Pokok Ajaran GKJ
Pokok Ajaran GKJ
Pokok Ajaran GKJ
Halaman
PENGANTAR ................................................................................... (i)
PENDAHULUAN ............................................................................ 3
BAB SATU : AJARAN GEREJA
Minggu ke-1 : Ajaran gereja ........................................................... 14
BAB DUA : ALKITAB
Minggu ke-2 : Alkitab, kegunaan dan kewibawaannya ............... 16
BAB TIGA : PENYELAMATAN ALLAH
Minggu ke-3 : Arti dan hakikat penyelamatan Allah .................... 21
Minggu ke-4 : Peristiwa penyelamatan Allah ............................... 24
Minggu ke-5 : Ketritunggalan Allah ............................................. 26
Minggu ke-6 : Siapa yang diselamatkan dan bagaimana sikap yang
dapat membuat orang diselamatkan ........................ 29
Minggu ke-7 : Perjalanan keselamatan ......................................... 32
BAB EMPAT : GEREJA DAN TATA KEHIDUPAN GEREJA
Minggu ke-8 : Gereja .................................................................... 35
Minggu ke-9 : Tugas panggilan gereja .......................................... 37
Minggu ke-10 : Kepelbagaian dan keesaan gereja ........................... 40
Minggu ke-11 : Tata kehidupan gereja ............................................. 44
Minggu ke-12 : Ibadat sebagai sarana Pemeliharaan Iman ............... 47
Minggu ke-13 : Sakramen sebagai sarana Pemeliharaan Iman .......... 50
BAB LIMA : KEHIDUPAN ORANG PERCAYA DI DUNIA
Minggu ke-14 : Hidup beretika ............................................................ 53
Minggu ke-15 : Sikap terhadap Alam ................................................ 56
Minggu ke-16: Sikap terhadap Kebudayaan ..................................... 59
Minggu ke-17 : Sikap terhadap Ilmu Pengetahuan, Teknologi
dan Teknik .............................................................. 60
Minggu ke-18 : Sikap terhadap Sekularisme ................................... 62
PENDAHULUAN
Untuk membantu memahami dengan baik buku Pokok-pokok Ajaran Gereja Kristen Jawa (PPA
GKJ), perlu terlebih dahulu disampaikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Status PPA GKJ sebagai dokumen gerejawi
Pokok-pokok Ajaran Gereja Kristen Jawa (selanjutnya disingkat: PPA GKJ) disahkan dalam
Sidang Sinode Terbatas tahun 1996.[1]) Dengan demikian dokumen ini memperoleh status resmi
gerejawi, yang memuat isi kepercayaan gereja dan pedoman hidup bagi warga gereja. Dokumen
ini dinyatakan berlaku sejak disahkan dan baru akan berubah status apabila dikehendaki oleh
gereja-gereja, melalui suatu keputusan Sidang Sinode GKJ di waktu yang akan datang.
2. Latar belakang penyusunan PPA GKJ
Sejak kelahiran GKJ sebagai suatu sinode gereja pada tanggal 17 Februari 1931 GKJ
memberlakukan kitab Piwulang Agami Kristen[2]), yang berlaku sebagai buku pedoman
kepercayaan dan pedoman hidup di lingkungan GKJ sampai tahun 1996. Setelah
mempergunakan dokumen warisan selama 65 tahun, GKJ merasa perlu untuk menggantikan
dokumen warisan itu dengan suatu dokumen yang dihasilkannya sendiri sebagai wujud
kemandirian sembari menjawab kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan sangat mendesak.
Langkah penting ini seperti disebut dalam Pengantar PPA GKJ edisi 1997 diuraikan sebagai
berikut. Sejak 1984, dalam Sidang Sinode XVII terungkap bahwa GKJ menghendaki untuk
menyusun ajarannya sendiri. Adapun sebab-sebab yang diketengahkan adalah: Pertama, sebagai
gereja yang mandiri GKJ perlu menentukan sendiri ajarannya. Kedua, sesuai dengan sifat dan
status mandiri atau kedewasaannya, warisan yang diterima itu harus dikaji kembali dengan sikap
kritis. Ketiga, kekritisan itu dilakukan dengan cara mempertanyakan warisan itu berdasarkan
Alkitab. Kalau ternyata ada penafsiran yang tidak sesuai dengan penafsiran yang
bertanggungjawab terhadap Alkitab, maka warisan itu perlu diubah. Sementara yang sesuai tetap
dipertahankan. Keempat, karena tantangan yang dihadapinya adalah konkret, maka ajaran yang
dirumuskan harus dapat menjadi pegangan yang relevan dalam menjawabnya.[3])
Alasan-alasan tersebut di atas dapat difahami oleh karena Katekhismus Heidelberg itu telah
disusun dalam waktu yang berbeda tiga setengah abad, di negeri yang berbeda dan untuk
memenuhi kebutuhan serta menjawab tantangan yang berbeda pula. Seperti tercatat dalam
sejarah gereja, Katekhismus Heidelberg disusun oleh dua orang teolog dari Heidelberg, yaitu
[
[
[
Zakharias Ursinus dan Caspar Olevianus, pada tahun 1562, berdasarkan pola pemikiran Yohanes
Calvin, reformator gereja dari Geneva, Negeri Swis. Pada tahun 1563, atas kehendak raja
wilayah Friedrich III, diterima sebagai pedoman ajaran gereja di negara bagian Pfalz, Jerman
bagian Barat.
Katekhismus Heidelberg ini kemudian juga diterima oleh gereja-gereja Calvinis di Negeri
Belanda, bersama dokumen-dokumen lain[4]) hasil perumusan gereja-gereja di Negeri Belanda,
berdasarkan pergumulan-pergumulan yang mereka alami pada Abad ke-17 itu. Agenda pemikiran
gereja, dalam hal ini gereja Calvinis Belanda adalah konsolidasi gereja menurut faham
Calvinisme, dalam konteks reformasi gereja yaitu berhadapan dengan faham Roma Katolik.
Konteks makronya adalah Eropa Barat, yang hampir seluruhnya menganut agama Kristen,
sementara faktor agama-agama lain belum diperhatikan karena belum menjadi masalah yang
konkret bagi mereka. Konteks global masih sangat terbatas, karena komunikasi belum
berkembang. Masyarakatnya baru mengenal kereta kuda dan kapal layar, belum ada mobil,
pesawat terbang dan radio. Ilmu Pengetahuan dan Filsafat sedang bertumbuh pada taraf awal
sejarah modern, yang didominasi oleh tahap pemikiran mitis maupun ontologis yang muncul
kemudian.
GKJ lahir di awal abad ke-20, melintasi zaman kolonial, penjajahan Jepang dan perjuangan
kemerdekaan. Di zaman modern pasca kolonialisme ini, yaitu zaman kemerdekaan bangsabangsa terjajah setelah Perang Dunia II, telah terjadi perubahan-perubahan mendasar. Indonesia
kini bukan lagi bangsa terjajah, tetapi berdiri sederajat dengan bangsa-bangsa lain, yang
menghargai persamaan dan keadilan.
GKJ hidup di tengah-tengah masyarakat yang majemuk menurut anutan agama dan aliran
kepercayaan, yaitu agama Islam, Kristen (Protestan/ Katholik) dengan berbagai denominasi dan
aliran di mana GKJ berada di dalamnya, Hindu, Buddha dan Kong Hu Cu, serta berbagai
kepercayaan dan aliran-aliran lainnya.
Di samping itu, GKJ yang mempunyai nuansa etnis dan kultural, juga merupakan bagian dari
kemajemukan suku-suku bangsa dan bahasa di Indonesia. Menurut para ahli ada lebih dari 400
bahasa lisan yang dipergunakan di seluruh Indonesia, berikut keanekaragaman adat dan
budayanya. GKJ berada dalam suatu masyarakat yang bersifat Bhinneka Tunggal Ika yang
harus mengembangkan suatu cara hidup bersama tersendiri di tengah masyarakatnya.
GKJ hidup dalam zaman perkembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan munculnya
teknologi yang menyebabkan revolusi komunikasi. Pesawat-pesawat terbang besar tanpa henti
menyediakan transportasi antar benua yang amat cepat; kapal-kapal angkut raksasa
memindahkan ratusan ribu ton muatan ke segala pelosok dunia. Radio-satelit memungkinkan
[
orang berbicara antar benua, seperti dengan tetangga sebelah rumah. Program-program televisi
menyeruak menembus dinding-dinding kamar tidur. Teknik pendidikan yang memanfaatkan
sarana audio-visual dan komputer memungkinkan murid-murid semakin cerdas dan trampil.
Globalisasi menerpa kehidupan di seluruh dunia. Dunia seakan-akan berubah menjadi satu desa
yang besar, tanpa dapat dibendung.
Dengan demikian dapat difahami timbulnya keinginan GKJ untuk mengkaji kembali warisan
ajarannya, yang berasal dari tempat dan waktu yang demikian jauh berbeda. GKJ kini
menghadapi dunia yang lain sama sekali dari dunia Jerman dan Belanda pada Abad ke-17,
tatkala warisan ajarannya dirumuskan. Oleh sebab itu GKJ berusaha untuk bertindak sebagai
umat Allah yang bertanggung jawab untuk berfungsi dalam karya penyelamatan Allah, yaitu
bersaksi.
3. Proses penyusunan PPA GKJ
Sejak timbul keinginan GKJ untuk menyusun ajarannya sendiri[5]) seperti yang terekam dalam
Akta Sinode XVI GKJ 1981 artikel 47[6]), ada suatu prakarsa yang muncul di lingkungan Klasis
Salatiga. Pdt. Broto Semedi Wirjotenojo, S.Th. mempersiapkan naskah awal yang diterima oleh
Klasis Salatiga, yang kemudian diusulkan sebagai naskah awal PPA GKJ.[7]) Sidang Sinode
Kontrakta 1992 membentuk Tim Pokok-pokok Ajaran GKJ, dengan Pdt. P. Pudjaprijatma, S.Th.
sebagai konvokator; Pdt. Broto Semedi Wirjotenojo, S.Th. sebagai anggota, dibantu oleh 9
anggota yang lain, yaitu: Pdt. Widjojo Hadipranoto, BD., Pdt. Dr. Kadarmanto Hardjowasito,
Th.M., Pdt. Djaka Soetapa, D.Th., Pdt. Sularso Sopater, D.Th., Dr. J. Sardi, Sunarso, M.Sc., Pdt.
Djimanto Setyadi, S.Th., Pdt. Humphrey Sudarmadi K., S.Th., Pdt. Drs. Siman Widyatmanta,
M.Th. dan Hadi Purnomo, SH.
Hasil pekerjaan Tim PPA GKJ dilaporkan kepada Sidang Sinode XXI, dan memperoleh
pembahasan intensif. Sidang ini kemudian membentuk Tim baru, untuk melanjutkan pekerjaan
Tim lama, sambil menampung usul-usul yang masuk dalam sidang sinode tersebut. Tim ini
diketuai oleh Pdt. Djimanto Setyadi, S.Th, sekretaris: Pdt. Drs. Sukardi Citro Dahono, anggota:
Pdt. Broto Semedi Wirjotenojo, S.Th., Pdt. Drs. Siman Widyatmanta, M.Th. dan Pdt. P.
Pudjaprijatma, S.Th. Di samping itu dibentuk Tim Pembaca terdiri dari 4 orang, yaitu: Pdt. Dr.
Sularso Sopater, Pdt. Iman Sugiri, S.Th., Pdt. Bambang Mulyatno, S.Th., M.Si., Pdt. David
Rubingan, M.Th. dan seluruh Klasis di lingkungan Sinode GKJ.[8])
[
[
[
[
Setelah melalui suatu proses panjang, yaitu 12 tahun, pada akhirnya dalam Sidang Sinode
Terbatas tahun 1996, PPA GKJ diterima dan disahkan sebagai suatu dokumen gerejawi yang
bersifat mengikat. Meneruskan tradisi lama, semua pejabat gereja, tatkala diteguhkan dalam
jabatan (tua-tua dan diaken) atau ditahbiskan (pendeta) membubuhkan tanda tangan mereka
sebagai pernyataan dan janji bahwa dalam melakukan tugas jabatan gerejawi serta menjalani
hidup sehari-hari mereka akan setia berdasarkan Alkitab seperti yang diterangkan dalam PPA
GKJ tersebut.[9])
4. Penyederhanaan dan penyempurnaan sebagian isi PPA GKJ
Sejak dipergunakannya PPA GKJ mulai tahun 1996, timbul reaksi positif dan negatif dari
lapangan. Ada yang berpendapat bahwa PPA GKJ 1996 ini telah memenuhi kebutuhan masa
kini-nya GKJ, dan sudah sesuai untuk menjawab tantangan-tantangan yang konkret dari
konteksnya. Ada pula yang berpendapat bahwa cara penyajiannya sangat akademis, sehingga
warga yang berpendidikan sederhana mengalami kesulitan untuk memahami.
Masalah seperti ini merupakan hal yang wajar dalam proses. Usul-usul dan saran-saran
ditampung oleh Sidang-sidang Sinode pasca 1996, dan dibentuk Tim guna menampung sumbang
saran untuk kesempurnaan PPA GKJ.
Dalam Sidang Sinode Antara GKJ Tahun 2000 (Artikel 54), Sidang memutuskan menugasi
Deputat Keesaan untuk membentuk Tim Revisi PPA GKJ dengan tugas:
1. Menyempurnakan sebagian isi.
2. Menyerderhanakan bahasa.
3. Menterjemahkan ke dalam bahasa Jawa (krama madya)
4. Menyusun buku penjelasan.
Tim tersebut terdiri dari: Pdt. Simon Rachmadi, M.Hum. (Ketua), Pdt. Aris Widaryanto, S.Th.
(Sekretaris), Pdt. Broto Semedi Wirjotenojo, S.Th., Pdt. P. Pudjaprijatma, S.Th., Pdt. Djimanto
Setyadi, S.Th, dan Pdt. Drs. Siman Widyatmanta, M.Th.
Dalam Sidang Sinode XXIII GKJ di Wonogiri Tahun 2002, Deputat Keesaan melaporkan bahwa
Tim yang telah dibentuk tersebut belum dapat menyelasaikan tugasnya. Oleh karena itu Sidang
kembali menugasi Deputat Keesaan untuk mengangkat Tim Revisi PPA GKJ yang baru dengan
tugas yang sama (Artikel 23).
Personalia Tim terdiri dari: Pdt. Andreas U. Wiyono, S.Th. (Ketua), Pdt. Aris Widaryanto, S.Th.
(Sekretaris), Pdt. Sularso Sopater, D.Th., dan Pdt. Bambang Mulyatno, M.Si. Adapun hasilnya
dilaporkan dan dibahas dalam Sidang Sinode Non-Reguler GKJ di Bandungan Ambarawa
[
tahun 2005.
5. Kesinambungan dan perubahan
GKJ melanjutkan pilihan untuk berjalan pada jalur tradisi reformasi gerejawi Abad 16. Walaupun
Katekhismus Heidelberg telah diganti oleh PPA GKJ 1996, namun inti ajaran Katekhismus
Heidelberg tetap dipelihara dalam PPA GKJ, yaitu bahwa keselamatan manusia itu hanya karena
anugerah Allah (sola gratia), melalui Kristus saja (solo Christo), yang diterima hanya melalui
iman (sola fide), sumber ajaran gereja hanyalah dari Alkitab (sola scriptura).
GKJ dalam kemandirian untuk menjawab tantangan konteks konkretnya serta perubahan zaman
dan kebudayaan yang dialaminya, mengembangkan pemikiran baru dalam mengambil sikap
terhadap agama dan kepercayaan lain yang ada di sekitarnya. Mengenai perkembangan IPTEK,
GKJ menyadari bahwa mustahil untuk mendesak para warganya yang sebagian adalah para
ilmuwan untuk percaya tanpa bertanya, sehingga perlu mengembangkan sikap secara baru.
Sementara itu sebagai bagian dari bangsa dan negara Republik Indonesia yang sedang
berkembang dan membangun jati-diri, GKJ juga menentukan pokok-pokok sikapnya terhadap
negara secara kritis.[10])
6. Pendekatan
Dalam penyusunannya PPA GKJ memilih pendekatan soteriologis (berkenaan dengan
keselamatan). Dari awal sampai akhir pokok mengenai keselamatan sangat ditekankan. Hal
tersebut dapat kita temukan dari kata-kata kunci: selamat, keselamatan, dan kata-kata yang
bertautan dengan keselamatan yang tersebar di seluruh dokumen ini. Misalnya : warga gereja
sebagai orang yang sudah diselamatkan, kesempurnaan keselamatan, penyelamatan Allah, Allah
Sang Juru Selamat, karya penyelamatan-Nya, penghayatan keselamatan, sejarah penyelamatan
Allah, kondisi tidak selamat, tidak mampu menyelamatkan diri, asas-asas penyelamatan Allah,
masa penyelamatan, mempertahankan keselamatan, perjalanan keselamatan, tanda-tanda
penyelamatan, terpelihara keselamatannya, diselamatkan oleh penyelamatanNya dan sebagainya.
Adapun benang merah pemikiran soteriologisnya tergambar melalui pokok-pokok pikiran:
bahwa pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi serta manusia dalam keadaan baik.
Namun manusia jatuh ke dalam dosa sehingga manusia berada dalam kondisi tidak selamat.
Karena kasih dan anugerahNya, Allah berkenan menyelamatkan manusia melalui karya
penyelamatanNya. Karya penyelamatan Allah itu teranyam di dalam sejarah kehidupan manusia,
dan dilakukan dengan cara membangun kembali hubungan yang harmonis melalui pengampunan
dosa. Sejarah penyelamatan Allah tersebut berpusat pada tiga peristiwa yang utuh dan
berkesinambungan, yaitu peristiwa bangsa Israel, peristiwa manusiawi Yesus dan peristiwa Roh
[
Kudus.
Pada akhirnya sejarah penyelamatan Allah melalui pengampunan dosa yang terjadi karena karya
penebusan Kristus itu, diluaskan kepada segala bangsa sampai akhir zaman. Gereja sebagai umat
milikNya ditugasi untuk bersaksi tentang penyelamatan Allah.
Pilihan untuk memilih pendekatan soteriologis ini tentu membawa konsekuensi tersendiri, karena
hasilnya tentu berbeda dengan apabila dipilih pendekatan lain. Misalnya: perubahan dalam
penjelasan mengenai ketritunggalan Allah, mengenai tugas-tugas gereja dan sebagainya.
Nampaknya pendekatan ini dipilih oleh karena tahap berfikir secara fungsional pada waktu ini,
lebih dapat diterima oleh manusia yang hidup di zaman modern. Apabila benar demikian
seperti dapat disimpulkan dari persetujuan sidang Sinode Terbatas 1996 maka para utusan
gereja ke sidang tersebut telah memilih cara berfikir secara modern.[11])
Bahwa timbul ketidaksetujuan dari sebagian warga gereja, haruslah diterima sebagai kenyataan
di lapangan, oleh karena tidak seluruh warga GKJ siap untuk berolah-fikir secara modern secara
serentak dan serta merta. Menjadi penting bagi GKJ untuk memberi peluang bagi usaha untuk
saling mengerti. Harus diakui bahwa ada tahap-tahap berfikir dalam sejarah kebudayaan, dan
perbedaan-perbedaan tahap berfikir ini mempengaruhi cara orang memahami masalah-masalah.
Oleh sebab itu dikembangkan usaha untuk memahami dan saling memahami, sehingga PPA GKJ
1996 dapat menjadi alat bantu dalam memacu GKJ menjadi saksi yang lebih berdaya guna pada
awal Abad ke-21 ini.
7. Perkembangan tahap-tahap berfikir dalam sejarah kebudayaan
Prof. Dr. C.A. van Peursen[12]), dalam bukunya: Strategi Kebudayaan[13]) mengetengahkan
upaya untuk memahami perkembangan cara berfikir manusia melalui suatu bagan tiga tahap.
Adapun tahap-tahap yang dimaksudkan adalah tahap mitis, tahap ontologis dan tahap fungsional.
Tahap mitis tercermin dalam mitologi-mitologi dari bangsa-bangsa yang sering dinamakan
bangsa primitif, yang pada dasarnya mengungkapkan sikap manusia yang merasakan dirinya
terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya, yaitu kekuasaan dewa-dewa alam raya atau
kekuasaan kesuburan. Alam fikiran mitis bergetar apabila berhadapan dengan daya purba dan
mengakui bahwa ada sesuatu. Manusia merasa dirinya merupakan bagian dari keseluruhan yang
mengitarinya, pola pikir yang dikembangkannya bersifat partisipatif. Mantera dan magi
[
[
[
beda dari masing-masing tahap.[18]) Apa yang disebut sebagai manusia primitif dengan
dongeng-dongeng mitisnya, maklum juga mengenai hal-hal yang praktis-teknis, dia pun dapat
mendekati sesuatu secara fungsional. Sebaliknya kita dalam masyarakat modern tidak lepas dari
unsur-unsur magis. Kita pun dapat dipengaruhi oleh mitos-mitos pengarang-pengarang besar
yang serba mendalam atau oleh ideologi-ideologi politis. Sekalipun ada kemajuan-kemajuan
teknis, medis dan ilmiah, tetapi sejarah kebudayaan manusia tidak dengan sendirinya
memperlihatkan suatu garis yang menanjak (linier).[19])
8. Penutup
Seperti telah disinggung di atas, PPA GKJ 1996 telah dipersiapkan dan disusun untuk memenuhi
kebutuhan GKJ yang hidup di zaman modern, sehingga lebih memberikan tekanan pada
pendekatan fungsional. Ketritunggalan Allah oleh sebagian besar warga GKJ tetap dirasakan
perlu untuk disebut. Di dalam PPA GKJ 1996 hal tersebut disajikan bukan dalam bentuk ulangan
rumusan-rumusan klasik dari Konsili-konsili Nicea-Konstantinopel (Abad ke-4 M.). Kristus
tidak lagi diuraikan mengikuti rumusan Konsili Chalcedon (Abad ke-5 M.) yang sesuai dengan
perkembangan pemikiran pada zaman itu yang bersifat ontologis[20]), tetapi diuraikan secara
baru sesuai dengan pendekatan fungsional. Dengan cara demikian, dialog dengan masyarakat
luas, yang sebelumnya sulit memahaminya, diharapkan dapat lebih mudah dilakukan. Sebab
Ketritunggalan Allah itu lebih dikaitkan pada Allah yang berkarya bagi keselamatan manusia.
[Lihat PPA GKJ 1996 Pertanyaan-Jawaban (P-J) 52; buku ini: P-J 42].
Gereja juga diuraikan secara fungsional, dengan diawali oleh suatu uraian dengan
memperhatikan fenomenologi Agama, lalu diteruskan dengan uraian lanjutan yang
memperhatikan hubungan dengan masyarakat keagamaan Indonesia yang bersifat majemuk (Lih.
P-J 81 dst., 242 dst.; buku ini: P-J 71 dst., 202 dst.). Selanjutnya PPA GKJ mendedikasikan
Minggu ke-9 untuk membahas Fungsi Gereja (buku ini: Tugas Panggilan Gereja).
Perhatian terhadap relasi/hubungan antara kehidupan orang percaya dengan dunia, alam, negara,
ilmu pengetahuan dan teknik diberi tempat secara panjang lebar dalam PPA GKJ. P-J 152 (buku
ini: P-J 12, 32, 33) menjelaskan bahwa penyelamatan Allah berlangsung dalam anyaman
bersama dengan kehidupan manusia di dunia. P-J 175 dst. (buku ini: P-J 150 dst.) menjelaskan
mengenai menyikapi masalah hubungan manusia dengan alam dan tugas manusia sebagai
mandataris Allah terhadap alam yang harus dilakukan dengan bertanggungjawab. P-J 191 (buku
ini: P-J 167) membicarakan mengenai bagaimana orang percaya memfungsikan akal budinya
dalam mengolah ilmu pengatahuan, teknologi dan teknik. P-J 194 (buku ini: P-J 169) membahas
[
[
[
bagaimana fungsi iman itu dibutuhkan agar manusia bermartabat manusia. P-J 216 (buku ini: P-J
186) membicarakan mengenai fungsi dasar kekuasaan negara. P-J 225-227 (buku ini: P-J 187)
membahas mengenai martabat manusia dan Hak-hak Asasi Manusia. Contoh-contoh di atas
menjelaskan tentang bagaimana pendekatan fungsional sangat mengemuka dalam PPA GKJ ini.
Namun, seperti juga telah diuraikan di atas, tidak semua warga GKJ dapat mengikuti alur fikiran
tahap fungsional dengan serta merta. Ada yang belum mampu mengubah paradigma berfikir
sehingga masih ingin mempertahankan yang lama. Menjadi penting bagi semua warga GKJ
untuk memberi tempat kepada perbedaan-perbedaan cara memahami kebenaran, tanpa
mengorbankan inti iman Kristen, sementara tetap memelihara ikatan cinta kasih, sebagai warga
keluarga Allah dalam Kristus.
Rujukan:
1. Pokok-pokok Ajaran Gereja Kristen Jawa, Salatiga: Sinode GKJ, 1998
2. Dr.H.Berkhof Dr. I.H.Enklaar, Sedjarah Geredja, Djakarta: BPK, 1956
3. E.A.Livingstone (Ed), The Concise Oxford Dictionary of the Christian Church, Oxford:
Oxford University Press, 1977.
4. Prof. Dr. C.A. van Peursen, Strategi Kebudayaan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976.
BAB SATU
AJARAN GEREJA
kandungan isinya, sehingga orang tidak dapat dengan mudah memahaminya. Untuk itu ajaran
gereja dibuat, sebagai upaya menata secara sistematis apa yang diajarkan Alkitab mengenai halhal yang paling mendasar yang harus diimani oleh gereja dan warganya.
[Yoh.20:30-31; 21:25; 2Tim.3:15-17]
3. Pert : Bagaimanakah hubungan antara ajaran gereja dengan Alkitab?
Jwb : Ajaran gereja disusun berdasarkan Alkitab.
[2Ptr.1:19-21]
4. Pert : Dengan memiliki ajaran gereja yang disusun berdasarkan Alkitab, apakah gereja dan
warganya tidak perlu lagi menggunakan Alkitab sebagai dasar dan pedoman imannya?
Jwb : Ajaran gereja tidak dimaksudkan untuk menggantikan Alkitab, dan memang ajaran gereja
tidak dapat menggantikan Alkitab, karena isinya tidak mungkin mencakup seluruh isi Alkitab.
Oleh karena itu Alkitab tetap diperlukan dan memiliki kewibawaan yang lebih tinggi dari pada
ajaran gereja.
[Ams.30:5-6; band. Why.22:18-19]
5. Pert : Apakah ajaran gereja dapat dikoreksi atau bahkan diubah?
Jwb : Ajaran gereja dapat saja dikoreksi atau bahkan diubah atas dasar pertimbangan sebagai
berikut:
1. Ajaran gereja dibuat oleh manusia melalui sebuah proses penafsiran Alkitab. Dalam proses
penafsiran Alkitab tersebut ada kemungkinan bahwa manusia keliru menafsir. Apabila hal itu
terjadi maka ajaran gereja perlu dikoreksi.
2. Gereja hidup dalam zaman yang terus berubah. Oleh karena itu apabila ajaran gereja
dipandang sudah tidak memadai lagi untuk dapat dipergunakan sebagai pedoman bagi gereja dan
warganya dalam menjawab tantangan zaman, maka ajaran gereja tersebut perlu ditinjau kembali
dan dilakukan perubahan.
3. Apabila hendak dilakukan koreksi atau perubahan terhadap ajaran gereja, maka hal itu
haruslah dilakukan sesuai ketentuan dan prosedur yang benar.
[Band. Kis.15:1-21; 2Ptr.3:15,16]
BAB DUA
ALK I TAB
maksud dan kehendak-Nya untuk menyelamatkan manusia, maka melalui ke-66 kitab yang
terdapat di dalam Alkitab itu sudah cukup. Ke-66 kitab yang terdapat di dalam Alkitab itu oleh
gereja-gereja di dalam sejarahnya telah diterima sebagai tulisan-tulisan yang kanonik[21]) dalam
arti diakui, sah, tidak diragukan kebenarannya dan dianggap cukup.
12. Pert : Mengapa ke-66 kitab dalam Alkitab itu dikelompokkan menjadi dua bagian yang
disebut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru?
Jwb : Hal itu didasarkan pada jalannya peristiwa penyelamatan Allah atas manusia, sebagaimana
dapat dimengerti dari penalaran sebagai berikut:
1. Sejarah penyelamatan Allah atas manusia teranyam dalam sejarah manusia itu sendiri, yang
terbagi dalam zaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
2. Perjanjian Lama berisikan firman Allah yang berhubungan dengan janji dan karya
penyelamatan Allah kepada manusia sebagaimana teranyam dalam peristiwa bangsa Israel
sampai dengan pemenuhan janji dan karya Allah itu melalui kedatangan Tuhan Yesus Kristus.
Sedangkan Perjanjian Baru berisikan firman Allah yang berhubungan dengan peristiwa
penyelamatan Allah sebagaimana teranyam dalam sejarah Israel dan semua bangsa di dunia
dengan pemenuhan janji Allah sejak kedatangan Tuhan Yesus Kristus sampai tercapainya
pemenuhan keselamatan yang sempurna.
3. Firman Allah di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tersebut keduanya berhubungan
dengan karya penyelamatan Allah yang satu dan sama, dan di dalam sejarah penyelamatan Allah
yang satu dan sama pula. Oleh karena itu Alkitab yang terdiri dari Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru pada dasarnya merupakan satu bagian yang utuh dan tak terpisahkan, serta
bersifat saling menjelaskan.
[Penyelamatan Israel dinyanyikan misalnya di dalam Mzm.105; Dari Kejadian s/d Maleakhi dari
Matius s/d Wahyu; misalnya silsilah Yesus di dalam Mat.1: 1-17, dll.]
13. Pert : Bagaimanakah hubungan antara Alkitab dengan karya penyelamatan Allah atas
manusia?
Jwb : Alkitab dipergunakan oleh Allah di dalam karya penyelamatan-Nya atas manusia.
14. Pert : Bagaimana kita dapat mengerti bahwa Alkitab dipergunakan oleh Allah di dalam karya
penyelamatan-Nya atas manusia?
Jwb : Hal itu dapat dimengerti dari kenyataan bahwa:
1. Melalui Firman Allah di dalam Alkitab, terjadi terus menerus peristiwa penyelamatan Allah ke
atas manusia. Artinya terjadi terus menerus adanya orang yang menerima penyelamatan Allah
sehingga lahirlah gereja di seluruh dunia.
2. Dengan adanya Alkitab, orang percaya terpelihara iman dan keselamatannya.
[Yoh.2:22; Rm.15:4; 1Tes.1:8-9; 2Tim.3:15]
15. Pert : Bagaimanakah cara Allah menggunakan Alkitab di dalam karya penyelamatan-Nya
atas manusia sehingga menghasilkan buah yang demikian itu?
Jwb : Dengan cara Allah turut bekerja secara aktif sebagai Roh Kudus di dalam hati orang yang
membaca atau mendengar berita penyelamatan Allah atas manusia yang ditulis di dalam Alkitab.
Dengan demikian Allah menolongnya untuk dapat mengerti, memahami dan kemudian percaya,
serta menerima penyelamatan Allah.
[Luk.4:17-21; band.Kis.10:44-48]
16. Pert : Apakah oleh bekerjanya Roh Kudus dalam hati manusia setiap orang yang membaca
atau mendengar berita penyelamatan Allah dari Alkitab pasti akan menerima penyelamatan
Allah?
Jwb : Orang yang membaca atau mendengar berita penyelamatan Allah dalam Alkitab belum
tentu menerima penyelamatan Allah. Sebab Roh Kudus yang bekerja dalam hati manusia adalah
untuk menolong dan bukan memaksa. Itu berarti bahwa Roh Kudus tidak hendak merampas
kebebasan manusia untuk mengambil keputusan bagi dirinya sendiri, yaitu untuk menerima atau
menolak penyelamatan Allah.
[Mat.12:31,32 dan paralelnya hubungkan dengan Yoh.3:14,27 dan Yes.43:3; 59:21; Kis.7:51-53]
17. Pert : Dengan demikian apakah tujuan Allah menggunakan Alkitab dalam rangka
penyelamatan-Nya atas manusia?
Jwb : Tujuan Allah menggunakan Alkitab dalam rangka penyelamatan-Nya atas manusia adalah
untuk:
1. Memberitakan penyelamatan Allah ke atas manusia.
2. Menunjukkan bagaimana manusia harus bersikap terhadap penyelamatan Allah itu agar
diselamatkan.
3. Mengajar mereka yang telah percaya agar menjalani kehidupannya di dunia ini dengan benar
sehingga mencapai kesempurnaan keselamatan di dalam kemuliaan-Nya.
[Kis.2:14-36; 7:1-53; 2Tim.3:15-17]
18. Pert : Dengan memahami Alkitab dan kegunaannya sebagaimana dijelaskan di atas,
bagaimana kita memahami kewibawaan Alkitab?
Jwb : Alkitab memiliki kewibawaan yang mutlak, yaitu sebagai satu-satunya sumber yang benar
bagi orang percaya untuk mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelamatan
Allah atas manusia, serta menjadi dasar dan pedoman sikap bagi orang-orang percaya dalam
menjalani hidupnya di tengah-tengah dunia dengan berbagai tantangannya.
BAB TIGA
PENYELAMATAN ALLAH
Jwb : Hakikat penyelamatan Allah adalah tindakan Allah mengembalikan manusia ke dalam
hubungan yang benar dengan diri-Nya, sehingga manusia dapat membangun relasi dengan
sesama dan alam.
[Luk.23:43; Yoh.1:11; Rm.5:10,11]
21. Pert : Apakah isi penyelamatan Allah?
Jwb : Penyelamatan Allah pada dasarnya berisi:
1. Keyakinan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi serta manusia dalam keadaan yang baik.
2. Keyakinan bahwa oleh karena dosa manusia berada di dalam kondisi tidak selamat.
3. Keyakinan bahwa dengan kekuatan dan usahanya sendiri manusia tidak dapat selamat.
4. Keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya yang berkuasa dan berkenan menyelamatkan
manusia dari kondisi tidak selamat.
[Kej 1:31; Rm.3:21-26; 5:12-21; band. Mzm.51:7].
22. Pert : Apakah asas-asas penyelamatan Allah?
Jwb : Asas-asas penyelamatan Allah itu adalah:
1. Kasih Allah kepada manusia sebagaimana dinyatakan melalui pengorbanan Yesus Kristus di
kayu salib hingga kebangkitan-Nya untuk menebus dosa manusia.
2. Pengampunan dosa oleh karena percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juru Selamat.
3 Pembenaran manusia di hadapan Allah sehingga manusia dikembalikan ke dalam hubungan
yang benar dengan Allah.
[Yes.53:3-5; Luk.1:77 (baca ayat 67-80); Rm.3:24; 4:6-8; 5:9-11; 2Kor.5:21; Ef.1:7; Kol.1:14;
Ibr.9:22; 1Ptr.2:24]
23. Pert : Bagaimana penyelamatan Allah ke atas manusia itu kita pahami?
Jwb : Penyelamatan Allah itu kita pahami sebagai anugerah karena:
1. Dilakukan atas dasar kasih Allah.
2. Melalui kehendak dan prakarsa Allah.
3. Dikerjakan oleh Allah.
[Yoh.3:16; Ef.2:1-9; Tit.3:3-7; 1Yoh.4:9,10]
24. Pert : Bagaimana penyelamatan Allah yang adalah anugerah itu dapat dinalar?
Jwb : Hal itu dapat dinalar sebagai berikut:
1. Allah menyelamatkan manusia karena Ia mengasihi manusia.
2. Allah mengasihi manusia karena bagi-Nya manusia berharga untuk dikasihi.
3. Bagi Allah manusia berharga untuk dikasihi karena manusia mempunyai martabat di atas
semua makhluk yang lain.
4. Martabat manusia itu adalah bahwa manusia merupakan satu-satunya makhluk yang
diciptakan segambar dengan Allah.
[Kej.1:26,27; Yoh.3:16; 1Yoh.4:9,10; band. Ef.4:24; Kol.3:10]
31. Pert : Apakah keadaan manusia yang demikian itu merupakan keadaan yang tidak
berpengharapan?
Jwb : Tidak. Masih ada harapan, sebab Allah di dalam kedaulatan-Nya berkehendak, berprakarsa
dan bertindak menyelamatkan manusia.
[Rm.7:25; band. Yes.1:18; 43:25; 44:22]
Periode PL Periode PB
Peristiwa Bangsa Israel Peristiwa Manusiawi Yesus Peristiwa Roh Kudus
34. Pert : Apa yang dimaksud dengan peristiwa bangsa Israel?
Jwb : Yang dimaksud dengan peristiwa bangsa Israel adalah peristiwa di mana Allah berkenan
menganyamkan pelaksanaan penyelamatan-Nya atas manusia di dalam dan melalui kehidupan
bangsa Israel sejak pemilihan Bapa leluhur sampai kehidupan bangsa Israel di tanah perjanjian.
[Tersimak mis.dalam pidato perpisahan Yosua, Yos.24:1-18; Kel.6:6,7; 20:1-17; Ul.4:20]
35. Pert : Apa yang dimaksud dengan peristiwa manusiawi Yesus?
Jwb : Peristiwa manusiawi Yesus adalah peristiwa datangnya Allah sendiri, yang dalam
Jwb : Dengan rumusan ketritunggalan Allah itu, gereja awal mempunyai maksud:
1. Memberi penalaran dengan bahasa dunia yang berlaku pada zaman itu, mengenai
penyelamatan Allah ke atas manusia.
2. Memberi pegangan iman bagi orang-orang percaya pada zaman itu untuk menjalani
kehidupannya.
3. Bersaksi kepada dunia tentang penyelamatan Allah ke atas manusia yang telah dialaminya.
40. Pert : Apakah ajaran tentang Allah tritunggal itu harus tetap dipertahankan walaupun dunia
dan zaman kita sudah berbeda dengan dunia dan zaman gereja awal?
Jwb : Pemahaman gereja awal tentang Allah tritunggal itu telah menjadi tradisi gereja dan
tercantum di dalam Alkitab. Itu berarti bahwa ajaran tentang Allah tritunggal difungsikan oleh
Allah dalam pekerjaan penyelamatan-Nya, baik sebagai alat kesaksian maupun sebagai alat
pemeliharaan iman. Oleh karena itu kita perlu mempertahankannya.
41. Pert : Bagaimana kita mempertahankan pemahaman gereja awal itu, sebab di dalam sejarah
gereja ternyata pemahaman gereja awal tentang Allah tritunggal itu oleh pemikir-pemikir kristen
dijelaskan dengan cara dan isi yang berbeda-beda?
Jwb : Yang kita pertahankan adalah latar belakang pengertiannya, yaitu cara Allah melaksanakan
penyelamatan-Nya di dalam sejarah.
42. Pert : Bagaimana rumusan Bapa, Anak dan Roh Kudus itu dapat dijelaskan?
Jwb : Berdasarkan cara pelaksanaan penyelamatan Allah di dalam sejarah, ketritunggalan Allah
dapat dijelaskan demikian:
1. Dalam hubungan dengan peristiwa bangsa Israel sebagaimana tertulis dalam kitab Perjanjian
Lama, Allah dikenal sebagai Bapa.
2. Dalam hubungan dengan peristiwa manusiawi Yesus sebagaimana tertulis dalam kitab
Perjanjian Baru, Allah dikenal juga sebagai Anak.
3. Dalam hubungan dengan peristiwa Roh Kudus, sebagaimana tertulis dalam kitab Perjanjian
Baru dan di dalam sejarah gereja hingga kini, Allah dikenal juga sebagai Roh Kudus.
43. Pert : Bagaimana hubungan antara sebutan Bapa dan Anak?
Jwb : Sebagai suatu cara yang manusiawi untuk memahami Allah di dalam pekerjaan
penyelamatan-Nya, maka sebutan Bapa dan Anak itu tidak menyatakan hubungan biologis,
melainkan menyatakan hubungan langkah-langkah Allah di dalam karya penyelamatan-Nya.
[Mat.3:17 ( baca ayat 13-17); Yoh.1:1-3]
44. Pert : Apakah Bapa, Anak dan Roh Kudus itu masing-masing pribadi?
Jwb : Bapa, Anak dan Roh Kudus itu Allah yang satu dan sama. Jadi, pribadinya hanya satu,
yaitu Allah.
[Yoh.10:30; 14:9; 1Yoh.5:7]
45. Pert : Oleh karena Bapa, Anak dan Roh Kudus itu satu pribadi, maka bagaimana penjelasan
tentang Yesus yang berdoa kepada Bapa dan tentang Bapa memberikan Roh Kudus kepada
murid-murid Yesus?
Jwb : Penjelasan tentang Yesus yang berdoa kepada Bapa dan tentang Bapa memberikan Roh
Kudus kepada murid-murid Yesus adalah sebagai berikut:
1. Tentang Yesus yang berdoa kepada Bapa dapat kita pahami atas dasar penalaran bahwa Yesus
adalah Allah yang masuk melibatkan diri di dalam kehidupan manusia dengan cara yang begitu
manusiawi dan menjalani kehidupan-Nya dengan cara yang manusiawi pula. Dalam hal Yesus
yang berdoa kepada Bapa, Ia menempatkan diri dalam posisi menggantikan manusia.
2. Tentang Bapa yang memberikan Roh Kudus kepada murid-murid Yesus dan orang-orang
percaya, hal itu dapat dimengerti dari penalaran bahwa Allah sendiri yang datang dan bekerja
sebagai Kuasa di dalam hati mereka, untuk menolong mereka sehingga mampu mempertahankan
keselamatannya.
[Yoh.20:22; Flp.2:7,8; Ibr.2:14-18; 4:14,15]
46. Pert : Apakah sebutan Bapa di dalam ketritunggalan Allah itu sama dengan sebutan Bapa
dalam doa atau pujian kita?
Jwb : Kedua sebutan itu memang menunjuk kepada Allah yang satu dan sama. Tetapi ada
perbedaan pengertian di antara keduanya. Perbedaan itu adalah:
1. Bapa di dalam ketritunggalan Allah adalah sebutan dalam hubungan dengan pelaksanaan
penyelamatan Allah di dalam sejarah manusia.
2. Bapa di dalam doa atau pujian adalah sapaan dalam hubungan dengan keselamatan yang telah
diterima oleh orang percaya. Di dalam Alkitab, salah satu cara menjelaskan penyelamatan Allah
ke atas manusia itu dengan lukisan dari dunia keluarga. Manusia berdosa itu dilukiskan sebagai
anak durhaka yang memberontak kepada bapaknya. Penyelamatan Allah dilukiskan sebagai
tindakan bapak yang menerima dan mengampuni anak durhaka. Dari lukisan itu dapat
dimengerti sebutan anak-anak Allah bagi orang percaya yang menyebut Allah sebagai Bapa.
[Mat.28:19; band.Yes.9:5; Yes.63:16; Yer.3:4; Mal.2:10; Mat.5:16; 5:45,48; 6:6,9; Luk.15:11-32;
Yoh.1:12; Rm.8:14-17; Gal.4:4-7]
47. Pert : Apakah Roh Kudus bekerja hanya di dalam masa peristiwa Roh Kudus?
Jwb : Karena Roh Kudus adalah Allah sendiri, maka Ia bekerja di segala masa, yaitu sejak
penciptaan hingga peristiwa bangsa Israel, maupun peristiwa manusiawi Yesus. Tetapi di dalam
peristiwa Roh Kudus dengan wataknya yang khas, Roh Kudus bekerja secara khas pula, yaitu
menolong manusia untuk mengerti dan percaya kepada Yesus.
[Kej.1:1; Yes.63:10; Mrk.12:36; Luk.1:15; Kis.11:15,16; 9:31]
Minggu ke-6, SIAPA YANG DISELAMATKAN DAN BAGAIMANA SIKAP YANG DAPAT
MEMBUAT ORANG DISELAMATKAN
48. Pert : Apakah penyelamatan Allah hanya berlaku untuk orang tertentu saja atau untuk semua
orang?
Jwb : Allah menghendaki semua orang diselamatkan. Tetapi untuk diselamatkan orang harus
menentukan sikapnya terhadap penyelamatan Allah. Jadi, tidak dengan sendirinya semua orang
diselamatkan.
[Yes.49:6; 42:6; band. Yes.60:1-3; Mat.8:28-34; Luk.2:30-32; Kis.10:36,44-48; 13:47; 26:23;
1Tim.2:4-7]
49. Pert : Bagaimana sikap yang dapat membuat orang diselamatkan?
Jwb : Menerima penyelamatan Allah dan merelakan dirinya diselamatkan oleh Allah. Sikap
demikian inilah yang disebut percaya atau beriman.
[Luk.8:12; Yoh. 3:16-17; 20:31; Ef.2:8]
50. Pert : Unsur-unsur apa saja yang terkandung di dalam sikap percaya?
Jwb : Sikap percaya mengandung empat unsur, yaitu:
1. Kesadaran dan pengakuan bahwa dirinya berada di dalam kondisi tidak selamat.
2. Pengetahuan mengenai tindakan penyelamatan Allah terhadap dirinya.
3. Penyerahan diri.
4. Bersyukur.
[Luk.5:27-29; Kis.6:7; 16:30-34; Rm.7:23-25; 1Tim.1:15; 2Tim.1:8-10]
51. Pert : Apakah isi unsur pertama?
Jwb : 1. Menyadari dan mengakui di hadapan Allah bahwa dirinya adalah pendosa, sehingga
pasti dihukum oleh Allah.
2. Menyadari dan mengakui bahwa dirinya tidak mampu melepaskan diri dari hukuman Allah
dengan kekuatannya sendiri.
3. Menyadari dan mengakui bahwa dirinya membutuhkan pertolongan agar terlepas dari
hukuman Allah.
[Mzm.51:3-13; Luk.23:40-42; 7:40-43 (baca ayat 36-50); Rm.7:23-25; Ef.2:3-9]
52. Pert : Apakah isi unsur kedua?
Jwb : Mengetahui dan mengakui bahwa berdasarkan kasih-Nya kepada manusia Allah
memberikan jalan kelepasan yang dibutuhkan, yaitu di dalam kematian dan kebangkitan Yesus.
[Kis.4:10-12; IKor.15:1-4; band. Rm.5:6-10]
53. Pert : Apakah isi unsur ketiga?
Jwb : Menyerahkan diri dan bergantung sepenuhnya kepada pertolongan Allah dalam kematian
dan kebangkitan Yesus demi kelepasan dirinya dari hukuman Allah.
[Mat.8:5-13; Luk.23:40-42]
54. Pert : Apakah isi unsur keempat?
Jwb : Menjalani hidup dengan penuh syukur atas anugerah penyelamatan Allah dan berusaha
dengan sungguh-sungguh hidup sesuai Firman-Nya.
[Rm.12:1,2; Ibr.13:15,16; 1Ptr.2:1-5]
55. Pert : Bagaimana manusia dapat bersikap percaya?
Jwb : Sikap percaya adalah keputusan manusia sendiri di dalam kebebasannya. Tetapi manusia
dapat bersikap demikian karena pertolongan Allah.
[Mrk.1:15; 16:15,16; Kis.10:44-48; 11:15]
56. Pert : Bagaimana pertolongan Allah dapat kita mengerti?
Jwb : Allah bekerja sebagai kuasa, yaitu Roh Kudus. Ia menolong dan menerangi hati dan akal
budi manusia agar dapat mengerti bahwa Yesus adalah Allah yang datang untuk menyelamatkan
manusia. Meskipun demikian Allah tetap menempatkan manusia di dalam kebebasannya,
sehingga manusia dapat menerima tetapi juga dapat menolak.
[Yoh.3:34-36; Kis.8:30; 16:14; 1Kor.12:3b;]
57. Pert : Apa makna Allah menempatkan manusia dalam kebebasannya?
Jwb : Di dalam kebebasan manusia terletak tanggung jawab mengenai keselamatan yang
ditawarkan kepadanya sebagai anugerah. Dengan demikian keselamatan seseorang bukan nasib
atau takdir.
[Mat.22:1-14 dan paralelnya; Mrk.16:12,16; Luk.13:22-30]
58. Pert : Bagaimana hubungan percaya dan bertobat?
Jwb : Setiap orang yang menyatakan percaya sekaligus menyatakan pula pertobatannya.
[Mrk.1:15; Kis.20:20,21]
59. Pert : Apakah yang dimaksud pertobatan?
Jwb : Pertobatan adalah akibat dan perwujudan dari percaya. Dilihat dari isinya pertobatan dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Pertobatan dasar, yaitu pertobatan yang terjadi ketika seseorang berbalik hatinya dari tidak
percaya menjadi percaya. Pada seseorang pertobatan yang demikian hanya terjadi sekali saja.
2. Pertobatan senantiasa, yaitu pertobatan yang terjadi ketika seseorang yang sudah percaya,
karena kelemahan manusiawinya dapat berulang kali terjatuh ke dalam dosa, kemudian
menyesali dosanya dan bertobat. Pertobatan senantiasa dilakukan orang percaya terus-menerus
sepanjang hidupnya sebagai orang yang sudah diselamatkan.
[Yer.18:8-11; Yeh.18:21-23; Mat.26:75 (baca ayat 69-75) hubungkan dengan Yoh.21:15-17;
2Tim.2:25,26; Ibr.6:4-6]
60. Pert : Dengan percaya dan pertobatan dasar kapan manusia menerima dan mengalami
keselamatannya?
Jwb : Keselamatan sebagai buah pekerjaan penyelamatan Allah sudah diterima dan dialami oleh
orang yang percaya pada waktu hidupnya di dunia. Tetapi keselamatan itu masih akan mencapai
kesempurnaannya kelak dalam persekutuan dengan Allah di sorga. Oleh karena itu kehidupan
orang percaya di dunia merupakan perjalanan keselamatan, yaitu perjalanan menuju
kesempurnaan keselamatan.
[2Kor.5:1; Tit.2:11-13; 1Ptr.1:3-5; 1:17; 2:11; 1Yoh.3:1,2]
61. Pert : Dalam rangka perjalanan keselamatan tersebut, apakah keselamatan yang telah
diterima oleh orang percaya sekarang ini sudah aman dan pasti akan mencapai
kesempurnaannya?
Jwb : Tidak. Sebab ada kemungkinan karena suatu penggodaan, orang percaya melepaskan
percayanya, sehingga gagal di jalan dan tidak dapat mencapai kesempurnaan keselamatan.
[1Kor.10:1-13; 1Ptr.5:4; 5:8-10]
62. Pert : Apakah hal itu berarti bahwa tidak ada kepastian mengenai keselamatan yang
dikerjakan oleh Allah?
Jwb : Ada kepastian keselamatan bagi orang percaya, karena ada pengampunan dosa manusia
melalui karya penyelamatan Allah di dalam Yesus Kristus.
[2Kor.5:21; 1Ptr.1:3-5]
63. Pert : Apakah ada jaminan dari Allah bahwa barangsiapa yang percaya pasti memperoleh
keselamatan?
Jwb : Ada. Jaminan itu diberikan oleh Allah dengan cara bahwa barangsiapa percaya
dimeteraikan dengan Roh Kudus.
[Yoh.16:13; Kis.10:44-48; 15:8; 2Kor.5:5; Ef.1:13,14; Ibr.2:1-4]
64. Pert : Bagaimana kita memahami kemungkinan kegagalan orang percaya di dalam perjalanan
keselamatannya?
Jwb : Kemungkinan gagalnya orang percaya mencapai kesempurnaan keselamatan berasal dari
kelemahan manusia sendiri, karena kecenderungan sikapnya yang bertentangan dengan kehendak
Roh Kudus.
[Mat.13:20,21; (baca ayat 18-23); Gal.4:8,9; 1Tim.4:1,2; 2Tim.2:11-13; Ibr.6:4-6; 2Ptr.2:1-19]
65. Pert : Bukankah orang percaya di dalam perjalanan keselamatannya selalu ditolong oleh Roh
Kudus?
Jwb : Benar. Roh Kudus memang senantiasa menolong orang percaya, tetapi pertolongan Roh
Kudus tidak dengan sendirinya membuat iman orang percaya terpelihara. Roh Kudus tetap
memperlakukan orang percaya sebagai manusia yang memiliki kebebasan untuk mengikuti atau
tidak mengikuti pimpinan Roh Kudus. Dengan demikian, Roh Kudus tetap menempatkan orang
percaya dalam keadaan harus bergumul, berusaha dan bertanggung jawab terhadap keselamatan
yang telah diterimanya.
[Mat.12:31,32 (dan paralelnya); Ef.4:30]
66. Pert : Bagaimana pergumulan dan usaha orang percaya untuk memelihara keselamatannya?
Jwb : Pergumulan dan usaha orang percaya untuk memelihara keselamatannya dilukiskan di
dalam Alkitab sebagai suatu peperangan rohani di mana orang percaya harus melengkapi diri
dengan perlengkapan senjata Allah.
[1Tim.6:12; band. 2Kor.10:3,4; Ef.6:10-18; Flp.1:27-30; 1Ptr.5:7; Yud.3]
67. Pert : Apakah pergumulan dan usaha orang percaya untuk memelihara keselamatannya itu
sepenuhnya merupakan pergumulan dan usaha pribadi yang dilakukannya seorang diri?
Jwb : Bukan. Sekalipun memang setiap orang harus bertanggung jawab atas kehidupannya
sendiri, tetapi pergumulan dan usaha itu dilakukan di dalam persekutuan orang-orang percaya
dan dibantu oleh gereja melalui upaya penggembalaan.
[Mat.18:15-17; Gal.6:1,2; 1Tes.5:11 (baca 5-11); Ibr.3:12-14; Yak.5:19-20]
68. Pert : Bagaimana seharusnya sikap orang percaya di dalam perjalanan keselamatannya?
Jwb : Di dalam pergumulan dan usaha untuk memelihara keselamatannya, sikap yang paling
tepat bagi orang percaya ialah dengan rendah hati:
1. Mengakui kelemahan manusiawinya.
2. Waspada dalam menghadapi masalah atau penggodaan apapun.
3. Terbuka untuk mendengarkan dan memperhatikan teguran atau peringatan dari saudara
seiman.
4. Terbuka untuk menerima penggembalaan yang dilakukan oleh gereja.
5. Mengharapkan dan menaati pertolongan Roh Kudus.
6. Memelihara hubungan yang benar dan akrab dengan Tuhan. Contoh: membaca Alkitab,
berdoa, bersekutu dan lain-lain.
[Luk.11:4b; Yoh.14:26; 20:27-29; 21:15-17; 1Kor.10:12,13; Kol.2:8; 3:16; 1Tes.5:12, 13,19;
Ibr.3:8;]
BAB EMPAT
GEREJA DAN TATA KEHIDUPAN GEREJA
Jwb : 1. Gereja sebagai buah pekerjaan penyelamatan Allah; berarti Allah mengasihi,
mempedulikan dan memelihara gereja. Ia juga berkenan menerima segala sesuatu yang
dipersembahkan orang-orang percaya kepada-Nya melalui kehidupan gereja.
2. Gereja sebagai suatu kehidupan bersama religius yang dijalani oleh manusia untuk menjawab
penyelamatan Allah; berarti gereja mempunyai watak-watak manusiawi dengan segala
cederanya.
[Yoh.17:6-19, 20-24; 1Kor.1:10-17; Flp.4:2]
96. Pert : Apakah kita boleh memandang bahwa semua gereja adalah buah penyelamatan Allah
dan oleh karena itu maka semua gereja adalah gereja Allah?
Jwb : Kita dapat mengatakan bahwa suatu gereja adalah buah penyelamatan Allah dan gereja
Allah hanya apabila gereja itu menampakkan tanda-tanda penyelamatan Allah di dalam
pengakuan, sikap dan tingkah laku hidupnya.
[Rm.10:9,10; 1Yoh.4:2,3; hubungkan dengan Mat.16:16-18; dan band. Ef.2:19-20; 4:20-24 (baca
ayat 17-24)]
97. Pert : Apa tanda-tanda penyelamatan Allah yang dapat dilihat dalam gereja?
Jwb : Tanda-tanda penyelamatan itu ialah gereja dengan seluruh tatanan dan praktek kehidupan
religiusnya menyatakan jawab ya terhadap penyelamatan Allah dan menyatakan serta
menghayati hubungannya dengan Allah atas dasar karya penyelamatan-Nya.
98. Pert : Bagaimana tanda-tanda penyelamatan di dalam gereja secara konkret dapat dilihat?
Jwb : Tanda-tanda penyelamatan di dalam gereja secara konkret dapat dilihat dalam empat hal
utama, yaitu:
1. Seluruh tatanan, baik pengakuan, ibadat, hukum maupun keumatan, disusun sedemikian
sehingga intinya adalah menyatakan sikap menerima penyelamatan Allah atas dasar Alkitab.
2. Praktek kehidupannya diatur sedemikian, sehingga intinya adalah menyatakan ketaatan kepada
tuntutan-tuntutan Allah, sebagai konsekuensi dari penyelamatan yang telah dialaminya atas dasar
Alkitab.
3. Memeteraikan sikap percaya dengan sakramen baptisan atas nama Allah Bapa, Anak, dan Roh
Kudus.
4. Melaksanakan sakramen perjamuan yang diamanatkan oleh Tuhan, sebagai alat pemeliharaan
iman.
[Mat.26:26-28; 28:19; Kis.2:38; 10:34-43; Rm.6:11-13 (baca ayat 1-14); 10;9,10; 1Kor.11:23-26]
99. Pert : Bagaimana sikap yang paling tepat terhadap gereja-gereja lain?
Jwb : Sikap yang paling tepat terhadap gereja-gereja lain ialah:
1. Dengan rendah hati mengakui bahwa di dalam setiap gereja terdapat cedera manusiawi yang
terwujud dalam kesalahan atau bahkan dosa.
2. Dengan tulus mengakui bahwa setiap gereja dengan segala cedera manusiawinya adalah buah
penyelamatan Allah sepanjang menampakkan tanda-tanda penyelamatan Allah di dalam seluruh
tatanan dan praktek kehidupannya.
3. Dengan rendah hati mengakui bahwa setiap gereja dengan segala cedera manusiawinya
memiliki baik kelemahan maupun kekuatannya sendiri-sendiri.
4. Dengan tulus membuka diri untuk bekerja sama dengan gereja-gereja lain berusaha
menampakkan keesaan gereja sebagai buah penyelamatan yang dikerjakan oleh Allah yang satu
dan sama.
100. Pert : Bagaimana membuka diri untuk bekerja sama berusaha menampakkan keesaan gereja
dilaksanakan?
Jwb : Hal itu dilaksanakan dengan:
1. Mau belajar dari gereja-gereja lain, terutama dari kelebihan yang dimilikinya.
2. Mau mengakui dan menghormati gereja-gereja lain sebagai gereja yang adalah buah
penyelamatan Allah.
3. Mau bekerja sama dengan gereja-gereja lain di dalam melaksanakan tugas panggilan gereja di
dalam dunia.
4. Mau mengusahakan pengakuan bersama sebagai kesaksian bersama terhadap dunia tentang
penyelamatan Allah dan tentang dirinya sebagai buah penyelamatan Allah.
101. Pert : Bagaimana kita memahami keesaan gereja?
Jwb : Keesaan gereja tidak terletak di dalam atau ditentukan oleh kesatuan kelembagaan gereja,
melainkan terletak di dalam hal bahwa keberadaan gereja adalah keberadaan di dalam lingkup
pekerjaan penyelamatan Allah.
[Yoh.17:23; Kis.4:12; 15:6-11; Rm.16:27; 1Tim.2:3-6]
102. Pert : Apakah artinya keesaan gereja yang bukan dalam wujud kesatuan kelembagaan
gereja?
Jwb : Keesaan gereja yang bukan dalam wujud kesatuan kelembagaan gereja itu adalah:
1. Keesaan gereja adalah bukan keesaan karena kehendak manusia, melainkan karena
keberadaannya. Itu berarti keesaan karena hakikatnya.
2. Yang dapat dilakukan oleh gereja dengan segala cedera manusiawinya ialah menampakkan
keesaan hakiki itu di dalam kehidupannya.
3. Keesaan hakiki itu akan terwujud secara sempurna di dalam kemuliaan Tuhan di sorga yang
merupakan tujuan bersama perjalanan semua gereja.
[Tercermin dalam salah satu pokok Pengakuan Iman Rasuli; Rm.16:24; 2Kor.8:1-15, 9:1-15;
Ef.4:3-6,13; 5:27]
itu dituangkan di dalam suatu tata kehidupan gereja, yang lazim disebut Tata Gereja atau
Peraturan Gereja.
[1Kor.14:40; Tit.1:5]
105. Pert : Apakah asas yang menjadi pegangan dalam membuat tata gereja?
Jwb : Asas itu adalah:
1. Alkitab
2. Harus merupakan sarana yang membuat gereja mampu:
a. Menyatakan percaya terhadap penyelamatan Allah.
b. Menghayati dan mengungkapkan hubungannya dengan Allah berdasarkan penyelamatan-Nya.
c. Melaksanakan tugas panggilannya di dalam pekerjaan penyelamatan Allah.
106. Pert : Siapa yang membuat tata gereja GKJ?
Jwb : Tata gereja GKJ dibuat oleh Sidang Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa (GKJ).
[Band.Kis.11:1-18; 15:1-29]
107. Pert : Adakah kepemimpinan di dalam kehidupan gereja?
Jwb : Sebagai suatu kehidupan bersama, gereja membutuhkan kepemimpinan. Oleh karena itu, di
dalam kehidupan gereja ada kepemimpinan.
[Kel.18:22; 1Tes.5:12,13; Ibr.13:7,17]
108. Pert : Apa asas kepemimpinan gereja yang menyatakan kekhasan gereja?
Jwb : Kekhasan asas kepemimpinan gereja terdiri atas dua sisi, yaitu:
1. Sisi ilahi, yaitu sebagai buah penyelamatan Allah, gereja dengan kehidupannya dipimpin oleh
Allah melalui bekerjanya Roh Kudus dengan Alkitab sebagai alat-Nya.
2. Sisi manusiawi, yaitu sebagai kehidupan bersama, gereja dipimpin oleh manusia atas
kehendak Allah.
[Kis.14:18,26 (baca ayat 15-26); 20:28; 1:23-26; 1Tim.6:11; band. 1Sam.16:6-13]
109. Pert : Bagaimana azas kepemimpinan gereja dilaksanakan?
Jwb : Azas kepemimpinan gereja dilaksanakan dengan pedoman segala sesuatu yang diputuskan
dan dilakukan oleh manusia dalam kepemimpinan gereja itu harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah.
[Rm.14:17,18 (baca ayat 13-18); Ibr.13:17]
110. Pert : Bagaimana pertanggungjawaban kepada Allah itu diwujudkan dan apa tolok ukurnya?
Jwb : Pertanggungjawaban itu diwujudkan dalam keputusan dan tindakan yang didasarkan pada
tiga tolok ukur berjenjang, yaitu Alkitab, pokok-pokok ajaran gereja dan peraturan gereja yang
dibuat berdasarkan Alkitab sesuai dengan yang dirumuskan di dalam ajaran gereja.
[1Kor.14:40; 1Tes.4:1,2; 2Tim.3:16,17; Tit.1:9]
[Mat.28:19; 1 Kor.11:25b,26]
130. Pert : Bagaimana penjelasan bahwa sakramen baptis adalah sarana penyataan dan
pemeliharaan iman?
Jwb : Sakramen baptis merupakan alat pelayanan dengan air sebagai unsur dasar yang
melambangkan dan menunjukkan:
1. Pembasuhan manusia dari dosanya oleh darah Kristus.
2. Pengampunan dosa.
3. Pembenaran atas manusia oleh Allah.
4. Kelahiran baru.
[Kis.22:16, 2:38; Rm.6:1-6; Gal.3:26,27; Why.7:14]
131. Pert : Siapa yang dapat dibaptis?
Jwb : Setiap orang yang mau menerima penyelamatan Allah.
[Mrk.16:16; Kis.2:38]
132. Pert : Apakah itu berarti bahwa yang dibaptis hanya orang dewasa, yaitu yang sudah dapat
menyatakan bahwa ia percaya?
Jwb : Tidak demikian. Anak-anak keluarga kristen wajib dibaptis, sebab mereka juga mempunyai
tempat di dalam perjanjian keselamatan bersama-sama dengan orang tua mereka. Atas didikan
orang tua mereka, pada saat dewasa anak-anak itu wajib menyatakan pengakuan percaya (sidi).
[Kej.17:9-14; Kis.2:38-39; Rm.9:8;Ef.4:13-15; Kol.2:11-12; band. Gal.4:28]
133. Pert : Apakah sakramen baptis itu harus dilaksanakan dengan cara diselamkan ke dalam air
atau dengan dicurahi air?
Jwb : Memang secara harafiah, kata baptisma dalam bahasa Yunani berarti penyelaman. Tetapi
penyelaman itu hanya bentuk, bukan unsur dasariah. Unsur dasariahnya ialah air, yang
melambangkan pembasuhan manusia dari dosanya oleh darah Kristus. Oleh karena itu,
pembaptisan dapat dilaksanakan dengan cara orang diselamkan ke dalam air atau diperciki air.
Yang penting, sakramen baptis dilaksanakan dengan khidmat, takut dan hormat (bahasa Jawa:
ajrih lan pakering). GKJ melaksanakan dengan cara dipercik.
[Im.4:17; Mrk.10:37-40; 1.Ptr.1:2; 1Ptr.3:18-22]
134. Pert : Apa artinya bahwa sakramen baptis dilaksanakan dalam nama Bapa, Anak dan Roh
Kudus?
Jwb : Hal itu berarti sakramen baptis terjadi di dalam pekerjaan penyelamatan Allah.
[Mat.28:19]
135. Pert : Bagaimana pengertian bahwa sakramen perjamuan adalah sarana pemeliharaan iman?
Jwb : Sakramen perjamuan adalah alat pelayanan dengan roti dan anggur sebagai unsur dasarnya.
Roti dan anggur itu melambangkan tubuh dan darah Kristus yang menunjukkan pada keyakinan
bahwa:
1. Penyaliban dan kematian Yesus adalah dasar penyelamatan bagi manusia.
2. Melalui bentuk makan dan minum bersama yang melambangkan kehidupan keluarga Allah.
3. Sakramen perjamuan juga mengacu ke depan, ke perjamuan yang sempurna di sorga.
[Luk.22:19-20 (dan paralelnya); 1Kor.10:16,17; 1Kor.11:24,25; Ef.2:19; band. 1Tim.3:15;
Why.19:17; band. 19:9]
136. Pert : Apa manfaat sakramen perjamuan sebagai sarana pemeliharaan iman?
Jwb : Sebagai sarana pemeliharaan iman sakramen perjamuan mempunyai tiga makna, yaitu :
1. Mengingatkan orang-orang percaya kepada penyaliban dan kematian Kristus.
2. Mengingatkan orang-orang percaya kepada kedudukan mereka sebagai anggota keluarga
Allah.
3. Mengingatkan orang-orang percaya kepada kesempurnaan keselamatan yang dijanjikan oleh
Allah.
137. Pert : Siapa yang diperkenankan mengambil bagian di dalam sakramen perjamuan?
Jwb : Setiap orang yang sudah baptis dewasa, atau sudah mengaku percaya dan tidak sedang
dalam penggembalaan khusus.
[1Kor.10:14-22; 11:23-29]
138. Pert : Apakah orang yang mengambil bagian di dalam sakramen, baik sakramen baptis
maupun sakramen perjamuan, dengan sendirinya diselamatkan atau terpelihara keselamatannya?
Jwb : Sakramen adalah sarana pemeliharaan iman. Oleh sebab itu sakramen bermakna hanya jika
orang yang mengambil bagian dalam sakramen itu sungguh-sungguh beriman dan menyikapi
sakramen itu dengan takut dan hormat.
[1Kor.10:14-22; 11:23-29]
BAB LIMA
ORANG PERCAYA DAN KEHIDUPAN MANUSIA DI DUNIA
139. Pert : Bagaimana seharusnya sikap orang percaya terhadap kehidupan di dunia?
Jwb : Secara asasi sikap orang percaya terhadap kehidupan di dunia didasarkan pada
penyelamatan Allah. Oleh karena itu orang percaya harus hidup bertanggung jawab dan serius
dalam menjalani kehidupan di dunia.
[Kel. 20:9; Luk.18:28-30, dan paralelnya; 1Kor.7:17; 1Tes.4:11; 2Tes.3:10-12; 1Tim.1:15;
Flp.2:7,8; Ibr.2:17; 4:15]
140. Pert : Apa yang dimaksud dengan hidup bertanggung jawab dan serius dalam menjalani
kehidupan di dunia?
Jwb : Artinya bahwa orang percaya menerima dan menjalani kehidupan di dunia dengan empat
sikap dasar, yaitu:
1. Menerima dan menjalani kehidupan di dunia sebagai gelanggang bagi Allah untuk
melaksanakan pekerjaan penyelamatan-Nya.
2. Menerima dan menjalani kehidupan di dunia ini sebagai gelanggang bagi orang percaya untuk
mewujudkan keselamatannya di dalam kehidupan manusiawi yang lumrah, wajar.
3. Menerima dan menjalani kehidupan di dunia ini sebagai gelanggang bagi orang percaya atau
gereja untuk melaksanakan fungsinya di dalam pekerjaan penyelamatan Allah.
4. Tidak menganggap bahwa kehidupan di dunia pada dirinya adalah sumber dosa, sebab sumber
dosa adalah hati manusia, tetapi menyadari bahwa kehidupan di dunia ini adalah gelanggang bagi
manusia melakukan dosa dalam segala macam kejahatannya.
[Kel.6:6,7; 20:2; Mat.24:14; Mrk.7:21-23 dan paralelnya; Mrk.16:15; Luk.24:47,48; Kis.20:28;
Rm.1:18-32; Flp.2:12 (dibaca ayat 12-16); 1Tes.4:11-12; 2Tes.3:10-12;1Tim.1:15]
141. Pert : Apa isi tanggung jawab orang percaya atas kehidupannya di dunia?
Jwb : Secara asasi kehidupan orang percaya di dunia ini mengandung dua tanggung jawab yaitu:
1. Tanggung jawab atas alam,
2. Tanggung jawab atas sesama.
[Kej.1:27-28,29-31; 2:21-24; Im.19:18 dan paralelnya; Mat.25:31-46]
142. Pert : Bagaimana orang percaya mewujudkan tanggung jawab itu?
Jwb : Tanggung jawab itu diwujudkan dengan tabiat dan perilaku kehidupan yang baik dan
benar, yaitu hidup beretika.
[Ef.5:3,4; Kol.1:9,10]
143. Pert : Kehidupan beretika dijalani oleh semua orang. Di mana letak keistimewaan
kehidupan beretika orang percaya sehingga bermakna sebagai cara untuk mewujudkan tanggung
jawabnya dalam menjalani kehidupan di dunia?
Jwb : Kehidupan beretika yang di jalani oleh semua orang bertujuan untuk membuat kehidupan
manusia baik, sesuai dengan martabatnya. Tetapi pada orang percaya kehidupan beretika
memperoleh tambahan makna baru, yaitu sebagai cara untuk mempertanggungjawabkan
kehidupannya di dunia sebagai anak-anak Allah. Jadi bagi orang percaya kehidupan beretika
sebagai rumah kediaman bagi semua makhluk. Oleh karena itu manusia harus menghormati hak
asasi semua makhluk yang lain atas alam.
158. Pert : Karena manusia terpisah-pisahkan oleh kebangsaan, negara dan wilayah, siapakah
yang harus bertanggung jawab?
Jwb : Alam adalah suatu sistem yang canggih dan kaya. Itu berarti kelestarian alam adalah
kelestarian suatu sistem. Oleh karena itu tanggung jawab mengenai kelestarian alam juga tidak
terkotak-kotakkan, tetapi menjadi tanggung jawab umat manusia secara keseluruhan.
Jwb : Di dalam keadaan yang baik, iman dan akal budi semestinya saling menunjang. Apa yang
di dalam kehidupan religius diterima oleh manusia dengan iman, itu ditata secara bernalar
dengan akal budi, sehingga menjadi suatu sistem kepercayaan yang bulat dan bernalar.
Sebaliknya, apa yang diprogramkan oleh manusia dengan akal budinya, untuk kehidupannya
berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya, itu diletakkan di atas suatu dasar yang diterimanya
dengan iman sebagai kebenaran. Dengan demikian terwujudlah kehidupan yang berdasarkan
pada iman. Karena manusia memiliki cedera manusiawi, maka tidak mampu memfungsikan akal
budi dan iman secara saling menunjang. Ada kalanya iman dimutlakkan dan menyisihkan akal
budi, atau sebaliknya. Di dalam kondisi dosa, manusia bergumul dengan pemfungsian akal budi
dan imannya, dalam pergumulan yang tidak pernah selesai. Syukur dalam hal ini kita mempunyai
tumpuan harapan yaitu pertolongan Roh Kudus.
[Mis. Kis.2:42; Rm.6:17 (didakhe = pengajaran yang diberikan kepada mereka yang menerima
karya, mereka yang percaya]
Minggu ke-18, SIKAP TERHADAP SEKULARISME
170. Pert : Apakah sekularisme yang banyak kita dengar sekarang ini berhubungan dengan
ketidakmampuan manusia memfungsikan iman dan akal budi secara saling menunjang?
Jwb : Benar. Sekularisme adalah buah ketidakmampuan manusia.
171. Pert : Apa sebenarnya sekularisme itu?
Jwb : Sekularisme adalah suatu pandangan yang sekaligus sikap hidup yang mengedepankan halhal duniawi. Hal ini merupakan suatu akibat dari perkembangan kehidupan manusia yang lazim
disebut sekularisasi.
172. Pert : Apa sekularisasi itu?
Jwb : Sekularisasi adalah sebuah proses perkembangan kehidupan manusia menuju ke makin
tingginya pengetahuan manusia, baik mengenai dirinya maupun mengenai alam, dengan
konsekuensi makin tinggi penguasaan, pengolahan dan penggunaan alam oleh manusia untuk
menunjang kehidupannya. Pendukung utama sekularisasi itu adalah ilmu pengetahuan, teknologi
dan teknik.
173. Pert : Dalam artinya yang demikian, bukankah sekularisasi itu secara manusiawi wajar
sepenuhnya?
Jwb : Benar. Pada dirinya sekularisasi secara manusiawi adalah wajar, bahkan merupakan suatu
keharusan bagi manusia sebagai mandataris Allah atas alam. Yang tidak wajar adalah akibatnya,
yaitu sekularisme.
[Kej.1:28-30]
174. Pert : Apakah yang disebut sekularisme itu sama dengan atheisme?
Jwb : Di dalam sekularisme memang ada penolakan terhadap Allah, baik sebagai realitas maupun
sebagai penguasa atas alam. Oleh karena itu, kita dapat mengatakan bahwa di dalam sekularisme
ada atheisme. Tetapi kita perlu ingat bahwa tidak semua atheisme berasal dari sekularisme.
175. Pert : Beriringan dengan sekularisme ialah saintisme. Apakah itu?
Jwb : Saintisme adalah pandangan yang sekaligus sikap hidup, yang menempatkan ilmu
pengetahuan (latin: scientia) di atas segala-galanya, sehingga dijadikan dan diyakini sebagai
instansi tertinggi, yang menentukan kebenaran dengan dalilnya, yaitu bahwa yang benar itu
hanya yang dapat dibuktikan secara ilmiah.
176. Pert : Seiring dengan saintisme ialah teknologisme. Apakah itu?
Jwb : Teknologisme ialah pandangan yang sekaligus juga sikap hidup yang mengandalkan
teknologi sedemikian, sehingga mengangkat kemampuan teknologi sebagai yang menentukan
pemecahan masalah-masalah etis, bahkan hal-hal yang menyentuh kemanusiaan manusia.
177. Pert : Kalau demikian halnya, bagaimana seharusnya sikap orang percaya menghadapi
sekularisme, saintisme dan teknologisme?
Jwb : Tanpa jatuh ke dalam sekularisme, saintisme dan teknologisme, orang percaya menerima
dan berada di dalam sekularisasi sambil mewaspadai diri dengan berpegang pada tiga pandangan
dasar, yaitu:
1. Manusia mampu menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan teknik untuk menopang
kehidupannya, itu adalah oleh karena Allah.
2. Sebagai satu-satunya mandataris Allah atas alam, manusia juga satu-satunya makhluk yang
harus bertanggungjawab atas alam. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan, teknologi dan teknik
harus difungsikan dengan benar sehingga dapat membawa manusia untuk menguasai, mengolah,
menggunakan dan memelihara alam demi kesejahteraan umat manusia.
3. Betapapun besarnya peranan ilmu pengetahuan, teknologi dan teknik di dalam dan untuk
kehidupan manusia, namun tidak dapat berfungsi sebagai intansi tertinggi yang menentukan
kebenaran untuk segala bidang kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan, teknologi dan teknik juga
tidak dapat menentukan pemecahan masalah-masalah etis. Justru etika yang menentukan dapat
tidaknya dipertanggungjawabkannya penguasaan, pengembangan dan penggunaan ilmu
pengetahuan, tekonologi dan teknik di dalam kehidupan manusia.
kehidupan bernegara?
Jwb : Dasar kehidupan bernegara adalah pemahaman tentang hakikat dan watak keberadaan
negara di bawah terang Alkitab.
180. Pert : Bagaimana orang percaya memahami hakikat negara?
Jwb : Negara adalah suatu bentuk kehidupan bersama manusia dengan cakupan paling luas dan
dengan kekuasaan paling besar.
181. Pert : Asas-asas apa saja yang perlu dijadikan pedoman oleh orang percaya dalam menjalani
kehidupan bernegara?
Jwb : Ada tiga asas yang perlu dijadikan pedoman oleh orang percaya dalam menjalani
kehidupan bernegara, yaitu:
1. Asas kebutuhan manusia. Negara adalah kebutuhan yang wajar dan bahkan tak terelakkan bagi
manusia modern.
2. Asas anti-totaliterisme. Negara hanyalah salah satu bentuk kehidupan bersama manusia. Oleh
karena itu, negara tidak berhak menguasai bentuk-bentuk kehidupan bersama manusia yang lain.
3. Asas keanekaan kehidupan. Manusia diberi kebebasan oleh Tuhan untuk mewujudkan sendiri
kehidupannya. Oleh sebab itu, kehidupan manusia sangat beraneka, sehingga negara harus
menghormati kekayaan kehidupan manusia.
[Konsekuensi dari keberadaan manusia sebagai mitra keberadaan Allah (Kej.2:18-25); sebagai
yang diciptakan menurut gambar Allah (Kej.1:27,28)]
182. Pert : Bagaimana seharusnya orang percaya memahami ciri khas negara?
Jwb : Ciri khas negara terletak di dalam kehidupannya yang berpusat pada pelaksanaan
kekuasaan, sehingga seluruh rakyat mengakui dan tunduk kepada pelaksanaan kekuasaan itu. Ini
lazim disebut asas kekuasaan negara.
[Rm.13:1-7; Tit.3:1; 1Ptr.2:13,14,17]
183. Pert : Dari manakah asal kekuasaan negara, sehingga orang percaya mengakui dan tunduk
kepada kekuasaan negara?
Jwb : Kekuasaan negara berasal dari rakyat. Ini lazim disebut asas kedaulatan rakyat. Di dalam
kehidupan negara, rakyat menghibahkan kekuasaan kepada negara agar negara dapat
diselenggarakan.
[Konsekuensi dari Kej.1:27,28]
184. Pert : Kekuasaan negara harus diwujudnyatakan agar penyelenggaraan negara dapat
berjalan. Bagaimanakah cara mewujudnyatakan kekuasaan negara?
Jwb : Pada prinsipnya ada dua cara mewujudkan secara konkret kekuasaan negara, yaitu:
1. Menyerahkan kekuasaan negara kepada pribadi.
2. Melembagakan kekuasaan negara menjadi lembaga kekuasaan negara.
[Fenomena kehidupan negarawi; 1Ptr.2:13,14]
185. Pert : Dari antara kedua cara itu, orang percaya seharusnya memilih yang mana?
Jwb : Mengingat begitu besarnya kekuasaan negara, maka sangat berbahaya apabila
menyerahkan kekuasaan negara kepada pribadi. Oleh karena itu, cara yang paling tepat adalah
mewujudkan kekuasaan negara di dalam lembaga kekuasaan negara. Inilah yang lazim disebut
asas lembaga kekuasaan negara.
[Band. Ams.15:22; 11:14; 20:18]
186. Pert : Apa fungsi dasar lembaga kekuasaan negara?
Jwb : Ada tiga fungsi dasar lembaga kekuasaan negara, yaitu:
1. Memegang kekuasaan negara.
2. Menentukan tujuan penggunaan kekuasaan negara.
3. Menentukan siapa yang menjadi pemegang kekuasaan negara.
187. Pert : Bagaimanakah prinsip-prinsip kehidupan bernegara yang diterima oleh orang
percaya?
Jwb : Ada enam prinsip kehidupan bernegara yang diterima oleh orang percaya, yaitu:
1. Prinsip pengawasan. Setiap pemegang kekuasaan negara adalah manusia biasa yang berada
dalam kondisi dosa, sehingga dapat menyalahgunakan kekuasaannya. Oleh karena itu, setiap
pemegang kekuasaan negara membutuhkan pengawasan. [Pkh.3:7-13]
2. Prinsip negara hukum. Karena ada bahaya pemegang kekuasaan negara berlaku sewenangwenang dengan kekuasaan yang dipegangnya, maka setiap penggunaan kekuasaan negara di
dalam penyelenggaraan negara harus dituangkan di dalam hukum. [Band.Ams.21:29]
3. Prinsip negara demi manusia. Alasan adanya negara adalah untuk manusia itu sendiri, tujuan
negara dan pelaksanaan kekuasaan negara adalah manusia itu sendiri. [Rm.13:4a]
4. Prinsip negara kesejahteraan. Adanya negara demi manusia diwujudnyatakan dalam tujuan
negara. Tujuan negara untuk menciptakan kehidupan yang dapat dinikmati oleh semua yang
terlibat di dalamnya sebagai kehidupan yang sejahtera sesuai dengan martabat manusia. Prinsip
negara demi manusia juga disebut prinsip negara kesejahteraan. [Rm.13:4,5; Tit.3:1,8
(perhatikan ayat 8, ophelimo = berguna); 1Ptr.2:14]
5. Prinsip martabat manusia. Allah memperlakukan manusia sesuai dengan martabatnya,
membimbing orang percaya kepada suatu asas bahwa di dalam kehidupan bernegara hormat
terhadap martabat manusia harus menjadi norma etis yang tertinggi. Dengan demikian setiap
kebijakan penyelenggaraan negara dipandang benar bila menghargai martabat manusia. [Kej.9:6;
Mrk.12:31; Kol.3:10; 1Ptr.2:17]
6. Prinsip hak-hak asasi manusia. Untuk melindungi rakyat dari perlakuan tidak adil, maka
negara membuat Undang-undang Hak-hak Asasi Manusia. Dengan Undang-undang tersebut,
baik pemegang kekuasaan negara maupun rakyat mempunyai pegangan yang jelas untuk
menghormati, membela atau mempertahankan hak-hak asasi manusia dalam kehidupan
bernegara.
193. Pert : Bagaimana orang percaya menilai pemerintah yang baik, yang memenuhi fungsinya
dalam tata-reksa Allah?
Jwb : Pemerintah yang baik, yaitu yang mendatangkan kesejahteraan rakyat, menghormati hak
asasi manusia dan memperlakukan rakyat secara adil.
194. Pert : Bagaimana sikap orang percaya terhadap ideologi negara?
Jwb : Orang percaya menerima ideologi negara sebagai sesuatu yang wajar dan berguna. Sebab
manusia diberi kebebasan oleh Tuhan untuk mewujudkan kehidupannya sesuai dengan yang
dicita-citakannya. Setiap bangsa berhak menentukan dan memiliki ideal-ideal dasarnya sendiri
mengenai kehidupan bernegara. Ideal-ideal dasar itu lazim disebut ideologi.
[Konsekuensi aktual dari kebebasan manusia merancang kehidupannya, Kej.2:17]
195. Pert : Bentuk negara, sistem pemerintahan dan ideologi yang bagaimana yang dapat
diterima oleh orang percaya?
Jwb : Orang percaya bersikap terbuka mengenai bentuk negara, sistem pemerintahan dan
ideologi.
196. Pert : Apakah itu berarti bahwa orang percaya dapat menerima bentuk negara, sistem
pemerintahan dan ideologi apapun?
Jwb : Tidak. Orang percaya mempunyai tolok ukur, yaitu apakah bentuk negara, sistem
pemerintahan dan ideologi itu memberi tempat untuk asas-asas yang dapat diterima oleh orang
percaya. Ini lazim disebut asas keterbukaan bersyarat.
197. Pert : Orang percaya dengan serius menjalani kehidupan bernegara. Apakah dasar
pemahaman yang harus dipegang untuk itu?
Jwb : Orang percaya berpegang pada tiga dasar pemahaman, yaitu:
1. Sebagai imam, orang percaya melayani kehidupan bernegara di dalam kebersamaan
(solidaritas) nasional, yaitu tercapainya tujuan negara adalah kepentingan, kewajiban dan
tanggung jawab bersama.
2. Sebagai raja, orang percaya berpartisipasi (ambil bagian) di dalam menentukan kebijakan
penyelenggaraan negara.
3. Sebagai nabi, orang percaya menegur, memperingatkan atau malah menentang segala
ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan penghinaan terhadap martabat manusia.
Itulah yang lazim disebut dasar pemahaman imamat-rajawi-nabiah. Dengan dasar pemahaman
ini orang percaya mempertanggungjawabkan partisipasinya di dalam kehidupan bernegara.
198. Pert : Apakah gereja boleh berolah politik praktis?
Jwb : Tidak. Sebab gereja mempunyai ciri khasnya sendiri, yaitu sebagai suatu kehidupan
bersama agamawi. Gereja mempedulikan kehidupan politik tanpa mempunyai ambisi untuk
memperoleh kekuasaan.
199. Pert : Apa yang harus dilakukan gereja dalam kehidupan bernegara?
Jwb : Ada empat hal, yaitu:
1. Mengikuti dan memahami perkembangan kehidupan politik.
2. Menggembalakan warganya yang berolah politik praktis.
3. Menggembalakan warganya untuk menjadi warga negara yang baik, yang mencerminkan
sikap hidup dan tingkah laku orang percaya.
4. Bila perlu, membuat dan mengeluarkan pernyataan politik berdasarkan asas imamat-rajawinabiah.
200. Pert : Bagaimana hubungan yang tepat antara negara dan agama, sebab rakyat suatu negara
berbeda-beda agamanya?
Jwb : Berdasarkan asas anti-totaliterisme dan asas keanekaan kehidupan, maka hubungan yang
tepat antara negara dan agama adalah hubungan yang didasarkan pada prinsip pemisahan yang
tegas antara negara dan agama. Itulah yang lazim disebut asas negara sekuler.
[Band.Mat.22:21; (baca ayat 15-21) dan paralelnya]
201. Pert : Apa isi asas negara sekuler itu?
Jwb : Isi asas negara sekuler adalah :
1. Negara tidak memasukkan agama ke dalam wilayah kekuasaannya, dan sebaliknya agama
tidak menguasai negara menjadi bawahannya.
2. Negara menghormati agama dengan ciri khasnya sendiri, sehingga tidak ada campur tangan
negara terhadap agama sebagai agama, dan sebaliknya agama menghormati negara dengan ciri
khasnya sendiri, sehingga tidak ada campur tangan agama terhadap penyelenggaraan negara.
3. Hukum negara tidak diangkat dari atau dibuat berdasarkan hukum agama.
4. Tidak ada agama yang diangkat menjadi agama negara, agama satu-satunya yang harus dianut
oleh seluruh rakyat.
5. Negara membantu rakyatnya dalam kehidupan beragama, berdasarkan pandangan bahwa
kehidupan beragama adalah suatu jalan bagi manusia untuk memperoleh kebahagiaan religius,
sedangkan kebahagiaan religius merupakan suatu segi kesejahteraan yang menjadi tujuan negara.
[Asas anti-totaliterisme; Asas keanekaan kehidupan; Perbedaan karakteristik agama dan negara;
Kebebasan merancang kehidupan; Asas negara kesejahteraan (negara demi manusia)]
semua agama. Bila perlu, orang percaya membela hak-hak agama lain yang diperlakukan tidak
adil.
214. Pert : Bagaimana seharusnya sikap orang percaya terhadap kebebasan memilih dan
mengamalkan agama?
Jwb : Berdasarkan kebebasan manusia untuk merencanakan sendiri kehidupannya, sebagaimana
diberikan oleh Sang Khalik kepada manusia, maka sikap orang percaya adalah:
1. Mengakui dan menghormati hak setiap orang untuk menentukan bagi dirinya agama yang
hendak dipilih dan dianutnya.
2. Menghargai kebebasan setiap orang untuk keluar dari agama yang selama ini dianutnya dan
berpindah masuk ke agama yang lain.
[Luk.5:31-32 (baca ayat 27-32); band. Mat.10:14 (baca ayat 5-15) dan paralelnya; Kis.17:32-34]
215. Pert : Apa dasar sikap orang percaya terhadap penganut-penganut agama lain?
Jwb : Orang percaya berpijak pada dua dasar, yaitu:
1. Sifat manusia sebagai makhluk sosial yang menyebabkan manusia senantiasa hidup bersama.
2. Kebebasan setiap orang untuk menentukan agama yang hendak dianutnya.
Dengan bertolak dari dua dasar tersebut di atas, maka orang percaya membuka diri untuk
melakukan dialog dan kerjasama dengan penganut agama lain.
216. Pert : Bagaimana dengan tugas panggilan memberitakan penyelamatan Allah yang di dalam
praktek berarti berhadapan dengan agama lain?
Jwb : Tanpa sedikitpun mengurangi hormat kepada agama lain beserta hak-haknya, orang
percaya tetap memberitakan penyelamatan Allah kepada sesama manusia untuk memberikan
kesempatan kepada sesama itu mendengar dan menjawab penyelamatan Allah. Pemberitaan
penyelamatan Allah adalah demi keselamatan manusia, bukan untuk meniadakan agama lain dan
berjalan di atas prinsip kebebasan, bukan paksaan.
[Rm.10:14-15]
BAB ENAM
BEBERAPA WARISAN ROHANI YANG PENTING
DALAM KEHIDUPAN GEREJA
hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang ditempat
kediamanmu. Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala
isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan
menguduskannya.
5. Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN,
Allah-mu, kepadamu.
6. Jangan membunuh.
7. Jangan berzinah.
8. Jangan mencuri.
9. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.
10. Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki,
atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai
sesamamu.
[Kel.20:2-17; Ul.5:6-21]
218. Pert : Mengapa Sepuluh Hukum TUHAN yang dijadikan pedoman dasar sikap dan tingkah
laku orang percaya?
Jwb : Hal itu didasarkan pada kehendak Allah yang berkenan menggunakan Sepuluh Hukum
TUHAN sebagai pedoman dasar bagi Israel di dalam penyelamatan-Nya. Gereja atau orang
percaya, yang di dalam sejarah penyelamatan Allah merupakan kelanjutan Israel, juga harus
bersikap dan bertingkah laku dengan berpedoman dasar pada Sepuluh Hukum TUHAN.
[Im.26:12,13; 26:14-17]
219. Pert : Di dalam mukadimah Sepuluh Hukum TUHAN, tertulis firman AKUlah TUHAN,
Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan, apa arti
firman itu?
Jwb : Firman itu menyatakan dasar difirmankanNya Sepuluh Hukum Tuhan kepada Israel, yaitu:
1. Siapa TUHAN yang memerintahkan Sepuluh Hukum.
2. Siapa Israel yang harus tunduk kepada Sepuluh Hukum.
3. Mengapa Sepuluh Hukum diperintahkan kepada Israel.
4. Untuk apa Sepuluh Hukum diperintahkan kepada Israel.
220. Pert : Apakah isi dasar yang dinyatakan di dalam mukadimah itu?
Jwb : Isi dasar itu ialah:
1. TUHAN adalah Allah yang mengasihi dan menyelamatkan Israel.
2. Israel adalah umat yang dikasihi dan diselamatkan Allah.
3. Sepuluh Hukum TUHAN adalah tanda perjanjian.
4. Sepuluh Hukum TUHAN menjadi tolok ukur atau norma hidup yang mengajak umat untuk
bersyukur.
[Ul.6:20-25; 4:20; 7:6; 5:1-22; 6:10-19]
dimotivasikan oleh kekudusan umat yang berhubungan dengan kekudusan TUHAN Allah-nya;
Sejajar dengan itu ialah 1Tes.4:2-8. Di dalam Ams.6:27-29,32-35 berzinah dilukiskan sebagai
tindakan bodoh yang merusak diri sendiri band. radikalisme Tuhan Yesus. Mat.1:27-32]
228. Pert : Apakah maksud hukum kedelapan?
Jwb : Maksud hukum kedelapan adalah agar umat Israel menghargai hak milik sesamanya
maupun hak milik sendiri. Pada hakikatnya mencuri adalah mengambil hak milik orang lain
tanpa izin. Oleh karena itu, mencuri adalah tindakan yang membuat kehidupan si pelaku tak
bermartabat gambar Allah dan merampas hak sesamanya.
Prinsip yang sama berlaku juga bagi orang percaya, yaitu menghargai hak milik sesama maupun
hak milik sendiri.
[Pelaksanaan titah kedelapan ini di dalam Kel.22:1-15 dituangkan dalam peraturan untuk
melindungi milik; di dalam 1Kor.6:10 pencuri dikualifikasikan sebagai yang tidak akan
mendapat bagian dalam Kerajaan ALLAH]
229. Pert : Apakah maksud hukum kesembilan?
Jwb : Maksud hukum kesembilan adalah agar manusia bersikap jujur terhadap sesamanya.
Berdusta membuat kehidupan si pelaku tidak bermartabat gambar Allah dan merusakkan
kehidupan bersama.
Prinsip yang sama berlaku juga bagi orang percaya, yaitu agar orang percaya bersikap jujur
terhadap sesamanya.
[Kel.23:1-9 menghubungkan titah ke-9 ini dengan hak-hak manusia, keadilan; dan Im.19:11-16
menghubungkannya dengan kekudusan umat yang berorientas
kekudusan TUHAN; dan Tuhan Yesus memberikan rumusan radikal mengenai titah ini dalam
Mat.5:33-37]
230. Pert : Apakah maksud hukum kesepuluh?
Jwb : Maksud hukum kesepuluh adalah agar umat Israel mengendalikan hatinya untuk
menghindari tindakan dosa yang disebabkan keinginan yang jahat. Tindakan dosa itu berasal dari
hati yang mengingini. Oleh karena itu, umat Israel tidak boleh melampiaskan keinginan hatinya
yang jahat, sehingga memper-ilah keinginan hatinya itu.
Prinsip yang sama berlaku juga bagi orang percaya, yaitu orang percaya harus menjalani
kehidupannya dengan mengendalikan hati untuk tidak mengingini hal-hal yang mendorong
dirinya ke tindakan-tindakan dosa.
[Ams.11:23; Rm.7:8; Dengan tubuh sebagai simbol manusia di dalam kondisi dosa Paulus
mengingatkan orang-orang percaya mengenai dosa mengingini itu, Rm.6:12; 13,14 (baca ayat
12-14); band. Gal.5:17,24; 1Ptr.2:11; 4:2]
Jwb : Hukum itu menuntut orang percaya untuk mengasihi Tuhan dengan keseluruhan
kemanusiaannya, dengan segala kemampuan manusiawi yang dimilikinya.
235. Pert : Apa artinya bahwa ringkasan hukum yang kedua, yang berbunyi : Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, sama dengan hukum yang pertama dan terbesar?
Jwb : Dengan mengatakan bahwa hukum yang kedua sama dengan hukum yang pertama, Tuhan
Yesus hendak menegaskan :
1. Mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia adalah sama pentingnya bagi orang percaya
untuk pedoman dasar tingkah laku hidupnya.
2. Kedua hukum itu saling berhubungan begitu erat, sehingga tak terpisahkan satu dari yang lain.
Tidak mungkin mengasihi Allah tanpa mengasihi sesama manusia, dan sebaliknya.
[Im.19:17,18; 1Yoh.4:19-21]
236. Pert : Siapakah sesama manusia itu?
Jwb : Ada tiga sudut pandang untuk memahami sesama manusia, yaitu:
1. Dari sudut pandang umat Allah, sesama adalah mereka yang menjawab penyelamatan Allah.
2. Dari sudut pandang asas penyelamatan Allah, sesama adalah semua manusia yang pada
dasarnya dikasihi oleh Allah.
3. Dari sudut pandang kehidupan sehari-hari, sesama adalah semua orang, terutama yang
membutuhkan pertolongan.
[Untuk memecahkan masalah batu sandungan, Paulus menggunakan asas kasih kepada sesama
orang percaya Luk.10:25-37; 1Kor.8:1-13; Ef.2:11-22]
237. Pert : Apakah artinya mengasihi sesama seperti diri sendiri?
Jwb : Bagi orang percaya mengasihi sesama seperti diri sendiri adalah menempatkan sesama
berharga di hadapan Allah, seperti dirinya sendiri.
[Kej.1:26,27; Ef.2:1-7; Tit.3:3-7]
238. Pert : Apakah artinya bahwa pada kedua hukum itu tergantung seluruh hukum Taurat dan
kitab para nabi?
Jwb : Artinya seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi berintikan kasih kepada Allah dan kasih
kepada sesama.
[Dalam konteks Ul.6:1-25, perhatikan ayat 4,5; dan dalam konteks Ul.11:8-32, perhatikan ayat
13,22; Rm.13:8-10; Gal.5:14]
Pengakuan Iman Rasuli. Pengakuan Iman Rasuli dipahami dalam bingkai PPA GKJ.
240. Pert : Bagaimana sikap GKJ terhadap Pengakuan Iman Rasuli?
Jwb : GKJ tetap mempertahankan dan menjunjung tinggi Pengakuan Iman Rasuli, dengan dua
alasan dasar, yaitu:
1. Pengakuan Iman Rasuli adalah pengakuan iman yang dilahirkan oleh gereja awal, yang
berintikan pengajaran rasul-rasul mengenai penyelamatan Allah ke atas manusia.
2. Melalui Pengakuan Iman Rasuli, GKJ menempatkan diri bersama dengan gereja-gereja lain
dalam sejarah penyelamatan Allah sejak zaman para rasul.
[Band. 2Ptr.3:2; Yud.17]
241. Pert : Mengapa GKJ menyusun PPA GKJ padahal masih tetap mempertahankan dan
menjunjung tinggi Pengakuan Iman Rasuli?
Jwb : Sebab seiring dengan perkembangan zaman dan pertumbuhan GKJ, GKJ merasa perlu
mengembangkan dan memperkaya serta menerapkan Pengakuan Iman Rasuli di dalam dunianya
pada zamannya dengan kondisinya yang khas.
242. Pert : Apakah dalam mengembangkan, memperkaya dan menerapkan Pengakuan Iman
Rasuli di dalam PPA GKJ dapat dilakukan dengan sebebas-bebasnya?
Jwb : Tidak. Sebab dalam mengembangkan, memperkaya dan menerapkan Pengakuan Iman
Rasuli, GKJ menyusun ajarannya berdasar Alkitab.
243. Pert : Bagaimanakah bunyi rumusan Pengakuan Iman Rasuli?
Jwb : Bunyi rumusan Pengakuan Iman Rasuli adalah sebagai berikut:
1. Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi.
2. Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya yang tunggal, Tuhan kita,
3. yang dikandung dari pada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria,
4. yang menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun
ke dalam kerajaan maut.
5. Pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati,
6. naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa yang Mahakuasa,
7. dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan mati.
8. Aku percaya kepada Roh Kudus;
9. Gereja yang kudus dan am; persekutuan orang kudus;
10. pengampunan dosa;
11. kebangkitan daging,
12. dan hidup yg kekal.
244. Pert : Apa isi Pengakuan Iman Rasuli yang dikembangkan, diperkaya dan diterapkan di
dalam PPA GKJ?
Jwb : Isi Pengakuan Iman Rasuli yang dikembangkan, diperkaya dan diterapkan di dalam PPA
GKJ adalah :
1. Allah menyatakan karya-Nya secara umum sebagai Pencipta segala sesuatu.
2. Allah menyatakan karya penyelamatan-Nya secara khusus dengan bekerja sebagai Bapa, Anak
dan Roh Kudus.
3. Penyelamatan Allah ke atas manusia berdasarkan atas asas pengampunan, yang dilakukan
melalui karya Tuhan Yesus yang meliputi:
a. Kelahiran-Nya menjadi manusia melalui Maria oleh Roh Kudus.
b. Kesengsaraan-Nya di bawah pemerintahan Pontius Pilatus dan kematian-Nya melalui
hukuman salib serta turun-Nya ke dalam kerajaan maut.
c. Kebangkitan-Nya serta kenaikkan-Nya ke sorga.
d. Yesus yang menyelamatkan manusia itu akan datang kembali untuk melaksanakan
penghakiman yang terakhir atas orang yang hidup dan yang mati.
e. Penyelamatan Allah melahirkan gereja yang merupakan persekutuan orang-orang yang
dikuduskan berdasarkan pengampunan Allah karena kematian Tuhan Yesus di kayu salib.
f. Keselamatan yang diterima oleh orang percaya akan mencapai penyempunaannya dalam
persekutuan yang sempurna dengan Allah, yang disebut hidup kekal, yang di dalamnya mereka
memperoleh tubuh yang baru.
[Kel.2:13,14; Mat.1:18-25; 16:18 (baca ayat 13-20); 16:27; 19:29 dan paralelnya; 25:31-33 (baca
ayat 31-46); Luk.23:24,25; 33:44-46; 52-54; 24:4-7; 50-52; Yoh.1:1-5; 15:26 (baca ayat 18-27);
Kis.8:32-35 (band. Yes.53:7,8); Kis.20:28; Rm.8:1-4; 9-11; 1Kor.8:6; 1Kor.15:12-34; 35-58;
Ef.2:11-22; Kol.1:15-20; 2Tes.1:6-10; 2Tim 4:1; Ibr.1:2,3; 1Ptr.4:5]
245. Pert : Bagaimana GKJ menggunakan Pengakuan Iman Rasuli di dalam kehidupannya?
Jwb : GKJ menggunakan Pengakuan Iman Rasuli dengan dua cara, yaitu:
1. Memasukkan Pengakuan Iman Rasuli ke dalam PPA GKJ.
2. Memberi tempat bagi Pengakuan Iman Rasuli di dalam liturgi ibadat sebagai suatu unsur
ibadat yang diucapkan bersama-sama oleh seluruh peserta ibadat.
246. Pert : Mengapa Pengakuan Iman Rasuli perlu diucapkan bersama-sama oleh jemaat?
Jwb : Pengucapan Pengakuan Iman Rasuli bersama-sama oleh jemaat dimaksudkan agar jemaat
mengalami dua hal, yaitu:
1. Jemaat menyegarkan kembali apa yang mereka imani mengenai penyelamatan Allah.
2. Jemaat menghayati persekutuan dengan gereja-gereja di sepanjang sejarah penyelamatan
Allah.
248. Pert : Apakah doa Kristen pada hakikatnya sama dengan doa di dalam agama-agama yang
lain?
Jwb : Doa Kristen pada hakikatnya sama dengan doa di dalam agama-agama lain, namun ada
keistimewaannya. Keistimewaan doa Kristen terletak di dalam hal bahwa doa Kristen merupakan
cara untuk mengungkapkan dan menghayati hubungan manusia dengan Allah berdasarkan
penyelamatan Allah yang dilaksanakan oleh Tuhan Yesus Kristus. Itulah sebabnya doa orang
Kristen dipanjatkan di dalam nama Tuhan Yesus Kristus.
[Yoh.14:13,14; 15:16; 16:23,24,26,27; band.1Yoh.5:14,15]
249. Pert : Apa artinya bahwa doa Kristen dilakukan berdasar penyelamatan Allah?
Jwb : Artinya:
1. Doa Kristen ditujukan kepada Allah yang mengasihi dan menyelamatkan manusia.
2. Doa Kristen tidak didasarkan pada kesucian ataupun kesalehan manusia, tetapi didasarkan
pada pemulihan hubungan dengan Allah berdasarkan penyelamatan Allah yang dilaksanakan
oleh Kristus Yesus.
3. Di dalam doa Kristen orang percaya dibantu juga oleh Allah dengan bekerjanya Roh Kudus
yang mengajari bagaimana ia harus berdoa, bahkan Roh Kudus pun berdoa untuk orang percaya.
[Luk.18:9-14; Yoh.14:5-9; Kol.1:13-15; band.doa Daud dalam Mzm.51; Rm.8:26-27]
250. Pert : Apakah doa Kristen merupakan sesuatu yang dilakukan secara pribadi ataukah secara
bersama-sama?
Jwb : Ada doa pribadi dan ada pula doa bersama, tergantung pada kebutuhan. Walaupun doa
pribadi, doa Kristen harus selalu mengingat sesama. Itu berarti bahwa doa Kristen harus selalu
mengandung unsur syafaat di dalamnya. Dengan demikian pada hakikatnya doa Kristen tidak
berwatak mementingkan diri sendiri.
[Mat.6:6; Kis.1:14; 2:42; 1Tim.2:1-2]
251. Pert : Apa sebenarnya tujuan doa Kristen itu?
Jwb : Doa Kristen bertujuan :
1. Menyatakan sembah kepada Allah dengan mengakui kemahakuasaan serta kemuliaan namaNya;
2. Menghayati penyertaan Allah di dalam kehidupannya.
3. Menyatakan syukur atas segala yang telah diterima dan dialami di dalam kehidupannya yang
disertai oleh Allah.
4. Memohon pertolongan Allah untuk campur tangan di dalam kehidupannya.
[Mzm.141:2; Dan 6:11; Flp.4:6; 2Tim.1:3; 1Ptr.3:12]
252. Pert : Apa manfaat doa Kristen bagi orang percaya?
Jwb : Ada tiga manfaat utama yang dapat dinikmati oleh orang percaya melalui doanya, yaitu:
1. Hidup dan keselamatannya terpelihara.
1]) Diterbitkan sebagai buku, Cetakan I tahun 1997, Cetakan II tahun 1998.
2]) Terjemahan bahasa Jawa dari Katekhismus Heidelberg tahun 1563, yang melalui gereja
induk di Nederland (=Gereformeerde Kerken in Nederland) diterima sebagai warisan pokokpokok kepercayaan Kristen.
[
3]) Band. PPA GKJ, 1998, hal.3.
[
4]) y.i. Pengakuan Iman Belanda (Confessio Belgica) susunan Guido de Bres (1561) dan
Keputusan-keputusan Sinode Dordrecht 1618 (Lima Pasal Melawan Remonstran), ketiga
[
[
[
[
[
dokumen itu sering disebut: Tiga Pasal Keesaan, Band. Dr. H. Berkhof & Dr. I.H.Enklaar,
Sedjarah Geredja, Djakarta: Badan Penerbit Kristen, h.191.
[
5]) Dapat ditelusuri mulai dari Akta Sinode 1969, 1971, 1975, 1976, 1978, 1981.
[
6]) Akta Sinode XVI GKJ, 1981, Art. 47, ayat 2: Menugaskan Dr. Harun Hadiwijono untuk
menyusun buku katekisasi baru yang isinya juga memperhatikan konteks Indonesia/Jawa pada
masa kini.
[
7]) Kita diingatkan kepada peran Zakharias Ursinus dan Caspar Olevianus dalam penyusunan
Katechismus Heidelberg dan Guido de Bres dalam penyusunan Confessio Belgica.
[
8]) Band. PPA GKJ, h. 3,4.
[
9]) Band. PPA GKJ, h. 126.
[
10]) Band. PPA GKJ 1996, kulit belakang.
[
11]) Baca uraian di pokok yang berikut.
[
12]) Guru besar filsafat di Universitas-universitas Negeri di Groningen dan Leiden serta Vrije
Universiteit di Amsterdam, Negeri Belanda.
[
13]) C.A. van Peursen, Strategi Kebudayaan, , Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976, h. 18.
[
14]) Ibid., 18, 21.
[
15]) Ibid., 18, 56 br.
[
16]) Ibid., 18, 21, 63, 65, 89.
[
17]) Ibid., 18, 87, 91,92.
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[