Isi Proposal Kodok FIX

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

I.

PENDAHULUAN

Jamur merupakan organisme eukariotik yang umumnya bersel satu ataupun multiseluler. Jamur terdiri atas benang-benang halus yang disebut hifa. Kumpulan dari hifa disebut miselium yang berwarna putih seperti kapas (Umrih, 2012). Jamur adalah organisme yang hidup diantara jasad biotik atau mati (abiotik), dengan sifat hidup heterotrof (organisme yang hidupnya tergantung dari organisme lain) dan saprofit (organisme yang hidup pada zat organik yang tidak diperlukan lagi atau sampah) (Pasaribu, 2002). Cara reproduksi jamur dapat berlangsung secara seksual dan aseksual, menyebarkan dan menghasilkan spora dan memiliki struktur somatik yang terdiri atas filamen yang bercabang-cabang, dinding selnya terdiri atas kitin, selulosa atau keduanya (Yatim, 2007). Jamur terbagi menjadi dua jenis yaitu jamur mikroskopis dan jamur makroskopis. Jamur makroskopis memiliki ciri diantaranya adalah ukuran jamur yang cukup besar, dapat dilihat dengan mata telanjang atau tanpa alat bantu, dapat dipegang dengan tangan atau dipetik, berada di dalam tanah (hypogeous) ataupun di atas tanah (epigeous), tidak selalu berdaging dan tidak selalu dapat dimakan serta tidak hanya termasuk ke dalam Basidiomycetes tetapi juga Ascomycetes (Gunawan, 2005). Menurut Armawi (2009) menyatakan bahwa jenis-jenis jamur berdasarkan khasiatnya dapat dibedakan menjadi empat golongan meliputi jamur yang dapat dikonsumsi (edible mushroom), jamur yang berkhasiat obat (medicinal mushroom), jamur beracun (poisonous mushroom) serta jamur yang belum diketahui manfaatnya. Beberapa dari banyak jenis jamur makroskopis diketahui banyak memiliki keuntungan terutama dalam bidang pangan sehingga dapat disebut sebagai jamur pangan.

Sebagai bahan pengobatan, jamur memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia, protein nabati yang tidak mengandung kolesterol dapat digunakan sebagai obat pencegah timbulnya penyakit darah tinggi dan serangan jantung, serta dapat mencegah penyakit diabetes dan mengurangi berat badan atau obesitas. Kandungan asam folat yang tinggi dapat menyembuhkan penyakit anemia dan obat anti tumor. Selain itu, digunakan untuk mencegah dan menanggulangi penderita yang kekurangan gizi serta pengobatan bagi penderita yang kekurangan zat besi (Nunung, 2001). Kandungan mineral jamur lebih tinggi daripada daging sapi dan domba, bahkan hampir dua kali lipat jumlah garam mineral dalam sayuran. Jumlah proteinnya dua kali lipat dibanding protein asparagus, kol, kentang dan empat kali lipat daripada tomat dan wortel serta enam kali lipat dari jeruk. Jamur juga mengandung zat besi, tembaga, kalium dan kapur, kaya vitamin B dan D, sejumlah enzim tripsin yang berperan sangat penting pada proses pencernaan, kalor dan kolesterolnya rendah (Dewi, 2009). Contoh jamur yang dapat dikonsumsi (edible mushroom) yaitu jamur tiram (Pleurotus ostreatus). Jamur tiram dapat dibuat dalam aneka masakan, misalnya dapat dimasak sebagai campuran sayur sop, jamur krispi maupun keripik jamur. Banyak restoran berkelas yang mengandalkan hidangan utamanya adalah berbahan dasar jamur (Nunung, 2001). Jamur tiram memiliki beberapa spesies lainnya yang juga dapat dikonsumsi, diantaranya adalah jamur tiram merah muda (Pleurotus flabellatus), jamur tiram cokelat (P. abalones), jamur tiram putih (P. ostreatus) dan lain sebagainya (Suriawiria, 2002). Jamur tiram putih memiliki tubuh buah yang

tumbuh mekar membentuk corong dangkal seperti kulit kerang (tiram). Tubuh buah jamur ini memiliki tudung (pileus) dan tangkai (stipe atau stalk). Pileus berbentuk mirip cangkang tiram berukuran 5-15 cm dan permukaan bagian bawah berlapis-lapis seperti insang berwarna putih dan lunak (lamela). Tangkainya dapat pendek atau panjang berukuran 2-6 cm tergantung pada kondisi lingkungan dan iklim yang mempengaruhi pertumbuhannya (Nunung, 2001). P. ostreatus memiliki kandungan nutrisi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jenis jamur kayu lain dan bahan makanan lain, meliputi kandungan protein, lemak, fosfor, besi, asam folat, thiamin dan riboflavin. Kandungan protein di dalam jamur tiram putih lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein pada beras dan gandum, namun relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan protein pada susu dan kedelai. Kandungan protein pada beras adalah 7,3%, gandum 13,2%, kedelai 39,1% dan air susu 25,2% (Suriawiria, 2002). Jamur tiram putih selain memiliki cita rasa yang khas, juga memiliki nilai gizi yang tinggi. Nilai gizi yang terkandung dalam jamur tiram ini adalah protein sebanyak 19-35% dari berat kering jamur dan karbohidrat sebanyak 46,6-81,8%. Kandungan lainnya thiamin, riboflavin, niasin, biotin serta beberapa gram mineral dari unsur-unsur Ca, P, Fe, Na dan K dalam komposisi yang seimbang (Gunawan, 2005). Kandungan gizi jamur tiram putih masih lebih lengkap bila dibandingkan dengan daging ayam yang mempunyai kandungan protein sebanyak 18,2 gram, lemak 25 gram, namun karbohidratnya 0,0 gram. Hal ini membuktikan fakta yang tidak salah apabila dikatakan bahwa jamur tiram putih merupakan bahan pangan

masa depan. Jamur ini memiliki keunggulan yaitu, dapat bertahan hidup dalam kondisi ekstrim dan memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan jamur tiram lainnya (Gunawan, 2005). Jamur tiram putih telah diketahui memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi sehingga tidak mengherankan bila jenis jamur ini sekarang banyak dibudidayakan. Dibudidayakannya karena jamur ini dikenal sebagai jamur pangan yang enak dimakan dan banyak diminati oleh masyarakat. Budidaya jamur di Indonesia sudah dikenal sejak perang dunia kedua, namun pembudidayaan jamur secara komersil baru dilakukan sejak tahun 1970 (Suhartini, 2008). Hingga sekarang budidaya jamur mulai mendapat perhatian besar karena jumlah penggemar jamur pangan makin meningkat di dunia. Hal ini terjadi karena sebagai salah satu cara mengatasi kekurangan pangan dan gizi serta menganekaragamkan pola konsumsi dalam masyarakat. Selain itu, pemanfaatan bahan limbah yang sebelumnya mencemari lingkungan dapat dimanfaatkan untuk pembudidayaan jamur sampai ke taraf industri (Chang et al., 1993). Menurut Dewi (2009) menjelaskan beberapa keuntungan dari budidaya jamur adalah, sebagai berikut: 1. Melalui pemanfaatan bahan-bahan limbah di sekitar kita akan menjadikan lingkungan kita bersih, indah dan sehat. 2. 3. Budidaya jamur dapat diusahakan tanpa menggunakan lahan yang luas. Produk jamur dapat dimanfaatkan untuk menambah gizi atau menu serta dapat menambah pendapatan keluarga. 4. Kompos bekas media tanam dapat langsung digunakan untuk pupuk kolam ikan, makanan ikan dan untuk memelihara cacing.

Budidaya jamur dapat dilakukan secara modern yang dilakukan dalam ruangan dengan kondisi yang terkontrol dan budidaya jamur juga dapat dilakukan secara semi konvensional (semi outdoor) yaitu masih menggantungkan pada keadaan alam (iklim) dalam proses pemeliharaannya (Ratnaningtyas, 2010). Salah satu perusahaan yang bergerak pada budidaya jamur adalah CV. Asa Agro Corporation (AAC) yang berlokasi di Cianjur dengan memanfaatkan bahan baku limbah serbuk gergaji yang ada disekitar daerah tersebut dan memberdayakan tenaga kerja dari masyarakat disekitar lokasi tempat produksi. CV. AAC mengembangkan aneka jenis jamur seperti jamur tiram, jamur lingzhi, jamur merang, jamur kuping, jamur Calocybe gambosa, jamur Liopylum dan lain-lain. Berbagai macam jenis jamur tersebut ada yang masih terus dikembangkan dalam skala riset dan dalam skala tertentu untuk pemeliharaan bibit sambil merintis mengenalkan kepada pasar jamur-jamur yang selama ini belum banyak dikenal masyarakat seperti jamur Commatus sp. , jamur Agaricus blaze dan lainnya. Namun saat ini yang diproduksi dalam jumlah besar adalah jamur Hypsizygus ulmarius karena permintaan pasar yang masih belum tercukupi. Jamur tiram putih yang dibudidayakan di CV. AAC yaitu jenis jamur H. ulmarius. Jamur ini mirip dengan oyster mushroom (P. ostreatus). Metode kultivasi sama seperti kultivasi Flammulina sp. dan Pleurotus sp. (Stamets, 2000). Selain metode kultivasi, teknik-teknik dalam pembudidayaannya sedang dikembangkan agar mampu memenuhi permintaan pasar, hal ini menunjukkan bahwa usaha ini memiliki prospek ekonomi yang baik. Menurut Parlindungan (2003) menyatakan bahwa salah satu teknik yang dapat dikembangkan untuk budidaya jamur yaitu dengan cara teknik yang sederhana. Selain itu, permintaan

konsumen atau konsumsi masyarakat yang sangat tinggi, sehingga produksi jamur ini mutlak diperlukan dalam skala besar. Umumnya teknologi budidaya yang diterapkan para petani jamur yaitu penggunaan serbuk gergaji sebagai substrat menjadi baglog yaitu substrat yang dikemas di dalam kantong plastik tahan panas (polypropilen). Teknologi budidaya yang diterapkan tersebut memperlihatkan proses pertumbuhan H. ulmarius pada baglog serbuk gergaji biasanya yaitu dalam jangka waktu antara 40-60 hari. Seluruh permukaan baglog sudah rata ditumbuhi oleh miselium berwarna putih. Satu sampai dua minggu setelah baglog dibuka biasanya akan tumbuh tunas dalam 2-3 hari akan menjadi badan buah yang sempurna untuk dipanen. Pertumbuhan badan buah pada waktu panen telah menunjukkan lebar tudung antara 5-10 cm. Produksi jamur dilakukan dengan memanen badan buah sebanyak 4-5 kali panen dengan rata-rata 100 gram jamur setiap panen. Diketahui jarak selang waktu antara masing-masing panen adalah 12 minggu (Parlindungan, 2003). Klasifikasi H. ulmarius menurut Alexopoulus (1996), adalah : Kingdom : Fungi Phylum Class Ordo Family Genus Spesies : Basidiomycota : Basidiomycetes : Agaricales : Tricholomataceae : Hypsizygus : H. ulmarius

Jamur tiram dari jenis H. ulmarius secara umum tumbuh secara soliter atau dalam koloni kecil pada batang pohon. Secara morfologi, H. ulmarius memiliki kemiripan dengan P. ostreatus, namun jauh lebih baik dari segi tekstur dan rasanya. Bentuk tubuh buah H. ulmarius lebih besar dan memiliki warna yang lebih terang, memiliki tepi yang bergelombang ketika dewasa, ukurannya berkisar antara 4-15 cm. Lamela saling berdekatan, biasanya memanjang sampai tangkai (stipe). Tipe stipe eksentris, tipis, lonjong dan mengerucut ke bawah (Stamets, 2000). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya H. ulmarius di CV. AAC karena usaha budidaya jamur harus dilandasi pengetahuan yang cukup tentang sifat masing-masing jamur dan kondisi lingkungan yang dibutuhkan. Masing-masing jamur menuntut persyaratan kondisi lingkungan yang berbeda, seperti suhu, cahaya, kadar CO2, kadar O2, kondisi pH dan kelembapan udara. Terdapat tujuh tahapan yang harus diperhatikan yaitu pemilihan jenis, pemilihan kultur induk, penyediaan bibit, penyiapan medium tanam, penyucihamaan (pasteurisasi dan sterilisasi), inokulasi bibit dan pemeliharaan pertumbuhan (Ratnaningtyas, 2010). Dikalangan masyarakat tahapan-tahapan dalam pembudidayaan jamur semula merupakan suatu bioteknologi tradisional yang sederhana, meliputi tiga kegiatan yaitu pembuatan spawn atau inokulum, pembuatan kompos (substrat yang akan ditumbuhi jamur) dan pengaturan lingkungan pertumbuhan agar diperoleh produksi jamur yang maksimal (Gandjar, 2006). Menurut Hendritomo (2008) menyatakan bahwa budidaya jamur relatif mudah dilakukan karena tidak memerlukan teknologi tinggi, penggunaan lahan sempit, ditumbuhkan dalam

ruangan terkendali (kumbung) dan bahan baku media tanam dapat berasal dari limbah pertanian yang mudah diperoleh. Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu dimana media tumbuhnya berasal dari kayu, baik kayu gelondongan, serpihan kayu maupun serbuk gergaji (Suhartini, 2008). Media tanam untuk budidaya jamur tiram tidak terbatas pada satu atau dua jenis kayu tertentu, tetapi dapat ditumbuhkan pada berbagai jenis kayu. Bahan lain yang digunakan sebagai substrat dapat berupa jerami, sekam, sisa kertas, kardus serta bahan lainnya seperti bagas (ampas tebu), ampas aren dan sabut kelapa (Suriawiria, 2002). Menurut Cahyana (1997) dalam Paramita (1999), media tanam harus mengandung kadar air sebesar 50-65 %, pH berkisar antara 67. Bahan yang digunakan selain serbuk gergaji yaitu dapat ditambah bekatul, kapur (CaCO3), gips (CaSO4) dan tepung biji-bijian. Media bagi pertumbuhan jamur H. ulmarius sebaiknya dibuat menyerupai kondisi tempat tumbuh jamur tiram di alam. Kandungan nutrisi dari media tanam harus yang cukup untuk pertumbuhan jamur terutama unsur karbon yang terdapat pada selulosa dan lignin yang merupakan komponen utama penyusun serbuk gergaji kayu (Utama, 2004). Menurut Suriawiria (2002) menyatakan bahwa jenis kayu yang dapat digunakan sebagai media harus memenuhi beberapa syarat yaitu kadar selulosanya tinggi, tidak atau sedikit mengandung tanin, tidak mengandung minyak atau getah dan tidak terkontaminasi getah dan pengawet. Kayu atau serbuk gergaji kayu yang berasal dari kayu berdaun lebar komposisi bahan kimianya lebih baik dibandingkan dengan kayu berdaun sempit atau berdaun jarum dan yang tidak mengandung getah, sebab getah pada tanaman dapat menjadi zat ekstraktif yang menghambat pertumbuhan

miselium. Apabila kandungan zat ekstraktif (zat pengawet alami yang terdapat pada kayu) dan terpentin (minyak pelarut cat) cukup tinggi tidak sesuai dijadikan media tanam karena dapat menghambat pertumbuhan jamur. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka permasalahan yang akan muncul yaitu : 1. Secara umum, bahan apasajakah yang digunakan dalam media tanam jamur tiram putih H. ulmarius di CV. Asa Agro Corporation, Cianjur. 2. Bagaimana variasi komposisi media tanam jamur tiram putih H. ulmarius di CV. Asa Agro Corporation, Cianjur. Sebagai pemecahan dari permasalahan tersebut, maka tujuan Praktek Kerja Lapangan ini adalah untuk : 1. Mengetahui bahan-bahan secara umum yang digunakan dalam media tanam jamur tiram putih H. ulmarius di CV. Asa Agro Corporation, Cianjur. 2. Mengetahui variasi komposisi media tanam jamur tiram putih H. ulmarius di CV. Asa Agro Corporation, Cianjur. Hasil Praktek Kerja Lapangan ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai komposisi utama dan variasi komposisi dalam media tanam H. ulmarius di CV. Asa Agro Corporation bagi setiap masyarakat yang ingin membudidayakan H. ulmarius.

II.

MATERI DAN CARA KERJA

2.1. Materi Praktek Kerja Lapangan Materi yang digunakan pada praktek kerja lapangan ini yaitu sarung tangan, karet, alat tulis, camera digital dan media tanam jamur Hypsizygus ulmarius. 2.2. Lokasi dan Waktu Praktek Kerja Lapangan ini dilaksanakan di CV. Asa Agro Corporation Cianjur, Jawa Barat. Praktek Kerja Lapangan ini dilaksanakan pada tanggal 18 sampai 31 Januari 2013. Dengan daftar kegiatan harian yang tercantum pada jadwal Praktek Kerja Lapangan. 2.3. Metode Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan ini adalah metode eksperimen dan hasil wawancara. 2.4. Cara Kerja Cara kerja untuk bahan komposisi media tanam Hypsizygus ulmarius yang akan dilakukan dalam Praktek Kerja Lapang ini menyesuaikan dengan cara kerja yang dilakukan di CV. Asa Agro Corporation.

10

III. Judul tentatif

JADWAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN : Variasi Komposisi Media Tanam Jamur Tiram Putih (Hypsizygus ulmarius) di CV. Asa Agro Corporation, Cianjur.

Lokasi Waktu Pembimbing

: CV. Asa Agro Corporation, Cianjur - Jawa Barat. : 18 - 31 Januari 2013. : Ratna Stia Dewi, S.Si., M. Si.

Tabel 1. Rencana Kegiatan Bulanan Praktek Kerja Lapangan Kegiatan I Penyusunan Proposal Pelaksanaan PKL Penyusunan Laporan Ujian PKL Tabel 2. Rencana Kegiatan Harian Praktek Kerja Lapangan NO. 1 Hari/Tanggal Jumat, 18 Januari 2013 Kegiatan Inkubasi A atau melakukan filling media tanam jamur yaitu menata baglog (F3) di 2 Sabtu, 19 Januari 2013 ruang inkubasi. Inkubasi B atau melakukan filling media tanam jamur yaitu memilih baglog (F3) yang sudah penuh oleh miselium di ruang 3 Minggu, 20 Januari 2013 inkubasi. Inkubasi C atau melakukan filling media tanam jamur yaitu memilih dan menata 4 Senin, 21 Januari 2013 baglog (F3) di ruang inkubasi. Inkubasi A atau melakukan filling media tanam jamur yaitu menata baglog (F3) di 5 Selasa, 22 Januari 2013 ruang inkubasi Melakukan cropping yaitu memanen jamur, memotong holdfast, melebarkan baglog, melakukan packing dan menimbang jamur untuk dijual atau 11 II Bulan III IV V

Rabu, 23 Januari 2013

dipasarkan. Melakukan cropping yaitu memanen jamur, memotong holdfast, melebarkan baglog, melakukan packing dan menimbang jamur untuk dijual atau dipasarkan. Melakukan cropping yaitu memanen jamur, memotong holdfast, melebarkan baglog, melakukan packing dan menimbang jamur untuk dijual atau dipasarkan. Melakukan cropping yaitu memanen jamur, memotong holdfast, melebarkan baglog, melakukan packing dan menimbang jamur untuk dijual atau dipasarkan. Melakukan mediating yaitu membuat media F2 (biji jagung), menata baglog penuh di icak (kebun bawah). Melakukan mediating yaitu membuat media tanam bahan-bahan, menyiram, mencetak dan melakukan packing ke dalam basket dan mensterilkan baglog tersebut. Melakukan mediating yaitu membuat media tanam bahan-bahan, menyiram, mencetak dan melakukan packing ke dalam basket dan mensterilkan baglog tersebut. Melakukan mediating yaitu membuat media tanam bahan-bahan, menyiram, mencetak dan melakukan packing ke dalam basket dan mensterilkan baglog tersebut. Inokulasi yaitu membuat F0 di media 12

Kamis, 24 Januari 2013

Jumat, 25 Januari 2013

Sabtu, 26 Januari 2013

10

Minggu, 27 Januari 2013

11

Senin, 28 Januari 2013

12

Selasa, 29 Januari 2013

13

Rabu, 30 Januari 2013

PDA, F1 di botol, F2 di plastik dan F3 ke 14 Kamis, 31 Januari 2013 baglog. Evaluasi

DAFTAR REFERENSI Alexopoulus. 1996. Introductory Mycology Fourth Editions. John Wiley, New York. Armawi. 2009. Pengaruh tingkat kemasakan buah kelapa dan konsentrasi air kelapa pada media tanam terhadap jamur tiram (Pleurotus ostreatus). Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri, Malang. Cahyana,Y. A. 1998. Jamur Tiram. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Chang, S.T. 1993. Mushroom cultivation using the " ZERI" principle: potential for application in Brazil, Journal micologia aplicada international, 19(2): 33-34. Dewi, I. K. 2009. Efektifitas pemberian blotong kering terhadap pertumbuhan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) pada media serbuk kayu. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Biologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. 13

Gandjar, I. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Gunawan, A. W. 2005. Usaha Pembibitan Jamur. Penebar Swadaya, Jakarta. Hendritomo, H. I., D. Tjokrokusumo., I. Djajanegara. 2008. Pengaruh mutasi radiasi sinar gamma (CO60) terhadap produksi jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus Jack.). Jurnal Biotika (6)1: 8-14. Nunung, M. D. 2001. Budidaya Jamur Tiram. Kanisius, Yogyakarta. Paramita, F. P. 1999. Distribusi suhu dan kelembaban dalam ruang tumbuh jamur terkendali. Skripsi (tidak dipublikasikan). Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Parlindungan, A. K. 2003. Karakteristik pertumbuhan dan produksi jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus) dan jamur tiram kelabu (Pleurotus sajor caju) pada baglog alang-alang. Jurnal Natur Indonesia 5(2): 152-156. Pasaribu, T. 2002. Aneka Jamur Unggulan yang Menembus Pasar. PT. Gramedia, Jakarta. Ratnaningtyas, I. N. 2010. Petunjuk Praktikum Biologi Jamur Makroskopis. Fakultas Biologi. Purwokerto. Stamets, P. 2000. Growing Gourmet and Medical Mushrooms, Third Editions. Ten Speed Press, Berkeley Toronto. Suhartini., T. Aminatun dan V. Henuhili. 2008. Pelatihan Budidaya Jamur Tiram dengan Sistem Susun pada Masyarakat Desa Kasihan. Artikel ilmiah: 117. Suriawiria, U. 2002. Budidaya Jamur Tiram. Kanisius, Yogyakarta. Umrih, T. 2012. Analisis efisiensi bahan bakar sekam kayu sengon pada proses sterilisasi media tumbuh jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Skripsi (tidak dipublikasikan) Fakultas Pertanian, Jurusan Agrikultur, IPB (Institut Pertanian Bogor). Utama, E. D. 2004. Budidaya Jamur. Agromedia Pustaka, Jakarta. Yatim, W. 2007. Kamus Biologi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai