Etika Dan Disiplin Profesi Kedokteran Upaya Pencegahan Fraud

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 141

4.2.6.

ETIKA DAN DISIPLIN


PROFESI KEDOKTERAN
UPAYA PENCEGAHAN FRAUD
RIKA SUSANTI

Fraud Permenkes no 36 tahun


2015
Peserta JKN
Petugas BPJS
Pemberi pelayanan kesehatan
Penyedia obat/alat kesehatan

Untuk mendapat keuntungan

Fraud permenkes no 36 2015


(FKTL)

Upcoding
Cloning (menjiplak klaim
dari pasien lain)
Klaim palsu (phantom
billing)
Penggelembungan tagihan
obat/alkes
Pemecahan episode
pelayanan
Rujukan semu
Tagihan berulang
Tidak melakukan visitasi yg
seharusnya
Menyimpang terhadap
standar

Memperpanjang masa perawatan

Admisi berulang

Meminta cost sharing

Rujukan untuk memperoleh keuntungan

Tidak melakukan prosedur yg seharusnya

Membatalkan tindakan yg wajib dilakukan

Menambah panjang waktu penggunaan


ventilator

Melakukan hal yang tidak perlu

permenkes no 36/ 2015


Pasal 10
Untuk menghindari fraud di FKTP
semua SDM bekerja sesuai etika,
standar
profesi
dan
standar
pelayanan

PROFESI KEDOKTERAN
SUMPAH HIPOKRATES :
LARANGAN-LARANGAN
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN
(Hindari perbuatan amoral / non standar)

UTAMAKAN
KEBEBASAN PROFESI
RAHASIA KEDOKTERAN
ETIKA KEDOKTERAN

NORMA
DALAM PRAKTEK KEDOKTERAN
ATURAN PENERAPAN
KEILMUAN
KEDOKTERAN

DISIPLIN

ATURAN PENERAPAN
ETIKA
KEDOKTERAN(KODEKI)

ETIKA

HUKUM

ATURAN HUKUM
KEDOKTERAN

Praktek kedokteran
Aspek etik seringkali tidak dapat
dipisahkan dari aspek hukum oleh
karena banyaknya norma etik
yang telah diangkat menjadi
norma hukum
Sebaliknya norma hukum yang
mengandung nilai-nilai etika

IMPLIKASI HUKUM-ETIK

PIDANA
PERDATA
DISIPLIN
ETIK

PERSIDANGAN TUNTUTAN
DOKTER
Pelanggaran etik

: MKEK

Pelanggaran disiplin : MKDI


Tuntutan pidana

: Pengadilan

Tuntutan perdata

: Pengadilan

Terpisah dan berjalan sendiri sendiri


Seseorang yang telah diputus melanggar etik
oleh MKEK belum tentu dinyatakan bersalah
oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya.

pasal 66 ayat 3 UU No. 29 Tahun


2004 tentang Praktik Kedokteran
Pengaduan dan keputusan MKDKI
tidak menghilangkan hak setiap
orang untuk melaporkan adanya
dugaan tindak pidana kepada pihak
yang
berwenang
dan/atau
menggugat kerugian perdata ke
pengadilan

Risiko DR Diadili/diperiksa ERA JKN


MKEK
Komite Etik/Medik
RS setempat
sisa langgar etis MKDKI
MAKERSI

PS 68

MAJELIS2 TSB
MAMPU ANALISIS
KASUS ETIKOLEGAL?

dr

PN Pidana

TKM-KB/ DPM
BAWAS RS
TIM ANTI
FRAUD

MKDKI

Merasa dirugikan

Ps 29 UU KES:
MEDIASI DULU

Ps 66 (3)
TETAP BERLAKU

PN Perdata

PS 55

Peradilan
Adverse event =
Pers
malpractice

BPSK-Kesehatan

DIR RS : PS 80
PIDANA

Prof. Agus Purwadianto,

Estetik klien
= KONSUMEN

DOKTER DAN PASIEN


(terutama diatur oleh Hk Perdata)
HUBUNGAN FIDUCIARY (BERDASAR NILAI-NILAI
KEUTAMAAN : Etika dan Sumpah Dokter)
SELAIN HUBUNGAN FIDUCIARY, TERJADI PULA
HUBUNGAN HUKUM DI ANTARA KEDUANYA :
IUS DELICTUM (AKIBAT PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN)
IUS CONTRACTUM (AKIBAT HUBUNGAN
KONTRAKTUAL - inspanningsverbintennis)
TIMBUL HAK & KEWAJIBAN BAGI DOKTER DAN BAGI
PASIEN (dibahas dalam Hk Kedokteran)

Kasus etikolegal era JKN


No justice
Hilang kebebasan profesi dokter
Pelanggaran hak pasien ( hak informasi,
waktu singkat??)
Cendrung upcoding
Mengabaikan kompetensi dan
kemampuan

Contoh kasus
Dr T SpB (Yogya) operasi fraktur femur di RS swasta
B, 2 kali & gagal, biaya Rp.15 juta (1995).
Pasien bedah tulang di RS RC Solo, 1 kali dan berhasil.
Pasien tuntut balik biaya operasi ke RS B
RS B & T mengembalikan Rp. 12 juta.
MKEK Yogya : peringatan SpB bukan SpBO
Dr B (Bali) di RSUD N memindah pasien ke tempat
praktek pribadi (via calo), biaya lebih mahal,
namun tindakan medik tetap dilakukan di RSUD N.
Diadukan Direktur RSUD N
MKEK Bali : peringatan lisan setelah B berjanji tak
mengulangi lagi

Contoh empirik kasus etik


Ungkap rahasia pasien di koran
Pemeriksaan & tindik tak perlu
Praktek tak sesuai dengan spesialisasinya
Memakai terapi/obat alternatif
Mencela sejawat di depan pasien
Dokter promosi di koran
Dokter sebagai figur iklan (termasuk layanan masyarakat)
Menerima komisi pabrik obat (banyak dokter)
DU berpraktek DSp
SKM sakit 1 bulan pada tersangka
Tarif mahal
SKM asuransi tanpa memeriksa pasien

Contoh kasus aduan non


etik
Dokter menabrak mati orang
Ngemplang kredit bank
Berebut saham RS dan jabatan (Dinkes)
Selingkuh, gugat cerai
Anak dokter menghamili pembantu
Tanya ijin klinik 24 jam yg beri SKM sakit
Dokter palsu
Pilih Lab.klinik untuk SKM non fit pada calon
TKI

Etiko-medikolegal itu komplementer


Medikolegal/legal
Menggunakan peraturan yg sudah ada (dibuat oleh
penguasa/pejabat sah masa lalu) sbg payung
hukum

Etikolegal
Membuat peraturan baru berbasis etika (oleh
penguasa/pejabat sah masa kini utk kepentingan
masa depan), krn peraturan lama sdh tak memadai
akibat perkembangan iptek, masyarakat dunia/lokal,
kapital, dll
Bila telah disahkan : menjadi medikolegal masa
depan

MKEK
Majelis yang ada pada organisasi profesi
(IDI)
Bekerja menyelesaikan permasalahan
etika pd anggota IDI
KODEKI
Memberikan laporan kepada ketua IDI

PRINSIP ETIKA KEDOKTERAN


BENEFICENCE :
mengutamakan kepentingan pasien

AUTONOMY :
menghormati hak pasien dalam memutuskan

NON MALEFICENCE :
tidak memperburuk keadaan pasien

JUSTICE :
tidak mendiskriminasikan pasien, apapun
dasarnya

MKEK
PUSAT

IDI
(eksekutif)

MKDKI PROP
MAKERSI
KREDENSIAL RS
DEWAN ETIK IDI

Ketua

Keanggotaan
Organisasi

MKEK

Div.Pembinaan Etika
Profesi

Majelis Pemeriksa
Div.Kemahkamahan

Fatwa Etik

Sidang
& Putusan

Etikoprudensi KOMPILASI KASUS

Selidik,saring
& Monitor
Sanksi/rehab.
Badan
Badan
Advokasi
Advokasi
IDI
IDI
ALUR KOMPENDIUM MKEK

BHP2A

Saran
Penyelesaian
ADR
MEDIASI dll

Pelanggaran Etika Kedokteran


Sanksi = moral administratif
- teguran
- penghentian tugas/kewenangan
tertentu
untuk sementara
- pengalihan tugas
- re-edukasi
- pencabutan ijin praktik

KODEKI
LARANGAN :
Pelaksanaan profesi
ditujukan untuk
memperoleh keuntungan
pribadi
Melakukan upaya
diagnostik,pengobatan,tind
akan medis tanpa indikasi
Menerima imbalan jasa
untuk merujuk/mengirim
pasien
Dapat menerima bantuan
sponsor utk temu ilmiah
(pendaftaran, akomodasi,
tranportasi sewajarnya)

Prinsip : mengeluarkan/ttd
surat keterangan harus
memeriksa pasien
Dokter
harus
bersikap
jujur,mengingatkan sejawatnya
jika memiliki kekurangan dlm
menangani pasien
Dokter harus menghormati hak
pasien,sejawat,
tenaga
kesehatan lain
Harus ada informed consent
sblm tindakan
Setiap dokter tidak boleh
mengambil alih pasien dari
teman sejawat, kecuali dengan

Patofisiologi Malpraktek
KausaMedik
Penyimpangan Etik
Deprofesionalisme/Dr
Bermasalah
Konflik Etikolegal
Kurang kompetensi
Rutinitas/Kurang
Menyentuh

PEMBELAAN (BHP2A)
Etik, maka IDI wajib mengarahkan dan
menyerahkan ke MKEK, dan BHP2A wajib
melakukan pendampingan dan pembelaan
sesuai dengan AD / ART IDI, memenuhi
syarat dan ketentuan anggota IDI.
Disiplin, maka IDI wajib melaporkan ke
MKDKI, dan BHP2A wajib melakukan
pendampingan dan pembelaan anggota
terlapor/teradu, memenuhi syarat dan
ketentuan anggota IDI.

PENDISIPLINAN DOKTER DAN DOKTER GIGI DALAM


UUPK
(NORMA FORMIL DISIPLIN)

MKDKI adalah lembaga yang berwenang


untuk menentukan ada tidaknya kesalahan
yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam
penerapan disiplin ilmu kedokteran dan
kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi.

DISIPLIN
Disiplin Profesional Dokter dan
Dokter
Gigi
adalah
ketaatan
terhadap aturan aturan dan/atau
ketentuan
penerapan
keilmuan
dalam
pelaksanaan
praktik
kedokteran.
(Perkonsil no 4/2011)

Hasil Pemeriksaan Majelis


Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia
( Pasal 68 UU No. 29 Th 2004 )

Apabila dalam pemeriksaan ditemukan


pelanggaran etika, Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia
meneruskan pengaduan pada organisasi
profesi .

Perkonsil no 4/2011
Pasal 3
(1) Setiap Dokter dan Dokter Gigi
dilarang melakukan pelanggaran Disiplin
Profesional Dokter dan Dokter Gigi
(2) Pelanggaran Disiplin Profesional
Dokter dan Dokter Gigi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 28
bentuk

Bentuk-bentuk pelanggaran
disiplin (Perkonsil no 4/2011)
melakukan Praktik Kedokteran dengan tidak kompeten;
tidak merujuk pasien kepada Dokter atau Dokter Gigi
lain yang memiliki kompetensi yang sesuai;
mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan
tertentu yang tidak memiliki kompetensi untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut;
tidak melakukan tindakan/asuhan medis yang
memadai pada situasi tertentu yang dapat
membahayakan pasien
menyediakan Dokter atau Dokter gigi pengganti
sementara yang tidak memiliki kompetensi dan
kewenangan yang sesuai atau tidak melakukan
pemberitahuan perihal penggantian tersebut

Bentuk-bentuk pelanggaran
disiplin (Perkonsil no 4/2011)
menjalankan Praktik Kedokteran dalam kondisi tingkat
kesehatan fisik ataupun mental sedemikian rupa sehingga
tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien
melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan pasien
tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai
(adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam
melakukan Praktik Kedokteran;
melakukan tindakan/asuhan medis tanpa memperoleh
persetujuan dari pasien atau keluarga dekat, wali, atau
pengampunya;
melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan
kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;

Bentuk-bentuk pelanggaran disiplin


(Perkonsil no 4/2011)
melakukan
perbuatan
yang
dapat
mengakhiri
kehidupan pasien atas permintaan sendiri atau
keluarganya;
menjalankan Praktik Kedokteran dengan menerapkan
pengetahuan,keterampilan, atau teknologi yang belum
diterima atau di luar tata cara Praktik Kedokteran yang
layak;
melakukan penelitian dalam Praktik Kedokteran
dengan menggunakan manusia sebagai subjek
penelitian tanpa memperoleh persetujuan etik (ethical
clearance) dari lembaga yang diakui pemerintah;
tidak membuat atau tidak menyimpan rekam medis
dengan sengaja;

Bentuk-bentuk pelanggaran disiplin


(Perkonsil no 4/2011)
tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, padahal tidak membahayakan
dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang
bertugas dan mampu melakukannya;
menolak atau menghentikan tindakan/asuhan medis
atau tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa
alasan yang layak dan sah sesuai dengan ketentuan
etika profesi atau peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
membuka rahasia kedokteran;
membuat keterangan medis yang tidak didasarkan
kepada hasil pemeriksaan yang diketahuinya secara
benar dan patut;

Bentuk-bentuk pelanggaran
disiplin (Perkonsil no 4/2011)

turut serta dalam perbuatan yang termasuk


tindakan penyiksaan (torture) atau eksekusi
hukuman mati;
meresepkan atau memberikan obat golongan
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
yang tidak sesuai dengan ketentuan etika profesi
atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi,
atau tindakan kekerasan terhadap pasien dalam
penyelenggaraan Praktik Kedokteran;
menggunakan gelar akademik atau sebutan
profesi yang bukan haknya;

Bentuk-bentuk pelanggaran
disiplin (Perkonsil no 4/2011)
menerima imbalan sebagai hasil dari
merujuk, meminta pemeriksaan, atau
memberikan resep obatlalat kesehatan;
mengiklankan
kemampuan/pelayanan
atau kelebihan kemampuan pelayanan
yang dimiliki baik lisan ataupun tulisan
yang tidak benar atau menyesatkan;
adiksi pada narkotika, psikotropika,
alkohol, dan zat adiktif lainnya;

Bentuk-bentuk pelanggaran
disiplin (Perkonsil no 4/2011)
berpraktik dengan menggunakan surat tanda
registrasi, surat izin praktik, dan/atau
sertifikat kompetensi yang tidak sah atau
berpraktik tanpa memiliki surat izin praktik
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
tidak jujur dalam menentukan jasa medis;
tidak memberikan informasi, dokumen, dan alat
bukti lainnya yang diperlukan MKDKI untuk
pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran
Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi;

UU NO 36 TH 2014 Tentang tenaga kesehatan

KKI
bertanggung jawab kepada mentri
menerbitkan mencabut STR
menyelidiki dan menangani masalah yang
berkaitan dengan pelanggaran disiplin profesi
menetapkan dan memberikan sanksi disiplin
profesi

UU NO 36 TH 2014 Tentang tenaga kesehatan

Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan


dapat memberikan sanksi disiplin berupa:
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan STR atau SIP;
dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau
pelatihan di institusi pendidikan kesehatan.

UU NO 36 TH 2014 Tentang tenaga kesehatan


Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik
wajib:
Memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan
Profesi, Standar Prosedur Operasional, dan etika
profesi serta kebutuhan kesehatan Penerima
Pelayanan Kesehatan;
Setiap tindakan pelayanan kesehatan
perseorangan yang dilakukan oleh Tenaga
Kesehatan harus mendapat persetujuan (lihat
manual PTKed KKI th 2006 utk format),
permenkes 290/2008 tentang PTKed

Sanksi pidana
Pasal 84
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan
kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima
Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun.
(2) Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap
Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Lex spesialis KUHP pasal 359 & 360

Praktek tanpa STR/SIP


Pasal 85
(1)Setiap Tenaga Kesehatan yang dengan sengaja menjalankan praktik tanpa
memiliki STR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dipidana
dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
(2)(2) Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja
memberikan pelayanan kesehatan tanpa memiliki STR Sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dipidana dengan pidana
denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 86
(3)Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik tanpa memiliki izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dipidana dengan pidana
denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(4)(2) Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja
memberikan pelayanan kesehatan tanpa memiliki SIP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) .

Litigasi vs Non-Litigasi
(2015)
PENYELESAIAN KASUS

cara penyelesaian kasus non litigasi

non litigasi without payment; 28; 27%

18%
82%
Litigasi

Non Litigasi

non litigasi with payment; 75; 73%

NASEHAT etikolegal bagi anggota


PROFESI
Perform & write complete examination
Tell all the known risks, side effects &
complications, no matter how rare (informed
consent)
Tell frankly your qualifications
When called about
patientss need first

the

problem,

put

the

Do unto others as you would have them do unto


you

Melindungi diri dari fraud


Mengabdi sesuai perannya
Memiliki Kompetensi meningkatkan kemapuan
diri
Disiplin dalam menjalankan profesi
Patuh pd Etika, Hukum dan Sumpah
Bekerja sesuai clinical privilege dan standar
pelayanan
Menghormati hak-hak pasien (HAM)

JIKA MENEMUI MASALAH


Tetap jaga hubungan dokter pasien
Siapkan berkas-berkas yang diperlukan
Koordinasi dengan IDI
Koordinasi dengan pimpinan, komite
medik, komite etik & hukum RS
Jangan menghadapi keluarga pasien dan
atau pengacara secara sendiri
Alihkan resiko

4.2.6.2

PENYELENGGARAA
N KOMITE MEDIK
RUMAH SAKIT

Dr. Yan Edward, Sp.THT-KL(K)

Dasar Peraturan
PERMENKES NOMOR
755/MENKES/PER/IV/2011

Komite Medik

Perangkat rumah sakit untuk menerapkan


tata kelola klinis (clinical governance) agar
staf medis dirumah sakit terjaga
profesionalismenya

Organisasi non struktural yang dibentuk di


rumah sakit oleh kepala/direktur.

Komite Medik

Tujuan: menyelenggarakan tata kelola klinis


(clinical governance) yang baik agar mutu
pelayanan medis dan keselamatan pasien lebih
terjamin dan terlindungi

Organisasi dan Keanggotaan


Ketua

Komite
Medik

Sekretaris

Subkomite

Subkomite
kredensial
Subkomite mutu
profesi
Subkomite etika
dan disiplin
profesi

Tugas dan Fungsi


Tugas Komite Medik
Melakukan kredensial bagi seluruh staf medis
yang akan melakukan pelayanan medis di
rumah sakit
Memelihara mutu profesi staf medis

Menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf


medis

SUBKOMITE KREDENSIAL
Tujuan umum
Melindungi keselamatan pasien dan memastikan staf
medis kredibel

Tujuan khusus
1.Mendapatkan staf medis profesional dan akuntabel
2.Tersusunnya jenis jenis kewenangan klinis bagi setiap
staf medis
sesuai dengan cabang dan ditetapkan oleh kolegium
3.Dasar direktur RS menerbitkan penugasan klinis
(clinical apointment)
4.Terjaganya reputasi dan kredibilitas staf medis dan RS di
hadapan pasien, pemangku kepentingan(stakeholder)

KREDENSIAL
Tugas Kredensial Komite Medik
penyusunan dan pengkompilasian daftar kewenangan
klinis
penyelenggaraan pemeriksaan dan pengkajian
kompetensi, kesehatan fisik dan mental, perilaku, etika
profesi
evaluasi data pendidikan profesional
kedokteran/kedokteran gigi berkelanjutan
wawancara terhadap pemohon kewenangan klinis
penilaian dan pemutusan kewenangan klinis yang adekuat
pelaporan hasil penilaian kredensial dan menyampaikan
rekomendasi kewenangan klinis kepada komite medik
melakukan proses rekredensial pada saat berakhirnya
masa berlaku surat penugasan klinis dan adanya
permintaan dari komite medik
rekomendasi kewenangan klinis dan penerbitan
surat penugasan klinis

SUBKOMITE MUTU PROFESI


Tugas memelihara mutu
profesi staf medis
pelaksanaan audit medis
rekomendasi pertemuan ilmiah internal
dalam rangka pendidikan berkelanjutan
bagi staf medis;
rekomendasi kegiatan eksternal dalam
rangka pendidikan berkelanjutan bagi staf
medis rumah sakit tersebut
rekomendasi proses pendampingan
(proctoring) bagi staf medis yang
membutuhkan

SUBKOMITE ETIKA DAN


DISIPLIN PROFESI
Tugas menjaga disiplin,
etika, dan perilaku
profesi

pembinaan etika dan disiplin profesi


kedokteran
pemeriksaan staf medis yang diduga
melakukan pelanggaran disiplin
rekomendasi pendisiplinan pelaku
profesional di rumah sakit (penanggguhan
atau pencabutan kewenangan klinis)
pemberian nasehat/pertimbangan dalam
pengambilan keputusan etis pada asuhan
medis pasien

Melakukan
tugas dan
fungsinya

Komite
medik
dibantu
oleh panitia
adhoc

Ditetapkan
oleh
kepala/direkt
ur rumah
sakit yang
berasal dari
staf medis

Hubungan Komite Medik dengan


Pengelola RS
Kepala/direkt
ur rumah
sakit
menetapkan
kebijakan,
prosedur dan
sumber daya
yang
diperlukan

Komite
medik
bertanggung
jawab
kepada
kepala/direkt
ur rumah
sakit

Membuat
laporan
tahunan dan
laporan
berkala
tentang
kegiatan
keprofesian

Peraturan Internal Staf Medis


(Medical Staff By Laws)
Berfungsi mengatur penyelenggaraan profesi
medis dan mekanisme tata kerja komite medik di
rumah sakit

Disusun oleh komite medik dan disahkan oleh


kepala/direktur rumah sakit

Acuan mekanisme pengambilan keputusan oleh


komite medik, dan menjadi dasar hukum yang sah
untuk setiap keputusan yang diambil

4.2.6.
3

MALPRAKTEK MEDIK
dan KELALAIAN
MEDIK

dr. Rika Susanti, Sp F

Praktek kedokteran
Suatu peradaban manusia
Pada masyarakat purba, peran
penyembuh (DOKTER) dirangkap oleh
pemangku adat (dukun)
Hubungan sangat paternalistik: pasien
percaya sepenuhnya pada penyembuh

Pola hubungan dokter


pasien
Dasar: kepercayaan
Priestly model(paternalistik): dokter
dominan
Collegial model (kemitraan): dokter
sederajat dengan pasien
Engineering model: pasien dominan

Praktek kedokteran
Praktek penuh resiko
Hasil akhir dipengaruhi banyak hal:
pasien, kondisi terakhir, dokter, obat,
lingkungan
Dokter tak bisa menjamin hasil
Hasil pengobatan: sembuh, tak ada
perbaikan, cacat, meninggal

Hubungan dokter pasien


Merupakan hubungan perdata: suatu
perjanjian kontrak terapeutik
Perjanjian melahirkan perikatan
Perikatan menimbulkan hak dan
kewajiban pada para pihak
Para pihak terikat untuk melaksanakan
kewajibannya (prestasi) masing-masing

PENINGKATAN TUNTUTAN
DUGAAN MALPRAKTEK MEDIS
Meningkatnya pendidikan dan kesadaran
atas hak
Meningkatnya penghargaan atas hasil
tindakan medis
Komersialisasi pelayanan kesehatan
Meningktnya biayan pelayanan
Promosi ahli hukum dan UUPK

DAMPAK
Pengawasan praktek kedokteran
Tekanan psikologis tenaga kesehatan
Kedokteran defensif ( sangat berhati
hati )
Diagnostik dan tindakan berlebihan
Asuransi profesi
Biaya pelayanan tinggi

Pengertian malpraktek
medis
Teori utama : Kelalain medik
Pelanggaran atas kewajiban dokter untuk
bertindak layak dan hati hati pada
keadaan tertentu, mengakibatkan
cedera/kerugian yang telah dapat
diperkirakan sebelumnya

Malpraktek medis
Malpraktek
Malpraktek
Malpraktek
Malpraktek

etik
perdata ( Malpraktek)
pidana
administratif (?)

w.m.a (1992)
Medical
Malpractice
involves
the
phycisians failure to conform
the
standard of care for treatment of the
patient condition, or lack of skills, or
negligence in providing care to the
patient, which is the direct cause of an
injury to the patient

Kegagalan medik, akibat


Perjalanan penyakit alami
Resiko dan komplikasi
Culpa : kelalaian medik
Dolus : kesengajaan

Tindakan medik,
pelanggaran pidana
Malpraktek Pidana
Disebut tindakan pidana, bukan
malpraktek
Pelaku : orang/ badan hukum
Penyelesaian ; pengadilan
Hukuman : penjara, denda, sita

Contoh tindak pidana


Menipu pasien (378 KUHP)
Melanggar kesopanan (285, 286, 290,
294 KUHP)
Menggugurkan kandungan (15 jo 80 UU
No. 23/1992)
Membuka rahasia kedokteran (322 KUHP)
Euthanasia (344 KUHP)

Malpraktek perdata
Disebut : malpraktek
Pelaku ; orang/badan hukum
Tanggung jawab: sendiri/bersama
Penyelesaian : pengadilan, damai
Hukuman : ganti rugi, rehabilitasi

Dasar gugatan
Kelalaian medik
Tindakan medik tanpa persetujuan
Pelanggaran janji ( wanprestasi)
Prestasi dokter ( upaya)
Inspanningsverbintennis

Malpraktek medis
Dokter tidak melaksanakan kewajiban
(wanprestasi)
Dokter melakukan kelalaian: tidak hatihati, tidak peduli, tidak tahu, tidak acuh
Dokter melakukan kesalahan/kekeliruan
Dokter melanggar hak pasien
Dokter melakukan perbuatan melawan
hukum

Malpraktek medis
Praktek medis yang buruk
Menyimpang dari standar profesi medis:
standar rata-rata dari kelompok yang
sama dalam hal:
Pengetahuan (knowledge)
Ketrampilan (skill)
Kemampuan memutuskan (judgement)

Principle of liability
Setiap dokter harus memiliki
pengetahuan, ketrampilan dan
kemampuan memutuskan sesuai dengan
rata-rata sejawatnya dengan keahlian
yang sama

Pembuktian malpraktek
Pembuktian tidak langsung: 4 D
Duty: ada kewajiban
Dereliction (breach) of duty: pelanggaran
kewajiban
Damage: terjadi kerugian
Direct causation: ada hubungan sebab
akibat

kelalaian
Tidak melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan; atau melakukan
sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan
oleh orang se-kualifikasi pada situasi dan
kondisi yang identik
Kelalain biasanya tidak dituntut pidana
atau secara hukum, kecuali :
Dilakukan oleh orang yang seharusnya
bekerja hati hati
Mengakibatkan kerugian pada orang lain

Pelanggaran etika
Dokter melanggar etika kedokteran
(KODEKI)
Pengaduan ke MKEK IDI sidang profesi
Sanksi: profesi peringatan, dididik
ulang, dikeluarkan dari IDI
Tak ada kaitan langsung dengan
pelanggaran hukum

Pelanggaran administrasi
Praktek tanpa izin
Praktek dengan izin yang kadaluarsa
Praktek tidak sesuai izin atau keahlian
Pengaduan ke Depkes
Sanksi: terhadap individu dan Badan
Hukum pembekuan atau pencabutan
izin praktek

Pelanggaran disiplin
(UU Praktek Kedokteran)
Yaitu
pelanggaran
dalam
penegakan aturan-aturan dan atau
ketentuan-ketentuan
penerapan
keilmuan
dalam
pelaksanaan
pelayanan yang harus diikuti oleh
dokter dan dokter gigi
Pengaduan ke Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia

Hak dan Kewajiban Pasien dan


Dokter
Hak-hak pasien dalam Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004, Pasal 52
Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang
tindakan medis
Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain
Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
medis
Menolak tindakan medis
Mendapatkan isi rekam medis

Kewajiban pasien Pasal 53


Memberikan informasi yang lengkap dan
jujur tentang masalah kesehatannya
Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter
atau dokter gigi
Mematuhi ketentuan yang berlaku
disarana pelayanan kesehatan
Memberikan imbalan jasa atas
pelayanan yang diterima

Hak-hak dokter UU No 29 tahun 2004


tentang Praktik Kedokteran Pasal 50
Memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional;
Memberikan pelayanan medis menurut standar
professional dan standar prosedur operasional;
Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari
pasien atau keluarganya; dan

Menerima imbalan jasa.

Kewajiban dokter Pasal 51 UndangUndang Nomor 29 Tahun 2004


Memberikan pelayanan medis sesuai dengan
kebutuhan standar profesi atau standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien;
Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain
yang mempunyai keahlian atau kemampuan lebih
baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan;
Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia;
Melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang
lain yang bertugas dan mampu melakukannya;
dan
Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran
gigi.

Transaksi terapeutik
perjanjian antara dokter dengan pasien

memberi dokter kewenangan


melakukan pelayanan kesehatan pada
pasien berdasarkan keahlian dan
keterampilan yang dimiliki

Sifat Transaksi Terapeutik


mengatur hubungan
antara dokter dengan
pasien
dilakukan dalam suasana
saling percaya
(konfidensial)
terdapat unsur-unsur
emosional dan
kekhawatiran pasien
akan kesehatannya

Pencegahan Malpraktek
Inggris, 2001 : Good
Medical Practice,
Professional competence
AS, 2002 : Charter on
Medical Professionalism

WHO, 2004 : Patient


Safety

Penutup
Dokter potensial untuk berbuat salah
malpraktek tidak selamanya dapat dicegah
Cacat atau meninggal potensial untuk
digugat
Gugatan umumnya karena tidak puas atas
cara perlakuan, jarang akibat apa yang
mereka
dapat/tidak
dapatkan
dalam
pelayanan
Lingkup kesalahan umumnya pada basic
care, bukan karena pelayanan yang canggih

VISUM ET
REPERTUM

dr. Citra Manela, SpF

PENDAHULUAN

Nama Visum et Repertum tidak ada


dalam KUHAP
Dalam Staatsblad 350 tahun 1937, Visa
Reperta
Loka karya Visumet Repertum di Jakarta
tahun 1986

Pasal 1 Staatsblad 350 tahun1937


visa reperta dari dokter-dokter, yang dibuat atas
sumpah jabatan yang diikrarkan pada waktu
menyelesaikan pelajaran kedokteran di negeri
Belanda atau d iIndonesia, atau atas sumpah
khusus, sebagai dimaksud dalam pasal 2,
mempunyai daya bukti perkara-perkara pidana,
sejauh itu mengandung keterangan tentang yang
dilihat oleh dokter pada benda yang dilihat

KETERANGAN AHLI
PASAL 1 BUTIR 28 KUHAP:
Keterangan Ahli adalah keterangan yang
diberikan seorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan
untuk membuat terang suatu perkara
pidana guna kepentingan pemeriksaan

KETERANGAN AHLI
PASAL 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta
pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian
khusus.

PASAL 180 KUHAP


(1)Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya
persoalan yang timbul di sidang Pengadilan, Hakim Ketua
sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta
agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.

VISUM ET REPERTUM
DASAR PENGADAAN V et R KORBAN
PASAL 133 KUHAP
(1)Dalam hal penyidik untuk kepentingan
peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya

PASAL 133KUHAP
(2)Permintaan keterangan ahli
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam
surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah
mayat

PASAL 133 KUHAP


(3)Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh
penghormatan terhadap mayat tersebut dan
diberi labelyang memuat identitas mayat, dilak
dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada
ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

VISUM ET REPERTUM
PenjelasanPASAL 133 KUHAP
(2)Keterangan yang diberikan oleh ahli
kedokteran kehakiman disebut
keterangan ahli, sedangkan keterangan
yang diberikan oleh dokter bukan ahli
kedokteran disebut keterangan.

PENGERTIAN V et R
Keterangan tertulis yang dibuat oleh
dokter berisi fakta dan pendapat
berdasarkan keahlian/keilmuan,tentang
hasil pemeriksaan medis terhadap
manusia atau bagian dan tubuh
manusia,baik hidup mati,yang dibuat atas
permintaan tertulis(resmi) dari penyidik
yang berwenang(hakim) yang dibuat atas
sumpah untuk kepentinganperadilan

UNSUR V et R
Untuk Peradilan
Keterangan tertulis
Oleh dokter
Permintaan resmi
Penyidik yang berwenang
Pemeriksaan medis terhadap manusia
Berdasarkan keahlian
Berdasarkan sumpah

KEWAJIBAN DOKTER
PASAL 216 KUHP
(1)Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah
atau permintaan yang dilakukan menurut undangundang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu,
atau olehpejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula
yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa
tindak pidana;demikian pula barangsiapa dengan
sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam
denganpidana penjara paling lama empat bulan dua
mingguatau denda paling banyak sembilan ribu rupiah

KEWAJIBAN DOKTER

PASAL 222 KUHP


Barangsiapa dengan sengaja
mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan pemeriksaan mayat untuk
pengadilan, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulanatau
pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah

PEJABAT PEMINTA V et R
Tindak Pidana terhadap kesehatan dan Jiwa
manusia termasuk Tindak Pidana
Umum(Pasal133 KUHAP : PENYIDIK)
PASAL 6 KUHAP:
(1) PENYIDIKadalah:
PEJABAT POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
PEJABAT PNS TERTENTU YG DIBERI WEWENANG
KHUSUS OLEH UNDANG-UNDANG

PEJABAT PEMINTA V et R
PASAL 11 KUHAP:
Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti
tersebut dalam pasal7(1), kecuali mengenai
penahanan yang wajib diberikan dengan
pelimpahan wewenang dari penyidik yang
berwenang
Yang BerwenangmemintaV et R :
Penyidik dan Penyidik PembantuPOLRI (dan
PolisiMiliter)

Kecuali:
Kasus Pelanggaran Ham berat
(UU Peradilan HAM)

KEPANGKATAN
PASAL 2 PP No 27 TAHUN 1983
(2) Penyidik adalah :
a.Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat
Pembantu Letnan Dua polisi (Ajun Inspektur Dua)
b.Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang
sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur
MudaTingkat I (golonganIIb) atau yang
disamakan dengan itu.

KEPANGKATAN

PASAL 3 PP No 27 TAHUN 1983


(2) Penyidik pembantu adalah :
a.Pejabat Polisi Negara RI tertentu yg
sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua
polisi;(BrigadirDua)
b.Pejabat PNS tertentu yg sekurang-kurangnya
berpangkat Pengatur Muda (golongan II/a)
atau yang disamakan dengan itu.

KEPANGKATAN

PASAL 2 (2) PP No 27 TAHUN 1983


(2)Dalam hal di suatu Sektor Kepolisian
tidak ada pejabat penyidik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka
Komandan Kepolisian yang berpangkat
bintara di bawah Pembantu Letnan Dua
Polisi, karena jabatannya adalah
penyidik.

SURAT PERMINTAAN VISUM ET REPERTUM


(SPV)

SURAT RESMI (KOP SURAT, NOMOR,


TANGGAL, ALAMAT SURAT, ISI,
TANDATANGAN, NAMA JELAS, PANGKAT,
NRP, STEMPEL DINAS)
ATAS NAMAKAPOLSEK (PENYIDIK)
SEBAGAI PEJABAT ATRIBUTIF

PERAN V et R
Pengganti barang bukti
PASAL 184 KUHAP:
Alat bukti yang sah adalah :
(a) Keterangan saksi,
(b) Keterangan ahli,
(c) Surat,
(d) Petunjuk,
(e) Keterangan terdakwa

JENIS V et R
V et R Psikiatri(Kejiwaan)
V et R Fisik(Ragawi)
1. V et R Jenazah
2. V et R Korban Hidup
a. V et R perlukaan/kecederaan
b. V et R keracunan
c. V et R kejahatan seksual

V et R psikiatrik
Dibuat dalam rangka mengevaluasi
keadaan kejiwaan/kesehatan mental
seorang tersangka/tertuduh
Evaluasi dilakukan oleh dokter
spesialis psikiatri melalui observasi
yang meliputi jangka waktu tertentu

V et R jenazah
Menentukan sebab mati korban
tindak pidana melalui autopsi
forensik
Kadangkala memerlukan
pemeriksaan tambahan/laboratorium
Bila permintaan pemeriksaan dari
penyidik tidak berupa permintaan
autopsi, sebab mati korban TIDAK
DAPAT DITENTUKAN

BERDASARKAN KELENGKAPAN ISI


A. V et R Sementara
-dalam perawatan
-pindah tempat perawatan
-gugur setelah V et R definitif
B. V et R Definitif
-kualifikasi luka

ANATOMI V et R
1. Pro Justitia
2. Pendahuluan
3. Pemberitaan
4. Kesimpulan
5. Penutup

Pro Justitia
Untuk kepentingan peradilan
Dinyatakan resmi
Tidak memerlukan materai

Pendahuluan
Tidak diberi judul, berisi:
Instansi peminta V et R (No. danTgl)
Identitas dokter pemeriksa
Instansi dokter pemeriksa
Tempat dan waktu pemeriksaan
Identitas yang diperiksa(Sesuai SPV)

Pemberitaan

HasilPemeriksaan
A. Korbanmeninggal
Pemeriksaan Luar
Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan Laboratorium

Pemberitaan
B.Korbanhidup
Hasilpemeriksaan
-Fisik
-Laboratorium
Tindakan dan perawatan
Keadaan akhir korban

Kesimpulan
Unsur-unsur
Petunjuk identitas korban
Jenis perlukaan atau kecederaan
Jenis penyebab kekerasan
Kualifikasi Luka
Sebab kematian

Kesimpulan
VeR jenazah
Identitas, jenis luka, jenis kekerasan,
Sebab mati, Mekanisme Kematian
Hubungan antara kekerasan dengan
sebab kematian
Perkiraan saat kematian(tempus delicti)

Kesimpulan
VeR korban hidup
Identitas
Jenis luka
Jenis kekerasan
Derajat luka

Penutup

Tidak diberi judul, kalimat penutup


VeR dibuat:
Sebenar-benarnya
Keilmuan sebaik-baiknya
Mengingat sumpah
sesuai dengan ketentuan KUHAP

Bentuk Visum et
Repertum
Pembukaan
Pendahuluan
Pemberitaan
Kesimpulan
Penutup

Format Visum et Repertum

Bagian PEMBUKAAN
berisikan kata-kata

PRO JUSTITIA
UNTUK MENANDAKAN BAHWA
DOKUMEN INI ADALAH KHUSUS
DIBUAT UNTUK KEPENTINGAN
PERADILAN

Format Visum et Repertum

Bagian PENDAHULUAN
Memuat identitas
Dokter pemeriksa
Institusi tempat dokter bertugas
Tanggal dan Tempat
pemeriksaan
Institusi Peminta pemeriksaan
Objek (korban) pemeriksaan,
sesuai uraian identitas dalam
Surat Permintaan Pemeriksaan
dari Penyidik

Format Visum et Repertum

Bagian PEMBERITAAN
MEMUAT HASIL PEMERIKSAAN MEDIK
TENTANG KELAINAN YANG BERKAITAN
DENGAN PERKARA, DIURAIKAN
SECARA RINCI DAN OBJEKTIF

Format Visum et Repertum

Bagian KESIMPULAN
MEMUAT KESIMPULAN DOKTER
PEMERIKSA (BERDASARKAN
KEILMUANNYA) TENTANG TEMUANNYA
PADA PEMERIKSAAN.
SELALU KAITKAN DENGAN PASAL
YANG TERDAPAT DALAM KUHP

FormatVisum et Repertum

Bagian PENUTUP
MEMUAT PENEGASAN BAHWA VISUM ET
REPERTUM INI DIBUAT DENGAN
SEJUJUR-JUJURNYA BERDASARKAN
KEILMUAN YANG DIMILIKI OLEH DOKTER
TERSEBUT DI BAWAH SUMPAH, SESUAI
KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN
YANG BERLAKU

PEMBUKAAN

PENDAHULUAN

PEMBERITAAN

KESIMPULAN
PENUTUP

CONTOH
VISUM ET
REPERTUM

Yang perlu diperhatikan


Gunakan bahasa Indonesia yang baku,
karena VeR dipergunakan di pengadilan
oleh banyak pihak yang tidak
semuanya dari kalangan kedokteran.
Jangan sekali-kali menggunakan istilah
yang hanya lazim di kalangan
kedokteran

Yang perlu diperhatikan


Karena merupakan dokumen resmi,
buat di atas kertas surat resmi, ketik
rapi dst.
Selesaikan dalam jangka waktu yang
wajar.

Anda mungkin juga menyukai