Ssri

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

Kelompok obat yang dibicarakan di sini secara luas dikenal sebagai antidepresan.

Obat ini,
bersama dengan obat trisiklik dan tetrasiklik dan inhibitor monoamin oksidase (MAOI), sering
dianggap obat antidepresan malzor. Walaupun gangguan depresif pada awalnya menrpakan
indikasi untuk obat, obat juga efektif untuk berbagai macam gangguan, termasuk gangguan
makan, gangguan panik, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan kepribadian ambang.
Dengan demikian, terdapat kekeliruan menamakannya obat antidepresan. Dalam buku teks ini
obat dinamakan inhibitor ambilan kembali (reuptake) spesifik setonin (SSRI) karena obat
memiliki sifat farmakodinamik di mana mereka adalah inhibitor spesifik pada ambilan kembali
serotonin oleh neuron prasinaptik. Fluoxetine, SSRI pertama yang diperkenalkan untuk
pemakaian'klinis di Amerika Serikat pada tahun 1988, ditemukan pada awal tahtn 7970-an.
Sekarang, tiga SSRI tersedia di Amerika Serikat dan disetujui untuk terapi depresi: fluoxetine
(Prozac), paroxetine (Paxil), dan sertraline (Zoloft). SSRI keempat, fluvoxamine, kemungkinan
disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) tidak lama lagi. Baik fluvoxamine dan SSRI
kelima, citalopram, memiliki pemakaian klinis yang luas di Eropa. Clomipramine (Anafranil)
adalah obat lain yang spesifik dalam kerjanya sebagai suatu inhibitor ambilan kembali serotonin,
tetapi, karena kemiripan strukturalnya dengan obat trisiklik yang digunakan untuk mengobati
depresi, obat ini diklasifikasikan bersama dengan obat trisiklik dan tetrasiklik (antidepresan).
SSRI secara dramatic telah mengubah pendekatan terapi untuk depresi karena mereka adalah
sama efektifnya dengan antidepresan yang lama dan disertai dengan sifat efek samping yang
pada umumnya lebih menyenangkan. Sejak diperkenalk an pada tahun 1 9 8 8, fluoxetine telah
menjadi antidepresan yang paling banyak diresepkan di Amerika Serikat.

KERJA FARMAKOLOGIS
Farmakokinetik
Perbedaan utama antara SSRI yang tersedia terletak terutama pada sifat farmakokinetiknya,
teurtama waktu paruhnya. Fluoxetine memiliki waktu paruh yang terpanjang, 2-3 hari; metabolit
aktifnya memiliki waktu paruh 7-9 hari. Waktu paruh SSRI lain adalah jauh lebih pendek, kira-
kira 20 jam, dan SSRI tersebut tidak memiliki metabolit aktif yang penting. Semua SSRI
diabsorpsi baik setelah pemberian oral dan memiliki efek puncaknya dalam rentang 4-8 jam.
Semua SSRI dimetabolisme oleh hati. Paroxetine dan fluoxetine dimetabolisme di hati oleh P450
IID6, suatu subtipe enzimyang spesifik, yang menyatakan bahwa klinisi harus berhati-hati dalam
pemberian bersama obat lain yang juga dimetabolisme oleh P450 IID6. Pada umumnya,
makanan tidak memiliki efek yang besar pada absorpsi SSRI; pada kenyataannya,pemberian
SSRI dengan makanan sering menurunkan insidensi gejala mual dan diare yang sering
berhubungan dengan pemakaian SSRI.

Farmakodinamik
SSRI memiliki dua ciri yang sama: Pertama, mereka memiliki aktivitas spesifik dalam hal
inhibisi ambilan kembali serotonin tanpa efek pada ambilan kembali norepinefrin dan dopamin.
Walaupun senyawa yang tersedia adalah berbeda dalam potensi spesifiknya (Tabel 33 .3.22-2),
perbedaan tersebut tidak menyebabkan perbedaan klinis yang berarti. Kedua, SSRI pada intinya
tidak memiliki sama sekali aktivitas agonis dan antagonis pada tiap reseptor neurotransmiter.
Tidak adanya aktivitas tas pada reseptor antikolinergik, antihistaminergik, dan anti-adrenergik-
cr, adalah dasar farmakologis untuk rendahnya insidensi efek samping yang terlihat pada
pemberian SSRI.
EFEK PADA ORGAN DAN SISTEM SPESIFIK
Selain efeknya pada sistem saraf pusat, SSRI memiliki efek minimalpada organ dan sistem lain.
Secara khusus, SSRI memiliki efek minimal pada tekanan darah dan fungsi jantung, seperti yang
dicerminkan oleh elektrokardiogram. Sistem utama yang terpengaruh oleh SSRI adalah saluran
gastrointestinal, dan gejalamual, anoreksia, dan diare sering ditemukan pada pemberian SSRI.
Penurunan berat badan juga telah dilaporkan berhubungan dengan fluoxetine.

PERHATIAN DAN REAKSI MERUGIKAN
Fluoxetine
Karena fluoxetine adalah yang paling lama tersedia dan telah digunakan pada sebagian besar
pasien, data yang tersedia tentang efek sampingnya adalah yang paling lengkap di antara SSRI'
SiAt efet sarnping fluoxetine menunjukkan bahwa ia adalah obat yang ditoleransi dengan baik'
Efek merugikan yang paling sering dari fluoxetine melibatkan sistem sarafpusat dan sistem
gastrointestinal (Tabe1 33.322-3),, Efek sistem saraf, ptrsat yang paling sering adalah nyeri
kepala ketegangan'i**o*oiu, mengantuk" dan kecernasan. Kejang tetrah dilapor,kan pada A,2
persen dari semua pasien yang diobati dengan obat, stratu insidensi yang sebanding dengan
insidensi yang dilaporkan dengan antidepresan lain. Keluhan gastrointestinal yang paling sering
adalah mual, diare, anoreksia, dan dispepsia. Data r,nenyatakan bahwa mual adalah berhubungan
dengan dosis dan mer,upakan suatu efek menrrgikan di mana pasien tarnpaknya
mengembangkan toleransi. Efek rnerug'ikan lainnya melibatkan fungsi seksual dan kulit.
Anorgasrnia, ejakutasi terlarnbat, dan impofensi tarnpaknya lnempengaruhi sekurangnya 5
persen dari semua pasien yang,diobati' Efek samping seksual tersebut mtrngkin berespons
terhadap yohimbine (Yocon) atau cyproheptadine (Periactin): Berbagai jenis ruam kulit dapat
tampak pada kira-kira 4 persen dari semua pasien; pada sub-kelompok kecil pasien tersebut,
reaksi alergi mungkin menyeluruh dan melibatkan sistem, pulmonal, yang menyebabkan
kerusakan fibrotik dan sesak napas yang j,arang. Terapi fluoxetine rnungkin harus dihentikan
pada pasien dengan ruam yang berhubungan dengan obat' Fluoxetine disertai dengan penurunan
konsentrasi glukosa; dengan demikian, pasien diabetik harus dimonitor dongan cermat dalarn hal
kemungkinannya meflnrunkan dosis obat hipoglikenrik' Kasus yangjarang tentang hiponatremia
yang berhubtrngan dengan fluoxetine teXah diternukan pada pasien yang diobati dengan diuretic
y'ang juga kekurangan air. Fluoxetine, dibandingkan dengan antidepresan non-SSR[, adatrah
obat yang aman kalau digunakan dalam overdosis. Hanya satu laporan telah menyebutkan
overdosis letal fluoxetine yang digunakan sendiri dan hanya sejumlah kecil overdosis letal jika
fluoxetine digunakan bersama obat lain. Gejala overdosis adalah agitasi, kegelisahan, insornnia,
tremor, mual, rnuntah' takikardia, dan kejang. Klinisi harus' rnernastikan apakah ada obat lain
digunakan bersama fluoxetine. Langkah pertama dalam terapi overdosis adalah lavase lambung
dan emesis. Fada akhir tahun 1980-an suatu laporan yang dipublikasikan secaf,a luas
mengarahkan suatu hubungan antara pemberian fluoxetine dan tindakan kekerasan, termasuk
b'unuh diri, tetapi banyak tinjauan selanjubrya jelas mernbuktikan tidak adanya peningkatan
kemungkinan hubungan tersebut pada fluoxetine, Telapi, beberapa pasien menjadi aenras dan
teragitasi, harnpir dalarn gaya yang mirip akathisia, jika diberikan fluoxetine; dan tarnpaknya
gej:ala tersebut pada pasienyang baru saja mencoba bunuh diri dapat rnemperberat keseriusan
gagasan bunuh diri. Karena banyaknya pasien yang menggunakan fluoxetine, dimungkinkan
untuk menyatakan bahwa jumlah cacat lahir dan komplikasi kelahiran jika ibu menggunakan
fluoxetine selama kehamilan adalah tidak berbeda secara bermakna dengan yang ditemukan jika
ibu tidak menggunakan flr.roxetine selama keharnilan. Namun demikian, pedornan umum unhrk
menghindari semua obat selama kehamilan harus diikuti kecuali terdapat alasan untuk mengobati
wanita hamil dengan obat antidepresan. Fluoxetine diekskresi dalam air susu; dengan demikian,
ibu menyusui tidak boleh menggunakan fluoxetine. Fluoxetine juga harus digunakan dengan
berhati-hati oleh pasien dengan penyakit hati.



SSRI Lain
Efek merugikan yang berhubungan dengan SSRI lain adalah serupa dengan yang ditemukan pada
fluoxetine (Tabel 33 .3 .22-4), walaupun kenyataan bahwa obat lain yang telah diberikan kepada
pasien yang lebih sedikit meningkatkan kemungkinan bahwa beberapa gfek merugikan tidak
sepenuhnya dikenali. Data tentang paroxetine, sertraline, dan fluvoxamine adalah terlalu terbatas
saat ini untuk membedakannya dari fluoxetine, walaupun pemakaiannya pada pasien yang sakit
medis harus dilakukan dengan pengertian bahwa senyawa baru tersebut merniliki penggunaan
klinis yang relatif terbatas.


INTERAKSI OBAT
Klinisi harus mengetahui tentang sejumlah interaksi obat yang potensial dengan SSRI (Tabel
33.3.22-5). Tidak ada SSRI yang {apat diberikan dengan l-trytophan atau inhibitor monoarnin
oksidase (MAOI) karena kemungkinan rnenginduksi sindrom serotonin yang kemungkinan
mematikan. Fluoxetine dapat diberikan dengan obat trisiklik, tetapi klinisi harus menggunakan
obat trisiklik dosis rendah. Kemungkinan interaksi obat yang bermakna telah dijelaskan untuk
fluoxetine dengan benzodiazepin, antipsikotik, dan lithium @skalith). Fluoxetine tidak merniliki
interaksi dengan warfarin (Coumadin), tolbutamide (Orinase), atau chlorthiazide (Diuril). Data
interaksi obat pada sertraline mendukung sifat yang pada umurnnya sama, walaupun sertraline
tidak berinteraksi dengan enzim hati P+soIID5. Paroxetine memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk interaksi obat dibandingkan fluoxetine atau sertraline karena jalur metaboliknya melalui
enzim hati P+soIID6. Cimetidine (Tagamet) dapat meningkatkan konsentrasi paroxetine, dan
phenobarbital (Luminal) dan phenytoin (Dilantin) dapat menurunkan konsentrasi paroxetine.
Pemberian bersama paroxetine dengan antidepresan lain dan obat antiaritmik harus dilakukan
dengan berhati-hati.



PERHATIAN DAN REAKSI SAMPING
Tiga perempat orang tidak memiliki efek samping pada dosis awal SSRI yang rendah,
dan dosis dapat ditingkatkan relative cepat (dengan peningkatan setiap 1 sampai 2 minggu) pada
kelompok ini. Seperempat sisanya, sebagian besar efek sampingnya SSRI muncul dalam 1
hingga 2 minggu pertama, dan umumnya menghilang atau pulih spontan jika obat diteruskan
dengan dosis yang sama. Meskipun demikian, 10-15% orang tidak akan mampu mentoleransi
bahakan dosis SSRI tetentu yang rendah dan dapat berhenti mengkonsumsi obat tersebut setelah
hanya beberapa dosis. Satu pendekatan untuk orang yang seperti ini adalah dengan membagi
dosis selama seminggu, dengan satu dosis setiap 2,3, atau 4 hari. Beberapa orang dapat
menoleransi SSRI yang berbeda atau golongan lain antidepresan, seperti obat trisiklik atau salah
satu agen yang lebih baru. Beberapa orang tampak tidak mampu menoleransi bahkan dosis obat
antidepresan yang sangat kecil.
Karena terdapat kemungkinan yang tidak menguntungkan bahwa efek samping dapat
mengurangi kepatuhan, beberapa klinisi memberikan dosis kecil selama 3 hingga 6 minggu
pertama terapi dan kemudian meningkatnya secara bertahap saat keuntungan terapeutik terlihat.
Karena waktu paruh SSRI yang panjang, terutama fluoxetine, dan bahkan waktu lebih lama yang
diperlukan untuk mndapatkan kentungan penuh dosis tertentu yang harus diperhitungkan,
peningkatan dosis secara tajam harus dihindari. Contohnya, dosis terendah dapat memberikan
keuntungan lebih dari 90% keuntungan dari dosis tertinggi, jika waktu mencukupi. Pada sisi lain,
efek samping sangat bergantung dosis dan dapat diramalkan, serta meningkatkan dosis terlalu
cepat dapat mencetuskan respons aversif pada orang yang sensitive.
Disfungsi Seksual
Inhibisi seksual merupakan efek samping SSRI yang paling lazim ditemukan dengan
insiden antara 50 dan 80%. Semua SSRI tampak sama besar kemungkinannya untuk
menimbulkan disfungsi seksual. Keluhan yang paling lazim adalah hambatan orgasme dan
menurunnya libido, yang bergantung dosis. Tidak seperti sebagian besar efek samping SSRI lain,
inhibisi seksual tidak pulih pada minggu-minggu pertama penggunaan tetapi biasanya berlanjut
selama obat dikonsumsi.
Terapi untuk disfungsi seksual yang ditimbulkan oleh SSRI mencakup pengurangan dosis
dan mengganti ke obat yang kurang menimbulkan disfungsi seksual, seperti bupropion, obat
tertentu seperti Yohimbine (Yocon), cyproheptadine (Periactin), atau agonis reseptor dopamine,
dan mengantagonis efek samping seksual.
Laporan menjelaskan keberhasilan terapi pada disfungsi seksual yang ditimbulkan SSRI
dengan sildenafil (Viagra). Belum jelas mengapa sildenafil, yang bekerja pada fase eksitasi
siklus seksual, dapat melawan inhibisi fase orgasme akibat SSRI. Mungkin, dorongan positif
eksitasi seksual yang kuat akibat sildenafil memungkinkan keadaan mental lebih konduktif untuk
mendapatkan orgasme. Amphetamine 5 mg juga dilaporkan memulihkan anorgasmia. Injeksi
alprostadil (Caverject) juga efektif.
Efek samping pada Gastrointestinal
Semua SSRI dapat menimbulkan efek samping pada gastrointestinal. Keluhan
gastrointestinal yang paling lazim adalah mual, diare, anoreksia, muntah, dan dyspepsia. Data
menunjukkan bahwa mual dan diare terkait dosis dan bersifat singkat, biasanya pulih dalam
beberapa minggu. Anoreksia paling lazim terjadi akibat flouxetine, tetapi beberapa orang
bertambah berat badannya saat mengkonsumsi flouxetine. Hilangnya nafsu makan yang
ditimbulkan oleh flouxatine serta turunnya berat badan dimulai segera setelah obat dikonsumsi
dan memuncak pada 20 minggu, setelahnya berat badan sering kembali ke awal.
Berat badan bertambah. Meskipun sebagian besar pasien awalnya mengalamim
penurunan berat badan, hingga sepertiga orang yang megkonsumsi SSRI akan bertambah berat
badannya, kadang-kadang lebih dari 10 kg. Paroxetine memiliki aktivitas antikolinergik dan
merupakan SSRI yang paling sering menyebabkan penambahan berat badan. Pada beberapa
kasus, penambahan berat badan terjadi akibat penggunaan obat itu sendiri atau meningkatnya
nafsu makan akibat mood yang lebih baik.
Sakit kepala. Insiden sakit kepala pada terapi dengan SSRi sebesar 18-20%, hanya 1%
lebih tinggi dibandingkan dengan angka placebo. Fluoxetine adalah yang paling cenderung
menyebabkan sakit kepala. Sebaliknya, semua SSRI merupakan profilaksis yang efektif melawan
migraine dan sakit kepala tipe tension pada banyak orang.

Efek samping pada Sistem Saraf Pusat
Ansietas. Fluoxetine adalah SSRI yang paling besar kemungkinannya untuk
menimbulkan ansietas, terutama pada minggu-minggu pertama. Meskipun demikian efek awal
ini biasanya memberikan cara untuk pengurangan keseluruhan ansietas setelah beberapa minggu.
Meningkatnya ansietas jauh lebih jarang disebabkan oleh SSRI lain, yang mungkin dapat
menjadi pilihan yang lebih baik jika sedasi diinginkan, seperti pada campuran ansietas dan
gangguan depresif.
Insomnia dan Sedasi. Efek utama SSRI pada insomnia dan sedasi adalah perbaikan tidur
karena terapi depresi dan ansietas. Meskipun demikian, sebanyak seperempat orang yang
mengkonsumsi SSRI memperlihatkan adanya kesulitan tidur atau somnolen yang berlebihan.
Flouxetine paling besar kemungkinanna untuk menimbulkan insomnia sehingga seringnya
diberikan pada pagi hari. SSRI lain secara seimbang memiliki kecendrungan menimbulkan
insomnia serta somnolen, dan citalopram, escitalopram, dan paroxetine lebih besar
kemungkinannya menimbulkan somnolen dibandingkan insomnia. Dengan paroxetine, orang
biasanya melaporkan bahwa mengkonsumsi obat sebelum istirahat tidur membantu mereka untuk
tidur lebih baik, tanpa somnolen residual di siang hari.
Insomnia yang dicetuskan SSRI dapat diterapi dengan benzodiazepine, trazodone
(Desyrel) (klinisi harus menjelaskan risiko terjadinya priapismus), atau obat sedasi lain.
Somnolen signifikan yang dicetuskan oleh SSRI sering membutuhkan pergantian ke SSRI lain
atau bupropion.
Mimpi yang jelas dan mimpi buruk. Minoritas orang yang mengkonsumsi SSRI
melaporkan adanya mimpi yang sangat nyata atau mimpi buruk. Seseorang yang mengalami
mimpi tersebut dengan salah satu SSRI bias mendapatkan keuntungan terapeutik yang sama
tanpa mengganggu bayangan mimpi dengan mengganti menggunakan SSRI lain. Efek samping
ini sering pulih secara spontan selama beberapa minggu.
Bangkitan. Bangkitan dilaporkan pada 0,1 0,2% pasien yang diterapi dengan SSRI,
suatu insiden yang dapat dibandingkan dengan insiden yang dilaporkan dengan antidepresan lain,
dan tidak berbeda bermakna dengan insiden dengan placebo. Bangkitan lebih sering terjadi pada
dosis SSRI yang lebih tinggi (louxetine 100 mg per hari atau lebih tinggi).
Gejala Ekstrapiramidal. Tremor ditemukan pada 5-10% orang yang mengkonsumsi
SSRI, suatu frekuensi 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan yang ditemukan pada placebo. SSRI
dapat jarang menimbulkan akatisia, distona, tremor, rigiditas roda pedati, tortikolis, opistotonus,
gangguan melangkah, dan bradikinesia. Kasus diskinesia tardive yang jarang juga telah
dilaporkan. Orang dengan penyakit Parkinson yang terkontrol dengan baik dapat mengalami
perburukan akibat gejala motorik ketika mereka mengkonsumsi SSRI. Efek samping
ekstrapiramidal sangat terkait dengan penggunaan fluoxetine, terutama pada dosis lebih dari 40
mg per hari, tetapi dapat terjadi kapanpun saat perjalanan terapi. Bruksisme juga telah dilaporkan
yang berespons dengan buspirone dosis kecil.
Efek Antikolinergik
Meskipun tidak dianggap memiliki aktivitas antikolinergik, SSRI menyebabkan mulut kering
pada 15-20% pasien. Meskipun demikian, aktivitas antikolinergik SSRI mungkin hanya
seperlima dari aktivitas antikolinergik obat trisiklik.
Efek samping Hematologis
SSRI mempengaruhi fungsi trombosit dan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya memar.
Paroxetine dan flouxetine jarang menyebabkan timbulnya neytropenia reversible, terutama jika
diberikan bersamaan dengan clozapine.
Gangguan Elektrolit dan Glukosa
SSRI jarang menyebabkan penurunan konsentrasi glukosa, sehingga pasien diabetic harus
dimonitor dengan teliti. Kasus hiponatremia yang jarang dan terkait dengan SSRI serta sekresi
hormone antidiuretik yang tidak sesuai (SIADH) ditemukan pada pasien yang diterapi dengan
diuretic dan kekurangan air.
Reaksi Alergi dan Endokrin
SSRI dapat meningkatkan kadar prolaktin dan menyebabkan mamoplasia serta galaktorea pada
laki-laki dan perempuan. Perubahan payudara bersifat reversible pada penghentian obat, tetapi
dapat membutuhkan waktu beberapa bulan.
Berbagai tipe ruam muncul pada kira-kira 4% pasien. Pada sekelompok kecil pasien ini, reaksi
alergi dapat menyeluruh dan meliputi system paru, sehingga dapat (jarang) menimbulkan
kerusakan fibrotic serta dispnea. Terapi SSRI dapat dihentikan pada pasien dengan ruam akibat
obat.
Sindrom serotonin
Pemberian SSRI secara bersamaan dengan MAOI, L-tryptophan, atau lithium dapat
meningkatkan konsentrasi serotonin plasma hingga kadar toksik, sehingga menimbulkan
kumpulan gejala yang disebut sindrom serotonin. Sindrom stimulasi berlebihan serotonin yang
serius dan mungkin fatal ini terdiri atas, dalam urutan timbulnya hingga memburuk: (1) diare, (2)
gelisah, (3) agitasi berat, hiperrefleksia, dan ketidakstabilan otonom dengan kemungkinan
fluktuasi cepat tanda vital, (4) mioklonus, bangkitan, hipertrmia, menggigil yang tidak dapat
dikendalikan, dan rigiditas, serta (5) delirium, koma, status epileptikus, kolaps kardiovaskular,
dan kematian.
Terapi sindrom serotonin terdiri atas menyingkirkan agen yang menimbulkannya serta
segera memberikan perawatan suportif yang komprehensif dengan nitrogliserin, cyproheptadine
(Periactin), methysergide (Sansert), selimut pendingin, chlorpromazine (Thorazin), dantrolene
(Dantrium), benzodiazepine, antikonvulsan, ventilasi mekanis, dan agen pembuat paralisis.
Putus Zat SSRI
Penghentian penggunaan SSRI secara tiba-tiba, terutama SSRI dengan waktu paruh singkat,
seperti paroxetine dan fluvoxamine, menyebabkan timbulnya sindrom putus zat yang dapat
mencakup pusing, lemah, mual, sakit kepala, depresi rebound, ansietas, insomnia, konsentrasi
buruk, gejala pernapasan atas, parastesia, dan gejala mirip migraine. Gejala ini biasanya tidak
timbul sampai setelah sedikitya 6 minggu terapi dan biasanya pulih spontan dalam 3 minggu.
Orang yang mengalami efek samping sementara pada minggu pertama mengkonsumsi SSRI
lebih cenderung mengalami sindrom penghentian zat.
Flouxatine merupakan SSRI yang paling kecil kemungkinannya menyebabkan sindrom
ini, karena waktu paruh metabolitnya lebih dari 1 minggu dan kadarnya secara efektif turun
dengan sendirinya. Dengan demikian, flouxatine telah digunakan pada beberapa kasus untuk
menerapi sindrom penghentian zat akibat penghentian SSRI lain.

Anda mungkin juga menyukai