Bab 2 Pend
Bab 2 Pend
Bab 2 Pend
Gambaran Umum
Kabupaten Natuna
Ba b 2
2.1
Natuna.
Provinsi Kepulauan Riau (KEPRI). Kabupaten Natuna sesuai Undang-undang Nomor 33 Tahun 2008 memiliki luas wilayah administratif sebesar 264.198,37 Km2 yang terdiri dari luas daratan 2.001,30 Km2 dan luas lautan 262.197,07 Km2 . Ibukota Kabupaten Natuna adalah Kota Ranai. Pembentukan Kabupaten Natuna dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Nomor: 53 tahun 1999, oleh Menteri Dalam Negeri (ad-interim) Faisal Tanjung pada tanggal 12 Oktober 1999. Secara geografis Kabupaten Natuna terletak pada titik-titik koordinat antara 1016 7019 Lintang Utara (LU) dan 105000 110000 Bujur Timur (BT), dengan batas-batas wilayahnya : Sebelah Utara, berbatasan dengan Negara Vietnam dan Kamboja Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Bintan Sebelah Barat, berbatasan dengan Semenanjung Malaysia dan Kabupaten Kepulauan Anambas Sebelah Timur, berbatasan dengan Negara Malaysia Timur (Serawak) Provinsi Kalimantan Barat dan
Sebagai Kabupaten yang merupakan kepulauan, diketahui wilayahnya memiliki 154 pulau dengan 27 pulau yang berpenghuni dan 127 buah pulau belum berpenghuni. Dua pulau terbesar adalah Pulau Bunguran dan Pulau Serasan. Pulau-pulau yang ada dapat dikelompokan dalam dua gugusan yaitu:
a. Gugusan Pulau Natuna ; terdiri dari pulau Bunguran, Sedanau, Midai, Pulau Laut dan Pulau Tiga b. Gugusan Pulau Serasan; terdiri dari pulau Serasan, Subi Besar dan Subi Kecil. Secara administratif Kabupaten Natuna wilayahnya terbagi menjadi 12 kecamatan yang secara rinci dapat di uraikan dalam Tabel 2.1 dan Gambar 2.1.
II - 1
Laporan Pendahuluan
Tabel 2.1 Nama Kecamatan Di Kabupaten Natuna No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Nama Kecamatan Midai Bunguran Barat Bunguran Utara Pulau Laut Pulau Tiga Bunguran Timur Bunguran Timur Laut Bunguran Tengah Bunguran Selatan Serasan Subi Serasan Timur Nama Ibu Kota Sabang Barat Sedanau Kelarik Air Payang Sabang Mawang Barat Ranai Tanjung Harapan Jaya Cemaga Serasan Terayak Arung Ayam Jarak Ke Pusat Kota (Km) 139 58 43 118 45 0 25 30 40 177 139 177
II - 2
Laporan Pendahuluan
II - 3
Laporan Pendahuluan
II - 4
Laporan Pendahuluan
No.
KECAMATAN
PULAU DIHUNI
SUDAH
PULAU DIHUNI
BELUM
JUMLAH
1 Midai 2 Bunguran Barat 3 Bunguran Utara 4 Pulau Laut 5 Pulau Tiga 6 Bunguran Timur 7 Bunguran Timur Laut 8 Bunguran Tengah 9 Bunguran Selatan 10 Serasan 11 Subi 12 Serasan Timur*) KABUPATEN NATUNA
Sumber
1 3 2 3 4 1 1 0 0 4 7 1 27
1 14 13 5 14 8 9 0 8 30 16 9 127
2 17 15 8 18 9 10 0 8 34 23 10 154
Tabel 2011
Sumber
II - 5
Laporan Pendahuluan
batu. 65%
Hampir
10%
dari
wilayah
Kecamatan sampai
Bunguran Timur dan Bunguran Barat merupakan daratan rendah dan landai di pinggiran berombak dan 25% berbukit bergunung. Ketinggian wilayah antar kecamatan cukup beragam, yaitu berkisar antara 3 sampai dengan 959 meter dari permukaan laut dengan kemiringan antara 2 sampai dengan 5 meter. Pada umumnya struktur tanah dari tanah podsolik merah kuning dari bantuan yang tanah dasarnya mempunyai bahan granit, dan alluvial serta tanah organosol dan gley humus. Wilayah Kecamatan Serasan sebagian besar terdiri perbukitan dan gunung batu dengan keberadaan tanah datar yang relatif terbatas. Di Kecamatan Serasan terdapat beberapa gunung batu yaitu Gunung Kute, Gunung Punjan, Gunung Payak, dan Gunung Pelawan Condong. Kondisi fisik Kecamatan Midai memiliki kemiringan lahan berkisar antara 2-5 dengan ketinggian antara 3-500 m diatas permukaan laut, lihat Gambar 2.3.
2. Jenis Tanah
Tanah merupakan unsur penting dalam kegiatan perekonomian, karena tanah merupakan wadah dari segala aktivitas baik itu aktivitas ekonomi, sosial maupun kegiatan lainnya. Jenis data tanah yang terdapat di wilayah studi diambil berdasarkan klasifikasi Pusat Penelitian Tanah (PPT) tahun 1983, sedangkan adanya perbedaan penamaan sebelum tahun 1983 karena tanahnya dibedakan dengan klasifikasi Pusat Penelitian Tanah (PPT) tahun 1983. Tanah-tanah yang terdapat di lokasi studi dapat dibedakan menjadi dua kelompok tanah, yaitu tanah mineral dan tanah organik. Tanah di Kecamatan Bunguran dari Barat Kecamatan batuan Bunguran beku Timur umumnya terdiri dari jenis tanah latosol, alluvial, podsolik serta organosol. Tanah-tanah tersebut terbentuk bahan induk organosol. Tanah-tanah tersebut terbentuk dari bahan organik. Jenis tanah alluvial dijumpai di sepanjang tanggul sungai utama, daerah meander serta daerah flood plain yang terdapat di belakang pantai marin. Jenis tanah latosol adalah jenis tanah mineral yang telah mengalami pelapukan lanjut, sangat tercuci sehingga batas-batas horison menjadi dengan baur, kandungan merah, mineral primer kemerahan, dan coklat, unsur hara rendah warna tanah coklat coklat kekuningan
dijumpai dari muka laut hingga ketinggian 900 m diatas permukaan laut. Jenis tanah podsolik dijumpai pada ketinggian antara 50 m hingga 350 m dpl, sedangkan jenis tanah organosol dijumpai pada daerah cekungan di
II - 6
Laporan Pendahuluan
belakang sungai utama yang merupakan daerah rawa dan pada umumnya tingkat kematangan hemik sampai saprik. Tinggi kesuburan sedang dan mempunyai tingkat kematangan hemik sampai saprik. Tingkat kesuburan tanah pada
II - 7
Laporan Pendahuluan
daerah
studi
yang
nilai berdasarkan
kriteria
yang
ditetapkan
oleh
Pusat
Penelitian Tanah (PPT) tahun 1983 tergolong rendah hingga sedang pada seluruh jenis tanah yang teliti. Tanah yang terdapat di Kecamatan Serasan dan Midai umumnya terdiri dari jenis tanah gleisol, latosol, alluvial, litosol dan organosol. Tanah-tanah pantai tersebut terbentuk pasir, kerikil dari bahan sisa induk bahan organik beku (endapan basa dan berupa dan tumbuhan), batuan
batuan vulkanik. Tanah alluvial sebagaian besar menempati satuan visiografi daratan pasang surut dan pantai marin terbentuk dari bahan induk alluvium pantai/endapan dipengaruhi marin. Pada satuan fisiografi ini tanah terbentuk dari bahan pembentukannya sifat-sifat sangat di hidromorfik endapan muda (alluvium-kolluvium) dan proses oleh fluktuasi air/genangan sehingga
dalam penampangannya. Jenis tanah gleisol dijumpai di Pulau Subi besar yang berkembang dari bahan alluvium-koluvium yang terdiri dari endapan halus dan kasar (campuran) serta lumpur marin menempati satuan fisiografi pasang-surut dan pelembahan dengan bentuk wilayah datar. Perkembangan tanah sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang selalu jenuh air (hidromorfik) yang dicirikan oleh adanya gleid yang merupakan hasil dari proses reduksi. Kondisi drainase terhambat sampai sangat terhambat, kedalaman tanah umumnya dalam dengan pekembangan struktur yang sangat lemah pada lapisan atas dan pejal pada lapisan bawah. Tekstur lapisan atas lempung berpasir dan lapisan bawah lempung liat berpasir dengan reaksi tanah masam. Tingkat kesuburan tanah pada daerah studi yang dinilai berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh PPT tahun 1983 tergolong rendah hingga sedang pada seluruh jenis tanah yang diteliti.
3. Klimatologi
Iklim di Kabupaten Natuna sangat dipengaruhi oleh perubahan arah angin. Berdasarkan arah angin musim di wilayah Kabupaten Natuna dibagi dalam 5 periode yaitu periode Januari Februarit: bertiup angin barat laut, hujan turun banyak dengan temperatur udara sedang, periode Maret - April dan (lebih/kurang 27,8 C), periode Mei: ber tiup angin tenggara, Juni Agustus: bertiup Barat daya, hujan sedikit dengan temperatur udara sedang hujan turun sedikit dengan temperatur udara sedang, periode September - Oktober : bertiup angin utara, hujan banyak turun pada bulan Oktober. November dan Desember, ber tiup angin tenggara barat/timur laut temperatur sedang. Curah hujan ratarata setahun berkisar 198,9 milimeter dengan rata-rata kelembaban
0 0
udara
sekitar 88 persen dan temperatur berkisar antara 22,8 C hingga 31,9 C. Untuk jelasnya mengenai kondisi curah hujan dapat dilihat Tabel 2.4.
II - 8
Laporan Pendahuluan
Tabel
2.4
Tahun 2011
Sumber
4. Hidrologi
Keberadaan hidrologi di Kabupaten Natuna dapat dilihat dari 2 hal, yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan yang terdapat di wilayah Kabupaten Natuna berupa sungai, diantaranya Sungai Ranai yang terdapat di Kecamatan Bunguran Timur dan sungai lainnya. Untuk Sungai Ranai dan sungaisungai kecil lainnya di Kecamatan Bunguran Timur ini umumnya di Gunung Ranai, sungai-sungai kecil tersebut diantaranya Sungai Ngusang, Sungai Sarang Batunagis, Sungai Batukilang, Sungai Jemengan, Sungai Siman dan Sungai Senipak. Selain sungai, air permukaan terdapat juga di Kecamatan Bunguran Timur yaitu Air Terjun Gunung Ranai dan di Kecamatan Bunguran Tengah yaitu Air Terjun Air Lengit. Sumber air tanah yang terdapat di Kabupaten
II - 9
Laporan Pendahuluan
Natuna
berkisar
1-3
m wilayah
dataran,
sedangkan
pada
wilayah
yang
5. Hutan
Kabupaten Natuna sebetulnya memiliki potensi sumberdaya alam yang belum banyak dimanfaatkan. Demikian pula ada potensi yang telah dimanfaatkan, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal, antara lain kehutanan, perkebunan, perikanan, pertambangan dan galian serta potensi pariwisata. Hal ini terbukti dari 154 pulau yang ada 124 pulau lainnya masih merupakan pulau kosong yang belum dihuni. Keadaan ini merupakan suatu peluang yang dapat dikembangkan untuk sektor kehutanan dimana pada saat ini sektor kehutanan merupakan sektor yang paling kecil memberikan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Natuna. Adapun komoditas yang dapat diolah menjadi plywood, block-board, veneer, lumber-core, kayu gergajian dan poliyester. A. Hutan Mangrove Di wilayah pengembangan Natuna terdapat hutan mangrove, namun sebagian besar kondisi hutan ini dalam keadaan rusak yang disebabkan oleh aktivitas penebangan liar dan sudah terjadi sejak lama. Namun hutan mangrove apabila di lihat dari arah laut masih terlihat bagus dikarenakan bagian terluar hutan didominasi tingkat pohon, tetapi hanya berjarak 10 meter dari arah laut, lokasi daerah sedangkan hutan semakin dalam keadaan dalam sudah hutan semakin rusak. Beberapa magrove yang masih keadaan relatif baik terdapat di hutan mangrove.
sekitar muara Sungai Semala dan sedikit di sekitar Pantai Semala. Sedangkan di sepanjang Sungai Segeram dibuka tidak terdapat Sedangkan hutan B. Hutan Pantai Seperti halnya hutan lainnya yang berada di wilayah pengembangan Kabupaten Natuna, hutan pantai ini juga merupakan hutan sekunder yang cukup rapat. Jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan pada hutan pantai adalah laut (Acrostichum aureum), bintangur (Calophyllum inophyllum), melur (Dacrydium junghunii), paku resam (Gleichenia linean), rengas (Gluta renghas), rumput kawat (Lycopodium cemuum), kantong semar (Nepenthes sp), pandan (Pandanus sp.), pelawan (Tristania sp.), resak (Vatica rassak), dan vitex (Vitex sp.), sedangkan jenis yang mendominasi dari mulai tingkat semai, pancang, tiang dan pohon adalah jenis bintangur (Calophyllum inophyllum). C. Hutan Rawa Hutan rawa biasanya terdapat di sekitar muara sungai/delta sungai, selalu tergenang air tawar dari sungai sehingga bersifat kaya hara (eutrofik). Jenismangrove untuk memudahkan keluarnya kayu dari
II - 10
Laporan Pendahuluan
jenis tumbuhan yang mendominasi ekosistem ini adalah dari jenis rumputrumputan, paku-pakuan dan tumbuhan lain seperti kantong semar, pulai rawa, jelutung rawa dan meranti balangeran. D. Hutan Hujan Dataran Rendah Walaupun hutan hujan dataran rendah yang terdapat di daerah pengembangan Kawasan Natuna merupakan hutan sekunder, tetapi tetap saja hutan ini sangat kaya akan flora dan faunanya. Pohon yang mendominasi hutan ini adalah dari family Dipterocarpaceace, dan jenis lain yang mempunya nilai ekonomis yang sangat tinggi yaitu Ulin (Eusideroxylon zwageri) yang saat ini merupakan pohon yang dilindungi karena jumlahnya yang semakin sedikit. Secara Natuna umum walaupun hutan yang terdapat tetapi di wilayah hutan pengembangan memiliki merupakan hutan sekunder, masih
keanekaragaman hayati yang cukup baik. Pohon yang keberadaannya semakin langka dan patut untuk kelestarian adalah pohon/kayu belian jual yang sangat tinggi karena mempunyai tinggi kekuatan dan keawetan kelas 1. Hal ini yang juga mendorong penebang liar untuk menebang dan menjual kayu jenis ini.
II - 11
Laporan Pendahuluan
ini sebesar 25.374,54 hektar atau 12,45% dari luas daratan Kabupaten Natuna. Lokasi permukiman tersebar di sepanjang pantai, kecuali permukiman transmigrasi yang terdiri dari Satuan Permukiman (SP) I, II, dan III yang berlokasi di Kecamatan Bunguran Timur. Secara keseluruhan, lahan permukiman dan bangunan di Kabupaten Natuna sebagian besar terdapat di Kecamatan Bunguran Timur seluas 6.760,39 hektar atau sebesar 26,64 % dari seluruh luas kawasan permukiman di Kabupaten Natuna.
II - 12
Laporan Pendahuluan
Diketahui berdasarkan data base statistik terakhir dari Kabupaten Natuna Dalam Angka Tahun 2012 bahwa jumlah penduduk Kabupaten adalah sebesar 72.950 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut dilihat menurut jenis kelaminnya terbagi menjadi 37.158 jiwa penduduk lakilaki dan 35.792 jiwa penduduk perempuan. Adapun jumlah rumahtangga tercatat sebanyak 18.561 rumah tangga, lihat tabel 2.5.
II - 13
Laporan Pendahuluan
Secara keseluruhan, kepadatan penduduk Kabupaten Natuna tahun 2011 sebesar 36,45 jiwa per km2. Ini artinya dalam wilayah seluas 1 km 2 terdapat penduduk sekitar 36 jiwa. Dilihat dari segi penyebaran penduduknya dapat dikatakan belum merata, Kecamatan Bunguran Timur memiliki jumlah penduduk yang tertinggi di Kabupaten Natuna yaitu sebesar 22.800 jiwa, diikuti Kecamatan Bunguran Barat sebesar 10,893 jiwa dan Kecamatan Midai sebesar 5.007 jiwa. Sementara kecamatan yang berpenduduk terendah adalah Kecamatan Pulau Laut sebesar 2.169 jiwa dan Kecamatan Bunguran Selatan sebesar 2,537 jiwa.
II - 14
Laporan Pendahuluan
Gambar 2.4 Piramida Penduduk Kabupaten Natuna (Sumber: Natuna Dalam Angka, 2012)
II - 15
Laporan Pendahuluan
Gambar 2.5 Jumlah Penduduk Natuna Menurut Jenis Kelamin per Kecamatan, 2011 (Sumber: Natuna Dalam Angka, 2012)
Besarnya jumlah penduduk pada usia sekolah dan usia produktif ini tentunya memberikan konsekuensi pada pemerintah daerah untuk dapat meningkatkan pelayanan terhadap kebutuhan penduduk terutama dalam pelayanan pendidikan dan membuka lapangan pekerjaan. Pengembangan Kawasan Argopolitan merupakan salah satu peluang atau potensi untuk membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk usia produktif di Kabupaten Natuna. Menurut struktur mata pencaharian diketahui penduduk Kabupaten Natuna umumnya bekerja dalam bidang pertanian (pertanian tanaman pangan, peternakan, kehutanan dan perikanan) keadaan ini sesuai dengan karakteristik daerahnya yang merupakan daerah kepulauan dan pertanian. Selain bidang usaha pertanian, mata pencaharian yang banyak dilakukan oleh penduduk Kabupaten Natuna adalah dibidang jasa dan perdagangan.
II - 16
Laporan Pendahuluan
Gambar 2.6 Penduduk 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Natuna, Tahun 2011
II - 17
Laporan Pendahuluan
Padang,
Batak
dan
suku
lainnya.
Walaupun
terdapat
suku-suku
pendatang namun sikap toleransi, saling hormat-menghormati antar sesama warga tetap terjaga, sehingga masyarakatnya dapat hidup berdampingan dengan rukun dan damai.
2.6Kondisi Ekonomi
Pendapatan Regional
Angka pertumbuhan ekonomi (PDRB riil) yang tumbuh 6,41 persen, mengalami kenaikan bila dibandingkan tahun lalu yang sebesar 6,25 persen. Hal menunjukkan kinerja ekonomi Kabupaten Natuna sepanjang 2011 masih menunjukkan hasil yang cukup baik. Pertumbuhan PDRB tertinggi selama tahun 2011 di dominasi sektor konstruksi yaitu sebesar 22,31 %. Sebaliknya, walaupun memberi peran yang besar pada PDRB, pertumbuhan sektor pertanian sedikit melambat bila dibandingkan tahun sebelumya yaitu sebesar 8,24 persen. Kontribusi sector pertanian terhadap PDRB Kabupaten Natuna masih dominan di tahun 2011, tetapi angkanya mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Kontribusi sektor ini sebesar 59,41 persen di tahun 2011, padahal di tahun 2010 sebesar 60,70 persen. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran selama tahun 2011 juga mampu memberi kontribusi sebesar 17,61 persen, atau mengalami kenaikan daripada tahun sebelumnya.
Tabel 2.6. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut lapangan Usaha, 2007 - 2011
II - 18
Laporan Pendahuluan
Keuangan Daerah
Dalam perencanaan anggaran dan belanja daerah, pemerintah menganut prinsip anggaran berimbang dan dinamis. Realisasi penerimaan keuangan Kabupaten Natuna tahun anggaran 2011 berjumlah 1,15 trilyun rupiah, sedangkan realisasi pengeluaran pada tahun anggaran 2011 berjumlah 1,31 trilyun rupiah yang terdiri dari pengeluaran belanja aparatur daerah sebesar 719,44 milliar rupiah dan pengeluaran pelayanan publik sebesar 591,81 milliar rupiah. Peranan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari tahun ke tahun masih kecil dan tetap belum menunjukkan peningkatan. Tahun 2011 peranan PAD terhadap pendapatan daerah baru mencapai 3,66 persen. Penerimaan dari pajak daerah tahun 2011 berjumlah 1.47 milyar rupiah dan penerimaan retribusi mencapai 2,561 milyar rupiah. Pada realisasi pengeluaran pemerintah daerah untuk belanja rutin, terlihat bahwa pengeluaran untuk belanja barang dan jasa merupakan pengeluaran yang terbesar, yaitu mencapai 372,32 milyar rupiah atau 28,39 persen dari total pengeluaran APBD Kabupaten Natuna.
II - 19
Laporan Pendahuluan
Volume bongkar muat barang di pelabuhan-pelabuhan laut di Kabupaten Natuna Menunjukkan peningkatan yang relatif besar. Volume Bongkar barang tercatat sebesar 82,565 ton dimana Pelabuhan Ranai paling besar dalam menampung volume bongkar barang yaitu sebesar 68.252 ton dikuti oleh pelabuhan Sedanau sebesar 8.909 ton. Untuk barang dimuat pada tahun 2009 tercatat sebesar 5.239 ton, pelabuhan Sedanau oleh pelabuhan Ranai sebesar 1,797 ton. Jumlah Keberangkatan dan Kedatangan Penumpang melalui pelabuhan laut di kabupaten Natuna diketahui bahwa jumlah penumpang yang datang pada tahun 2009 adalah sebanyak 14.199 penumpang. Pelabuhan Ranai tidak mencatat kedatangan dan keberangkatan penumpang karena pelabuhan tersebut lebih berfungsi sebagai pelabuhan bongkar muat barang. Sementara Pelabuhan Serasan pada tahun 2009 mencatat penumpang yang datang paling besar dibanding pelabuhan laut lainnya yaitu sebesar 6.316 penumpang. Untuk keberangkatan penumpang pada tahun 2009 tercatat sebesar 10.839 penumpang, dimana pelabuhan 3.889 Midai mencatat jumlah keberangkatan penumpang tertinggi sebesar yang diikuti oleh Pelabuhan Serasan dengan jumlah penumpang merupakan pelabuhan yang paling besar memuat barang yaitu sebesar 2,416 ton yang diikuti
2. Transportasi Darat
Transportasi Darat di Kabupaten Natuna intensitasnya lebih tinggi di Pulau Bunguran, hal ini dapat di mengerti karena pulau Bunguran merupakan Pulau terbesar di Kabupaten Natuna dan juga merupakan letak pusat pemerintahan serta pusat perekonomian di Kabupaten Natuna. Dalam Transportasi darat Prasarana jalan merupakan elemen penting terutama untuk memudahkan hubungan antar daerah. Dengan adanya jalan yang dapat menjangkau setiap wilayah di Kabupaten Natuna diharapkan dapat memeratakan tingkat pertumbuhan daerah. Panjang jalan pada Tahun 2011 tercatat sepanjang 884,05 Km . Dilihat dari kondisi kualitas jalan maka diketahui jalan yang baik sepanjang 462,50 Km, kemudian 405,80 Km kondisi sedang, dan 115,75 Km kondisi rusak. Sementara bila dilihat dari jenis perkerasan jalan diketahui jalan diaspal ada sepanjang 650,25 Km, 137,60 Km jalan tanah dan 96,20 Km merupakan jalan lainnya. Panjang jalan yang ada di Kabupaten Natuna tersebut bila kita kelompokan menurut status pengelolaan jalannya maka diketahui bahwa panjang jalan Negara adalah 131 Km, kemudian jalan provinsi 109,25 Km dan jalan Kabupaten 643,8 Km. Sebagai alat angkut untuk melayani kebutuhan penduduk dalam aktivitas pergerakan setiap harinya, diketahui bahwa kendaraan yang banyak digunakan oleh penduduk adalah kendaraan bermotor roda dua, dimana tercatat bahwa
II - 20
Laporan Pendahuluan
jumlah kendaraan sepeda motor pada tahun 2011 ada sebanyak 296 buah, selanjutnya kendaraan angkut truk ada sebanyak 161 buah dan mobil penumpang atau bus sebanyak 103 buah.
3. Transportasi Udara
Pelabuhan udara merupakan titik akses termudah untuk mencapai wilayah Kabupaten Natuna. Pelabuhan Udara yang sudah ada di Kabupaten Natuna adalah pelabuhan di Ranai. Pelabuhan udara di Ranai adalah pangkalan udara yang dimiliki dan dikelola oleh Angkatan Udara Republik Indonesia. Maskapai penerbangan yang melewati jalur-jalur ke wilayah Kabupaten Natuna adalah Trigana Airlines, Wing Airlines, Sriwijaya Airlines dan Sky Airlines. Maskapai penerbangan tersebut melayani penerbangan jalur Natuna Pontianak Jakarta dan sebaliknya, Kemudian Natuna Batam Jakarta dan sebaliknya. Disamping itu pesawat-pesawat milik TNI AU secara rutin mendarat di Bandara Ranai. Pesawat Hercules milik TNI AU khusus melayani kebutuhan mobilitas personilnya dengan jalur Halim Perdana Kusuma (Jakarta) Pontianak Ranai dan sebaliknya. Kondisi Fisik lapangan udara di Ranai saat ini panjang landasan pacunya 2.500 meter dan lebar 38 meter. kondisi landasan pacu ini sebenarnya bisa di darati pesawat jenis Boeing 737-300, B737-400 dan B737-500, yang mayoritas di gunakan oleh maskapai-maskapai penerbangan komersil di Indonesia. Perkembangan penerbangan di Bandara Ranai semakin menunjukkan peningkatan yang relatif tinggi, dengan terus bertambahnya frekuensi penerbangan. Kondisi ini dapat dilihat dari banyaknya Penumpang, Bagasi, dan Barang Kargo di Bandara Ranai Setiap Bulan tahun 2011. Volume penumpang datang dan pergi di Bandara Ranai yang terpadat terjadi antara bulan September dan Desember sementara yang terendah berada di bulan Februari dan Mei. Jumlah penumpang yang datang pada tahun 2011 adalah sebesar 24.345 penumpang, untuk jumlah Kargo yang datang sebesar 189,127 ton. Sedangkan jumlah penumpang yang pergi sebanyak 24.136 penumpang dan jumlah kargo yang pergi 121,765 ton. Jenis kegiatan perhubungan lainnya adalah telekomunikasi, yang tentunya sangat diperlukan bagi kelancaran komunikasi dan arus informasi, kebutuhan tersebut sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan
II - 21
Laporan Pendahuluan
masyarakat dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Fasilitas telekomunikasi di Kabupaten Natuna pada wilayah-wilayah tertentu belum terjangkau oleh jaringan telepon melalui kabel. Masyarakat Hasil umumnya menggunakan keberadaan telepon seluler yang diselenggarakan oleh beberapa operator dalam memenuhi kebutuhan komunikasinya. pengamatan telepon seluler semakin populer dan banyak digunakan oleh penduduknya, hal di indikasikan dengan adanya beberapa menara telepon (BTS) yang berdiri di beberapa daerah. Sementara itu untuk pelayan terhadap kebutuhan penduduk Serasan dan Midai. akan komunikasi melalui surat dan paket, di kabupaten Natuna ada 4 kantor pos yang berlokasi di Ranai, Sedanau,
II - 22
Laporan Pendahuluan
tersebut. Ikan-ikan indikator diwakili oleh famili Chaetodontidae (ikan kepe-kepe); c) Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil, umumnya 525 cm, dengan karakteristik pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial. Ikan-ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diwakili oleh famili Pomacentridae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae (ikan sapu-sapu), dan Blenniidae (ikan peniru). Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting yang yang terdapat di Kabupaten Natuna seperti suku Lutjanidae yaitu sebanyak 102 individu/ha, suku Serranidae 59 individu/ha, dan suku Caesionidae yaitu 314 individu/ha. individu/ha. Jenis Chrysiptera cyanea merupakan jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi dibandingkan dengan jenis ikan karang lainnya, yaitu sebesar 1.221 individu/ha, kemudian diikuti oleh Pomacentrus lepidogenys (613 individu/ha) dan Chromis viridis (473 individu/ha). Ketiga jenis ikan diatas merupakan kelompok ikan mayor, yang bukan merupakan ikan konsumsi. Caesio teres yang merupakan ikan target yang biasa dijadikan ikan konsumsi, berada pada urutan ketigabelas dengan kelimpahan 261 individu/ha. Tabel 2.7. Kelimpahan Ikan Karang Untuk Masing-masing Suku Yang Ditemukan Di Perairan Kabupaten Natuna NO. SUKU Kelimpahan (Jmlh. indv./ha) 1 Pomacentridae 4.666 2 Labridae 1.738 3 Pseudochromidae 1.638 4 Scaridae 968 5 Chaetodontidae 504 6 Apogonidae 404 7 Caesionidae 314 8 Acanthuridae 209 9 Scolopsidae 202 10 Siganidae 173 11 Holocentridae 132 12 Lutjanidae 102 13 Mullidae 98 Ikan-ikan dari suku Chaetodontidae yang merupakan ikan indikator untuk menilai kesehatan terumbu karang memiliki kelimpahan 504
II - 23
Laporan Pendahuluan
14 Serranidae 15 Pomacanthidae 16 Monacanthidae 17 Haemulidae 18 Balistidae 19 Zanclidae 20 Centriscidae 21 Pempheridae 22 Aluteridae 23 Bleniidae 24 Lethrinidae 25 Scorpaenidae 26 Kypphosidae 27 Sauridae 28 Diodontidae 29 Epipphidae 30 Gerridae 31 Murainidae 32 Nemiptheridae 33 Tetraodontidae
59 54 46 39 23 20 14 14 11 11 9 7 5 5 4 4 2 2 2 2
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna, 2010 Tabel 2.8. Limabelas Jenis Ikan Karang Yang Mempunyai Kelimpahan Tertinggi di Perairan Kabupaten Natuna No Jenis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Group u
Suk
Chrysiptera cyanea Major Pomacentrus tepidogenys Major Cromis viridis Major Amblyglyphidodon curacao Major Chromis weberi Major Pomacentrus bankanensis Major Apogon quinquelineata Major Scarus ghoban Target Neopomacentrus filamentosus Major Pomacentrus moluccensis Major Abudefduf vaigiensis Major Scarus sordidus Target Caesio teres Target Neoglyphidodon nigrosis Major Dascyllus reticulatus Major
Pomacentridae Pseudochromidae Pomacentridae Pomacentridae Pomacentridae Pseudochromidae Apogonidae Scaridae Pomacentridae Pseudochromidae Pomacentridae Scaridae Caesionidae Pomacentridae Pomacentridae
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna, 2010 Berdasarkan sampling pada tahun 2010, hasil pengamatan
menunjukkan bahwa Ikan-ikan karang memiliki keanekaragaman tinggi di semua lokasi pulau, dimana indeks keanekazragaman yang paling tinggi terlihat di pulau Batu sebesar 9,42, indeks keseragaman bernilai tinggi di
II - 24
Laporan Pendahuluan
semua pulau, terutama di Pulau Senoa sejumlah 3,87, dan indeks dominansi juga relative tinggi di semua pulau. Berdasarkan Indeks Keanekaragaman tersebut, menunjukkan bahwa di semua pulau memilki kondisi ekologis yang memilki keanekaragaman tinggi yang berarti di Kawasan tersebut mampu mendukung kehidupan berbagai jenis ikan termasuk ikan karang. Nilai indeks keseragaman masing-masing pulau juga menunjukkan rentang nilai yang stabil, dimana keterwakilan setiap jenis ikan relative sama dalam struktur komunitas di kawasan itu. Sama halnya dengan rentang nilai indeks dominasi yang tak berbeda jauh kecuali pada lokasi Pulau Karang Kunyit-Seudanau memilki nilai indek dominasi yang paling besar, yakni 10,12. Tabel 2.9 Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi di Kabupaten Natuna Indeks Indeks Indeks Keanekaraga Dominasi Keseraga man (H') (D) man (E) P. Subi Kecil 5,86 1,01 1,82 P. Bakau Subi 6,19 0,95 1,62 P. Subi Besar 6,34 0,90 1,76 P. Serasan Barat 6,65 0,53 1,77 P. Anak Belian 5,42 2,16 1,64 P. Tiga 4,46 0,69 1,32 Tj.Temiang 5,87 1,21 1,82 Karang Kunyit-Seudanau 4,42 10,12 2,75 Tj.Semulut-Seudanau 5,17 0,35 1,48 P.Laut 7,38 2,06 2,11 P.Batu 9,42 0,71 2,33 P.Senoa 8,10 0,88 1,98 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna, 2010 Pulau
II - 25
Laporan Pendahuluan
Sedangkan nilai indeks dominasi ikan tertinggi ada pada lokasi Karang Kunyit Sedanau dan diikuti P. Anak Belian ..
II - 26
Laporan Pendahuluan
Sementara itu, jenis crustaceae yang ditemukan di perairan Natuna adalah sebagai berikut:
Tabel 2.10 Berbagai jenis Krustacea yang ada di Perairan Natuna N o Nama Lokal Nama Ilmiah
II - 27
Laporan Pendahuluan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kepiting Bakau Kepiting Rajungan Udang Putih Udang kuning Udang peci Udang galah Udang rebon Udang getak sungai Udang getak laut Udang betang Udang wangkang Udang sungkur Sotong Cumi-cumi Ubur-ubur
Macrobarchium sp Thalassernia anomala Parapenaapsis sculptis Penaeus sp. Sepia sp. Eutherynus sp Rhopilana sp.
II. Ekosistem Terumbu Karang a. Luasan Terumbu Karang di Perairan Kabupaten Natuna Berdasarkan hasil olahan data citra satelit, terumbu karang di Kabupaten dari total Natuna seluas 58.120,80 hektar. seluruh terumbu karang). Luasan terumbu karang Kecamatan dengan tertinggi terdapat di Kecamatan Subi yaitu seluas 22.434,75 Ha (38,60% Sedangkan hamparan terumbu karang terkecil adalah di Kecamatan Serasan Timut yakni seluas 757,93 Ha (1,30%).
Tabel 2.11 Luasan Terumbu Karang di wilayah Perairan Kabupaten Natuna NO NAMA KECAMATAN 1 BUNGURAN TIMUR TERUMBU KARANG (Ha) 2.493,66 % 4,29
II - 28
Laporan Pendahuluan
2 BUNGURAN BARAT 3 BUNGURAN SELATAN 4 BUNGURAN TIMUR LAUT 5 BURUNGAR UTARA 6 PULAU TIGA 7 PULAU LAUT 8 SUBI 9 MIDAI 10 SERASAN TIMUR 11 SERASAN Jumah Sumber: Dinas Kelautan dan
7.691,74 13,23 3.620,53 6,23 2.005,63 3,45 3.151,02 5,42 1.288,60 2,22 10.731,34 18,46 22.434,75 38,60 861,50 1,48 757,93 1,30 3.084,10 5,31 58.120,80 100,00 Perikanan Kabupaten Natuna, 2010
b. Kondisi Tutupan Terumbu Karang Untuk melakukan penilaian kondisi persentase terumbu karang pada suatu daerah atau lokasi ada beberapa metodologi yang bisa digunakan, namun pengamatan di lokasi ini metode yang digunakan yaitu transek garis (Line Intercept Transect ) dengan pertimbangan data yang ada didapatkan
II - 29
Laporan Pendahuluan
sangat minim. Kelebihan penggunaan metode transek garis adalah akurasi data dapat diperoleh dengan baik. Data yang diperoleh juga jauh lebih baik dan banyak misalnya penyajian struktur komunitas seperti persentase tutupan karang hidup/karang mati, kekayaan jenis, dominasi, frekuensi kehadiran, ukuran koloni, keanekaragaman jenis dan luasan terumbu karang di semua kecamatan dan total satu Kabupaten natuna disajikan secara lebih menyeluruh. Struktur komunitas biota dapat yang
berasosiasi dengan terumbu karang juga dapat disajikan secara baik. Adapun data hasil survey lapangan dari sebelas Dari sebelas Kecamatan terlihat bahwa persentase tingkat tutupan karang hidup sebesar 58,06 % ditemukan di pulau Senoa Kec.Bunguran Timur. Kondisi ini menurut kategori Soekarno (1981) dikatakan dalam kondisi baik. Persentase tingkat tutupan karang mati terendah ditemukan di Pulau Senua yaitu 10,7 % lebih rendah dibandingkan dengan tutupan dan di mati di P.Sedanau Kec. Bunguran Barat yaitu sebesar 18.8 %
Kecamatan Serasan 20,05 %. Sedangkan Pulau Subi masuk kedalam katagori baik dimana persentase tingkat tutupan karang hidupnya sebesar 56.5 %, tetapi persentase tingkat tutupan karang mati pulau ini menempati urutan pertama juga yaitu 64 %. Pulau Subi Kecil termasuk dalam kategori sedang dimana persentase tingkat tutupan karang hidupnya sebesar 45.25 %,dan karang mati 32,8%.
II - 30
Laporan Pendahuluan
Pulau Tiga memiliki persentase tingkat tutupan karang mati urutan kedua terendah yaitu 57,45 % dibanding enam pulau lainnya. Penyebab hancurnya terumbu karang di pulau Subi diperkirakan oleh berbagai faktor antara lain oleh pengeboman ikan, potasium sianida, jangkar kapal dan dan jaring nelayan . Kategori Lifefoam
II - 31
Laporan Pendahuluan
Tutupan terumbu karang berdasarkan katagori lifefoam dari sampling di bebarapa titik perairan sekitar pulau dan keterwakilan kecamatan di Kabupaten Natuna dapat duraikan berikut ini : 1. Pulau Subi Persentase lifefoam karang Pulau Subi
Terumbu karang yang di temukan di Pulau Subi berbentuk massive atau sering sebut karang batu atau bunder sebesar 15,55 % persen, untuk karang yang bercabang atau sering disebut Acropora sebesar 22,3 % persen dan yang kalah penting di pulau subi juga di temukan Soft corals 0,85 %. 2. Pulau Subi Kecil Kondisi tutupan lifefoam karang yang ada di Pulau Subi Kecil lebih rapat di banding dengan Pulau Subi. Karang non Acropora 21,7 % dan karang bercabang atau Acropora 34,8 %. Alga turf yang terdapat di P. Subi Kecil juga dapat dikatakan lebih rapat jika dibandingkan dengan P. Subi yakni sebesar 28,1%, demikian juga dengan Soft Coral-nya yakni 3% lebih rapat jika dibandingkan dengan P. Subi (0,85%).
II - 32
Laporan Pendahuluan
3. Pulau Serasan Kondisi tutupan lifefoam karang , kelompok Karang non Acropora sebesar 25,5% dan karang bercabang atau Acropora 24,5 %. Tutupan Alga Turf sebesar 18,75 %, Soft Coral-nya yakni 5.2 % lebih rapat jika dibandingkan dengan P. Subi (0,85%) maupun P. Subi Kecil.
II - 33
Laporan Pendahuluan
Kondisi tutupan lifefoam karang di P. Tiga didominasi oleh kelompok Karang non Acropora sebesar 71,25% dan karang bercabang atau Acropora 12,6 %. Tutupan Alga Turf sebesar 12,7 %, Soft Coral-nya yakni 0,9 % , sponge 0,65%, alga 1,55%. Tutupan kelompok Non Acropora di wilayah ini merupakan yang paling luas jika dibandingkan dengan sampel wilayah lainnya. 5. Pulau Laut Kondisi tutupan lifefoam karang di P. Laut didominasi oleh kelompok Karang non Acropora sebesar 24,4 % dan karang bercabang atau Acropora 3,4%. Tutupan Alga Turf sebesar 7,2 %, Alga Caroline 1,2, Soft Coral 19,8% , Sponge 3%. Persentase tutupan Soft Coral dan Sponge di wilayah ini merupakan paling besar jika dibandingkan dengan daerah lain.
II - 34
Laporan Pendahuluan
Tutupan Alga Turf sebesar 18,9%, Alga Caroline 0,4%, Soft Coral 9,1% dan Sponge 2,8% 7. Pulau Senua Kondisi tutupan lifefoam karang kelompok di P. Senua didominasi oleh
Alga Turf sebesar 4,05%, Alga Caroline 0,9%, Soft Coral 5,6% .
II - 35
Laporan Pendahuluan
Tingginya karang Acropora 34,55% di Pulau Senua sebanding dengan indeks keanekaranaman ikan karang menempati urutan kedua. Kepadatan karang massive pada lokasi ini juga cukup tinggi kerapatannya dengan angka 22,3 %
c. Keanekaragaman Terumbu Karang Keanekaragaman terumbu karang di perairan Kabupaten Natuna berjumlah 172 jenis yang terdapat pada 14 suku terumbu karang. Distribusi jenis dan suku terumbu karang tertera dalam Tabel 2.12. Jenis terumbu karang yang ditemukan di Kec. Subi berjumlah 98 jenis, Kec. Serasan 46 jenis, Kec. Serasan Timur 31 jenis, Kec. Bunguran Barat 41 jenis, Kec. Pulau Laut 68 jenis, Kec. Bunguran Timur 60 jenis, Kec. Bunguran Timur Laut 73 jenis, Kec. Bunguran Selatan 44 jenis, Kec. Bunguran Utara 90 jenis, Kec. Pulau Tiga 46 jenis dan Kec. Midai 67 jenis.
II - 36
Laporan Pendahuluan
NO PERAIRAN KECAMATAN JUMLAH JENIS 1 Subi 98 2 Serasan 46 3 Serasan Timur 31 4 Bunguran Barat 41 5 Pulau Laut 68 6 Bunguran Timur 60 7 Bunguran Selatan 44 8 Bunguran Timur Laut 73 9 Bunguran Utara 90 10 Pulau Tiga 46 11 Midai 67 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna, 2010 Jumlah jenis terumbu karang seperti tertera pada Tabel III.42 tersebut padai masing-masing lokasi kemungkinan bisa lebih dari yang tercantum, namun hasil pengamatan tersebut telah memberi gambaran bahwa kondisi keanekaragaman terumbu karang di Pulau Subi masih relatif lebih bagus dibanding lokasi pengamatan lainnya. Dapat dipastikan bahwa dampak gangguan struktur, komposisi, dan jumlah jenis terumbu karang. d. Tingkat Pemulihan Karang Tingkat pemulihan suatu habitat terumbu karang dapat dilihat melalui pola pertumbuhan karang baru dengan melihat sebaran diameter koloni karang muda. Karang jenis Acropora sp. dipilih sebagai karang indikator karena karang ini umumnya berperan sebagai karang perintis dan tingkat pertumbuhannya yang cepat dibanding dengan jenis karang lainnya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pola sebaran ukuran diameter karang muda pada sampel lokasi cenderung mempunyai pola sebaran yang sama. Pola proses pemulihan terumbu karang di beberapa lokasi sangat berbeda jauh yaitu adanya proses penempelan karang baru yang dimulai setelah mengalami kerusakan. terhadap terumbu karang pernah terjadi di Kepulauan Natuna karena sangat mempengaruhi
II - 37
Laporan Pendahuluan
Gambar 2.13. Grafik pola pertumbuhan karang baru di Kabupaten Natuna. Pola sebaran koloni karang muda yang tertinggi terdapat di Pulau
Subi. Hal ini menandakan pada lokasi tesebut pernah mengalami kerusakan terumbu karang dan saat sekarang sudah memperlihatkan pertumbuhan kembali. Dominasi koloni karang muda terdapat pada pada P. Subi berbeda jauh dengan P. Serasan. Tingkat pertumbuhan karang Acropora sp. 8 sampai sepuluh cm dalam waktu enam bulan. Rata rata koloni karang muda yang di amati 1-15 cm maka dengan rata-rata pertumbuhan 12-14 cm per tahun pertumbuhan koloni karang yang ditemukan di lapangan, maka terumbu karang pada daerah tersebut pernah mengalami kematian lebih kurang 8 s/d 10 tahun yang lalu. Rendahnya proses pemulihan terumbu karang yang terjadi di Pulau Serasan diperkirakan akibat melimpahnya hewan Bintang Berduri (Acanthaster plancii). Hewan ini adalah predator karang yaitu memangsa karang hidup, dalam kondisi melimpah dapat menggangu ekosistem terumbu karang. Dari ketujuh lokasi pengamatan di Kec. Serasan, Bintang berduri didapati sebanyak 7 ekor pada area seluas 100 m2. Hal lain yang menyebabkan planula susah menempel di karenakan oleh kuatnya arus
II - 38
Laporan Pendahuluan
yang datang tibatiba sehingga pada lokasi tersebut planula susah menempel pada subtrat. III. Rumput Laut dan Lamun a. Sea Weed (Rumput Laut) Rumput laut atau sea weeds sangat popular dalam dunia
perdagangan. Dalam dunia ilmu pengetahuan rumput laut dikenal sebagai algae. Rumput laut tumbuh dan tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia. Tumbuhan ini bernilai ekonomis penting karena penggunaannya sangat luas dalam bidang industri kembang gula, kosmetik, es krim, media cita rasa, roti, saus, sutera, pengalengan ikan/daging, obat-obaan, dan batang besi untuk solder/las. Jenis-jenis yang bernilai ekonomis penting adalah Aanthopelttia, Gracilaria, Gelidella, Gelidium, Pterrocclaidia, sebagai penghasil agar-agar; Chondrus, Euchema, Gigartina, Hypnea, Iriclaea, Phyllophora sebagai penghasil karaginan; Furcellaria sebagai penghasil furcelaran; dan Ascophyllum, Durvillea, Ecklonia, Turbinaria sebagai penghasil alginate. Dari sekian banyak jenis tersebut hampir semua jenis ditemukan dan memungkinkan untuk dilakukan budidaya. Selain itu, rumput laut juga dapat dimanfaatkan sebagai manisan rumput laut, yang dihasilkan dari Euchema yang bermanfaat untuk kesehatan dan memperlancar sistem pencernaan makanan, disamping itu juga memberi dampak positif bagi industry rumah tangga. Di Indonesia, pemanfaatan rumput laut yang terbesar adalah sebagai bahan ekspor dalam bentuk rumput laut kering. Sejak tahun 1985 sampai 1989, volume ekspor rumput laut kering masih tetap saja kecil, yaitu 30,6%, 38,9%, 9,6%, dan 5,4%. Sehingga rata-rata ekspor pada periode itu adalah 8.939.379,2 kg/tahun. Kenyataan ini menunjukkan prospek ekspor rumput laut di Indonesia di masa datang semakin cerah. Budidaya Rumput laut di Kabupaten Natuna masih dalam skala budidaya industri rumah tangga dan percobaan, dengan sistem tengkulak yang membiayai petani/nelayan, sehingga data konkrit jumlah produksi dan luasan area rumput laut belum bisa terdeteksi secara signifikan. Hal ini mendorong inisiatif petani/nelayan untuk melakukan produksi rumput laut
II - 39
Laporan Pendahuluan
secara serius yang harapannya mampu berperan dalam memasok produksi rumput Indonesia. b. Seagrass (Lamun) Lamun termasuk tumbuhan tingkat tinggi, sudah memiliki perakaran yang baik, daun. Batang dan bunga sejati. Lamun tumbuh di bawah permukaan laut. Akar yang kuat menancap pada substrat. Penyerbukan dan pembuahan terjadi di air. Serbuk sari lamun mengapung terbawa oleh arus. Lamun dapat berfungsi dengan baik pada perairan yang tenang. Di Indonesia terdapat 12 jenis lamun yang tersebar di perairan-perairan dangkal. Di Kabupaten Natuna lamun ditemukan tersebar hampir di seluruh Kecamatan Pesisir. Luas 3.831,76 Ha lamun di wilayah perairan Natuna kurang lebih
Tabel 2.13 Perkiraan Luas Ekosistem Lamun di Perairan Kabupaten Natuna NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 NAMA KECAMATAN BUNGURAN TIMUR BUNGURAN BARAT BUNGURAN SELATAN BUNGURAN TIMUR LAUT BUNGURAN UTARA PULAU TIGA PULAU LAUT SUBI MIDAI SERASAN TIMUR SERASAN Jumlah LAMUN (Ha) 199,17 244,58 804,43 248,35 1.120,32 141,94 299,87 431,50 249,53 43,75 48,23 3.831,67 % 5,20 6,38 20,99 6,48 29,24 3,70 7,83 11,26 6,51 1,14 1,26 100,00
II - 40
Laporan Pendahuluan
Luas ekosistem lamun yang paling besar terdapat di perairan Kecamatan Bunguran Utara sebesar 29,24 persen dari seluruh perairan Kabupaten Natuna, sedangkan yang terkecil terdapat di Kecamatan Serasan Timur yakni sebesar 1,14 persen dari seluruh luas ekosistem lamun di perairan Kab. Natuna Manfaat lamun sangat banyak, antara lain sebagai komunitas lamun menyediakan tempat berlindung dan tempat mengasuh banyak jenis hewan-hewan laut ketika masih kecil seperti ikan, udang, dan kepiting. Selain itu lamun juga merupakan sumber makanan bagi mamalia laut jenis dugong, reptilian laut jenis penyu dan banyak lagi. Disekitar perairan laut Kab. Natuna menunjukkan bahwa jenis lamun yang ditemui adalah jenis Thallasia cemprecii, Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata dan C. serrulata. Pada umumnya lamun tubuh di perairan pantai dan rataan terumbu yang terbuka ketika surut terendah. Kelimpahan jenis lamun di duga erat hubungannya dengan susunan kandungan subtratnya. Tempat tumbuh adalah pada subtract pasir halus, campuran pasir halus dan kasar, pasir berlumpur, pasir dengan kerikil dari puing-puing karang mati dan diantara kartangt-karang yang mati atau diantara karang hidup. Luas areal lamun di kawasan di daerah ini rendah dan tersebar. Selain lamun di kawasan ini terdapat juga rumput laut jenis Sargasum sp, Halimeda sp, Caulerpa sp. dan Euchema muricatum Ekosistem (ekonomis) yang sudah banyak diusahakan oleh masyarakat .
rumput laut dapat ditemukan pada lokasi yang menyatu dengan hamparan terumbu karang. Pada ekosistem ini sering dijumpai kehidupan ikan yang sifatnya herbivore dan ikan-ikan kecil lainnya sebagai daerah berlindung dan mencari makan.
B. Perkembangan Produksi
Kabupaten Natuna memiliki kekayaan dan keanekaragaman
sumberdaya kelautan dan perikanan yang melimpah. Hal ini didukung oleh daerahnya yang berbentuk kepulauan. Volume produksi perikanan tangkap tahun 2009 mencapai 38.588,18 ton, dimana Kecamatan Bunguran Barat dan Serasan merupakan pemasok angka produksi paling tinggi yaitu 10.321,37 dan 9.119 ton. Adapun komoditas perikanan tangkap di
II - 41
Laporan Pendahuluan
kabupaten ini antara lain ikan napoleon, kerapu, tongkol, kuwe, kurisi, tembang/sardine, teri, lobster, cumi-cumi, dan kepiting. Namun komoditas utama yang menjadi andalan adalah naopleon, kerapu, tongkol dan lobster. Jumlah kapal/perahu penangkap ikan di Kabupaten Natuna pada tahun 2009 adalah sebanyak 2.848 unit kapal/perahu bermotor dan 1.970 unit perahu tanpa motor.
Gambar 2.14 Diagram Persentase Produksi Ikan Menurut Kecamatan di Kabupaten Natuna Tahun 2011
Rumah Tangga Nelayan yang terdapat di Kab Natuna tersebar di 8 Kecamatan yakni: Bunguran Timur (521 KK), Bunguran Barat (460 KK), Bunguran Utara (313 kk), Pulau Tiga (569 KK), Pulau Laut (253 KK), Midai (317 KK), Subi (405 KK), Serasan (1.530 kk). Secara keseluruhan produksi perikanan tangkap yang didaratkan di Kabupaten Natuna pada tahun 2009 sebesar 48.658,51 ton dan hasil perikanan budidaya sebesar 274.672 ton termasuk didalamnya budidaya rumput laut dan pembesaran ikan kerapu.
II - 42
Laporan Pendahuluan
Tabel 2.14. Jumlah Produksi Perikanan Kabupaten Natuna 2011(Ton) NO 1 2 3 4 NAMA KECAMATAN BUNGURAN TIMUR BUNGURAN BARAT BUNGURAN SELATAN BUNGURAN TMUR LAUT BUNGURAN UTARA PULAU TIGA PULAU LAUT SUBI MIDAI SERASAN TIMUR SERASAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BUDIDAYA 6.625,89 10.321,37 23.444 38.202 -
2.664,26 34.024 8.078,87 40.268 4.542,00 38.112 5.849,88 32.876 1.458,24 22.678 9.119,00 40.068 48.659,51 274.672 Perikanan Kabupaten Natuna, 2011
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 01 tahun 2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Republik Indonesia, perairan Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut China Selatan termasuk dalam WPP 711. Berdasarkan kepmen tersebut, WPP 711 di bagian utara berbatasan dengan batas terluar ZEEI atau dengan kata lain berbatasan dengan perairan negara lain seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina dan Vietnam. Pada bagian barat perairan ini dibatasi Propinsi Jambi, Bangka Belitung, dan Propinsi Sumatera Selatan, bagian timur berbatasan dengan garis sepanjang Kalimantan Barat, sedangkan bagian selatan berbatasan dengan Propinsi Sumatera Selatan dan perairan Laut Jawa. Perairan ini merupakan bagian dari Paparan Sunda yang relatif dangkal dengan rata-rata kedalaman perairan 70 m, dasarnya relatif rata dan produktivitas perairannya sangat dipengaruhi oleh musim. Sekitar sepertiga luas perairannya termasuk ke dalam perairan teritorial dan ZEE Indonesia. Dengan iklim tropis dan curah hujan yang tinggi, maka perairan ini memiliki ekosistem dengan keanekaragaman jenis ikan yang cukup
II - 43
Laporan Pendahuluan
tinggi. Sumberdaya ikan yang mendominiasi terutama kelompok ikan pelagis besar, kecil, demersal dan udang. Sesuai dengan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tahun 2008 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, terdapat enam propinsi yang memiliki kewenangan memberikan ijin pengoperasian kapal 15 30 GT di WPP 711 yakni Propinsi Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jambi, Riau dan Sumatera Selatan. Namun demikian, beberapa propinsi lain juga memanfaatkan sumberdaya ikan di perairan tersebut seperti Jawa Tengah, Jawa Barat dan DKI Jakarta. Ikan yang dominan ditangkap di WPP 711 adalah ikan Manyung ( Arius sp), cucut (Sphiraena sp), selar (Caranx sp), tembang (Sardinella sp), dan kembung (Restrelliger sp). Tingkat Pemanfaatan yang direkomendasikan oleh Pusat Riset Pengembangan Perikanan Tangkap, Litbang DKP tahun 2008, bahwa di perairan Natuna untuk pengembangan perikanan tangkap masih bisa diusahakan karena nilainya masih dibawah MSY, kecuali ikan pelagis kecil yang produksinya telah melebihi masa lestarinya.
Tabel 2.15 Tingkat pemanfaatan Sumberdaya perikanan tangkap di wilayah WPP 711 termasuk di perairan Natuna WPP Selat Karimata, Laut Natuna dan Sumberdaya Produksi MSY Demersal 70.926 72.310 Udang 56.582 58.255 Pelagis 12.676 108.62 Kecil Pelagis 49.796 2 41.553 Laut Cina JTB 57.848 46.604 86.898 3.3243 Selatan F Opt 4.910 6.968 897 1.568
II - 44
Laporan Pendahuluan
echinodermata yang ditangkap berupa teripang ( Holocthuroidea), bintang laut (Astoreidea), bintang ular (Ophiuroidea), bulu babi (Echinodea) dan lili laut (Crinoidea). Dari golongan tersebut, teripang merupakan hewan yang memiliki nilai ekonomis. Teripang biasa hidup di alam pada perairan berpasir dan berbatu karang. Namun saat ini berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan/penduduk setempat jumlahnya makin berkurang. Penangkapan teripang banyak dilakukan nelayan pendatang dengan cara menyelam. Fauna akuatik jenis molusca yang ada di pesisir Kabupaten Natuna terdiri dari jenis siput dan kerang-kerangan. Molusca merupakan binatang berkulit lunak. Menurut jenisnya moluska yang memiliki nilai ekonomis terdiri dari jenis Gastropoda (keong dan siput), Pelecypoda (kerang atau tiram) dan Cephalopoda (cumi-cumi, sotong dan gurita). Jenis cumi dan sotong banyak ditangkap di daerah ini pada bulan September hingga Desember. Namun ukuran yang besar sudah jarang ditemukan/tertangkap. Jenis udang-udangan (crustacea) yang terdapat di kawasan ini adalah rajungan (Portunus pelagicus), kepiting (Scylla cerata), udang peneid, lobster. Tabel 2.16. Berbagai jenis Molusca yang ditemukan di Perairan Natuna No 1 2 3 4 5 6 7 8 Nama Lokal Siput timba Siput bakau Siput lumpur Siput kuning Siput kecil Kepah Ale-ale Kerang Darah Nama Ilmiah Nerita lineate Terabralia palustris Peristernia philberti Melonggena corona Arctica islandica Tellina radiate Anadara granosa golongan
II - 45
Laporan Pendahuluan
9 10 11
Secara ekologis, pada stadium larva, juvenil/anak-anak udang hidup di wilayah eustaria dan laut dangkal dan umumnya bervegetasi (bakau). Daerah ini merupakan kawasan pemijahan ( spawning ground) dan daerah asuhan atau berlindung (nursery ground) sedangkan saat dewasa udangudang tersebut bergerak ke arah lepas pantai.
B. Perkembangan Produksi
Pengusahaan budidaya laut dewasa ini menjadi salah satu bentuk usaha di sektor perikanan yang cukup diminati oleh masyarakat pesisir Kabupaten Natuna. Budidaya laut merupakan salah satu bentuk usaha perikanan dengan cara pengembangan sumberdaya pada area terbatas baik di alam terbuka maupun tertutup. Tempat untuk budidaya laut demikian pula untuk air tawar, harus mempunyai fasilitas alami tertentu, terutama persediaan air yang sangat cukup, dengan suhu, salinitas dan kesuburan yang sesuai (Bardach, et all, 1972). Secara geografis penempatan lokasi budidaya harus terletak didaerah yang terlindung, gelombang yang relatif tenang dan arus yang relatif kecil serta bebas dari pencemaran. Perairan laut Kabupaten Natuna memiliki potensi untuk pengembangan perikanan budidaya. Hal ini disebabkan karena potensi sumberdaya alam dan lingkungan yang mendukung, regenerasi terhadap jenis-jenis tertentu dan peningkatan permintaan pasar international dan pasar domestik atas spesies ikan tertentu seperti kerapu dan napoleon. Selain komoditas ikan, komoditas potensial yang dapat dikembangkan adalah rumut laut. Wilayah pesisir dan laut Kabupaten Natuna mempunyai potensi untuk dijadikan usaha budidaya laut dengan menggunakan keramba tancap di pesisir pantai , didukung oleh bentuk teluk yang terlindung, panjang garis pantai dengan dasar perairan berterumbu karang serta kualitas perairan relatif baik. Lahan yang berpotensi untuk budidaya laut berada di sekitar Kecamatan Bunguran Barat yaitu perairan Sedanau, Sekitar Teluk Perairan Pulau Tiga, Teluk
II - 46
Laporan Pendahuluan
Serasan,
Teluk
Pulau
Kerdau.
Sementara
angka
produksi
perikanan
Tabel 2.17. Wilayah Potensi Pengembangan Budidaya Pantai Kab. Natuna NO KECAMATAN 1 2 3 4 Bunguran Barat Pulau Tiga Subi Serasan
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna, 2011
KOMODITAS UNGGULAN Budidaya Ikan Karang ekonomis seperti Ikan Kerapu Napoleon, Teripang, Rumput Laut, Kepiting Bakau
2.8.2 Pertanian Pembangunan ekonomi sektor pertanian adalah untuk meningkatkan produksi pertanian dan bertujuan meningkatkan pendapatan petani yang sebagian besar berada di daerah pedesaan. Data Tahun 2011, menunjukan bahwa jenis usaha pertanian tanaman pangan meliputi tanaman bahan makanan dan sayur-sayuran. Komoditas tanaman bahan makanan terdiri dari tanaman padi, jagung, ubikayu, ubi jalar dan kacang tanah. Jumlah luas tanam bahan makanan secara keseluruhan adalah 675,45 ha, dimana luas tanaman padi seluas 111,25 Ha, jagung 190 Ha, Ubi kayu 221 Ha, Ubi Jalar 101,2 Ha dan Kacang Tanah 46,4Ha. Adapun luas panen bahan makanan adalah sebesar 473,56 Ha dengan rincian luas panen tanaman padi 67 Ha, Jagung 163 Ha, Ubi Kayu 135,1 Ha, Ubi jalar 77,86 Ha dan Kacang Tanah 26,1 Ha. Jumlah produksi tanaman bahan makanan untuk padi 180,2 ton, jagung 435,7 ton, ubi kayu 1686,5 ton, ubi jalar 596,85 ton dan kacang tanah 68,95 ton. Kecamatan Serasan Timur, Serasan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur merupakan kecamatan yang memberikan kontribusi tertinggi dari hasil produksi
II - 47
Laporan Pendahuluan
tanaman bahan makan yaitu masing-masing sebesar 19,71%, 15,40%, 13,97% dan 12,24%. Berikut adalah Luas Tanam Bahan Makanan menurut Komoditas dan Kecamatan.
Luas Tanam Bahan Makanan menurut Komoditas dan Kecamatan. Jagun g Ubi kayu 35 60 15 5 40 10 45 50 10 30 2011 25 4 10 4 5 7 35 18 30 25 14 35 Ubi jalar 5 4 3 4 5 3 4 1 2 2 Kedala i 40 20 30 10 Kacan g tanah 65 173 69 4 10 86 83 167 96 26 34 181 Jumlah
Padi
Midai Bunguran Barat Bunguran Utara Pulau Laut Pulau Tiga Bunguran Timur Bunguran Timur
58 38 30 8
7 3 5 5 14 2 2
Laut Bunguran Tengah 57 Bunguran Selatan Serasan Subi 8 Serasan Timur 112 Sumber : Natuna Dalam Angka,
Dalam rangka pembangunan pertanian di Kabupaten Natuna, Dinas Pertanian Kabupaten Natuna masih menitikberatkan pada pencapaian produksi yang optimal khususnya pada sub sektor tanaman pangan dan holtikultura. Luas lahan potensial yang masih harus dikembangkan merupakan salah satu modal besar bagi pengembangan pertanian dalam usaha mencapai tingkat produksi yang tinggi. Berikut adalah luas total potensi lahan tanaman pangan dan hortikultua dirinci berdasarkan daerah kecamatan di Kabupaten Natuna (ha).
II - 48
Laporan Pendahuluan
Tabel.2.19. Luas Potensi Lahan Tanaman Pangan dan Hortikultura dirinci berdasarkan daerah kecamatan di Kabupaten Natuna (Ha) N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kecamatan Bunguran Timur Bunguran Barat Midai Serasan Bunguran Utara Subi Pulau Laut Bung. Timur Laut Bung. Selatan Bung. Tengah Serasan Timur Pulau Tiga Padi 2.000 1.500 40 200 Jumlah (Ha) Palawija 1.800 750 33 1.100 Buahbuahan 1.500 500 30 1.000 Sayuran 251 200 20 100 Jumlah (Ha) 5.551 2.950 123 2.400 -
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Natuna, 2011 Melihat dari luas tanam dan potensi, telihat bahwa masih banyak potensi lahan yang dapat dikembangkan menjadi areal pertanian. Hasil yang dicapai Dinas Pertanian Kabupaten Natuna selama 3 tahun pembangunan pertanian dapat dilihat sebagai berikut ini.
Tabel 2.20. Sasaran dan Realisasi Luas Tanam Padi Kabupaten Natuna
Komuditi 2007 2008 2009
II - 49
Laporan Pendahuluan
Sasara n (Ha) -
Penca paian -
Penca paian -
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Natuna, 2011 Tabel 2.21. Realisasi Luas Tanam Palawija Kabupaten Natuna
N o 1 Tahun Palawija 2006 (Ha) 116 193 79 41 429 Tahun 2007 (Ha) 40 0 25 12 15 92 Tahun 2008 (Ha) 153 0 0 0 106 203 0 61 29 0 0 0 552 Tahun 2009 (Ha) 93, 45 2,7 83 149 43 36 32 0 439
Jagung - Intensifikasi - Non Intensifikasi Kedele - Intensifikasi - Non Intensifikasi Ubi Kayu - Intensifikasi - Non Intensifikasi Ubi Jalar - Intensifikasi - Non Intensifikasi Kacang Tanah - Intensifikasi - Non Intensifikasi Kacang Hijau - Intensifikasi - Non Intensifikasi Jumlah
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Natuna, 2011 Untuk Tanaman sayur-sayuran diketahui bahwa luas secara
keseluruhan adalah 447 Ha dengan rincian tanaman Cabe 58,5 Ha, Ketimun 67,4 Ha, Terong 41,05 Ha, Kacang Panjang 68,95 Ha, Bayam 74,25 Ha, Kangkung 51,65 Ha, Petai dan Sawi 83,35 Ha. Berikut ini adalah sebaran luas tanam sayuran menurut komoditas dari berbagai kecamatan di Kabupaten Natuna. Tabel 2.22. Sebaran dan Luas Tanam Sayuran (Ha)
Kecamatan Midai Bunguran Barat Bunguran Utara Pulau Laut Pulau Tiga Cabe 51 30 0 2 0 Ketimu n 12 15 0 0 Terong 11 19 0 0 0 Kacangpanja ng 18 16 0 1 2 Bayam 9 27 0 -
II - 50
Laporan Pendahuluan
Kecamatan Bunguran Timur Bunguran Timur Laut Bunguran Tengah Bunguran Selatan Serasan Subi Serasan Timur
Ketimu n 2 0 2 5 108 0 76
Terong 2 0 2 110 0 97
Kacangpanja ng 1 0 5 9 80 0 79
Bayam 2 0 3 56 2 58
Kecamatan Midai Bunguran Barat Bunguran Utara Pulau Laut Pulau Tiga Bunguran Timur Bunguran Timur Laut Bunguran Tengah Bunguran Selatan Serasan Subi Serasan Timur
Kangkun g 9 23 1 2 2 2 52 50
Lainny a 24 16 1 -
Sumber : Natuna Dalam Angka, 2011 Berikut ini adalah sebaran dan produksi buah-buahan (kuintal) di Kabupaten Natuna.
II - 51
Laporan Pendahuluan
Bunguran Timur Laut Bunguran Tengah Bunguran Selatan Serasan Subi Serasan Timur Jumlah
0 0 2 4 0 3 9
0 0 0 84 0 63 311
143 0 6 26 0 13 215
50 7 24 56 2 38 313
94 0 20 171 0 32 350
15 0 7 192 6 98 394
II - 52
Laporan Pendahuluan
Kecamatan Bunguran Timur Laut Bunguran Tengah Bunguran Selatan Serasan Subi Serasan Timur Jumlah
pepaya 54 14 36 27 7 21 306
sala k
sawo 13
sirsa k 18 0 1 5 0 4 33
0 1 4 0 3 13
0 41 96 4 75 252
Berikut ini adalah perbandingan realisasi panen tananaman pangan dan hortikultura. Tabel 2.24. Perbandingan Realisasi Panen Tanaman Pangan dan Hortikultura
Realisasi Tahun 2007 No Komuditi Panen (Ha) 1 2 Padi Palawija - Jagung - Kedelai - Ubi Kayu - Ubi Jalar - Kacang Tanah - Kacang Hijau - Talas 3 Hortikultura - Sayuran - Buah-Buahan 168 21 20 50 336 105 40 57 19 19 3 18 100 100 0.8 23,33 72 570 190 1, 52 7 168 0 130 59 26 102 Produk tifitas 36 Produk si (Ton) 486 Realisasi Tahun 2008 Panen (Ha) 108 Produk tifitas 738 774 302,4 36,4 123 128,1 56 18 4,5 Produk si (Ton) 410,4 Realisasi Tahun 2009 Panen (Ha) 64 Produk tifitas Produks i (Ton) -
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Natuna, 2011 Dari tabel diatas terlihat bahwa realisasi panen tanaman holtikultura sayuran paling besar diantara tanaman bahan pangan dan buah-buahan pada tahun 2007, namun produktivitas terbesar terjadi pada ubi kayu dan ubi jalar pada tahun yang sama. Namun pada tahun 2008, produksi buahbuahan menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan dengan padi dan tanaman bahan pangan. Selain tamanam pertanian bahan pangan, sayuran dan buah-buahan, terdapat juga tanaman yang potensi obat dan tanaman hias. Tanaman hias
II - 53
Laporan Pendahuluan
di Kabupaten Natuna terdiri atas adenium, anggrek, caladium, euphorbia, gladiol, heliconia, ixora, mawar,melati dll. Sementara tanaman potensi obat lebih banyak dari tanaman hias. Berikut adalah gambarannya:
Tabel 2.25. Sebaran dan Produksi Belum Habis (Pohon) tanaman Hias
Kecamatan Midai Bunguran Barat Bunguran Utara Pulau Laut Pulau Tiga Bunguran Timur Bunguran Timur Laut Bunguran Tengah Bunguran Selatan Serasan Subi Serasan Timur Jumlah Adeniu m 0 0 0 0 0 48 0 0 0 0 0 0 48 Anggre k 0 0 0 0 0 65 0 0 0 0 0 0 65 70 0 0 0 0 0 70 Caladiu m 0 0 0 0 0 Euphorbi a 0 0 0 0 0 25 69 0 0 0 0 0 94 Gladio l 0 0 0 0 0 22 0 0 0 0 0 0 22 Heliconi a 0 0 0 0 0 17 220 0 0 0 0 0 237 Ixor a 0 0 0 0 0 70 179 0 0 0 0 0 249
Lanjutan tabel tanaman hias Kecamatan Midai Bunguran Barat mawa r 0 0 Melat i 0 0 paki s 0 0 pale m 0 0 sansevier a 0 3 sedap malam 0 0
II - 54
Laporan Pendahuluan
Bunguran Utara Pulau Laut Pulau Tiga Bunguran Timur Bunguran Timur Laut Bunguran Tengah Bunguran Selatan Serasan Subi Serasan Timur Jumlah
0 0 0 25 168 0 0 0 0 0 193
0 0 0 0 70 0 0 0 0 0 70
0 0 0 25 70 0 0 0 0 0 95
0 0 0 87 0 0 0 0 0 0 87
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 10
Berikut adalah sebaran dan produksi belum habis (tangkai) tanaman potensi obat-obatan di Kabupaten Natuna. Tabel 2.26. Sebaran & Produksi Belum Habis (tangkai) Tanaman Potensi Obat-obatan
Kecamatan Midai Bunguran Barat Bunguran Utara Pulau Laut Pulau Tiga Bunguran Timur Bunguran Timur Laut Bunguran Tengah Bunguran Selatan Serasan Subi Serasan Timur Jumlah Jahe 22 0 0 0 5 304 80 0 450 101 0 93 1.055 kencur 25 5 0 0 4 67 32 0 334 51 0 41 559 kunyit 24 2 0 0 7 253 10 0 54 89 0 51 490 Lem puyang 0 0 0 0 0 0 0 0 119 30 0 33 182 lengkua s 37 0 0 0 6 93 215 0 494 50 0 44 939 lidah buaya 0 0 0 0 0 0 36 0 0 0 0 0 36 0 0 0 0 0 0 18 0 0 0 0 0 18 mengkudu Temu ireng 0 0 0 0 0 0 0 0 0 27 0 34 61 Temu lawak 0 0 0 0 0 0 56 0 233 31 0 36 356
II - 55
Laporan Pendahuluan
2.8.3 Perkebunan Perkebunan pengembangkan mempunyai di kedudukan Kabupaten yang penting Data di dalam 2011 pertanian Natuna. Tahun
menunjukan luas tanaman perkebunan secara keseluruhan adalah 32.112 Ha dengan rincian Tanaman Karet 3.982 Ha, Kelapa 14.006 Ha, Kelapa Sawit 1.760 Ha, Kopi 42 Ha, Cengkeh 12.190 Ha dan Tanaman Lada 132 Ha. Dilihat dari luasan lahannya yang merupakan tanaman perkebunan yang cukup potensial di Kabupaten Natuna adalah tanaman kelapa dan cengkeh. Sementara luas areal dan produksi mengalami peningkatan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Berikut adalah gambarannya. Tabel 2.27 Luas Lahan Perkebunan Menurut Jenis Dan Kecamatan, 2010 (Ha)
Kecamatan karet kelap a Midai Bunguran Barat Bunguran Utara Pulau Laut Pulau Tiga Bunguran Timur Bunguran Timur Laut Bunguran Tengah Bunguran Selatan Serasan Subi Serasan Timur Jumlah 105 110 241 100 8 1030 468 1.132 644 115,5 18 63 4.132, 2.595 925 1.990 1.100 320 1390 1.390 41 1.050 286 588 576 14.00 kelap a sawit 1.760 1.760 8 6 8 14 2,5 44,5 893 790 690 350 903 1.075 1.590 1.375 2.815 907 801 12.189 0 kop i cengke h Pinan g
II - 56
Laporan Pendahuluan
Kecamatan Bunguran Timur Bunguran Timur Laut Bunguran Tengah Bunguran Selatan Serasan Subi Serasan Timur Jumlah
enau 0
gambir 0
cacao 0
kemiri 0
Cassaviera 0
Jumlah Perk. Rakyat Perk. Besar Negara Perk. Besar Swasta Total
4.823,50
19.998,8
7.441,70
32.264,00
13.305,4 0
37.556,26
16.403,00
Berdasarkan data hasil produksi tanaman perkebunan menunjukan produksi Karet adalah sebesar 4.403,5 ton, Kelapa 6.012,2 ton, Kopi 2,8 ton, Cengkeh 2.881 ton dan tanaman Lada 5,9 ton.
II - 57
Laporan Pendahuluan
II - 58
Laporan Pendahuluan
II - 59
Laporan Pendahuluan
Gambar 2.21. Sebaran dan Nilai Produksi Kelapa Sawit Berdasarkan data diatas, terlihat dari sisi produksi, komoditas yang potensial adalah karet, kelapa dalam, cengkeh dan kelapa sawit, sementara dari luas areal, komoditas yang potensial dikembangkan adalah karet. Karet adalah tanaman perkebunan/industri tahunan berupa pohon batang lurus yang pertama kali ditemukan di Brasil dan mulai dibudidayakan tahun 1601. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Karet cukup baik dikembangkan di daerah lahan kering beriklim basah. Tanaman karet memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan komoditas lainnya, yaitu:
II - 60
Laporan Pendahuluan
Dapat tumbuh pada berbagai kondisi dan jenis lahan, serta masih mampu dipanen hasilnya meskipun pada tanah yang tidak subur, Mampu membentuk ekologi hutan, yang pada umumnya terdapat pada daerah lahan kering beriklim basah, sehingga karet cukup baik untuk menanggulangi lahan kritis,
Dapat
memberikan
pendapatan
harian
bagi
petani
yang
Pohon karet akan dapat dipanen getahnya pada usia 5 tahun dan memiliki usia produktif 25 sampai 30 tahun. Buah karet berbentuk kotak tiga atau empat. Setelah berumur enam bulan buah akan masak dan pecah sehingga biji karet terlepas dari batoknya. Biji karet terdiri dari 40-50% kulit yang keras, berwarna coklat, 50-60% kernel yang berwarna putih kekuningan. Kernel biji karet terdiri dari 40 50 % minyak, 2,71% abu, 3,71% air, 22,17% protein dan 24,21% karbohidrat. Ini menunjukkan bahwa biji karet berpotensi untuk dijadikan sumber minyak nabati. Tetapi kandungan air yang cukup besar dalam biji karet dapat memicu hidrolisis triglyserida menjadi FFA. Oleh karenanya, diperlukan pengeringan sebelum pengepresan. Biji karet merupakan limbah pertanian yang tidak mempunyai nilai ekonomi, tidak memerlukan lahan subur, pemeliharaan yang intensif dan ketersediaannya melimpah. (Luthfi,2008). Berikut adalah pohon industry karet. Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri minyak penting industri, penghasil maupun minyak bahan masak, bakar
penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi.
II - 61
Laporan Pendahuluan
Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi. Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan. Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Buah terdiri dari tiga lapisan:
Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin. Mesoskarp, serabut buah Endoskarp, cangkang pelindung inti Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan
2.8.4 Peternakan
Pembangunan sub sektor peternakan bertujuan untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak dalam usaha memperbaiki gizi masyarakat, di samping meningkatkan pendapatan peternakan. Ternak yang dikembangkan di Kabuaten Natuna antara lain sapi, kerbau, kambing,
II - 62
Laporan Pendahuluan
domba, babi, ayam, dan itik. Berikut adalah sebaran ternak di Kabupaten Natuna. Tabel 2.29. Sebaran dan Banyaknya ternak di Kabupaten Natuna
Kecamatan Midai Bunguran Barat Bunguran Utara Pulau Laut Pulau Tiga Bunguran Timur Bunguran Timur Laut Bunguran Tengah Bunguran Selatan Serasan Subi Serasan Timur Jumlah sapi 595 485 299 8 1.17 1 595 777 171 181 175 6.42 2
Sumber : Natuna Dalam Angka, 2011
kerba u
domb a
Bab i
ayam 2.550 10.25 0 2.450 7.350 4.150 6.782 6.850 6.152 8.750 21.23 8 550 1.150
80.22 2
Secara umum pengembangan populasi ternak di Kabupaten Natuna pada tahun 2002-2008 seperti pada tabel diwawah ini: Tabel 2.30. Populasi Ternak di Kabupaten Natuna pada Tahun 2002-2010
Jenis Ternak Sapi Potong Kerbau Kambing Ayam Buras Ayam Pedaging Ayam Petelur Itik Merpati 2002 8.062 24 2.658 126.818 2.378 1.200 8.903 10 2003 6.415 43 2.459 139.575 36.500 1.000 7.263 2004 6.879 43 2150 180.616 31.010 650 5.673 2005 4.643 16 1.805 164.440 360 6.545 2006 4.531 16 1.822 180.884 350 3.295 2007 5.381 16 2.075 181.097 3.380 2008 3213 21 849 105.117 5450 350 873 100 2009 6422 12 1371 76.232 118.800 3783 2010 4468 16 1694 75.792 148.100 3709 -
II - 63
Laporan Pendahuluan
Jumlah
150.053
193.255
227.021
29.813
190.898
186.568
112.760
200.198
229.311
Tabel 2.32.
NO . Kecamatan Ayam
Itik
Produ
Aya m
Itik
Prod u
Ayam
Itik
Produk
2009
841 119.418 8.782
2010
750 115.280
1. 2. 3. 4 4. 6. 7. 8. 9. 10.
Bunguran Timur Bunguran Tengah Bunguran T. Laut Bunguran Selatan Bunguran Barat Bunguran Utara Pulau Tiga Pulau Laut Midai Serasan
26,948
126
21,436
105
21,541
12.338
105
13.880
5528
645
74564
6152
600
81564
12,739
50
12,789
4.001
28
4.501
7111
64
86727
6850
75
83704
5641
210
68502
8750
35
106192
9525
595
121680
10250
550
130504
1.626
1.829
2674
37
32768
2450
25
29916
2818
249
37053
2550
254
33873
308
688
27
8617
550
15
6793
16,192
16,192
16.904
19.017
12874
13
155780
21238
10
256050
35.329
391
39,745
987
618
19347
1150
600
21101
II - 64
Laporan Pendahuluan
NO .
Kecamatan
Ayam
Itik
Prod u
Aya m
Itik
Produ
Aya m
Itik
Prod u
Ayam
Itik
Produk
2008
6445
2009
665 121680 7350
2010
750 97849
2,752
229
2,981
2,698
229
3,035
4017
53
49194
4150
45
50706
80,067
3,380
184,477
97,394
873
109,567
Dari data diatas, terlihat bahwa ternak sapi mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun dibandingkan dengan ternak lain. Hal ini mengindikasikan bahwa sapi lebih banyak dikembangkan dan potensial untuk tetap dikembangkan menjadi komoditas unggulan Kabupaten Natuna. Sapi juga tersebar di seluruh Kecamatan di Kabupaten Natuna dan dalam jumlah yang besar dan terus mengalami peningkatan. Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi 1. yang mempunyai nilai sangat strategis. Untuk memenuhi kebutuhan daging di Indonesia saat ini berasal dari: unggas (broiler, petelur jantan, ayam kampung dan itik),
II - 65
Laporan Pendahuluan
2. 3. 4.
sapi (sapipotong, sapi perah dan kerbau), babi, serta kambing dan domba (kado).
Dari keempat jenis daging tersebut, hanya konsumsi daging sapi (<2 kg/kapita/tahun) yang masih belum dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri, karena laju peningkatan permintaan tidak dapat diimbangi oleh pertambahan populasi. Potensi komoditas sapi yang dapat dikembangkan untuk menunjang usaha sapi potong adalah bahan mentah utama yang dihasilkan seperti daging, susu dan kulit. Pengembangan ini dapat menghasilkan produk ikutan berupa kompos yang sangat dibutuhkan untuk menjaga kesuburan lahan. Potensi lainnya adalah produk turunan yang berupa kulit samak, terutama untuk pengembangan 5-20 tahun mendatang. Total impor daging dan sapi potong pernah mencapai setara atau sekitar 600.000-700.000 ekor/tahun (2002), dan jumlah ini sepenuhnya akan dipenuhi dari dalam negeri, maka sedikitnya diperlukan tambahan populasi induk sekitar 1 juta ekor, yang akan berakibat total populasi harus bertambah 2-2,5 juta ekor. Sementara itu bila dalam 5-10 tahun mendatang rata-rata konsumsi daging meningkat dan mencapai 3 kg/kapita/tahun, diperlukan tambahan populasi (induk, sapihan dan bakalan) sekitar 3-3,5 juta ekor. Angka-angka tersebut memberi gambaran bahwa prospek industri sapi di Indonesia cukup menjanjikan. Bila dalam 10 tahun mendatang akan diarahkan sedikitnya untuk melakukan substitusi impor secara dan/atau selektif, pakan maka untuk diperlukan ketersediaan lahan
mengakomodasi penambahan populasi sebesar 5-6 juta ekor. Saat ini masih tersedia kawasan perkebunan yang relatif kosong ternak seluas >15 juta ha, lahan sawah dan tegalan yang belum optimal dimanfaatkan untuk pengembangan ternak > 10 juta ha, serta lahan lain yang belum dimanfaatkan secara optimal > 5 juta ha di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Setiap hektar kawasan perkebunan atau pertanian sedikitnya mampu menyediakan bahan pakan untuk 1-2 ekor sapi, sepanjang tahun. Inovasi teknologi memungkinkan untuk mengolah hasil samping dan limbah pertanian maupun agroindustri sebagai pakan murah. Tantangan yang akan dihadapi adalah meningkatkan gairah peternak untuk bersaing karena kecenderungan peningkatan impor daging dan sapi bakalan maupun sapi
II - 66
Laporan Pendahuluan
potong bukan semata-mata disebabkan karena senjang permintaan dan penawaran, tetapi juga karena adanya kemudahan dalam pengadaan produk impor (volume, kredit, transportasi) serta harga produk yang memang relatif murah. Dalam dasawarsa terakhir ini ada kecenderungan impor daging dan sapi hidup jumlahnya terus meningkat, kecuali sesaat setelah krisis tahun 1997. Menurut laporan ACIAR (2002), pada tahun 2000 perbandingan impor daging, jerohan dan sapi hidup mendekati 1:1:1. Sementara itu pada tahun 2002 impor sapi hidup telah mencapai > 420.000 ekor. Namun akhir-akhir ini telah terjadi perubahan (penurunan impor) yang cukup signifikan. Kondisi ini telah menyebabkan harga daging di dalam negeri sangat baik dan merangsang usaha peternak sapi di pedesaan. Secara nasional populasi sapi potong dari tahun 1994-2002 mengalami penurunan sebesar 3,1 persen per tahun. Saat ini populasi sapi dan kerbau di Indonesia mencapai jumlah lebih dari 13,5 juta ekor. Oleh sebab itu, Arah pengembangan ternak sapi melalui peningkatan populasi ternak dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain: (i) mempercepat umur beranak pertama, dari > 4,5 tahun menjadi < 3,5 tahun, (ii) memperpendek jarak beranak dari >18 bulan menjadi sekitar 12-14 bulan sehingga akan ada tambahan jumlah anak selama masa produksi sekitar 2 ekor/induk, (iii) menekan angka kematian anak dan induk, (iv) mengurangi pemotongan ternak produktif dan ternak kecil/muda, (v) mendorong perkembangan usaha pembibitan penghasil sapi bibit, serta (vi) menambah populasi ternak produktif, melalui impor sapi betina produktif. Pada industri hulu, biaya terbesar untuk menghasilkan sapi bakalan atau daging adalah pakan, yang dapat mencapai 70-80 persen. Ke depan, arah pengembangan industri hulu ini difokuskan untuk membuat pola integrasi yang berdampak pada pengurangan biaya pakan usaha cow calf operation secara signifikan, sehingga produk yang dihasilkan mempunyai daya saing yang sangat tinggi. Namun untuk usaha penggemukan diperlukan dukungan khusus berupa ransum rasional yang berkualitas namun tetap murah. Dalam hal ini yang terpenting adalah biaya ransum
II - 67
Laporan Pendahuluan
untuk meningkatkan pertambahan bobot badan masih ekonomis. Usaha agribisnis hulu lain yang perlu dikembangkan adalah penyediaan caloncalon induk; dan pejantan unggul, baik untuk keperluan IB maupun pejantan untuk kawin alam. Industri hilir yang dapat dikembangkan untuk menunjang usaha sapi potong pada diagram pohon industri agribisnis sapi potong adalah pengolahan bahan mentah utama yang akan dihasilkan seperti daging, susu dan kulit. Fasilitas utama dan pertama yang diperlukan adalah Rumah Potong Hewan (RPH) dan tempat penyimpanan produk yang memadai
2.8.5 Kehutanan
Secara geografis, Pulau Natuna terletak di tengah-tengah kawasan Asia Tenggara. Dengan lokasi di wilayah perbatasan dan potensi SDA yang besar, maka kawasan Pulau Natuna dan sekitarnya telah ditetapkan sesuai PP No. 47 Tahun 1997 tentang RTRW Nasional menjadi salah satu kawasan tertentu yaitu kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan. Kawasan tertentu dapat berada di kawasan lindung, di kawasan budidaya atau kedua kawasan tersebut. Beberapa kriteria kawasan tertentu yang dapat terpenuhi di kawasan Natuna antara lain: Potensi SDA yang besar dan berpengaruh terhadap pengembangan Poleksus-budhankam dan pengembangan wilayah sekitarnya. Potensi SDA yang besar serta usaha/kegiatannya berdampak besar dan penting terhadap kegiatan sejenis maupun kegiatan lain, baik di wilayah bersangkutan, wilayah sekitar maupun wilayah negara. Keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan baik dalam lingkup nasional maupun regional Posisi strategis serta usaha dan atau kegiatannya berdampak besar dan penting terhadap kondisi politis dan pertahanan keamanan nasional serta regional Hutan mempunyai peranan yang penting bagi stabilitas keadaan susunan tanah dan isinya, oleh karenanya pembatasan atas eksploitasi produksi hutan dalam hal ini produksi kayu perlu dibatasi. Kawasan hutan yang
II - 68
Laporan Pendahuluan
terdapat di Pulau Natuna terdiri dari hutan lindung dan hutan mangrove dengan luas total 132.196,71 ha, dengan rincian sebagai berikut. Tabel 2.34. Potensi Sumber Daya Alam Kabupaten Natuna di Sektor Peternakan
Kecamatan Potensi 2007 Bung. Timur Sapi (ekor) Kambing (ekor) Unggas (ekor) HMT (Ha) Sapi (ekor) Kambing (ekor) Unggas (ekor) HMT (Ha) Sapi (ekor) Kambing (ekor) Unggas (ekor) HMT (Ha) Sapi (ekor) Kambing (ekor) Unggas (ekor) HMT (Ha) Sapi (ekor) Kambing (ekor) Unggas (ekor) HMT (Ha) Sapi (ekor) Kambing (ekor) Unggas (ekor) HMT (Ha) Sapi (ekor) Kambing (ekor) Unggas (ekor) HMT (Ha) Sapi (ekor) Kambing (ekor) Unggas (ekor) 8.076 19.840 45.343 50 6.087 9.764 9.744 30 2.244 4.748 10.000 15 4.023 4.378 10.000 25 2.218 2.141 5.000 100 2.087 4.778 10.000 10 1.860 4.892 10.000 15 1.615 3.968 9.069 10 1.217 1.953 1.949 6 449 950 2.000 3 805 876 2.000 5 444 428 1.000 20 417 956 2.000 2 372 978 2.000 3 1.615 3.968 9.069 10 1.217 1.953 1.949 6 449 950 2.000 3 805 876 2.000 5 444 428 1.000 20 417 956 2.000 2 372 978 2.000 3 1.615 3.968 9.069 10 1.217 1.953 1.949 6 449 950 2.000 3 805 876 2.000 5 444 428 1.000 20 417 956 2.000 2 372 978 2.000 3 1.615 3.968 9.069 10 1.217 1.953 1.949 6 449 950 2.000 3 805 876 2.000 5 444 428 1.000 20 417 956 2.000 2 372 978 2.000 3 1.615 3.968 9.069 10 1.217 1.953 1.949 6 449 950 2.000 3 805 876 2.000 5 444 428 1.000 20 417 956 2.000 2 372 978 2.000 3 Sasaran Pengembangan 2006 2011 2008 2009 2010 2011
Siantan
Jemaja
Serasan / Subi
Midai
Palmatak
Bung. Utara
II - 69
Laporan Pendahuluan
Kecamatan Potensi HMT (Ha) Sapi (ekor) Kambing (ekor) Unggas (ekor) 2007 Sasaran Pengembangan 2006 2011 2008 Sianta Timur Sapi (ekor) Kambing (ekor) Unggas (ekor) HMT (Ha) Sapi (ekor) Kambing (ekor) Unggas (ekor) HMT (Ha) Sapi (ekor) Kambing (ekor) Unggas (ekor) HMT (Ha) Sapi (ekor) Kambing (ekor) Unggas (ekor) HMT (Ha) Sapi (ekor) Kambing Bung. Tengah Pulau Tiga Jemaja Timur Siantan Selatan 2009 2010 2011 -
Subi
HMT (Ha) Pulau Laut Sapi (ekor) Kambing (ekor) Unggas (ekor) HMT (Ha)
II - 70
Laporan Pendahuluan
Kecamatan Potensi 2007 (ekor) Unggas (ekor) HMT (Ha) Sapi (ekor) Kambing (ekor) Unggas (ekor) HMT (Ha) Bung. Timur Laut Sasaran Pengembangan 2006 2011 2008 2009 2010 2011
KABUPATEN Sapi (ekor) Kambing (ekor) Unggas (ekor) HMT (Ha) 100.087 245 20.018 49 20.018 49 20.018 49 20.018 49 20.018 49 26.595 50.541 5.319 10.109 5.319 10.109 5.319 10.109 5.319 10.109 5.319 10.109
Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan & Peternakan Provinsi Kepulauan Riau, 2007
II - 71
Laporan Pendahuluan
HL GUNUNG SEKUNYAM
45.925,10
HL GUNUNG RANAI
28.645,50 105.610,8 0
Kondisi land cover terkini hutan di Pulau Natuan berdasarkan analisis citra satelit meliputi hutan primer dataran rendah 97.437 ha, hutan sekunder dataran rendah 33.526 ha, hutan mangrove 1.234 ha, tegalan 5.038 ha, semak belukar 21.435 ha, pemukiman 1.686 ha, lahan terbuka 6.159 ha, pertambangan 2.882 ha, tubuh air 587 ha, waduk 325 ha, tegalan/ladang 4.217 ha dan bandara 85 ha, sehingga total luas pulau Natuna 169.571 ha. Berdasarkan hasil analisis citra satelit, penutupan lahan Kabupaten Natuna didominasi oleh hutan, disusul oleh semak belukar, lahan terbuka, perkebunan, terumbu karang dan rawa. Kondisi tutupan lahan dapat dilihat pada peta tutupan lahan berikut ini. Berikut adalah beberapa tipe landuse Kabupaten Natuna. Tabel 2.38. Tipe Landuse Kabupaten Natuna
Penutup Lahan Waduk Hutan Sekunder Hutan Primer Hutan Mangrove Semak/Belukar Tegalan/Ladang Pemukiman & lahan terbangun Lahan terbuka Luas (ha) 324,54 33.526,09 97.437,10 1.233,50 21.434,95 4.216,74 1.685,50 6.158,59 % 0,91 19,77 57,46 0,72 12,64 2,48 0,99 3,63
II - 72
Laporan Pendahuluan
Pertambangan Tubuh air Bandara Total Luas Hutan Luas Non hutan
Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan & Peternakan Provinsi Kepulauan Riau, 2007
Hasil analisis citra menunjukkan bahwa luasan hutan di Pulau Natuna adalah sebesar 132.197 ha, sedangkan luas non hutan adalah sebesar 37.375 ha. Kawasan non hutan di Pulau Natuna telah mencapai 22,04% dari total luasan di Pulau Natuna. Tabel 2.39. Penutupan Lahan Kehutanan Dan Perkebunan Penutupan Lahan Cengkeh htn dataran rendah Hutan Karet Kelapa Kopi lada mangrove nipah open area pemukiman rawa gambut sagu sawit semak belukar vegetasi pantai JUMLAH P. Bunguran 10.400 12.360 29.310 16.130 16.050 10.800 7.082 1.882 3.153 5.286 3.735 1.706 4.820 10.010 7.965 14.690 155.379 4.999 505 22.160 1.750 163 345 410 P. Jemaja 887 3.842 3.061 2.254 2.696 1.248
II - 73
Laporan Pendahuluan
Hutan Lindung di Kabupaten Natuna Hutan lindung di Pulau Natuna mendapat tekanan yang besar terutama akibat okupasi di pinggiran antara lain pembangunan sarana dan prasarana, perambahan atau tekanan lahan untuk permukiman, pengembangan kawasan industri, perkebunan maupun tekanan akan sumber daya di dalam kawasan hutan lindung. Terdapat gejala-gejala fungsi hutan menjadi fungsi-fungsi budidaya atau lahan-lahan yang terlantar akibat pembukaan dan pemanfaatan lahan yang liar. a. Hutan Lindung Gunung Bedung Merupakan kawasan hutan yang ditetapkan sebagai Hutan Lindung menurut SK penunjukkan Menhut No. 283/Kpts-II/98 tanggal 27 Februari 1998, HL Gunung Bedung memiliki luas 4.720,10 ha. Hampir 80 % kawasan masih tertutup hutan primer. Di kawasan ini legenda tentang masyarakat bunian, masyarakat yang ada tetapi tidak bisa disaksikan oleh mata orang awam. Kearifan lokal tentang beberapa kepercayaan terhadap legenda masyarakat bunian telah banyak mempengaruhi terpeliharanya kondisi kawasan ini. Kawasan Hutan Lindung Gunung Bedung memiliki tipe vegetasi hutan hujan tropis dataran rendah. Kawasan ini merupakan bekas PT. Tara Mulia yang sudah ditinggalkan, sehingga wilayah ini terdapat jalan bekas pengangkutan kayu log yang terbentang hingga wilayah hutan lindung. Di beberapa lokasi di kawasan ini juga ditemukan bekas pengambilan kayu
II - 74
Laporan Pendahuluan
oleh PT. Tara Mulia, hal ini dibuktikan dengan adanya bekas saradan kayukayu log di kawasan ini. Selain itu kawasan ini juga berbatasan langsung dengan kawasan perkebunan kelapa sawit milik PT. SAS dan Pulau Rupat yang merupakan Kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) dan juga berbatasan langsung dengan Kawasan Hutan Produksi Terbatas. Secara umum kawasan ini telah mengalami fragmentasi lahan akibat adanya bekas jalan sarana bekas HPH PT. Tara Mulia, meski sudah dilakukan oleh pihak pemda. Di jalan menuju lokasi ditemukan sawmill kecil yang sudah tidak beroperasi lagi. Kawasan ini memiliki potensi semai sebanyak 45.000 semai per ha, potensi sapihan sebanyak 8.000 sapiran per ha, potensi tiang sebanyak 300 tiang per ha, dan potensi pohon sebanyak 275 pohon per ha dengan rerata diameter 30 cm. Di kawasan ini banyak terdapat jenis komersial seperti meranti, resak, jelutung, keruing, dan ulin sehingga menjadi incaran kegiatan ilegal loging. Kerusakan yang terjadi pada Hutan Lindung Gunung Bedung terutama adanya pembalakan atau bekas HPH PT. Tara Mulia. Setelah adanya program Gerhan 2004, jalan-jalan bekas HPH tersebut telah dihijaukan kembali. Gerhan terbaru dilanjutkan pada tahuan 2006 yang menghijaukan beberapa lokasi di sepanjang jalan dan areal terbuka Gunung Bedung. Tabel 2.41. Jenis Tumbuhan Tingkat Pohon Di Hutan Lindung Gunung Bedung
Nama Daerah Nama Ilmiah Status Perlindungan Batang keok Batang pecah Balau Shorea sp Jelutung Dyera sp Dilindungi Keruing Dipterocarpus sp. Dilindungi Keok Mengkusing Meranti Shorea sp Tidak dilindungi Resak Vatica sp Ulin Eusideroxylon zwageri Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Natuna, 2011
b. Hutan Lindung Gunung Sekunyam Penataan batas Hutan Lindung Gunung Sekunyam dilakukan berdasarkan SK Penunjukkan Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/98 tanggal
II - 75
Laporan Pendahuluan
27 Februari 1998 mempunyai luas 4.377,20 ha. Berdasarkan data analisis citra satelit kondisi penutupan lahan masih berupa hutan primer dengan vegetasi yang rapat. Pada kawasan ini ditemukan lahan terbuka yang berada di dalam kawasan. Kawasan Hutan Lindung Gunung Sekunyam memiliki tipe vegetasi hutan hujan tropis dataran rendah. Gunung Sekunyam adalah kawasan hutan lindung ketiga selain kawasan Hutan Lindung Gunung Ranai dan Kawasan Hutan Lindung Gunung Bedung. Kawasan ini berbatasan langsung dengan kawasan hutan produksi terbatas yang dibatasi oleh jalan beraspal yag akan menuju pelabuhan Selat Lampa. Pada kawasan hutan lindung ini terdapat pendudulk yang tinggal di dalam kawasan, penduduk ini masuk ke kawasan setelah status kawasan sudah dikukuhkan. Kawasan ini memiliki potensi semai sebanyak 20.000 semai per ha, potensi sapihan sebanyak 11.600 sapihan per ha, potensi tiang sebanyak 900 tiang per ha, dan potensi pohon sebanyak 150 pohon dengan rerata diameter 25 cm. Tabel 2.42. Jenis Tumbuhan Tingkat Pohon di Hutan Lindung Gunung Sekunyam
Nama Daerah Balau Keruing Kubung Mengkusing Meranti Pulai Purang Resak Nama Ilmiah Shorea sp Dipterocarpus sp Shorea sp Alstonia sp Vatica sp Status Perlindungan Tidak dilindungi Dilindungi -
Kawasan lindung Gunung Sekunyam berbatasan langsung dengan kawasan hutan produksi terbatas dan dibatasi oleh jalan beraspal yang akan menuju pelabuhan Selat Lampa. Pada kawasan hutan lindung ini terdapat penduduk yang tinggal di dalam kawasan, terdapat 6 perumahan masyakarat. Masyarakat ini masuk ke kawasan setelah status kawasan sudah dikukuhkan. Selain itu ada daerah Sepang yang masuk kawasan sebelum kawasan ini ditetapkan menjadi kawasan Lindung. Selain konversi lahan untuk pemukiman, perambahan kawasan hutan untuk kegiatan pertanian menyebabkan semakin sempitnya luas hutan yang ada di kawasan Hutan Lindung Gunung Sekunyam. Hasil survey
II - 76
Laporan Pendahuluan
ditemukan beberapa lokasi yang digunakan penduduk untuk bertani berbagai tanaman pertanian. Jenis tanaman pertanian yang ditanam antara lain padi, terong, cabe dan kacang-kacangan. c. Hutan Lindung Gunung Ranai Gunung Ranai yang menjulang nampak jelas tepat di sebelah barat Kota Ranai. Merupakan kawasan hutan yang ditunjuk sebagai hutan lindung berdasarkan SK Menhut No. 426/Kpts-II/87 tanggal 28 Desember 1987 seluas 3.111,82 ha. Adanya saluran-saluran pipa air di dalam kawasan menunjukkan terdapat banyak mata air yang dijadikan sumber air bersih bagi daerah kota Ranai dan sekitarnya. Pernah terjadi pengambilan kayu oleh masyarakat akan tetapi karena intensitasnya kecil maka kondisi tegakan di Gunung Ranai ini relatif lebih baik dibandingkan pada Gunung Sekunyam. Tegakan di daerah ini masih didominasi oleh pohon dengan ukuran cukup besar. Kawasan Hutan Lindung Gunung Ranai memiliki tipe vegetasi hutan hujan tropis dataran rendah. Kawasan ini terdapat mata air yang kemudian dijadikan sebagai sumber air bersih bagi daerah sekitarnya. Di lokasi ini pernah terjadi penebangan liar oleh masyarakat akan tetapi intensitasnya relatif kecil. Kawasan ini memiliki potensi semai sebanyak 20.000 semai per ha, potensi sapihan sebanyak 3.600 sapihan per ha, potensi tiang sebanyak 1.000 tiang per ha, dan potensi pohon sebanyak 450 pohon per ha dengan rerata diameter 27 cm. Tabel 2.43. Jenis Tumbuhan Tingkat Pohon di Hutan Lindung Gunung Ranai
Nama Daerah Nama ilmiah Status Perlindungan Kubung Melukan Parak Pulai Alstonia sp Tidak dilindungi Sebaikh Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Natuna, 2011
Hutan Sekunder di Kabupaten Natuna Pohon Hutan sekunder yang telah berhasil diidentifikasi adalah hutan sekunder (lahan masyarakat) yakni di hutan bekas tebangan masyarakat. Tingkat semai
II - 77
Laporan Pendahuluan
Berdasarkan hasil analisis vegetasi diketahui bahwa terdapat 981 individu dari 36 jenis vegetasi tingkat semai. Menurut Warsito (1986) yang termasuk tingkat semai adalah kecambah, paku-pakuan, rumput, tumbuhan memanjat dan lumut. Dimana jenis-jenis yang mempunyai Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi antara lain. Tabel 2.44. Jenis Vegetasi Tingkat Semai dengan INP 10%
Jenis Jambu-jambu Mangkokmangkok Simpur Kandis Karet Tepung Leme aya JML individu 100 131 76 110 88 55 49 JML Pot 18 12 19 9 8 12 9 K 13,88 18,19 10,55 15,27 12,22 7,63 6,80 Kr (%) 10,19 13,35 7,74 11,21 8,97 5,60 4,99 F 0,10 0,06 0,10 1,05 0,04 0,06 0,05 Fr(%) 10,65 7,10 11,24 5,32 4,73 7,10 5,32 INP (%) 20,84 20,45 18,98 16,53 13,70 12,70 10,32
Tingkat Pancang Untuk tingkat pancang, terdapat 745 individu dari 54 jenis, dimana jenisjenis yang mempunyai Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi antara lain. Tabel 2.45. Jenis Vegetasi Tingkat Pancang dengan INP 10%
jenis simpur jambujambu leme ayam Sire julu hantu JML individu 148 50,00 46 30 38 JML Pot 51 24 15 22 17 K 20,55 6,94 6,38 4,16 5,27 Kr (%) 19,86 6,71 6,17 4,02 5,10 F 0,28 0,13 0,08 0,12 0,09 Fr(%) 15,26 7,18 4,49 6,58 5,08 INP (%) 35,13 13,89 10,66 10,61 10,19
Tingkat Tiang Pada tingkat tiang, terdapat 487 individu dari 50 jenis tingkat tiang yang terdapat pada plot pengamatan, dimana jenis-jenis yang mempunyai Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi antara lain. Tabel 2.46. Jenis Vegetasi Tingkat Tiang dengan INP 15%
Jenis Simpur Buton JML individu 42 29 JML Pot 27 12 K 5,83 4,02 Kr (%) 8,62 5,95 F 0,15 0,06 Fr(%) 8,73 3,88 D 0,08 0,05 Dr (%) 8,61 5,44 INP (%) 20,84 20,45
II - 78
Laporan Pendahuluan
Leban
21
21
2,91
4,31
0,11
6,79
0,03
4,07
18,98
Tingkat pohon Berdasarkan analisis vegetasi, terdapat 636 individu dari 48 jenis tingkat pohon yang terdapat pada plot pengamatan, dimana jenis-jenis yang mempunyai Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi antara lain. Tabel 2.47. Jenis Vegetasi Tingkat Pohon dengan INP 20%
Jenis Karet mangkokmangkok Pulai JML individu 75 47,00 38 JML Pot 34 28 30 K 10,41 3,31 4,68 Kr (%) 11,79 7,38 5,97 F 0,18 0,15 0,16 Fr(%) 9,18 7,56 8,10 D 1,03 0,46 0,65 Dr (%) 15,69 6,99 9,86 INP (%) 36,67 21,95 23,94
Dari hasil analisis vegetasi tersebut, diketahui bahwa terdapat lima jenis pohon dominan pada hutan sekunder Kabupaten Natuna, dimana hanya karet yang termasuk dalam daftar jenis-jenis kayu bulat rakyat atau Kayu Olahan Rakyat yang pengangkutannya menggunakan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU), sedangkan pulai, mangkok-mangkok, dan teping belum termasuk dalam daftar tersebut. Dalam peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51/Menhut-II/2006 tentang penggunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) untuk pengngkutan hasil kayu yang berasal dari hutan Hak khususnya pada pasal 4 huruf b, bahwa jenis-jenis lainnua ditetapkan Menteri atas dasar usulan masingmasing Dinas Provinsi berdasarkan hasil inventarisasi jenis, potensi dan lokasi penyebarannya. Berikut adalah hasil identifikasi semua jenis tumbuhan yang ditemukan di Hutan Sekunder Kabupaten Natuna. Tabel 2.48 Hasil Identifikasi Tumbuhan di Hutan Sekunder Kabupaten Natuna
Nama jenis Baeh Caek Geling Jelunut Nama ilmiah Ormasia sumatrana Aglaia sp Parastemon urophyllus Trigonochlamys grffithi Famili Papilinoideae Meliaceae Chrysobalanaceae Burseraceae
II - 79
Laporan Pendahuluan
Nama jenis Kirai Manek merah Melesi M N Piawas Puteh Punok Subi1 Subi2 Abu-abu Arak-arak Arok padi Baruk Benuang Beringin Besi (kayu besi) Bintangor Buas Buton/butun Jelutung Jonger Julu hantu Julu udang Kandis Keruing Kubung Leme ayam Leban Mahang Mangkok-mangkok=sendok Mampat Medang Meran Nibung Pauh Pisang-pisang Pulai Sengatal Sire Simpur Temau Tembesu Tepung Ubah Umeng
Nama ilmiah Cryptocarya sp Payena dasyphyllum Artocarpus sp Jackiopsis ornata Ostanostachys amentacea Alseodaphne coriacea Gmelina palawensis Tetramerista glabra Campnosperma coriaceum Microcos tomentosa Kibatalia maingayi Ficus fistuloba Callophyllum resutum Thespesia populnea Octomeles sumatrana Ficus maclellandii Chaetocarpus castanocarpus Callophylum inophylum Premna serratifolia Cratoxylon formosum Dyera costulaca Planchonia grandis Alstonia spatulata Alstonia angustiloba Garcinia parvifolia Dipterocarpus elongatus Macaranga giganthea Lepisanthes sp Vitex pubescens Macarangan pruinosa Endospermum diadenum Cratoxylon lingustrinum Litsea firma Artocarpus elasticus Caryota cumingii Mangifera foetida Mezzettia parciflora Alstonia sepctabilis Artocarpus kemando Xylopia sp Dillenia reticulate Cratoxylon arborescens Fragraea fragans Vernonia sp Glochidion superbum Drypetes sp
Famili Lauraceae Sapotaceae Moraceae Rubiaceae Tiliaceae Lauraceae Verbenaceae Theaceae Anacardiaceae Tiliaceae Apocynaceae Moraceae Clusiaceae Malvaceae Datiscaceae Moraceae Euphorbiaceae Clusiaceae Verbenaceae Hypericaceae Apocynaceae Lecythidaceae Apocynaceae Apocynaceae Clusiaceae Dipterocarpaceae Euphorbiaceae Sapindaceae Verbenaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Hypericaceae Lauraceae Moraceae Palmae Anacardiaceae Moraceae Apocynaceae Moraceae Annonaceae Dilleniaceae Hypericaceae Loganiceae Compisitae Euphorbiaceae Euphorbiaceae
Hasil Hutan Non-Kayu Potensial dan Unggulan Kabupaten Natuna Berdasarkan kegiatan inventasisasi yang telah dilakukan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Natuna, maka didapatkan hasil berupa berbagai macam hasil hutan bukan kayu di wilayah Kabupaten Natuna terumata dari Pulau Jemaja, Pulau Mubur, Pulau Bunguran, pulau Subi, dan Pulau Serasan yang potensial dan dapat menjadi unggulan jika
II - 80
Laporan Pendahuluan
dapat dikelola dengan bijaksana dan mengikuti kaidah-kaidah ilmiah. Adapaun hasil hutan non kayu yang potensial dan unggulan tersebut diuraikan sebagai berikut. Rotan Rotan adalan nama untuk sebutan pohon palma panjat Asia tropika yang termasuk famili arecaceae dan terdiri dari genus-genus Calamus, Daemonorops, dan Korthalsia. Berbeda dengan kebanyakan palma, daun rotan tidak tumbuh berumpun menjadi batang, daun-daunnya mempunyai jurai yang panjang supaya memudahkan rotan memanjat ke batang lain. Rotan digunakan untuk tongkat atau dibelah untuk membuat barang anyaman rotan, bakul dan kursi. Resin buah rotan dikenal secara komersial sebagai darah naga dan dipercaya mempunyai khasiat dalam pengobatan. Potensi rotan yang terdapat di Kabupaten Natuna tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten Natuna antara lain : Pulau Jemaja, Pulau Bunguran, Pulau Mubur dan Pulau Subi. Berbagai jenis rotan juga ditemukan di wilayah Kabupaten Natuna mulai dari formasi hutan dataran rendah, hutan rawa maupun hutan kerangas. Pohon penghasil madu Di kabupaten Natuna, secara umum madu diambil dari lebah lias Apis dorsata yang penyebarannya teruama di Pulau Bunguran, Pulau Jemaja, dan Pulau Mubur. Pada daerah tertentu selama satu tahun terdapat maksimal 3 musim untuk pemanenan madu yaitu pada bulan Maret hingga September, tergantung ada tidaknya bunga pada bulnyan tersebut. Pada saat ini, pencarian madu dianggap lebih mudah karena banyaknya ladang atau hutan sekunder. Hal ini juga dipengaruhi oleh banyaknya pohon penghasil bunga yang tumbuh di bekas ladang atau hutan sekunder. Jenis pohon penghasil bunga yang biasa diambil madunya oleh lebah luar dan kualitas madu yang terbaik terutama berasal dari: Pohon kepayang/kembang semangkok (Caphium macropodum) Pohon tepung (Vernonia sp) Pohon umeng ( Drypetes sp) Pohon kleme ayam ( Lepisanthes sp) Pohon sira (Xylopia sp)
II - 81
Laporan Pendahuluan
Pandan Tatanaman pandan (famili : Pandanaceae, Genus : Pandanus, species : utilis) sangat umum dijumpai di Indonesia dari pesisir pantai sampai dataran tinggi. Sejak lama daun pandan telah dipergunakan untuk kerajinan dan keperluan sehari-hari terutama untuk tikar (alas lantai), tali tambang, dll karena serat pandan kuat dan tahan lama. Di kabupaten Natuna sentra kerajinan pandan adalah di Kecamatan Serasan. Sedangkan penyebaran rotan terdapat di Seluruh wilayah Kabupaten Natuna. Produk kerajinan pandan yang populer adalah tikar pandan. Pandan yang sering digunakan sebagai bahan baku kerajinan tikar pandan adalah pandah Kuwang/Sengkuang/Bangkuwang ( Pandanus furcatus roxb). Habitat pandan jenis ini di wilayah Kabupaten Natuna
adalah pada dataran rendah, daerah rawa maupun daerah Riparian. Bambu Dalam kehidupan bermasyarakat, bambu memegang peranan penting. Bambu dalam bentuk bulat dipakai untuk berbagai macam konstruksi seperti rumah, gedung, jembatan, tangga, pipa saluran air, tempat air, serta alat-alat rumah tangga. Pemanfaatan bambu di Kabupaten Natuna saat ini masih terbatas penggunaanya. Bambu terutama digunakan masyarakat Kabupaten Natuna dalam pembuatan alat-alat bantu untuk keperluan sehari-hari yang berhubungan dengan mata pencahariannya. Melihat potensi yang sangat besar di Kabupaten Natuna dan didukung dengan penyebarannya yang merata di setiap pulau, bambu mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri. Enau Aren termasuk suku Aracaceae (pinang-pinangan). Batangnya tidak berduri, tidak bercabang, pohon dapat mencapai tinggi dapat mencapai 25 meter dan diameter 65 cm. tanaman ini hampir mirip kelapa.
Perbedaannya, jika pohon kelapa batangnya bersih (pelepas daun tua mudah lepas), maka batang pohon aren ini sangat kotor karena batangnya terbalut ijuk sehingga pelepah daun yang sudah tua sulit diambil atau lepas dari batangnya.
II - 82
Laporan Pendahuluan
Selama ini pemenuhan akan permintaan bahan baku industri yang berasal dari bagian-bagian pohon aren, masih dilayani dengan mengendalikan tanaman aren yang tumbuh liar. Bagian-bagian fisik pohon aren yang dimanfaatkan, misalnya akar untuk obat tradisional, batang untuk keperluan berbagai peralatan, ijuk untuk keperluan bangunan, daun untuk pembungkus dan rokok. Demikian pula hasil produksi seperti buah dan nira dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman. Secara umum, pohon enau di Kabupaten Natuna terdapat di seluruh wilayah, pemanfaatan terutama untuk disadap niranya untuk pembuatan gula, selain itu pemanfaatan secara terbatas seperti daunnya, ijuk dan buahnya. Sagu Sagu (Metroxylon spp) merupakan pangan utama. Sagu adalah salah satu sumber karbohidrat yang potensial. Tanaman sagu cocok untuk dikembangkan di daerah-daerah marjinal seperti daerah rawa dan gambut. Dengan demikian, pengembangan sagu pada lahan itu tidak hanya menguntungkan secara ekonomis, namun juga dari aspek ekologis. Dibandingkan dengan mengubah lahan gambut atau rawa menjadi sawah, akan lebih menguntungkan jika dikembangkan untuk kebun sagu. Sebab, pembukaan lahan gambut atau rawa menjadi lahan persawahan biayanya sangat tinggi, tidak sebanding dengan perolehannya. Di Kabupaten Natuna, sejak dahulu sagu merupakan komoditas terpenting. Komoditas ini menjadi tidak populer sejak dikenalnya kebiasaan makan nasi di era 1970 an. Akan tetapi sejak awal 2000an komoditas ini mulai dilirik kembali karena mempunyai nilai ekonomis yang menguntungkan. Pohon Gelam Pohon gelam ( Melaleuca cajuputi Powell) sering ditanam sebagai pohon lindung. Buahnya yang muda mampu menghasilkan buih dan digunakan sebagai sabun. Pohon gelam merupakan pernghasil minyak kayu putih utama selain pohon kayu putih ( Melaleuca leucadendron). Pohon ini sangat cocok di daerah-daerah kering dan menghasilkan minyak dengan kualitas dan rendemen yang lebih tinggi di bandingkan dengan daerahdaerah yang lebih basah.
II - 83
Laporan Pendahuluan
Di Kabupaten Natuna pohon gelam atau Melalueca cajuputi lebih dikenal sebagai tumbuhan penghasil kulit gelam dan tumbuhan obat. Kulit gelam banyak digunakan pada industri galangan kapal atau digunakan sendiri oleh masyarakat secara terbatas untuk memperbaiki perahu. Sedangkan pemanfaatan daun gelam untuk pembuatan minyak kayu putih skala industri kecil belum pernah dilakukan oleh masyarakat. Getah Keruing Keruing (Dipterocarpus) merupakan salah satu genus dari suku Dipterocarpaceae yang selain penghasil kayu, beberapa jenis menghasilkan minyak keruing. Di Kabupaten Natuna sejak dahulu dikenal sebagai penghasil minyak keruing. Penyebaran keruing di Kabupaten Natuna terdapat di hampir seluruh kawasan terutama di Pulau Jemaja, Mubur, Bunguran dan Subi. Dengan semakin lajunya deforestasi di wilayah Kabupaten Natuna, menjadikan semakin berkurangnya pohon keruing, yang berakibat menurunnya produksi getah keruing. Sampai saat ini hanya di Pulau Jemaja saja khususnya Desa Ulu Maras, kegiatan pemanfaatan pohon keruing untuk diambil minyaknya. Kepayang Pucung sering juga disebut kepayang, kluwek atau keluwek ( Pangium edule, suku Acariaceae) tumbuhan berbentuk pohon yang tumbuh liar atau setengah liar. Biji keluwek dipakai sebagai bumbu dapur masakan yang memberi warna hitam pada rawon, daging bumbu kluwek, brongkos, serta sup konro. Pucung penyebarannya pada buah. Kemiri Kemiri masih (Aleurites moluccana) adalah dan tumbuhan termasuk yang dalam bijinya suku dimanfaatkan sebagai sumber minyak dan rempah-rempah. Tumbuhan ini sekerabat dengan singkong Euphorbiaceae. Komoditas kemiri di Kabupaten Natuna seperti halnya di daerah lain di Indonesia, pada umumnya pemanfaatannya terbatas untuk pemenuhan di Kabupaten terbatas di Natuna Pulau dikenal Serasan sebagai dan Buah Payang, Pulau Bunguran.
II - 84
Laporan Pendahuluan
kebutuhan rumah tangga. Penyebaran kemiri di wilayah Kabupaten Natuna ditemukan hampir di seluruh pulau. Walaupun kemiri banyak ditemukan hampir di seluruh wilayah Kabupaten Natuna, akan tetapi masyarakat relatif tidak pernah memanfaatkan atau mengolahnya secara langsung dari tanaman yang ada. Nipah Nipah adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh di lingkungan hutan bakau atau daerah pasang surut dekat tepi laut. Nama ilmiahnya adalah Nypa fruticans Wurmb, dan diketahui sebagai satu-satunya jenis palma dari wilayah mangrove. Pucuk nipah dan buah muda dapat dimakan. Biji buah nipah yang muda mirip dengan kolang-kaling. Di wilayah Kabupaten Natuna nipah ditemukan hampir di seluruh wilayah dimana ditemukan formasi mangrove. Penyebarannya terdapat di Pulau Jemaja, Pulau Bunguran, Pulau Subi dan Pulau Serasan. Durian Durian merupakan tanaman buah berupa pohon. Durian (Durio zibethinus Murr) termasuk famili Bomaceae sebangsa pohon kapukkapukan. Manfaat durian selain sebagai makanan buah segar dan olahan lainnya, terdapat manfaat bagian lainnya yaitu: tanaman sebagai pencegah erosi di lahan-lahan miring batangnya untuk bangunan/perkakas rumah tangga biji memiliki kandungan pati cukup tinggi, berpotensi sebagai pengganti makanan kulit sebagaibahan abu gosok Durian di Kabupaten Natuna dapat ditemui atau tersebar di seluruh wilayah Kabupaten. Musim berbuahnya bervariasi pada masing-masing daerah, tetapi pada umumnya berbuah pada bulan mei hingga desember. Buah durian pada umumnya untuk keperluan dimakan sebagai buah atau dibuat sebagai dodol durian. Buah kembang semangkok Kembang Semangkok juga disebut Merpayang, Kepayang dalam bahasa latin disebut Scaphium maropodum J.B termasuk dalam famili
II - 85
Laporan Pendahuluan
sterculiaceae. Pohon kembang semangkok merupakan sejenis tumbuhan yang terdapat di hutan hutan tropis Asia Tenggara. Di Kabupaten Natuna, pohon kembang semangkok tersebar di Pulau Bunguran dan sekitarnya dan Pulau Jemaja. Buah kembang semangkok dapat dipanen sekali dalam setahun dan mengalami panen raya setiap lima tahun sekali. Sarang burung walet Burung walet Collacalia fuciphaga merupakan salah satu satwa liar yang dapat dimanfaatkan secara lestari. Burung walet merupakan hewan berdarah panas, mempunyai sayap dan badan yang ditutupi bulu. Di Kabupaten Natuna habitat burung walet terutama di dalam guagua batu di daerah perbukitan, dan tersebar antara lain di Kecamatan Bunguran Timur, Kecamatan Serasan, Kecamatan Jemaja.
II - 86
Laporan Pendahuluan
II - 87
Laporan Pendahuluan
II - 88
Laporan Pendahuluan
II - 89