CDK 078 Penyakit Sendi
CDK 078 Penyakit Sendi
CDK 078 Penyakit Sendi
Daftar Isi :
2. Editorial
4. English Summary
61. Humor
62. Abstrak
64. RPPIK
Dengan makin meningkatnya harapan hidup manusia, penyakit-penyakit
degeneratif akan bertambah penting peranannya dalam usaha mempertahankan
kualitas hidup.
Salah satu penyakit yang sangat berpengaruh terhadap mobilitas manusia
ialah penyakit sendi; penyakit ini, kendati dapat ditimbulkan oleh bermacam-
macam penyebab, gejala dan keluhan yang diderita tidak banyak berbeda; selain
itu kadang-kadang menimbulkan pula gejala/manifestasi ekstraartikuler berupa
kelainan di organ-organ lain. Oleh karena itu, pendekatan diagnostik penyakit
sendi tidak selalu mudah; riwayat penyakit, sendi (-sendi) yang terkena, perja-
lanan penyakitnya harus diketahui dengan tepat, ditunjang dengan pemeriksaan
tambahan yang tepat.
Hal-hal itulah yang dibahas oleh para pakar reumatologi dalam Cermin
Dunia Kedokteran edisi ini; mulai dari pendekatan klinis dan laboratorium,
sampai pada pemilihan obat-obat antiinflamasi yang tepat dengan selalu
mempertimbangkan efek samping yang mungkin timbul.
Artikel lain yang juga penting untuk dibaca ialah mengenai Penyakit
Jantung Koroner; tiga artikel yang berasal dari Ujungpandang dan Surabaya
akan membahas hal tersebut, termasuk efek psikologik yang mungkin timbul.
Sebagai penutup adalah artikel mengenai pengambilan keputusan terapi
dan masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat.
Selamat membaca.
Redaksi
Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-
bidang tersebut. hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuseripts Submitted
dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan menge- to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh:
nai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London:
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan William and Wilkins, 1984; Hal 174–9.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms.
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72.
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di- Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem- Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10.
baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ P.O. Box 3105
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih Jakarta 10002
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe- Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
ngarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan
jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.
Rheumatology Subdivision, Department Rheumatology Subdivision, Department Department of Child Health, Faculty of
of Internal Medicine, Faculty of Medicine, of Internal Medicine, Faculty of Medicine, Medicine, Hasanuddin University, Ujung
University of Indonesia/Cipto Mangun- University of Indonesia/Cipto Mangun- Pandang, Indonesia.
kusumo General Hospital, Jakarta, Indo- kusumo General Hospffal, Jakarta, Indo-
nesia. nesia
Pendekatan Diagnostik
Penyakit Reumatik
Harry Isbagio
Subbagian Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
R.S. Dr. Ciptomangunkusumo, Jakarta
PENDAHULUAN yang tepat dalam dosis yang tepat diberikan pada pasien yang
Medikamentosa merupakan salah satu mata rantai penang- sesuai, pada saat perjalanan penyakit yang tepat dan diberikan
gulangan penyakit rematik disamping pengobatan lain seperti dalam jangka waktu yang optimal.
istirahat, proteksi sendi, fisioterapi/rehabilitasi, penggunaan alat Perlu dibedakan antara obat yang bersifat nonspesifik atau
bantu, pembedahan dan psikoterapi. Penggunaan obat saja tanpa simptomatik saja dengan obat yang dapat mempengaruhi per-
disertai cara pengobatan lain kurang memberikan hasil yang jalanan penyakit. Obat yang dapat mempengaruhi perjalanan
memuaskan. Oleh karena itu perlu diingatkan pada setiap dokter penyakit harus diberikan pada penyakit yang tepat. Sebagai
yang menanggulangi penyakit rematik, hendaknya tidak selalu contoh, penisilamin tidak efektif pada penyakit gout dan se-
terpaku pada penggunaan obat saja. baliknya alopurinol tidak berguna pada artritis rematoid.
Inflamasi sendi merupakan suatu tanda bahwa organ yang Obat penyakit rematik dapat disusun/dikelompokkan se-
bersangkutan perlu diistirahatkan dan dicegah penggunaannya bagai berikut :
secara berlebihan. Tetapi yang sering terjadi ialah bila penderita I. Analgesik sederhana
telah diberi obat dan rasa nyeri sudah hilang maka ia cenderung II. Obat antiinflamasi non steroid (OAINS=NSAID)
menggunakan sendi tersebut secara berlebihan. Hal ini tentu III. Disease-modifying atau slow acting drugs
saja merugikan mengingat hilangnya rasa nyeri bukan bcrarti IV. Obat sitotoksik
sendi yang sakit telah sembuh, karena pada sebagian penyakit V. Kortikosteroid (sistemik dan suntikan lokal)
sendi proses kerusakan masih berlangsung terus menerus. Da- VI. Obat pada kristal artropati (gout)
lam hal ini nasehat tentang proteksi sendi perlu diberikan pada a. Colchicine
penderita. b. Obat urikosurik
Selain itu jumlah obat anti rematik yang beredar di pasaran c. Alopurinol
saat ini sangat banyak jumlahnya, sehingga menyulitkan bagi Analgesik sederhana dan obat antiinflamasi nonsteroid
seorang dokter untuk memilihnya. Karen itu dituntut penge- hingga mat ini masih dianggap obat yang bersifat simptomatik
tahuan yang cukup mengenai berbagai jenis obat anti rematik dan tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Kedua jenis obat
beserta indikasi, kontra indikasi dan efek sampingnya agar di- ini dapat diberikan pada semua jenis artritis dan rematik jaringan
peroleh hasil pengobatan yang optimal. lunak (reumatism non artikuler).
Disease-modifying atau slow acting drugs merupakan obat
JENIS MEDIKAMENTOSA PADA PENYAKIT REMA- yang dapat mempengaruhi perjalanan penyakit artritis rematoid,
TIK sehingga penggunaannya terbatas pada penyakit ini saja.
Obat yang diberikan pada penderita penyakit rematik Kortikosteroid sistemik dapat digunakan pada artritis re-
mempunyai dua tujuan : matoid yang berat, penyakit jaringan ikat dan beberapa penyakit
1. Menghilangkan keluhan dan simptom inflamasi. rematik lainnya. Suntikan kortikosteroid lokal (dalam sendi dan
2. Bila mungkin menghentikan progresivitas penyakit. jaringan lunak) sangat berguna pada reumatism non artikuler
Untuk memperoleh hasil pengobatan yang baik, maka obat dan artritis yang terutama terbatas pada satu/dua sendi (kecuali
Tabel II. Waktu paruh Obat Antiinflamasi Non Steroid membuat penderita patuh minum obat. Sebaliknya pada pende-
rita dengan keluhan yang hilang timbul atau pada mereka yang
Waktu
Komponen
(jam) membutuhkan lebih banyak efek analgesik daripada efek anti-
inflamasi, pemberian dosis 2–3 kali per hari mungkin lebih
Indometasin 2–3 sesual.
Sulindak 18 (sulfide)
Tolmetin 1–3 5. Biaya (Cost)
Asam Mefenamat 3–4 Obat yang paling murah ialah aspirin, tetapi efek samping
Asam Flufenamat 9 sudah banyak dilaporkan. OAINS lainnya cukup mahal dan
Ibuprofen 2 harus diperhitungkan dengan kemampuan penderita.
Naproxen 12–15
Kalsium Fenoprofen 3 6. Indikasi
Flurbiprofen 4 Semua jenis OAINS cukup efektif untuk RA dan OA,
Ketoprofen 1–35 kecuali fenilbutason yang hanya boleh digunakan dalam jangka
Piroksikam 45 pendek (sehingga sebaiknya dihindarkan penggunaannya).
Diflunisal 8–12
Aspirin dosis tinggi cukup efektif pada RA (perlu dipertim-
bangkan sebagai salah satu altematif) tetapi kurang tepat untuk
nyata juga mempunyai variasi individual. Efek samping yang OA, gout dan ankylosing spondilytis mengingat efek samping-
tersering ialah masalah gaster. Efek samping yang lain jarang nya. Pada penyakit gout dan ankylosing spondylitis pilihan jatuh
dijumpai tapi dapat timbul sebagai akibat penggunaan jangka pada indometasin dan sebagai alternatif adalah naproxen atau
panjang. piroxicam. Derivat asam propionat merupakan salah satu pilihan
3. Keamanan (safety) untuk cedera olah raga (sport injuries).
Kematian langsung akibat OAINS jarang terjadi; tetapi Keamanan (safety) merupakan salah satu pertimbangan
kematian dapat terjadi akibat hematemesis melena atau anemia dalam penggunaan OAINS pada anak, sehingga lebih banyak
aplastik. dianjurkan pcnggunaan aspirin.
Penggunaan pada orang tua perlu pertimbangan apalagi 7. Problem dengan OAINS
bila kcluhannya hanya nycri ringan saja; obat dengan waktu Problem utama ialah keluhan gastrointestinal; semua
paruh panjang sebaiknya dihindarkan. OAINS :
4. Kenyamanan (convenience) a. Menyebabkan dispepsia.
Dosis tunggal harian cukup menyenangkan dan dapat b. Meningkatkan kemungkinan terjadinya ulkus peptikum.
Disease Modifying Drugs/Slow Acting Drugs. (Obat Remitif * Azapropazon 600 mg b.d.
= S.A.A.R.D.) * Piroksikam 20 mg āekali sehari
Obat kelompok ini merupakan obat Urutan Kedua (second
* Tenoksikam 20 mg sekali sehari
PENDAHULUAN dan sifat invasif bakteri. Kasus-kasus IGD yang didata terjadi
Infeksi gonokokal diseminata (IGD) merupakan komplikasi beberapa hari setelah infeksi mukosal, tetapi umumnya masa
infeksi gonokokus yang dapat menimbulkan manifestasi klinis inkubasi antara 7 – 30 hari. Path wanita IGD sering terjadi path
bermacam-macam, yang paling sering berupa artritis danjesi menstruasi pertama setelah infeksi mukosal(1,2).
pada kulit, yang disebut juga sindrom dermatitis-artritis(1,2,3,4,5)
Sindrom klinis gonore telah dikenal lama, dan Vidal menge- PATOGENESIS
mukakan adanya artritis gonokokal dalam bukunya tahun 1854; IGD terjadi bilamana gonokokus mukosal menginvasi
sejak awal tahun 1900 banyak dilaporkan kasus artritis gono- aliran darah. Diseminasi dapat terjadi dari saluran urogenital,
kokal. Juga mulai dikenal dan dilaporkan lesi pada kulit sejak anorektal ataupun farings").
tahun 1905 dan tenosinovitis sejak tahun 1934(1). Faktor yang berpengaruh terjadinya diseminasi :
a. Faktor bakterial
EPIDEMIOLOGI Gonokokus yang didapat dari darah, cairan sendi, mukosa
IGD terjadi setelah infeksi mukosa gonokokal, dengan pre- uretral pria asimtomatik, serviks uteri wanita waktu menstruasi,
valensi 1% – 5%(1,2,3). Insidens lebih tinggi pada populasi dengan ataupun bahan peritoneal biasanya membentuk koloni trans-
risiko tinggi akan infeksi mukosal dan pada dewasa muda dari- paran. Sebaliknya gonokokus yang diambil dari uretra pria
pada orang tua. Insidens juga bervariasi berdasarkan jenis kela- dengan uretritis simtomatik dan serviks wanita waktu per-
min. Pada era preantibiotik kebanyakan kasus infeksi gonokokal tengahan sildus biasanya membentuk koloni opak. Oleh karena
diseminata terdapat pada pria; setelah adanya antimikroba dan itu nampaknya koloni transparan merupakan bentuk invasif
terapi infeksi simtomatik pada pia, maka infeksi gonokokal gonokokus; tetapi mekanisme perubahan sifat. invasif dari
diseminata lebih sering pada wanita dan mungkin pria homo- koloni tersebut belum diketahui0>. Umumnya galur IGD sangat
seksual. Kira-kira separuh kasus infeksi gonokoknl diseminata suseptibel terhadap penisilin G, kecuali yang mampu mem-
pada wanita terjadi antara 5 hari sebelum menstruasi sampai produksi B laktamase. Selain itu kebutuhan nutrisinya akan
selesainya menstruasi atau pada kehamilan(1,6). arginin, hipoksantin dan urasil, yang dikenal dengan oksotipe
Penyebabnya dinamakan DGI Strains of Neisseria go- Arg-, Hyx-, Ura-, wring dihubungkan dengan infeksi mukosal
norrhoeae, yang resisten terhadap serum manusia normal dan asimtomatik0,'). Galur IGD biasanya resisten terhadap aksi
suseptibel terhadap kebanyakan antibiotik serta sering, kebu- bakteriolisis serum manusia norma1(1,2,3,6).
tuhan nutrisinya adalah arginin, hipoksantin dan urasil. Pada pe- b. Daya tahan hospes
nelitian Armstrong dan kawan-kawan (1976) didapatkan bahwa Faktor hospes yang panting dalam perkembangan IGD
galur IGD merupakan hampir separuh isolat pada penderrta adalah defisiensi atau kelainan salah satu komponen komplemen
infeksi gonokokal diseminata dan hanya 5% isolat pada pen- C 5, 6, 7, atau 8, karena komponen tersebut panting untuk aksi
derita infeksi mukosal lokalisata(1). bakteriolisis serum(1,2,3,6).
Masainkubasi IGD mungkin dipengaruhi oleh faktorhospes Faktor hormonal pada wanitamungkin memegang peranan
RINGKASAN
Dengan semakin baiknya fasilitas kehidupan termasuk ke-
sehatan, jumlah penduduk usia di atas 60 tahun (manula) semakin
banyak. Masalah timbul karena angka kesakitan dan kematian
pada manula tersebut sangat tinggi, sehingga biaya perawatan
kesehatan yang diperlukan juga tinggi, selain masalah sosial
budaya yang ada.
Penyakit kardiovaskular ternyata merupakan penyebab yang
ter6anyak dan sebenarnya masih bisa dicegah. Kegiatan olah
raga diharapkan bisa menjadi salah satu altematif.
Meskipun telah terjadi banyak kemunduran pada fungsi
organ tubuh manula tennasuk sistim kardiovaskular, olah raga
masih mungkin mereka lakukan. Olah raga akan memperlambat
kemunduran fungsional, bahkan dapat meningkatkannya pada
penderita sedentary.
Olah raga yang tepat, aman, berkelanjutan dan menyenang-
kan perlu diprogram dengan teliti sesuai dengan kemampuan
perorangan.
Pada makalah ini di jelaskan pula contoh olah raga yang tepat
pada manula yaitu: walking, jogging, swintming, square dancing
dan cycling.
KEPUSTAKAAN
Figure 3. Stretching calisthenics for warm-up. (From deVries, H.A.:
Prescription of exercise for older men from telemetered exer- 1. WHO Expert Committee Report. Introduction, Health and functional
cise heart rate data. Geriatrics 26:102, 1971, with permission.) status. In: Health of the elderly, Geneva: WHO 1989; p 7.
2. Wongsokusumo B. Kesejahteraan lanjut usia di Indonesia. Bull Geronto- 11. Fox EL, Mathews OK. Blood flow and gas transport. In: The physiological
logi & Geriatri 1990; 18: 28. basis of physical education and athletics. Philadelphia: Saunders College
3. Semiawan CR. Aspek sosial gerontologi. Bull Gerontologi & Geriatri Publishing 1981; p 223.
1990; 14: 3. 12. Landin RJ, Linnemeier TJ, Rothbaum DA, Chappelear J, Moble RJ.
4. AMA. Council on Scientific Affairs, White paper on elderly health, Arch Exercise testing and training of the elderly patient. In: Exercise and the
Intern Med 1990; 150: 2459. heart. Wenger NK (ed.). Philadelphia: Davis Coy, 1985; p 201.
5. Strasser T. How to prevent cardiovascular disease in old age, In: Cardio 13. Johnson PV, Lipritz LA, Kelley M, Koestner J. Hypotensive response to
vascular Care of the Elderly. Geneva: WHO 1987; p 145. common daily activities in institutionalized elderly, a potential risk for
6. Widiastuti, Setiabudi T. Masalah usia lanjut dan pengelolaannya ditinjau recurrent falls. Arch. Intern Med. 1990; 150: 1518.
dari segi kesehatan. Bull Gerontologi & Geriatri 1990; 18: 36-40. 14. AMA. Council on Scientific Affairs, Exercise program for the elderly.
7. Bermann ND. Aging and the heart. In: Geriatric Cardiology. Lexington: JAMA 1984; 252: 549.
The Collamore Press 1982; p 11. 15. AMA. Council on Scientific Affairs, Societal effects and other factors
8. Fitzgerald PL. Exercise for the elderly. In: Medical aspect of exercise. Med affecting health care for the elderly. Arch Intern Med 1990; 150: 1184.
Clin N Am, 1985; 69: 189. 16. Pauly J, Palmer JA, Wright JC, Pfeiffer GJ. The effect of a 14-week
9. Boestan IN, Murtiningsih LM, Ismahun P. Peranan latihan fisik dalam employee fitness program on selected physiological and psychological
pencegahan penyakit jantung koroner. Simposium Nasional Pencegahan parameters, J Occup Med 1982; 24: 457.
Penyakit Kardiovaskular, Surabaya, 1990. hal 97. 17. Stem MJ, Cleary P. The National Exercise and Heart Disease Project: long
10. Ellestad MH. Cardiovascular and pulmonary responses to exercise. In: term psychosocialoutcome. Arch Intern Med 1982; 142: 1093-7.
Stress Testing, principles and practice, 3rd. Philadelphia: FA Davis Coy. 18. Weisfeldt ML, Lakatta EG, GerstenblithG. Aging and cardiac disease. In:
1986; p 9. Heart Disease. Philadelphia, 1988; p 1650.
PENUTUP
Penyakit merupakan suatu keadaan yang dinamis, ia bukan
hanya suatu diagnosis yang berasal dari sekian banyak kumpul-
an gejala dan tanda namun suatu hasil interaksi dari berbagai hal
yang kompleks sehingga perlu pendekatan yang tidak terpaku
hanya pada diagnosis saja. Setiap saat perlu dilakukan penilaian
ulang atas perubahan-perubahan yang terjadi (hasil laborato-
rium, perjalanan penyakit, tanda-tanda klinis) serta tērhadap
terapi yang diberikan. Proses keputusan terapi merupakan
bagian dari proses problem solving cycle, sehingga setiap hasil
atau efek atau masalah yang terjadi akibat keputusan tersebut
harus dikaji ulang kembali dan dibuat keputusan-keputusan
baru guna mendapatkan hasil yang maksimal.
HUMOR
ILMU KEDOKTERAN
1. Penyakit reumatik yang terutama mengenai pasien usia 6. Proses infeksi dicurigai bila hitung leukosit cairan sinovia
muda : lebih dari :
a) Spondilitis ankilosis a) 2000
b) Artritis gout b) 5000
c) Lupus eritematosus sistemik c) 10000
d) Artritis reumatoid d) 30000
e) Polimiositis e) 60000
2. Penyakit reumatik yang praktis tidak pernah muncul pada 7. Obat-obat di bawah ini digunakan pada penyakit reumatik,
usia tua : kecuali :
a) Spondilitis ankilosis a) OAINS
b) Artritis gout b) Alopurinol
c) Artritis reumatoid c) Relaksan otot
d) Osteoartritis d) Kortikosteroid
e) Polimiositis e) Garam emas
3. Nodul sering ditemukan pada : 8. OAINS yang mempunyai waktu paruh terpanjang :
a) Spondilitis ankilosis a) Ibuprofen
b) Artritis gout b) Naproxen
c) Osteoartritis c) Indometasin
d) Polimiositis d) Asam mefenamat
e) Penyakit Paget e) Piroksikam
4. Yang tidak termasuk gejala major demam reumatik : 9. Suntikan kortikosteroid intraartikular tidak dilakukan
a) Karditis pada keadaan :
b) Poliartritis a) Artritis reumatoid
c) Artralgia b) Osteoartritis
d) Chorea c) Fraktur intraartikular
e) Nodul subkutan d) Gout
5. Cairan sendi yang berdarah umumnya menyingkirkan e) Pseudogout
diagnosis : 10. Obat pilihan pertama pada artritis gout akut :
a) Lupus eritematosus sistemik a) Colchichine
b) Hemofili b) Alopurinol
c) Charcot joint c) Metotreksat
d) Tumor d) Garam emas
e) Semua masih mungkin e) OAINS