cemasnya bahwa anak lelaki itu tidak terlalu yakin.
“Sekarang, aku bisa memangkas bunga kecil ini,” kata sang
Marchesa, mengambil gunting yang berkilau. Dia membuka mata
pisaunya yang tajam, mendekatkan ujung-ujungnya ke batang bunga.
“Dengan satu potongan, tahun-tahun yang telah diserap dari Emma
akan langsung kembali dalam sekejap. Dia akan kembali ke usianya
yang sebenarnya, sembilan puluh sembilan tahun—dan mungkin mati,
jujur saja. Menjadi tua itu tidak mudah, terutama ketika itu terjadi
dalam sekejap.”
Seisi kota terdiam. Terancam. Seperti Cosmo, mereka mungkin tidak
menyadari cara mereka menua itu aneh—sampai Marchesa
menunjukkannya.
“Atau,” kata sang Marchesa dengan seulas senyum jahat, “aku bisa
desyrindah.blogspot.com

membuat kesepakatan dengan kalian semua. Kita telah menghabiskan


hari ini untuk mencari orang asing berbahaya di kota kita. Orang asing
ini masuk ke rumahku dan mencuri pusaka keluarga yang tak ternilai.
Tapi, tidak satu pun di antara kalian yang melihat dia atau anjing yang
bepergian bersamanya.” Marchesa mengencangkan cengkeramannya
pada gunting tanaman, ujungnya menekan batang semak. “Belum
terlambat bagi antek-anteknya untuk maju dan mengungkapkan di
mana gadis itu bersembunyi. Lakukan, dan aku akan mengampuni
nyawa putriku, kepala pustakawan kalian yang tercinta!”
Tidak ada yang melangkah maju, tentu saja, karena tidak seorang
pun kecuali Cosmo, Rose, dan sang Anjing yang tahu bahwa yang
berada di balik kostum badut itu adalah Rose.
“Kami tidak menyembunyikannya!” teriak seorang perempuan di
kerumunan. “Lepaskan Emma!”
Benar, orang-orang lain menimpali, lepaskan Emma! Tampaknya
penduduk Bontemps sangat menyayangi putri sang Marchesa—
meskipun tak satu pun dari hal itu yang memengaruhi sang Marchesa
sendiri.
Sambil menangis, Emma merangkak melintasi rerumputan ... dan
langsung ke arah Cosmo, yang diam-diam berjalan ke tepi kerumunan.
“Sungguh memalukan, Marchesa,” kata Cosmo, meraup Emma ke
dalam dekapannya dan berbalik pergi.
“Aku tidak punya malu!” kata sang Marchesa, mengangkat satu
lengannya ke udara. “Karena itulah aku harus melakukannya. Selamat
tinggal, Putriku Tersayang.”
Marchesa mencengkeram gunting, hendak memotong bunga waktu
Emma.
Rose tahu bahwa Emma belum memakan kue bolu itu. Mereka telah
membagikannya kepada semua orang, tetapi Marchesa menahan
putrinya.
desyrindah.blogspot.com

“Tunggu!” Rose berseru. Dia melangkah maju, kedua tangannya


terangkat. “Jangan gunting! Kumohon!” Dia mencopot wig benang
merahnya, membiarkannya jatuh ke rumput, lalu menarik lepas hidung
merahnya. “Aku gadis dari ramalan itu. Lakukan apa pun yang kau
inginkan terhadapku, tapi tolong, jangan sakiti Emma.”
“Kau?” Alis tipis Marchesa mencelat lebih tinggi, sama sekali tidak
terkesan. “Aku berharap kau lebih tinggi.” Dia menjentikkan jemari,
dan segera saja Rose dikepung oleh empat penjaga emaja.
r
“Aku tahu apa yang kau rencanakan,” Rose memohon ketika para
penjaga menarik lengannya ke belakang dan mendorongnya ke depan.
“Tapi, kau tidak perlu memanen tanaman thyme itu. Aku bisa
membantumu.”
Namun, sang Marchesa tidak mendengarkan, bibirnya melekuk
membentuk seringai marah. “Kau? Gadis dari ramalan? Membantuku?”
Dia menudingkan gunting tajam itu ke dada Rose. “Kurasa tidak.
Putriku telah mengkhianatiku, dan aku harus menjadikannya contoh
sehingga tidak ada yang berani mengkhianati kepercayaanku lagi!”
“Aku bisa menemukan cara lain untuk membuatmu bahagia lagi,”
Rose memohon. “Itulah yang dilakukan keluargaku. Itu yang
kulakukan.”
“Manis sekali,” kata sang Marchesa, menyeringai. Dia berbalik ke
arah tanaman thyme dan mengatupkan gunting pada bunga yang dia
sebut sebagai Emma.
Kerumunan langsung senyap sampai-sampai yang bisa didengar
Rose hanyalah cekrekan keperakan dari bilah-bilah yang bertemu saat
gunting itu memotong batang.
Seisi Bontemps tampak meledak ketika gelombang kejut sedingin es
melanda mereka—lima dekade waktu yang terperangkap mengalir
deras ke dalam malam. Kerumunan melangkah mundur sebagai satu
desyrindah.blogspot.com

kesatuan, berbalik ke tempat Cosmo berdiri mendekap Emma.


Menatap ngeri.
Namun, tidak ada yang terjadi.
Emma tidak berubah sama sekali. Dia tetap menjadi bayi berwajah
segar (meski ketakutan) yang berpegangan pada kardigan hijau Cosmo
.
Dan, Rose memperhatikan, wanita mungil yang berubah menjadi
bayi itu sedang mengunyah.
Cosmo memberinya kue bolu, tepat pada waktunya.
Rose menghela napas lega ketika sambaran sihir menghilang ke
udara.
Sang Marchesa berdiri dengan penuh harap di dekat patung,
berkacak pinggang. Karena jelas Emma tidak cepat menua dan melayu,
sang Marchesa mengertakkan rahang. Seluruh wajahnya memerah,
matanya memelotot.
“Ini ...,” dia mendidih, gemetar saking marahnya, “tidak benar.
Mungkinkah aku ....” Dia berbalik menghadap tanaman thyme itu,
menatapnya dengan putus asa. “Aku pasti telah menggunting bunga
yang salah. Waktumu akan datang, Emma Sayang! Kira-kira sekarang.”
Cekrekan lain! Kembang ungu yang baru jatuh ke rumput, dan
semburan sihir kembali meledak di antara anak-anak Bontemps.
Sekali lagi, tidak ada yang terjadi.
“Ini tidak masuk akal!” Sang Marchesa menggunting tanaman itu
dengan membabi buta, menyerpihkan daun, batang, dan kelopak di
sekelilingnya seperti mesin pemotong rumput yang menggilas petak
tanaman. “Pawai waktu sudah dihentikan dan dibalik, seperti yang
kuniatkan. Memanen tanaman ini seharusnya melepaskan semuanya
kembali ke dunia. Seharusnya ini bekerja!”
“Dia tidak gila.” Seorang perempuan muda terkesiap. Rose
menyadari itu gadis yang memakai kacamata kucing yang ditemuinya
saat parade. “Tidakkah kau merasakannya? Oh, ya ampun, sang
desyrindah.blogspot.com

Marchesa mencuri semua waktu dan sekarang diamencoba membunuh


kita dengan mengembalikannya!”
Dari suatu tempat di belakang kerumunan, seorang remaja lelaki
berteriak, “Dia akan membuat kita semua menua seperti yang dia coba
lakukan kepada Ms. Emma!”
Kepanikan melanda kerumunan saat semua orang merangsek maju.
Para penjaga melepaskan Rose dan mencoba menahan desakan massa,
tetapi mereka hanya empat remaja melawan ratusan.
“Hentikan perempuan itu!” teriak mandor kecil yang Rose temui
sebelumnya hari itu.
Dengan serpihan tanaman hijau menempel pada helai liar rambut
ikalnya yang gelap, sang Marchesa menjatuhkan gunting dan memanjat
ke panggung. Dalam satu gerakan cepat, dia menarik obor tiki dari
tempatnya dan mengayunkannya kepada penduduk kota,
melambaikannya seolah berusaha mengusir binatang buas.
Warga Bontemps mundur, memberi sang Marchesa waktu untuk
menghunjamkan ujung obor langsung ke tengah semakthyme raksasa.
Tanaman ajaib itu meledak terbakar.
Api membesar begitu sengit dan cepat seolah tanaman itu disiram
bensin. Nyalanya putih dan ungu, api memelesat ke langit seperti
kembang api. Dalam cahayanya yang menyilaukan, Rose melihat teror
menerangi ratusan wajah di sekitarnya—orang-orang terisak dan
menangis ketakutan. Bahkan, sang Marchesa tampak terkejut dengan
apa yang telah dilakukannya, bergeming dan menyaksikan ciptaannya
berkobar. Seisi Kota Bontemps menyaksikan tanpa daya ketika
tanaman mulai mengisut dan menghitam di tengah api.
Kemudian, sihir meledak seperti gelombang kejut.
Semburannya tidak terlihat, tetapi dahsyat, membuat anak-anak
yang berada di dekatnya terjengkang. Embusan angin menampar
desyrindah.blogspot.com

wajah Rose, mengibarkan rambutnya ke belakang.


Kemudian, semua itu berakhir.
Tanaman thyme itu mati di jantung kobaran api.
Di atas panggung, Marchesa tampak gemetar ketika memandang ke
arah kerumunan. Tidak satu pun dari anak-anak itu berubah—banjir
tahun berlalu tanpa bahaya, dialihkan oleh kue bolu yang mereka
makan, seperti yang Rose harapkan. Ragi Abadi yang dibuat menjadi
kue bolu spesialnya bekerja dengan baik.
“Kenapa tidak ada yang terjadi?” sang Marchesa meratap. “Aku
melakukan semuanya dengan benar!”
Namun, sang Marchesa salah, Rose bisa melihatnya: sesuatu sedang
terjadi. Kepada satu warga Bontemps yang belum mendapatkan
sepotong ramuan sihir Rose.
“Apa yang terjadi?” Penjaga di sebelah Rose menunjuk ke atas
panggung. “Lihat perempuan itu!”
Sang Marchesa sempoyongan, diterangi obor tiki yang berkeredep.
Bayangan yang ditimbulkan obor-obor itu membuat kulitnya seolah
berdenyar.
Pada saat itulah Rose menyadari itu bukan gara-gara cahaya yang
berkedip-kedip. Sang Marchesa benar-benar berubah.
Mata sang Marchesa melebar ketika dia mengeluarkan ratapan yang
membekukan darah. Namun, tidak ada yang bisa mereka lakukan
selain menyaksikan. Dia jatuh berlutut dan mengangkat tangan ke
langit. Dia menciut, tulang dan ototnya mengerut, rambut ikalnya yang
berkilau memudar, menipis putih, kemudian rontok seluruhnya. Segera
saja tak ada yang bisa mengenalinya. Wajahnya mengisut seperti apel
layu, ada sorot ketakutan yang jelas di matanya yang berair dan buram.
Kejadiannya berlangsung begitu cepat, seperti menonton film yang
sepenuhnya digerakkan maju dengan cepat—setiap milidetik bagaikan
desyrindah.blogspot.com

satu tahun waktu yang menghancurkan tubuh sang Marchesa.


Rose merasa mual. Sang Marchesa telah bertindak begitu jahat,
melakukan perbuatan yang begitu keji kepada orang-orang ini—kepada
putrinya sendiri. Hanya untuk memperoleh kembali masa mudanya
yang hilang! Namun, mustahil untuk tidak merasa kasihan kepada
wanita yang putus asa ini sekarang.
Sang Marchesa terkulai ke lipatan pakaiannya, megap-megap
mencari udara.
Rose membayangkan apa yang mungkin dilakukan Purdy atau
ayahnya. Balthazar, Lily, saudara-saudaranya, Gus, Jacques, Devin—
dia tahu tanpa keraguan bahwa terlepas dari semua yang telah terjadi,
tak satu pun dari mereka akan membiarkan kisah Kota Bontemps
berakhir dengan cara mengerikanseperti ini.
Rose melepas sepatu badut konyolnya dan naik ke panggung di
sebelah Marchesa. Wanita itu—wanita yang amat sangat sepuh—
melambai lemah di langit, jemarinya yang sekurus ranting terkulai
dengan sia-sia di ujung pergelangannya yang rapuh.
Rose menggenggam tangan sang ahli berkebun yang melayu itu.
Sang Marchesa berjuang untuk melihat melalui matanya yang buta.
“Siapa di sana?”
“Ini aku,” kata Rose. “Gadis ramalan.”
“Oh, Ibu,” Rose mendengar Emma berkata. Cosmo menurunkan
Emma di panggung. Bayi perempuan itu merangkak ke sisi ibunya
yang sekarat.
“Tinggalkan aku,” bisik sang Marchesa.
Rose merasakan sesuatu yang hangat dan berat di sebelahnya—sang
Anjing, rahangnya mencengkeram sekantong penuh kue.
Rose mengeluarkan sepotong kue bolu dari kantong. “Tolong, makan
ini. Ini kue bolu buatanku, yang membuat seseorang tahan terhadap
semua waktu yang terpendam di tanaman thyme-mu. Makanlah sedikit
desyrindah.blogspot.com

sebelum terlambat.” Namun, bahkan ketika mengatakannya, Rose


tahu: semuanya sudah terlambat.
Sang Marchesa mengatupkan gusinya rapat-rapat dan memalingkan
wajah. “Kau pintar, Gadis Ramalan.”
“Kumohon, makanlah, Ibu,” Emma berbisik, menelusurkan satu jari
gemuknya di pipi kisut sang ibu.
“Makan, Marchesa!” seseorang berseru dari kerumunan, kemudian
yang lain ikut berteriak, “Makan bolunya!”
Namun, sang Marchesa menggunakan sedikit kekuatan yang tersisa
untuk menepis tangan Rose. “Tidak sekarang, Gadis Ramalan. Aku
hanya akan berakhir dengan terjebak ... seperti ini. Tidak.” Dia
terbatuk. “Seandainya aku tidak bisa hidup muda, kuat, dan cantik,
maka aku tidak ingin hidup sama sekali.”
Sang Marchesa memalingkan wajahnya kembali ke langit dan
berkata lembut, “Maafkan aku, Emma,” yang mengejutkan.
Kemudian, tubuhnya yang melayu bergeming.[]
desyrindah.blogspot.com
Bab 1l

Satu Kali Lagi, dengan Perasaan

Emma memecah keheningan. Pustakawan kecil itu berteriak, “Mom!”


dan membenamkan kepala pada lipatan gaun sang Marchesa yang
kusut.
Bahkan, setelah semua yang dilakukan sang Marchesa, Emma masih
menyayangi ibunya.
“Ini tidak benar,” gumam Rose kepada dirinya sendiri. Kota telah
dibebaskan dari kutukan, tetapi Rose tidak bisa menahan perasaan
bahwa ujian Master Pembuat Kue ini gagal total.
Warga kota merangsek lebih dekat ke panggung.
“Apa dia ... mati?” seseorang bertanya.
“Dia tidak bergerak.”
“Sang Marchesa? Tiada?”
“Seharusnya ini tidak terjadi,” kata Rose kepada sang Anjing.
“Seharusnya tidak ada yang mati. Bukan begini cara kerja sihir
keluarga Bliss.”
Cosmo berlutut di sampingnya dan Emma. “Hei, Nak, tak ada yang
bisa kau perbuat. Semua urusan ini memang buruk. Dari apa yang
kulihat dengan ini,” dia mengetuk kacamata tebalnya, “sang Marchesa
yang melakukan itu kepada dirinya sendiri.”
“Itu tidak penting,” kata Rose. “Seharusnya aku menyelamatkan
desyrindah.blogspot.com

semua orang. Bahkan dari diri mereka sendiri.”


Cosmo menepuk-nepuk punggungnya—atau lebih tepatnya,
ranselnya.
Dan, Rose tiba-tiba menyadari bahwa dia masih memiliki satu
Hadiah dari Orang-Orang Terkasih terakhir.
“Tunggu,” Rose berkata, tersengal-sengal melepas ransel dari
bahunya. “Mungkin ini belum berakhir. Mungkin aku masih dapat
meluruskan segalanya.”
Di sana, di dasar tasnya, aman di dalam kantong plastiknya, terdapat
kumis yang diambilnya dari bawah dagu Gus.
Rose mengangkat kantong itu agar dilihat sang Anjing. “Aku bisa
membuat kue dengan ini, ‘kan?” tanyanya putus asa. Dia menyentuh
tangan Marchesa yang kisut, meringis ketika merasakan betapa
dinginnya kulit wanita itu. “Tapi, tidak ada cukup waktu, ‘kan?
Seharusnya aku memikirkan ini sebelumnya.” Dia mengerjapkan air
mata.
Sang Anjing menyundul sisi tubuh Rose dengan lembut. “Asparagus
tidak memberitahumu? Keajaiban kumis sembilan nyawa kucing begitu
kuat sampai-sampai tidak perlu dipanggang. Yang kau butuhkan
hanyalah segelas air.”
Rose menoleh ke arah anak laki-laki dan perempuan yang
berkerumun di sekitar panggung, kesemuanya memasang tampang
serius. Tidak ada yang menyukai Marchesa secara khusus, tetapi tidak
ada juga yang ingin dia mati.
“Air!” Rose berseru. “Apa ada yang bawa air?”
“Aku bawa!” Salah satu anggota band balita—gadis kecil yang
mengenakan bretel dan dasi kupu-kupu—merangkak melintasi
panggung. Di tangannya, terdapat cangkir plastik sedot warna kuning.
“Cukupkah ini, Nona?”
“Terima kasih.” Rose mengambil cangkir itu dan membuka tutupnya.
desyrindah.blogspot.com

Dia memungut kumis gelap Gus dari kantong dan memasukkannya ke


cangkir.
Rose memperhatikan dengan saksama ketika kumis itu melayang ke
bagian bawah cangkir. Sulit untuk melihat jelas dalam cahaya obor
panggung yang berkeredep—tetapi kemudian kumis itu menjadi jauh
lebih mudah dilihat karena mulai memancarkan cahaya.
Bintik-bintik cahaya keemasan muncul di kedua ujungnya, kemudian
menjalar ke sepanjang helainya, melebar lebih terang dan lebih terang
sampai sulur-sulur uap membubung dari cairan. Aroma sinar matahari
dan pagi-pagi yang baru menyapu pipi Rose.
Dengan hati-hati, Rose berlutut di atas sang Marchesa. Emma
mendongak, wajahnya bersimbah air mata. Dengan ujung jemari, Rose
membuka bibir mati sang Marchesa dengan lembut dan dengan hati-
hati menuangkan kaldu penghangat itu ke tenggorokannya.
Reaksinya seketika.
Pendaran kuat membasuh kulit Marchesa yang tembus cahaya,
menelusuri rute air saat mengalir di dadanya dan masuk ke perutnya.
Cairan tersebut berputar-putar dalam kecemerlangan, kemudian
memudar.
“Wuidih!” kata Cosmo dalam suara tertahan.
“Apa yang terjadi?” Emma bertanya.
“Entah,” Rose berbisik.
Tangan Marchesa tertarik ke arah tengah pakaiannya, dan Rose
menyadari dengan terkejut bahwa wanita itu tidak kembali hidup
seperti yang Rose harapkan. Sebaliknya, dia semakin menyusut.
“Kita terlambat,” erang Rose, membenamkan kepala di tangannya.
“Itu tidak berhasil.”
Sang Anjing menyundulnya sekali lagi. “Sabar,Rosemary Bliss.”
Sabar. Balthazar selalu mengatakan hal yang sama, dan dia
desyrindah.blogspot.com

bertanya-tanya mungkin itulah pelajaran yang lelaki paruh baya itu


dapatkan dari sang Anjing.
Ibu Rose telah keliru menilai sang Anjing—dia bukan sekadar
proktor, pengawas tegas dan tidak berperasaan yang hanya datang
untuk menguji pengetahuan si pembuat roti. Dia seorang teman dan
guru dan seseorang yang bisa Rose andalkan. Meskipun masih
merindukan keluarganya, Rose bersyukur sang Anjing ada di sisinya.
Maka, Rose pun menunggu dan menyaksikan sang Marchesa
menyusut serta menghilang sepenuhnya ke balik lipatan gaun Hari
Warisan hijau zamrudnya.
“Apa dia lenyap?” Emma bertanya.
Tangisan pelan terdengar dari gundukan pakaian sang Marchesa.
“Wuidih!” seru Cosmo. “Rose, apakah sihirmu—”
Emma melompat-lompat dengan penuh semangat. “Berhasil,
berhasil! Oh, tindakanmu luar biasa, sungguh-sungguh luar biasa,
Rosemary Bliss!”
Tanpa berjengit, Rose meraih ke dalam lipatan gaun dan
mengeluarkan—
Sesosok bayi yang baru lahir.
Mungil dan lembut, sang Marchesa berbaring telentang. Kepalanya
bundar dan matanya yang biru pucat melebar. Dia menatap Rose
seolah melihatnya untuk pertama kalinya, dan dia tertawa terbahak-
bahak, melambaikan tangannya yang gemuk dan pendek dengan riang.
Sang Marchesa tidak menyusut sama sekali. Kumis Gus, mungkin
yang paling berharga dari semua Hadiah dari Orang-Orang Terkasih,
telah memberikan kehidupan baru kepada sang Marchesa—kehidupan
yang dimulai sejak saat kelahirannya. Dia terlahir kembali sebagai bayi
perempuan yang memiliki pipi kemerahan, berambut halus, dan penuh
semangat.
desyrindah.blogspot.com

“Dia cantik,” Rose terkesiap.


Cosmo menangkup mulut dengan tangan dan berteriak kepada
khalayak, “Dia hidup!”
“Dia hidup!” lusinan suara menggaungkannya, dan menjalar di
seluruh kerumunan.
Gadis dengan kacamata kucing melambaikan tangan di udara.
“Maaf! Tapi, apakah itu ... bagus?”
“Tentu saja!” Rose menegaskan. Dia menatap sang Anjing.
“Maksudku, itu memang bagus, ‘kan?”
Sang Anjing menganggukkan kepala berbulu putihnya. “Itu hebat.
Seberapa sering seseorang mendapatkan kesempatan kedua dalam
hidupnya? Dia akan tumbuh menjadi gadis yang sepenuhnya baru dan
wanita yang sepenuhnya baru.” Dia menelengkan kepalanya ke keru-
munan. “Sama seperti semua orang di Bontemps.”
“Wah, kau tahu kalau anjing itu bisa berbicara?” tanya seseorang.
“Tidak kusangka aku akan pernah melihat hal seperti itu!” sahut
yang lain. “Tapi, aku tidak menyangka akan melihat sang Marchesa
menjadi bayi, juga!”
“Kehidupan yang sama sekali baru,” kata Rose. Dia membelai
rambut bayi perempuan yang halus dan gelap itu, dan Marchesa yang
baru lahir terkikik gembira.
“Mungkin dalam kesempatan kali ini,” kata sang Anjing, “dia akan
memanfaatkan waktu yang telah diberikan kepadanya dengan sebaik-
baiknya.”
“Oh, tentu,” kata Emma. “Akan kupastikan begitu. Ibuku tidak selalu
seperti yang kau lihat.” Dia mengulurkan jari gemuknya dan bayi
Marchesa mencengkeramnya erat-erat.“Ya, ‘kan, Edith?”
Baby Marchesa—Edith—meraba dan menendang-nendangkan
desyrindah.blogspot.com

kakinya.
“Waduh,” Cosmo berkata. “Jadi, kita semua akan bergerak maju dan
mulai tumbuh lagi? Benar-benar gila.” Dia menggaruk dagu. “Tapi, itu
berarti kita akan membutuhkan pemimpin baru di kota.”
Seseorang melompat-lompat di depan kerumunan: Simon dari
perpustakaan. “Aku menominasikan Emma Tilly! Dia kepala
pustakawan yang baik! Dia memedulikan semua orang lebih daripada
dia memedulikan dirinya sendiri.”
“Aku?” tanya Emma, menekankan tangan ke dada. “Aku merasa
terhormat. Tapi, tidakkah kalian menginginkan seseorang yang agak
lebih tua?”
“Kau kan sudah seratus tahun!” seseorang berseru. “Itu lumayan
tua!”
Tawa menjalari kerumunan, dan Emma terkekeh sependapat.
“Baiklah, aku bersedia.”
“Tiga sorakan untuk sang Marchesa yang baru!” kata Cosmo sambil
mengacungkan tinju ke udara.
“Tidak!” Emma berseru. “Tidak akan ada Marchesa lagi di kota ini.
Anggap itu sebagai tawaran pertamaku. Aku lebih suka dikenal sebagai
Emma Tilley, Kepala Pustakawan.”
Cosmo mengangguk. “Baiklah, kalau begitu. Tiga sorakan untuk
sang Kepala Pustakawan!”
Raungan membahana dari kerumunan saat musik dimainkan lagi.
Rose menoleh dan menemukan band balita itu kembali. Mereka beralih
ke nada yang baru dan penuh kemenangan, dan sepasang remaja di
depan kerumunan berdansa dalam lingkaran.
“Itu benar!” teriak Emma. “Mari kita kembali ke pesta dansa kita!
Sebagai tindakan resmi pertamaku sebagai kepala pustakawan
desyrindah.blogspot.com

Bontemps, aku ingin menominasikan Rose Bliss dan anjingnya yang


setia sebagai Ratu dan Raja Pesta Dansa Hari Warisan!”
“Setuju!” raung Cosmo.
Kerumunan bersorak, tetapi tampaknya tidak ada yang
memperhatikan lagi ketika anak-anak menyebar dan kembali
merayakan. Tak lama kemudian, sebagian besar orang berdansa—atau
anak-anak yang sudah cukup umur.
Itu bukan pesta dansa yang dinanti-nantikan Rose, tetapi mau tak
mau dia merasakan tendangan kesenangan begitu melihat
perkembangan keadaan di Bontemps.
“Jadi, sekarang kau akan menceritakan semua tentang kehidupanmu
sehingga aku dapat menuliskannya untuk Bugle, bukan?” tanya
Cosmo. “Oh, tapi tunggu. Aku kan sudah dipecat dari pekerjaan itu.”
“Seperti yang telah kuingatkan kepadamu beberapa kali,” kata sang
Anjing, “kau tidak pernah dipecat. Kau hanya sedang menyamar.”
“Oh, benar!” Cosmo mengamati kerumunan yang asyik berpesta.
Sesosok bayi berwajah masam dengan kacamata berbingkai hitam
merangkak di sepanjang tepian lantai dansa, sesekali berhenti untuk
menulis catatan di atas kertas dengan krayon hijau pendek. “Omong-
omong—itu dia, Ms. Hedda Penny. Aku harus memberitahunya tentang
liputan panasku. Dia pasti bakal mempromosikanku menjadi reporter
penuh sekarang!” Cosmo mengedipkan sebelah mata ke arah Rose.
“Dan, kalau itu tidak berhasil, aku hanya akan membuatnya terkesan
dengan gerakan dansaku. Aku ini orang yang disebut anak-anak
sebagai ducky shincracker—si kaki lincah.”
Rose tidak tahu apa artinya itu, tetapi Cosmo mendemonstrasikan
gerakan memantulkan sepatu di rumput, dan itu memang cukup
mengesankan.
“Benarkah ... benarkah kita sudah menyelamatkan Bontemps?” Rose
desyrindah.blogspot.com

bertanya kepada sang Anjing.


Sang Anjing duduk pada kaki belakangnya dan mengangkat
moncongnya ke menara jam besar. “Lihat saja sendiri.”
Jarum jam sekarang berputar ke arah yang benar, berputar menuju
masa depan yang benar-benar baru.
“Kota telah diselamatkan,” sang Anjing menegaskan. “Dan, sudah
saatnya kita membawamu kembali ke rumah.”
Wajah Cosmo berubah murung. “Aw, kalian sudah akan pergi?”
Rose berusaha keras untuk menyembunyikan kebahagiaan yang
mengancam akan meluap keluar darinya. “Ya, aku punya kehidupan
yang menungguku. Tapi, terima kasih, Cosmo, atas semuanya. Kami
tidak bisa melakukan ini tanpa dirimu.”
“Hei, bukan masalah, Nak.” Cosmo merogoh saku celana dan
mengeluarkan sehelai kartu dan sebatang pensil kecil. Dia menuliskan
sesuatu, kemudian menyerahkannya kepada Rose. “Hubungi aku
begitu kau sudah kembali. Kita perlu menjadwalkan wawancara!”
Rupanya sebuah kartu nama, dan di atasnya bertuliskan COSMO
CORDWAINER—WARTAWAN UTAMA JUNIOR.
“Baiklah, Cosmo,” Rose berkata, menyelipkan kartu ke saku
jaketnya.
Cosmo mengangkat topi ke arah Rose dan sang Anjing, lalu
melenggang menuju Hedda Penny. Sepertinya pesta dansa Hari
Warisan akan berlangsung lama hingga malam hari—atau, Rose
tersadar, hingga memasuki hari yang baru karena waktu sudah kembali
bergulir maju.
Sang Anjing berpaling dari Rose dan menggoyang-goyangkan
ekornya.
“Dari mana datangnya ekormu?” tanya Rose. Entah bagaimana,
ekor sang Anjing telah tumbuh kembali meski sudah terurai menjadi
benang. “Kau kan membuatku menguraikannya dan—”
desyrindah.blogspot.com

“Bahkan setelah kau menguraikan ekorku,” sang Anjing menjawab


dengan penuh misteri, “selalu ada yang lain. Booke memang seperti
itu.” Dia mengayun-ayunkan ekornya lagi. “Sekarang, pegangan yang
erat, Nak. Ujianmu sudah berakhir.”
Jadi, Rose pun melakukan apa yang diminta dan, begitu saja, dia
dalam perjalanan pulang.[]
desyrindah.blogspot.com
Epilog

Dansa Kesempatan Kedua

Rose mendapati dirinya dan sang Anjing kembali ke Calamity Falls


dalam keheningan yang tenang pada pagi hari. Mereka berada di jalan
kosong di pinggiran kota.
Rose nyaris ambruk di trotoar yang retak—lega bisa kembali ke
rumah, dan agak pengar karena baru bepergian dengan ekor sang
Anjing. “Kurasa aku tidak akan pernah terbiasa dengan itu.”
“Aku sendiri bahkan tidak pernah terbiasa,” jawab sang Anjing,
“padahal beginilah caraku bepergian sepanjang waktu.”
Masih ada perjalanan pendek yang harus dilalui sebelum dia
mencapai Toko Roti Bliss dan benar-benar tiba di rumah.
Seolah secara ajaib bisa membaca pikiran Rose, sang Anjing malah
membelokkan jalan ke arah yang berlawanan. “Kita lewat sini,
Rosemary Bliss.”
“Kita akan ke mana?” Rose bertanya. Ketika tidak mendapat
jawaban, dia pun mengikuti anjing itu.
Mereka berjalan melewati dedaunan yang rontok ketika Anjing
menuntunnya berbelok. “Aku khawatir kau belum bisa pulang. Begini,
waktu tidak hanya berjalan terbalik bagi warga Kota Bontemps. Waktu
juga berjalan terbalik bagi kita. Jadi, kita kembali ke sini dua hari se-
belum kau bahkan pergi.”
desyrindah.blogspot.com

“Tunggu dulu.” Gagasan tersebut membuat Rose merasa agak


pening. “Maksudmu, sekarang ini adadua diriku di Calamity Falls?”
“Persis,” sang Anjing menegaskan. “Dan, seperti yang kuyakin bisa
kau bayangkan, pertemuan di antara kalian berdua akan menjadi
bencana.” Beberapa langkah kemudian, dia menambahkan, “Meskipun
kau harus membuat landasan untuk Hadiah dari Orang-Orang
Terkasih.”
“Apa maksudmu?” Rose bertanya. “Semuanya kan sudah
digunakan.”
“Tidak, belum,” kata sang Anjing. “Ingat, kita tiba di rumah sebelum
keberangkatanmu. Jadi, dengan utusan yang tepat, kau dapat
memastikan bahwa keluargamu tahu persis apa yang harus mereka
berikan kepadamu.”
“Utusan yang tepat. Oke.” Dengan bingung, Rose membiarkan
Anjing menuntunnya melewati jalan-jalan yang terbasuh fajar. Dia
merasakan semacam kesedihanyang aneh di dalam dirinya.
“Ada apa, Rosemary?” tanya sang Anjing.
“Aku terus memikirkan kesalahan-kesalahanku,” Rose menjawab.
“Aku senang sang Marchesa—maksudku, Edith—masih hidup, tapi dia
telah kehilangan seluruh masa lalunya. Semua hal yang membentuk
dirinya, baik dan buruk. Aku mengacaukan segalanya.”
“Justru sebaliknya,” kata sang Anjing. Mereka melewati pom bensin
Gas N’ Guzzle yang kosong, dan Rose tidak pernah merasa begitu
terhibur dengan bau tumpahan oli yang memualkan tetapi familier.
“Kau lulus ujian dengan nilai sempurna. Bahkan, aku telah
memutuskan kau pantas mendapat nilai tertinggi dariku. Kau,
Rosemary Bliss, telah mendapatkan nilai A+.”
Rose sontak berhenti di tengah jalan. “Benarkah? Bagaimana?” Dia
mengangkat kedua tangan. “Aku tidak mengeluh! Tapi, aku merasa
desyrindah.blogspot.com

begitu kesepian tanpa keluargaku, dan kita nyaris gagal menghentikan


sang Marchesa menghancurkan semua orang.”
Sang Anjing terkekeh. “Ah, Rosemary, keraguan adalah bagian dari
menjadi pembuat roti yang bijak. Ujian sebenarnya adalah ketika kau
merasa kewalahan, tidak tahu harus melakukan apa, tapi kemudian kau
mencari ke dalam dirimu dan menemukan cara untuk berhasil terlepas
dari itu.” Dia kembali berderap di jalan. “Kekuatan diri adalah hal yang
berharga. Tapi, mengetahui kapan harus meminta bantuan dari orang-
orang yang kau percayai, dan menyadari bahwa kadang-kadang
mereka sudah memberimu jawaban yang kau butuhkan, sama
berharganya. Aku tidak percaya kau benar-benar sendirian, Rosemary.”
Rose menyadari bahwa sang Anjing sepenuhnya benar. Keluarga
Bliss secara fisik tidak bersamanya, tetapi setiap orang tetap berada di
hati dan kepalanya. Pelajaran yang dia dapatkan dari mereka tidak
hilang hanya karena mereka tidak bisa berada di sana bersamanya.
Hadiah dari Orang-Orang Terkasih yang asli bukanlah ayam-ayaman
karet atau celemek kotor, cermin retak-retak atau buku yang bisa bicara.
Hadiah yang sebenarnya adalah ingatannya akan semua orang yang
dicintainya, yang telah membantunya melewati hari. Tidak peduli be-
rapa ratus kilometer jauhnya, anggota timnya selalu ada di sisinya.
Rose berlari untuk menyusul sang Anjing, yang menuntun mereka ke
sebuah bukit landai. Rose menghirup aroma wangi donat manis di
kejauhan, dan dia menyadari ke mana mereka menuju. Ditepuk-
tepuknya kepala sang Anjing dengan penuh rasa terima kasih.
“Jadi, apakah ini berarti aku seorang Master Pembuat Kue
sekarang?” Dia memeriksa pergelangan tangan kanannya dan
menyadari bahwa Tanda Tapak telah memudar pada suatu waktu
selama dia tinggal di Bontemps. “Aku tidak ditandai lagi.”
“Posisimu sebagai Master Pembuat Kue sudah kau peroleh jauh
desyrindah.blogspot.com

sebelum kau bertemu denganku,” kata sang Anjing. “Yang belum


adalah tempatmu di halaman-halamanku.”
Rose mengernyitkan dahi. “Halaman-halamanmu? Apa maksudmu?”
Anjing itu menyusuri jalan untuk mengendus-endus hidran di sisi
trotoar. “Aku bukan sekadar spirit Master Agung yang dikirim untuk
menguji keluarga Bliss,” katanya santai. “Kau pasti bingung tentang ini,
ya?”
Rose menelengkan kepala. “Maksudku, selama ini aku sudah tahu
kau adalah makhluk ajaib, tentu saja.”
“Ah, tapi bukan sembarang makhluk ajaib yang memiliki
pengetahuan tentang Cookery Booke,” kata sang Anjing sambil
mengibas-ngibaskan ekornya. “Akulah sang Cookery Booke.”
Rose terbeliak. “Kau ... buku?”
Sang Anjing menganggukkan kepala berbulu lebatnya.
“Buku yang berubah menjadi seekor anjing?”
Sambil tertawa, sang Anjing terus mendaki bukit. “Selama berabad-
abad, sementara resep Cookery Booke keluarga Bliss semakin
bertambah, kombinasi energi magis mereka bergabung menjadi ...
spirit, katakanlah begitu. Akulah spirit itu. Bersama setiap resep yang
ditambahkan ke halaman Booke, aku tumbuh semakin kuat sehingga
sekarang aku tidak hanya menjadi spirit Booke, tapi juga pelindungnya.
Sudah menjadi tugasku untuk memastikan bahwa tidak ada resep baru
ditambahkan ke halamanku kecuali aku secara eksplisit memberikan
persetujuan. Lagi pula, pada dirikulah kau menambahkannya.”
“Itu ... sangat masuk akal,” Rose sependapat.
“Aku dengan senang hati mengumumkan bahwa resepmu, Kue Jahe
Cokelat Persaudaraan, sekarang secara resmi mendapat ruang di
halaman-halaman suci Bliss Cookery Booke.” Sang Anjing
menelengkan kepalanya. “Dalam wujud anjing gembala ini, resepmu
saat ini terletak tepat di dasar telinga kananku.”
desyrindah.blogspot.com

Rose menggaruk-garuk bagian belakang telinga yang dimaksud, dan


sang Anjing tersengal-sengal penuh apresiasi. Resepnya cukup lembut,
Rose memutuskan.
“Aku merasa terhormat,” kata Rose. “Ternyata kau pun bukan
proktor yang buruk.”
“Dan, kau, Rosemary,” kata sang Anjing, “adalah salah satu Bliss
terbaik yang kubawa ke dunia liar dan membuatku merasa terhormat
karenanya.”
Rose dan sang Anjing mendaki ke bagian atas bukit. Lampu-lampu
menyala di Toko Donat dan Bengkel Stetson, dan uap mengepul dari
ventilasi ke udara pagi yang dingin.
Devin berada di luar, mengutak-atik moped-nya, meringkuk dalam
balutan jaket bertudung abu-abu yang bernoda oli motor. Jantung Rose
melonjak ketika melihat pemuda itu, dan meskipun merasa sangat lelah
hanya beberapa saat sebelumnya, dia mendapati dirinya berpacu
melintasi pelataran parkir.
“Hoaaa!” Devin berseru, nyaris terjengkang karena Rose mendadak
menubruk dan memeluknya. Gadis itu mengecup pipinya dan
menyusup di antara lengannya. “Untuk apa yang barusan?” Bibir
Devin membentuk cengiran malu-malu. “Bukan berarti aku marah atau
semacamnya.”
Utusan yang tepat, kata sang Anjing. Dan, karena itulah dia
membawa Rose kepada Devin.
“Aku mengembalikan janjimu,” Rose mendesah. “Tidak peduli apa
yang akan kita lalui, aku janji tidak akan ada yang pernah bisa
memisahkan kita.” Dia menjauhkan diri dari Devin, hawa panas
memerahkan pipinya. “Kuharap itu tidak terdengar norak, tapi itu
caraku untuk meminta bantuan. Ada cerita sangat panjang dan sangat
gila untuk kusampaikan kepadamu. Pertama-tama, aku ingin kau ber-
desyrindah.blogspot.com

temu dengan—”
Dia berbalik untuk melambai kepada sang Anjing, tetapi jalan di
belakangnya kosong. Pusaran dedaunan meluncur melewati ruang
kosong di atas beton tempat sang Anjing tadi berdiri.
“Aku, sih, bisa percaya banyak hal gila yang terjadi kalau ada
hubungannya dengan kalian, keluarga Bliss,” kata Devin. “Siapa yang
kau ingin aku temui?”
“Seorang teman baru,” Rose berkata, masih memandangi tempat
sang Anjing tadi berada. “Tapi, kurasa dia belum datang.”
Devin menggosok-gosok tangan Rose. “Jemarimu sedingin es. Ayo
masuk. Kami baru selesai membuat donat. Oh, dan ayahku
membelikan dasi untuk pesta dansa! Aku ingin memastikan warnanya
tepat.”
Pesta dansanya! Ada begitu banyak hal yang terjadi sampai-sampai
Rose bahkan tidak menyadari bahwa dia sekarang bisa menghadiri
pesta dansa besar pertamanya, dan mengenakan gaun pesta
pertamanya, dan melakukan dansa pertamanya di pelukan sang
kekasih.
Rose mengerti bahwa kutukan Bontemps-lah yang mengirimnya
kembali dalam keadaan mundur beberapa hari. Dia tahu itu. Namun,
di dalam hatinya, dia merasakan sesuatu yang sama sekali berbeda,
yang layak mendapat pujian: sang Anjing sendiri. Apa yang
dikatakannya tentang Edith Tilley kecil?
“Seberapa sering seseorang mendapat kesempatan kedua dalam
hidupnya?” renungnya keras-keras.
“Apa?” tanya Devin, menyeringai bingung.
Rose menggenggam tangan pemuda itu erat-erat. “Cuma
mengucapkan pikiran keras-keras. Sekarang, ayo kita nikmati donat
krim cokelat itu dan aku akan menceritakan semua yang terjadi. Kita
memiliki semua waktu tambahan ini—jangan disia-siakan!”[]
desyrindah.blogspot.com
desyrindah.blogspot.com
desyrindah.blogspot.com

You might also like