Portofolio Kasus Etik

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Portofolio Kasus Etik

No. ID dan Nama Peserta

: dr. Lili Hasanah

Nama Wahana

: RSUD Pariaman

Topik

: Kasus Etik

Tanggal (kasus)

: 23 oktober 2014

Nama

: dr X

Tanggal Presentasi

: 27 November 2014

Nama Pendamping

: dr.Yulfi Aneta

Tempat Presentasi

: Ruang Komite Medik RSUD Kota Pariaman

Objektif Presentasi

: Keilmuan
Diagnostik

Bahan Bahasan

: Kasus

Cara Membahas

: diskusi

Borang Portofolio Kasus Medis


No. ID dan Nama Peserta
dr. Lili Hasanah
No. ID dan Nama Wahana
RSUD Pariaman
Topik
Kasus Etik
Tanggal (kasus)
23 oktober 2014
Nama Pasien
Dr X
No. RM
Tanggal Presentasi
27 november 2014
Pendamping
dr. Yulfi Aneta
Tempat Presentasi
Ruang Komite Medik RSUD Kota Pariaman
Objektif Presentasi
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi
Dokter X melakukan pelanggaran etik dan Disiplin Kedokteran
Tujuan
Mengetahui jenis pelanggaran etik dan disiplin kedokteran beserta sanksinya
Tinjauan
Bahan Bahasan
Riset
Kasus
Audit
Pustaka

Presentasi
dan
Cara Membahas Diskusi
E-mail
Pos
Diskusi
Data Pasien
Dr X
No. Registrasi :
Nama RS : RSUD Pariaman
Telp :
Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
Seorang dokter X di bidang A menjawab konsultasi tentang seorang pasien dari dokter Y di bidang B tanpa melihat
dan memeriksa pasien yang dikonsulkan oleh dokter Y terlebih dahulu.
Daftar Pustaka :
1. Adam K, Hadad T, Rafly A, dkk. 2007. Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang Baik di Indonesia. Jakarta:
Konsil Kedokteran Indonesia
2. Hanafiah, Jusuf, dkk. 1999. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, edisi 3. Jakarta: EGC
3. http://astaqauliyah.com/2006/12/04. Etika kedokteran indonesia dan penanganan pelanggaran etika di Indonesia
Hasil Pembelajaran :
1. Mengetahui dan memahami kode etik kedokteran Indonesia.
2. Mengetahui sanksi pelanggaran kode etik kedokteran Indonesia.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1.Kasus
Seorang dokter X di bidang A menjawab konsultasi tentang seorang pasien dari dokter Y di

bidang B tanpa melihat dan memeriksa pasien yang dikonsulkan oleh dokter Y terlebih
dahulu.
2.Pembahasan Kasus
Tindakan yang dilakukan dokter X melanggar KODEKI pasal 7 dimana dinyatakan
seorang dokter hanya memberikan surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya & dan melanggar pedoman penegakan disiplin profesi kedokteran point ke 18
dimana membuat keterangan medis yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang
diketahuinya secara benar dan patut. Pada kasus, dokter X tanpa memeriksa pasien yang
dikonsulkan langsung menjawab konsultasi dari dokter Y, seharusnya dokter X memeriksa
terlebih dahulu pasien tersebut.
Kasus yang terjadi pada dokter X tidak hanya kasus etik tetapi juga kasus disiplin
profesi. Seandainya kasus dokter X hanya kasus etik, dokter X hanya mendapat sanksi moral.
Untuk kasus disiplin profesi, apabila terjadi pengaduan, dokter X dapat diproses oleh majelis
kehormatan disiplin kedokteran Indonesia (MKDKI) dan apabila dinyatakan bersalah dapat
dijatuhi sanksi. Sanksi yang dapat diberikan jika dokter X dinayatakan bersalah :
1. Pemberian peringatan tertulis.
2. Rekomendasi pencabutan STR/SIP. Pencabutan dapat dilakukan minimal 1 tahun,
maksimal selama-lamanya.
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di Institusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi. Dapat berupa pendidikan formal, atau berupa pelatihan atau
magang di Institusi pendidikan kedokteran minimal 3 bulan atau maksimal 1 tahun.

KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA


PENDAHULUAN
Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam bentuk
Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa

pada waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk
sumpah dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah
sumpah Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan
kewajiban-kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi
dokter.
World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menghasilkan
sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran
Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap
sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat
dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional.
Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsipprinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat
keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu
keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam
perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman
bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman
dalam melakukan penelitian di bidang medis.
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan
memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter, seperti
autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak
membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence (melakukan
tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang
memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme (pengabdian
profesi).
Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral
kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan
memberikan lebih ke arah materi dan pelatihan dalam membuat keputusan etik, memberikan
banyak latihan, dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu
(clinical ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan
dari pembuatan keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik
belum tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan

para seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.


IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan
etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga
MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain itu,
di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di
dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan di
tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit
(Makersi).
Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar hanya akan
membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat
dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat
seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten) dan
pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam
rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.
Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu
kedokteran, disusunlah Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik Kedokteran Indonesia yang
terbaru ditetapkan dari hasil Mukernas Etik Kedokteran III tahun 2001 sebagai pedoman etik
bagi dokter dalam menjalankan profesi kedokteran.

Kode Etik Kedokteran Indonesia diuraikan dalam pasal-pasal berikut :


KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar

profesi yang tertinggi


Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu
yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat
menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknik dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang dan
penghormatan atas martabat manusia
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter
atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi makhluk insani
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat

dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh, baik fisik maupun
psikososial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya
serta masyarakat, harus saling menghormati
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya
untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini jika ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, maka atas persetujuan pasien ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang
mempunyai kehlian dalam bidang tersebut
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan
dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya terhadap seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT


Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawatnya, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI


Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/kesehatan
Untuk menetapkan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Kedokteran, dibutuhkan pedoman
penegakan disiplin profesi kedokteran. Konsil Kedokteran Indonesia telah menetapkan pedoman
tersebut pada tahun 2006. Pada pedoman penegakan disiplin profesi kedokteran, yang
merupakan bentuk pelanggaran disiplin kedokteran adalah :
1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.
2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki kompetensi
sesuai.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki
kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki kompetesi
dan kewenangan yang sesuai, atau tidak melakukan pemberitahuan perihal penggantian
tersebut.
5. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental
sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien.
6. Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak
melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya,
tanpa alasan pembenar atau pemaaf yang sah sehingga dapat membahayakan pasien.
7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
pasien.
8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai kepada pasien atau
keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.
9. Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga
dekat atau wali atau pengampunya.
10. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik, sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi.
11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai
dengan ketentuan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan etika
profesi.

12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan sendiri
dan atau keluarganya.
13. Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan atau keterampilan atau
teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara praktik kedokteran yang layak.
14. Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan menggunakan manusia sebagai
subjek penelitian, tanpa memperoleh persetujuan etik dari lembaga yang diakui
pemerintah.
15. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak
membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya.
16. Menolak atau menghentikan tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang
layak dan sah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika
profesi.
17. Membuka rahasia kedokteran, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
atau etika profesi.
18. Membuat keterangan medic yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang
diketahuinya secara benar dan patut. Berkaitan dengan KODEKI pasal 7.
19. Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan atau eksekusi hukuman
mati.
20. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, NAPZA, yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan atau etika profesi.
21. Melakukan pelecehan sexual, tindakan intimidasi, atau tindakan kekerasan kepada pasien
di tempat praktik.
22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya.
23. Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan atau
memberikan resep obat/alat kesehatan.
24. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan yang
dimiliki, baik lisan ataupun tulisan yang tidak benar/menyesatkan.
25. Ketergantungan pada narkotika, NAPZA, alcohol, serta zat adiktif lainnya.
26. Berpraktik dengan meggunakan STR/SIP yang tidak sah.
27. Ketidak jujuran dalam menentukan jasa medik.
28. Tidak memberikan informasi, dokumen, dan alat bukti lainnya yang diperlukan MKDKI
untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.
Sanksi terhadap disiplin tersebut ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 69 ayat 3, yaitu :
4. Pemberian peringatan tertulis.

5. Rekomendasi pencabutan STR/SIP. Pencabutan dapat dilakukan minimal 1 tahun,


maksimal selama-lamanya.
6. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di Institusi pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi. Dapat berupa pendidikan formal, atau berupa pelatihan atau magang di
Institusi pendidikan kedokteran minimal 3 bulan atau maksimal 1 tahun.

Anda mungkin juga menyukai