Klasifikasi Dan Tipologi Rawa Lebak

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3

NAMA : JAJANG NURZAMAN

NIM
: 05121407004
Klasifikasi dan Tipologi Rawa Lebak
Berdasarkan ketinggian tempat rawa lebak dapat dibagi menjadi dua tipologi, yaitu
(1) rawa lebak dataran tinggi dan (2) rawa lebak dataran rendah. Rawa lebak dataran
tinggi/pegunungan banyak ditemukan di Sumatra dan Jawa, sedangkan rawa lebak dataran
rendah (lowland) sebagian besar tersebar di Kalimantan.
Berdasarkan ketinggian dan lamanya genangan, lahan rawa lebak dapat dibagi dalam
tiga tipologi, yaitu (1) Lebak dangkal, (2) Lebak tengahan, dan (3) Lebak dalam. Batasan dan
klasifikasi lahan rawa lebak menurut tinggi dan lamanya genangan adalah sebagai berikut.
Lebak dangkal : wilayah yang mempunyai tinggi genangan 25-50 cm dengan lama
genangan minimal 3 bulan dalam setahun. Wilayahnya mempunyai hidrotopografi nisbi lebih
tinggi dan merupakan wilayah paling dekat dengan tanggul.
Lebak tengahan : wilayah yang mempunyai tinggi genangan 50-100 cm dengan lama
genangan minimal 3-6 bulan dalam setahun. Wilayahnya mempunyai hidrotopografi lebih
rendah daripada lebak dangkal dan merupakan wilayah antara lebak dangkal dengan lebak
dalam.
Lebak dalam : wilayah yang mempunyai tinggi genangan > 100 cm dengan lama genangan
minimal > 6 bulan dalam setahun. Wilayahnya mempunyai hidrotopografi paling rendah.
Sementara petani umumnya di Hulu Sungai, Kalimantan Selatan membagi rawa
lebak dengan sebutan watun (lahan rawa lebak = Bahasa Banjar), yaitu watun I, II, III, dan
IV. Batasan dan klasifikasi watun didasarkan menurut hidrotopografi dan waktu tanam padi
adalah sebagai berikut.
Watun I
: wilayah sepanjang 200-300 depa menjorok masuk dari tanggul (1 depa = 1,7
meter). Hidrotopografinya nisbi paling tinggi.
Watun II
: wilayah sepanjang 200-300 depa (= 510 m) menjorok masuk dari batas akhir
watun I. Hidrotopografinya lebih rendah daripada watun I.
Watun III
: wilayah sepanjang 200-300 depa (= 510 m) menjorok masuk dari batas akhir
watun II. Hidrotopografinya lebih rendah daripada watun II.
Watun IV
: wilayah yang lebih dalam menjorok masuk dari batas akhir watun III.
Hidrotopografinya nisbi paling rendah. Watun I, II, III, dan IV masing-masing identik
dengan istilah lebak dangkal, lebak tengahan, lebak dalam, dan lebak sangat dalam atau
lebung. Berdasarkan ada atau tidaknya pengaruh sungai, rawa lebak dibagi dalam tiga
tipologi, yaitu (1) lebak sungai, (2) lebak terkurung, dan (3) lebak setengah terkurung.
Batasan dan klasifikasi lebak menurut ada atau tidaknya pengaruh sungai adalah sebagai
berikut.
:
Lebak sungai
: lebak yang sangat nyata mendapat pengaruh dari sungai sehingga
tinggi rendahnya genangan sangat ditentukan oleh muka air sungai.
Lebak terkurung
: lebak yang tinggi rendahnya genangan ditentukan oleh bear kecilnya
curah hujan dan rembesan air (seepage) dari sekitarnya.
Lebak setengah
: lebak yang tinggi rendahnya genangan ditentukan terkurung oleh
besar kecilnya hujan, rembesan, dan juga sungai di sekitarnya.

Tipologi Rawa Pasang Surut


Pengelolaan air memegang peranan sangat penting. Pengelolaan air dilakukan dengan memp
rhatikan kedalaman gambut,tingkat pelapukan gambut, lapisan bawah gambut (substratum),
ada tidaknya bahan pengkayaan,dan tipe luapan pasang surut. Untuk menanggulangi,
mengurangi, dan menghilangkan kemasaman serta untuk meningkatkan hasil komoditas yang
dibudidayakan di lahan sulfat masam, pengelolaan air didasarkan pada tipologi lahan pasang
surut dan tipe luapan. Tipologilahan sulfat masam potensial dengan tipe luapan A, tipologi
lahan sulfat masam aktual dengantipe luapan B, C, D.
Berdasarkan kemampuan arus pasang mencapai daratan, maka tipe luapan pada
lahanrawa pasang surut dibedakan menjadi 4 macam tipe luapan yaitu :
Tipe A : Lahan yang selalu terluapi air pasang, baik pada saat pasang maksimum (spring tide)
maupun pasang minimum (neap tide).
Tipe B : Lahan yang terluapi air pasang pada saat pasang besar.
Tipe C : Lahan yang tidak pernah terluapi air pasang, tetapi air pasang berpengaruh
pada air tanah dan kedalaman muka air tanah kurang dari 50 cm.
Tipe D : Lahan yang tidak pernah terluapi air pasang, tetapi air pasang berpengaruh
pada air tanah dan kedalaman muka air tanah lebih dari 50 cm.
Klasifikasi tipe luapan ini didasarkan pada pasang maksimum dan minimum pada saat musim
hujan. Untuk musim kemarau,kemampuan arus pasang mencapai daratan berkurang, sehingga
perlu perancangan teknik pengelolaan air harus disesuaikan.
Akibat padi terkena cekaman terendam
Kandungan lengas tanah di atas kapasitas lapangan
Menimbulkan dampak yang buruk terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
Dampak genangan: menurunkan pertukaran gas antara tanah dan udara yang
mengakibatkan menurunnya ketersediaan O2 bagi akar, menghambat pasokan O2 bagi akar
dan mikroorganisme (mendorong udara keluar dari pori tanah maupun menghambat laju
difusi)
Pada kondisi genangan, < 10% volume pori yang berisi udara
Sebagian besar tanaman pertumbuhan akarnya terhambat bila < 10% volume pori yang
berisi udara dan laju difusi O2 kurang dari 0.2 ug/cm2/menit
Kondisi anoksia tercapai pada jangka waktu 6 8 jam setelah genangan, karena
O2 terdesak oleh air dan sisa O2 dimanfaatkan oleh mikroorganisme
Pada kondisi tergenang, kandungan O2 yang tersisa di tanah lebih cepat habis bila ada
tanaman
Laju difusi O2 di tanah basah 20000 kali lebih lambat dibandingkan di udara
Laju penurunan O2 dipengaruhi oleh tekstur tanah
Pada tanah pasiran, kehabisan O2 terjadi pada 3 hari setelah tergenang sedangkan pada
tanah lempungan terjadi < 1 hari, porositas lempungan lebih rendah daripada pasiran
Penurunan O2 dipercepat oleh keberadaan tanaman di lahan, akar tanaman menyerap
untuk respirasi

Akar tanaman legum berbintil memerlukan O2 enam kali lebih banyak dibandingkan yang
dibuang bintilnya (30 : 4.3 ul O2/g/menit)
Genangan selain menimbulkan penurunan difusi O2 masuk ke pori juga akan menghambat
difusi gas lainnya, misal keluarnya CO2 dari pori tanah. CO2 terakumulasi di pori, pada
tanah yang baru saja tergenang 50% gas terlarut adalah CO2, sebagian tanaman tidak
mampu menahan keadaan tersebut
Genangan mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah
Struktur tanah rusak, daya rekat agregat lemah, penurunan potensial redoks, peningkatan
pH tanah masam, penurunan pH tanah basa, perubahan daya hantar dan kekuatan ion,
perubahan keseimbangan hara
Tanaman yang tergenang menunjukkan gejala klorosis khas kahat N
Kekahatan N terjadi karena penurunan ketersediaan N maupun penurunan penyerapannya
Pada kondisi tergenang ketersediaan N dalam bentuk nitrat sangat rendah karena proses
denitrifikasi, nitrat diubah menjadi N2, NO, N2O, atau NO2 yang menguap ke udara
Pada proses denitrifikasi, nitrat digunakan oleh bakteri aerob sebagai penerima elektron
dalam proses respirasi
Genangan berdampak negatif terhadap ketersediaan N, tetapi ada pula keuntungan dari
timbulnya genangan yaitu peningkatan ketersediaan P, K, Ca, Si, Fe, S, Mo, Ni, Zn, Pb,
Co
Genangan berpengaruh terhadap proses fisiologis dan biokimiawi antara lain respirasi,
permeabilitas akar, penyerapan air dan hara, penyematan N
Genangan menyebabkan kematian akar di kedalaman tertentu dan hal ini akan memacu
pembentukan akar adventif pada bagian di dekat permukaan tanah pada tanaman yang
tahan genangan
Kematian akar menjadi penyebab kekahatan N dan cekaman kekeringan fisiologis
Fungsi bintil akar terganggu karena terhambatnya aktifitas enzim nitrogenase dan pigmen
leghaemoglobin, kemampuan fiksasi N2 akan menurun
Pengaruh genangan pada tajuk tanaman: penurunan pertumbuhan, klorosis, pemacuan
penuaan, epinasti, pengguguran daun, pembentukan lentisel, penurunan akumulasi bahan
kering, pembentukan aerenkim di batang.
Genangan pada fase perkecambahan menurunkan jumlah biji yang berkecambah
(perkecambahan sangat memerlukan O2)
Genangan yang terjadi pada fase pembungaan dan pengisian menyebabkan banyak bunga
dan buah muda gugur

Anda mungkin juga menyukai