Askep Rematik Pada Lansia
Askep Rematik Pada Lansia
Askep Rematik Pada Lansia
Segala puji dan syukur penulis hanturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan berkat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Asuhan keperawatan rematik pada lansia”.
Dalam penyelesaian makalah ini kami banyak mendapatkan masukan dari berbagai
pihak, terutama dosen pembimbing yang telah memberikan kesempatan pada kami untuk belajar
menulis karya tulis sederhana dan memberikan masukan demi perbaikan makalah ini sehingga
dapat menambah wawasan kami serta untuk teman-teman yang telah ikut membantu dalam
pembuatan makalah ini. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing atau pengajar mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II dan teman-teman yang
dengan caranya masing-masing turut serta memberi masukan guna memperkaya isi makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dalam susunan
maupun isinya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
perbaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa S1
Keperawatan khususnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................................. 1
BAB 1 ....................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................................................... 4
1.2 Tujuan .................................................................................................................................................... 4
BAB 2 ....................................................................................................................................................... 5
KONSEP DASAR TEORI ........................................................................................................................ 5
2.1 KONSEP DASAR LANSIA .................................................................................................................. 5
2.1.1 Pengertian Lansia .................................................................................................................. 5
2.1.2 Karakteristik Lansia .............................................................................................................. 5
2.1.3 Klasifikasi Lansia .................................................................................................................. 5
2.1.4 Tipe Lansia............................................................................................................................ 6
2.1.5 Tugas Perkembangan Lansia................................................................................................. 7
2.2 KONSEP DASAR REUMATIK ........................................................................................................... 7
2.2.1 Pengertian ............................................................................................................................. 7
2.2.2 Etiologi .................................................................................................................................. 8
2.2.3 Jenis Reumatik ...................................................................................................................... 9
2.2.4 Manifestasi klinis ................................................................................................................ 11
2.2.5 Patofisiologi ........................................................................................................................ 12
2.2.7 Pemeriksaan penunjang....................................................................................................... 13
2.2.8 Penatalaksanaan .................................................................................................................. 13
2.2.9 Komplikasi ........................................................................................................................... 15
2.3 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA REMATOID ATRITIS ............................ 16
2.3.1 Pengkajian ........................................................................................................................... 16
2.3.2 Diagnosa keperawatan ........................................................................................................ 18
2.3.3 Intervensi keperawatan ....................................................................................................... 18
BAB 3 ..................................................................................................................................................... 25
TINJAUAN KASUS ............................................................................................................................... 25
A. PENGKAJIAN ................................................................................................................................... 25
B.ANALISA DATA ................................................................................................................................... 28
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN............................................................................................................ 29
D. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN..................................................................................... 29
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI .................................................................................................... 34
2.3.4 Implementasi ........................................................................................................................... 35
ASKEP REMATIK PADA LANSIA
BAB 1
PENDAHULUAN
Satuan acara pembelajaran ini disusun sebagai pedoman dalam memberikan pendidikan
kesehatan sehingga hasilnya ias seperti yang kita harapkan.
1.2 Tujuan
1. Tujuan Intruksional Umum
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan diharapkan pasien lansia dapat mengenal dan
mengetahui tentang rematik
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 kali pertemuan di harapkan pasien lansia dapat
:
Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus-
manerus, dan berkesinambungan (Depkes RI, 2001). Menurut Keliat (1999) dalam Maryam
(2008), Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan
dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun
(Maryam, 2008). Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan
kronologis tertentu (Stanley, 2006).
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan).
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga kondisi maladaptif.
1. Pralansia (prasenilis)
2. Lansia
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
4. Lansia Potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan
barang/jasa (Depkes RI, 2003).
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang
lain (Depkes RI, 2003).
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru, selektif dalam
mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan.
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan, yang
menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan,
status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani
dan pengkritik.
4. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis (“habis
gelap datang terang”), mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
5. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal,
pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).
2.1.5 Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas
perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya.
Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada
sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun
resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo, 1999).
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya
dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada
destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut (Susan Martin Tucker, 1998).
Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai membran sinovial
dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan
mobilitas, dan keletihan (Diane C. Baughman, 2000).
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis
progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh (Arif Mansjour, 2001)
2.2.2 Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor resiko yang
diketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain;
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan adalah yang terkuat. Akan
tetapi perlu diingat bahwa osteoartritis bukan akibat penuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi
pada penuaan berbeda dengan eprubahan pada osteoartritis.
Wanita lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan laki-laki lebih sering terkena
osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, dibawah 45 tahun,
frekuensi psteoartritis kurang lebih sama antara pada laki-laki dan wanita, tetapi diats usia 50
tahunh (setelah menopause) frekuensi osteoartritis lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal
ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
3. Suku bangsa
Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masingn-masing suku bangsa. Hal ini mungkin
berkaitan dnegan perbedaan pola hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital
dan pertumbuhan tulang.
4. Genetik
Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama
kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko
relative 4 : 1 untuk menderita penyakit ini.
Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya
osteoartritis, baik pada wanita maupun pria. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan
oateoartritis pada sendi yang menanggung beban berlebihan, tapi juga dnegan osteoartritis sendi
lain (tangan atau sternoklavikula). Olehkarena itu disamping faktor mekanis yang berperan
(karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolit) yang berpperan
pada timbulnya kaitan tersebut.
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus berkaitan dengan
peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Olahraga yang sering menimbulkan cedera sendi yang
berkaitan dengan resiko osteoartritis yang lebih tinggi.
7. Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan timbulnya oateoartritis paha
pada usia muda.
8. Kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko timbulnya osteoartritis. Hal ini
mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tidak membantu mengurangi benturan
beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih
mudah robek.
Reumatik yang menyerang sendi dikenal dengan nama reumatik sendi (reumatik artikuler).
Penyakit ini ada beberapa macam yang paling sering ditemukan yaitu:
2. Artritis Reumatoid
Merupakan penyakit autoimun dengan proses peradangan menahun yang tersebar diseluruh
tubuh, mencakup keterlibatan sendi dan berbagai organ di luar persendian.Peradangan kronis
dipersendian menyebabkan kerusakan struktur sendi yang terkena. Peradangan sendi biasanya
mengenai beberapa persendian sekaligus.Peradangan terjadi akibat proses sinovitis (radang
selaput sendi) serta pembentukan pannus yang mengakibatkan kerusakan pada rawan sendi dan
tulang di sekitarnya, terutama di persendian tangan dan kaki yang sifatnya simetris (terjadi pada
kedua sisi).Penyebab Artritis Rematoid belum diketahui dengan pasti. Ada yang mengatakan
karena mikoplasma, virus, dan sebagainya. Namun semuanya belum terbukti. Berbagai faktor
termasuk kecenderungan genetik, bisa mempengaruhi reaksi autoimun. Bahkan beberapa kasus
Artritis Rematoid telah ditemukan berhubungan dengan keadaan stres yang berat, seperti tiba-
tiba kehilangan suami atau istri, kehilangan satu¬-satunya anak yang disayangi, hancurnya
perusahaan yang dimiliknya dan sebagainya. Peradangan kronis membran sinovial mengalami
pembesaran (Hipertrofi) dan menebal sehingga terjadi hambatan aliran darah yang menyebabkan
kematian (nekrosis) sel dan respon peradanganpun berlanjut. Sinovial yang menebal kemudian
dilapisi oleh jaringan granular yang disebut panus. Panus dapat menyebar keseluruh sendi
sehingga semakin merangsang peradangan dan pembentukan jaringan parut. Proses ini secara
perlahan akan merusak sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas (kelainan bentuk).
3. Osteoatritis
Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang belum diketahui,
namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis, dan keluaran klinis yang sama.Proses
penyakitnya berawal dari masalah rawan sendi (kartilago), dan akhirnya mengenai seluruh
persendian termasuk tulang subkondrial, ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial, serta jaringan
ikat sekitar persendian (periartikular). Pada stadium lanjut, rawan sendi mengalami kerusakan
yang ditandai dengan adanya fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi.
Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor risiko yang diketahui
berhubungan dengan penyakit ini, yaitu : Usia lebih dari 40 tahun, Jenis kelamin wanita lebih
sering, Suku bangsa, genetik, kegemukan dan penyakit metabolik, cedera sendi, pekerjaan, dan
olah raga, kelainan pertumbuhan, kepadatan tulang, dan lain-lain.
4. Atritis Gout
Penyakit ini berhubungan dengan tingginya asam urat darah (hiperurisemia) . Reumatik gout
merupakan jenis penyakit yang pengobatannya mudah dan efektif. Namun bila diabaikan, gout
juga dapat menyebabkan kerusakan sendi. Penyakit ini timbul akibat kristal monosodium urat di
persendian meningkat. Timbunan kristal ini menimbulkan peradangan jaringan yang memicu
timbulnya reumatik gout akut. Pada penyakit gout primer, 99% penyebabnya belum
diketahui (idiopatik). Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetic dan faktor hormonal
yang menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi
asam urat atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh.
Penyakit gout sekunder disebabkan antara lain karena meningkatnya produksi asam urat karena
nutrisi, yaitu mengkonsumsi makanan dengan kadar purin yang tinggi. Purin adalah salah satu
senyawa basa organic yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk dalam
kelompok asam amino, unsur pembentuk protein. Produksi asam urat meningkat juga bisa karena
penyakit darah (penyakit sumsum tulang, polisitemia), obat-obatan (alkohol, obatobat kanker,
vitamin B12). Penyebab lainnya adalah obesitas (kegemukan), penyakit kulit (psoriasis), kadar
trigliserida yang tinggi. Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dengan baik biasanya
terdapat kadar benda-benda keton (hasil buangan metabolisme lemak) yang meninggi. Benda-
benda keton yang meninggi akan menyebabkan asam urat juga ikut meninggi.
Merupakan golongan penyakit reumatik yang mengenai jaringan lunak di luar sendi (soft tissue
rheumatism) sehingga disebut juga reumatik luar sendi (ekstra artikuler rheumatism). Jenis –
jenis reumatik yang sering ditemukan yaitu:
a. Fibrosis
Merupakan peradangan di jaringan ikat terutama di batang tubuh dan anggota gerak. Fibrosis
lebih sering ditemukan oleh perempuan usia lanjut, penyebabnya adalah faktor kejiwaan.
b. Tendonitis dan tenosivitis
Tendonitis adalah peradangan pada tendon yang menimbulkan nyeri lokal di tempat
perlekatannya. Tenosivitis adalah peradangan pada sarung pembungkus tendon.
c. Entesopati
Adalah tempat di mana tendon dan ligamen melekat pada tulang. Entesis ini dapat mengalami
peradangan yang disebut entesopati. Kejadian ini bisa timbul akibat menggunakan lengannya
secara berlebihan, degenerasi, atau radang sendi.
d. Bursitis
Adalah peradangan bursa yang terjadi di tempat perlekatan tendon atau otot ke tulang.
Peradangan bursa juga bisa disebabkan oleh reumatik gout dan pseudogout.
e. Back Pain
f. Nyeri pinggang
Kelainan ini merupakan keluhan umum karena semua orang pernah mengalaminya. Nyeri
terdapat kedaerah pinggang kebawah (lumbosakral dan sakroiliaka) Yang dapat menjalar ke
tungkai dan kaki.
Ditandai dengan nyeri dan ngilu pada daerah persendian di pangkal lengan atas yang bisa
menjalar ke lengan atas bagian depan, lengan bawah dan belikat, terutama bila lengan diangkat
keatas atau digerakkan kesamping. Akibat pergerakan sendi bahu menjadi terbatas.
Tanda-tanda peradangan pada sendi tidak menonjol dan timbul belakangan, mungkin
dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang
merata dan warna kemerahan, antara lain;
1. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit
berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri
yang lebih dibandingkan gerakan yang lain.
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan
bertambahnya rasa nyeri.
3. Kaku pagi
Pada beberapa pasien, nyeri sendi yang timbul setelah immobilisasi, seperti duduk dari kursi,
atau setelah bangun dari tidur.
4. Krepitasi
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (lutut atau tangan yang paling sering)
secara perlahan-lahan membesar.
Hampir semua pasien osteoartritis pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang
menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman
yang besar untuk kemandirian pasien yang umumnya tua (lansia).
2.2.5 Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat
febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama
pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau
penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi
menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago
menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan
kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau
tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen
jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang
sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya serangan dan
tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan
selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain. terutama yang mempunyai faktor rhematoid
(seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.
2.2.6 Pathway
4. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal:
buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi, produk-produk pembuangan
degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen (C3 dan C4).
6. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau atroskopi;
cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding
cairan sendi yang normal.
7. Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang
mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6
minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto
rontgen
2.2.8 Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat simtomatik. Obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya sebagai analgesik dan mengurangi peradangan,
tidak mampu menghentikan proses patologis
2. Istirahatkan sendi yang sakit, dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit.
5. Dukungan psikososial
6. Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin, serta program latihan yang tepat
8. Kompres dengan es saat kaki bengkak dan kompres air hangat saat nyeri
Tujuan pemberian diet ini adalah untuk mengurangi pembentukan asam urat dan menurunkan
berat badan, bila terlalu gemuk dan mempertahankannya dalam batas normal. Bahan makanan
yang boleh dan yang tidak boleh diberikan pada penderita osteoartritis:
Karbohidrat Semua –
–
Kacang-kacangan kering
Protein nabati 25 gr atau tahu, tempe,
oncom
Minuman
Bumbu, dll
2.2.9 Komplikasi
1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya prosesgranulasi di bawah
kulit yang disebut subcutan nodule.
2. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya
darah yang membeku.
4. Terjadi splenomegali.
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung jawab.Data dasar pengkajian
pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata,
jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan
bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
2. Riwayat Kesehatan
a. Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
b. Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien mengetahui dan
merasakan adanya perubahan pada sendi.
3. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit,
ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
4. Aktivitas/istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan
pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise
Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
5. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian
kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
6. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-
faktor hubungan.
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya ketergantungan pada orang
lain).
7. Makanan/ cairan
8. Hygiene
9. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada
sendi).
11. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan
dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.Demam ringan menetap Kekeringan pada
mata dan membran mukosa.
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pada pasien
yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karena ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan
pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan
pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.
Kriteria Hasil:
c. Mengistirahatkan sendi-
c. Tempatkan/ pantau sendi yang sakit dan
penggunaan bantal, karung mempertahankan posisi netral.
pasir, gulungan trokhanter, Penggunaan brace dapat
bebat, brace. menurunkan nyeri dan dapat
mengurangi kerusakan pada
sendi
d. Mencegah terjadinya
kelelahan umum dan kekakuan
sendi. Menstabilkan sendi,
d. Dorong untuk sering mengurangi gerakan/ rasa sakit
mengubah posisi,. Bantu untuk pada sendi
bergerak di tempat tidur,
sokong sendi yang sakit di atas
dan bawah, hindari gerakan
e. Panas meningkatkan
yang menyentak
relaksasi otot, dan mobilitas,
e. Anjurkan pasien untuk menurunkan rasa sakit dan
mandi air hangat atau mandi melepaskan kekakuan di pagi
pancuran pada waktu bangun hari. Sensitivitas pada panas
dan/atau pada waktu tidur. dapat dihilangkan dan luka
Sediakan waslap hangat untuk dermal dapat disembuhkan
mengompres sendi-sendi yang
sakit beberapa kali sehari.
Pantau suhu air kompres, air
mandi, dan sebagainya.
Kriteria Hasil :
b. Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi
bagian tubuh.
Intervensi Rasional
d. Menghilangkan tekanan
pada jaringan dan meningkatkan
sirkulasi. Memepermudah
d. Ubah posisi dengan sering perawatan diri dan kemandirian
dengan jumlah personel cukup. pasien. Tehnik pemindahan
Demonstrasikan/ bantu tehnik yang tepat dapat mencegah
pemindahan dan penggunaan robekan abrasi kulit
bantuan mobilitas,
e. Meningkatkan stabilitas
(mengurangi resiko cidera) dan
memerptahankan posisi sendi
yang diperlukan dan kesejajaran
e. Posisikan dengan bantal, tubuh, mengurangi kontraktor
kantung pasir, gulungan
trokanter, bebat, brace
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
b. Mengidentifikasi
b. Diskusikan arti dari bagaimana penyakit
kehilangan/ perubahan pada mempengaruhi persepsi diri
pasien/orang terdekat. dan interaksi dengan orang
Memastikan bagaimana lain akan menentukan
pandangaqn pribadi pasien kebutuhan terhadap intervensi/
dalam memfungsikan gaya konseling lebih lanjut
hidup sehari-hari, termasuk
aspek-aspek seksual. c. Isyarat verbal/non verbal
orang terdekat dapat
c. Diskusikan persepsi mempunyai pengaruh mayor
pasienmengenai bagaimana pada bagaimana pasien
orang terdekat menerima memandang dirinya sendiri
keterbatasan.
d. Nyeri konstan akan
melelahkan, dan perasaan
marah dan bermusuhan umum
terjadi
d. Akui dan terima perasaan
berduka, bermusuhan, e. Dapat menunjukkan
ketergantungan emosional ataupun metode
koping maladaptive,
membutuhkan intervensi lebih
lanjut
e. Perhatikan perilaku menarik
diri, penggunaan menyangkal f. Membantu pasien untuk
atau terlalu memperhatikan mempertahankan kontrol diri,
perubahan yang dapat meningkatkan
perasaan harga diri
Kriteria Hasil :
a. Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan
individual.
e. Mengidentifikasi masalah-
masalah yang mungkin
dihadapi karena tingkat
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kemampuan aktual
kesehatan di rumah sebelum
pemulangan dengan evaluasi
setelahnya.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
1. Nama : Ny. D
2. Umur : 80 tahun
4. Suku : Betawi
5. Agama : Islam
6. Pendidikan : SPR
9. Alamat : Depok
Ny. D mengatakan kaki kanannya merasa pegal, linu dan kesemutan. Hal itu dirasakan oleh
Ny. D sejak 6 bulan terakhir. Rasa kesemutan dan linu bertambah ketika Ny. D selesai mencuci
pakaian atau mencuci piring, serta terlalu lama melakukan aktivitas.
2. Nadi : 86 kali/menit
3. Suhu : 36.0 oC
4. Respirasi : 20 kali/menit
6. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Bentuk kepala tampak bulat, tidak ada lesi dan benjolan, rambut tampak beruban, rambut
lurus
Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil isokhor, mata kanan tampak sering
berair, pergerakan bola mata simetris
3. Sistem pernapasan
Bentuk thorax simetris, tidak tampak ada retraksi intercostal, vocal premitus merata di semua
lapang paru, perkusi terdengar resonance, auskultasi terdengar vesikular
4. Sistem kardiovaskuler
5. Sistem Gastrointestinal
Tampak tidak ada lesi dan tidak ada benjolan, bising usus terdengar 8x/menit, perkusi terdengar
tymphani.
6. Sistem urinaria
Ny. D BAK 5-6 kali sehari, tidak sakit saat BAK dan lancar.
7. Sistem muskulosceletal
Kedua kaki dan tangan Ny. D tampak sejajar dan sama besar dan panjang, tampak adanya
scoliosis. Kemampuan mengubah posisi baik, pergerakan kedua tangan dan kaik baik, kekuatan
otot baik, tetapi kaki kanan sering merasa linu dan kesemutan.
Tidak ada cedera kepala, tidak ada peningkatan TIK, tidak memiliki riwayat kejang
9. Sistem endokrin
Ny. D mengatakan pernah menikah 2 kali dan dikaruniai 2 anak tetapi sudah meninggal sejak
kecil.
Kulit tampak keriput, warna kulit sawo matang, tampak ada lesi, elastisitas kulit berkuang.
1. Psikososial
Ny. D mengatakan dapat bersosialisasi dengan penghuni panti yang lainnya. Status emosi Ny. D
stabil dan kooperatif saat diajak bicara, sikap klien terhadap penghuni panti lainnya baik.
2. Spiritual
Ny. D beragama Islam, dan mengatakan selalu menjalankan ibadah sholat lima waktu. Selain itu
juga mengikuti pengajian minggguan yang diadakan di panti.
B.ANALISA DATA
Kemungkinan
No. Data Senjang Masalah
Penyebab
Ny T mengatakan ê
± sudah dua tahun
merasa kesemutan Perubahan hormonal
dan linu pada ê
kakinya
Permukaan tulang dan
Ny T mengatakan sendi tidak lagi licin
rasa kesemutan
dan linu ê
bertambah jika
Tulang mengalami
terkena dingin dan
gesekan
berkurang setelah
minum obat. ê
DO: Nyeri
TD :130/90
mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36 C
Respirasi : 24
x/menit
Ny T tampak
memegangi
kakinya
2. DS: Proses menua Kurang
pengetahuan
Ny T mengatakan tidak ê tentang rematik
mengerti tentang penyakit
rematik, makanan Penurunan daya ingat
pantangan dan cara ê
pengobatan untuk rematik
Kurang terpapar
DO: informasi
Ny T tampak bertanya ê
tentang rematik, makanan
pantangan dan cara Kurang pengetahuan
pengobatan rematik tentang rematik
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut akibat proses inflamasi pada daerah kaki b.d kesemutan dan rasa ngilu pada
persendian
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
06 Mei 1 Membina S:
2010 hubungan saling
Ny D
percaya dengan
klien mengatakan
sudah ± satu
Mengkaji keluhan tahun merasa
yang dirasakan kesemutan dan
klien, catat faktor linu pada
yang mempercepat kakinya
dan tanda-tanda
Ny D
rasa sakit non
verbal. mengatakan
rasa kesemutan
Menganjurkan dan linu
klien untuk mandi bertambah jika
air hangat, terkena dingin
kompres sendi- dan berkurang
sendi yang sakit setelah minum
dengan kompres obat
hangat
O:
Mengajarkan
TD :130/80
teknik relaksasi
dan distraksi mmHg
Nadi : 86
Berkolaborasi
pemberian obat x/menit
sesuai indikasi Suhu : 36,0 C
yang diberikan
Respirasi : 20
s x/menit
Ny D tampak
memegangi
kakinya
Ny D tampak
mempraktekan
teknik relaksasi
dengan tarik
nafas dalam
A:
Masalah teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
Kaji
pengeahuan
klien tentang
penyakit
rematik
Berikan penkes
tentang penyakit
rematik
2.3.4 Implementasi
Implementasi adalah fase ketikan perawata menerapkan/ melaksanakan rencana tindakan yang
telah ditentukan dengan tujuan kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal (Nursalam, 2008).
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan
evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon
terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada
tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi
selama proses perawatan berlangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses, dan
kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil
(Hidayat, A.A.A, 2008)