Keutamaan Berdzikir
Keutamaan Berdzikir
Keutamaan Berdzikir
2. “Maka ingatlah kepada-KU, pasti AKU akan ingat kepadamu.” (QS al-Baqarah:152)
3. “Dan ingatlah kepada RABB-mu di dalam hatimu dengan merendahkan diri dan
merasa takut, dengan tidak meninggikan suaramu.” (QS al-A’raf:205)
MAKNA DZIKIR
1. Berkata Sa’id bin Jubair ra: Setiap orang yang beramal karena ALLAH adalah orang
yang sedang berdzikir kepada-NYA.
2. Berkata ‘Atha bin abi Rabah: Majlis dzikir adalah majlis yang membicarakan halal dan
haram, serta bagaimana seharusnya kalian berjual-beli, shalat, puasa, nikah, thalaq, hajji,
dll.
c. Atsar Salafus-Shalih:
01. Berkata al-Fudhail bin ‘Iyadh: Beramal karena ingin dilihat orang adalah SYIRIK,
meninggalkan amal karena takut dilihat orang adalah RIYA’, adapaun IKHLAS adalah
terjaganya kamu dari kedua hal tersebut.
02. Berkata al-Harits al-Muhasibi: Orang yang benar ialah tidak peduli pada
penghormatan manusia karena kesucian hatinya. Dan juga tidak suka diketahui orang
kebaikannya walau sebesar biji sawi karena kebaikan amalnya. Dan iapun tidak benci
jika diketahui orang kelemahannya.”
03. Berkata Abal Qasim al-Qusyairi: Ikhlas ialah mengarahkan ketaatan dengan niat
kepada ALLAH Yg Maha Suci, yaitu menginginkan agar semua ketaatannya menjadi
pendekatan dirinya kepada ALLAH tanpa sedikitpun keinginan-keinginan lain untuk
makhluk, apalagi keinginan dipuji oleh manusia atau suka diketahui amalnya, atau segala
keinginan yang lain daripada niat taqarrub kepada ALLAH SWT.”
04. Berkata Muhammad bin Sahal at-Tastari: Para orang yang pandai menafsirkan ikhlas
tidak lebih dari ini: Gerak dan diamnya, baik di tengah kesepian atau keramaian hanya
karena ALLAH saja, tiada bercampur sedikitpun dengan kehendak nafsu, keinginan diri
ataupun keinginan duniawiah lainnya.
05. Berkata abu Ali ad-Daqqaq: Ikhlas ialah memelihara diri dari ingin diperhatikan
makhluk. Sedangkan Shiddiq ialah mensucikan diri dari memenuhi keinginan nafsu.
06. Berkata Dzan Nun al-Mishri: Tanda ikhlas itu ada 3: Pertama, jika dipuji dan dicela
orang tidak berpengaruh baginya. Kedua, jika ia beramal tidak riya’. Ketiga, jika amal
yang dilakukan hanya untuk pahala akhirat.
a. Nabi SAW bersabda: “Jika kalian melewati kebun-kebun syurga maka nikamtilah oleh
kalian. Para sahabat ra bertanya: Wahai rasuluLLAH, apakah kebun syurga itu? Jawab
nabi SAW: yaitu majelis-majelis dzikir, karena ALLAH memiliki malaikat-malaikat yang
selalu mencari majelis-majelis dzikir. Apabila mereka menemukannya maka mereka akan
duduk bersama-bersama orang yang berdzikir itu.” (HR Muttafaq ‘alaih, dari Ibnu Umar)
b. Dalam hadits lainnya: “Rasul SAW keluar dari rumahnya menuju sebuah majlis tempat
berkumpul para sahabatnya, lalu beliau bersabda: Mengapa kalian duduk-duduk bersama
disini? Jawab mereka: Kami disini bertahmid atas hidayah dan nikmat yang telah
diberikan-NYA kepada kami sehingga kami memeluk agama Islam. Kata nabi SAW:
Demi ALLAH, apakah benar kalian duduk disini hanya karena itu? Aku tidak minta
kalian bersumpah tapi Jibril telah datang kepadaku dan meberitahukan bahwa ALLAH
SWT telah membanggakan kalian dihadapan para malaikat.” (HR Muslim dari
Mu’awiyyah)
c. Dalam hadits yang lain disebutkan: Bersabda nabi SAW: “Tiada suatu kaum yang
duduk-duduk sambil berdzikir pada ALLAH, melainkan para malaikat datang berkumpul,
dan rahmat ALLAH meliputi mereka, dan ketentraman turun kepada mereka, dan nama-
nama mereka disebutkan satu-persatu oleh ALLAH SWT dihadapan para malaikat yang
ada disisi-NYA.” (HR Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah)
3. Hendaknya dzikir dilakukan dengan hati dan lisan, dan tidak keras-keras tapi juga
tidak terlalu pelan, berdasarkan ayat: “Dan jangan kamu nyaringkan suaramu ketika
shalat dan jangan pula kamu merendahkannya, tetapi hendaklah kamu lakukan diantara
keduanya.” (QS al-Isra, 17:110)
4. Dzikir bagi orang yang tidak bersuci. Menurut ijma’ ulama boleh saja berdzikir dengan
lisan ataupun hati bagi orang yang tidak bersuci, baik ia sedang junub, haidh, keluar
darah, nifas. Baik ia membaca tasbih, tahmid, tahlil, shalawat, dll. Adapun jika membaca
al-Qur’an maka para ulama berbeda pendapat, menurut mazhab Syafi’i dibolehkan
membaca al-Qur’an bagi wanita haidh dan nifas jika telah berwudhu’ atau bertayammum
(lih. kitab al-Adzkar, hal. 39, Imam Nawawi).
5. Sikap ketika berdzikir. Hendaknya dengan duduk sopan menghadap kiblat dengan
khusyu’. Tetapi jika tidak memungkinkan maka tidak mengapa dengan kondisi apa saja
yang memungkinkan karena hal tersebut merupakan afdhal (keutamaan) saja.
Berdasarkan ayat: “Dan orang-orang yang berdzikir kepada ALLAH sambil berdiri,
duduk dan berbaring dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi.” (QS Ali-
Imran, 3:190-191), juga dalam hadits: Dari A’isyah ra berkata ; “RasuluLLAH SAW
bersandar dipangkuanku sedangkan aku dalam keadaan haidh, dan beliau membaca al-
Qur’an.” (HR Bukhari dan Muslim)
6. Tempat yang terlarang berdzikir. Seperti ketika buang air, berhubungan suami-istri,
saat mendengarkan khutbah, saat berdiri shalat membaca Fatihah dan saat mengantuk.
1. Sabda nabi SAW: “Ada 2 kalimat, yang sangat ringan di lidah, sangat berat dalam
timbangan amal, dan sangat dicintai oleh AR-RAHMAN, yaitu SubhanaLLAHi
wabihamdiHI subahanaLLAHil ‘azhim[1].”
3. Sabda nabi SAW: “Kebersihan itu sebagian dari Iman, mengucapkan alhamduliLLAH
itu memenuhi timbangan kebaikan, mengucapkan subahanaLLAH wal hamduliLLAH itu
memenuhi langit dan bumi[3].”
4. Perbuatan nabi SAW: “Adalah nabi SAW jika selesai salam dari shalatnya beliau SAW
membaca istighfar 3 kali, lalu membaca ALLAHumma ANTAS salamu wa minKAs
salamu tabarakTA ya DZAL Jalali wal Ikram[4].”
5. Perbuatan nabi SAW: “Adalah nabi SAW jika selesai shalat membaca ; La ilaha
illaLLAH wahdaHU la syarikalaHU, laHUl mulku wa laHUl hamdu waHUWA ‘ala kulli
syai’in qadir, ALLAHumma la mani’a lima a’thaiTA wa mu’thiya lima mana’TA wala
yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu[5].”
REFERENSI:
[4] HR Muslim 591; Abu Daud 1513; Tirmidzi 300, Nasa’i 3/68.
[5] HR Bukhari 2/275; Muslim 593; Abu Daud 1515; Nasa’i 3/70.