Modernisme Islam
Modernisme Islam
Modernisme Islam
Tema Bahasan
Kemunculan Definisi dan Makna Prinsip-Prinsip Dasar Pemikiran Politik Kritik terhadap Modernisme Islam Sumbangan Modernisme Islam Modernisme Islam di Indonesia
Kemunculan
Kemunculan kaum modernis dalam sejarah pemikiran Islam tidak dapat terlepas dari sosok Jamal al-Din al-Afghani (1839-1897). Diantara murid-muridnya adalah Muhammad Abduh (1849-1905) dan Rashid Rida (1865-1935). Ajaran utama Al-Afghani adalah menjadikan Islam sebagai sebuah ideologi (politik), solidaritas Islam (Pan-Islam), pembaharuan pendidikan (Islam rasional), dan perlawanan atas despotisme dan kolonialisme.
Dari karakteristik perjuangan Al-Afghani dan murid-muridnya modernisme merupakan bentuk perlawanan terhadap dua hal, yakni (internal) reaksi terhadap praktek dan pemikiran kalangan Islam tradisionalis dan kehidupan umat Islam pada umumnya, (eksternal) penetrasi dan hegemoni Barat yang tumbuh dan berkembang diwilayah umat Islam.
Pada persoalan pertama, kaum modernis meyakini bahwa ajaran Islam memiliki relevansi sosial dan politik. Dalam menjalankan perannya itu, kaum modernis mentolerir sikap open minded dan akomodatif kepada beragam pemikiran kekinian. Dalam soal kedua, yakni menyikapi kedudukan kehidupan zaman Nabi dan Khulafa Rasyidin, kaum modernis berpandangan bahwa yang terpenting adalah melakukan penafsiran kembali kondisi yang ada pada masa lampau itu, ketimbang harus mencontohnya secara in to to.
Memandang positif perbedaan dan menghargai pluralisme. Kaum modernis berusaha menjauhi sikap simplifikasi yang hanya membagi umat manusia menjadi dua kelompok, yakni antara kaum muslimin dengan non-muslim. Bersedia beradaptasi dan mengakulturasi prinsip-prinsip doktrin yang telah disumbangkan oleh suatu masyarakat atau peradaban yang lain.
Tentang Negara
Meyakini bahwa konsep Negara Islam bukan sebuah keharusan, mengingat masalah kenegara tidak dipatenkan secara literal dalam Islam dan ajaran nabi tidak menetapkan secara gambang dan detail tentang apa yang dimaksud dengan Negara Islam. Cenderung dapat menerima, melalui suatu kompromi, keberadaan rumusan dasar negara dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan nonmuslim. umat Islam dapat mengadopsi sistem lain dari manapun asalnya, termasuk dalam hal ini adalah sistem Barat.
Pelbagai pandangan di atas tetap dilandasi oleh sikap menempatkan tauhid sebagai suatu reverensi utama. Sehingga, kalangan modernis menganggap bahwa penyelenggaraan negara merupakan pengejawantahan dari ajaran tauhid.
Tentang Negara-Bangsa
Kaum modernis melihat keberadaan negara-bangsa, secara historis sebagai sebuah kehendak tuhan (sunnah Allah). Tidak ada halangan bagi umat Islam untuk turut serta dalam membangun dan berperan pada sebuah negara yang dilandaskan oleh semangat kebangsaan (nasionalisme). Negara-bangsa merupakan sarana untuk melakukan proyek islamisasi yang potensial, yang selama ini terbengkalai akibat penjajahan dan hilangnya komitmen umat Islam untuk menegakan Islam secara kaffah dan murni.
Tentang Demokrasi
Bagi kalangan modernis, spirit demokrasi adalah semangat melawan despotisme dan komitmen menciptakan pemerintahan yang sejalan dengan kepentingan mayoritas atau rakyat banyak Sejalan dengan prinsip Tauhid Demokrasi adalah media yang dapat digunakan bagi umat Islam untuk mewujudkan kepentingan politiknya. Meski demikian, norma-norma syari'ah tetap tidak boleh dilampaui atau dilanggar dalam pelaksanaan demokrasi.
Membangkikan semangat untuk berperan dalam soal-soal sosial, pendidikan, ekonomi dan budaya. Memicu umat untuk lebih mandiri dan percaya diri dalam mengelola segenap aspek kehidupan dan masa depannya. Dengan semangat pembaharuan dalam dunia pendidikan dan dakwah, kalangan modernis juga berkontribusi dengan digunakannya lingua franca bagi masyarakat setempat. Penggunaan lingua franca telah menyebakan kaum modernis turut berkontribusi dalam mengembangkan bahasa persatuan dan nasionalisme.
Terima Kasih