Farmakognosi
Farmakognosi
Farmakognosi
FARMAKOGNOSI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tumbuhan merupakan salah satu organisme yang hidup dan berkembangbiak. Dalam bidang kesehatan telah berkembang dalam pengolahan tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan alami yang digunakan untuk pengobatan. Penggunaan obat tradisional yang berasal dari bahan alam telah lama dikenal dan sampai saat ini masih terus berlangsung bahkan penggunaannya cenderung untuk meningkat, karena khasiatnya dalam mencegah, mengurangi dan mengobati berbagai macam penyakit. Sehubungan dengan hal tersebut maka muncullah berbagai macam upaya dalam mencari dan menemukan bahan-bahan alam khususnya tanaman yang dimanfaatkan sebagai sumber bahan obat dan usaha meminimalisasi kekurangannya, maka dilakukan penelitian untuk memperoleh data-data tentang tanaman obat tersebut, salah satunya yaitu dengan melakukan farmakognosi. Farmakognosi merupakan cara pengenalan ciri-ciri atau karakteristik obat yang berasal dari bahan alam. Farmakognosi mulai berkembang, namun masih terbatas pada bentuk makroskopis dan mikroskopis. Untuk lebih jelasnya, dilakukan praktikum farmakognosi yang dilakukan untuk mengidentifikasi sel-sel penyusun struktur anatomi dari daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia).
B. Tujuan Untuk mengetahui dan menganalisis struktur anatomi sel-sel penyusun simplisia nabati.
Tanaman Obat Tanaman obat adalah tanaman yang memiliki khasiat obat dan digunakan sebagai obat dalam penyembuhan maupun pencegahan penyakit. Pengertian berkhasiat obat adalah mengandung zat aktif yang berfungsi mengobati penyakit tertentu atau jika tidak mengandung zat aktif tertentu tapi mengandung efek resultan/sinergi dari berbagai zat yang berfungsi mengobati (Anonim, 2011).
Farmakognosi Farmakognosi adalah cabang ilmu farmakologi yang mempelajari sifat-sifat tumbuhan dan bahan lain yang merupakan sumber obat. Seiring perkembangan waktu cabang ilmu farmakognosi ini memiliki peranan penting dalam perkembangan dunia farmasi maupun ilmu farmakologi (Anonim, 2011). Istilah Farmakognosi pertama kali dicetuskan oleh C.A. Seydler (1815), seorang peneliti kedokteran di Haalle Jerman. Farmakognosi berasal dari bahasa Yunani, pharmacon yang artinya "obat alam" dan gnosis yang artinya pengetahuan. Jadi farmakognosi adalah pengretahuan tentang obat-obat alamiah (Anonim, 2011). Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang sumber-sumber bahan obat alam, terutama dari tumbuh-tumbuhan (bentuk makroskopis dan mikroskopis berbagai tumbuhan serta organisme lainya yang dapat digunakan dalam pengobatan (Syamsuni,2006). Farmakognosi mencakup seni dan pengetahuan pengobatan dari alam yang meliputi tanaman, hewan, mikroorganisme dan mineral. Keberadaan farmakognosi dimulai sejak manusia pertama kali manusia mulai mengenal penyakit, seperti menjaga kesehatan, menyembuhkan penyakit, meringankan penderitaan, menanggulangi gejala penyakit dan rasa sakit, serta semua yang berhubungan dengan minuman dan makanan kesehatan (Anonim, 2011).
Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) Klasifikasi Ilmiah: Kingdom Divisi Kelas Ordo Family Genus Spesies Deskripsi: Jati belanda merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Amerika, termasuk dalam kelompok Dicotyledonae, dalam famili Sterculiaceae. Jati belanda dapat tumbuh di dataran rendah dengan ketinggian 800 mdpl. Pohon berbatang keras bercabang. Berkayu bulat dengan permukaan batang yang kasar, berwarna coklat kehijauan. Daunnya berbentuk bulat telur berwarna hijau dengan pinggiran bergerigi, permukaan kasar, ujung rucing, pangkal berlekuk, pertulangan menyirip berseling, dan berukuran panjang 10-16 cm serta lebar 3-6 cm. Bunganya berwarna kuning, berbau harum, memiliki titik merah di bagian tengah, berbentuk mayang dan muncul di ketiak daun. Buah berbentuk bulat, keras dengan lima ruang, jika buah masih muda berwarna hijau, jika sudah tua berwarna cokelat kehitaman. Tanaman jati belanda dapat dimanfaatkan, apabila tanaman tersebut telah berusia 2-3 tahun dan akan berubah kurang lebih 5-6 tahun. Bagian yang dipakai: Folium (daun) dan semen (biji) Kandungan Kimia: mengandung kafein, sterol, dan asam fenolat. Tannin dan musilago yang terdapat dalam jati belanda mengendapkan mukosa protein yang ada di dalam permukaan usus halus, sehingga mengurangi penyerapan makanan. Khasiat : Obesitas dapat terhambat, menurunkan kadar kolesterol, berkhasiat sebagai obat pelangsing tubuh dan bijinya sebagai obat mencret, obat penyakit cacing, kaki gajah, menciutkan urat darah. (Anonim, 2011) : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Malvales : Stercuiliseae : Guazuma : Guazuma ulmifolia
A. Alat dan Bahan Alat yang diperlukan: 1. Pisau 2. Pipet tetes 3. Mangkok 4. Gelas preparat 5. Mikroskop Bahan yang digunakan: 1. Daun jati belanda 1 helai 2. Kloralhidrat 70% 3. Pewarna (bila diperlukan)
Dipotong bagian tengah daun, diiris tipis, lapisan epidermis atas-bawah juga diambil
2. Epidermis atas
3. Epidermis bawah
B. Pembahasan Pada praktikum farmakognosi yang bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis struktur anatomi sel-sel penyusun simplisia nabati ini kita menggunakan sampel yang berupa tumbuhan obat, yaitu daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia). Diambil satu helai daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia, dipilih tanaman obat Jati Belanda, karena pada Jati Belanda terdapat kandungan senyawa aktif berupa kafein, sterol, dan asam fenolat. Tannin dan musilago yang terdapat dalam Jati belanda mampu mengendapkan mukosa protein yang ada di dalam permukaan usus halus, sehingga mengurangi penyerapan makanan. Daun Jati Belanda ini berkhasiat sebagai obat pelangsing tubuh, sedangkan bijinya sebagai obat mencret, obat penyakit cacing, kaki gajah, menciutkan urat darah. Penyayatan daun Jati Belanda dilakukan menggunakan pisau atau silet, dimana bagian yang diambil yaitu bagian tengah daun, karena pada bagian ini terdapat tulang daun dimana tulang daun pada suatu tumbuhan berfungsi sebagai jalan beredarnya zat-zat makanan dan garam-garam mineral pada tubuh tumbuhan. Kemudian diiris tipis untuk mempermudah dalam menganalisis susunan anatomi dari daun Jati Belanda tersebut pada saat dilihat dengan mikroskop, diambil juga lapisan epidermis atas dan epidermis bawah untuk dianalisis. Ditambahkan 3 tetes kloralhidrat 70%, penambahan kloralhidrat 70% ini berfungsi untuk menghilangkan warna hijau (klorofil) sehingga dapat memperjelas gambar pada saat dianalisis dengan menggunakan mikroskop, bila perlu diberi pewarnaan. Untuk pewarnaan biasanya menggunakan larutan pewarna safranin 1% atau dapat juga menggunakan sudan. Safranin merupakan pewarna sekunder yang berfungsi untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan warna utamanya. Dengan adanya zat pewarna ini, maka sel-sel penyusun simplisia nabati (Jati Belanda/ Guazuma ulmifolia) tersebut akan terlihat dengan jelas. Setelah itu dilihat dengan menggunakan mikroskop, dimana sel-sel penyusun simplisia tampak jelas kemudian dianalisis susunan anatominya. Hasil yang diperoleh pada simplisia nabati bahwa susunan anatomi pada dasarnya sama, perbedaannya hanya pada bentuk atau ukuran sel saja. Sehingga untuk melakukan pengujian pembenaran simplisia nabati harus dilakukan dengan membandingkan dengan gambar yang sudah ada.
BAB V KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui struktur anatomi penyusun simplisia nabati (daun Jati Belanda/ Guazuma ulmifolia) dapat dilakukan secara mikroskopis.
DAFTAR PUSTAKA
Syamsuni,H. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan. EGC: Jakarta. Anonim, 2011. http://www.etalasemuslim.com/product_info.php?products_id=46. Diakses pada 30 November 2011. Anonim, 2011. http://e-course.usu.ac.id/course/course.php?id=23&app=textbook.pdf.
dalam.html. Diakses pada 30 November 2011. Anonim, 2011. http://silfasi.com/2010/06/apa-itu-farmakognosi.html. Diakses pada 30 November 2011.