Lapak TR Ranitidin
Lapak TR Ranitidin
Tujuan
1. Mahasiswa dapat melakukan uji disolusi dengan menggunakan alat uji disolusi 2. Praktikan dapat mengetahui laju disolusi obat ranitidin di dalam pelarut aquadest yang dianalogkan dengan cairan tubuh dan dapat melakukan penetapan kadar persen disolusi dalam tubuh.
II.
Prinsip
1. Uji Disolusi Disolusi adalah proses pelepasan senyawa obat dari sediaan dan melarut dalam media pelarut, sedangkan laju disolusi adalah jumlah zat aktif yang dapat larut dalam waktu tertentu pada kondsisi antar permukaan cair-padat, suhu dan komposisi media yang dibakukan. Tahap disolusi meliputi proses pelarutan obat pada permukaan partikel padat yang membentuk larutan jenuh di sekeliling partikel yang dikenal sebagai lapisan diam (stagnant layer). Kemudian obat yang terlarut dalam lapisan diam ini berdifusi ke dalam pelarut dari daerah konsentrasi obat yang tinggi ke daerah konsentrasi obat yang rendah
III.
Teori Dasar
Nama Kimia
N-{2-{{{5-{(dimetilamino)metil}-2furanin}metil}-2metil} tio}etil}-N-metil-2-1,1-Etenadiamina,
furanin} Kandungan
hidroklorida. :Tidak kurang dari 97,5% dan tidak lebih dari 102,0% C13H22N4O3S.HCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian Kelarutan Titik lebur Baku pembanding : Serbuk hablur, putih sampai kuning pucat, praktis tidak berbau, peka terhadap cahaya dan kelembaban. : Sangat mudah larut dalam air, cukup larut dalam etanol dan sukar larut dalam kloroform. : Melebur pada suhu lebih kurang 140, disertai peruraian. : Ranitidin Hidroklorida BPFI, lakukan pengeringan dalam hampa udara pada suhu 60C selama 3 jam. (Depkes, 1979) Ranitidin Hidroklorida merupakan antagonis reseptor histamin H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian ranitidin HCl sekresi asam lambung akan dihambat. Obat ini digunakan secara luas untuk tukak duodenum, tukak lambung, zollinger-Ellison syndrome, gangguan refluks lambung-esofagus, dan erosi esophagus (Sugiyartono, 2012). Ranitidin HCl dapat menghambat sekresi asam lambung sampai 5 jam oleh karena waktu paruh yang pendek yaitu 2,5- 3 jam. Untuk memperpanjang efek, perlu dikembangkan sediaan lepas lambat yang dapat bertahan pada lambung dalam waktu yang lama, mengingat bahwa ranitidin HCl hanya di absorpsi pada bagian awal dari usus halus, dan juga untuk mencegah metabolisme ranitidin HCl di kolon (Sugiyartono, 2012). Disolusi Disolusi adalah proses suatu zat padat masuk kedalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses zat padat
melarut. Proses ini dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan pelarut (Syukri, 2002). Disolusi menjadi salah satu kontrol kualitas yang dapat digunakan untuk memprediksi bioavailabilitas, dan dalam beberapa kasus dapat sebagai pengganti uji klinik untuk menilai bioekivalen (bioequivalence). Hubungan kecepatan disolusi in vitro dan bioavailabilitasnya dirumuskan dalam bentuk IVIVC (in vitro in vivo corelation). Kinetika uji disolusi in vitro memberi informasi yang sangat penting untuk meramalkan availabilitas obat dan efek terapeutiknya secara in vivo (Sulaiman, 2007). Pengujian kehancuran yang dicantumkan dalam seluruh farmakope menggambarkan kriteria kualitas yang penting untuk peroralia (tablet, tablet salut, granulat, kapsul) meskipun demikian persyaratannya dalam pandangan terhadap ketersediaan terbatas. Suatu kehancuran total memang menawarkan persyaratan yang lebih baik untuk pelepasan, meskipun demikian bahan pembantu dapat membungkus bahan obat sedemikian rupa, sehingga melarutnya keluar dari produk hancuran sangat terhambat. Oleh karena kecepatan pelarutan dari bahan aktif sering kali menggambarkan langkah penentu kecepatan untuk jalannya resorpsi, maka tes pelarutan (dissolution-test) lebih nyata (Ansel et al, 1999; Voigt, 1994). Disolusi-test sudah dapat dilakukan dengan alat kehancuran otomatis yang biasa, akan tetapi yang diamati bukan kehancuran dari Formling, melainkan jumlah bahan obat dalam interval waktu tertentu, yang larut dari seluruh sediaan obat atau hancuran sediaan obat dalam cairan penguji (cairan pencernaan buatan), diinterpretasikan secara analitis (Voigt, 1994). Dalam penentuan kecepatan disolusi dari bentuk sediaan padat terlibat berbagai macam proses disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi
3
kedalam sediaan, proses pengembangan, proses disintegrasi dan deagragasi sediaan merupakan faktor yang mempengaruhi karakteristik disolusi obat sediaan (Syukri, 2002). Laju absorpsi dari obat-obat bersifat asam yang diabsorpsi dengan mudah dalam saluran pencernaan sering ditetapkan dengan laju larut obat dari tablet. Bila yang menjadi tujuan adalah untuk memperoleh kadar yang tinggi di dalam darah, maka cepatnya obat dan tablet melarut biasanya menjadi sangat menentukan. Laju larut dapat berhubungan langsung dengan efikasi (kemanjuran) dari tablet dan perbedaan bioavailabilitas dari berbagai formula (Lachman et al., 1994). Alat yang digunakan pada Uji Disolusi Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian didalam suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 370 0.50 selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Penggunaan alat yang memungkinkan pengamatan contoh dan pengadukan selama pengujian berlangsung. Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm dan kapasitas nominal 1000ml (Lachman et al., 1994). Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan dapat digunakan suatu penutup yang pas. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertical wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan
putaran yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam masing masing monografi dalam batas lebih kurang 4%
Uji disolusi ( Leon Lachman edisi III jilid 2 hal 659 662 ) didasarkan pada kenyataan bahwa tablet itu pecah menjadi partikel partikel kecil. Sehingga daerah permukaan media pelarut menjadi lebih luas dan akan berhubungan dengan tersedianya obat di dalam cairan tubuh. Namun sebenarnya uji hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur dibawah kondisi yang ditetapkan dan lewatnya seluruh partikel melalui saringan berukuran mesh 10. Uji ini tidak memberi jaminan bahwa partikel partikel ini akan melepas bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Itulah sebabnya uji
disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet (Lachman et al., 1994).
IV.
Corong
Kuvet
Labu ukur
Pipet Piston
Spektrofotometer UV-Vis
Vial
V.
Prosedur
Prosedur uji disolusi tablet ranitidin menggunakan media disolusi berupa
aquadest sebanyak 900 ml dengan alat tipe 2 (berbentuk dayung), kecepatan putaran 50 rpm, selama 45 menit. Pertama dilakukan pembuatan kurva baku ranitidin. Ranitidin baku ditimbang sebanyak 50 mg lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan aquadest ke dalam labu hingga batas volume labu ukur, labu dikocok agar ranitidin baku larut homogen. Larutan stok baku selanjutnya dilakukan pengenceran dengan 5 konsentrasi berbeda kemudian masing-masing larutan hasil pengenceran diukur absorbansinya pada alat spektrofotometri dengan 314 nm. Nilai absorbansi yang diukur harus berada pada rentang 0,2-0,8. Dari nilai absorbansi tiap larutan hasil pengenceran dapat dibuat kurva baku dengan persamaan garis y=ax+b. Uji disolusi tablet ranitidin dilakukan dengan menyiapakan tiga buah tablet ranitidin, masing-masing tablet mengandung 150 mg zat aktif. Tiap tablet dimasukkan kedalam tiap tabung yang telah diisi larutan aquadest 900 ml pada alat disolusi, suhu diatur pada 370 C dan kecepatan putaran 50 rpm. Setelah alat dinyalakan selang 10 menit larutan dalam tabung yang berisi tablet ranitidin diambil 5 ml, lalu ke dalam tabung tersebut diisikan kembali dengan 5 ml aquadest yang baru. Kemudian untuk selanjutnya diambil 5 ml pada menit ke 20 menit, 30 menit, 40 menit dan 45 menit. Setiap kali larutan didalam tabung diambil 5 ml maka ke dalam tabung tersebut dimasukkan kembali aquadest 5 ml agar volume didalam tabung tetap 900 ml. Dari larutan disolusi yang telah diambil 5 ml tersebut semuanya masukkan ke vial beri tanda untuk selang waktu menitnya dan ada 15 cuplikan dengan selang waktu yang berbeda yaitu: 10, 20, 30, 40, 45. Diamkan beberapa menit agar pengotor lainnya mengendap. Setelah
8
didiamkan larutan tersebut dimasukkan kedalam kuvet dengan mengambil bagian atasnya supaya pengotor tidak ikut kedalamnya, kemudian ukur absorbansinya pada spektrofotometri dengan 314 nm. Hasil ukur absorbansi harus pada rentang 0,2-0,8 jika kurang ataupun lebih dari rentang yang telah ditentukan maka dilakukan pengenceran terhadap larutan uji disolusi tersebut.
VI.
Pengukuran absorbansi larutan baku Konsentrasi (ppm) 30 35 40 45 50 Absorbansi (A) 0,283 0,3277 0,3734 0,4251 0,4865
Pengukuran absorbansi larutan saampel Tablet I t 10 t 20 t 30 t 40 t 45 Tablet II t 10 t 20 t 30 t 40 t 45 Tablet III Absorbansi (A) 0,2086 0,6387 0,6223 0,7026 0,2609 Absorbansi (A) 0,5268 0,3921 0,3908 0,3954 0,3858 Absorbansi (A)
10
t 10 t 20 t 30 t 40 t 45
Perhitungan konsentrasi X dari persamaan y=ax+b Y= 0,010x-0,024 Tablet I t 10 Konsentrasi x (ppm) y = 0,010x-0,024 0,2086 = 0,010x-0,024 x = 23,26
t 20
t 30
t 40
y = 0,010x-0,024
11
t 45
Tablet II t 10
t 20
t 30
t 40
12
x = 41,94
t 45
Tablet III t 10
t 20
t 30
t 40
13
t 45
= 13,956% t 20
x100%
= 39,762% t 30
x100%
t 40
= 38,776%
x100% t 45 = 43,596%
14
x100%
= 17,094%
Tablet II t 10
% disolusi x100%
= 33,048% t 20
x100%
= 24,968% t 30
x100%
t 40
= 24,888%
x100%
t 45
= 25,164%
15
x100%
= 24,588%
Tablet III t 10
% disolusi x100%
= 21,948%
t 20 x100%
= 24,546% t 30
x100%
= 24,018% t 40
x100%
t 45
= 24,114%
16
x100%
= 47,586%
Data pengamatan tablet ranitidin Tablet I t 10 t 20 t 30 t 40 t 45 Konsentrasi (ppm) 23,26 66,37 64,63 72,66 28,49 % disolusi 13,956% 39,762% 38,778% 43,596% 17,094%
Tablet II t 10 t 20 t 30 t 40 t 45
Tablet III t 10
% disolusi 21,948%
17
VII.
Pembahasan
VIII. Kesimpulan
1. Uji disolusi dengan menggunakan alat uji disolusi dilakukan dengan kecepatan 50 rpm dalam waktu 45 menit interval 10, 20, 30, 40, dan 45 menit. 2. Laju disolusi obat ranitidin di dalam pelarut aquadest mempunyai %disolusi rata-rata 25,44%
DAFTAR PUSTAKA
18
Ansel, H. C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Universitas Indonesia Press.Jakarta Departemen Kesehatan RI.,1979., Farmakope Indonesia., edisi 3., Departemen Kesehatan. Jakarta Lachman, Leo, Lieberman, H.A., Kanig, J.L.(1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi ke 3. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia Press. Sugiyartono, dkk. 2012. Pengaruh Penambahan Manitol Terhadap Pelepasan Ranitidine HCl dari Tablet Floating dengan HPMC K100M sebagai Matriks. Tersedia di http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/Sugiyartono %20et%20al,%20PS1142012.pdf [diakses 25 April 2013] Sulaiman, T. N. S., 2007, Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet, Laboratorium Teknologi Farmasi . Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Syukri, Y. (2002). Biofarmasetika. Yogyakarta :Penerbit UII Press.Halaman : 25. Voight, R (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. edisi V.Revisi. Gajah Mada University Press.Yogyakarta. Halaman : 349 354
SEDIAAN SOLIDA
19
20