Askep Rematik Pada Lansia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 35

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis hanturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan berkat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Asuhan keperawatan rematik pada lansia”.

Dalam penyelesaian makalah ini kami banyak mendapatkan masukan dari berbagai
pihak, terutama dosen pembimbing yang telah memberikan kesempatan pada kami untuk belajar
menulis karya tulis sederhana dan memberikan masukan demi perbaikan makalah ini sehingga
dapat menambah wawasan kami serta untuk teman-teman yang telah ikut membantu dalam
pembuatan makalah ini. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing atau pengajar mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II dan teman-teman yang
dengan caranya masing-masing turut serta memberi masukan guna memperkaya isi makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dalam susunan
maupun isinya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
perbaikan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa S1
Keperawatan khususnya.

Medan, 12 Oktober 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................................. 1
BAB 1 ....................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................................................... 4
1.2 Tujuan .................................................................................................................................................... 4
BAB 2 ....................................................................................................................................................... 5
KONSEP DASAR TEORI ........................................................................................................................ 5
2.1 KONSEP DASAR LANSIA .................................................................................................................. 5
2.1.1 Pengertian Lansia .................................................................................................................. 5
2.1.2 Karakteristik Lansia .............................................................................................................. 5
2.1.3 Klasifikasi Lansia .................................................................................................................. 5
2.1.4 Tipe Lansia............................................................................................................................ 6
2.1.5 Tugas Perkembangan Lansia................................................................................................. 7
2.2 KONSEP DASAR REUMATIK ........................................................................................................... 7
2.2.1 Pengertian ............................................................................................................................. 7
2.2.2 Etiologi .................................................................................................................................. 8
2.2.3 Jenis Reumatik ...................................................................................................................... 9
2.2.4 Manifestasi klinis ................................................................................................................ 11
2.2.5 Patofisiologi ........................................................................................................................ 12
2.2.7 Pemeriksaan penunjang....................................................................................................... 13
2.2.8 Penatalaksanaan .................................................................................................................. 13
2.2.9 Komplikasi ........................................................................................................................... 15
2.3 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA REMATOID ATRITIS ............................ 16
2.3.1 Pengkajian ........................................................................................................................... 16
2.3.2 Diagnosa keperawatan ........................................................................................................ 18
2.3.3 Intervensi keperawatan ....................................................................................................... 18
BAB 3 ..................................................................................................................................................... 25
TINJAUAN KASUS ............................................................................................................................... 25
A. PENGKAJIAN ................................................................................................................................... 25
B.ANALISA DATA ................................................................................................................................... 28
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN............................................................................................................ 29
D. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN..................................................................................... 29
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI .................................................................................................... 34
2.3.4 Implementasi ........................................................................................................................... 35
ASKEP REMATIK PADA LANSIA

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada muskulosketal sering dinamakan rematik.
Kondisi ini banyak terjadi pada lansia. Namun pada umumnya masyarakat belum mengerti
tentang pengertian, tanda gejala, penyebab serta penanganan rematik. Maka sudah menjadi tugas
kita untuk memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat.

Satuan acara pembelajaran ini disusun sebagai pedoman dalam memberikan pendidikan
kesehatan sehingga hasilnya ias seperti yang kita harapkan.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Intruksional Umum

Setelah dilakukan pendidikan kesehatan diharapkan pasien lansia dapat mengenal dan
mengetahui tentang rematik

2. Tujuan Intruksional Khusus

Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 kali pertemuan di harapkan pasien lansia dapat
:

• Menjelaskan tentang pengertian rematik

• Menjelaskan tanda dan gejala rematik

• Mengetahui penyebab rematik dan proses terjadinya rematik

• Menjelaskan tentang pencegahan rematik

• Menjelaskan perawatan dan pengobatan rematik


BAB 2

KONSEP DASAR TEORI

2.1 KONSEP DASAR LANSIA


2.1.1 Pengertian Lansia
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65-75 tahun (Potter,
2005). Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang
berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho,
2008).

Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus-
manerus, dan berkesinambungan (Depkes RI, 2001). Menurut Keliat (1999) dalam Maryam
(2008), Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan
dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun
(Maryam, 2008). Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan
kronologis tertentu (Stanley, 2006).

2.1.2 Karakteristik Lansia


Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan).

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga kondisi maladaptif.

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008).

2.1.3 Klasifikasi Lansia


Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.

1. Pralansia (prasenilis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.


3. Lansia Resiko Tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).

4. Lansia Potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan
barang/jasa (Depkes RI, 2003).

5. Lansia Tidak Potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang
lain (Depkes RI, 2003).

2.1.4 Tipe Lansia


Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-macam tipe usia lanjut.
Yang menonjol antara lain:

1. Tipe arif bijaksana

Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

2. Tipe mandiri

Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru, selektif dalam
mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan.

3. Tipe tidak puas

Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan, yang
menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan,
status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani
dan pengkritik.

4. Tipe pasrah

Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis (“habis
gelap datang terang”), mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.

5. Tipe bingung

Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal,
pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).
2.1.5 Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas
perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya.
Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :

1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.

2. Mempersiapkan diri untuk pensiun.

3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.

4. Mempersiapkan kehidupan baru.

5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai.

6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan (Maryam, 2008).

2.2 KONSEP DASAR REUMATIK


2.2.1 Pengertian
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif,
cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris (Rasjad
Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165).

Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada
sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).

Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun
resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo, 1999).

Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya
dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada
destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut (Susan Martin Tucker, 1998).

Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai membran sinovial
dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan
mobilitas, dan keletihan (Diane C. Baughman, 2000).

Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis
progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh (Arif Mansjour, 2001)
2.2.2 Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor resiko yang
diketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain;

1. Usia lebih dari 40 tahun

Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan adalah yang terkuat. Akan
tetapi perlu diingat bahwa osteoartritis bukan akibat penuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi
pada penuaan berbeda dengan eprubahan pada osteoartritis.

2. Jenis kelamin wanita lebih sering

Wanita lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan laki-laki lebih sering terkena
osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, dibawah 45 tahun,
frekuensi psteoartritis kurang lebih sama antara pada laki-laki dan wanita, tetapi diats usia 50
tahunh (setelah menopause) frekuensi osteoartritis lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal
ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.

3. Suku bangsa

Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masingn-masing suku bangsa. Hal ini mungkin
berkaitan dnegan perbedaan pola hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital
dan pertumbuhan tulang.

4. Genetik

Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama
kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko
relative 4 : 1 untuk menderita penyakit ini.

5. Kegemukan dan penyakit metabolik

Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya
osteoartritis, baik pada wanita maupun pria. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan
oateoartritis pada sendi yang menanggung beban berlebihan, tapi juga dnegan osteoartritis sendi
lain (tangan atau sternoklavikula). Olehkarena itu disamping faktor mekanis yang berperan
(karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolit) yang berpperan
pada timbulnya kaitan tersebut.

6. Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga

Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus berkaitan dengan
peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Olahraga yang sering menimbulkan cedera sendi yang
berkaitan dengan resiko osteoartritis yang lebih tinggi.
7. Kelainan pertumbuhan

Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan timbulnya oateoartritis paha
pada usia muda.

8. Kepadatan tulang

Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko timbulnya osteoartritis. Hal ini
mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tidak membantu mengurangi benturan
beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih
mudah robek.

2.2.3 Jenis Reumatik


Menurut Adelia, (2011) ada beberapa jenis reumatik yaitu:

1. Reumatik Sendi (Artikuler)

Reumatik yang menyerang sendi dikenal dengan nama reumatik sendi (reumatik artikuler).
Penyakit ini ada beberapa macam yang paling sering ditemukan yaitu:

2. Artritis Reumatoid

Merupakan penyakit autoimun dengan proses peradangan menahun yang tersebar diseluruh
tubuh, mencakup keterlibatan sendi dan berbagai organ di luar persendian.Peradangan kronis
dipersendian menyebabkan kerusakan struktur sendi yang terkena. Peradangan sendi biasanya
mengenai beberapa persendian sekaligus.Peradangan terjadi akibat proses sinovitis (radang
selaput sendi) serta pembentukan pannus yang mengakibatkan kerusakan pada rawan sendi dan
tulang di sekitarnya, terutama di persendian tangan dan kaki yang sifatnya simetris (terjadi pada
kedua sisi).Penyebab Artritis Rematoid belum diketahui dengan pasti. Ada yang mengatakan
karena mikoplasma, virus, dan sebagainya. Namun semuanya belum terbukti. Berbagai faktor
termasuk kecenderungan genetik, bisa mempengaruhi reaksi autoimun. Bahkan beberapa kasus
Artritis Rematoid telah ditemukan berhubungan dengan keadaan stres yang berat, seperti tiba-
tiba kehilangan suami atau istri, kehilangan satu¬-satunya anak yang disayangi, hancurnya
perusahaan yang dimiliknya dan sebagainya. Peradangan kronis membran sinovial mengalami
pembesaran (Hipertrofi) dan menebal sehingga terjadi hambatan aliran darah yang menyebabkan
kematian (nekrosis) sel dan respon peradanganpun berlanjut. Sinovial yang menebal kemudian
dilapisi oleh jaringan granular yang disebut panus. Panus dapat menyebar keseluruh sendi
sehingga semakin merangsang peradangan dan pembentukan jaringan parut. Proses ini secara
perlahan akan merusak sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas (kelainan bentuk).
3. Osteoatritis

Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang belum diketahui,
namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis, dan keluaran klinis yang sama.Proses
penyakitnya berawal dari masalah rawan sendi (kartilago), dan akhirnya mengenai seluruh
persendian termasuk tulang subkondrial, ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial, serta jaringan
ikat sekitar persendian (periartikular). Pada stadium lanjut, rawan sendi mengalami kerusakan
yang ditandai dengan adanya fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi.
Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor risiko yang diketahui
berhubungan dengan penyakit ini, yaitu : Usia lebih dari 40 tahun, Jenis kelamin wanita lebih
sering, Suku bangsa, genetik, kegemukan dan penyakit metabolik, cedera sendi, pekerjaan, dan
olah raga, kelainan pertumbuhan, kepadatan tulang, dan lain-lain.

4. Atritis Gout

Penyakit ini berhubungan dengan tingginya asam urat darah (hiperurisemia) . Reumatik gout
merupakan jenis penyakit yang pengobatannya mudah dan efektif. Namun bila diabaikan, gout
juga dapat menyebabkan kerusakan sendi. Penyakit ini timbul akibat kristal monosodium urat di
persendian meningkat. Timbunan kristal ini menimbulkan peradangan jaringan yang memicu
timbulnya reumatik gout akut. Pada penyakit gout primer, 99% penyebabnya belum
diketahui (idiopatik). Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetic dan faktor hormonal
yang menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi
asam urat atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh.
Penyakit gout sekunder disebabkan antara lain karena meningkatnya produksi asam urat karena
nutrisi, yaitu mengkonsumsi makanan dengan kadar purin yang tinggi. Purin adalah salah satu
senyawa basa organic yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk dalam
kelompok asam amino, unsur pembentuk protein. Produksi asam urat meningkat juga bisa karena
penyakit darah (penyakit sumsum tulang, polisitemia), obat-obatan (alkohol, obatobat kanker,
vitamin B12). Penyebab lainnya adalah obesitas (kegemukan), penyakit kulit (psoriasis), kadar
trigliserida yang tinggi. Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dengan baik biasanya
terdapat kadar benda-benda keton (hasil buangan metabolisme lemak) yang meninggi. Benda-
benda keton yang meninggi akan menyebabkan asam urat juga ikut meninggi.

5. Reumatik Jaringan Lunak (Non-Artikuler)

Merupakan golongan penyakit reumatik yang mengenai jaringan lunak di luar sendi (soft tissue
rheumatism) sehingga disebut juga reumatik luar sendi (ekstra artikuler rheumatism). Jenis –
jenis reumatik yang sering ditemukan yaitu:

a. Fibrosis

Merupakan peradangan di jaringan ikat terutama di batang tubuh dan anggota gerak. Fibrosis
lebih sering ditemukan oleh perempuan usia lanjut, penyebabnya adalah faktor kejiwaan.
b. Tendonitis dan tenosivitis

Tendonitis adalah peradangan pada tendon yang menimbulkan nyeri lokal di tempat
perlekatannya. Tenosivitis adalah peradangan pada sarung pembungkus tendon.

c. Entesopati

Adalah tempat di mana tendon dan ligamen melekat pada tulang. Entesis ini dapat mengalami
peradangan yang disebut entesopati. Kejadian ini bisa timbul akibat menggunakan lengannya
secara berlebihan, degenerasi, atau radang sendi.

d. Bursitis

Adalah peradangan bursa yang terjadi di tempat perlekatan tendon atau otot ke tulang.
Peradangan bursa juga bisa disebabkan oleh reumatik gout dan pseudogout.

e. Back Pain

Penyebabnya belum diketahui, tetapi berhubungan dengan proses degenerarif diskus


intervertebralis, bertambahnya usia dan pekerjaan fisik yang berat, atau sikap postur tubuh yang
salah sewaktu berjalan, berdiri maupun duduk. Penyebab lainnya bisa akibat proses peradangan
sendi, tumor, kelainan metabolik dan fraktur.

f. Nyeri pinggang

Kelainan ini merupakan keluhan umum karena semua orang pernah mengalaminya. Nyeri
terdapat kedaerah pinggang kebawah (lumbosakral dan sakroiliaka) Yang dapat menjalar ke
tungkai dan kaki.

g. Frozen shoulder syndrome

Ditandai dengan nyeri dan ngilu pada daerah persendian di pangkal lengan atas yang bisa
menjalar ke lengan atas bagian depan, lengan bawah dan belikat, terutama bila lengan diangkat
keatas atau digerakkan kesamping. Akibat pergerakan sendi bahu menjadi terbatas.

2.2.4 Manifestasi klinis


Gejala utama dari osteoartritis adalah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu
bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan. Mula-mula terasa kaku, kemudian timbul rasa
nyeri yang berkurang dnegan istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi,
krepitasi, pembesaran sendi dn perubahan gaya jalan. Lebih lanjut lagi terdapat pembesaran
sendi dan krepitasi.

Tanda-tanda peradangan pada sendi tidak menonjol dan timbul belakangan, mungkin
dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang
merata dan warna kemerahan, antara lain;
1. Nyeri sendi

Keluhan ini merupakan keluhan utama. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit
berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri
yang lebih dibandingkan gerakan yang lain.

2. Hambatan gerakan sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan
bertambahnya rasa nyeri.

3. Kaku pagi

Pada beberapa pasien, nyeri sendi yang timbul setelah immobilisasi, seperti duduk dari kursi,
atau setelah bangun dari tidur.

4. Krepitasi

Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.

5. Pembesaran sendi (deformitas)

Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (lutut atau tangan yang paling sering)
secara perlahan-lahan membesar.

6. Perubahan gaya berjalan

Hampir semua pasien osteoartritis pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang
menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman
yang besar untuk kemandirian pasien yang umumnya tua (lansia).

2.2.5 Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat
febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama
pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau
penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi
menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago
menjadi nekrosis.

Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan
kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau
tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen
jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang
sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.

Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya serangan dan
tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan
selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain. terutama yang mempunyai faktor rhematoid
(seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.

2.2.6 Pathway

2.2.7 Pemeriksaan penunjang


1. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi
sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi
formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang
terjadi secara bersamaan.

2. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium

3. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi


tulang pada sendi

4. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal:
buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi, produk-produk pembuangan
degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen (C3 dan C4).

5. Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.

6. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau atroskopi;
cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding
cairan sendi yang normal.

7. Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang
mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6
minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto
rontgen

2.2.8 Penatalaksanaan
1. Medikamentosa

Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat simtomatik. Obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya sebagai analgesik dan mengurangi peradangan,
tidak mampu menghentikan proses patologis
2. Istirahatkan sendi yang sakit, dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit.

3. Mandi dengan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri

4. Lingkungan yang aman untuk melindungi dari cedera

5. Dukungan psikososial

6. Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin, serta program latihan yang tepat

7. Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya keluhan

8. Kompres dengan es saat kaki bengkak dan kompres air hangat saat nyeri

9. Konsumsi makanan yang mengandung protein dan Vitamin

10. Diet rendah purin:

Tujuan pemberian diet ini adalah untuk mengurangi pembentukan asam urat dan menurunkan
berat badan, bila terlalu gemuk dan mempertahankannya dalam batas normal. Bahan makanan
yang boleh dan yang tidak boleh diberikan pada penderita osteoartritis:

Golongan Makanan yang boleh Makanan yang tidak


bahan diberikan boleh diberikan
makanan

Karbohidrat Semua –

Protein hewani Daging atau ayam, ikan Sardin, kerang, jantung,


tongkol, bandeng 50 hati, usus, limpa, paru-
gr/hari, telur, susu, keju paru, otak, ekstrak
daging/ kaldu, bebek,
angsa, burung.


Kacang-kacangan kering
Protein nabati 25 gr atau tahu, tempe,
oncom

Minyak dalam jumlah –


terbatas.

Lemak Semua sayuran


sekehendak kecuali: Asparagus, kacang
asparagus, kacang polong, kacang buncis,
kembang kol, bayam,
Sayuran polong, kacang buncis, jamur maksimum 50 gr
kembang kol, bayam, sehari
jamur maksimum 50 gr
sehari

Semua macam buah


-

Teh, kopi, minuman yang

mengandung soda Alkohol

Buah-buahan Semua macam bumbu


Ragi

Minuman

Bumbu, dll

2.2.9 Komplikasi
1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya prosesgranulasi di bawah
kulit yang disebut subcutan nodule.

2. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.

3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.

Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya
darah yang membeku.

4. Terjadi splenomegali.

Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar kemampuannya


untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam sirkulasi
menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat.
2.3 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA REMATOID
ATRITIS
2.3.1 Pengkajian
1. Biodata

Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung jawab.Data dasar pengkajian
pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata,
jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan
bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.

2. Riwayat Kesehatan

a. Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.

b. Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien mengetahui dan
merasakan adanya perubahan pada sendi.

3. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit,
ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.

b. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial

1) Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)

2) Catat bila ada krepitasi

3) Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan

4) Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral

c. Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang

d. Ukur kekuatan otot

e. Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya

f. Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari

4. Aktivitas/istirahat

Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan
pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.

Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise

Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.

5. Kardiovaskuler

Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian
kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).

6. Integritas ego

Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-
faktor hubungan.

Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan)

Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya ketergantungan pada orang
lain).

7. Makanan/ cairan

Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual,


anoreksia

Kesulitan untuk mengunyah

Tanda : Penurunan berat badan\

Kekeringan pada membran mukosa.

8. Hygiene

Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan

9. Neurosensori

Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.

Gejala : Pembengkakan sendi simetris

10. Nyeri/ kenyamanan

Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada
sendi).
11. Keamanan

Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan
dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.Demam ringan menetap Kekeringan pada
mata dan membran mukosa.

12. Interaksi social

Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.

13. Riwayat Psiko Sosial

Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pada pasien
yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karena ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan
pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan
pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.

2.3.2 Diagnosa keperawatan


1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.

2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal. Nyeri,


ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.

3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan


kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi,
ketidakseimbangan mobilitas

4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan


kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.

2.3.3 Intervensi keperawatan


1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.

Kriteria Hasil:

a. Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol,

b. Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai


kemampuan.

c. Mengikuti program farmakologis yang diresepkan,

d. Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol


nyeri.
Intervensi Rasional

a. Kaji nyeri, catat lokasi a. Membantu dalam


dan intensitas (skala 0-10). menentukan kebutuhan
Catat faktor-faktor manajemen nyeri dan
yangmempercepat dan tanda- keefektifan program
tanda rasa sakit non verbal

b. Berikan matras/ kasur


keras, bantal kecil,. Tinggikan
linen tempat tidur sesuai b. Matras yang lembut/
kebutuhan empuk, bantal yang besar akan
mencegah pemeliharaan
kesejajaran tubuh yang tepat,
menempatkan stress pada sendi
yang sakit. Peninggian linen
tempat tidur menurunkan
tekanan pada sendi yang
terinflamasi/nyeri

c. Mengistirahatkan sendi-
c. Tempatkan/ pantau sendi yang sakit dan
penggunaan bantal, karung mempertahankan posisi netral.
pasir, gulungan trokhanter, Penggunaan brace dapat
bebat, brace. menurunkan nyeri dan dapat
mengurangi kerusakan pada
sendi

d. Mencegah terjadinya
kelelahan umum dan kekakuan
sendi. Menstabilkan sendi,
d. Dorong untuk sering mengurangi gerakan/ rasa sakit
mengubah posisi,. Bantu untuk pada sendi
bergerak di tempat tidur,
sokong sendi yang sakit di atas
dan bawah, hindari gerakan
e. Panas meningkatkan
yang menyentak
relaksasi otot, dan mobilitas,
e. Anjurkan pasien untuk menurunkan rasa sakit dan
mandi air hangat atau mandi melepaskan kekakuan di pagi
pancuran pada waktu bangun hari. Sensitivitas pada panas
dan/atau pada waktu tidur. dapat dihilangkan dan luka
Sediakan waslap hangat untuk dermal dapat disembuhkan
mengompres sendi-sendi yang
sakit beberapa kali sehari.
Pantau suhu air kompres, air
mandi, dan sebagainya.

2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal

Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.

Kriteria Hasil :

a. Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.

b. Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi
bagian tubuh.

c. Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas

Intervensi Rasional

a. Evaluasi/ lanjutkan a. Tingkat aktivitas/ latihan


pemantauan tingkat inflamasi/ tergantung dari perkembangan/
rasa sakit pada sendi resolusi dari peoses inflamasi

b. Pertahankan istirahat tirah b. Istirahat sistemik


baring/ duduk jika diperlukan dianjurkan selama eksaserbasi
jadwal aktivitas untuk akut dan seluruh fase penyakit
memberikan periode istirahat yang penting untuk mencegah
yang terus menerus dan tidur kelelahan mempertahankan
malam hari yang tidak kekuatan
terganggu

c. Bantu dengan rentang


gerak aktif/pasif, demikiqan c. Mempertahankan/
juga latihan resistif dan meningkatkan fungsi sendi,
isometris jika memungkinkan kekuatan otot dan stamina
umum. Catatan : latihan tidak
adekuat menimbulkan kekakuan
sendi, karenanya aktivitas yang
berlebihan dapat merusak sendi

d. Menghilangkan tekanan
pada jaringan dan meningkatkan
sirkulasi. Memepermudah
d. Ubah posisi dengan sering perawatan diri dan kemandirian
dengan jumlah personel cukup. pasien. Tehnik pemindahan
Demonstrasikan/ bantu tehnik yang tepat dapat mencegah
pemindahan dan penggunaan robekan abrasi kulit
bantuan mobilitas,
e. Meningkatkan stabilitas
(mengurangi resiko cidera) dan
memerptahankan posisi sendi
yang diperlukan dan kesejajaran
e. Posisikan dengan bantal, tubuh, mengurangi kontraktor
kantung pasir, gulungan
trokanter, bebat, brace

3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan


kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi,
ketidakseimbangan mobilitas.

Kriteria Hasil :

a. Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi


penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.

b. Menyusun rencana realistis untuk masa depan.

Intervensi Rasional

a. Dorong pengungkapan a. Berikan kesempatan


mengenai masalah tentang untuk mengidentifikasi rasa
proses penyakit, harapan masa takut/ kesalahan konsep dan
depan menghadapinya secara
langsung

b. Mengidentifikasi
b. Diskusikan arti dari bagaimana penyakit
kehilangan/ perubahan pada mempengaruhi persepsi diri
pasien/orang terdekat. dan interaksi dengan orang
Memastikan bagaimana lain akan menentukan
pandangaqn pribadi pasien kebutuhan terhadap intervensi/
dalam memfungsikan gaya konseling lebih lanjut
hidup sehari-hari, termasuk
aspek-aspek seksual. c. Isyarat verbal/non verbal
orang terdekat dapat
c. Diskusikan persepsi mempunyai pengaruh mayor
pasienmengenai bagaimana pada bagaimana pasien
orang terdekat menerima memandang dirinya sendiri
keterbatasan.
d. Nyeri konstan akan
melelahkan, dan perasaan
marah dan bermusuhan umum
terjadi
d. Akui dan terima perasaan
berduka, bermusuhan, e. Dapat menunjukkan
ketergantungan emosional ataupun metode
koping maladaptive,
membutuhkan intervensi lebih
lanjut
e. Perhatikan perilaku menarik
diri, penggunaan menyangkal f. Membantu pasien untuk
atau terlalu memperhatikan mempertahankan kontrol diri,
perubahan yang dapat meningkatkan
perasaan harga diri

f. Susun batasan pada perilaku


mal adaptif. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi perilaku positif
yang dapat membantu koping.

4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan


kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.

Kriteria Hasil :

a. Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan
individual.

b. Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan


diri.

c. Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan


perawatan diri.
Intervensi Rasional

a. Diskusikan tingkat fungsi a. Mungkin dapat


umum (0-4) sebelum timbul melanjutkan aktivitas umum
awitan/ eksaserbasi penyakit dan dengan melakukan adaptasi
potensial perubahan yang yang diperlukan pada
sekarang diantisipasi keterbatasan saat ini

b. Pertahankan mobilitas, b. Mendukung kemandirian


kontrol terhadap nyeri dan fisik/emosional
program latihan

c. Kaji hambatan terhadap


partisipasi dalam perawatan diri. c. Menyiapkan untuk
Identifikasi /rencana untuk meningkatkan kemandirian,
modifikasi lingkungan yang akan meningkatkan harga
diri
d. Kolaborasi: Konsul dengan
ahli terapi okupasi. d. Berguna untuk
menentukan alat bantu untuk
memenuhi kebutuhan
individual. Mis; memasang
kancing, menggunakan alat
bantu memakai sepatu,
menggantungkan pegangan
untuk mandi pancuran

e. Mengidentifikasi masalah-
masalah yang mungkin
dihadapi karena tingkat
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kemampuan aktual
kesehatan di rumah sebelum
pemulangan dengan evaluasi
setelahnya.
BAB 3

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY. D

DENGAN REUMATIK DI SUB UNIT PERLINDUNGAN SOSIAL

TRESNA WERDHA SUKMA RAHARJA

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien

1. Nama : Ny. D

2. Umur : 80 tahun

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Suku : Betawi

5. Agama : Islam

6. Pendidikan : SPR

7. Status Perkawinan : Menikah (Janda)

8. Tanggal Pengkajian : 06 Mei 2010

9. Alamat : Depok

2. Status Kesehatan Saat ini

Ny. D mengatakan kaki kanannya merasa pegal, linu dan kesemutan. Hal itu dirasakan oleh
Ny. D sejak 6 bulan terakhir. Rasa kesemutan dan linu bertambah ketika Ny. D selesai mencuci
pakaian atau mencuci piring, serta terlalu lama melakukan aktivitas.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu

Ny. D mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit apapun.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ny. D mengatakan suaminya tidak memilki riwayat penyakit apapun.


5. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital

1. Tekanan darah : 130/80 mmHg

2. Nadi : 86 kali/menit

3. Suhu : 36.0 oC

4. Respirasi : 20 kali/menit

5. Berat badan : 50kg

6. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum

Keadaan Ny. D tampak sehat dan tampak memegangi kaki kanannya.

2. Kepala, wajah, mata, leher

 Bentuk kepala tampak bulat, tidak ada lesi dan benjolan, rambut tampak beruban, rambut
lurus

 Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil isokhor, mata kanan tampak sering
berair, pergerakan bola mata simetris

 Tidak teraba ada pembesaran kelenjar getah bening

 Hidung tampak simetris, tidak tampak ada cairan berlebih

3. Sistem pernapasan

Bentuk thorax simetris, tidak tampak ada retraksi intercostal, vocal premitus merata di semua
lapang paru, perkusi terdengar resonance, auskultasi terdengar vesikular

4. Sistem kardiovaskuler

Perkusi jantung terdengar pekak, irama jantung terdengar regular.

5. Sistem Gastrointestinal

Tampak tidak ada lesi dan tidak ada benjolan, bising usus terdengar 8x/menit, perkusi terdengar
tymphani.

6. Sistem urinaria

Ny. D BAK 5-6 kali sehari, tidak sakit saat BAK dan lancar.
7. Sistem muskulosceletal

Kedua kaki dan tangan Ny. D tampak sejajar dan sama besar dan panjang, tampak adanya
scoliosis. Kemampuan mengubah posisi baik, pergerakan kedua tangan dan kaik baik, kekuatan
otot baik, tetapi kaki kanan sering merasa linu dan kesemutan.

8. Sistem syaraf pusat

Tidak ada cedera kepala, tidak ada peningkatan TIK, tidak memiliki riwayat kejang

9. Sistem endokrin

Ny. D mengatakan tidak mempunyai penyakit gula dan gondok.

10. Sistem reproduksi

Ny. D mengatakan pernah menikah 2 kali dan dikaruniai 2 anak tetapi sudah meninggal sejak
kecil.

11. Sistem integument

Kulit tampak keriput, warna kulit sawo matang, tampak ada lesi, elastisitas kulit berkuang.

12. Sistem hemopoetik

7. Pengkajian Psikososial & Spiritual

1. Psikososial

Ny. D mengatakan dapat bersosialisasi dengan penghuni panti yang lainnya. Status emosi Ny. D
stabil dan kooperatif saat diajak bicara, sikap klien terhadap penghuni panti lainnya baik.

2. Spiritual

Ny. D beragama Islam, dan mengatakan selalu menjalankan ibadah sholat lima waktu. Selain itu
juga mengikuti pengajian minggguan yang diadakan di panti.
B.ANALISA DATA
Kemungkinan
No. Data Senjang Masalah
Penyebab

1. DS: Proses menua Nyeri

 Ny T mengatakan ê
± sudah dua tahun
merasa kesemutan Perubahan hormonal
dan linu pada ê
kakinya
Permukaan tulang dan
 Ny T mengatakan sendi tidak lagi licin
rasa kesemutan
dan linu ê
bertambah jika
Tulang mengalami
terkena dingin dan
gesekan
berkurang setelah
minum obat. ê
DO: Nyeri
 TD :130/90
mmHg

 Nadi : 80 x/menit

 Suhu : 36 C

 Respirasi : 24
x/menit

 Ny T tampak
memegangi
kakinya
2. DS: Proses menua Kurang
pengetahuan
Ny T mengatakan tidak ê tentang rematik
mengerti tentang penyakit
rematik, makanan Penurunan daya ingat
pantangan dan cara ê
pengobatan untuk rematik
Kurang terpapar
DO: informasi
Ny T tampak bertanya ê
tentang rematik, makanan
pantangan dan cara Kurang pengetahuan
pengobatan rematik tentang rematik

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut akibat proses inflamasi pada daerah kaki b.d kesemutan dan rasa ngilu pada
persendian

2. Kurang pengetahuan tentang rematik berhubungan dengan keterbatasan kognitif

D. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN


No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Nyeri akut Setelah dilakukan askep Manajemen nyeri :
b/d agen ….. jam tingkat Kaji tingkat nyeri secara komprehensif
injuri fisik kenyamanan klien termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
meningkat dg KH: frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
 klien melaporkan nyeri Observasi reaksi nonverbal dari
berkurang ketidaknyamanan.
 Ekspresi wajah tenang / Gunakan teknik komunikasi terapeutik
rileks untuk mengetahui pengalaman nyeri
 Klien bisa istirahat dan klien sebelumnya.
tidur  Kontrol faktor lingkungan yang
 V/S dbn (TD 120/80 mempengaruhi nyeri seperti suhu
mmHg, N: 60-100 ruangan, pencahayaan, kebisingan.
x/mnt, RR: 16- Kurangi faktor presipitasi nyeri.
20x/mnt).  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis)..
 Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri..
 Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
 Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
 Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.
 Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.
 Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
 Cek riwayat alergi..
 Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
 Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
 Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
 Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.

2 Risiko Setelah dilakukan askep Konrol infeksi


infeksi b/d …. jam tidak terdapat
imunitas faktor risiko infeksi Bersihkan lingkungan setelah dipakai
tubuh dengan KH: pasien lain.
primer  Tdk ada tanda infeksi  Batasi pengunjung bila perlu.
menurun,  V/S dbn  Intruksikan kepada keluarga untuk
prosedur  AL normal (4-11.000), mencuci tangan saat kontak dan
invasive sesudahnya.
 Gunakan sabun anti miroba untuk
mencuci tangan.
 Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
 Gunakan baju dan sarung tangan sebagai
alat pelindung.
 Pertahankan lingkungan yang aseptik
selama pemasangan alat.
 Lakukan perawatan luka dan dresing
infus setiap hari.
 Tingkatkan intake nutrisi. Dan cairan
 berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi


 Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
 Monitor hitung granulosit dan WBC.
 Monitor kerentanan terhadap infeksi..
 Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
 Pertahankan teknik isolasi bila perlu.
 Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase.
 Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
 Ambil kultur jika perlu
 Dorong masukan nutrisi dan cairan yang
adekuat.
 Dorong istirahat yang cukup.
 Monitor perubahan tingkat energi.
 Dorong peningkatan mobilitas dan
latihan.
 Instruksikan klien untuk minum
antibiotik sesuai program.
 Ajarkan keluarga/klien tentang tanda
dan gejala infeksi.
 Laporkan kecurigaan infeksi.
 Laporkan jika kultur positif.

3 Kurang Setelah dilakukan askep Teaching : Dissease Process


pengetahuan ..... jam, pengetahuan  Kaji tingkat pengetahuan klien dan
tentang klien meningkat. Dg keluarga tentang proses penyakit
penyakit, KH:  Jelaskan tentang patofisiologi penyakit,
dan  Klien / keluarga tanda dan gejala serta penyebab yang
perawatan mampu menjelaskan mungkin
nya b/d kembali apa yang telah Sediakan informasi tentang kondisi
kurang dijelaskan klien
familier  Klien / keluarga Siapkan keluarga atau orang-orang yang
terhadap kooperative saat berarti dengan informasi tentang
informasi, dilakkan tindakan perkembangan klien
terbatasnya  Sediakan informasi tentang diagnosa
kognitif klien
 Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang
dan atau kontrol proses penyakit
 Diskusikan tentang pilihan tentang
terapi atau pengobatan
 Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
 Dorong klien untuk menggali pilihan-
pilihan atau memperoleh alternatif
pilihan
 Gambarkan komplikasi yang mungkin
terjadi
 Anjurkan klien untuk mencegah efek
samping dari penyakit
 Gali sumber-sumber atau dukungan
yang ada
 Anjurkan klien untuk melaporkan tanda
dan gejala yang muncul pada petugas
kesehatan
 kolaborasi dg tim yang lain.
4 Defisit self Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri
care b/d asuhan keperawatan …. Monitor kemampuan pasien terhadap
kelemahan, jam klien mampu perawatan diri
penyakitnya Perawatan diri  Monitor kebutuhan akan personal
Self care :Activity Daly hygiene, berpakaian, toileting dan makan
Living (ADL) dengan Beri bantuan sampai klien mempunyai
indicator : kemapuan untuk merawat diri
 Pasien dapat melakukan Bantu klien dalam memenuhi
aktivitas sehari-hari kebutuhannya.
(makan, berpakaian, Anjurkan klien untuk melakukan
kebersihan, toileting, aktivitas sehari-hari sesuai
ambulasi) kemampuannya
 Kebersihan diri pasien Pertahankan aktivitas perawatan diri
terpenuhi secara rutin
 Evaluasi kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
 Berikan reinforcement atas usaha yang
dilakukan dalam melakukan perawatan
diri sehari hari.
5 Kerusakan Setelah dilakukan Terapi ambulasi
mobilitas asuhan keperawatan …. Konsultasi dengan terapi untuk
fisik jam klien mampu perencanaan ambulasi
penurunan  Ambulasi :  Latih pasien ROM pasif aktif sesuai
rentang  Tingkat mobilisasi kemampuan
gerak,  Perawtan diri  Ajarkan pasien berpindah tempat
keterbatasan Dg KH:  Monitor kemampuan ambulasi pasien
ketahanan  Peningkatan aktivitas
fisik, fisik Pendidikan kesehatan
kelemahan  Jelaskan pada pasien pentingnya
otot ambulasi dini
 Jelaskan pada pasien tahap ambulasi
 Jelaskan pada pasien manfaat ambulasi
dini
6 PK: Hipo Setelah dilakukan askep monitor keadaan umum klien.
albumin …. jam perawat akan pantau manifestasi penurunan albumin
menangani atau berikan diet TKTP
mengurangi komplikasi Kolaborasi pemberian plasbumin infuse.
hipoalbumin dank lien berikan motivasi untuk masukan nutrisi
mengalami peningkatan yang bergizi tinggi dan masukan cairan
kadar albumin ditandai yang cukup.
dengan :  monitor v/s
 Albumin serum > 3,5
g/dl
 Tidak terbentuk edem
pada facial,
 Tidak terjadi
hipovolumia
8 Gangguan Setelah dilakukan askep Peningkatan Body Image
citra tubuh …. jam klien Diskusikan dengan klien tentang
b/d mengalami peningkatan perubahan dirinya
perubahan body image dan Bantu klien dalam memutuskan tingkat
fisik menyesuaikan diri actual perubahan dalam tubuh atau level
dengan perubahan fungsi tubuh
kehidupan klien dengan monitor frekuensi pernyataan klien
criteria :  berikan dukungan dan suport mental
 Mau menerima serta spiritual.
penampilannya  Libatkan keluarga untuk memberikan
 Percaya diri dukungan sacara mental dan spiritual
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tanggal No. Implementasi Evaluasi Paraf

06 Mei 1  Membina S:
2010 hubungan saling
 Ny D
percaya dengan
klien mengatakan
sudah ± satu
 Mengkaji keluhan tahun merasa
yang dirasakan kesemutan dan
klien, catat faktor linu pada
yang mempercepat kakinya
dan tanda-tanda
 Ny D
rasa sakit non
verbal. mengatakan
rasa kesemutan
 Menganjurkan dan linu
klien untuk mandi bertambah jika
air hangat, terkena dingin
kompres sendi- dan berkurang
sendi yang sakit setelah minum
dengan kompres obat
hangat
O:
 Mengajarkan
 TD :130/80
teknik relaksasi
dan distraksi mmHg

 Nadi : 86
 Berkolaborasi
pemberian obat x/menit
sesuai indikasi  Suhu : 36,0 C
yang diberikan
 Respirasi : 20
s x/menit

 Ny D tampak
memegangi
kakinya

 Ny D tampak
mempraktekan
teknik relaksasi
dengan tarik
nafas dalam

A:

Masalah teratasi

P:

Lanjutkan intervensi

 Kaji
pengeahuan
klien tentang
penyakit
rematik

 Berikan penkes
tentang penyakit
rematik

2.3.4 Implementasi
Implementasi adalah fase ketikan perawata menerapkan/ melaksanakan rencana tindakan yang
telah ditentukan dengan tujuan kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal (Nursalam, 2008).

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan
evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon
terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada
tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi
selama proses perawatan berlangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses, dan
kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil
(Hidayat, A.A.A, 2008)

Anda mungkin juga menyukai