Fatahillah Dan Ahyani DKK
Fatahillah Dan Ahyani DKK
Fatahillah Dan Ahyani DKK
721
Empirisma: Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam
ISSN: (P-ISSN: 1829-9563, E-ISSN: 2503-1694)
Vol 32, No 1 (2023); pp. 109-124
Abstract
The concept of ethics from Ghazali's perspective, especially regarding the existence of Islamic
ethics, is based on good morals or noble character, so this concept needs to be applied in a
pluralistic Indonesian society. Where in this case, within the frame of moderation of religion-
based morality in Indonesia in the current era, the application of morality as offered by Ghazali
is a must; this is because, in the concept of religious moderation in Indonesia, there are Islamic
values that reflect good morals, namely in the form of attitude 1 ) tolerance, 2) non-violence,
3) acceptance of tradition, and 4) high national commitment. This research is a type of library
research whose object of study uses library data in the form of books, journals, and other
relevant sources of literature as the data source. Besides that, the researcher reads, reviews, and
analyzes the existing literature to conclude. This research concludes that Ghazali's relevance
regarding Islamic ethics in the framework of moderation of religion-based morality in
Indonesia. The present era is relevant; this is proven by prioritizing Islamic ethics will manifest
karimah (beginning) morals, then, in the end, will embody Islamic values rahmatan lil natural
in all human activities.
Keywords: al-Ghazali's ethics, Islam Rahmatan Lil 'Alamin, Moral Moderation.
How to cite: Fatahillah, F., Mustopa, M., Hapidin, A. ., Ahyani, H., & Ahmad Zulfi Fahmi. (2023).
Eksistensi Etika Islam dalam Bingkai Moderasi Akhlak Berbasis Agama di Indonesia
Perspektif Imam Ghazali. Empirisma: Jurnal Pemikiran Dan Kebudayaan Islam, 32(1), 109–
124. https://doi.org/10.30762/empirisma.v32i1.721
© 2023 by the authors. Submitted for possible open access publication under
the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA)
license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).
PENDAHULUAN
Etika sebagaimana pandangan al-Ghazali mengatakan bahwa “tujuan terbesar
manusia” adalah al-falah (kebahagiaan di akhirat). Jika tindakan adalah cara jika
mempengaruhi jiwa dan menjadikannya tujuan untuk mencapai tujuan ini, maka
tindakan adalah cara jika Anda ingin jiwa mencapainya.1 Pembahasan etika dalam kajian
secara mendalam kaitannya dengan “filsafat Islam” tidak banyak dibahas oleh filosof
muslim seperti al-Ghazali, hal ini karena filsafat Islam lebih menitikberatkan kepada
persoalan metafisika semata. Para filosof dan orientalis muslim kontemporer, seperti
halnya Fadlur Rahman dan Albert Hourani, menanggapi bahwa filosof muslim tidak
menghasilkan karya-karya berbentuk morality (moral) dengan menganggap bahwa
Islam memiliki akhlaknya sendiri sebagaimana yang tertuang dalam al-Qur'an al-karim.2
Sedangkan menurut Al-Ghazali, akhlak adalah keadaan batin yang menjadi
sumber lahirnya perbuatan karena perbuatan itu lahir secara otomatis, mudah, tanpa
memperhitungkan untung dan rugi. Para filosof Muslim memiliki klaim yang kuat
bahwa alam ada dengan sendirinya tanpa campur tangan Tuhan. Mereka percaya bahwa
hewan berasal dari sperma dan sperma berasal dari hewan, dari zaman dahulu dan tetap
demikian selamanya.3 Berkenaan dengan ilmu-ilmu di bidang ekonomi misalnya,
pandangan al-Ghazali tentang ekonomi dan bisnis tidak terbatas pada landasan
filosofis semata, melainkan ada suatu percampuran kondisi riil (nyata) yang terjadi di
masyarakat dengan nilai-nilai filosofis dengan disertai adanya argumentasi yang logis
(dapat dinalar). Dalam pemikirannya tentang ekonomi bisnis, al-Ghazali mengambil
pendekatan sufistik yang digariskan dalam karyanya seperti kitab “Ihya Ulum al-Din”
,4 yang mengandung makna seperti the revival of the religious sciences (keajaiban-keajaiban
hati).5 Gagasan moral mistik oleh al-Ghazali dapat dimaknai dalam moderasi moralitas
berbasis agama di Indonesia yang majemuk. Menurut beliau al-Ghazali, etika bukanlah
hanya sekedar pengetahuan (knowledge) tentang baik dan buruk atau kemampuan
1 Muhammad Muslih, Pengantar Filsafat (Ponorogo: Darussalam University Press, 2008), 75.
2 Muhammad Ikhsan Attaftazani, “Analisis Problematik Etika dalam Filsafat Islam,” Kalimah: Jurnal Studi Agama
dan Pemikiran Islam 18, no. 2 (March 6, 2020): 186–200, https://doi.org/10.21111/klm.v18i2.4868.
3 Ahmad Atabik, “Telah Pemikiran Al-Ghazali Tentang Filsafat,” FIKRAH 2, no. 1 (June 27, 2014),
https://doi.org/10.21043/fikrah.v2i1.551.
4 Ali Muhayatsyah, “Etika Bisnis Islam Dalam Perspektif Pemikiran Al-Ghazali,” AT-TIJARAH: Jurnal Penelitian
Keuangan Dan Perbankan Syariah 2, no. 2 (December 12, 2020): 84–104, https://doi.org/10.52490/at-tijarah.v2i2.961.
5 Agus Yosep Abduloh and Hisam Ahyani, “Pendidikan Hati Menurut Al-Ghazali (keajaiban Hati: Penjelasan
Tentang Perbedaan Antara Dua Maqom),” Jurnal Tawadhu 4, no. 2 (October 22, 2020): 1209–27.
110 | E m p i r i s m a : J u r n a l P e m i k i r a n d a n K e b u d a y a a n I s l a m
ISSN: (P-ISSN: 1829-9563, E-ISSN: 2503-1694)
DOI: https://doi.org/10.30762/
Empirisma: Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam
ISSN: (P-ISSN: 1829-9563, E-ISSN: 2503-1694)
Vol 32, No 1 (2023); pp. 109-124
berbuat baik dan buruk saja. Akan tetapi keadaan fikiran yang stabil (raskhah fi-l-nafs).
Beliau al-Ghazali, mendefinisikan moralitas sebagai stabilitas mental yang
menghasilkan tindakan atau praktik dengan mudah, tanpa perlu adanya penalaran dan
perencanaan sebelumnya. Sehingga hal ini berarti bahwa menurut beliau etika adalah
fikiran yang spontan, dan inilah yang mnejadi buah pemikirannya dengan menghasilkan
konsep evolusi pemikiran al-Ghazali dalam hal etika (memoderasi akhlak).6
Kaitannya etika IslamIslam dengan moderasi beragama yang ada di Indonesia,
dimana selain IslamIslam di Indonesia mengedepankan konsep rahmatan lil ‘alamin,7
moderasi beragama di Indonesia juga memiliki konsep saling menghargai keberagaman
agama-agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia, hal ini sebagaimana pendapat Ali
Ramdhani, dimana beliau mencanangkan empat indikator moderasi beragama,
meliputi 1) toleransi, 2) anti kekerasan, 3) penerimaan terhadap tradisi, dan 4)
komitmen kebangsaan.8
Agama merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat
di Indonesia. Dengan demikian, untuk mencapai Indonesia Emas tahun 2045
diperlukan moderasi beragama untuk menjaga keharmonisan antara hak dan kewajiban
beragama bangsa dan negara, salah satunya terdapat pada perguruan tinggi di
Indonesia, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta. Moderasi beragama adalah
cara pandang, sikap, dan pengamalan agama dalam kehidupan masyarakat dengan
mewujudkan hakikat ajaran agama yang melindungi martabat manusia dan
membangun kemaslahatan berdasarkan prinsip keadilan, keseimbangan, dan ketaatan
pada konstitusi sebagai kesepakatan negara. Selain itu, menurut al-Ghazali akhlak
adalah sesuatu yang mengendap dalam jiwa dan terwujud dalam perbuatan dengan
mudah tanpa harus dipikirkan terlebih dahulu. Etika bukanlah tindakan, otoritas, dan
pengetahuan. Sementara itu, ketika berbicara tentang ilmu, Al-Ghazali menilai bahwa
ia memiliki kemaslahatan batin, maka ia mencari ilmu karena kemaslahatan batin yang
6 Umar Faruq Tohir, “Pemikiran Etika Sufistik Al-Ghazali: Langkah-Langkah Memoderasi Akhlak,” Al-I’jaz :
Jurnal Studi Al-Qur’an, Falsafah Dan Keislaman 3, no. 1 (June 14, 2021): 59–81, https://doi.org/10.53563/ai.v3i1.50.
7 Hisam Ahyani, Memet Slamet, and Tobroni, “Building the Values of Rahmatan Lil ’Alamin for Indonesian
Economic Development at 4.0 Era from the Perspective of Philosophy and Islamic Economic Law,” AL-IHKAM:
Jurnal Hukum & Pranata Sosial 16, no. 1 (June 27, 2021): 111–36, https://doi.org/10.19105/al-lhkam.v16i1.4550.
8 Ali Ramdhani and Adi Permana, “Pentingnya Mewujudkan Moderasi Beragama Di Lingkungan Kampus -,”
dikandungnya, yaitu sarana untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Selain itu, ilmu juga
merupakan jalan utama yang mendekatkan seseorang kepada Tuhan.9 Selain itu, etika
diperlukan untuk membentuk dan membangun sikap dalam segala aspek, termasuk
etika kerja IslamIslami. Apalagi IslamIslam adalah agama yang menjaga nilai-nilai dan
adat-istiadat serta akhlak dan rasa hormat terhadap makhluk lain.10
Dengan adanya etika maka hal ini dapat mendukung eksistensi agama, karena
etika dapat membantu manusia menggunakan akalnya untuk memecahkan masalah.
Etika didasarkan pada argumentasi rasional sedangkan agama didasarkan pada wahyu
Tuhan yang merupakan kebenaran hakiki.11 Oleh karena itu, IslamIslam perlu
mengutamakan etika IslamIslam dalam menjalankan segala aktivitas manusia.12 Selain
pendidikan etika, yang mana hal ini mengajarkan manusia di muka bumi ini untuk
mengetahui yang baik dan yang buruk, akhlak juga mengajarkan manusia (insan) untuk
bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku di masyarakat (hukum), dengan
mengetahui cara bertindak yang baik dan benar, maka perlu sekali memperhatikan etika
bagi manusiam agar tidak menyimpang ke jalan yang salah.13 Etika Islam menyatakan
bahwa apa yang menjadi sumber karakter seseorang (akhlak), dan yang menjadi tolak
ukur (indikator) kategori perbuatan baik dan perbuatan buruk, didasarkan pada ajaran
Tuhan Yang Maha Esa. Akhlak dalam Islam bersifat universal dan inklusif, yang dapat
diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia di segala waktu dan
tempat.14 Dari latarbelakang di atas, maka peneliti hendak menguak serta menggali
tentang bagaimana perspektif Imam Ghazali tentang eksistensi etika Islam dalam
bingkai moderasi akhlak berbasis agama di Indonesia relevansinya di era sekarang ?.
Masa Depan,” Al-Mustashfa: Jurnal Penelitian Hukum Ekonomi Syariah 7, no. 1 (June 27, 2022): 42–61,
https://doi.org/10.24235/jm.v7i1.10034.
12 Abdalla Hanafi and Hamid Salam, “Business Ethics: An Islamic Perspective,” in Proceedingsof the Seminar on
Islamic Principles of Organizational Behavior (Herndon, Virginia: International Institute ofIslamic Thought, 1988).
13 Mustopa Mustopa et al., “Eksistensi Model Perguruan Tinggi Di Lingkungan Pondok Pesantren (Studi Tentang
Peluang Dan Tantangannya Di Era 4.0),” Hikmah 18, no. 1 (September 11, 2021): 81–90,
https://doi.org/10.53802/hikmah.v18i1.92.
14 Hisam Ahyani, Ais Surasa, and Santi Suryani, “Idealitas Penegakan Hukum Yang Baik (Ideal) Menurut Gaya
112 | E m p i r i s m a : J u r n a l P e m i k i r a n d a n K e b u d a y a a n I s l a m
ISSN: (P-ISSN: 1829-9563, E-ISSN: 2503-1694)
DOI: https://doi.org/10.30762/
Empirisma: Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam
ISSN: (P-ISSN: 1829-9563, E-ISSN: 2503-1694)
Vol 32, No 1 (2023); pp. 109-124
METODE
Dalam penelitian ini peneliti, menggunakan teknik analisis data yang merupakan
proses mengolah data dan mengubahnya menjadi informasi baru. Proses ini dilakukan
dengan tujuan agar karakteristik data lebih mudah dipahami dan berguna sebagai solusi
dari suatu masalah,15 khususnya yang berkaitan dengan penelitian tentang perspektif
Imam Ghazali tentang eksistensi etika Islam dalam bingkai moderasi akhlak berbasis
agama di Indonesia relevansinya di era sekarang. Adapun jenis penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan (library), yaitu penelitian yang dilakukan dengan mempelajari,
menganalisis, dan menelaah bahan pustaka yang relevan dengan suatu topik,16 terutama
berkaitan dengan pandangan Imam Ghazali tentang keberadaan etika Islam dalam
kerangka moderasi etika berbasis agama di Indonesia, dan pentingnya di era saat ini
tentang hal tersebut. Sedangkan sumber data diperoleh melalui analisis mendalam dari
berbagai literatur seperti buku-buku, jurnal/majalah, internet dan dokumen terkait
pandangan Imam Ghazali tentang keberadaan etika Islam dalam kerangka moderasi
etika berbasis agama di Indonesia. Sedangkan metode kepustakaan adalah penelitian
yang dilakukan dengan membaca buku atau jurnal beserta sumber data lain yang ada di
perpustakaan baik perpus online atau perpus offline.17
PEMBAHASAN
Perspektif Imam Ghazali tentang Eksistensi Etika Islam
Etika merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ilmu filsafat, hal ini terjadi
karena filsafat (Yunani) juga ikut andil dalam lahirnya filsafat Islam. Selain itu, etika
juga merupakan bagian penting dan esensial dari disiplin ilmu. Dalam hal ini Ghazali
sendiri adalah seorang sarjana, filsuf, dan mistikus yang sangat cerdas dan produktif,
dimana beliau mencanangkan konsep etika Islam dalam kaitannya dengan pandangan
para filosof yang mengarah pada kekafiran. Adapun Ghazali menuangkan buah
pemikirannya dalam tiga persoalan utama yakni : 1) hakikat keimanan (fitrah), 2) Tuhan
15 Agus Yosep Abduloh and Hisam Ahyani, “Pendidikan Hati Menurut Al-Ghazali (keajaiban Hati: Penjelasan
Tentang Perbedaan Antara Dua Maqom),” Jurnal Tawadhu 4, no. 2 (October 22, 2020): 1209–27.
16 Su’udin Aziz and M. Jauharul Ma’arif, “Pendidikan Agama Islam Dan Masyarakat 5.0: Integrasi Keilmuan
18 Nadzirotul Masruroh, “Etika Islam Dalam Perspektif Imam Al-Ghazālī,” Empirisma: Jurnal Pemikiran Dan
Kebudayaan Islam 28, no. 2 (2019), https://jurnalfuda.iainkediri.ac.id/index.php/empirisma/article/view/406.
19 Abduloh and Ahyani, “Pendidikan Hati Menurut Al-Ghazali (keajaiban Hati.”
20 Hisam Ahyani and Mustofa, “Al-Masyaqqāh Tajlib Al-Taysir Implikasinya Dalam Pemikiran Dan Perilaku
Ekonomi Dalam Masyarakat Di Era Revolusi Industri 4.0,” Jurnal Hukum Ekonomi Islam 5, no. 1 (July 15, 2021): 16–
43.
114 | E m p i r i s m a : J u r n a l P e m i k i r a n d a n K e b u d a y a a n I s l a m
ISSN: (P-ISSN: 1829-9563, E-ISSN: 2503-1694)
DOI: https://doi.org/10.30762/
Empirisma: Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam
ISSN: (P-ISSN: 1829-9563, E-ISSN: 2503-1694)
Vol 32, No 1 (2023); pp. 109-124
21 Haris Maiza Putra and Ending Solehudin, “Fundamentals of Economic and Monetary Policy in Islam,” Al-Falah:
Journal of Islamic Economics 7, no. 1 (2022): 16, https://doi.org/10.29240/alfalah.v7i1.4302.
22 Tohir, “Pemikiran Etika Sufistik Al-Ghazali.”
23 Tohir.
24 Shofiah Fitriani, “Keberagaman dan Toleransi Antar Umat Beragama,” Analisis: Jurnal Studi Keislaman 20, no. 2
(December 30, 2020): 179–92, https://doi.org/10.24042/ajsk.v20i2.5489.
25 Ricky Santoso Muharam, “Membangun Toleransi Umat Beragama di Indonesia Berdasarkan Konsep Deklarasi
Kairo,” Jurnal HAM 11, no. 2 (August 28, 2020): 269–83, https://doi.org/10.30641/ham.2020.11.269-283.
26 Ismardi & Arisman, “Meredam Konflik Dalam Upaya Harmonisasi Antar Umat Beragama,” TOLERANSI:
Media Ilmiah Komunikasi Umat Beragama 6, no. 2 (October 5, 2014): 200–222, https://doi.org/10.24014/trs.v6i2.907.
116 | E m p i r i s m a : J u r n a l P e m i k i r a n d a n K e b u d a y a a n I s l a m
ISSN: (P-ISSN: 1829-9563, E-ISSN: 2503-1694)
DOI: https://doi.org/10.30762/
Empirisma: Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam
ISSN: (P-ISSN: 1829-9563, E-ISSN: 2503-1694)
Vol 32, No 1 (2023); pp. 109-124
melalui dialog.27 Dewasa ini, fenomena kekerasan atas nama agama sering terjadi di
berbagai daerah di Indonesia. Namun, ada realitas lain yang menunjukkan kerukunan
hidup antar umat beragama, yaitu kerukunan hidup antarumat beragama di Indonesia.
Misalnya berkaitan dengan dunia pendidikan di Indonesia, di satu sisi, di era 4.0,
pendidikan Islam kontemporer tidak dapat menghindari fenomena hubungan manusia
dalam sistem teknologi, informasi dan komunikasi yang semakin padat dan pluralistik.
Era ini menuntut praktik pendidikan Islam yang berwawasan multikultural, demokrasi
dan hak asasi manusia. Di sisi lain, kurangnya kemauan dalam praktik pendidikan Islam
untuk menghadapi tantangan tersebut, seperti dosen atau guru yang tidak memahami
pendidikan multikultural, materi, dan sumber belajar yang bias menurut kelas sosial,
jenis kelamin, ras, agama, dan urbanisasi. Sehingga pendidikan Islam multikultural
dapat diimplementasikan oleh guru atau dosen, pimpinan lembaga, warga sekolah dan
masyarakat di era 4.0 jika pemangku kepentingan tersebut memiliki sikap multikultural
yang ditandai dengan kemampuan mengelola tantangan keprimitifan, ras, agama dan
kelas sosial. Selain itu dalam pendidikan Islam ada model penanaman nilai-nilai
toleransi yang merupakan perwujudan dari konsep Islam rahmattan lil al-alamin dapat
menjadi solusi dan metode praktik pendidikan Islam kontemporer terbarukan yang
sesuai dengan materi pendidikan dan perkembangan mental siswa sesuai zamannya.28
Ketiga dalam hal menerima tradisi, Indonesia sendiri merupakan masyarakat
multikultural dengan sifat pluralistiknya sangat kental. Kebhinekaan yang terdiri dari
berbagai perbedaan budaya, agama, suku, bahasa, tradisi, menjadikan masyarakat
multikultural yang mampu menjadikan terjadinya ketegangan dan konflik antar
kelompok budaya dan berdampak pada keharmonisan hidup masyarakat Indonesia.
Maka dari itu, dalam kehidupan multikultural perlu adanya pemahaman multicultural
yang nyata, artinya perlu kesadaran yang menghargai perbedaan, pluralisme, dan
kemauan untuk berinteraksi secara adil dengan siapapun bagi masyarakat Indonesia.
Alhasil konsep moderasi beragama di Indonesia diperlukan dalam bentuk mengakui
27 Silvester Nusa and Yakobus Markus Theedens, “Membangun Sikap Moderasi Beragama yang Berorientasi
pada Anti Kekerasan Melalui Dialog,” Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan 4, no. 3 (May 18, 2022): 4208–20,
https://doi.org/10.31004/edukatif.v4i3.2789.
28 Hisam Ahyani et al., “The Urgency of Multicultural Islamic Education, Democracy And Human Rights In
Indonesia | Indonesian Journal of Interdisciplinary Islamic Studies,” Indonesian Journal of Interdisciplinary Islamic
Studies 5, no. 2 (May 31, 2022), https://ijiis.or.id/index.php/ijiis/article/view/91.
keberadaan pihak lain, menyikapi sikap toleran, menghargai perbedaan pendapat dan
tidak memaksakan kehendak melalui kekerasan. Oleh sebab itu, dalam hal ini perlu
adanya peran pemerintah, tokoh masyarakat, dan tenaga pendidik sangat penting untuk
menjalin komunikasi sosial dan pengembangan moderasi beragama bagi masyarakat
untuk mengejawantahkan kerukunan dan perdamaian dalam menjalin tali persaudaraan
yang kuat di lingkungan masyarakat.29
Keempat, dalam hal komitmen kebangsaan, makna yang terkandung di
dalamnya adalah komitmen kebangsaan atau janji setia yang dijadikan sebagai bentuk
perwujudan dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh individu di lingkungan
masyarakat.30 Seperti halnya : 1) membina persatuan, 2) menghormati sesama manusia,
3) tidak membeda-bedakan manusia, 4) menjalin persahabatan antar suku bangsa, dan
5) mempelajari budaya sendiri dan memahami budaya daerah lain. 6) memperluas
pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa, 7) mengerti dan merasakan kesedihan
serta penderitaan orang lain. selain itu pendidikan moderasi beragama dapat dijadikan
sebagai penguatan wawasan kebangsaan oleh masyarakat indonesia.
Penguatan komitmen kebangsaan terhadap Indonesia merupakan hal penting
yang tidak dapat diabaikan oleh warga negara Indonesia termasuk pelajar sebagai acuan
dalam bertingkah laku dan bertindak dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara di Indonesia yang multikultural dan multikeagamaan. Salah satu cara untuk
membangun komitmen kebangsaan adalah dengan mengontekstualisasikan ritual-ritual
keagamaan yang berpedoman pada tekstual ajaran agama dan memetakan implikasinya
sesuai dengan realitas yang kita hadapi.31 Salah satu permasalahan yang dihadapi bangsa
Indonesia saat ini adalah pasang surutnya sikap patriotisme di kalangan masyarakat
etnis tertentu. Sehingga dapat juga memanfaatkan pendidikan kewarganegaraan sebagai
topik sentral yang memiliki peran strategis dalam pendidikan nasional untuk
meningkatkan komitmen kebangsaan menjadi salah satu upaya penanaman kembali
rasa kebangsaan dengan berpegang pada nilai-nilai pancasila dan UUD 1945, cinta
29 Agus Akhmadi, “Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia,” Inovasi-Jurnal Diklat Keagamaan 13, no. 2
(April 23, 2019): 45–55.
30 Dinar Bela Ayu Naj’ma and Syamsul Bakri, “Pendidikan Moderasi Beragama Dalam Penguatan Wawasan
Melalui Ritual Keagamaan Dalam Spirit Ayd 2017,” Jurnal Reinha 12, no. 2 (December 28, 2021),
https://doi.org/10.56358/ejr.v12i2.82.
118 | E m p i r i s m a : J u r n a l P e m i k i r a n d a n K e b u d a y a a n I s l a m
ISSN: (P-ISSN: 1829-9563, E-ISSN: 2503-1694)
DOI: https://doi.org/10.30762/
Empirisma: Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam
ISSN: (P-ISSN: 1829-9563, E-ISSN: 2503-1694)
Vol 32, No 1 (2023); pp. 109-124
tanah air, dan Bhineka Tunggal Ika sebagai semangat kebangsaan dalam rangka
membangkitkan semangat nasionalisme dan patriotisme dalam praktik kehidupan
bermasyarakat.32 Selain itu dalam prinsip hubbul wathan minal iman, yakni cinta negara
sebagian dari iman sebagai dasar cara hidup di masyarakat perlu ditanamkan sejak dini
bagi masyarakat Indonesia. Pengertian cinta negara (NKRI) sebagian dari iman
memiliki makna mendalam dalam menautkan keagamaan dan kebangsaan bagi
masyarakat Indonesia yang plural.33
32 Dada Suhaida, “The Role of Citizenship Education on Strengthening National Anthem of Commitment to the
Community Chinese Ethnic Pontianak,” Jurnal Civicus 15, no. 2 (December 12, 2015),
https://doi.org/10.17509/civicus.v15i2.2885.
33 Hamidulloh Ibda, “Relasi Nilai Nasionalisme Dan Konsep Hubbul Wathan Minal Iman Dalam Pendidikan
Islam,” International Journal Ihya’ ’Ulum al-Din 19, no. 2 (November 2, 2017),
https://doi.org/10.21580/ihya.19.2.1853.
34 Ramdhani and Permana, “Pentingnya Mewujudkan Moderasi Beragama Di Lingkungan Kampus -.”
Indonesia,35 semisal dalam bidang ekonomi Islam mengedepakan etika bisnis Islami,
dalam bidang pendidikan mengedepankan multikultural,36dalam bidang hukum Islam
37
mengedepankan hukum Islam progresif, dalam bidang hukum positif di Indonesia
38
mengedepankan kepatuhan hukum, dan lain sebagainya.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, dimana persoektif Ghazali berdasar pemikirannya
tentang etika, khususnya tentang eksistensi etika Islam yang bertumpu pada akhlak
karimah yakni budi pekerti yang baik. Maka hal ini masuk kedalam bingkai moderasi
akhlak berbasis agama di Indonesia, dimana hal ini dibuktikan bahwa di era sekarang
dalam menerapkan konsep moderasi akhlak berbasis agama di Indonesia dapat diukur
melalui berbagai indikator moderasi beragama dengan mengedepankan nilai-nilai
keIslaman yang mencerminkan akhlak yang baik yakni berupa 4 indikator utama yakni
: sikap 1) toleransi, 2) anti kekerasan, 3) penerimaan terhadap tradisi, dan 4) komitmen
kebangsaan yang tinggi. Dengan demikian relevansi perspektif imam ghazali tentang
eksistensi etika Islam dalam bingkai moderasi akhlak berbasis agama di Indonesia di
era sekarang adalah relevan, hal ini terbukti bahwa dengan keempat indicator tersebut
akan mewujudkan nilai-nilai etika Islam yang luhur dalam segala aktivitas kegiatan
manusia dengan dibarengi penerapan konsep nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin sejak
dini di lingkungan masyarakat Indonesia yang plural.
REFERENSI
Abduloh, Agus Yosep, and Hisam Ahyani. “Pendidikan Hati Menurut Al-Ghazali
(keajaiban Hati: Penjelasan Tentang Perbedaan Antara Dua Maqom).” Jurnal
Tawadhu 4, no. 2 (October 22, 2020): 1209–27.
Abdussamad, Zuchri, and Patta Rapanna. Metode Penelitian Kualitatif. Makassar: CV.
Syakir Media Press, 2021.
35 Hisam Ahyani et al., “Implementasi Rahmatan lil-alamin dalam Ekonomi Islam (Analisis Alokasi dan Distribusi
Pendapatan Negara tentang Eksistensi (Brand Ekonomi Syariah dan Wakaf Tunai) di Indonesia),” Jurnal Baabu
Al-ilmi 7, no. 2 (2022): 19, https://doi.org/10.21580/at.v7i2.1206.
36 Dian Permana and Hisam Ahyani, “Implementasi Pendidikan Islam Dan Pendidikan Multikultural Pada
120 | E m p i r i s m a : J u r n a l P e m i k i r a n d a n K e b u d a y a a n I s l a m
ISSN: (P-ISSN: 1829-9563, E-ISSN: 2503-1694)
DOI: https://doi.org/10.30762/
Empirisma: Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam
ISSN: (P-ISSN: 1829-9563, E-ISSN: 2503-1694)
Vol 32, No 1 (2023); pp. 109-124
122 | E m p i r i s m a : J u r n a l P e m i k i r a n d a n K e b u d a y a a n I s l a m
ISSN: (P-ISSN: 1829-9563, E-ISSN: 2503-1694)
DOI: https://doi.org/10.30762/
Empirisma: Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam
ISSN: (P-ISSN: 1829-9563, E-ISSN: 2503-1694)
Vol 32, No 1 (2023); pp. 109-124
© 2023 by the authors. Submitted for possible open access publication under
the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA)
license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).