Etika Dan Disiplin Profesi Kedokteran Upaya Pencegahan Fraud
Etika Dan Disiplin Profesi Kedokteran Upaya Pencegahan Fraud
Etika Dan Disiplin Profesi Kedokteran Upaya Pencegahan Fraud
Upcoding
Cloning (menjiplak klaim
dari pasien lain)
Klaim palsu (phantom
billing)
Penggelembungan tagihan
obat/alkes
Pemecahan episode
pelayanan
Rujukan semu
Tagihan berulang
Tidak melakukan visitasi yg
seharusnya
Menyimpang terhadap
standar
Admisi berulang
PROFESI KEDOKTERAN
SUMPAH HIPOKRATES :
LARANGAN-LARANGAN
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN
(Hindari perbuatan amoral / non standar)
UTAMAKAN
KEBEBASAN PROFESI
RAHASIA KEDOKTERAN
ETIKA KEDOKTERAN
NORMA
DALAM PRAKTEK KEDOKTERAN
ATURAN PENERAPAN
KEILMUAN
KEDOKTERAN
DISIPLIN
ATURAN PENERAPAN
ETIKA
KEDOKTERAN(KODEKI)
ETIKA
HUKUM
ATURAN HUKUM
KEDOKTERAN
Praktek kedokteran
Aspek etik seringkali tidak dapat
dipisahkan dari aspek hukum oleh
karena banyaknya norma etik
yang telah diangkat menjadi
norma hukum
Sebaliknya norma hukum yang
mengandung nilai-nilai etika
IMPLIKASI HUKUM-ETIK
PIDANA
PERDATA
DISIPLIN
ETIK
PERSIDANGAN TUNTUTAN
DOKTER
Pelanggaran etik
: MKEK
: Pengadilan
Tuntutan perdata
: Pengadilan
PS 68
MAJELIS2 TSB
MAMPU ANALISIS
KASUS ETIKOLEGAL?
dr
PN Pidana
TKM-KB/ DPM
BAWAS RS
TIM ANTI
FRAUD
MKDKI
Merasa dirugikan
Ps 29 UU KES:
MEDIASI DULU
Ps 66 (3)
TETAP BERLAKU
PN Perdata
PS 55
Peradilan
Adverse event =
Pers
malpractice
BPSK-Kesehatan
DIR RS : PS 80
PIDANA
Estetik klien
= KONSUMEN
Contoh kasus
Dr T SpB (Yogya) operasi fraktur femur di RS swasta
B, 2 kali & gagal, biaya Rp.15 juta (1995).
Pasien bedah tulang di RS RC Solo, 1 kali dan berhasil.
Pasien tuntut balik biaya operasi ke RS B
RS B & T mengembalikan Rp. 12 juta.
MKEK Yogya : peringatan SpB bukan SpBO
Dr B (Bali) di RSUD N memindah pasien ke tempat
praktek pribadi (via calo), biaya lebih mahal,
namun tindakan medik tetap dilakukan di RSUD N.
Diadukan Direktur RSUD N
MKEK Bali : peringatan lisan setelah B berjanji tak
mengulangi lagi
Etikolegal
Membuat peraturan baru berbasis etika (oleh
penguasa/pejabat sah masa kini utk kepentingan
masa depan), krn peraturan lama sdh tak memadai
akibat perkembangan iptek, masyarakat dunia/lokal,
kapital, dll
Bila telah disahkan : menjadi medikolegal masa
depan
MKEK
Majelis yang ada pada organisasi profesi
(IDI)
Bekerja menyelesaikan permasalahan
etika pd anggota IDI
KODEKI
Memberikan laporan kepada ketua IDI
AUTONOMY :
menghormati hak pasien dalam memutuskan
NON MALEFICENCE :
tidak memperburuk keadaan pasien
JUSTICE :
tidak mendiskriminasikan pasien, apapun
dasarnya
MKEK
PUSAT
IDI
(eksekutif)
MKDKI PROP
MAKERSI
KREDENSIAL RS
DEWAN ETIK IDI
Ketua
Keanggotaan
Organisasi
MKEK
Div.Pembinaan Etika
Profesi
Majelis Pemeriksa
Div.Kemahkamahan
Fatwa Etik
Sidang
& Putusan
Selidik,saring
& Monitor
Sanksi/rehab.
Badan
Badan
Advokasi
Advokasi
IDI
IDI
ALUR KOMPENDIUM MKEK
BHP2A
Saran
Penyelesaian
ADR
MEDIASI dll
KODEKI
LARANGAN :
Pelaksanaan profesi
ditujukan untuk
memperoleh keuntungan
pribadi
Melakukan upaya
diagnostik,pengobatan,tind
akan medis tanpa indikasi
Menerima imbalan jasa
untuk merujuk/mengirim
pasien
Dapat menerima bantuan
sponsor utk temu ilmiah
(pendaftaran, akomodasi,
tranportasi sewajarnya)
Prinsip : mengeluarkan/ttd
surat keterangan harus
memeriksa pasien
Dokter
harus
bersikap
jujur,mengingatkan sejawatnya
jika memiliki kekurangan dlm
menangani pasien
Dokter harus menghormati hak
pasien,sejawat,
tenaga
kesehatan lain
Harus ada informed consent
sblm tindakan
Setiap dokter tidak boleh
mengambil alih pasien dari
teman sejawat, kecuali dengan
Patofisiologi Malpraktek
KausaMedik
Penyimpangan Etik
Deprofesionalisme/Dr
Bermasalah
Konflik Etikolegal
Kurang kompetensi
Rutinitas/Kurang
Menyentuh
PEMBELAAN (BHP2A)
Etik, maka IDI wajib mengarahkan dan
menyerahkan ke MKEK, dan BHP2A wajib
melakukan pendampingan dan pembelaan
sesuai dengan AD / ART IDI, memenuhi
syarat dan ketentuan anggota IDI.
Disiplin, maka IDI wajib melaporkan ke
MKDKI, dan BHP2A wajib melakukan
pendampingan dan pembelaan anggota
terlapor/teradu, memenuhi syarat dan
ketentuan anggota IDI.
DISIPLIN
Disiplin Profesional Dokter dan
Dokter
Gigi
adalah
ketaatan
terhadap aturan aturan dan/atau
ketentuan
penerapan
keilmuan
dalam
pelaksanaan
praktik
kedokteran.
(Perkonsil no 4/2011)
Perkonsil no 4/2011
Pasal 3
(1) Setiap Dokter dan Dokter Gigi
dilarang melakukan pelanggaran Disiplin
Profesional Dokter dan Dokter Gigi
(2) Pelanggaran Disiplin Profesional
Dokter dan Dokter Gigi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 28
bentuk
Bentuk-bentuk pelanggaran
disiplin (Perkonsil no 4/2011)
melakukan Praktik Kedokteran dengan tidak kompeten;
tidak merujuk pasien kepada Dokter atau Dokter Gigi
lain yang memiliki kompetensi yang sesuai;
mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan
tertentu yang tidak memiliki kompetensi untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut;
tidak melakukan tindakan/asuhan medis yang
memadai pada situasi tertentu yang dapat
membahayakan pasien
menyediakan Dokter atau Dokter gigi pengganti
sementara yang tidak memiliki kompetensi dan
kewenangan yang sesuai atau tidak melakukan
pemberitahuan perihal penggantian tersebut
Bentuk-bentuk pelanggaran
disiplin (Perkonsil no 4/2011)
menjalankan Praktik Kedokteran dalam kondisi tingkat
kesehatan fisik ataupun mental sedemikian rupa sehingga
tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien
melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan pasien
tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai
(adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam
melakukan Praktik Kedokteran;
melakukan tindakan/asuhan medis tanpa memperoleh
persetujuan dari pasien atau keluarga dekat, wali, atau
pengampunya;
melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan
kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
Bentuk-bentuk pelanggaran
disiplin (Perkonsil no 4/2011)
Bentuk-bentuk pelanggaran
disiplin (Perkonsil no 4/2011)
menerima imbalan sebagai hasil dari
merujuk, meminta pemeriksaan, atau
memberikan resep obatlalat kesehatan;
mengiklankan
kemampuan/pelayanan
atau kelebihan kemampuan pelayanan
yang dimiliki baik lisan ataupun tulisan
yang tidak benar atau menyesatkan;
adiksi pada narkotika, psikotropika,
alkohol, dan zat adiktif lainnya;
Bentuk-bentuk pelanggaran
disiplin (Perkonsil no 4/2011)
berpraktik dengan menggunakan surat tanda
registrasi, surat izin praktik, dan/atau
sertifikat kompetensi yang tidak sah atau
berpraktik tanpa memiliki surat izin praktik
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
tidak jujur dalam menentukan jasa medis;
tidak memberikan informasi, dokumen, dan alat
bukti lainnya yang diperlukan MKDKI untuk
pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran
Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi;
KKI
bertanggung jawab kepada mentri
menerbitkan mencabut STR
menyelidiki dan menangani masalah yang
berkaitan dengan pelanggaran disiplin profesi
menetapkan dan memberikan sanksi disiplin
profesi
Sanksi pidana
Pasal 84
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan
kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima
Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun.
(2) Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap
Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Lex spesialis KUHP pasal 359 & 360
Litigasi vs Non-Litigasi
(2015)
PENYELESAIAN KASUS
18%
82%
Litigasi
Non Litigasi
the
problem,
put
the
4.2.6.2
PENYELENGGARAA
N KOMITE MEDIK
RUMAH SAKIT
Dasar Peraturan
PERMENKES NOMOR
755/MENKES/PER/IV/2011
Komite Medik
Komite Medik
Komite
Medik
Sekretaris
Subkomite
Subkomite
kredensial
Subkomite mutu
profesi
Subkomite etika
dan disiplin
profesi
SUBKOMITE KREDENSIAL
Tujuan umum
Melindungi keselamatan pasien dan memastikan staf
medis kredibel
Tujuan khusus
1.Mendapatkan staf medis profesional dan akuntabel
2.Tersusunnya jenis jenis kewenangan klinis bagi setiap
staf medis
sesuai dengan cabang dan ditetapkan oleh kolegium
3.Dasar direktur RS menerbitkan penugasan klinis
(clinical apointment)
4.Terjaganya reputasi dan kredibilitas staf medis dan RS di
hadapan pasien, pemangku kepentingan(stakeholder)
KREDENSIAL
Tugas Kredensial Komite Medik
penyusunan dan pengkompilasian daftar kewenangan
klinis
penyelenggaraan pemeriksaan dan pengkajian
kompetensi, kesehatan fisik dan mental, perilaku, etika
profesi
evaluasi data pendidikan profesional
kedokteran/kedokteran gigi berkelanjutan
wawancara terhadap pemohon kewenangan klinis
penilaian dan pemutusan kewenangan klinis yang adekuat
pelaporan hasil penilaian kredensial dan menyampaikan
rekomendasi kewenangan klinis kepada komite medik
melakukan proses rekredensial pada saat berakhirnya
masa berlaku surat penugasan klinis dan adanya
permintaan dari komite medik
rekomendasi kewenangan klinis dan penerbitan
surat penugasan klinis
Melakukan
tugas dan
fungsinya
Komite
medik
dibantu
oleh panitia
adhoc
Ditetapkan
oleh
kepala/direkt
ur rumah
sakit yang
berasal dari
staf medis
Komite
medik
bertanggung
jawab
kepada
kepala/direkt
ur rumah
sakit
Membuat
laporan
tahunan dan
laporan
berkala
tentang
kegiatan
keprofesian
4.2.6.
3
MALPRAKTEK MEDIK
dan KELALAIAN
MEDIK
Praktek kedokteran
Suatu peradaban manusia
Pada masyarakat purba, peran
penyembuh (DOKTER) dirangkap oleh
pemangku adat (dukun)
Hubungan sangat paternalistik: pasien
percaya sepenuhnya pada penyembuh
Praktek kedokteran
Praktek penuh resiko
Hasil akhir dipengaruhi banyak hal:
pasien, kondisi terakhir, dokter, obat,
lingkungan
Dokter tak bisa menjamin hasil
Hasil pengobatan: sembuh, tak ada
perbaikan, cacat, meninggal
PENINGKATAN TUNTUTAN
DUGAAN MALPRAKTEK MEDIS
Meningkatnya pendidikan dan kesadaran
atas hak
Meningkatnya penghargaan atas hasil
tindakan medis
Komersialisasi pelayanan kesehatan
Meningktnya biayan pelayanan
Promosi ahli hukum dan UUPK
DAMPAK
Pengawasan praktek kedokteran
Tekanan psikologis tenaga kesehatan
Kedokteran defensif ( sangat berhati
hati )
Diagnostik dan tindakan berlebihan
Asuransi profesi
Biaya pelayanan tinggi
Pengertian malpraktek
medis
Teori utama : Kelalain medik
Pelanggaran atas kewajiban dokter untuk
bertindak layak dan hati hati pada
keadaan tertentu, mengakibatkan
cedera/kerugian yang telah dapat
diperkirakan sebelumnya
Malpraktek medis
Malpraktek
Malpraktek
Malpraktek
Malpraktek
etik
perdata ( Malpraktek)
pidana
administratif (?)
w.m.a (1992)
Medical
Malpractice
involves
the
phycisians failure to conform
the
standard of care for treatment of the
patient condition, or lack of skills, or
negligence in providing care to the
patient, which is the direct cause of an
injury to the patient
Tindakan medik,
pelanggaran pidana
Malpraktek Pidana
Disebut tindakan pidana, bukan
malpraktek
Pelaku : orang/ badan hukum
Penyelesaian ; pengadilan
Hukuman : penjara, denda, sita
Malpraktek perdata
Disebut : malpraktek
Pelaku ; orang/badan hukum
Tanggung jawab: sendiri/bersama
Penyelesaian : pengadilan, damai
Hukuman : ganti rugi, rehabilitasi
Dasar gugatan
Kelalaian medik
Tindakan medik tanpa persetujuan
Pelanggaran janji ( wanprestasi)
Prestasi dokter ( upaya)
Inspanningsverbintennis
Malpraktek medis
Dokter tidak melaksanakan kewajiban
(wanprestasi)
Dokter melakukan kelalaian: tidak hatihati, tidak peduli, tidak tahu, tidak acuh
Dokter melakukan kesalahan/kekeliruan
Dokter melanggar hak pasien
Dokter melakukan perbuatan melawan
hukum
Malpraktek medis
Praktek medis yang buruk
Menyimpang dari standar profesi medis:
standar rata-rata dari kelompok yang
sama dalam hal:
Pengetahuan (knowledge)
Ketrampilan (skill)
Kemampuan memutuskan (judgement)
Principle of liability
Setiap dokter harus memiliki
pengetahuan, ketrampilan dan
kemampuan memutuskan sesuai dengan
rata-rata sejawatnya dengan keahlian
yang sama
Pembuktian malpraktek
Pembuktian tidak langsung: 4 D
Duty: ada kewajiban
Dereliction (breach) of duty: pelanggaran
kewajiban
Damage: terjadi kerugian
Direct causation: ada hubungan sebab
akibat
kelalaian
Tidak melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan; atau melakukan
sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan
oleh orang se-kualifikasi pada situasi dan
kondisi yang identik
Kelalain biasanya tidak dituntut pidana
atau secara hukum, kecuali :
Dilakukan oleh orang yang seharusnya
bekerja hati hati
Mengakibatkan kerugian pada orang lain
Pelanggaran etika
Dokter melanggar etika kedokteran
(KODEKI)
Pengaduan ke MKEK IDI sidang profesi
Sanksi: profesi peringatan, dididik
ulang, dikeluarkan dari IDI
Tak ada kaitan langsung dengan
pelanggaran hukum
Pelanggaran administrasi
Praktek tanpa izin
Praktek dengan izin yang kadaluarsa
Praktek tidak sesuai izin atau keahlian
Pengaduan ke Depkes
Sanksi: terhadap individu dan Badan
Hukum pembekuan atau pencabutan
izin praktek
Pelanggaran disiplin
(UU Praktek Kedokteran)
Yaitu
pelanggaran
dalam
penegakan aturan-aturan dan atau
ketentuan-ketentuan
penerapan
keilmuan
dalam
pelaksanaan
pelayanan yang harus diikuti oleh
dokter dan dokter gigi
Pengaduan ke Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia
Transaksi terapeutik
perjanjian antara dokter dengan pasien
Pencegahan Malpraktek
Inggris, 2001 : Good
Medical Practice,
Professional competence
AS, 2002 : Charter on
Medical Professionalism
Penutup
Dokter potensial untuk berbuat salah
malpraktek tidak selamanya dapat dicegah
Cacat atau meninggal potensial untuk
digugat
Gugatan umumnya karena tidak puas atas
cara perlakuan, jarang akibat apa yang
mereka
dapat/tidak
dapatkan
dalam
pelayanan
Lingkup kesalahan umumnya pada basic
care, bukan karena pelayanan yang canggih
VISUM ET
REPERTUM
PENDAHULUAN
KETERANGAN AHLI
PASAL 1 BUTIR 28 KUHAP:
Keterangan Ahli adalah keterangan yang
diberikan seorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan
untuk membuat terang suatu perkara
pidana guna kepentingan pemeriksaan
KETERANGAN AHLI
PASAL 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta
pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian
khusus.
VISUM ET REPERTUM
DASAR PENGADAAN V et R KORBAN
PASAL 133 KUHAP
(1)Dalam hal penyidik untuk kepentingan
peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya
PASAL 133KUHAP
(2)Permintaan keterangan ahli
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam
surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah
mayat
VISUM ET REPERTUM
PenjelasanPASAL 133 KUHAP
(2)Keterangan yang diberikan oleh ahli
kedokteran kehakiman disebut
keterangan ahli, sedangkan keterangan
yang diberikan oleh dokter bukan ahli
kedokteran disebut keterangan.
PENGERTIAN V et R
Keterangan tertulis yang dibuat oleh
dokter berisi fakta dan pendapat
berdasarkan keahlian/keilmuan,tentang
hasil pemeriksaan medis terhadap
manusia atau bagian dan tubuh
manusia,baik hidup mati,yang dibuat atas
permintaan tertulis(resmi) dari penyidik
yang berwenang(hakim) yang dibuat atas
sumpah untuk kepentinganperadilan
UNSUR V et R
Untuk Peradilan
Keterangan tertulis
Oleh dokter
Permintaan resmi
Penyidik yang berwenang
Pemeriksaan medis terhadap manusia
Berdasarkan keahlian
Berdasarkan sumpah
KEWAJIBAN DOKTER
PASAL 216 KUHP
(1)Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah
atau permintaan yang dilakukan menurut undangundang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu,
atau olehpejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula
yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa
tindak pidana;demikian pula barangsiapa dengan
sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam
denganpidana penjara paling lama empat bulan dua
mingguatau denda paling banyak sembilan ribu rupiah
KEWAJIBAN DOKTER
PEJABAT PEMINTA V et R
Tindak Pidana terhadap kesehatan dan Jiwa
manusia termasuk Tindak Pidana
Umum(Pasal133 KUHAP : PENYIDIK)
PASAL 6 KUHAP:
(1) PENYIDIKadalah:
PEJABAT POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
PEJABAT PNS TERTENTU YG DIBERI WEWENANG
KHUSUS OLEH UNDANG-UNDANG
PEJABAT PEMINTA V et R
PASAL 11 KUHAP:
Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti
tersebut dalam pasal7(1), kecuali mengenai
penahanan yang wajib diberikan dengan
pelimpahan wewenang dari penyidik yang
berwenang
Yang BerwenangmemintaV et R :
Penyidik dan Penyidik PembantuPOLRI (dan
PolisiMiliter)
Kecuali:
Kasus Pelanggaran Ham berat
(UU Peradilan HAM)
KEPANGKATAN
PASAL 2 PP No 27 TAHUN 1983
(2) Penyidik adalah :
a.Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat
Pembantu Letnan Dua polisi (Ajun Inspektur Dua)
b.Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang
sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur
MudaTingkat I (golonganIIb) atau yang
disamakan dengan itu.
KEPANGKATAN
KEPANGKATAN
PERAN V et R
Pengganti barang bukti
PASAL 184 KUHAP:
Alat bukti yang sah adalah :
(a) Keterangan saksi,
(b) Keterangan ahli,
(c) Surat,
(d) Petunjuk,
(e) Keterangan terdakwa
JENIS V et R
V et R Psikiatri(Kejiwaan)
V et R Fisik(Ragawi)
1. V et R Jenazah
2. V et R Korban Hidup
a. V et R perlukaan/kecederaan
b. V et R keracunan
c. V et R kejahatan seksual
V et R psikiatrik
Dibuat dalam rangka mengevaluasi
keadaan kejiwaan/kesehatan mental
seorang tersangka/tertuduh
Evaluasi dilakukan oleh dokter
spesialis psikiatri melalui observasi
yang meliputi jangka waktu tertentu
V et R jenazah
Menentukan sebab mati korban
tindak pidana melalui autopsi
forensik
Kadangkala memerlukan
pemeriksaan tambahan/laboratorium
Bila permintaan pemeriksaan dari
penyidik tidak berupa permintaan
autopsi, sebab mati korban TIDAK
DAPAT DITENTUKAN
ANATOMI V et R
1. Pro Justitia
2. Pendahuluan
3. Pemberitaan
4. Kesimpulan
5. Penutup
Pro Justitia
Untuk kepentingan peradilan
Dinyatakan resmi
Tidak memerlukan materai
Pendahuluan
Tidak diberi judul, berisi:
Instansi peminta V et R (No. danTgl)
Identitas dokter pemeriksa
Instansi dokter pemeriksa
Tempat dan waktu pemeriksaan
Identitas yang diperiksa(Sesuai SPV)
Pemberitaan
HasilPemeriksaan
A. Korbanmeninggal
Pemeriksaan Luar
Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan Laboratorium
Pemberitaan
B.Korbanhidup
Hasilpemeriksaan
-Fisik
-Laboratorium
Tindakan dan perawatan
Keadaan akhir korban
Kesimpulan
Unsur-unsur
Petunjuk identitas korban
Jenis perlukaan atau kecederaan
Jenis penyebab kekerasan
Kualifikasi Luka
Sebab kematian
Kesimpulan
VeR jenazah
Identitas, jenis luka, jenis kekerasan,
Sebab mati, Mekanisme Kematian
Hubungan antara kekerasan dengan
sebab kematian
Perkiraan saat kematian(tempus delicti)
Kesimpulan
VeR korban hidup
Identitas
Jenis luka
Jenis kekerasan
Derajat luka
Penutup
Bentuk Visum et
Repertum
Pembukaan
Pendahuluan
Pemberitaan
Kesimpulan
Penutup
Bagian PEMBUKAAN
berisikan kata-kata
PRO JUSTITIA
UNTUK MENANDAKAN BAHWA
DOKUMEN INI ADALAH KHUSUS
DIBUAT UNTUK KEPENTINGAN
PERADILAN
Bagian PENDAHULUAN
Memuat identitas
Dokter pemeriksa
Institusi tempat dokter bertugas
Tanggal dan Tempat
pemeriksaan
Institusi Peminta pemeriksaan
Objek (korban) pemeriksaan,
sesuai uraian identitas dalam
Surat Permintaan Pemeriksaan
dari Penyidik
Bagian PEMBERITAAN
MEMUAT HASIL PEMERIKSAAN MEDIK
TENTANG KELAINAN YANG BERKAITAN
DENGAN PERKARA, DIURAIKAN
SECARA RINCI DAN OBJEKTIF
Bagian KESIMPULAN
MEMUAT KESIMPULAN DOKTER
PEMERIKSA (BERDASARKAN
KEILMUANNYA) TENTANG TEMUANNYA
PADA PEMERIKSAAN.
SELALU KAITKAN DENGAN PASAL
YANG TERDAPAT DALAM KUHP
FormatVisum et Repertum
Bagian PENUTUP
MEMUAT PENEGASAN BAHWA VISUM ET
REPERTUM INI DIBUAT DENGAN
SEJUJUR-JUJURNYA BERDASARKAN
KEILMUAN YANG DIMILIKI OLEH DOKTER
TERSEBUT DI BAWAH SUMPAH, SESUAI
KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN
YANG BERLAKU
PEMBUKAAN
PENDAHULUAN
PEMBERITAAN
KESIMPULAN
PENUTUP
CONTOH
VISUM ET
REPERTUM