Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Lansia Yang Menderita Rematik
Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Lansia Yang Menderita Rematik
Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Lansia Yang Menderita Rematik
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan Pemerintah dalam Pembangunan Nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang medis atau ilmu kedikteran sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat. Saat ini, di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di Negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia bertambah 1000 orang per hari pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia 50 tahun sehingga istilah Baby Boom pada masa lalu berganti menjadi ledakan penduduk lanjut usia. Secara demografi, menurut sensus penduduk pada tahun 1980 di Indonesia jumlah penduduk 147,3 juta. Dari angka tersebut terdapat 16,3 juta orang (11%) orang yang berusia 50 tahun ke atas, dan 5,3 juta orang (4,3%) berusia 60 tahun ke atas. Dari 6,3 juta orang terdapat 822,831 (23,06%) orang yang tergolong jompo, yaitu para lanjut usia yang memerlukan bantuan khusus sesuai undang-undang bahkan mereka harus dipelihara oleh Negara. Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi penuaan secara alamiah. Hal ini akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi, dan psikologis. Survei rumah tangga tahun 1980 angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun, sebesar 25,70% diharapkan pada tahun 2000 nanti angka tersebut akan menurun menjadi 12,30% (Depkes RI, Pedoman Pembinaan Kesehatan Lanjut usia bagi Petugas Kesehatan I, 1992) Pada sistem muskuloskeletal termasuk di dalamnya adalah tulang, persendian, dan otototot akan mengalami perubahan pada lansia yang dapat mempengaruhi penampilan fisik dan fisiologisnya. Semua perubahan ini sangat mempengaruhi rentang gerak, gerak secara keseluruhan, dan cara berjalan. Kekuatan muskular mulai merosot pada usia sekitar 40 tahun, dengan suatu kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun. perubahan gaya hidup dan penggunakan sistem
neuromuscular adal penyebab utama kehilangan kekuatan otot. Secara umum, terdapat kemunduran kartilago sendi, sebagian besar terjadi pada sendi-sendi yang menahan berat dan pemebentukan tulang di permukaan sendi. Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada jaringan penyambung meningkat progresif yang jika tidak dipakai lagi, mungkin menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan deformitas. Penyakit inflamasi artikular yang paling sering terjadi pada lansia adalah Atritis Reumatoid. Berbagai penyakit sendi, termasuk Atritis Reumatoid dapat terjadi resiko jatuh pada lansia. Jatuh merupakan kejadian terbesar pada lansia. Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, sehingga mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendak dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran atau luka (Reuben, 1996 dalam Buku Ajar Geriatri, Darmojo, 1999). Penyakit kronis, pengobatan, dan faktor lingkungan seperti penerangan yang kurang, lantai yang licin, tersandung, alas kaki kurang pas, kursi roda yang tidak terkunci, serta jalan menurun/ adanya tangga juga dapat memperbesar risiko jatuh pada lansia. Karena hal-hal tersebut maka perhatian dan dukungan keluarga terhadap lansia menjadi sangat penting. Keluarga mempunyai peran yang penting dalam perawatan pasien lansia. Peran penting tersebut dimiliki keluarga dikarenakan keluarga paling banyak berhubungan dengan pasien (lansia), keluarga adalah orang yang paling dekat dan paling mengetahui keadaan pasien, Pasien (lansia) yang dirawat di rumah sakit nantinya akan kembali ke lingkungan keluarga. Salah satu aspek penting dalam keperawatan adalah keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat merupakan klien keperawatan atau si penerima asuhan keperawatan. Keluarga berperan dalam menentukan cara asuhan yang diperlukan anggota keluarga yang sakit. Secara empiris dapat dikatakan bahwa kesehatan anggota keluarga menjadi sangat berhubungan atau signifikan. Prioritas tertinggi dari keluarga adalah kesejahteraan anggota keluarganya. Hal ini tercapai apabila fungsi-fungsi dari keluarga untuk memenuhi kebutuhan tiap individu yang ada dalam keluarga dapat tercapai dan terpenuhi. Keluarga Tn. T yang beralamatkan di RT 13 RW 09 Desa Kasih Sayang Kembar Purwokerto menjadi studi kasus dalam asuhan keperawatan keluarga saat ini dikarenakan terdapat alasan yang mendukung dijadikannya Tn. T sebagai sasaran Asuhan Keperawatan
Keluarga yaitu keluarga Tn. T merupakan keluarga resiko tinggi kesehatan karena didalamnya terdapat usia lanjut. 1.2 Pembahasan masalah Asuhan keperawatan keluarga pada Tn. T diprioritaskan pada diagnosa keperawatan pertama yaitu nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (rematik) 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Keluarga Tn. T bisa dan mampu meningkatkan derajat kesehatannya melalui pemberian asuahan keperawatan keluarga. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang terjadi di dalam keluarga Tn. T 2. Menganalisa dan merumuskan masalah keperawatan yang terjadi pada keluarga Tn. T kemudian menentukan prioritas masalah melalui skoring keluarga 3. Menyusun rencana tidakan keperawatan keluarga 4. Memberikan implementasi pendidikan kesehatan dan memberikan fasilitas perawatan kesehatan 5. Mengevaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan kepada keluarga Tn. T 1.4 Manfaat 1.4.1 Mahasiswa 1. Untuk melatih dan membiasakan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga melalui Asuhan Keperawatan keluarga. 2. Untuk meningkatkan ketrampilan berfikir kritis dalam menyesuiakan masalah kesehatan keluarga melalui Asuhan Keperawatan keluarga. 1.4.2 Keluarga Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan sendiri, sehingga tercipta peningkatan stastus dan derajat kesehatan keluarga yang optimal.
KONSEP DASAR 1. Pengertian Lansia Mengenai kapankah orang disebut lanjut usia, sulit dijawab secara memuaskan . Menurut Organisasi Kesehatan Dunia lanjut usia meliputi : Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun Lanjut usia (elderly) ialah kelompok usia antara 60 sampai 74 Lanjut usia tua (old) ialah kelompok usia antara 75 sampai 90 Usia sangat tua (very old) ialah kelompok usia diatas 90
2. perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia Perubahan sel Sistem pernafasan Sistem pendengaran Sistem penglihatan Sistem kardiovaskuler Sistem pengaturan temperature tubuh Sistem respirasi Sistem gastrointestinal Sistem genitourinaria Sistem endokrin Sistem kulit Sistem musculoskeletal Perubahan-perubahan mental Perubahan-perubahan psokososial Peningkatan spiritual
3. Penyakit Radang Sendi : Atritis Reumatoid a. Patofisiologi Atritis Reumatoid adalah suatu penyakit kronis, sistemik, yang secara khas berkembang perlahan-lahan dan ditandai oleh adanya radang yang sering kambuh pada sendi-sendi diartrodial dan struktur yang berhubungan. AR sering disertai dengan nodul-nodul rheumatoid, arthritis, neuropati, skleritis, perikarditis, limfadenopati, dan splenomegali. AR ditandai oleh periodeperiode remisi dan bertambah parahnya penyakit (Stanley dan Beare, 2007).
b. Manifestasi Klinis pada lansia, AR dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok : 1) Kelompok 1 adalah AR klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan sebagian besar terlibat. Terdapat faktor raumatoid, dan nodula-nodula rheumatoid yang sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat mendorong kea rah kerusakan sendi yang progresif.
2) Kelompok 2 termasuk klien yang memenuhi criteria dari American Rheumatologic Association untuk AR karena mereka mempunyai radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari. 3) Kelompok 3, sinovitis terutama mempengaruhi bagian proksimal sendi, bahu, dan panggul. Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekakuan pada pagi hari. Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal ini, dengan adanya bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman, dan sindrom carpal tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang dapat smbuh sendiri yang dapat dikendalikan secara baik dengan menggunakan prednisone dosis rendah atau agens antiinflamasi dan memiliki prognosis yang baik. Jika tidak diistirahatkan, AR akan berkembang menjadi empat tahap : 1) Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membran sinovial dan kelebihan produksi cairan sinovial. Tidak ada perubahan yang bersifat merusak terlihat pada radiografi. Bukti osteoporosis mungkin ada. 2) Secara radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat. Klien mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada deformitas sendi. 3) Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang, 4) Ketika jaringan fibrosa mengalami klasifikasi, ankilosis tulang dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot yang meluas dan luka pada jaringan lunak seperti nodula-nodula mungkin terjadi. c. Penalaksanaan Penanganan medis bergantung pada tahap penyakit ketika diagnosis dibuat dan termasuk dalam kelompok mana yang sesuai dengan kondisi tersebut. Untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan aggens inflamasi, obat yang dapat dipilih dalah aspirin. Namun, efek antiinflamasi dari aspirin tidak terlihat pada dosis kurang dari 12 tablet perhari, yang dapat menyebabkan gejala gastrointestinal dan sistem saraf pusat. Obat antiinflamasi non steroid sangat bermanfaat, tetapi dianjurkan menggunakan dosis yang direkomendasikan oleh pabrik dan pemantauan efek samping secara hati-hati sangat perlu dilakukan. Terapi kotikosteroid yang diinjeksikan melalui sendi mungkin digunakan untuk infeksi di dalam satu atau dua sendi. Injeksi secara cepat
dihubungkan dengan nekrosis dan penurunan kekuatan tulang. Biasanya, injeksi yang diberikan ke dalam sendi apapun tidak boleh diberikan lebih dari tiga kali. Rasa nyeri dan pembengkakan umumnya hilang untuk waktu 1 sampai 6 minggu. Penalaksanaan keperawatn menekankan pemahaman klien tentang sifat alami AR kronis dan kelompok serta tahap-tahap yang berbeda untuk memantau perkembangan penyakit. Klien harus ingat bahwa walaupun pengobatan mungkin mengurangi radang dan nyeri sendi, mereka harus pula mempertahankan pergerakan dan kekuatan untuk mencegah deformitas sendi. Suatu program aktivitas dan istirahat yang seimbang sangat penting untuk mencegah peningkatan tekanan pada sendi.
A. Pengkajian
1. Data Umum
a. Identitas Keluarga Identitas Kepala Keluarga Nama : Tn. T Jenis Kelamin : Laki Laki Suku Umur Agama Pendidikan Pekerjaan Telp Alamat : Islam : SD : Petani : 085740032156 : RT 13 RW 09 Dusun Kasih Desa Sayang Kec. Kembar Kab. Purwokerto Jateng : Jawa : 67 Tahun
b. Komposisi Keluarga No 1 2 3 4 Nama Tn. T Tn. M Ny. S An. A Jenis kelamin L L P L Hub. Dg keluarga KK Menantu Anak Cucu Umur Pendidikan 67 th 30 th 25 th 5 th SD SMA SMP TK Pekerjaan Pensiunan Buruh Pabrik IRT Pelajar
c. Genogram
Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Sakit : meninggal : Tinggal serumah d. Tipe Keluarga keluarga Tn. T merupakan keluarga besar yang terdiri dari ayah, ibu, anak, menantu, serta cucu ( The extended family). Terkadang Tn. T merasa istirahatnya terganggu karena aktivitas bermain yang dilakukan cucu beserta teman-temannya. e. Suku Bangsa Tn. T menyatakan bahwa keluarganya merupakan suku jawa dan tinggal di lingkungan orangorang yang bersuku jawa. Tn. T berkomunikasi dengan bahasa Jawa dan bahasia Indonesia baik antara anggota keluarga maupun kelurga sekitar. f. Agama Semua anggota keluarga Tn. T beragama Islam dan menjalankan ibadah sesuai keyakinan di rumah dan di masjid. Dalam menjalankan perintah agama keluarga cukup taat dan rajin mengikuti kegiatan keagamaan seperti sholat jamaah di Musholla, sholat Jumat di Mesjid, acara tahlilan/yasiinan (bapak-bapak dan ibu-ibu), dan acara keagamaan lainnya. g. Status Sosial Ekonomi Keluarga penghasilan keluarga Rp. 1.150.000 perbulan di, yang diperoleh dari hasil pensiunan Tn. T sebesar Rp. 400.000 dan hasil kerja Tn. M sebagai buruh pabrik sebesar Rp. 750.000. Sedangkan Ny. S tidak menghasilkan uang karena hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Tn. T memelihara ternak berupa ayam sebanyak 5 ekor. Pengeluaran perbulan untuk keperluan makan
sekitar Rp. 700.000,- dan sisanya untuk keperluan lain lain seperti membayar listrik, kebutuhan anak sekolah. h. Aktivitas Rekreasi Keluarga Kegiatan yang dilakukan keluarga setiap hari mereka menonton TV bersama-sama, dan semua berkumpul menonton TV ketika malam hari. Kadang mereka berkumpul bersama tetangga atau saudara dekat untuk berbincang-bincang bersama. Jika memiliki tabungan cukup dan kesehatan yang mendukung mereka berwisata ke tempat rekreasi terdekat. 2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga a. Tahap perkembangan keluarga saat ini dengan lansia Tahap perkembangan keluarga Tn. T saat ini adalah keluarga usia lanjut, yang dimulai pada masa pension dan salah satu atau kedua orang tua meninggal. Semua anak Tn. T sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri-sendiri, hanya anak yang terakhir yang tinggal serumah dengannya dan mempunyai seorang anak yang masih berumur 5 tahun. Menantu Tn. T bekerja sebagai buruh pabrik. b. Tahap perkembangan yang belum terpenuhi Tidak ada tahap perkembangan keluarga sampai saat ini yang belum terpenuhi. c. Riwayat kesehatan keluarga inti Tn. T mengatakan tidak mempunyai penyakit keturunan. Tn. T mengatakan beberapa minggu ini sering merasa linu di persendian kakinya sehingga kaku untuk berjalan, ketika bangun pagi kakinya merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk berjalan. Tn. T mengatakan pernah hampir jatuh karena kakinya merasa tidak kuat menopang badannya. Anak Tn. T (Ny. S) tidak memiliki masalah kesehatan. Menantu Tn. T (Tn. M) mengatakan tidak mempunyai penyakit keturunan dan tidak memiliki masalah kesehatan Cucu Tn. T (An. A) tidak mempunyai masalah kesehatan
d. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya Tn. T mengatakan istrinya (Ny . S) meninggal dunia karena penyakit kanker payudara, Ny. S (anak dari Tn. T) mengatakan Ayah mertuanya memiliki riwayat diabetes. Keluarga dari pihak Tn. M saat ini hubungannya baik, minimal setiap minggu bersilaturahmi, tidak ada konflik dengan keluarga. 3. Data Lingkungan a. Karakteristik Rumah Rumah Tn. T merupakan rumah permanen dengan ukuran panjang 10 meter dan lebar 7 meter. Di rumah tersebut terdapat :
Kamar tidur ( terdapat 3 kamar tidur, 1 kamar tidur berada di depan samping ruang tamu, 2 kamar tidur berada di samping ruang keluarga ). Kamar kosong ( 3 kamar kosong. Model rumah Tn. T adalah model rumah jaman dahulu yang banyak terdapat kamar-kamar yang jarang digunakan dan biasanya kamar tersebut digunakan untuk menaruh barang-barang yang tidak terpakai). Ruang tamu berukuran 3x3 meter, Ruang tamu cukup rapi dan bersih, terdapat perabotan Ruang makan Tn. T biasanya bergabung dengan ruang keluarga atau ruang menonton TV. Kamar mandi bergabung dengan WC berjumlah 2. Lantai rumah Tn. T terbuat dari semen, kecuali dapur lantainya masih berupa tanah, Lantai dapur tampak licin dan lembab. Atap rumah dari genting. Ventilasi ada beberapa yaitu : di ruang tamu ada jendela, di ruang keluarga, di 2 kamar tidur dan 2 kamar kosong, serta dapur. Ventilasi masih terlalu sempit, < 10 m luas lantai. Kamar tamu ada sebuah lampu neon 20 watt, ruang keluarga terdapat bola lampu 15 watt, masingmasing kamar dan dapur terdapat lampu pijar 10 watt. Sumber air keluarga berasal dari sumur gali yang telah dipasang pompa air, kualitas air tergantung musim, pada musim hujan warna air keruh kekuning-kuningan, pada musin kemarau warna air agak bening, kadang-kadang air agak berbau. Sumber air minum keluarga menggunakan air sumur yang ditampung dan diendapkan dalam tong. Jarak septictank dengan sumur 8 meter. Keluarga mengatakan membuang air limbah keluarga langsung ke kolam dibelakang rumah dengan membuat saluran yang menuju ke kolam penampungan. Untuk pembuangan sampah dilakukan penampungan dulu di ember sampah kemudian di pindah dan di bakar di dalam lubang di samping rumah. Untuk sarana penerangan keluarga Tn. T menggunakan listrik semuanya. Di belakang rumah terdapat kolam penampungan limbah keluarga beserta ikan lele peliharaan, dan terdapat kandang ayam. Gambar Denah Rumah :
Jalan
U B S T
Kamar kosong
ru ang tamu
Kamar kamar kosong kamar kosong Kandang ayam kamar kosong dapur Kamar
K.M + WC
b. Karakteristik Tetangga dan Komunitas Rumah Tn. T berada di wilayah kelurahan yang mayoritas penduduk sekitarnya adalah petani. Sarana jalan tersebut belum diaspal. Sarana kesehatan di lingkungan tersebut berupa bidan desa. Di dekat rumah Tn. T 7 meter terdapat masjid. Tetangga Tn. T mayoritas beragama islam serya memiliki sifat kebersamaan serta menganut adat jawa, misalnya selamatan, yasinan setiap malam jumat, dll. Jika ada kegiatan sosial kemasyarakatan biasanya diumumkan melalui pengeras suara yang ada di musholla atau mesjid. c. Mobilitas Geografis Keluarga Keluarga Tn. T Keluarga jarang bepergian ke tempat-tempat yang jauh. Kegiatan rutin Tn. T adalah pergi ke sawah untuk sekedar melihat-lihat, sawah tersebut tidak jauh dari rumahnya (sekitar 1 km), aktivitas lainnya menonton TV dan mengikuti kegiatan keagamaan. Tempat tinggal keluarga juga tidak berpindah pindah. Keluarga Tn.T yang lain berada di sekitar tempat tinggalnya (masih satu desa).
d. Perkumpulan Keluarga Dan Interaksi Keluarga Dengan Masyarakat. Keluarga Tn. T mengatakan setiap hari raya semua anak-anak dan keluarga Tn. T berkumpul di rumah. Saudara-saudara Tn. T yang berada di sekitar rumah sering datang berkunjung. Tn. T dan keluarganya rutin mengikuti kegiatan, seperti pengajian. e. Sistem Pendukung Keluarga Tn. T memiliki keluarga yang berada di sekitar rumahnya sehingga sewaktu-waktu dapat dimintai bantuan. Tn. T memiliki ASKES. Jika sakit biasanya keluarga Tn. T dibawa ke Bidan, dan jika perlu rujukan ke Puskesmas yang berjarak 5 meter dari rumah. 4. Struktur Keluarga a. Pola Komunikasi Keluarga keluarga Tn. T dalam berkomunikasi menggunakan bahasa jawa dan bahasa Indonesia. Komunikasi antar anggota lancar dan tidak ada konflik dalam keluarga. Dalam keluarga mempunyai kebiasaan berkomunikasi setiap malam ketika menonton TV, keluarga bertukar pendapat dan menceritakan hal-hal yang terjadi dalam keluarga. b. Struktur Kekuatan Keluarga Dalam keluarga Tn. T adalah penentu keputusan terhadap suatu masalah karena Tn. T dianggap sebagai orang yang paling tua dan sebagai kepala keluarga. Untuk anak-anak yang telah berkeluarga keputusan diserahkan kepada keluarga masing-masing, tetapi anak-anaknya juga sering meminta pendapat Tn. T. keluarga Tn. T sangat menyayangi dan menghargai Tn. T, apabila Tn. T sakit keluarga langsung mengantarkannya berobat, anak-anaknya juga mengingatkannya untuk minum obat jika Tn. T lupa. c. Struktur Peran ( Formal Dan Informal ) - Tn. T berperan sebagai kepala keluarga, seorang ayah ayah dan kakek. Tn. T juga sering mengasuh cucunya jika kedua anaknya sibuk atau ada keperluan. - Tn. A berperan sebagai anak (menantu), suami, dan bapak. - Ny. S berperan sebagai anak, istri, dan ibu. - An. A berperan sebagai anak, An. A belum menyadari dan menjalankan perannya karena masih kecil. d. Nilai Dan Norma Keluarga Tn. T mengatakan ia terbiasa menanamkan pada anak-anaknya sikap hormat-menghormati dan menyayangi antar keluarga dan dengan tetangga. Keluarga Tn. T menganut agama Islam, dalam kehidupan keseharian menggunakan keyakinan sesuai syariat islam. Keluarga Tn. T menganut norma atau adat yang ada di lingkungan sekitar misalnya takziah atau menjenguk tetangga yang sakit. Disamping itu keluarga menganut kebudayaan Jawa, norma yang dianut juga kebudayaan jawa. Dalam kebiasaan keluarga Tn. T tidak ada yang bertentangan dengan kesehatan. 5. Fungsi Keluarga a. Fungsi Afektif
Keluarga Tn. T mengatakan berusaha memelihara keharmonisan antar anggota keluarga, saling menyayangi, dan menghormati. Keluarga Tn. T sangat harmonis, rukun dan tentram. Apabila ada anggota yang membutuhkan atau sakit maka keluarga yang lain berusaha membantu. b. Fungsi Sosialisasi Tn. T mengatakan interaksi antar anggota keluarga dapat berjalan dengan baik. keluarga Tn. T menganut kebudayaan jawa. Keluarga Tn. T berusaha untuk tetap memenuhi aturan yang ada keluarga, misalnya saling menghormati dan menghargai. Keluarga juga mengatakan mengikuti norma yang ada di masyarakat sekitar, sehingga dapat menyesuiakan dan berhubungan baik dengan para tetangga atau masyarakat sekitar. c. Fungsi Perawatan Kesehatan Kemampuan mengenal masalah kesehatan Keluarga mengatakan mengetahui penyakit di keluarganya tetapi tidak mengetahui sama sekali apa penyebabnya. Keluarga Tn. T mengatakan hanya sedikit mengetahui tentang tanda dan gejala, serta tidak mengetahui apa-apa saja yang harus dihindari untuk mencegah terjadinya penyakit pada Tn. T. Tn. Kemampuan mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan Keluarga mengatakan linu pada sendi kaki yang diderita oleh Tn. T merupakan sakit yang biasa diderita oleh orang tua. Keluarga terus mengingatkan kepada Tn. T untuk tidak banyak melakukan aktivitas dan beristirahat saja. Kemampuan merawat anggota keluarga yang sakit Jika ada keluarga yang sakit, hal pertama yang dilakukan adalah mengerokinnya dan jika sakitnya berlarut segera dibawa ke Bidan atau ke Puskesmas terdekat. Kemampuan keluarga memelihara/ memodifikasi lingkungan rumah yang sehat Keluarga mengatakan tiap hari selalu membersihkan lingkungan rumahnya (menyapu, mengepel), sistem pembuangan limbah keluarga langsung ke saluran kolam di belakang rumah, pembuangan sampah ditampung sementara di ember sampah kemudian di bakar di lubang pembakaran setiap dua hari sekali. Kemampuan menggunakan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan setempat Keluarga Tn. T mengatakan jika ada keluarga yang sakit segera dibawa ke Bidan, dan jika perlu rujukan dibawa ke Puskesmas terdekat. Tn. T seringkali tidak mau dibawa ke pelayanan kesehatan kecuali benar-benar dirasa parah. d. Fungsi Reproduksi Tn. T memiliki tiga orang anak yang sudah menikah semua. Ny. S dan Tn. A memiliki satu orang anak, Ny. S menggunakan alat kontrasepsi berupa pil untuk mengatur jarak anak selanjutnya. e. Fungsi Ekonomi Keluarga Tn. T termasuk keluarga mampu, hal ini dapat dilihat dari penghasilan keluarga tiap bulannya sekitar Rp.1.150.000/perbulan. Keluarga Tn. T dapat memenuhi setiap kebutuhan sandang, pangan dan papan walaupun dengan kapasitas seadanya. Untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, Tn.A menanam sayur di tepi sawah Tn. T yang dikelola olehnya. Jika ingin makan lauk-pauk, Tn. T biasa memancing ikan bersama kawan-kawannya di sungai dekat rumah 6. Stres Dan koping Keluarga
a. Stressor Jangka Pendek Dan Panjang - Stresor jangka pendek Keluarga Tn. MS mengatakan pernah mengalami stres ketika Ny. S (istri Tn. T) meninggal dunia karena kanker payudar, namun hal tersebut tidak berlangsung lama karena keluarga sudah mengikhlaskannya. Hal-hal lain yang menimbulkan stress dalam keluarga segera dapat diatasi. - Stresor jangka panjang Keluarga Tn. MS mengatakan hampir tidak pernah mengalami stres baik itu stes jangka panjang ( > 6 bulan ). b. Kemampuan Keluarga Berespon Terhadap Situasi/Stressor Pemecahan masalah dalam keluarga Tn. T biasanya dengan cara musyawarah antar anggota keluarga, kadang juga melibatkan anaknya. Dalam menentukan pengobatan yang harus dijalani salah satu anggota keluarga, Tn. A pengambil keputusan karena Tn. A yang dianggap mampu dan memiliki fisik yang kuat. c. Strategi Adaptasi Disfungsional Dalam menghadapi suatu permasalahan keluarga Tn. MS biasanya mengkonsentrasikan pada bagaimana cara pemecahan masalah tersebut. Sehingga keluarga tidak terganggu dalam melakukan pekerjaan keseharian. 7. Pemeriksaan Fisik a. Tn T Tekanan Darah : 130/100 mmHg Berat Badan : 57 kg Tinggi Badan : 160 cm Nadi : 80 x/mnt RR : 20x/mnt Termometer : 36,5 C Kekuatan otot :5 4 5 3
Skala nyeri : 6 b. Tn A Tekanan Darah : 120/80 mmHg Berat Badan : 59 kg Tinggi Badan : 163 cm Nadi : 80 x/mnt RR : 20x/mnt Termometer : 36,3 C Keadaan fisik tidak menunjukan adanya kelainan c. Ny. S Tekanan Darah : 120/80 mmHg Berat Badan : 52 kg Tinggi Badan : 155 cm Nadi : 80 x/mnt RR : 20x/mnt Termometer : 36,5 C Keadaan fisik tidak menunjukan adanya kelainan
d. An. A Tekanan Darah : 110/80 mmHg Berat Badan : 25 kg Tinggi Badan : 65 cm Nadi : 80 x/mnt RR : 20x/mnt Termometer : 36,5 C Keadaan fisik tidak menunjukan adanya kelainan 8. Harapan Keluarga Keluarga sangat berharap agar masalah kesehatan yang terjadi di dalam keluarga dapat teratasi atas bantuan dari pertugas kesehatan. B. Diagnosa Keperawatan Keluarga 1. Analisa Dan Sintesa Data N Data Penunjang Masalah o 1. DS : - Tn. T mengatakan sering merasa Resiko Jatuh linu di persendian kakinya sehingga kaku untuk berjalan - Tn. T mengatakan ketika bangun pagi kakinya merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk berjalan. - Tn. T mengatakan pernah hampir jatuh karena kakinya merasa tidak kuat menopang badannya DO : - Tn. T berumur 67 tahun - TD 130/100 mmHg - Kekuatan otot 5 5 4 3
Etiologi
Reumathoid, lantai yang licin, ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit.
- Skala nyeri 6 - Lantai tanah yang berada di dapur tampak licin dan lembab DS : - Keluarga mengatakan mengetahui penyakit di keluarganya tetapi tidak mengetahui sama sekali apa penyebabnya. Keluarga Tn. T mengatakan hanya sedikit mengetahui tentang tanda dan
gejala, serta tidak mengetahui apaapa saja yang harus dihindari untuk mencegah terjadinya penyakit pada Tn. T. Tn. - Jika ada keluarga yang sakit, hal pertama yang dilakukan adalah mengerokinnya dan jika sakitnya berlarut segera dibawa ke Bidan atau ke Puskesmas terdekat Tn. T mengatakan tidak ada pantangan makanan DO : Keluarga tidak bisa menjawab pertanyaan tentang pengertian penyakit, pencegahan, perawatan dan pengobatannya Tn. T bertanya apa saja makanan yang harus dihindari agar tidak sakit, Tn. T tampak bingung DS : Tn. T mengatakan sering merasa Hambatan linu di persendian kakinya sehingga mobilitas fisik kaku untuk berjalan Tn. T mengatakan ketika bangun pagi kakinya merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk berjalan. Tn. T mengatakan pernah hampir jatuh karena kakinya merasa tidak kuat menopang badannya
DO: - Skala nyeri sedang (6) - Klien tampak perlahan-lahan saat berjalan karena menahan nyeri. - Klien tampak lambat dalam berjalan. - Tingkat funsional klien 0, namun kadang-kadang 1 DS : Nyeri - Tn. T mengatakan sering merasa linu di persendian kakinya sehingga kaku untuk berjalan - Tn. T mengatakan ketika bangun
pagi kakinya merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk berjalan. - Tn. T mengatakan pernah hampir jatuh karena kakinya merasa tidak kuat menopang badannya DO: - skala nyeri sedang (6) - Klien tampak perlahan-lahan saat berjalan karena menahan nyeri 2. Perumusan Diagnosa Keperawatan Keluarga No Diagnosa Keperawatan 1 Resiko jatuh b.d Reumathoid, lantai yang licin, ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit. 2 Kurang pengetahuan, ketidak tahuan tentang penyakit b.d Kurang informasi dan keterbatasan kemampuan mencerapai informasi, ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan. 3 Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, gangguan muskulus skeletal, kaku sendi, gangguan sensori perseptual. 4 Nyeri b.d agen cedera fisik (rematik). 3. Prioritas Masalah a. Resiko jatuh b.d Reumathoid, lantai yang licin, ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit. KRITERIA SKORE PEMBENARAN Sifat masalah 2/3 x 1 = 2/3 Tn. T dan keluarga (bobot 1) mengetahui bahwa Tn. T Skala : memiliki penyakit linu 3 : Aktual pada kakinya dan pernah 2 : Resiko hampir jatuh. 1 : Sejahtera Kemungkinan masalah 1/2 x 2 = 1 Keluarga mengatakan Tn. dapat diubah (bobot 2) T sering tidak mau diajak Skala : ke tempat pelayanan 2 : Mudah kesehatan, kecuali benar1 : Sebagian benar parah. Tn. T 0 : Tidak dapat merasa masih dapat beraktivitas sehingga sering tidak mau dibantu dalam beraktivitas. Potensial masalah untuk 3/3 x 1 = 1 Keluarga mengatakan dicegah (bobot 1) jika Tn. T tidak banyak 3 : Tinggi melakukan aktivitas dan 2 : Cukup banyak beristirahat maka 1 : Rendah penyakit Tn. T dapat terminimalisir.
Menonjolnya masalah 0/2 x 1 = 0 (bobot 1) 2 : Berat, segera ditangani 1 : Tidak perlu segera ditangani 0 : tidak dirasakan Total 2 2/3
Keluarga mengatakan hanya satu kali Tn. T pernah hampir jatuh dan Tn. T sudah bisa mengimbangkan tubuhnya untuk berjalan walaupun lambat.
b. Kurang pengetahuan, ketidaktahuan tentang penyakit b.d Kurang informasi dan keterbatasan kemampuan mencerapai informasi, ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan KRITERIA SKORE PEMBENARAN Sifat masalah 2/3 x 1 = 2/3 - Tn. T mengatakan sering (bobot 1) merasa linu di persendian Skala : kakinya sehingga kaku 3 : Aktual untuk berjalan. Ketika 2 : Resiko bangun pagi kakinya 1 : Sejahtera merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk berjalan. Tn. T pernah hampir jatuh karena kakinya merasa tidak kuat menopang badannya Kemungkinan masalah 2/2 x 2 = 2 Keluarga Tn. T dapat diubah (bobot 2) mengatakan jika ada Skala : anggota keluarga yang 2 : Mudah sakit segera dibawa ke 1 : Sebagian Bidan atau Puskesmas 0 : Tidak dapat terdekat, namun belum ada pertugas yang menjelaskan bagaimana penyakitnya. Potensial masalah untuk 2/3 x 1 = 2/3 Tn. T mengatakan sudah dicegah (bobot 1) mulai mengurangi 3 : Tinggi aktivitasnya agar 2 : Cukup penyakitnya tidak 1 : Rendah bertambah parah, Tn. T belum tahu makanan apa yang harus dihindari. Menonjolnya masalah 2/2 x 1 = 1 Tn. T mengatakan (bobot 1) penyakitnya mengganggu 2 : Berat, segera ditangani aktivitas geraknya 1 : Tidak perlu segera sehingga menyusahkan ditangani keluarga yang lain. 0 : tidak dirasakan Total 3 4/3
c. Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, gangguan muskulus skeletal, kaku sendi, gangguan sensori perseptual. KRITERIA SKORE PEMBENARAN Sifat masalah 3/3 x 1 = 1 Tn. T mengatakan Tn. T (bobot 1) mengatakan penyakitnya Skala : mengganggu aktivitas 3 : Aktual geraknya sehingga 2 : Resiko menyusahkan keluarga 1 : Sejahtera yang lain. Kemungkinan masalah 1/2 x 2 = 1 Keluarga Tn. T dapat diubah (bobot 2) mengatakan Tn T sudah Skala : bisa menyeimbangkan 2 : Mudah badannya walaupun 1 : Sebagian dengan gerakan yang 0 : Tidak dapat lambat. Potensial masalah untuk 2/3 x 1 = 2/3 Tn. T mengatakan dicegah (bobot 1) aktivitasnya terganggu. 3 : Tinggi 2 : Cukup 1 : Rendah Menonjolnya masalah 2/2 x 1 = 1 Tn. T mengatakan capek (bobot 1) dengan penyakitnya yang 2 : Berat, segera ditangani tidak sembuh-sembuh 1 : Tidak perlu segera dan mengganggu ditangani geraknya sehingga 0 : tidak dirasakan menyusahkan keluarga. Total 3 2/3 d. Nyeri b.d agen cedera fisik (rematik) KRITERIA SKORE Sifat masalah 3/3 x 1 = 1 (bobot 1) Skala : 3 : Aktual 2 : Resiko 1 : Sejahtera Kemungkinan masalah 1/2 x 2 = 1 dapat diubah (bobot 2) Skala : 2 : Mudah 1 : Sebagian 0 : Tidak dapat PEMBENARAN Tn. T mengatakan ketika bangun pagi kakinya merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk berjalan Tn. T mengatakan nyerinya ketika bangun pagi tidak hilang-hilang, padahal sudah minum obat dari warung. Keluarga mengatakan Tn. T sering tidak mau diajak ke tempat pelayanan
Potensial masalah untuk 3/3 x 1 = 1 dicegah (bobot 1) 3 : Tinggi 2 : Cukup 1 : Rendah Menonjolnya masalah 2/2 x 1 = 1 (bobot 1) 2 : Berat, segera ditangani 1 : Tidak perlu segera ditangani 0 : tidak dirasakan Total 4 Maka prioritas masalahnya sebagai berikut :
kesehatan, kecuali benarbenar parah. Tn. T mengatakan sakitnya tidak bertambah parah jika banyak beristirahat. Tn. T mengatakan sakitnya mengganggu aktivitasnya, kadang Tn. T tidak tahan dengan senut-senutnya.
No Diagnosa Keperawatan 1 Nyeri b.d Agen cedera fisik (rematik). 2 Kurang pengetahuan, ketidak tahuan tentang penyakit b.d Kurang informasi dan keterbatasan kemampuan mencerapai informasi, ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan. 3 Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, gangguan muskulus skeletal, kaku sendi, gangguan sensori perseptual. 4 Resiko jatuh b.d Reumathoid, lantai yang licin, ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit.
Skore 4 3 4/3
3 2/3 2 2/3
mekanisme nyeri yang terjadi 2. klien mengetahui dan dapat memperagakan teknik distraksi dan relaksasi 3. klien tidak banyak mengeluh tentang nyerinya
4. 5.
6. 7.
8. 9.
Setelah dilakukan Verbal pendidikan pengetahuan kesehatan, keluarga mengetahui tentang penyakit yang diderita keluarganya (AR), dengan kriteria hasil : Keluarga dapat menjelaskan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, serta penalaksanaan pada penyakit AR. Keluarga dapat melakukan perawatan dengan mengontrol makanan-makanan yang harus dihindari
1.
2. 3. 4.
5. 6. 7.
Jelaskan mekanisme nyeri yang terjadi pada klien Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri Berikan support sistem untuk mentolerir nyeri Libatkan orang terdekat klien (keluarga) untuk pemberian support sistem Kolaborasi dalam pemberian analgetik Kontrol faktor-faktor pemicu timbulnya nyeri : pembatasan aktivitas, nutrisi tinggi serat, minum air putih banyak, psikis tidak terganggu Identifikasi PQRST sebelum dilakukan pengobatan Berikan obat analgetik Menganjurkan klien untuk bergerak perlahan pada setiap melakukan aktivitas Teaching : Disease Prosess (5602) Menilai tingkat pengetahuan keluarga yang berhubungan dengan penyakit yang diderita oleh anggota keluarga (AR) Menjelaskan pengertian penyakit (AR) Menjelaskan patofisiologi penyakit (AR) Menjelaskan tanda dan gejala yang muncul dari penyakit yang dialami (AR) Menjelaskan penalaksanaan atau hal-hal yang harus dihindari Mengidentifikasi kemungkinan penyebab terjadinya penyakit Mendiskusikan dengan keluarga tentang pilihan terapi yang bisa dilakukan
lansia 2 Setelah dilakukan Non verbal perawatan selama 5 hari klien mampu melakukan mobilisasi sesuai kemampuan, klien dan keluarga mampu melakukan perawatan pada lansia yang imobilisasi dengan kriteria : 1. Mampu memotivasi diri untuk melakukan mobilisasi sesuai kemampuan 4 Setelah dilakukan Verbal tindakan keperawatan pengetahuan selama 5 hari klien dapat mencegah terjadinya jatuh dan aman dalam pergerakannya, dengan kriteria hasil : - Menggunakan alat bantu yang dibutuhkan Menempatkan barang-barang di tempat yang sesuai agar tidak menggangu lansia Memperhatikan kondisi lantai
Immobilization care (0940) 1. Diskusikan dengan klien tentang imobilisasi 2. Berikan contoh dan demonstrasi mobilisasi yang aman dan dapat dilakukan oleh klien 3. Observasi terjadinya nyeri 4. Motivasi klien untuk melakukan mobilisasi sesuai kemampuan 5. Beri reinforcement atas upaya pemahaman informasi dan usaha mobilisasi yang dilakukan
1.
2.
3. 4.
5.
Fall Prevention (6490) Mengidentifikasi ketidaktahuan dan kelemahan fisik yang kemungkinan menjadi potensi terjadinya jatuh Mengidentifikasi lingkungan sekitar yang dapat menjadi penyebab jatuh Memonitor nyeri, kelemahan, keseimbangan tubuh lansia Mengajarkan pada pasien bagaimana mencegah terjadinya jatuh Menyarankan keluarga untuk membantu kegiatan pasien apabila diperlukan
DAFTAR PUSTAKA Bandiah, S. (2009) Lanjut Usia dan Keperawatan gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika. Jhonson R. dan Leny R (2010) keperawatan keluarga plus contoh askep keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika.
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam Lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati bahwa keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia. Dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan atau kemauan dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Pada makalah ini akan dibahas secara singkat asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia di tatanan klinik (clinical area), dimanan pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan yang meliputi pengkajian (assessment), merumuskan diagnosa keperawatan (Nursing diagnosis), merencanakan tindakan keperawatan (intervention), melaksanakan tindakan keperawatan (Implementation) dan melakukan evaluasi (Evaluation). Dibawah ini ada beberapa alasan timbulnya perhatian kepada lanjut usia, yaitu : 1. Pensiunan dan masalah-masalahnya 2. Kematian mendadak karena penyakit jantung dan stroke 3. Meningkatnya jumlah lanjut usia 4. Pencemaran pelayanan kesehatan 5. Kewajiban Pemerintahterhadap orang cacat dan jompo 6. perkembangan ilmu 7. Program PBB 8. Konfrensi Internasional di WINA tahun 1983 9. Kurangnya jumlah tempat tidur di rumah sakit 10. Mahalnya obat-obatan BAB II PEMBAHASAN 1. A. Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes, dimaksudkan untuk memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu maupun kelompok, seperti di rumah / lingkungan keluarga, Panti Werda maupun Puskesmas, yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan
latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti. Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain: 1 Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal hygiene: kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu: kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan mudah dicerna, dan kesegaran jasmani. 2 Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas. Khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus (lecet). Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia, antara lain: 1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan 2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas 3. Menurunnya efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh 4. Adanya kecenderungan lansia imobilisasi sehingga potensi terjadinya dekubitus. 1. B. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia 1. Pendekatan fisik Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bias di capai dan dikembangkan, dan penyakit yang yang dapat dicegah atau ditekan progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian yaitu: 1. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan sendiri. 2. Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia lanjut ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya. Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat perhatian.
Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara memakan obat, dan cara pindahdari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan pada dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya gangguan serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejang, untuk itu perlu pengamatan secermat mungkin. Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah memperhatikan atau membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan, minum, melakukan eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu berjalan, duduk, merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, mempertahankan suhu badan melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi terhadap kakurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia, untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus disegah dengan posisi bersandar pada beberapa bantal, jangan melakukan gerak badan yang berlebihan. Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usia agar mau dan menerima makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan makanan agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi, makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan. Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu, kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu mendapat perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut usia. Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan kepada klien lanjut usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan kelainan, misalnya: batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan, jika ada keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan dengan mereka tentang cara pemecahannya. Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut usia membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya apa keluhan yang dirasakan, bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat sudah dimminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah dsb. Sentuhan (misalnya genggaman tangan) terkadang sangat berarti buat mereka. 1. Pendekatan psikis Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter , interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip Tripple, yaitu sabar, simpatik dan service. Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih sayang dari lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan.. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan suasana yang aman , tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya. Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya. Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang, dan pergeseran libido. Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan . Harus diingat kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bila melakukannya secara perlahan lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia. 1. Pendekatan sosial Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di Panti Werda.
1. Pendekatan spiritual Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnua dalam kedaan sakit atau mendeteksikematian. Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian, DR. Tony styobuhi mengemukakn bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam factor, seperti ketidak pastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi bengan keluatga dan lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia. Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan seseorang merupakan factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia. Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka. 1. C. Tujuan Asuhan Keperawatan Lanjut Usia Agar lanjut usia dapat melaukan kegiatan sehari hari secara mandiri dengan: 1. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah lanjut dengan jalan perawatan dan pencegahan. 2. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat hidup klien lanjut usia (life support) 3. menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau gangguan baik kronis maupun akut. 4. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai kelainan tertentu 5. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita suatu penyakit, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal). 1. D. Fokus Keperawatan Lanjut Usia Keperawatan lanjut usia berfokus pada : 1. 2. 3. 4. Peningkatan kesehatan (helth promotion) Pencegahan penyakit (preventif) Mengoptimalkan fungsi mental Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.
1. E. Diagnosa Keperawatan 1. Aspek fisik atau biologis 1. Dx : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak mampu dalam memasukkan, memasukan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena factor biologi. NOC I : Status nutrisi Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien diharapkan mampu: 1. 2. 3. 4. Asupan nutrisi tidak bermasalah Asupan makanan dan cairan tidak bermasalah Energy tdak bermasalah Berat badan ideal
NIC I : Manajemen ketidakteraturan makan (eating disorder management) 1. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk memuat perencanaan perawatan jika sesuai. 2. Diskusikan dengan tim dan pasien untuk membuat target berat badann, jika berat badan pasien tdak sesuia dengan usia dan bentuk tubuh. 3. Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori setiap hari supaya mencapai dan atau mempertahankan berat badan sesuai target. 4. Ajarkan dan kuatkan konsep nutrisi yang baik pada pasien 5. Kembangkan hubungan suportif dengna pasien 6. Dorong pasien untuk memonitor diri sendiri terhadap asupan makanan dan kenaikan atau pemeliharaan berat badan 7. Gunakan teknik modifikasi tingkah laku untuk meningkatkan berat badan dan untuk menimimalkan berat badan. 8. Berikan pujian atas peningkatan berat badan dan tingkah laku yang mendukung peningkatan berat badan. b Dx. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan penuaan perubahan pola tidur dan cemas NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan dapat memperbaiki pola tidurnya dengan criteria : 1 2 3 4 Mengatur jumlah jam tidurnya Tidur secara rutin Miningkatkan pola tidur Meningkatkan kualitas tidur
NIC : Peningkatan Tidur 1 2 3 4 Tetapkan pola kegiatan dan tidur pasien Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya Jelaskan pentingnya tidur selama sakit dan stress fisik Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum jam tidurnya
c Dx. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan neuromuskular yang ditandai dengan waktu yang diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan pengosongan bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan. NOC mampu : 1 2 3 4 5 : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 324 jam diharapkan pasien
Kontinensia Urin Merespon dengan cepat keinginan buang air kecil (BAK). Mampu mencapai toilet dan mengeluarkan urin secara tepat waktu. Mengosongkan bladde dengan lengkap. Mampu memprediksi pengeluaran urin.
NIC : Perawatan Inkontinensia Urin 1 2 3 4 Monitor eliminasi urin Bantu klien mengembangkan sensasi keinginan BAK. Modifikasi baju dan lingkungan untuk memudahkan klien ke toilet. Instruksikan pasien untuk mengonsumsi air minum sebanyak 1500 cc/hari.
d Dx. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau kerusakan memori sekunder NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan dapat meningkatkan daya ingat dengan criteria : 1 Mengingat dengan segera informasi yang tepat
2 3
Mengingat inormasi yang baru saja disampaikan Mengingat informasi yang sudah lalu
NIC : Latihan Daya Ingat 1 2 3 Diskusi dengan pasien dan keluarga beberapa masalah ingatan Rangsang ingatan dengan mengulang pemikiran pasien kemarin dengan cepat Mengenangkan tentang pengalaman di masalalu dengan pasien
e Dx. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai dengan perubahan dalam mencapai kepuasan seksual. TUJUAN NOC 1 2 : Fungsi Seksual Mengekspresikan kenyamanan Mengekspresikan kepercayaan diri
NIC : Konseling Seksual 1 Bantu pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual seiring dengan bertambahnya usia. 2 f Diskusikan beberapa pilihan agar dicapai kenyamanan. Dx. Kelemahan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal dan neuromuscular
Yang ditandai dengan : 1 2 3 4 Perubahan gaya berjalan Gerak lambat Gerak menyebabkan tremor Usaha yang kuat untuk perubahan gerak
NOC : Level Mobilitas ( Mobility Level ) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
1 2 3 4
Memposisikan penampilan tubuh Ambulasi : berjalan Menggerakan otot Menyambung gerakan/mengkolaborasikan gerakan
NIC : Latihan dengan Terapi Gerakan ( Exercise Therapy Ambulation ) 1 Kosultasi kepada pemberi terapi fisik mengenai rencana gerakan yang sesuai dengan kebutuhan 2 Dorong untuk bergerak secara bebas namun masih dalam batas yang aman
3 Gunakan alat bantu untuk bergerak, jika tidak kuat untuk berdiri (mudah goyah/tidak kokoh) g Dx. Kelelahan b.d kondisi fisik kurang
NOC Activity Tolerance Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat: 1 2 3 4 Memonitor usaha bernapas dalam respon aktivitas Melaporkan aktivitas harian Memonitor ECG dalam batas normal Memonitor warna kulit
NIC Energy Management 1 2 Monitor intake nutrisi untuk memastikan sumber energi yang adekuat Tentukan keterbatasan fisik pasien
3 4 h
Tentukan penyebab kelelahan Bantu pasien untuk jadwal istirahat Dx. Risiko kerusakan integritas kulit
NOC : Kontrol Risiko ( risk control ) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat : 1 2 3 4 Kontrol perubahan status kesehatan Gunakan support system pribadi untuk mengontrol risiko Mengenal perubahan status kesehatan Monitor factor risiko yang berasal dari lingkungan
NIC : penjagaan terhadap kulit ( skin surveillance ) 1 2 3 4 5 Monitor area kulit yang terlihat kemerahan dan adanya kerusakan Monitor kulit yang sering mendapat tekanan dan gesekan Monitor warna kulit Monitor suhu kulit Periksa pakaian, jika pakaian terlihat terlalu ketat 1. Dx. Kerusakan Memori b.d gangguan neurologis Yang ditandai dengan : 1 2 3 4 Tidak mampu mengingat informasi factual Tidak mampu mengingat kejadian yang baru saja terjadi atau masa lampau Lupa dalam melaporkan atau menunjukkan pengalaman Tidak mampu belajar atau menyimpan keterampilan atau informasi baru
NOC : Orientasi Kognitif Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
1 2 3 4
Mengenal diri sendiri Mengenal orang atau hal penting Mengenal tempatnya sekarang Mengenal hari, bulan, dan tahun dengan benar
NIC : Pelatihan Memori ( Memory Training ) 1 Stimulasi memory dengan mengulangi pembicaraan secara jelas di akhir pertemuan dengan pasien. 2 3 4 Mengenang pengalaman masa lalu dengan pasien. Menyediakan gambar untuk mengenal ingatannya kembali Monitor perilaku pasien selama terapi 1. Aspek psikososial 1. Dx. Coping tidak efektif b.d percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan koping, dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan. NOC I : koping (coping) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten diharapkan mampu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Mengidentifikasi pola koping efektif Mengedentifikasi pola koping yang tidak efektif Melaporkan penurunan stress Memverbalkan control perasaan Memodifikasi gaya hidup yang dibutuhkan Beradaptasi dengan perubahan perkembangan Menggunakan dukungan social yang tersedia Melaporkan peningkatan kenyamanan psikologis
NIC I : coping enhancement 1. 2. 3. 4. 5. Dorong aktifitas social dan komunitas Dorong pasien untuk mengembangkan hubungan Dorong berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama Dukung pasein untuk menguunakan mekanisme pertahanan yang sesuai. Kenalkan pasien kepada seseorang yang mempunyai latar belakang pengalaman yang sama.
6. Dx. Isolasi social b.d perubhaan penampilan fisik, peubahan keadaan sejahtera, perubahan status mental. NOC I : Lingkungan keluarga : internal ( family environment: interna) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten diharapkan mampu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Berpatisipasi dalam aktifitas bersama Berpatisipasi dala tradisi keluarga Menerima kujungan dari teman dan anggota keluarga besar Memberikan dukungan satu sama lain Mengekspresikan perasaan dan masalah kepada yang lain. Mendorong anggota keluarga untuk tidak ketergantungan Berpatisipasi dalam rekreasi dan acara aktifitas komunitas Memecahkan masalah
NIC I : Keterlibatan keluarga (Family involvement) 1. Mengidentifikasikan kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam perawatan pasien. 2. Menentukan sumber fisik, psikososial dan pendidikan pemberi pelayanan kesehatan yang utama. 3. Mengidentifkasi deficit perawatan diri pasien 4. Menentukan tinggat ketergantungan pasien terhadap keluarganya yang sesuai dengan umur atau penyakitnya. 5. Dx. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual. NOC : Setelah dilakukan tindakan intervensi keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan akan bisa memperbaiki konsep diri dengan criteria : 1. Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang efektif dan pada saat ini tidak mungkin lagi digunakan akibat penyakit dan penanganan (pemakaian alkohol dan obat-obatan; penggunaan tenaga yang berlebihan) 2. Pasien dan keluarga mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan reaksinya terhadap penyakit dan perubahan hidup yang diperlukan 3. Mencari konseling profesional, jika perlu, untuk menghadapi perubahan akibat pnyakitnya 4. Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksual NIC : Peningkatan harga diri 1. Kuatkan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien mengndalikan situasi
2. Menguatkan tenaga pribadi dalam mengenal dirinya 3. Bantu pasien untuk memeriksa kembali persepsi negative tentang dirinya 4. Dx. Cemas b.d perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi , fungsi peran, lingkungan, status ekonomi Yang ditandai dengan: 1. Ekspresi yang mendalam dalam perubahan hidup 2. Mudah tersinggung 3. Gangguan tidur NOC Anxiety Control 1. 2. 3. 4. 5. Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat: Memonitor intensitas cemas Melaporkan tidur yang adekuat Mengontrol respon cemas Merencanakan strategi koping dalamsituasi stress
NIC Anxiety Reduction 1. 2. 3. 4. 5. Bantu pasien untuk menidentifikasi situasi percepatan cemas Dampingi pasien untuk mempromosikan kenyamanan dan mengurangi ketakutan Identifikasi ketika perubahan level cemas Instuksikan pasien dalam teknik relaksasi Dx. Resiko Kesendirian
NOC Family Coping Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat: 1. 2. 3. 4. Mendemontrasikan fleksibelitas peran Mengatur masalah Menggunakan strategi penguranagn stress Menghadapi masalah
NIC Family Support 1. 2. 3. 4. 5. Bantu pekembangan harapan yang realistis Identifikasi alami dukungan spiritual bagi keluarga Berikan kepercayaan dalam hubungan dengan keluarga Dengarkan untuk berhubungan dengan keluarga, perasan dan pertanyaan Dx. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik (ketidakseimbangan mobilitas) serta psikologis yang disebabkan penyakit atau terapi
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24jam pasien diharapkan meningkatkan citra tubuhnya dengan criteria : 1. Merasa puas dengan penampilan tubuhnya 2. Merasa puas dengan fungsi anggota badannya 3. Mendiskripsikan bagian tubuh tambahan NIC : Peningkatan Citra Tubuh 1. Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan karena penyakit atau pembedahan 2. Memutuskan apakah perubahan fisik yang baru saja diterima dapat masuk dalam citra tubuh pasien 3. Memudahkan hubungan dengan individu lain yang mempunyai penyakit yang sama 4. Aspek spiritual Dx : Distress spiritual b.d peubahan hidup, kematian atau sekarat diri atau orang lain, cemas, mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan social, kurang sosiokultural. NOC I : pengaharapan (hope) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara luas diharapkan mampu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mengekspresikan orientasi masa depan yang positif Mengekspresikan arti kehidupan Mengekspresikan rasa optimis Mengekspresikan perasaan untuk mengontrol diri sendiri Mengekspresikan kepercayaan Mengekspresikan rasa percaya pada diri sendiri dan orang lain
NIC I : penanaman harapan (hope instillation) 1. 2. 3. 4. 5. Pengkaji pasian atau keluarga untuk mengidentifikasi area pengharapan dalam hidup Melibatkan pasien secara aktif dalam perawatan diri Mengajarkan keluarga tentang aspek positif pengharapan Memberikan kesempatan pasien atau keluarga terlibat dalam support group. Mengembangkan mekanisme paran koping pasien
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. http://askep- askeb.cz.cc/ diakses tanggal 10 maret 2010. Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise, Missouri : Mosby, Inc.
McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louise, Missouri : Mosby, Inc. NANDA. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006. Philadelphia : NANDA International.