Tetanus Atls Andri

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

TETANUS

Definisi Tetanus adalah penyakit yang disebabkan toksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani yang terdapat pada tempat luka. Sindrom tetanus biasanya tidak berhubungan dengan gas ganggren. Organisme penghasil eksotoksin tetanus memerlukan kondisi anaerob yang baik. C.tetani terdapat pada tanah dan traktus intestinal manusia dan binatang. C.tetani merupakan organisme anaerob yang tumbuh pada jaringan nekrosis yang menghasilkan neurotoksin. Neurotoksin diangkut oleh kelenjer limfe dan aliran darah menuju ke sistem saraf pusat kemudian terikat pada kornu anterior yang tidak dapat dinetralisir dengan antitoksin. Luka tembus akibat paku berkarat dan duri umumnya pencentus dari infeksi ini. Hal yang paling ditakutkan dari tetanus adalah terjadinya toksemia. Etiologi Disebabkan oleh Clostridium tetani yang bersifat anaerob murni. Kuman ini mudah dikenal karena pembentukan spora dan bentuk yang khas. Ujung sel menyerupai tongkat pemukul gendering atau raket squash. Spora dari Clostridium tetani dapat bertahan sampai bertahun-tahun bila tidak kena sinar matahari. Spora ini terdapat di tanah atau debu, tahan terhadap antiseptic, pemanasan 100 C dan bahkan pada otoklaf 120 C selama 15-20 menit. Toksin diproduksi oleh bentuk vegetatifnya. Patogenesis Masa inkubasi tetanus adalah rata-rata 7-10 hari setelah terjadi luka. Efek neurotoksin diawali dengan kejang tonik kemudian klonik, kontraksi otot skeletal (spasme tetanik). Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka. Semua jenis luka dapat terinfeksi oleh kuman tetanus, seperti luka laserasi, luka tusuk, luka tembak, luka bakar, luka gigit oleh manusia atau binatang, luka suntikan dsb. Bentuk spora akan berubah menjadi bentuk vegetative bila lingkungannya memungkinkan untuk perubahan bentuk tersebut dan kemudian mengeluarkan eksotoksin. Kuman tetanusnya sendiri tetap tinggal di daerah luka, tidak ada penyebaran kuman. Kuman ini membentuk dua macam ekstoksin yang dihasilkan, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.
1

Tetanolisin dapat menghancurkan sel darah merah tetapi tidak menimbulkan tetanus secara langsung, melainkan menambah optimal kondisi local untuk berkembangnya bakteri. Tetanospasmin terdiri atas protein yang bersifat toksik terhadap sel saraf. Toksin ini di adsorbsi oleh end organ saraf di ujung saraf motorik dan diteruskan melalui saraf sampai sel ganglion dan susunan saraf saraf pusat. Bila telah mencapai susunan saraf pusat dan terikat pada sel saraf, toksin tersebut tidak dapat dinetralkan lagi. Saraf yang terpotong atau berdegenerasi, lambat menyerap toksin, sedangkan saraf sensorik sama sekali tidak menyerap. Manifestasi Klinis Pada kasus yang luar biasa, spasme refleks mulai timbul 24 jam setelah mulai timbulnya gejala. Trismus merupakan gejala yang timbul pertama. Diikuti rasa sakit pada kaku pada leher (spasme otot leher dan tubuh memberi gambaran opistotonus), spasme otot mulut memberikan gambaran trismus (mulut yang terkunci), punggung dan perut, lalu timbul opistotonus yang disebabkan oleh kaku kuduk, kaku leher dan kaku punggung. Selain dinding perut menjadi keras seperti papan, Kadang-kadang disfagia muncul lebih awal. Tanda ekspresi kegelisahan berupa alis mata dan sudut mulut yang menyeringai disebut risus sardonikus. Keluhan konstipasi, nyeri kepala, berdebar dan berkeringat sering dijumpai. Pada umumnya dijumpai demam serta bertambahnya frekuensi napas. Kejang otot yang merupakan kekakuan karena hipertonus dan tidak bersifat klonus dapat timbul hanya karena rangsangan yang lemah, seperti bunyi-bunyian dan cahaya. Selama sakit, sensorium tidak terganggu sehingga hal ini menimbulkan penderitaan bagi pasien karena ia merasa nyeri akibat kaku otot. Selanjutnya dapat timbul gangguan pernapasan yang mengakibatkan anoksia dan kematian. Penyebab kematian merupakan kombinasi berbagai keadaan seperti kelelahan otot napas dan infeksi sekunder di paru yang menyebabkan kegagalan pernapasan serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Spasme yang berat bisa diawali dengan suatu sentakan mendadak. Semua otot tubuh berkontraksi tonik hebat. Dada dan perut melentur membentuk busur. Spasme ini terjadi beberapa detik sampai menit. Spasme yang sering berulang dapat mengakibatkan keadaan kelelahan yang sangat dan kematian karena asfiksia. Aspirasi pneumonia umumnya berperan sebagai penyebab kematian. Terpaparnya atau keadaan setelah terinfeksi penyakit ini tidak memberikan imunitas pada pejamu. Tetanus dapat timbul sebagai tetanus lokal, terutama pada orang yang telah mendapat imunisasi. Gejalanya berupa kaku persisten pada kelompok
2

otot didekat luka yang terkontaminasi basil tetanus. Kadang-kadang pada trauma kepala timbul tetanus lokal tipe sefalik. Dalam hal ini terjadi fenomena motorik sesuai dengan serabut saraf kepala yang terkena (N III, N IV, N V, N VI, N VII, N IX, N X dan N XII). Diagnosis Cukup berdasarkan gejala klinis karena pemeriksaan kuman Cl. Tetani belum tentu berhasil. Anamnesis tentang adanya kelainan yang dapat menjadi tempat masuknya kuman tetanus, adanya trismus, risus sardonikus, kaku kuduk, opistotonus, perut keras seperti papan atau kejang tanpa gangguan kesadaran, cukup untuk menegakkan diagnosis tetanus. Diagnosis banding -

Meningitis Ensefalitis

Imunisasi. Pencegahan dengan toksoid tetanus merupakan tindakan pencegahan tetanus terbaik. Imunisasi dasar diberikan pada usia 7 tahun dengan dosis 0,5 ml toksoid tetanus intramuskular. Imunisasi ini diulangi setelah 4-6 minggu, dan diulangi lagi untuk ketiga kalinya setelah 6-12 bulan. Ketiga suntikan ini diperlukan untuk kelengkapan imunitas. Kadar antibodi mencapai tingkat aman pada kira-kira 30 hari setelah suntikan yang ketiga.

Pengobatan Prinsip pengobatannya yaitu mengatasi akibat eksotoksin yang sudah terikat pada susunan saraf pusat, menetralisasi toksin yang masih beredar di dalam darah dan menghilangkan kuman penyebab. Untuk mengatasi kaku otot diberikan obat yang bersifat melemaskan otot dan dan untuk sedasi digunakan fenobarbital, klorpromazin atau diazepam. Pada tetanus berat kadang diperlukan paralisis total otot dengan mengambil alih pernapasan memakai respirator. Pasien dengan kaku laring biasanya memerlukan trakeostomi untuk mengatasi gangguan pernapasan. Pada perawatan harus dilakukan observasi ketat, terutama jalan napas, perubahan posisi dan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus dan pengosongan buli-buli. Fisioterapi paru dan anggota gerak serta perawatan mata juga merupakan mata juga merupakan bagian dari perawatan baku. Pemberian nutrisi yang adekuat dapat dilakukan dengan nutrisi parenteral dan enteral, perawatan dengan oksigenasi hiperbarik tampaknya tidak dapat memperbaiki perjalanan penyakit. Netralisasi toksin yang masih beredar dilakukan dengan memberikan serum antitetanus atau immunoglobin tetanus human. ATS diberikan 20.000 IU setiap hari selama lima hari berturut-turut. Pada pemberian ATS harus diingat kemungkinan timbulnya reaksi alergi. Pemberian imunoglobin tetanus human cukup dengan dosis tunggal 3000-6000 unit; pemberian tidak perlu diulang karena waktu paruh antibody ini 3 -4 minggu. Menghilangkan kuman penyebab dapat dilakukan dengan merawat luka yang dicurigai sebagai sumber infeksi dengan cara mencuci luka dengan larutan antiseptic, eksisi luka, bahkan histerektomi bila uterus diperkirakan sebagai sumber kuman tetanus dan pemakaian antimikroba. Bila tidak ditemukan sumber infeksi yang jelas, antimikroba merupakan satu-satunya usaha untuk menghilangkan kuman penyebab. Antibiotic yang banyak dianjurkan dan efektif untuk membunuh Cl. Tetani adalah penisilin. Tetrasiklin dapat digunakan untuk mereka yang alergi terahadap penisilin. Pemberian relaksan otot dan pentotal sistemik digunakan untuk spasme yang berat. Kontrol pernapasan dan pembersihan paru penting dilakukan pada kasus yang berat. Metronidazol lebih efektif daripada penisilin dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas. Dosis penisilin yang dianjurkan adalah 3 x 1,5 juta unit/hari dan metronidazol 3 x 1 gr/hari.
4

Profilaksis the american college of surgeons committee on trauma mengeluarkan panduan umum berikut ini untuk penatalaksanaan luka, berkenaan dengan profilaksis tetanus. 1. Profilaksis adekuat ditetapkan oleh dokter yang merawat
2. tindakan bedah yang cermat harus segera diberikan

3. pada setiap pasien human tetanus immune globulin secara individual harus dipertimbangkan. Imunisasi pasif dengan human immune globulin (TIG) tidak diindikasikanjika pasien tersebut sudah pernah mendapat dua atau lebih suntikan toksoid sebelumnya. 4. Injeksi booster secara rutin setiap 10 tahun. Panduan khusus termasuk: a. Pasien dengan imunisasi lengkap, yaitu pasien yang sudah mendapat booster dalam 10 terakhir, tidak memerlukan penatalaksanaan tamnbahan untuk luka-luka nontetanus biasa. Jika luka dicurigai mengandung tetanus, injeksi 0,5 ml toksoid tetanus booster yang dapat diabsorbsi harus diberikan jika pemberian terakhir telah lebih dari 5 tahun yang lalu. b. Pasien dengan riwayat imunisasi lengkap tetapi booster yang didapat sudah melewati masa 10 tahun harus mendapat 0,5 ml toksoid tetanus untuk semua luka tembus. c. Pasien dengan riwayat imunisasi pernah mendapat sekali injeksi atau kurang, atau riwayatnya tidak diketahui, harus mendapat o,5 ml toksoid tetanus untuk luka nontetabus. Untuk luka yang dicurigai luka tetanus dilakukan penyuntikan 250 unit human (TIG) pada sisi lain dilakukan penyuntikan 0,5 ml toksoid tetanus.

Rasyad, swar Pencegahan Perawatan luka yang adekuat Imunisasi aktif dan pasif

Prognosis Pasien yang termasuk dalam kelompok prognostic I mempunyai angka kematian lebih tinggi daripada kelompok II dan III. Perawatan intensif menurunkan angka kematian akibat kegagalan napas dan kelelahan akibat kejang. Selain itu, pemberian nutrisi yang cukup ternyata juga menurunkan angka kematian. Toksoid tetanus adalah preparat toksin tetanus yang diinaktifkan dengan formaldehid dan diadsorbsi pada garam aluminium untuk meningkatkan antigenesitasnya. Preparat TT cukup stabil, dapat bertahan pada suhu kamar selama beberapa bulan dan pada suhu 37 C selama beberapa minggu tanpa kehilangan potensi yang berarti. TT merangsang pembentikan antitoksin untuk menetralkan toksin tetanus. Antitoksin yang melewati plasenta ke janin pasca imunisasi aktif pada ibu dapat mencegah kejadian tetanus neonatorum. Kadar antitoksin tetanus 0,01 IU/ ml serum yang ditentukan dengan pemeriksaan in vivo, seperti pemeriksaan netralisasi, dianggap sebagai kadar protektif minimum. Bila diukur secara in vitro, seperti ELISA atau hemaglutinin pasif, kadar in vivo tersebut setara dengan 0,1 IU/ ml
6

antibody hasil pengukuran in vitro. TT adalah vaksin yang sangat efektif, presentasi kegagalannya sangat kecil. Efektivitas dua dosis TT selama hamil dalam mencegah tetanus neonatorum berkisar antara 80-100 %. Pencegahan tetanus neonatorum dengan imunisasi toksoid tetanus pada wanita Bila kebanyakan wanita usia subur belum diimunisasi tetanus pada masa bayi atau remaja maka harus diimplementasikan jadwal imunisasi TT 5 dosis untuk semua wanita usia subur. Jadwal imunisasi TT ini harus meliputi dosis pertama pada kontak pertama, dosis kedua sekurang-kurangnya 4 minggu setelah dosis pertama dan dosis ketiga 6-12 bulan berikutnya. Tingkat proteksi setelah dosis kedua sekitar 80-90 % sedangkan setelah dosis ketiga 95-98 %. Perlindungan inidapat berlangsung sampai sekitar 5 tahun. Bila diberikan dosis keempat dan kelima, imunitas dapat menetap sampai masing-masing 10-20 tahun atau selama masa reproduksi. Dosis keempat diberikan sekurang-kurangnya satu tahun setelah dosis ketiga, begitu juga dengan dosis kelima, satu tahun setelah dosis keempat.

Daftar Pustaka

Sjamsuhiajat, R, de jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.2005. Jakarta: EGC American College of Surgeons. 2004. Advanced Trauma Life Support For Doctors, 7th edition. United States of America.

Anda mungkin juga menyukai