Identifikasi Potensi Kecelakaan Kerja Akibat Pemanenan Kayu Pada Perusahaan Hti Pt. Toba Pulp Lestari, TBK., Sektor Habinsaran, Sumatera Utara
Identifikasi Potensi Kecelakaan Kerja Akibat Pemanenan Kayu Pada Perusahaan Hti Pt. Toba Pulp Lestari, TBK., Sektor Habinsaran, Sumatera Utara
SKRIPSI
Dhea Atika
161201018
SKRIPSI
Oleh :
DHEA ATIKA
161201018
iii
iv
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Ridho-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun skripsi yang dibuat berjudul
“Identifikasi Potensi Kecelakaan Kerja Akibat Pemanenan Kayu
Pada Perusahaan HTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, Sektor Habinsaran, Sumatera
Utara” yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2020 dan disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka penulis menyampaikan
banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu penulis dalam
penyusunan skripsi ini terutama kepada :
1. Bapak Dr. Muhdi S.Hut., M.Si selaku pembimbing saya yang telah
membimbing dan memberikan arahan serta kesabaran kepada penulis selama
penyusunan skripsi dan solusi atas permasalahan dan kesulitan dalam
penulisan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Alfan Gunawan Ahmad S.Hut., M.Si, Bapak Dr. Rudi Hartono
S.Hut., M.Si dan Bapak Onrizal S.Hut., M.Si selaku dosen penguji ujian
skripsi saya atas segala arahan, bantuan dan saran yang telah diberikan untuk
perbaikan penulisan dan isi skripsi.
3. Ketua Departemen Manajemen Hutan Bapak Dr. Bejo Slamet S.Hut., M.Si
serta seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kehutanan USU
4. Sahabat dan rekan-rekan seperjuangan tim penelitian yang sudah sama-sama
berjuang dan saling membantu dan memberikan dukungan selama ini.
5. Sahabat dan rekan-rekan seperjuangan tim PKL rempong yang sudah
membantu dan memberikan dukungan selama ini.
6. Sahabat dan rekan-rekan seperjuangan di Fakultas Kehutanan khususnya
Hut A 2016 dan Manajemen Hutan (MNH) 2018 untuk dukungan dan
kerjasamanya selama ini.
7. Kedua orang tua, ayahanda Sunariyo dan ibunda Titik Maliana yang
memberikan kasih sayang, dukungan moril dan materil serta doa yang
dipanjatkan kepada Allah SWT untuk penulis yang telah memberikan
dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan dengan
melimpah Rahmad serta Karunia-Nya kepada kita semua.
Dalam penyajian skripsi ini penulis menyadari masih belum mendekati
kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun sebagai bahan masukan yang bermanfaat demi perbaikan
dan peningkatan diri dalam bidang ilmu pengetahuan.
Dhea Atika
vi
PENDAHULUAN
Latar belakang ............................................................................. 1
Tujuan ......................................................................................... 2
Manfaat Penelitian ...................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Operasi Pemanenan Kayu ........................................................... 3
Kesehatan dan keselamatan kerja ............................................... 4
Kecelakaan kerja ......................................................................... 6
Lingkungan Kerja ....................................................................... 7
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ............................................... 9
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 10
Bahan dan Alat Penelitian ........................................................... 10
Prosedur Penelitian ..................................................................... 12
Identifikasi Bahaya ..................................................................... 12
Penilaian Risiko .......................................................................... 13
Gejala Kelelahan Kumulatif........................................................ 14
vii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
No Teks Halaman
1. Evaluasi nilai resiko ....................................................................... 13
2. Tingkat Peluang Likelihood ........................................................... 14
3. Tingkat keparahan Severity ............................................................ 14
4. Distribusi data personal responden ................................................ 15
5. Distribusi responden berdasarkan penggunaan APD ..................... 18
6. Identifikasi kecelakaan kerja pada kegiatan penebangan............... 19
7. Identifikasi kecelakaan kerja pada kegiatan penyaradan ............... 21
8. Identifikasi kecelakaan kerja pada kegiatan pemuatan kayu ......... 22
9. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kecelakaan Kerja Yang
Pernah dialami Pekerja Penebangan Kayu ..................................... 23
10. Kegiatan yang menyebabkan kecelakaan kerja............................ 24
11. Index Gejala Kelelahan Kumulatif (CFSI)
pada tingkat keluhan .................................................................... 29
ix
No Teks Halaman
1. Peta Lokasi Penelitian ................................................................... 11
2. Kegiatan Wawancara Kepada Setiap Pekerja
Pemanenan Kayu ........................................................................... 17
3. Dokumentasi Wawancara Kepada Responden Penebang ............. 18
4. Dokumentasi Wawancara Kepada Responden Penyarad .............. 20
5. Dokumentasi Wawancara Kepada Responden Driver .................. 22
6. Gejala Kelelahan Kumulatif Berdasarkan Dimensi Fisik,
Mental dan Sosial .......................................................................... 33
No Teks Halaman
1. Dokumentasi Penelitian K3 Kegiatan Wawancara
Kepada Setiap Pekerja Pemanenan Kayu ...................................... 40
xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan pemanenan kayu merupakan kegiatan utama dalam proses
produksi pengolahan kayu. Kegiatan pengelolaan kayu dimana dilakukan dengan
berbagai macam kegiatan yaitu penebangan, penyaradan dan muat bongkar.
Kegiatan pemanenan kayu dapat pula dilakukan dengan secara manual ataupun
mekanis. Pemanenan kayu mempunyai peran penting pada kegiatan produksi
kayu. Pemanenan kayu yaitu kegiatan kehutanan proses mengubah pohon menjadi
kayu bulat yang akan dipindahkan diareal produksi dari pemanenan kayu itu
sendiri yaitu memiliki manfaat bagi kebudayaan masyarakat dan kehidupan
ekonomi (Pradipta, 2016).
Pentingnya dalam melakukan penelitian ini agar kita dapat menyadari
kesehatan dan keselamatan kerja (K3) perlu diperhatikan. Perlindungan
keselamatan kesehatan kerja dikehutanan adalah paling penting dan utama yang
dilakukan oleh pemerintah, organisasi pekerja dan perusahaan kehutanan. Hal ini
terkait dengan produktivitas apabila K3 diabaikan maka produktivitas pemanenan
kayu akan rendah. Banyak pihak yang tidak menyadari bahwa pentingnya K3,
dengan demikian diperlukan adanya tuntutan yang menunjukan komitmen
terhadap K3.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan keadaan yang
menjamin pada saat bekerja dengan baik dan aman jauh dari gangguan fisik
ataupun mental dengan melakukan pelatihan dan pembinaan, membutuhkan
arahan dan melakukan pengontrolan selama pelaksanaan kegiatan bekerja dan
memberikan bantuan terkait dengan peraturan yang telah berlaku baik itu dari
lembaga pemerintah ataupun perusahaan tersebut. Kesehatan dan keselamatan
kerja (K3) tujuannya merendahkan tingkat kecelakaan kerja terkhususnya di
Indonesia. Kesehatan keselamatan kerja yang dilakukan dengan perubahan sikap
yang baik akan mencapai keselamatan ditempat kerja yang aman
(Elphiana, 2017).
Penerapan keselamatan kesehatan kerja pada perusahaan merupakan hal
penting yang harus diperhatikan. Perusahaan harus memerhatikan keselamatan
kesehatan kerja dan lingkungan kerja kepada para pekerjanya, karena sangat
berpengaruh tercapainya produktivitas yang optimal. Kecelakaan kerja saat
bekerja dapat diminimalisir menerapkan keselamatan, kesehatan kerja (K3), dan
lingkungan kerja (Budihardjo et al, 2017).
Identifikasi bahaya merupakan kegiatan untuk mengetahui potensi bahaya
di lokasi kerja. Sumber bahaya tersebut dapat ditandai oleh beberapa faktor
diantaranya yaitu pada lingkungan kerja, peralatan dan faktor pekerja. Tindakan
pertama yang perlu dilakukan dalam hal ini dengan mengidentifikasi ataupun
mengenali keberadaan bahaya pada areal kerja agar dapat meminimalisasi
kecelakaan kerja pada kegiatan pemanenan kayu (Ismara et al, 2014).
Karakteristik individu yang berhubungan dengan umur, jenis kelamin dan
status ekonomi. Karakteristik pekerjaan seperti beban kerja, masa kerja dan durasi
pekerjaan pada saat bekerja yang dapat memungkinkan terjadi kelelahan dalam
bekerja dengan tingkat kelelahan yang berbeda pada setiap individu. Karakteristik
pekerja merupakan sifat para pekerja yang memiliki tanggung jawab, berbagai
macam tugas. Risiko kelelahan dalam bekerja ini dapat diakibatkan dengan
berbagai faktor yaitu posisi kerja duduk dengan waktu yang lumayan cukup lama,
gerakan berulang saat melakukan kegiatan (Kusgiyanto et al, 2017).
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi potensi kecelakaan kerja pada kegiatan pemanenan kayu di
areal PT Toba Pulp Lestari, Tbk, Sektor Habinsaran. Sumatera Utara
2. Mengetahui gejala kelelahan kumulatif pada para pekerja pemanenan kayu di
areal PT Toba Pulp Lestari, Tbk, Sektor Habinsaran. Sumatera Utara
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
perusahaan dalam meminimalisasi kecelakaan kerja pada kegiatan pemanenan
kayu pada hutan tanaman industri dan sebagai bahan masukan bagi perusahaan
dalam pengambilan keputusan untuk penetapan kebijakan-kebijakan dan strategi
dalam menurunkan tingkat kecelakaan kerja di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT.
Toba Pulp Lestari, Sektor Habinsaran.
TINJAUAN PUSTAKA
3. Pengangkutan
Pengangkutan kayu merupakan suatu komponen dari berbagai macam
kegiatan pemanenan kayu. Pengangkutan kayu ialah kegiatan pemindahan kayu
dari areal penebangan hingga tahap akhir yang disebut dengan Tempat
Penimbunan Kayu (TPK), industri, pasar kayu ataupun dengan konsumen
langsung (Suhartana dan Yuniawarti, 2016).
Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah bagian dari suatu pencapaian untuk
meningkatkan potensi hutan produksi sebagai sumber penyediaan bahan baku bagi
industry perkayuan dan perluasan lapangan kerja. Penyediaan bahan baku tersebut
tidak terlepas dari kegiatan pemanenan hutan salah satu diantaranya penebangan.
Penebangan yaitu kegiatan merobohkan pohon lalu di potong menjadi beberapa
batang. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 3 Tahun 2008 Peraturan
Pemerintah nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Peraturan Pemerintah nomor 6
Tahun 2007 menjelakan hutan tanaman industri disingkat (HTI) merupakan hutan
tanaman pada hutan produksi dibangun oleh kelompok industri kehutanan
tujuannya meningkatkan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur
memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Pada pengembangan HTI
dilatarbelakangi dengan keadaan ketimpangan antara kualitas industri perkayuan
dan pasokan bahan baku kayu dimana keadaan pada saat itu hanya mengharapkan
kayu dari hutan alam. Eucalyptus merupakan jenis tanaman cepat tumbuh dan
mudah untuk dibudidayakan. Eucalyptus grandis merupakan jenis tanaman
mayoritas yang dikembangkan oleh HTI PT. Toba Pulp Lestari yang
dimanfaatkan dalam perindustrian pulp dan kertas (Faqih et al, 2018).
segi fisik dibandingkan dengan pekerja yang berusia non produktif. Tingkat
kinerja pada seseorang yang berusia tua produktivitas kerja akan semakin
menurun. Hal ini menunjukan bahwa seseorang yang berusia tua akan merasakan
cepat lelah dengan kondisi fisik yang menurun. Seseorang yang masih usia
produktif memiliki kreatifitas yang tinggi terhadap pekerjaannya karena dipicu
oleh pengetahuan dan wawasan yang tinggi (Ukkas, 2017).
Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja dimana kejadian yang tidak direncana ataupun
disengaja. Terdapat beberapa macam cidera yang mengakibatkan kecelakaan kerja
dengan tingkat keparahan yang dapat menimbulkan perusahaan mengadakan
klasifikasi terhadap bentuk cidera dari risiko kecelakaan yaitu cidera fatal, cidera
yang menyebabkan hilang waktu kerja, sulit untuk beraktivitas ataupun cidera
bekerja dengan waktu yang singkat, cidera dirujuk tempat medis, cidera ringan,
kecelakaan yang tidak menimbulkan cidera. Faktor penyebab terjadinya
kecelakaan kerja yaitu faktor manusia dipengaruhi oleh pemahaman,
keterampilan, dan tindakan yang dilakukan. Faktor material diketahui bisa
menimbulkan kesehatan atau keselamatan kerja. Faktor sumber bahaya dapat
dilihat dari tindakan bahaya terjadi karena cara kerja yang tidak baik, keletihan
atau kecapean, tindakan bekerja tidak berhati-hati. Kondisi bahaya dapat dilihat
dari keadaan mesin atau peralatan, lingkungan, sifat pekerjaan yang tidak aman
yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Terjadinya kecelakaan dapat
mengakibatkan fatal atau kematian, pekerja dapat menderita cacat ataupun luka
sedang, maka pekerja tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan maksimal dan
produktivitas pemanenan kayu akan rendah (Ismara et al, 2014).
Di Indonesia sudah ditentukan seberapa lama waktu kerja dalam sehari
maksimalnya ialah 8 jam kerja sudah termasuk dengan waktu rehat dalam
kegiatan yang dilakukan. Namun apabila durasi kerja melebihi waktu tersebut
maka dapat menurunkan efektifitas dalam bekerja, meningkatnya kelelahan dalam
bekerja, mengakibatkan kecelakaan dalam bekerja. Kelelahan kerja dimana
keadaan kelelahan fisik dan juga bisa dikatakan kurangnya motivasi. Menurut
beberapa peneliti mengatakan bahwa kelelahan dapat mempengaruhi dampak
yang cukup besar dengan mempengaruhi kesehatan pada para pekerja dan menjadi
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan non fisik.
Lingkungan fisik diartikan sebagai lingkungan berada di areal kerja dapat
dirasakan menggunakan indera penglihatan dan indera kulit (meraba). Lingkungan
kerja fisik berasal dari lingkungan pekerjaan seperti halnya bangunan tempat
kerja, mesin dan peralatannya, sarana dan prasarana operasi. Lingkungan kerja
fisik dapat mempengaruhi kinerja fisik pekerja dilingkungan kerja yang dihadapi.
Lingkungan non fisik keadaan yang hanya dapat dirasakan para pekerja namun
tidak dapat di lihat ataupun di raba. Lingkungan kerja non fisik keadaan yang
berkaitan dengan para pekerja dan lingkungan fisik ditempat kerja yang dirasakan
para pekerja. Maka dari itu dimana keadaan berhubungan antara sesama rekan
kerja yang berada dalam satu lingkungan kerja baik itu pekerja atasan maupun
pekerja bawahan hal ini terkait dengan perasaan para pekerja yang harus memiliki
hubungan baik dalam ruang lingkup kerja untuk menciptakan kerjasama yang baik
dan rasa nyaman pada saat melakukan pekerjaan (Indrasari, 2017).
Lingkungan kerja adalah suatu bagian terpenting oleh pekerja untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut, maka dari itu yang di artikan lingkungan kerja
yaitu hal-hal yang dapat mempengaruhi para pekerja saat melakukan pekerjaannya
dalam menjalankan tugas dan kewajiban yang sudah ditangggung jawabkan.
Keadaan lingkungan kerja bisa dinilai baik apabila lingkungan kerja itu sehat,
nyaman dan aman. Lingkungan kerja berhubungan dengan alat dan bahan,
lingkungan sekitaran tempat kerja dalam masa kerja, tahapan kerjanya,
pengonsepan kerja berlaku pada semua pekerja individu ataupun perkelompok.
Lingkungan kerja fisik dimana suatu kondisi yang berkaitan dengan fisik yang
mempengaruhi pekerja baik dengan secara langsung ataupun tidak langsung.
Lingkungan kerja fisik merupakan keadaan fisik pada perusahaan sekitaran areal
kerja contohnya temperatur, sirkulasi udara, kelembaban, keamanan, kebersihan,
penerangan, kebisingan, getaran mekanis. Lingkungan kerja fisik harus
menciptakan rasa aman nyaman dan tentram agar dapat memaksimalkan hasil
kerja yang bagus dan baik. Lingkungan kerja non fisik situasi diareal kerja terkait
kerjadian hubungan kerja oleh sesama pekerja baik itu dengan atasan maupun
dengan bawahan. Lingkungan kerja non fisik harus adanya kerjasama antara para
pekerja baik atasan maupun bawahan agar terciptanya rasa nyaman yang baik
dalam bekerja (Rahmawanti, 2014).
Iklim kerja keterkaitan dengan suhu, kelembaban, kecepatan gerakan
udara dan panas radiasi dengan keluarnya panas dari tubuh seseorang yang
merupakan penyebab dari aktivitas yang telah dilakukan oleh pekerjanya. Apabila
pekerja terpapar sinar matahari dengan durasi yang lama, maka dapat
mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh pekerja dan akan menimbulkan
gangguan pada kesehatan. Maka hal ini berkaitan dengan produktifitas dan
efisiensi kerja (Utami et al, 2017).
Kelelahan berpengaruh terhadap menurunya produktivitas serta
konsentrasi dalam bekerja. Kelelahan terdiri dari dua faktor yaitu faktor internal
maupun faktor eksternal. Yang termasuk dengan faktor internal yaitu pada tingkat
usia, jenis kelamin, masa kerja, kualitas tidur, dan tanggung jawab kerja. Faktor
eksternal meliputi shift kerja dan iklim atau lingkungan kerja. Permasalahan
kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan pemicu terjadinya kecelakaan
kerja pada kelelahan. Kelelahan kerja keadaan menurunnya efisiensi ketahanan
tubuh pada saat melakukan pekerjaan berlangsung. Kelelahan dapat ditandai
dengan keadaan jika melemahnya pekerja maka terhambat dalam melakukan
kegiatan yang bisa menyebabkan pengurangan kapasitas kerja ataupun ketahanan
daya tahan tubuh (Juliana et al, 2018)
Perasaan lelah merupakan keadaan seseorang setelah selesai melakukan
aktivitas pekerjaan yang dilakukannya. Perasaan yang dialami yaitu rasa capek,
mengantuk, bosan dan rasa haus yang ditandai terdapat gejala kelelahan. Gejala
kelelahan seperti pelemahan kegiatan, motivasi dan kelelahan fisik. Pelemahan
kegiatan dapat diketahui dengan kepala terasa berat, seluruh badan terasa lelah,
kaki terasa berat, sering menguap, pikiran terasa kacau, mengantuk, terasa beban
di mata, tidak memiliki keseimbangan untuk berdiri. Pelemahan motivasi bisa
diketahui dengan keadaan sulit dalam berfikir, merasa lelah saat berbicara, merasa
gugup, sulit berkonsentrasi, cenderung lupa, tidak percaya diri, cemas, tidak dapat
METODE PENELITIAN
Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dengan pengumpulan data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada pekerja pemanenan
kayu menggunakan kuisioner, data gejala kelelahan kumulatif dan data
karakteristik meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman bekerja dan
alamat mandor, penebang, penyarad dan driver. Data sekunder didapat dari
menganalisis dokumen diperusahaan data yang dikumpulkan meliputi kondisi
umum lokasi penelitian.
Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi kecelakaan kerja pada
setiap jenis kegiatan pekerjaan yang ada di areal produksi yang di teliti dilakukan
dengan wawancara langsung oleh responden dengan bantuan kuisioner. Dalam
penelitian ini populasinya adalah seluruh compartemen yang terdapat aktivitas
pemanenan kayunya pada saat penelitian yakni 16 compartemen. Adapun jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 3 compartemen yakni di areal pemanenan kayu
compartmen H149, compartmen C002 dan compartmen D064. Pengambilan data
responden dilakukan dengan metode purposive sampling. Purposive sampling
merupakan teknik dimana peneliti menetapkan ciri-ciri khusus dalam
pengambilan ataupun pemilihan sampel sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun
ciri-ciri khusus dalam pengambilan atau pemilihan responden dengan berdasarkan
pengalamannya lebih dari satu tahun dalam masa kerjanya. Pekerja yang terlibat
langsung dalam kegiatan pemanenan kayu, yakni mandor, penyarad, penebang
dan driver. Kegiatan wawancara (responden) dipilih sebanyak 35 orang, jenis
pekerjaan termasuk ke dalam proses pemanenan hutan.
Jenis pekerjaan yang diteliti dalam penelitian ini adalah mandor 3 orang,
penyarad 11 orang, penebang 12 orang, driver 9 orang. Tingkat usia responden
berkisar antara 19 sampai 49 tahun. Pendidikan rata-rata responden adalah tamat
Sekolah Dasar 4 orang, tamat SMP 8 orang, tamat SMA 22 orang dan tamat S1 1
orang.
Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya bertujuan untuk mengetahui bahaya yang terjadi pada
aktivitas pekerjaan yang dilakukan, upaya yang dapat dilakukan berupa
pengumpulan data, mencatat dan mengenali sumber bahaya yang terjadi di areal
kerja baik itu pada lingkungan kerjanya ataupun peralatannya yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja. Maka dari itu perlunya melakukan tindakan
dalam pengendalian risiko kecelakaan kerja agar dapat mengantisipasi terjadinya
kecelakaan kerja.
Penilaian Risiko
Penilaian risiko (risk assessment) merupakan salah satu tahap dalam
melakukan penilaian terhadap suatu risiko yang muncul untuk dapat di evaluasi
pada berbagai jenis bahaya. Penilaian risiko pada dasarnya dapat dilihat pada
tingkat kemungkinan (likelihood) dan tingkat keparahan dampak (severity) yang
dihasilkan dari terjadinya kecelakaan karena risiko tersebut. Menentukan peluang
insiden yang terjadi di areal kerja dapat menggunakan skala berdasarkan dengan
tingkat potensinya. Analisis risiko dilakukan dengan cara penghitungan hasil kali
antara tingkat kemungkinan (likelihood) dan tingkat keparahan dampak (severity)
(Pradipta, 2016).
Penilaian risiko dapat dilihat pada Tabel 1 sampai dengan Tabel 3.
Tabel 1. Evaluasi Nilai Risiko
Nilai Tingkat Evaluasi
Risiko Risiko
1-6 Risiko rendah Mungkin dapat diterima namun tetap meninjau kembali
apakah risiko dapat dikurangi
7 – 12 Risiko Sedang Tugas hanya dapat dilanjutkan dengan otoritasi manajemen
setelah berkonsultasi dengan tenaga ahli dan tim penilai
jika memungkinkan tugas harus didefenisikan kembali
untuk memperhitungkan bahaya atau harus mengurangi
risiko lebih lanjut sebelum dimulainya tugas
15 - 25 Risiko Tinggi Tugas tidak boleh dilanjutkan harus dilakukan
penerjemahan ulang tugas atau melakukan perhitungan
pengendalian yang sesuai untuk mengurangi risiko sebelum
dimulainya tugas
Sumber : AS/NZS 4360: 1999
keterangan:
r = Nilai hasil setiap pertanyaan.
T = Jumlah responden.
y = Jumlah total dari jawaban ”ya‟ dari setiap pertanyaan.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dikelompokan ke dalam delapan karakter. Nilai
keluhan untuk setiap karakter dikalkulasikan menggunakan formulasi
R = Y/kT
keterangan:
R = Nilai hasil untuk setiap kelompok.
T = Jumlah responden.
Y = Jumlah total dari jawaban “ya‟ dari setiap kelompok pertanyaan.
k = Jumlah pertanyaan-pertanyaan di setiap kelompok
(Kosugo et al 1992 dalam Yoshimura dan Acar 2004).
Pelindung Telinga - -
Masker 3 8,57
Celana Keselamatan 3 8,57
n = 35
Dari Tabel 5 diketahui bahwa responden yang menggunakan helm ada 12
orang (34,28%), yang menggunakan sarung tangan 9 orang (25,71%), yang
menggunakan sepatu keselamatan 34 orang (97,14%), yang menggunakan
pelindung mata hanya 1 orang (2,85%), tetapi tidak ada yang menggunakan
pelindung telinga, yang menggunakan masker terdapat 3 orang (8,57%) dan yang
menggunakan celana keselamatan terdapat 3 orang (8,57%). Menggunakan APD
lengkap dalam melaksanakan tugasnya sangat dinjurkan dan diwajibkan. Akan
tetapi berdasarkan kondisi riil dilapangan para pekerja tidak menggunakan APD
dengan lengkap. Responden mengaku tidak menggunakan APD karena tidak
nyaman, sering merasa gerah, dan merasa kaku saat bekerja dan merasa terganggu
ketika menggunakan jenis-jenis APD tersebut.
kinerja karyawan seperti kebisingan, iklim kerja panas. Kelelahan kerja keadaan
menurunnya efisiensi ketahanan tubuh pada saat melakukan pekerjaan
berlangsung. Kelelahan dapat ditandai dengan keadaan jika melemahnya pekerja
maka terhambat dalam melakukan kegiatan yang bisa menyebabkan pengurangan
kapasitas kerja ataupun ketahanan daya tahan tubuh.
Kecelakaan kerja pada kegiatan pemanenan hutan pada penelitian ini lebih
rendah dari pada penelitian Kurnia (2013) di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
karena masih secara manual kegiatan pemanenanya dalam kegiatan penyaradan
disebut dengan kata blandong kegiatan yang dilakukan pekerjanya tidak
menggunakan sarung tangan dan alas kaki yang digunakan hanya sendal. Dalam
metode kerjanya masih belum ada arahan pada saat kayu tersebut digelindingkan
tidak ada pertanda oleh para blandong yang mengisyaratkan kepada pekerja yang
berada di bawah bahwa kayu tersebut akan digelindingkan. Hal ini dapat
menyebabkan kecelakaan yang tinggi dibandingkan kegiatan pemanenan secara
mekanis.
Kegiatan pemuatan kayu dilakukan dengan pemindahan kayu dari tempat
pengumpulan (TPn) ke tempat tujuan akhir (TPK, industri, pasar kayu) dengan
metode tertentu. Berikut merupakan pengambilan dokumentasi oleh driver dapat
dilihat pada Gambar 5.
Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa saat kegiatan pemuatan kayu, terdapat
beberapa potensi kecelakaan kerja yang berdasarkan 2 aspek yaitu kondisi
lingkungan kerja dan peralatan. Kondisi jalan angkutan yang tidak beraspal dan
terpapar oleh polusi udara pada asap truck dan apabila suhu iklim kerja bisa saja
dapat terjadi suhu iklim melebihi NAB 31℃/hari dan suhu iklim dingin juga
terkadang dapat mencapai 18℃/hari, akan tetapi pada keadaan cuaca atau suhu
tersebut tidak setiap hari seperti itu. Faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja
yaitu faktor kelelahan fisiologis dan psikologis. Selanjutnya adalah kondisi
peralatan, yakni tali tambang yang rapuh, pasak besi tidak tertancap dengan kuat
dan tidak berfungsinya rem. Lingkungan kerja fisik berasal dari lingkungan
pekerjaan seperti halnya bangunan tempat kerja, mesin dan peralatannya, sarana
dan prasarana operasi. Kondisi bahaya dapat dilihat dari keadaan mesin atau
peralatan, lingkungan, sifat pekerjaan yang tidak aman yang dapat menimbulkan
kecelakaan kerja. Lingkungan kerja fisik merupakan keadaan fisik pada
perusahaan sekitaran areal kerja contohnya temperatur, sirkulasi udara,
kelembaban, keamanan, kebersihan, penerangan, kebisingan, getaran mekanis.
Lingkungan kerja fisik harus menciptakan rasa aman nyaman dan tentram agar
dapat memaksimalkan hasil kerja yang bagus dan baik.
Menebang pohon kegiatan yang sulit dan berbahaya memerlukan peralatan
yang memadai, pelatihan serta pengalaman yang baik. Apabila penebang tidak
berhati-hati dalam bekerja maka akan mengakibatkan kecelakaan kerja. Adapun
hasil dari distribusi responden jenis kecelakaan kerja yang pernah dialami pekerja
penebangan kayu dapat dilihat pada Tabel 9.
telapak kaki atau bagian anggota tubuh lainnya, ada 2 orang (16,67%) terkena
chainsaw pada saat bekerja risiko yang dialami adalah luka berat pekerja kurang
berhati-hati saat bekerja.
Terdapat 3 orang (25%) yang pernah mengalami tergelincir pada saat
bekerja disebabkan oleh kondisi jalan yang licin dengan risiko yang dialami ialah
bagian tubuh mengalami luka ringan , ada 3 orang (25%) yang pernah mengalami
terjatuh saat berjalan membawa chainsaw dengan rantai yang sudah terpasang
dilahan curam disebabkan oleh kondisi areal penebangan yang cenderung tidak
merata maka dapat mengakibatkan pekerja terjatuh dan terluka, ada 6 orang (50%)
operator chainsaw tidak menggunakan sarung tangan saat mengikir dengan alasan
pekerja merasa terganggu dan merasa sulit saat mengikir risiko yang dialami oleh
penebang yaitu pada bagian tangan terluka. Kegiatan dalam melakukan
penebangan kayu yang telah dilakukan jika tidak mengikuti aturan dan hati-hati
bisa menyebabkan kecelakaan kerja.
6 bahaya dalam menebang pohon dengan nilai terendah tertimpa ranting pohon
yang kering atau mati, terjatuh dari pijakan, tertusuk tunggak, beban berat saat
membawa chainsaw, tertusuk ranting dan dahan yang berserakan, tergelincir dan
diberikan skor 3 (tiga) dengan kriteria moderate (kejadian mungkin terjadi pada
beberapa kondisi tertentu), diberikan skor 2 (dua) kriteria minor (P3K, kerugian
finansial dan material sedang). Hasil perkalian antara likelihood dan severity
menggunakan risk matrix didapatkan hasil 6 (enam) termasuk kategori risiko
rendah.
Komponen penyaradan dengan nilai tertinggi pada bahaya excavator
terbalik dengan risiko luka berat diberikan skor 2 (dua) dengan kriteria unlikely
(kejadian mungkin terjadi pada kondisi tertentu tapi kecil kemungkinan),
diberikan skor 5 (lima) dengan kriteria catastrophic (kematian, kerugian material
sangat besar). Hasil perkalian antara likelihood dan severity menggunakan risk
matrix didapatkan hasil 10 (sepuluh) termasuk kategori risiko sedang. Nilai
terendah pada bahaya excavator tertimpa kayu dengan risiko luka berat diberikan
skor 2 (dua) dengan kriteria unlikely (kejadian mungkin terjadi pada kondisi
tertentu tapi kecil kemungkinan), diberikan skor 4 (empat) dengan kriteria major
(cacat atau hilangnya fungsi anggota tubuh total, kerugian material besar). Hasil
perkalian antara likelihood dan severity menggunakan risk matrix didapatkan hasil
8 (delapan) termasuk kategori risiko sedang. Penyebab dari kecelakaan kerja
adalah rendahnya kesadaran dan pengetahuan akan keselamatan kerja dan
tindakan yang dilakukan membuat SOP safety talk dan diadakannya setiap
seminggu sekali.
Dalam komponen muat didapatkan nilai tertinggi pada bahaya mobil
terbalik dengan risiko luka berat diberikan skor 2 (dua) dengan kriteria unlikely
(kejadian mungkin terjadi pada kondisi tertentu tapi kecil kemungkinan),
diberikan skor 5 (lima) dengan kriteria catastrophic (kematian, kerugian material
sangat besar). Hasil perkalian antara likelihood dan severity menggunakan risk
matrix didapatkan hasil 10 (sepuluh) termasuk kategori risiko sedang. Penyebab
dari kecelakaan kerja adalah kurang disiplinnya sikap pekerja dalam mengikuti
SOP yang ada dan tindakan yang dilakukan membuat prosedur kerja yang baik.
Nilai terendah pada bahaya tidak berfungsinya rem dengan risiko luka berat
diberikan skor 2 (dua) dengan kriteria unlikely (kejadian mungkin terjadi pada
kondisi tertentu tapi kecil kemungkinan), diberikan skor 4 (empat) dengan kriteria
major (cacat atau hilangnya fungsi anggota tubuh total, kerugian material besar).
Hasil perkalian antara likelihood dan severity menggunakan risk matrix
didapatkan hasil 8 (delapan) termasuk kategori risiko sedang.
Tingkat risiko kecelakaan kerja pada kegiatan pemanenan kayu pada Tabel
10 jika dibandingkan dengan penelitian lainnya, berdasarkan hasil penelitian
Pradipta (2016) bahwasanya pada bahaya tertimpa ranting pohon yang kering atau
mati dengan tingkat risiko 20 namun pada penelitian saya memiliki tingkat risiko
6 sehingga memiliki tingkat risiko lebih rendah 70% dari pada tingkat risiko yang
dialami oleh peneliti tersebut. Hal ini disebabkan oleh pada penelitian tersebut
pemanenan kayu nya yaitu kayu jati maka diameter kayu jati lebih besar
diabanding dengan kayu eucalyptus sehingga dapat mempengaruhi tingkat
kecelakaan kerja ranting pohon kayu jati lebih besar dibanding kayu eucalyptus
maka hal tersebut dapat menyebabkan tingkat risiko kecelakaan kerja pada
penelitiannya lebih besar dari pada penelitian yang saya lakukan.
Kelelahan Kelelahan Saya sering merasa pusing 100% 45% 33% 44%
Fisik Umum
Saya merasa sakit punggung 100% 100% 100% 44%
Saya sering merasakan sakit 33% 36% 58% -
disetiap sendi
Mata saya lelah 33% 45% 42% 44%
Saya memiliki bahu yang - 18% 33% -
kaku
Saya tidak bisa tidur nyenyak 33% - - 56%
dan punya banyak mimpi
Akhir-akhir ini kaki saya 100% 54% 58% 44%
terasa lelah
Kelelahan Akhir-akhir ini saya merasa 100% 18% 17% 44%
Kronis sangat mengantuk
Saya sering masih merasa 33% - 50% -
r = 100% gejala yang dialami merasa pusing, sakit punggung dan kaki tersasa
lelah. Subdimensi kelelahan umum yang banyak dialami pada penyarad dan
penebang r = 100% dengan gejala sakit punggung.
Kelelahan kronis yang banyak dialami pada mandor r = 100% gejala
kelelahan yang dialami merasa sangat mengantuk. Pada penyarad r = 45% gejala
kelelahan yang dialami yaitu merasa tidak enak badan ketika bangun dipagi hari.
Penebang r = 50% dengan gejala kelelahan yang dialami yaitu sering merasa lelah
ketika bangun dipagi hari dan merasa tidak enak badan ketika bangun dipagi hari.
Pada driver hanya mengalami satu keluhan saja yaitu merasa sangat mengantuk
r = 44%.
Gangguan fisik pada mandor tidak ada yang dominan tinggi akan tetapi
memiliki nilai keluhan yang sama pada gangguan fisik r = 67% dengan gejala
kelelahan yang dialami adalah kepala terasa berat, tidak bisa tidur dengan mudah
dan khawatir terhadap kesehatan. Pada penyarad r = 73% gejala yang dialami
khawatir terhadap kesehatan sama hal nya dengan penebang r = 100%. Pada
driver r = 44% gejala kelelahan yang banyak dialami adalah kepala terasa berat
dan khawatir terhadap kesehatan.
Subdimensi depresi yang banyak dialami pada penyarad dengan r = 36%
dengan gejala yang dialami adalah ingin pergi berpesta dan ingin melepaskan
masalah. Pada penebang r = 25% gejala yang dialami terkadang ingin merasa
sendirian. operator driver dengan r = 33% dengan gejala yang dialami adalah
ingin pergi berpesta dan ingin melepaskan masalah.
Subdimensi perasaan cemas berlebihan yang banyak dialami pada mandor
r = 67% gejala yang dialami adalah gelisah. Pada penyarad dengan r = 45%
dengan gejala yang dialami adalah suka melamun. pada penebang dengan r = 42%
gejala yang dialami adalah sulit berkonsentrasi. pada operator driver dengan r =
56% dengan gejala yang dialami adalah suka melamun.
Subdimensi mudah tersinggung yang banyak dialami pada mandor dengan r =
67% dengan gejala yang dialami adalah tidak bisa menahan amarah dan sensitif
dengan suara berisik. Pada penyarad dengan r = 36% dengan gejala yang dialami
mudah marah karena hal yang tidak begitu penting dan sensitif dengan suara
berisik. pada penebang dengan r = 42% dengan gejala yang dialami adalah mudah
marah karena hal yang tidak begitu penting. pada operator driver dengan r = 56%
dengan gejala yang dialami mudah marah karena hal yang tidak begitu penting.
Mandor teridentifikasi lebih lelah baik dari segi dimensi kelelahan fisik,
kelelahan mental maupun kelelahan sosial. Dapat dinilai bahwa mandor memiliki
tanggung jawab yang besar dari pada pekerja lainnya. Dari segi kelelahan mental
mandor memiliki beban kerja yang berat karena besarnya tekanan untuk mengejar
target dari perusahaan tersebut. Kegiatan yang dilakukan mandor adalah salah
satunya mengawasi para pekerja dilapangan, bertanggung jawab terhadap segala
sesuatu yang berkaitan yang ada dilapangan. Berusaha secara maksimal untuk
mencapai target dengan tepat waktu, dimana perusahaan harus memenuhi target
dalam pencapaian kegiatan produksi untuk memenuhi kebutuhan pabrik. Agar
kegiatan pemanenan kayu berjalan dengan baik maka dibutuhkan sistem
pengendalian yang baik. Oleh karena itu didalam dunia usaha masalah pencapaian
target merupakan hal terpenting dan perlu diperhatikan. Maka dengan adanya
pengawasan kerja yang baik pada mandor kepada bawahannya maka tingkat
kinerja produktivitas pemanenan kayu tersebut semakin meningkat.
Kelelahan sosial yang dialami mandor adanya tekanan pekerjaan dengan
atasan dan bawahan, dimana mandor memiliki posisi dipertengahan dalam
pekerjaannya. Adanya konflik dengan sesama antar rekan kerja atau anak buah,
dalam hal ini biasanya dapat terjadi antara mandor dengan para pekerja yang tidak
sejalan yang mengakibatkan konflik dengan rekan kerja. Seperti halnya setiap
pekerja memiliki kemampuan dan keuletan pekerja yang berbeda-beda akan tetapi
mandor menegaskan pekerja untuk lebih giat dalam pekerjaan yang sudah
ditugaskan masing-masing oleh para pekerja agar dapat mencapai target yang
akan dicapai. Selain kelelahan mental dan sosial mandor juga memiliki kelelahan
fisik kerja. Tugas mandor mengawasi dan bertanggung jawab dengan semua hal
yang ada dilapangan mandor juga sering membantu pekerja dilapangan misalnya
pekerja memiliki kendala maka mandor juga harus saling bekerja sama dan ikut
serta membantu demi kelancaran tugas untuk mencapai tujuan. Selain itu mandor
juga bertanggung jawab dan harus membuat laporan segala perkembangan yang
ada dilapangan dan diserahkan kepada atasannya seperti megikuti rapat kerja
dengan atasan ≥ 8 jam dalam bekerja, sehingga fisiknya juga lelah.
Kelelahan
Umum
40%
30%
Mudah Kelelahan
Tersinggung 20% Kronis Mandor
10%
Operator Excavator
0%
Operator Chainsaw
Perasaan Driver
Cemas Gangguan fisik
Berlebihan
Depresi
melamun, gelisah, khawatir tentang hal-hal yang tidak begitu penting, tidak bisa
berhenti memikirkan pekerjaan bahkan hingga kembali ke rumah. Dimensi
kelelahan sosial terlihat pada subdimensi mudah tersinggung R = 29% dengan
gejala mudah marah karena hal yang tidak begitu penting, berbicara dengan nada
suara yang marah, tidak bisa menahan amarah dan sensitif dengan suara berisik.
Penyarad gejala kelelahan yang dialami yaitu kelelahan umum, kelelahan
kronis dan gangguan fisik pada dimensi kelelahan fisik. Gejala kelelahan umum
pada penyarad R = 30% gejala yang dialami merasa pusing, sakit punggung, sakit
disetiap sendi, mata lelah, bahu terasa kaku, kaki terasa lelah. Kelelahan kronis R
= 10% dengan gejala merasa mengantuk, tubuh terasa lesu dan tidak enak badan
ketika bangun di pagi hari. Gangguan fisik R = 26% dengan gejala kurang nafsu
makan, kepala terasa berat, tidak bisa tidur dengan mudah dan terlalu
mengkhawatirkan kesehatan. Dimensi kelelahan mental terlihat pada subdimensi
depresi R = 6% gejala yang dialami yaitu ingin sendirian atau menyendiri, ingin
pergi berpesta untuk melepaskan masalah. Perasaan cemas berlebihan R = 8%
dengan gejala suka melamun dan sulit berkonsentrasi. Pada dimensi kelelahan
sosial dengan subdimensi mudah tersinggung R = 18% gejala yang dialami yaitu
mudah marah karena hal yang tidak begitu penting, berbicara dengan nada suara
yang marah, tidak bisa menahan amarah dan sensitif dengan suara berisik.
Penebang gejala kelelahan yang dialami pada dimensi kelelahan fisik
terutama subdimensi kelelahan umum R = 33% gejala yang dialami yaitu merasa
pusing, sakit punggung, sakit disetiap sendi, mata lelah, bahu kaku dan kaki terasa
lelah. Kelelahan kronis R = 18% dengan gejala merasa sangat mengantuk, merasa
lelah bahkan ketika bangun di pagi hari, seluruh tubuh terasa lesu, merasa tidak
enak badan ketika bangun di pagi hari. Pada gangguan fisik R = 30% gejala yang
dialami yaitu nafsu makan berkurang, kepala terasa berat, tidak bisa tidur dengan
mudah dan terlalu mengkhawatirkan kesehetan. Dimensi kelelahan mental pada
subdimensi depresi R = 3% gejala yang dialami ingin sendirian atau menyendiri.
Subdimensi perasaan cemas berlebihan pekerja penebang R = 15% gejala yang
dialami yaitu suka melamun, gelisah, sulit berkonsentrasi, khawatir tentang hal-
hal yang tidak begitu penting. Dimensi kelelahan sosial terutama pada subdimensi
mudah tersinggung R = 19% gejala yang dialami yaitu marah karena hal yang
tidak begitu penting, berbicara dengan nada suara yang marah, tidak bisa menahan
amarah dan sensitif dengan suara berisik.
Gejala kelelahan yang dialami pada driver yaitu dimensi kelelahan fisik,
dimensi kelelahan mental dan dimensi kelelahan sosial. Dimensi kelelahan fisik
terutama pada subdimensi kelelahan umum, kelelahan kronis dan gangguan fisik.
Gejala kelelahan umum pada pekerja driver R = 23% gejala yang dialami sering
merasa pusing, sakit punggung, mata lelah, tidak bisa tidur nyenyak dan punya
banyak mimpi, kaki terasa lelah. Pada kelelahan kronis R = 6% ditemukan satu
keluhan yaitu gejala yang dialami adalah merasa sangat mengantuk. Subdimensi
pada gangguan fisik R = 19% gejala yang dialami nafsu makan berkurang, kepala
terasa berat, tidak bisa tidur dengan mudah dan terlalu mengkhawatirkan
kesehatan. Pada dimensi kelelahan mental terindikasi pada subdimensi depresi
R = 4% ingin pergi berpesta dan ingin melepaskan masalah yang ada. Pada
subdimensi perasaan cemas R = 10% berlebihan gejala yang dialami suka
melamun, gelisah dan sulit berkonsentrasi. Dimensi kelelahan sosial terutama
subdimensi mudah tersinggung R = 14% gejala yang dialami marah karena hal
yang tidak begitu penting, berbicara dengan nada suara yang marah dan tidak bisa
menahan amarah.
Pada kegiatan pemanenan kayu terdapat 2 cara yaitu secara mekanis dan
manual. Kegiatan pemanenan dilakukan secara mekanis dengan menggunakan
excavator. Secara manual dengan menggunakan tenaga manusia. Pada HTI PT.
Toba Pulp Lestari, Sektor Habinsaran kegiatan pemanenan kayu dilakukan dengan
secara mekanis dengan menggunakan excavator. Hasil pengamatan dilapangan
bahwa pekerja manual lebih besar resiko nya dibandingkan secara mekanis.
Karena gejala tingkat kelelahan itu sendiri dapat dinilai bahwa lebih besar tingkat
keluhan pada kegiatan pemanenan secara manual dibandingkan dengan secara
mekanis. Maka hal ini mengindikasikan bahwasanya lingkungan kerja di PT.
Toba Pulp Lestari, Sektor Habinsaran relatif baik.
Kesimpulan
1. Berdasarkan identifikasi bahaya yang dilakukan pada kegiatan pemanenan kayu
di areal PT Toba Pulp Lestari,Tbk, Sektor Habinsaran terdiri dari 3 komponen
yaitu menebang pohon dengan kategori 7 risiko sedang dan 6 risiko rendah,
penyaradan 1 risiko sedang dan 1 risiko rendah, muat 1 risiko sedang dan 1 risiko
rendah.
2. Pekerja pemanenan kayu di areal PT Toba Pulp Lestari, Tbk, Sektor Habinsaran
memiliki indeks kumulatif gejala kelelahan nilai tertinggi yaitu kelelahan umum
(pada mandor 40%, penyarad 30%, penebang 33%, dan driver 23%). Gejala
kelelahan terendah pada indeks kelelahan kumulatif yaitu kelelahan kronis (pada
mandor 17%, gejala depresi oleh penyarad 6%, penebang 3%, driver 4%).
Saran
1. Sebelum kegiatan dimulai sebaiknya para pekerja diberi arahan dan bimbingan
agar dapat meminimalisir risiko terjadinya kecelakaan kerja pada saat kegiatan
berlangsung.
2.Penelitian berikutnya diharapkan agar dapat mengidentifikasi potensi
kecelakaan kerja pada kondisi hutan yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Budihardjo PH, Victor PKL, Lucky OHD. 2017. Pengaruh Keselamatan Kerja,
Kesehatan Kerja, Dan Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Karyawan
Pada Pt. Air Manado. Jurnal EMBA. Vol 5 (3) : 4145-4154.
Elphiana EG, Yuliansyah MD, Zen MK. 2017. Pengaruh Keselamatan Kesehatan
Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Pertamina EP Asset 2 Prabumulih.
Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis Dan Terapan. Vol 14(2). 103-118.
Faqih S, Gusti H, Emi R. 2018. Analisa Biaya Pemanenan Tanaman Mangium
(Acacia Mangium) Di Pt Bina Silva Nusa Kecamatan Batu Ampar
Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Hutan Lestari. Vol 6(4) : 804-813.
Idris MM, Soenarno. 2015. Unjuk Kerja Teknik Penyaradan Kayu Dengan
Metode Tree Length Logging Pada Hutan Alam Lahan Kering
(Performance Of Timber Skidding Using Tree Length Logging Method In
Dryland Natural Forest). Vol 33(2) : 153-166.
Indrasari M. 2017. Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan. Indomedia Pustaka.
Yogyakarta.
Pradipta RA. 2016. Risk Assessment Pada Pekerjaan Menebang Kayu Di Hutan
Produksi (Studi Kasus Pada Pengoperasian Chainsaw Perum Perhutani
Kph Madiun). The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health,
Vol. 5(2) : 153–162.
Rahmawanti NP, Bambang W, Arik P. 2014. Pengaruh Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Administrasi Bisnis. Vol 8 (2) : 1-9.
Riyadina W. 2007. Kecelakaan Kerja Dan Cedera Yang Di Alami Oleh Pekerja
Industri Di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. Jurnal Makara,
Kesehatan. Vol 11(1) : 25-31.
Sugarda A, Indri S, Anda IJ. 2014. Analisa Pengaruh Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) Terhadap Allowance Proses Kerja Pemotongan Kayu (Studi
Kasus : Pt. Pal Indonesia). Jurnal TI Undip. Vol 9(3) : 139-146.
Suhartana S, Yuniawarti. 2011. Tingkat Pemahaman Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Pada Kegiatan Pemanenan Kayu Jati Di Kph Cianjur. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan. Vol 29 (1) : 46-56.
Suhartana S, Yuniawarti. 2016. Produktivitas Dan Biaya Pemanenan Kayu Di
Hutan Tanaman Rawa Gambut. Jurnal Hutan Tropis. Vol 4(3): 273-281.
Susetyo RI, Ika ZR. 2016. Persepsi Terhadap Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Dan Stres Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi Pt X Di Bekasi. Jurnal
Empati. Vol 5(1) : 55-59.
Ukkas I. 2017. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja
Industri Kecilkota Palopo. Journal of Islamic Education Management.Vol
2(2);187-198.
Utami P, Ida W, Ekawati. 2017. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja
Dan Pengendalian Stres Kerja Pada Tenaga Kerja Di Bagian Cargo Pt.
Angkasa Pura Logistik Bandar Udara Internasional Ahmad Yani
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 5(5) : 311-317.
Verawati L. 2016. Hubungan Tingkat Kelelahan Subjektif Dengan Produktivitas
Pada Tenaga Kerja Bagian Pengemasan Di CV Sumber Barokah. The
Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. Vol 5(1). 51-60.
Yovi EY. 2007. as physical load indicator unit in forest work operation. Jurnal
Manajemen Hutan Tropika 13(3):140-145.
Yoshimura T, Acar HH. 2004. Occupational safety and health conditions of
forestry workers in Turkey. Journal of Forest Research 9:225–232. DOI:
10.1007/s10310- 004-0078-y.
Yuniawarti, Sona S. 2014. Potensi Karbon Pada Limbah Pemanenan Kayu Acacia
Crassicarpa (Carbon Potential Of Waste Timber Harvesting Acacia
Crassicarpa). Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol 12 (1) : 21-31.
LAMPIRAN