Taksonomi Buah Pala
Taksonomi Buah Pala
Taksonomi Buah Pala
Biji buah pala merupakan biji dari tumbuh-tumbuhan yang kaya akan trigliserida yaitu asam lemak ester gliserol. Banyak perbedaan yang mungkin pada trigliserida terjadi, sejak gliserol mempunyai rantai yang sangat panjang dan sejumlah ikatan rangkap dan saling berhubungan satu sama lain. Biji buah pala mengandung trigliserida terutama ester gliserol yaitu asam lemak tunggal dan asam myristic, yang disebut trimiristin. Trimiristin yang terkandung dalam biji buah pala kering kira-kira 25%-30% beratnya. Sifat Biji Pala 1. Mengandung unsur-unsur psitropik (menimbulkan halusinasi) 2. Mengakibatkan muntah-muntah, kepala pusing, rongga mulut kering, meningkatkan rasa muntah dan diakhiri dengan kematian. 3. Memiliki daya bunuh terhadap larva serangga 4. Tidak menimbulkan alergi jika dioleskan pada kulit manusia. (Helmkamp, 1964) Kegunaan biji pala yang lain adalah : a. Sebagai rempah-rempah b. Minyaknya untuk kosmetik atau pengobatan c. Penambah aroma makanan d. Membunuh larva serangga nyamuk dan insekta lainnya. ( Raphael, 1991) Trimiristin adalah suatu bentuk ester dari gliserol dan tidak larut dalam air serta merupakan bentuk kental yang tidak berwarna yang terdapat pada biji buah pala. Trimiristin merupakan bentuk kental dan tidak berwarna serta tidak larut dalam air. Beberapa perbedaan trigliserida mungkin karena gliserol mempunyai tiga fungsi. Fungsi
hidroksil dan juga mengandung lemak alami yang mempunyai rantai panjang dan sejumlah ikatan rangkap yang berhubungan satu sama lain. Rumus trimiristin Sifat Trimiristin Trimiristin mempunyai beberapa sifat : a. Bentuk Kristal : serbuk putih b. Berat Molekul : 728,18 g/mol c. Densitas : 0,88 g/cm3 pada suhu 300C d. Titik lebur 58,50C e. Kelarutan : tidak larut dalam air Sangat larut dalam alkohol dan eter (Wilcox,1995) Trimiristin merupakan ester yang larut dalam alkohol, eter, kloroform, dan benzena. Kadar masing-masing komponen : C H O : 74,73 % : 11,99 % : 12,27 %
Ekstraksi terbagi menjadi dua yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Ekstraksi jangka pendek , contohnya adalah ekstraksi cair-cair menggunakan corong pisah. Ekstraksi jangka panjang memerlukan alat tertentu dan disertai pemanasan. Ekstraksi ini biasa dilakukan untuk memisahkan bahan alam yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan atau hewan. Alat yang diperlukan adalah ekstraktor soklet. Bahan yang akan diekstrak diiris halus atau ditumbuk kemudian dibungkus kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam alat soxhlet. Soxhlet dihubungkan dengan labu yang berisi pelarut kemudian dipanaskan. Bila pelarut mendidih, uap pelarut naik ke pendingin kemudian uap mengembun turun masuk ke dalam alat soxhlet dan akan melarutkan zat yang diinginkan. Bila larutan dalam alat soklet sudah memenuhi pipa cabang alat soxhlet, maka larutan akan mengalir ke bawah masuk kembali ke dalam labu, demikian seterusnya. Satu kali perputaran pelarut dinamakan satu sirkulasi. Pemanasan dilakukan sampai terlihat larutan di dalam soxhlet semakin bening. Biasanya pemanasan dilakukan selama 2-5 jam. Setelah proses ekstraksi selesai larutan yang tertampung di dalam labu dipisahkan untuk mendapatkan senyawa yang diinginkan.
Suatu produk kristal yang terpisah dari campuran reaksi, biasanya terkontaminasi dengan zat-zat yang tidak murni. Pemurnian dilakukan dengan cara kristalisasi, dari sebuah pelarut yang tepat. Secara garis besar, proses kristalisasi terdiri dari beberapa tahap : Melarutkan zat dalam pelarut pada suhu tinggi. Menyaring larutan yang tidak larut. Melewatkan larutan panas untuk menghilangkan pada kristal tak dingin dan endapan. Mencuci kristal untuk menghilangkan cairan asli yang masih melekat. Mengeringkan kristal untuk menghilangkan bekas akhir dari pelarut. Rekristalisasi hanyalah sebuah proses lanjutan dari kristalisasi. Rekristalisasi hanya efektif apabila digunakan pelarut yang tepat. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut yang cocok untuk kristalisasi dan rekristalisasi. Pelarut yang baik adalah pelarut yang akan melarutkan jumlah zat yang agak besar pada suhu tinggi, namun akan melarutkan dengan jumlah sedikit pada suhu rendah dan harus mudah dipisahkan dari kristal zat yang dimurnikan. Selain itu, pelarut tidak bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan dengan cara apapun. (Fieser, 1957) Jumlah terendah terakhir dari temperatur dimana kristal terakhir meleleh disebut titik leleh. Pemurnian titik leleh oleh pengotor adalah konsentrasi dari efek yang berbeda dalam tekanan uap dari campuran padat dan larutan. Titik leleh dari substansi murni adalah temperatur padatan dan cairan memiliki tekanan uap yang sama. Metode yang sering digunakan adalah melting point aparatus. Sampel diletakkan pada kaca, lalu diatas penangas otomatis, titik leleh akan diukur dengan termometer yang ada disebelahnya. (Gibson, 1956) Titik leleh dicapai saat pola molekul pecah dan padatan berubah menjadi cair. Senyawa Kristal murni biasanya memiliki titik leleh tajam, yaitu meleleh pada suhu yang sangat kecil 0,5-10C.
Titik leleh suatu Kristal adalah suhu dimana padatan mula-mula menjadi cair,di bawah 1 atm. Senyawa murni keadaan padat menjadi cair sangat tajam (0,50C) sehingga suhu ini berguna untuk identifikasi. (Wilcox,1995)