Referat Umn
Referat Umn
Referat Umn
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul Upper Motor Neuron (UMN) . Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas penulis selama mengikuti Kepanitraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Saraf di Rumah Sakit Bhakti Yudha. Periode 17 Desember 2012- 19 Januari 2013. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Hardhi Pranata, SpS, selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada konsulen lain, dr. Dini Adriani, SpS dan dr. Al Rasyid, SpS, juga kepada pihak-pihak lain yang turut membantu dalam menyelesaikan referat ini. Penulis sangat menyadari bahwa pengumpulan data-data dan penyusunan referat ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun terhadap referat ini, penulis akan menerima dengan tangan terbuka. Akhirnya, penulis berharap semoga referat ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Penulis
Page 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.1 DAFTAR ISI2 BAB I. PENDAHULUAN..3 I.1. Latar Belakang...3 BAB II. PEMBAHASAN..4 II. 1.Definisi.4 II. 2. Anatomi dan Fisiologi4 II. 3. Macam-macam Penyakit.6 II. 3. 1. Trauma Capitis6 II. 3. 2. Koma.26 II. 3. 3. Epilepsi.40 BAB III. PENUTUP.54 III. 1. Kesimpulan.54 DAFTAR PUSTTAKA..56
Page 2
Page 3
Page 4
Sedangkan UMN bagian Internal tetap berjalan pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini tiba di medula spinalis. Di segmen medula spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron LMN. Berkas tersebut akan menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motorik otot rangka akan menyilang, sehingga kerusakan UMN diatas batang otak akan menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot sisi yang berlawanan. Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah sebagai pusat refleks. Fungsi tersebut diselenggarakan oleh substansia grisea medula spinalis. Refleks adalah jawaban individu terhadap rangsang, melindungi tubuh terhadap pelbagai perubahan yang terjadi baik dilingkungan internal maupun di lingkungan eksternal. Kegiatan refleks terjadi melalui suatu jalur tertentu yang disebut lengkung refleks.1 Fungsi medula spinalis 1. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu dikornu motorik atau kornu ventralis. 2. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks tungkai 3. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum 4. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.
Lengkung refleks Reseptor: penerima rangsang Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat (ke pusat refleks)
Wilda Ardiani - 112012042 Page 5
Page 6
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose connective
Gambar 3. Tulang tengkorak Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.
c.
Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
Page 7
1. Duramater Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media). 2. Selaput Arakhnoid Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara piamater sebelah dalam dan duramater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini
Page 8
II.3.1.3 Mekanisme dan Patofisiologi Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus. Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat benturan yang disebut coup atau ditempat yang berseberangan dengan benturan (countre coup). Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat menyebabkan herniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan otak tersebut dapat mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian meninggal. Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi karena berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok. Karena itu, pada cedera kepala harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak terganggu sehingga oksigenisasi cukup.
Wilda Ardiani - 112012042 Page 9
2.4. Gambaran Klinis Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui sistem GCS, yakni metode EMV (Eyes, Verbal, Movement). 1. Kemampuan membuka kelopak mata (E)
Gambar 5. Tes membuka mata (eye) 2. Secara spontan Atas perintah Rangsangan nyeri Tidak bereaksi 4 3 2 1
Page 10
3.
Gambar 5. Kemampuan motorik Kemampuan menurut perintah Reaksi setempat Menghindar Fleksi abnormal Ekstensi Tidak bereaksi 6 5 4 3 2 1
Page 11
Page 13
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii. Komplikasi : Gangguan pendengaran Parese N.VII perifer Meningitis purulenta akibat robeknya duramater
Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.
Gambar 6. Tanda-tanda fraktur basis kranii a. Raccon`s eyes (brill haematoma) b. Otorrhea c. Rhinorrhea
Page 14
6. Derajat Cedera Kepala 1. Cedera Kepala Ringan (CKR). Termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio Cerebri.
Pada cedera kepala ringan ditemukan: a. Skor GCS 14-15 b. Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit c. Pasien mengeluh pusing, sakit kepala d. Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan neurologis. 2. Cedera Kepala Sedang (CKS). Dapat ditemukan: a. Skor GCS 9-12 b. Ada pingsan lebih dari 10 menit c. Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad d. Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak. 3. Cedera Kepala Berat (CKB). Dapat ditemukan: a. Skor GCS <8 b. Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat c. Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif d. Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas. pada pemeriksaan
7. Diagnosa Diagnosa cedera kepala ditegakkan berdasarkan ada tidaknya riwayat trauma kapitis dan gejala-gejala klinis serta dari pemeriksaan penunjang.
Page 15
b. Lumbal Pungsi Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma c. EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi d. Roentgen foto kepala Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak
Page 16
Gejalanya yaitu setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul gejala-gejala yang bersifat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula miosis, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial. Kejadiannya biasanya akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam) dengan adanya lucid interval, peningkatan TIK dan gejala lateralisasi berupa hemiparese Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma subkutan. Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik positif. Pemeriksaan CT-Scan menunjukkan ada bagian hiperdens yang bikonveks dan LCS biasanya jernih. Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan pembuluh darah. b. Hematom subdural
Wilda Ardiani - 112012042 Page 17
Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural hematom akut terdiri dari trepanasidekompresi. c. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena.
Page 18
d. Perdarahan Subarachnoid Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat. Tanda dan gejala : e. Nyeri kepala Penurunan kesadaran Hemiparese Dilatasi pupil ipsilateral Kaku kuduk Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya, mungkin hingga berjamjam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya lebih berat. Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat meninggi dan kesadaran menurun.
Page 19
disertai proptosis dan pupil yang midriatik. Tidak ada pengobatan khusus untuk oftalmoplegi, tetapi bisa diusahakan dengan latihan ortoptik dini.
d. Paresis fasialis Umumnya gejala klinik muncul saat cedera berupa gangguan pengecapan pada lidah, hilangnya kerutan dahi, kesulitan menutup mata, mulut moncong, semuanya pada sisi yang mengalami kerusakan.
Page 20
Page 21
10. Penatalaksanaan 10.1. Penatalaksanaan Umun a. Observasi GCS dan Tanda Vital (T,N,R,S) b. Head up 300 c. O2 lembab 4-6 liter/m d. IVFD NaCl 0,9% (30-40cc/kgBB perhari) e. Antibiotik f. Analgetik g. Antagonis H2 reseptor h. K/P : Manitol, Anti Konvulsan i. Pasang NGT, Kateter 10.2. Penatalaksanaan TTIK Terapi Konservatif Posisi : Head up 30 0. Hiperventilasi ringan 15-30 menit Manitol 20% dosis 0,25 - 2 gr/Kg BB/kali pemberian tiap 4 6 jam
Page 22
Indikasi rawat bagi pasien cedera kepala yaitu : a. Penurunan kesadaran b. Nyeri kepala (dari sedang hingga berat) c. Riwayat tidak sadarkan diri selam > 15 menit d. Fraktur tulang tengkorak e. Rhinorea otorhea f. Cedera penetrasi g. Intoksikasi alcohol atau obat-obatan h. Trauma multiple i. Hasil CT Scan abnormal j. Amnesia k. Tidak ada keluarga
11.Pencegahan Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma. Upaya yang dilakukan yaitu : a. Pencegahan Primer Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman,dan memakai helm.
Page 23
Page 24
Page 25
RANGSANGAN 2,6,7,8,9
Kesadaran dibagi dua yaitu kualitas dan derajat kesadaran. Jumlah (kuantitas) input/rangsangan menentukan derajat kesadaran, sedangkan kualitas kesadaran ditentukan oleh cara pengolahan input yang menghasilkan output SSP. Pada topik koma kita lebih menitikberatkan kepada derajat dari kesadaran.2
Wilda Ardiani - 112012042 Page 26
metabolismenya neuron hanya menggunakan O2 dan glukosa saja. Sebab bahan baku seperti
Wilda Ardiani - 112012042 Page 27
2. Koma diensefalik. Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formation retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran). Secara anatomik koma diensefalik dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial. Lesi supratentorial.
Page 28
Etiologi Penyebab koma secara garis besar dapat disingkat/dibuat jembatan keledai menjadi kalimat SEMENITE. Selain itu ada juga beberapa buku yang menggunakan jembatan keledai yang berbeda tetapi memiliki pengertian yang sama. Dari jembatan keledai ini kita juga dapat membedakan manakah yang termasuk ke dalam koma bihemisferik ataupun koma diensefalik 5,6
Wilda Ardiani - 112012042 Page 29
Diagnosa dan Gambaran klinis Untuk mendiagnosis koma atau penurunan kesadaran tidaklah sulit. Yang menjadi masalah adalah apa yang menjadi penyebab koma tadi dan bagaimana situasi koma yang sedang dihadapinya ( tenang, herniasi otak, atau justru agonia). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka harus dimulai dengan anamnesia, dilanjutkan dengan pemeriksaan intern, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan tambahan sesuai dengan kebutuhan. 1. Anamnesa. Karena penderita terganggu kesadarannya, maka harus diambil heteroanamnesis dari orang yang menemukan penderita atau mengetahui kejadiannya. Hal yang harus diperhatikan antara lain: Penyakit penderita sebelum koma. Keluhan penderita sebelum tidak sdar Obat yang digunakan. Apa ada sisa obat, muntahan, darah, dsb didekat penderita saat ia ditemukan tidak sadar. Apakah koma terjadi secara mendadak atau perlahan?. Gejala apa saja yang nampak oleh orang-orang disekitarnya?. Apakah ada trauma sebelumnya Apakah penderita mengalami inkontinensia urin dan feses.
Page 30
*Apakah keluar darah atau cairan dari telinga/hidung?. *Hematom disekitar mata (Brill hematoma) atau pada mastoid (Battles sign). *Apakah ada fraktur impresi?. f. Leher; Apakah ada fraktur? Jika tidak, periksa kaku kuduk. g. Thorax; paru & jantung. h. Abdomen; Hepar (koma hepatik), ginjal (koma uremik), retensi urin (+/-). i. Ekstrimitas; sianosis ujung jari, edema pada tungkai. 3. Pemeriksaan neurologis. a. Pemeriksaan kesadaran; digunakan Glasgow Coma Scale (GCS). b. Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses / lesi. *) Observasi umum. i. Perhatikan gerakan menguap, menelan, mengunyah, membasahi bibir. Bila (+), prognosis cukup baik. Perhatikan gerakan multifokal dan berulang kali (myoclonic jerk). Disebabkan oleh gangguan metabolik. Lengan dan tungkai. Lengan keadaan flexi (decorticated rigidity gangguan di hemisfer, batang otak masih baik. ii. Lengan dan tungkai extensi (deserebrate rigidity) kerusakan di batang otak.
*) Pola pernafasan. Pernafasan Cheyne-Stokes (Periodic breathing).: Terjadi keadaan apnea, kemudia timbul pernafasan yang berangsur-angsur bertambah besar amplitudonya. Setelah mencapai suatu puncak, akan menurun lagi proses di hemisfer dan/batang otak bagian atas.
Wilda Ardiani - 112012042 Page 31
Page 32
Secara garis besarnya, pemeriksaan untuk menentukan letak lesi dapat dilihat pada kolom dibawah ini, dimana masing-masing lesi memiliki gejala tertentu / gejala yang khas secara klinis
2,5,6,7,10
Page 33
*). Fungsi traktus piramidalis. Merupakan saluran saraf terpanjang, sehingga apabila terjadi kerusakan struktur susunan saraf pusat amat sering terganggu.Bila traktus piramidalis tidak terganggu, kemungkinan besar kelainan disebabkan oleh gangguan metabolisme. Adanya gangguan pada traktus piramidalis dapat diketahui dengan adanya: Paralisis (kelumpuhan) Refleks tendinei (otot) bila traktus piramidalis terganggu, akan terdapat penurunan refleks sisi kontralateral. (penurunan refleks tendon hanya sementara, pada akhirnya refleksnya meningkat). Refleks patologik (+) positif. Tonus pada fase akut terjadi penurunan tonus kontralateral. Bila lesi piramidalis sudah lama, tonus akan meningkat (pada umumnya kita hanya menemukan peningkatan tonus). *). Pemeriksaan laboratorium. Darah rutin, fungsi ginjal (BUN, serum kreatinin), fungsi hati (LFT, SGOT, SGPT), elektrolit, glukosa darah.Liquor serebrospinalis harus diperiksa bila diduga ada infeksi intarakranial (meningitis, meningoensefalitis). Kontraindikasi LP dalah peningkatan tekanan intracranial. Pada pemeriksaan liquor serebrospinalis harus diperhatikan:
Wilda Ardiani - 112012042 Page 34
Protein ; Kadar protein liquor normalnya 0,15-0,45 g/l. Meningkat pada keradangan / perdarahan. Glukosa ; kadar glukosa liquor normalnya 2/3 kadar glukosa darah. Kadar glukosa yang menurun ada infeksi (TBC, bacterial). Bakteriologi ; Pemeriksaan pengecatan gram dan kultur bila dicurigai adanya infeksi intracranial. Pemeriksaan khusus ; Keganasan sitologi TB pengecatan ziehl-nelson Neurosifilis VDRL / TPHA.
*). Pemeriksaan dengan alat. CT scan merupakan pemeriksaan yang paling sering atau umum digunakan Oftalmoskop : Pada setiap penderita koma, fundus okuli harus diperiksa untuk melihat adanya (1).papiledema. (2).tanda-tanda arteriosclerosis pembuluh darah di retina.
(3).Tuberkel di koroidea. Elektroensefalografi (EEG) ; untuk melihat kelainan difus atau fokal. Harus dibandingkan antara hemisfer kiri dan kanan. Serial EEG diperlukan untuk evaluasi penderita koma.
Page 35
Gambaran klinik. Dipandang dari penampilan klinik, penderita koma dapat bersikap tenang seakan akan tidur pulas atau bersikap gelisah, banyak gerak, dan/atau berteriak. Manifestasi klinik penurunan kesadaran bervariasi, bergantung pada penyakit yang mendasarinya atau komplikasi yang muncul setelah terjadinya penurunan kesadaran. Gejala klinik yang dapat menyertai koma antara lain; demam, gelisah, kejang, muntah, retensi lendir atau sputum di tenggorokkan, retensi atau inkontinensia urin, hipertensi, hipotensi, takikardi, bradikardi, takipnea, dispnea, edema fokal atau anasarka, ikterus, sianosis, pucat, perdarahan subkutis, dan sebagainya. Pada lesi intrakranial dapat terjadi hemiplegia, defisit nervi kranialis, kaku kuduk, deviasi mata, perubahan diameter pupil, edema papil. Pada trauma kapitis dapat terjadi braile hematoma, hematoma belakang telinga (battle sign), perdarahan telinga dan hidung, dan likorea. Koma kortikal bihemisferik disebut juga koma metabolik, dimana pada koma jenis ini terdapat penyakit primer yang mendasari (penyakit non-saraf) timbulnya koma. Gejala klinisnya: organic brain syndrome dan gangguan neurologist yang bilateral.
Page 36
penderita tidak dapat berbicara, tetapi penderita masih dapat melakukan kedipan dan gerakan bola mata. Gerakan ini dapat dipakai untuk berkomunikasi. Sindroma ini dijumpai pada lesi di mesensefalon. Penatalaksanaan dan Prognosis Penatalaksanaan penderita koma secara umum harus dikelola menurut prinsip 5 B yaitu 2,5,6,10 1. Breathing Jalan napas harus bebas dari obstruksi. Posisi penderita miring agar lidah tidak jatuh kebelakang, serta bila muntah tidak terjadi aspirasi. Bila pernapasan berhenti segera lakukan resusitasi. 2. Blood Diusahakan tekanan darah cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak. Tekanan darah yang rendah berbahaya untuk susunan saraf pusat. Komposisi kimiawi darah dipertahankan semaksimal mungkin, karena perubahan-perubahan tersebut akan mengganggu perfusi dan metabolisme otak. 3. Brain Usahakan untuk mengurangi edema otak yang timbul. Bila penderita kejang sebaiknya diberikan difenilhidantoin 3 dd 100 mg atau karbamezepin 3 dd 200 mg per os atau nasogastric. Bila perlu difenilhidantoin diberikan intravena secara perlahan. 4. Bladder Harus diperhatikan fungsi ginjal, cairan, elektrolit, dan miksi. Kateter harus dipasang kecuali terdapat inkontinensia urin ataupun infeksi. 5. Bowel Makanan penderita harus cukup mengandung kalori dan vitamin. Pada penderita tua sering terjadi kekurangan albumin yang memperburuk edema otak, hal ini harus cepat dikoreksi. Bila terdapat kesukaran menelan dipasang sonde hidung. Perhatikan defekasinya dan hindari terjadi obstipasi.
Page 37
dilakukan bila perdarahan terjadi di lokasi tertentu, misalnya serebelum. c. Infark otak keadaan ini dapat disebabkan oleh karena trombosis maupun emboli. Pengobatan infark akut dapat dibagi dalam 3 kelompok : Pengobatan terhadap edema otak, mis. Dengan mannitol Pengobatan untuk memperbaiki metabolisme otak, mis. Dengan citicholine / codergocrine mesylate / piracetam Pemberian obat antiagregasi trombosit dan antikoagulan.
Penatalaksanaan secara lebih detil mengenai gangguan sirkulasi dapat dibaca pada tulisan-tulisan lain mengenai CVA. 2. Ensefalomeningitis. Meningitis purulenta antibiotic Meningitis tuberkulosa dipakai kombinasi INH, rifampisin, kanamisin, dan pirazinamide. 3. Metabolisme. Koma karena gangguan metabolime harus diobati penyakit primernya. Penatalaksanaannya terletak di bagian penyakit dalam. 4. Elektrolit dan endokrin. Bagian penyakit dalam. Kalium selain menyebabkan gangguan saraf juga dapat menyebabkan gangguan jantung.
Wilda Ardiani - 112012042 Page 38
Page 39
II.3.3. Epilepsi A. Definisi Epilepsi berasal dari kata Yunani epilambanien yang berarti serangan dan menunjukan bahwa sesuatu dari luar tubuh seseorang menimpanya, sehingga dia jatuh. Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh adanya bangkitan (seizure) yang terjadi secara berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan pada neuron-neuron secara paroksismal yang disebabkan oleh beberapa etiologi. Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) merupakan manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik) yang berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked). Sedangkan sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan, jenis bangkitan, faktor pencetus dan kronisitas. KLASIFIKASI EPILEPSI12 Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 1981, epilepsi diklasifikasikan menjadi 2 yakni berdasarkan bangkitan epilepsi dan berdasarkan sindrom epilepsi. Klasifikasi berdasarkan tipe bangkitan epilepsi : 1. Bangkitan Parsial Bangkitan parsial diklasifikasikan menjadi 3 yakni, a.Parsial Sederhana (kesadaran tetap baik) 1.Dengan gejala motorik 2.Dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus
Wilda Ardiani - 112012042 Page 40
2. Bangkitan Umum A. Absence / lena / petit mal Bangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran mendadak (absence) dalam beberapa detik (sekitar 5-10 detik) dimana motorik terhenti dan penderita diam tanpa reaksi. Seragan ini biasanya timbul pada anak-anak yang berusia antara 4 sampai 8 tahun. Pada waktu kesadaran hilang, tonus otot skeletal tidak hilang sehingga penderita tidak jatuh. Saat serangan mata penderita akan memandang jauh ke depan atau mata berputar ke atas dan tangan melepaskan benda yang sedang dipegangnya. Pasca serangan, penderita akan sadar kembali dan biasanya lupa akan peristiwa yang baru dialaminya. Pada pemeriksaan EEG akan menunjukan gambaran yang khas yakni spike wave yang berfrekuensi 3 siklus per detik yang bangkit secara menyeluruh. B. Klonik Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Kejang klonik fokal berlangsung 1 3 detik, terlokalisasi , tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat
Page 41
3. Tak Tergolongkan Klasifikasi untuk epilepsi dan sindrom epilepsi yakni, 1. Berkaitan dengan lokasi kelainanny (localized related) a. Idiopatik (primer)
Wilda Ardiani - 112012042 Page 42
ETIOLOGI EPILEPSI Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik. Epilepsi kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome.
Page 43
3. Saat usia bayi anak-anak demam (kejang demam) tumor otak (jarang) infeksi
4. Saat usia anak dewasa Kelainan kongenital sepeti sindrom down, neurofibromatosis, dll. Faktor genetik dimana bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30%. Penyakit otak yang berjalan secara progresif seperti tumor otak (jarang) Trauma kepala
Page 44
Page 48
Page 50
Berikut merupakan OAE pilihan pada epilepsi berdasarkan mekanisme kerjanya 1. Karbamazepin : Blok sodium channel konduktan pada neuron, bekerja juga pada reseptor NMDA, monoamine dan asetilkolin. 2. Fenitoin : Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan klorida dan neurotransmitter yang voltage dependen 3. Fenobarbital : Meningkatkan aktivitas reseptor GABAA , menurunkan eksitabilitas glutamate, emnurunkan konduktan natrium, kalium dan kalsium. 4. Valporat : Diduga aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan ambang konduktan kalsium (T) dan kalium. 5. Levetiracetam : Tidak diketahui 6. Gabapetin : Modulasi kalsium channel tipe N 7. Lamotrigin : Blok konduktan natrium yang voltage dependent 8. Okskarbazepin : Blok sodium channel, meningkatkan konduktan kalium, modulasi aktivitas chanel. 9. Topiramat : Blok sodium channel, meningkatkan influks GABA-Mediated chloride, modulasi efek reseptor GABAA. 10. Zonisomid : Blok sodium, potassium, kalsium channel. Inhibisi eksitasi glutamate. Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni,
Wilda Ardiani - 112012042 Page 51
2. Stadium II (1-60 menit) pemeriksaan status neurologik pengukuran tekanan darah, nadi dan suhu
Page 52
3. Stadium III 90-60/90 menit) menentukan etiologi bila kejang terus berkangsung setekah pemberian lorazepam/diazepam, beri phenitoin IV 15-20mg/kg dengan kecepatan kuranglebih 50mg/menit sambil monitoring tekanan darah. Atau dapat pula diberikan Phenobarbital 10mg/kg dengan kecepatan kurang lebih 10mg/menit (monitoring pernafasan saat pemberian) Terapi vasopresor (dopamin) bila diperlukan. Mongoreksi komplikasi
4. Stadium IV (30-90 menit) Bila tetap kejang, pindah ke ICU Beri propofol (2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu).
Page 53
Page 54
Page 55
Page 56