CDK 147 Kardiologi
CDK 147 Kardiologi
CDK 147 Kardiologi
http://www.kalbefarma.com/cdk
ISSN : 0125-913X
147. Kardiologi
2005
http. www.kalbefarma.com/cdk
International Standard Serial Number: 0125 – 913X
147.
Kardiologi
Daftar isi :
2. Editorial
4. English Summary
Artikel
5. Penyakit Jantung Koroner – Santoso, M. Setiawan, T.
10. Current Trends of Treatment in Hypertension – William Sanjaya, Abdul
Hakim Alkatiri
13. Peranan Penghambat Reseptor Angiotensin II dalam Hipertrofi
Ventrikel Kiri – Sunarya Soerianata, William Sanjaya
16. Angiotensin-II dan Remodelling Vaskuler – Idris Idham, William
Sanjaya
20. Disfungsi Endotel dan Obat Antihipertensi – Selvinna
26. Gas Nitrogen Oksida - Polutan atau Vital bagi Kehidupan? – Jansen
Silalahi
31. Pengalaman Klinis Transplantasi Jantung – Yanto Sandy Tjang, Gero
Tenderich, Lech Hornik, Michiel Morshuis, Kazutomo Minami,
Richardus Budiman, Reiner Korfer
Keterangan:
Infark miokard dan gambaran EKG-nya. 35. Pengenalan Miopati Mitokondria – Santosa, Soenarto, Suyanto Hadi
Dikutip dari: Clinical Symposia 1984; 36 (6): 14.
43. Diet Sehat dengan Serat – Olwin Nainggolan, Cornelis Adimunca
47. Efek Teh Hitam [(Camellia sinensis O.K. Var. Assamica (Mast)] ter-
hadap Plak Aterosklerosis pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus) strain
New Zealand White – Sulistyowati T, Cornelis Adimunca, Raflizar
51. Rokok di Sinetron – Tjandra Yoga Aditama
54. Kenaikan Kadar Hemoglobin setelah Pemberian Epoeitin Alfa
(HEMAPO®) selama 12 Minggu pada Penderita Gagal Ginjal yang
Menjalani Hemodialisis – Rully MA Roesli, Enday Sukandar, Rubin
Gondodiputro, Rachmat Permana
Redaksi
RF, risk factors; ACC, associated clinical conditions; TOD, target organ damage; SBP, systolic blood pressure;
DBP, diastolic blood pressure
When to initiate anti-hypertensive treatment? absence of complications appears to consider initiating therapy
Guidelines for initiating anti-hypertensive treatment are either with a low dose of a single agent or with a low dose
based on two criteria: (1) the total level of cardiovascular risk, combination of two agents.24
as indicated in Table 2; and (2) the level of systolic and An obvious disadvantage of initiating with two drugs, even
diastolic blood pressure (Table 1). The total level of if at a low dose, is that of potentially exposing the patient to an
cardiovascular risk is the main indication for intervention, but unnecessary agent. The following two-drug combinations have
lower or higher blood pressure values are also less or more been found to be effective and well tolerated
stringent indicators for blood pressure lowering intervention. • Diuretic and β-blocker;
With respect of the European Societies17-8 or the WHO/ISH13, • Diuretic and ACE inhibitor or angiotensin receptor
the recommendations summarized are no longer limited to antagonist;
patients with grade 1 and 2 hypertension, but also extend to • Calcium antagonist (dihidropyridine) and β-blocker;
subjects with high normal blood pressure. They also describe in • Calcium antagonist and ACE-inhibitor or angiotensin
greater detail how to deal with patients with grade 3 receptor antagonist;
hypertension. • Calcium antagonist and diuretic;
Consideration of subjects with systolic blood pressure 130- • α-blocker and β-blocker.
139 mmHg and diastolic blood pressure 85-89 mmHg for Therefore, it can be concluded that the major classes of
possible initiation of anti-hypertensive treatment is based on
anti-hypertensive agents: diuretics, β-blockers, calcium
the following recent evidence:
antagonists, ACE inhibitors and angiotensin receptor
1. The PROGRESS study20 has shown that patients with
antagonists, are suitable for the initiation and maintenance of
previous stroke or transient ischemic attack and blood pressure
anti-hypertensive therapy.24
< 140/90 mmHg, if left untreated (placebo), have an incidence
of cardiovascular events of about 17% in 4 years (very high
risk according to the guidelines) and their risk is decreased by
Conclusion
24% by blood pressure lowering.
The primary goal of treatment of the hypertensive patient
2. Similar observations have been made in the HOPE study21
is to achieve the maximum reduction in the long-term total risk
for normotensive with high coronary risk.
of cardiovascular morbidity and mortality. This requires
3. The ABCD-Normotensive trial22 has shown that type 2-
treatment of all reversible risk factors identified, including
diabetic patients with blood pressure < 140/90 mmHg may also
smoking, dyslipidemia or diabetes, and the appropriate
benefit by more aggressive blood pressure lowering, at least for
management of associated clinical conditions, as well as
stroke prevention and progression of proteinuria.
treatment of the raised blood pressure per se. Recommenda-
4. The Framingham Heart Study23 has shown that male
tions about pharmacological therapy are preceded by large
subjects with high normal blood pressure have a 10-year
randomized trials based on fatal and non-fatal events of the
cardiovascular disease incidence of 10%, i.e. in the range that
benefits obtained by the various classes of agents. This is the
these guidelines classify as low added risk.
strongest type of evidence available.
Current therapeutic strategies
In most, if not at all, hypertensive patients, therapy should
be started gradually, and target blood pressure values achieved REFERENCES
progressively through several weeks. To reach such target
blood pressures, it is likely that a large proportion of patients 1. Stamler J, Stamler R, Neaton JD. Blood pressure, systolic and diastolic,
requiring combination therapy with more than one agent. The and cardiovascular risks: US population data. Arch Intern Med 1993; 153:
proportion of patients requiring combination therapy will 598-615.
2. Kennel WB. Blood pressure as a cardiovascular risk factor: prevention
depend on baseline blood pressure values. In grade I and treatment. JAMA 1996; 275: 1571-6.
hypertension, mono-therapy is likely to be successful more 3. Sagie A, Larson MG, Levy D. The natural history of borderline isolated
frequently. The baseline blood pressure and the presence or systolic hypertension. N Engl J Med 1993; 329: 1912-7.
Angiotensin-II
dan Remodelling Vaskuler
Idris Idham, William Sanjaya
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
R.S. Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta
Angiotensin II
Dahulu dipercaya bahwa pengaruh perifer dan sentral SRA
diperantarai oleh reseptor tunggal Ang. Saat ini dengan per-
kembangan reseptor ligan Ang II yang sangat spesifik dan
selektif, dikenal beberapa subtipe reseptor Ang pada mamalia
yang meliputi AT1 dan AT2. Reseptor AT1 memerantarai
pengaruh SRA yang paling klasik yang berkaitan dengan pe-
ngendalian tekanan darah dan hipertensi. Subtipe kedua resep-
tor Ang II, AT 2, dapat dihambat secara khusus oleh komposisi
Gambar 1. Diagram skematik sistem renin angiotensin PD123177, dimana CGP42112 dapat melepaskan bahan-bahan
agonis dan antagonis.17-19 Ang II itu sendiri terlibat dalam per-
Pada dekade selanjutnya ditemukan enzim-enzim lain dan tumbuhan sel melalui pengaruhnya pada jalur kinase, induksi
peptida-peptida efektor dari SRA.6-8 Kehilangan garam dan faktor-faktor transkripsi, proliferasi, dan diferensiasi sel.20
Disfungsi Endotel
dan Obat Antihipertensi
Selvinna, Rianto Setiabudy
Bagian Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta
Trombosit Trombosit
Endotel
vaskuler
Gambar 1. Faktor-faktor yang menimbulkan relaksasi dan kontraksi yang dihasilkan endotel(1)
Ang I/II=angiotensin I/II, Thr=thrombin, TGFβ1= transforming growth factor β1, Ach= asetilkolin, 5-HT=5-hydroxy triptamine, serotonin,
ET-1=endothelin-1, ADP=adenosine diphosphate, BK=bradikinin, ACE=angiotensin converting enzyme, ECE=endothelin converting
enzyme, TXA2=tromboxane A2, PGH2=prostaglandin H2, O2-=superoxide, L-Arg=L-Arginin, NOS=nitric oxide synthase, NO= nitric oxide,
EDHF= endothelium derived hyperpolarizing factor, ETA/B= endothelin receptor type A/B, AT1=angiotensin receptor type 1,
TX=thromboxane, PGI2=prostasiklin I2, cAMP=cyclic adenosin mono phosphate, cGMP= cyclic guanosine mono phosphate
S tim u la si In h ib isi
DISFUNGSI ENDOTEL PADA HIPERTENSI yang mengalami hipertensi spontan. Hal ini menunjukkan ada-
nya heterogenisitas disfungsi endotel dalam hipertensi
Mekanisme disfungsi endotel pada hipertensi (Gambar 3)(1,5).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa disfungsi endotel Penelitian pada manusia juga menunjukkan bahwa pada
pada hipertensi esensial disebabkan oleh penurunan availa- pasien hipertensi esensial terjadi penurunan vasodilatasi oleh
Sel otot
polos
vaskuler
Kontraksi
Kontraksi Relaksasi
Relaksasi
endotel. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya penurunan NO. Walaupun reseptor AT1 menyebabkan penurunan NO,
respons terhadap asetilkolin yang merupakan vasodilator yang namun stimulasi AT2 menyebabkan sintesis NO pada endotel.
tergantung pada endotel(11). Dengan demikian apakah angiotensin II akan mempengaruhi
fungsi atau disfungsi endotel, tergantung dari efek reseptor
Peran stres oksidatif mana yang lebih dominan(5,7).
Pendapat lain tentang mekanisme terjadinya kerusakan NO
adalah produksi stres oksidatif. Stres oksidatif yang berupa DISFUNGSI ENDOTEL DAN OBAT ANTIHIPERTENSI
ROS (Reactive Oxygen Species) terutama anion superoksida ini Obat antihipertensi adalah obat yang memberi efek
dapat bergabung dan menghancurkan peroksinitrat yang penurunan tekanan darah. Obat-obat ini terdiri dari berbagai
menghasilkan NO, sehingga terjadi efek negatif terhadap golongan, berdasar mekanisme kerjanya (Tabel 2). Sebagian
struktur dan fungsi pembuluh darah(7). besar telah diteliti manfaatnya pada endotel, terutama efek
Pendapat tentang peran stres oksidatif tersebut didukung untuk menimbulkan vasodilatasi(3-5,7).
oleh adanya bukti bahwa asam askorbat(2,3,9), yang merupakan
scavenger radikal bebas, dapat meningkatkan respons terhadap Tabel 2. Berbagai golongan antihipertensi dan contohnya(12)
asetilkolin pada sirkulasi perifer dan pada arteri koroner
epikardial(7)dan arteri brakial(2) pasien hipertensi esensial. Golongan Contoh
Kemungkinan lain dari mekanisme penurunan produksi Penyekat beta ( β blocker) Atenolol
NO adalah terbentuknya analog L-arginin yaitu ADMA (NG Nebivolol
Karvedilol
NG–dimethyl-L-arginine) yang merupakan kompetitor endogen Antagonis kalsium Nifedipin
bagi NOS(7,9,10). Belakangan ditemukan bahwa kadar ADMA Verapamil
plasma berhubungan dengan tekanan arteri rata-rata dan faktor Diltiazem
risiko kardiovaskuler lain(7). Penghambat EKA (ACE Inhibitor) Kaptopril
Kuinapril
Lisinopril
Interaksi antara NO dan vasokonstriktor Antagonis reseptor angiotensin II Losartan
Interaksi antara sistem NO dan vasokonstriktor endotel, Kandesartan
terutama ET-1(4,5) dan angiotensin II, berperan dalam pato- Telmisartan
genesis disfungsi endotel. Walaupun pada pasien hipertensi
tidak terdapat peningkatan kadar ET-1 plasma, namun terjadi Penyekat beta (beta blockers)
peningkatan aktivitas vasokonstriktor ET-1 akibat penurunan Penyekat beta merupakan golongan obat antihipertensi
NO. NO mampu menginhibisi produksi dan aktivitas ET-1, dan yang bekerja dengan menghambat adrenoseptor β saraf
pada hipertensi esensial kemampuan inhibisi ini menghilang simpatis sehingga menimbulkan efek penurunan rangsang
karena adanya penurunan produksi NO(7). simpatis(12).
Angiotensin II memiliki efek yang berbeda pada sistem Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menilai efekti-
ABSTRAK
Gas nitrogen oksida dihasilkan dari asam amino L-arginin oleh enzim nitric oxide
synthase dalam sel-sel mamalia termasuk manusia dan berfungsi sebagai mediator
biologis yang memungkinkan sel-sel berkomunikasi dengan sesamanya. Nitrogen
oksida yang diproduksi secara kontiniu oleh sel-sel endotelium berperan mengendalikan
tonus pembuluh darah, aliran darah, tekanan darah, fungsi platelet, gerakan saluran
pencernaan, saluran pernafasan dan saluran kemih. Nitrogen oksida dalam jumlah
banyak terbentuk karena respon sistim imunitas untuk mempertahankan diri; tetapi juga
dapat menimbulkan perubahan patofisiologis seperti hipotensi yang fatal dan mungkin
juga menyebabkan kerusakan jaringan. Pemahaman mekanisme fisiologis, pengem-
bangan obat dan penerapan metode terapi baru dapat dikembangkan dengan mempeng-
aruhi secara selektif baik peningkatan dan inhibisi produksi nitrogen oksida dalam
sistim biologis.
Pengalaman Klinis
Transplantasi Jantung
Yanto Sandy Tjang, Gero Tenderich, Lech Hornik, Michiel Morshuis,
Kazutomo Minami, Richardus Budiman, Reiner Körfer
Bagian Bedah Thoraks dan Kardiovaskuler, Pusat Jantung dan Diabetes Nordrhein Westfalen/
RS Pendidikan Universitas Ruhr Bochum, Bad Oeynhausen, Jerman
ABSTRAK
Meningkatnya umur harapan hidup, kemajuan bidang prevensi dan diagnosis serta
terapi dasar penyebab penyakit kardiovaskuler telah memberikan sumbangan besar
bagi meningkatnya jumlah penderita gagal jantung kronis. Prevalensi penyakit ini
meningkat sesuai dengan usia, berkisar dari <1% pada usia <50 tahun hingga 5% pada
usia 50-70 tahun dan 10% pada usia >70 tahun. Prognosis penderita gagal jantung
kronis sangatlah buruk jika penyebab yang mendasarinya tidak ditangani. Hampir 50%
penderita gagal jantung kronis meninggal dalam kurun waktu 4 tahun; 50% penderita
stadium akhir meninggal dalam kurun waktu 1 tahun. Meskipun berbagai terapi gagal
jantung kronis baik yang bersifat non farmakologis, farmakologis maupun bedah telah
berkembang pesat, transplantasi jantung masih merupakan pilihan terapi utama bagi
penderita gagal jantung. Pada 3 Desember 1967, di Afrika Selatan, Christian Barnard
berhasil melakukan transplantasi jantung orthotopik antar manusia untuk pertama kali.
Keberhasilan ini segera diikuti oleh pusat transplantasi jantung lainnya di berbagai
belahan dunia. Meningkatnya angka harapan hidup pasca transplantasi jantung tidak
hanya ditentukan oleh makin baiknya mutu perawatan pasca bedah, namun juga akibat
makin baiknya sistem seleksi kandidat transplantasi. Selain itu seleksi donor juga
sangat menentukan keberhasilan transplantasi jantung.
Sejak dimulainya program transplantasi di Pusat Jantung & Diabetes NRW di Bad
Oeynhausen, Jerman pada 13 Maret 1989, sebanyak 1406 transplantasi jantung
orthotopik telah berhasil dilakukan. Angka harapan hidup berkisar antara 80%, 69%,
54% dan 39% berturut-turut pada tahun pertama, ke lima, ke sepuluh dan ke lima belas.
3. Inadekuat Hanya HFSS risiko rendah Relatif Infeksi Hepatitis B/ C, transplantasi memungkinkan pada
Peak VO2 >15–18 ml/kg/min tanpa indikasi lain resipien positif
Hanya ejeksi fraksi ventrikel kiri < 20 % Hipoperfusi berkepanjangan dengan tekanan sistolik < 60 mmHg
Hanya riwayat gejala NYHA class III/IV > 6 jam
Hanya riwayat aritmi ventrikuler Takikardi supraventrikuler rekuren
Terapi poli katekholamin dosis tinggi > 24 jam
Resusitasi kardiopulmoner > 30 menit
Tabel 3. Kontraindikasi transplantasi jantung bagi resipien(22) Hipertrofi ventrikuler kiri berat
Hipokinesia ventrikuler dengan ejeksi fraksi sekitar 10 - 25%
Penyakit jantung Hipertensi pulmonal irreversibel (PVR >6 WU) Keracunan CO dengan kadar Met-Hb. < 20%
ABSTRAK
Mitokondria adalah rangkaian organela yang unik karena memiliki DNA tersendiri
yang disebut DNA mitokondria dengan sifat-sifat yang spesifik.
Miopati mitokondria menampilkan berbagai sindrom dengan karakteristik patologi,
histokimia dan biokimia yang berbeda-beda yang terjadi sebagai akibat kelainan pada
mitokondria. Sindrom ini sering mengenai multisistem dengan berbagai gejala dan
tanda dari sistem organ yang terkena. Terdapat nama-nama yang eksotik sindrom ini
seperti CPEO (chronic progresive external ophthalmoplegia), MELAS (mitochondrial
encephalomyopathy, lactic acidosis, and strokelike episodes), MERRF (myoclonic
epilepsy with ragged-red fibers), MNGIE (myoneurogastrointestinal encephalopathy),
NARP (neurogenic weakness, ataxia, retinitis pigmentation).
Fungsi utama mitokondria adalah memproduksi energi kimia dalam bentuk
molekul ATP yang akan dipergunakan sel-sel tubuh. Bila komponen kunci rantai
respirasi dalam mitokondria hilang atau rusak maka akan terjadi proses berkelanjutan
yang tidak terkendali. Beberapa sindrom mitokondrial dapat disebabkan oleh berbagai
perubahan tingkat molekuler yang dapat berupa mutasi dan delesi dari DNA
mitokondria.
Terapi yang paling umum adalah pemberian zat untuk merangsang aktivitas enzim
transport elektron sisa atau memberikan aseptor elektron buatan. Terapi gen menjadi
terapi baru dalam pengobatan kelainan-kelainan mitokondria di masa mendatang.
2. Metabolisme mitokondria
Fungsi utama mitokondria adalah memproduksi energi
kimia dalam bentuk ATP yang akan dipergunakan untuk akti-
vitas seluruh sel-sel tubuh manusia. Secara garis besar, reaksi
pembentukan ATP yang berlangsung di mitokondria dapat
dibagi menjadi 3 tahap:8
a. Reaksi oksidasi piruvat (atau asam lemak) menjadi CO2.
Reaksi ini terkait dengan reduksi NAD+ dan FAD menjadi
NADH dan FADH2. Reaksi-reaksi ini berlangsung dalam
ruang matriks mitokondria (lihat gambar 2).
b. Transfer elektron dari NADH dan FADH2 ke O2. Rentetan
reaksi ini berlangsung pada membran dalam dan terkait dengan
pembentukan proton motive force atau gradien elektrokimia
Gambar 1. Struktur mitokondria lintas membran dalam mitokondria.
Keterangan: diagram struktur tiga dimensi mitokondria, bagian bawah c. Pemanfaatan energi yang tersimpan dalam bentuk gradien
adalah elektromikrograf mitokondria. elektrokimia untuk memproduksi ATP. Reaksi ini dikatalisis
Membran dalam dan krista oleh kompleks enzim F0-F1 ATP sintetase yang berlokasi pada
Membran dalam dan matriks mitokondria terkait erat membran dalam.
Spiral menunjukkan reaksi β oksidasi yang menghasilkan pelepasan acetyl-coenzim A dan penurunan flavoprotein. ADP
singkatan dari adenosine diphospate, ATP adenosine triphospate, ANT adenine nucleotide translocator, CACT carnitine-
acyl carnitine translocase, CoQ coenzyme Q, CPT carnitine palmitcyltransferase, DIC dicarboxylate carrier, ETF
electron-transfer flavoprotein. ETH-DH electron transfer dehydrogenase, FAD flavin adenine dinucleotide, FADH2
berarti FAD2, NADH nicotinamide adenine dinucleotide, PDHC pyruvate dehydrogenase complex, TCA tricarboxylic
acid, angka romawi I s/d V menunjukkan kompleks I s/d V.
Dikutip dariDiMauro S, Schon E.A. Mitochondrial Respiratory-Chain Diseases. N Eng J Med. 2003;348:2658-68.
http://www.nejm.org
3. GENETIKA MITOKONDRIA dalam 3 aspek utama: diturunkan dari ibu, heteroplasmi dan
DNA mitokondria manusia merupakan DNA sirkuler segregasi mitotik.2,8,9
tertutup yang berada pada matriks mitokondria yang
mengandung 37 gen, dan berukuran 16569 pasang basa. Dua 1. Diturunkan dari ibu
puluh empat gen (24) diperlukan untuk translasi mtDNA [2 Secara hukum umum, semua DNA mitokondria dalam
RNA ribosom (rRNAs) dan 22 RNA transfer (tRNA)] dan 13 zigot berasal dari ovum. Sehingga seorang ibu membawa
mengkode subunit rantai respirasi, dengan perincian sebagai mutasi mtDNA pada semua anak-anaknya, tetapi hanya anak
berikut: 7 subunit untuk kompleks I [ND1, ND2, ND3, ND4, perempuannya yang akan memindahkan mutasi tersebut pada
ND4L, ND5 DAN ND6 (ND singkatan dari NADH keturunannya. Bukti baru transmisi paternal mtDNA pada otot
dehydrogenase)], 1 subunit untuk kompleks III (sitokrom b), 3 rangka (tetapi tidak pada jaringan lain) pada pasien dengan
subunit untuk sitokrom oksidasi (COX1,II,III) serta 2 subunit miopati mitokondria memberikan peringatan penting bahwa
untuk ATP sintetase. Sebagian rantai respirasi dikode oleh sifat mtDNA yang diturunkan dari ibu bukan merupakan
DNA nukleus. Genom DNA mitokondria manusia dapat dilihat hukum yang mutlak, tetapi tidak disangkal bahwa penyakit-
pada gambar 3. penyakit yang berhubungan dengan mtDNA terutama diturun-
Genetika mitokondria berbeda dengan hukum Mendel kan dari pihak ibu.9,10
Gambar 3A menunjukkan genom mitokondria manusia. Gambar 3B menunjukkan subunit rantai respirasi
yang dikode oleh DNA nukleus (nDNA) dan mtDNA. Dikutip dariDiMauro S, Schon E.A.
Mitochondrial Respiratory-Chain Diseases. N Eng J Med. 2003;348:2658-68. http://www.nejm.org
2. Heteroplasmi dan efek ambang batas (threshold effect) plasmi juga terdapat pada tingkat organel yaitu mitokondrion
Terdapat ribuan molekul mtDNA dalam tiap sel, dan secara dengan mtDNA normal dan mutan yang bercampur. Pada
umum terdapat beberapa mutasi patogenik mtDNA, tetapi orang normal semua mtDNA adalah identik (homoplasmi).
bukan semuanya. Sehingga sel dan jaringan tercampur mtDNA Tidaklah mengherankan bila dengan jumlah mtDNA minimal
normal dan mutan, keadaan ini disebut heteroplasmi. Hetero- belum terjadi disfungsi oksidatif dan belum tampak tanda
Gangguan yang sering atau menonjol yang berhubungan dengan mutasi gen tertentu tercetak tebal. Penyakit akibat
mutasi yang mengganggu sintesis protein mitokondria. Penyakit yang disebabkan mutasi gen yang mengkode protein.
ECM encephalomyopathy; FBSN familial bilateral striatal necrosis; LHON Leber’s hereditary optic neuropathy; LS
Leigh’s syndrome; MELAS mitochondrial encephalomyopathy, lactic acidosis, and strokelike episodes; MERRF
myoclonic epilepsy with ragged-red fibers; MILS maternallyinherited Leigh’s syndrome; NARP neuropathy, ataxia,
and retinitis pigmentosa; PEO progressive external ophthalmoplegia; PPK palmoplantar keratoderma; dan SIDS
sudden infant death syndrome. (Dikutip dariDiMauro S, Schon E.A. Mitochondrial Respiratory-Chain Diseases. N Eng J
Med. 2003;348:2658-68. http://www.nejm.org
ABSTRAK
Akhir-akhir ini peran serat dalam makanan turut diperhitungkan oleh para ahli
kesehatan. Berdasarkan bukti-bukti penelitian, serat dalam makanan dapat turut
mencegah penyakit, antara lain penyakit jantung, diabetes melitus, diare, kanker kolon
dan juga digunakan untuk menurunkan berat badan. Serat dapat diperoleh dari sayur-
sayuran, buah dan rumput laut. Asupan serat yang dianjurkan adalah 25-35 g/hari.
ABSTRAK
Kata kunci : teh hitam; plak aterosklerosis; asam lemak tak jenuh “trans”
7. C 1 48,2000 52,7333 73,6667 67,6000 Tabel 3. Hasil Uji Berganda Daniel antar lama perlakuan
8. 2 44,3333 62,2000 64,6667 69,8667
9. 3 38,5333 49,4000 43,6667 60,5333
M2 M4 M6 M8
43,6889 54,7778 60,6667 66,0000
Perlakuan (k)
X
SD 4,8655 6,6404 15,3948 4,8681 Rangking (R) 14 22 36 48
M2 14 -
10. D 1 32,4667 36,2667 69,8000 70,6667 M4 22 8 -
11. 2 36,0667 36,0667 65,1333 56,5333 M6 36 22* 14* -
12. 3 21,1333 39,9333 70,4000 64,8667 M8 48 34* 26* 12* -
X 29,8889 37,4222 68,4444 64,0222
SD 7,7933 2,1770 2,8832 7,1044 Keterangan : * = berbeda bermakna (α = 0,05)
1. TDA3 kelompok M2 berbeda nyata terhadap TDA3 kelompok M6 dan M8
Hasil analisis data secara Non Parametrik dengan Metode (p< 0,05), tetapi tidak berbeda nyata terhadap TDA3 kelompok M4 (p>
Friedman menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan me- 0,05).
2. TDA3 kelompok M4 berbeda nyata terhadap TDA3 kelompok M6 dan M8
nyebabkan perbedaan ketebalan dinding arkus aorta ascenden (p< 0,05).
(p < 0,05). Sedangkan hasil Uji Berganda Daniel ditunjukkan 3. TDA3 kelompok M6 berbeda nyata terhadap TDA3 kelompok M8 (p< 0,05).
oleh Tabel 2 :
K1 A B C D
K2 M2 M4 M6 M8 M2 M4 M6 M8 M2 M4 M6 M8 M2 M4 M6 M8
R 34 27 41 44 11 13 26 47 12 20 25 31 3 6 38 30
A M2 34 -
M4 27 7 -
M6 41 7 14 -
M8 44 10 17 3 -
B M2 11 23 16 30 33 -
M4 13 21 14 28 31 2 -
M6 26 8 1 15 18 15 13 -
M8 47 13 20 6 3 36 34 21 -
C M2 12 22 15 29 32 1 1 14 35 -
M4 20 14 7 21 24 9 7 6 27 8 -
M6 25 9 2 16 19 14 12 1 22 13 5 -
M8 31 3 4 10 13 20 18 5 16 19 11 6 -
D M2 3 31 24 38 41* 8 10 23 44* 9 17 22 28 -
M4 6 28 21 35 38 5 7 20 41* 6 14 19 25 3 -
M6 38 4 11 3 6 27 25 12 9 26 18 13 7 35 32 -
M8 30 4 3 11 14 19 17 4 17 18 10 5 1 24 24 8 -
Rokok di Sinetron
ABSTRAK
20.00
Total 32 100.00
10.00
0.00 Tetapi peningkatan terbanyak pada kelompok III (antara
Terapi stlh terapi stlh terapi stlh terapi
6-10%), yaitu pada 9 penderita (28,10%). Terlihat bahwa pada
Sebelum 2 mgg 4 mgg 8 mgg
5 penderita (15,64 %) terjadi respon yang tidak adekuat, karena
Hb (g/dL) 8.05 9.11 10.02 10.41
Ht (vol %) 24.58 29.22 31.13 32.41
justru terjadi penurunan kadar Ht (kelompok 1) (Tabel 2).
Prosentase peningkatan kadar Hb dan Ht tersebut juga
Hb (g/dL) Ht (vol %)
dapat dilihat pada Grafik 2 dan Grafik 3 .
Grafik 2 . Kenaikan Rata-rata Hemoglobin dan Hematokrit Grafik 3. Prosentase Perubahan kadar Hb setelah Terapi Epoeitin Alfa
Selama 12 Minggu
PROSENTASE KENAIKAN RATA-RATA PROSENTASE PERUBAHAN HB SETELAH TERAPI
HB DAN HT EPOITIN ALFA SELAMA 12 MINGGU
35.00% 40.00%
31.80%
34.40%
29.30%
Jumlah pasien (%) yang Mengalami
30.00%
26.60%
24.40% 30.00%
25.00%
20.00% 18.80%
Peningkatan HB
20.00%
15.00% 13.10% 12.50% 12.50% 12.50%
9.40%
10.00% 10.00% 6.20%
5.00%
0.00%
0.00% (-2) - 0 0-1 1,1 - 2 2,1 - 3 3,1 - 4 4,1 - 5 5,1 - 6
Terapi 4 mgg Terapi 8 mgg Terapi 12 mgg
-10.00%
Hb (g/dL) 13.10% 24.40% 29.30%
Ht (vol %) 18.80% 26.60% 31.80% -12.50%
-20.00%
Ke naikan HB
Peningkatan kadar Hb dan Ht sudah terjadi secara
bermakna pada minggu ke 4, yaitu dari Hb 8.05 g/dl menjadi
9.11 g/dl (meningkat 13,10%) dan Ht dari 24,58% menjadi Berdasarkan laporan8,9,10, penyebab respon tidak adekuat
29,22% (meningkat 18,8%). Selanjutnya dibandingkan dengan penggunaan epoeitin alfa adalah defisiensi besi, hiperparatiroid
sebelum terapi, pada minggu ke 8 telah terjadi peningkatan sekunder, keracunan aluminium, anemia hemolitik, defisiensi
sebesar 24,4% untuk Hb dan 26,6% untuk Ht. Pada minggu ke asam folat dan vitamin B12, inflamasi, mieloma multipel, dan
12 peningkatan Hb mencapai 29,3% dan Ht 31,8% (Grafik 2). pure red cell anemia. Pada penelitian ini penyebab respon tidak
Dari 32 penderita, peningkatan kadar Hb tertinggi terjadi adekuat tidak diketahui pasti, juga tidak didapatkan komplikasi
pada 2 orang, 5,4 g/dl pada seorang penderita wanita, dan 5,1 pure red cell anemia; mungkin penyebabnya adalah defisiensi
g/dl pada seorang penderita laki-laki, (kelompok VII, tabel 1). Fe. Hingga minggu ke 12 terdapat 10 (31%) penderita dengan
Kebanyakan meningkat 2,1-3 g/dl di kelompok IV (11 orang - defisiensi besi absolut (feritin < 100µg/dL).
34,4 %). Pada 4 orang (12,5%) kadar Hb tidak meningkat Dari 4 orang penderita dengan respons tidak adekuat, 3 di
(respon tidak adekuat) bahkan turun (kelompok I). antaranya mempunyai kadar feritin < 100 µg/dL yang tidak
Hal serupa terjadi pada kenaikan Ht. Peningkatan tertinggi meningkat walaupun sudah diberikan tablet besi sesuai
pada 4 orang (12,50%) dari kelompok V (meningkat 16-20%). panduan. Sedangkan kemungkinan infeksi pada penelitian
21.88% 21.88%
20.00% epoeitin dan viskositas darah yang meningkat pada 13% pasien
hemodialisis6,11,13. Pada penelitian ini ditemukan 1 orang
15.00% 12.50%
10.00%
5.00% dengan dugaan vascular access clotting. Sedangkan komplikasi
0.00% lain, seperti kejang, reaksi alergi, nyeri kepala, nyeri dada yang
-5.00% (-5) - 0 0-5 6 - I0 II - 15 16 - 20
dilaporkan sering ditemukan2,9, tidak dijumpai.
-10.00%
-15.00% Tabel 4. Efek Samping Epoeitin Alfa pada Subjek Penelitian
-15.64%
-20.00%
1. Hipertensi 6 15,0
2. Flu like syndrome 5 12,5
ini ditemukan pada 2 penderita, penderita pertama terkena 3. Vascular access clotting 1 2,5
infeksi paru pada minggu ke-4: kadar Hb pada saat awal 8,1
g/dL, setelah terkena infeksi paru kadar Hb turun sampai 7
g/dL. Setelah infeksi parunya teratasi kadar Hb meningkat KESIMPULAN
sampai 11,1 g/dL pada akhir penelitian. Penderita ke dua Pemberian epoeitin alfa (Hemapo®) selama 12 minggu
terkena gingivitis pada minggu ke-2, kadar CRP meningkat efektif dalam hal peningkatan Hb dan Ht, pada penderita gagal
sampai 11,98 mg/dL, tetapi kadar hemoglobinnya hanya sedikit ginjal yang sedang menjalani dialisis. Setelah 12 minggu rerata
berubah. Berbagai variabel lain yang dapat menyebabkan tidak Hb meningkat bermakna sebesar 29,30%, dan rerata Ht
beresponnya epoeitin alfa seperti dialisis yang tidak adekuat, meningkat bermakna sebesar 31,80%. Terdapat peningkatan
kualitas cairan dialisat, biokompatibilitas membran, tidak tekanan darah pada 15% penderita, tetapi dapat diatasi dengan
ditentukan dalam penelitian ini7,11. Penggunaan dialiser tipe peningkatan dosis obat hipertensi. Sedangkan flu like syndrome
selulosa dan ginjal re-use di tempat penelitian dapat berpeng- terjadi pada 12,5% penderita. Tidak ditemukan efek samping
aruh terhadap respon dari eritropoesis7. Sedangkan kelainan lain selama pengobatan.
darah yang mungkin ada seperti pure red cell aplasia, hemog-
lobinopati, dan hiperparatiroid sekunder juga tidak diteliti11,12. KEPUSTAKAAN
Dosis KALFERON® Jumlah Trombosit Jumlah Sel Darah Putih Jumlah Granulosit PENYIMPANAN
Dikurangi 50% < 1,5 x I09/L < 0,75 x 109/L < 50 x 109/L Simpan KALFERON® Interferon alfa-2b, sebelum dan setelah rekonstitusi
Dihentikan secara permanen < 1,0 x 109/L < 0,5 x 109/L < 25 x 109/L
pada suhu 2-8°C (36-46°F).
Pasien dengan jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm3 jangan diberi KALFERON® kit disimpan pada suhu kamar (<30°C).
KALFERON® secara intramuskular, tetapi dengan pemberian subkutan. Hepaviral® disimpan pada suhu <25°C.
Terapi KALFERON® dapat dilanjutkan dengan dosis seperti dosis awal,
jika kadar eritrosit, granulosit, dan/atau jumlah trombosit kembali normal. KEMASAN
KALFERON® harus disuntikkan segera setelah dilarutkan dengan 1 ml aqua KALFERON® 3 juta UI/vial : Box berisi 3 vial
pro injeksi steril atau 1 ml larutan NaCI untuk injeksi. KALFERON® Kit : Box berisi 3 aqua pro injection + 3 disposable syringe
+ 3 alcohol swab
®
KONTRAINDIKASI Hepaviral : Box berisi 4 blister @ 10 kapsul Ribavirin 200 mg
Riwayat hipersensitivitas terhadap interferon alfa-2b rekombinan atau HARUS DENGAN RESEP DOKTER
komponen lainnya dari produk ini.
Diimpor dan dipasarkan oleh: PT Kalbe FarmaTbk., Bekasi-Indonesia
PERINGATAN DAN PERHATIAN
Peringatan DIPRODUKSI OLEH:
Hati-hati pada pasien dengan kondisi medis lemah seperti pada pasien Shenzhen Neptunus Interlong Bio-Technique Co., Ltd., Shenzhen-China.
Memenuhi permintaan dari pelbagai pihak terutama para hal-hal yang lebih interaktif seperti: (1) Forum Diskusi / Tanya
dokter dan mereka yang ingin mendalami info-info kesehatan / jawab mengenai pelbagai hal, penyakit, produk, dll., juga para
kedokteran praktis, maka sejak bulan Maret 2005, website PT member website bisa (2) menyumbang artikel, reportase hingga
Kalbe Farma Tbk telah berubah bentuk wajah dan menambah informasi simposium dan seminar yang akan diadakan. Mudah-
feature-featurenya. Selain fasilitas yang sudah ada seperti: (1) mudahan dengan tampilan dan pelbagai feature baru, website
berita-berita kesehatan dan kedokteran setiap hari di up date, kalbefarma dot com bisa lebih melayani masyarakat awam dan
(2) informasi agenda seminar / simposium skala lokal hingga kedokteran sesuai dengan moto perusahaan kami “The
internasional, (3) multiple search engines (Google, Yahoo, Scientific Pursuit of Health for a Better Life“ atau
SearchIndonesia, dll), (4) lowongan kerja di Kalbe Farma, dan “Mengabdikan Ilmu untuk Kesehatan dan Kesejahteraan.
(5) berita-berita untuk para investor pemegang saham Kalbe Silakan akses website kami di http://www.kalbefarma.com.
Farma, saat ini dengan wajah baru para netter bisa melakukan [SIM]
Laporan lengkap dari simposium, bisa diakses di The 9th Western Pacific Congress On Chemotherapy And
http://www.kalbefarma.com/seminar. Pada topik yang diberi tanda Infectious Diseases, Bangkok, 1 - 5 Desember 2004
Breaking News, berarti peserta simposium bisa memperoleh berita Infeksi regional merupakan hal yang menarik perhatian dunia,
dalam bentuk cetak (print) bersamaan dengan acara di Stand Kalbe dan masalah ini menjadi tema menarik dari pertemuan dua tahunan
Farma, dan bisa langsung diakses pada homepage Kalbe Farma. Western Pacific Congress On Chemotherapy And Infectious Diseases
(WPCCID) kesembilan yang diadakan di Bangkok 1-5 Desember
Management of Typhoid Fever with Levofloxacin: A Clinical 2004 lalu. Salah satu yang dibahas misalnya mengenai penyakit
Experience, Surabaya 26 Februari 2005 infeksi seperti TBC dan HIV yang termasuk penyebab terbesar
Bertempat di Isyana Ballroom, Hotel Hyatt - Surabaya, PETRI kematian dan kesakitan sehingga dijuluki sebagai pembunuh utama di
(Perhimpunan Peneliti Penyakit Tropik dan Infeksi Indonesia) negara-negara tropis.
bekerjasama dengan PT Kalbe Farma, pada tanggal 26 Februari 2005
mengadakan simposium sehari dengan topik: Management of Typhoid Simposium Current Diagnosis and Treatment In internal
Fever with Levofloxacin : A Clinical Experience. Seminar yang Medicine 2004, Hotel Borobudur Jakarta, 4 - 5 Desember 2004
dihadiri sekitar 200 dokter menghadirkan pembicara seperti: Dr. Nyeri muskuloskeletal yang umum dijumpai dalam masyarakat
Nasronudin, SpPD-KPTI dan Prof. Dr. H. H. Nelwan, DTMH, SpPD- seringkali tidak mudah didiagnosis. Suatu data dari poliklinik
KPTI. Dan sebagai moderator adalah : Prof. Dr. Eddy Soewandojo, Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto
SpPD-KPTI dan DR. Dr. Suharto, MSc, DTMH, SpPD-KPTI. Mangunkusumo Jakarta tahun 1992 bahkan menunjukkan ketidak-
tepatan diagnosis pada kasus ini mencapai lebih dari 70%. Hal ini
Seminar Nyeri Kepala di Surabaya, 26 Februari 2005 dikemukakan dr. Yoga Iwanoff Kasjmir, SpPD-KR pada acara
Pada Sabtu, 26 Februari 2005, bertempat di Hotel Hyatt Regency Simposium Current Diagnosis and Treatment In internal Medicine
Surabaya, PERDOSSI (Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia) 2004 beberapa waktu lalu di Jakarta.
bekerjasama dengan PT Kalbe Farma mengadakan Seminar Awam
Nyeri Kepala. Menurut Ma Djon, Product Manager Neuralgin PT Update on TB Management, Hotel Borobudur Jakarta, 7
Kalbe Farma, tujuan utama diadakannya seminar ini adalah sebagai Desember 2004
edukasi ke masyarakat awam agar mengetahui penyebab dan Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan besar.
pencegahan problema nyeri kepala yang sering dialami dan kemudian Indonesia sendiri sampai saat ini 'betah' menjadi jawara sebagai
dapat mencegah lebih dini bila nyeri kepala yang diderita ternyata penyumbang jumlah pasien terbanyak ketiga di dunia. Penanggulanan
berbahaya. penyakit ini belum optimal, walaupun telah diperkenalkan strategi
DOTS yang telah berjalan lebih dari empat dekade. Demikian sekilas
Seminar Tuberkulosis & HIV/AIDS, Jakarta 2 Maret 2005 ulasan Dr.Mukhtar Ikhsan, SpP(K), MARS pada acara seminar sehari
Dalam rangka menyambut Hari TB sedunia yang jatuh pada mengenai TB di Jakarta Selasa (7/12) lalu.
tanggal 24 Maret 2005, PPTI (Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosis Indonesia) mengadakan seminar Tb dan HIV/AIDS, Pertemuan Ilmiah Tahunan V Endokrinologi, Hotel Patra Jasa
pada hari Rabu, 2 Maret 2005 bertempat di Gedung Pusat PPTI, Semarang, 9-11 Desember 200
Jakarta Respiratory Center. Komplikasi pada hati jarang sekali menjadi perhatian saat
memantau komplikasi kronik penderita Diabetes Melitus. Padahal
Pertemuan Ilmiah Terpadu Bedah Anak Indonesia, Jakarta 11 - mengenai penyakit ini telah lama diketahui, tepatnya sejak tahun 1980
12 Maret 2005 oleh Ludwid. Saat itu ia menyebut kondisi tersebut Non-alcoholic
Dengan tema Manajemen Komprehensif Pembedahan pada Bayi Steatohepatitis (NASH), untuk sekelompok kelainan hati yang secara
dan Anak, bertempat di Hotel Borobudur Jakarta, pada tanggal 11 - 12 histopatologi tidak dapat dibedakan dengan perlemakan hati akibat
Maret 2005 telah diadakan Pertemuan Ilmiah Terpadu Bedah Anak alkohol.
Indonesia untuk pertama kalinya. Acara yang diikuti oleh sekitar 350
peserta terdiri dari dokter-dokter spesialis anestesi, penyakit anak, PIT VIII PERDOSKI 2004, Hotel Discovery Kartika Plaza Bali, 9-
penyakit dalam, bedah umum, dan bedah anak. Sebagian peserta 12 Desember 2004
(sekitar 150) adalah dokter umum. Tidak mengherankan, karena saat Saat ini semakin banyak aspek dalam etiologi dan patogenesis
ini spesialis bedah anak, bisa langsung ditempuh oleh para dokter dermatitis atopik yang telah ditemukan sehingga mengubah konsep
umum di FK-FK seperti: Bandung, Surabaya dan Yogyakarta. penatalaksanaan penyakit ini. Di antara penemuan yang penting
adalah mengenai toksin Staphylococcus aureus dan Streptococcus B
The Second Asian Congress of Pediatric Nutrition, Hotel Sahid hemolyticus yang dapat bertindak sebagai superantigen pemacu
Jaya Jakarta, 1 – 4 Desember 2004 produksi IgE dan IL-4 oleh sel T yang berperan dalam inflamasi.
Pemenuhan kebutuhan nutrisi sangatlah penting bahkan sejak Superantigen memang dianggap sebagai salah satu faktor pencetus
dalam kandungan. Pada manusia, malnutrisi yang terjadi pada kekambuhan dermatitis atopik.
intrauterine dan postnatal dini terutama mempengaruhi pada jumlah
sel otak. Perkembangan dari otak kecil (cerebellum) terutama dipeng- Train of the Trainers (TOT), Jakarta 15 Januari 2005
aruhi oleh kurangnya zat-zat gizi selama kehamilan. Hubungan antar Adalah menjadi pengetahuan umum bahwa belajar bisa dilakukan
sinaps terutama dipengaruhi jika malnutrisi terjadi pada tahun ketiga seumur hidup. Namun saat menyampaikan informasi kepada orang
kehidupan. dewasa tentu harus berbeda caranya jika hal tersebut disampaikan
Level of
evidence Level II
Neck No systematic No systematic No systematic Sustained No systematic
with/without reviews found reviews found reviews found release opioid reviews found
limb pain effective
May be
attempted
Level of
evidence Level II
Chronic Not effective No studies Contradictory No studies No studies
generalized
soft tissue
musculoskeletal
pain
Level of
evidence Level III Level III
Sumber :
Evidence-based Recommendations for Medical Management of Chronic Non-Malignant Pain
Reference Guide for Clinicians of Physicians and Surgeons of Ontario, Nov. 2000
brw